PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN AKUNTANSI DALAM

advertisement
PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN AKUNTANSI DALAM UPAYA PENINGKATAN
KOMPETENSI KEUANGAN PADA PELAKU USAHA MIKRO,KECIL dan MENENGAH (UMKM) DI
PONOROGO
KHUSNATUL ZULFA WAFIROTIN1), HADI SUMARSONO2)
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Jalan Budi Utomo Nomor 10, telp. 0352-481124 Ponorogo
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh kondisi pelaku UMKM yang tidak mampu mengakses
pembiayaan dari perbankan karena mereka belum bisa memenuhi persyaratan perbankan untuk
memperoleh pinjaman. Banyak UMKM kita yang tidak bankable, karena umumnya UMKM belum
mempunyai pembukuan yang baik. padahal pembukuan yang baik merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh pembiayaan dari bank. Tujuan dari penelitian ini adalah tahun pertama,
mengidentifikasi data base kemampuan dasar tentang akuntansi bagi para pelaku UMKM di
Ponorogo. Tahun kedua, menyusun model pelatihan akuntansi yang dapat meningkatan
kompetensi keuangan bagi pelaku UMKM di Ponorogo. Metode yang digunakan untuk menyusun
data base yang dibutuhkan pada tahun pertama diperoleh dengan melakukan pendataan secara
langsung (data primer dan observasi) di lapangan, yaitu dengan melakukan wawancara dan
melakukan pengamatan secara langsung kepada para pelaku UMKM di Ponorogo untuk menilai
kemampuan dasar akuntansi bagi para pelaku UMKM di Ponorogo. Hasil penelitian tahun
pertama(2016) menyimpulkan bahwa : Kompetensi akuntansi yang dimiliki oleh para pelaku
UMKM di Ponorogo dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu ; dari ketujuh variabel yang diteliti
meliputi; omzet penjualan, sumber modal yang digunakan, penghasilan bersih setiap bulan,
penyusunan laporan keuangan, bentuk laporan keuangan, kendala dalam penyusunan laporan
keuangan, pelatihan yang pernah diikuti oleh para pelaku UMKM di Ponorogo. Lebih dari 50% dari
UMKM mengalami kesulitan permodalan. UMKM yang memanfaatkan sumber permodalan
eksternal dari lembaga penyalur kredit hanya sebesar 20%. Alasan UMKM belum memanfaatkan
kredit sebagian besar adalah faktor kebijakan, persyaratan (termasuk akuntansi) dan tingkat suku
bunga kredit yang cukup tinggi.
Kata Kunci : Kompetensi Akuntansi, Permodalan, UMKM.
PENDAHULUAN
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) saat ini memiliki peran yang sangat besar terhadap
pembangunan ekonomi di Indonesia, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran
yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional. Berdasarkan hasil survei dan
perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap PDB (tanpa migas) pada
Tahun 2011 tercatat sebesar 60%. Kontribusi signifikan UMKM juga tampak dari penciptaan
berbagai lapangan pekerjaan baru. Dari data yang sama, pada 2011 UMKM menyerap sekitar 97%
tenaga kerja. (Sindonews 2015)
Data dari Dinas Industri, Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Kabupaten Ponorogo
menunjukkan bahwa
pada tahun 2013 jumlah industri formal sebanyak 614 unit yang
menyerap 6.429 tenaga kerja dengan nilai produksi 734,17 miliar rupiah. Sedangkan untuk
industri non formal sebanyak 19.086 unit dengan jumlah tenaga kerja 39.541(Ponorogo dalam
angka 2014).
Kebanyakan UMKM tidak mempunyai kemampuan mengakses pembiayaan dari perbankan
karena mereka belum bisa memenuhi persyaratan perbankan untuk memperoleh pinjaman.
Banyak UMKM kita yang tidak bankable, karena umumnya UMKM belum mempunyai pembukuan
yang baik, padahal pembukuan yang baik merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
pembiayaan dari bank. Kegunaan yang penting dari pembukuan usaha justru bagi keperluan
internal,
yakni untuk membantu pengusaha dalam mengendalikan keuangan perusahaannya,
dengan meningkatkan kesadaran pentingnya pemisahan keuangan perusahaan dengan pribadi.
Menurut Teguh, (1992) dalam Lilik Indrawati (2006) menyatakan bahwa salah satu aspek
analisis kredit yang dilakukan oleh lembaga pemberi kredit (perbankan dan non perbankan) adalah
aspek keuangan. Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku UMKM yang terkait dengan aspek
keuangan adalah bahwa para pelaku UMKM tidak memiliki pengetahuan akuntansi, dan banyak
diantara mereka yang belum memahami pentingnya pencatatan dan pembukuan bagi
kelangsungan usaha (Idrus, 2000).
Berangkat dari pemaparan tersebut diatas maka masalah penelitian akan berkisar pada
upaya peningkatan kompetensi keuangan bagi pelaku UMKM di Ponorogo, maka yang menjadi
masalah pokok dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana kemampuan dasar tentang akuntansi bagi pelaku UMKM di Ponorogo ?
Urgensi Penelitian
Tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM masih menjadi kelompok marjinal yang sulit dikaitkan
dengan usaha modern dan atau usaha besar. Salah satu indikator dari kondisi tersebut adalah
kesulitan UMKM untuk mendapatkan akses permodalan dari Lembaga Keuangan Formal (LKF)
terutama perbankan. Indikasi dari ketidakmampuan UMKM tersebut terlihat dari rendahnya
alokasi dana/kredit dari bank-bank umum untuk UMKM. Hal ini terkait dengan kemampuan UMKM
di dalam mengelola keuangan. Berdasarkan hasil survey Bank Indonsia, salah satu kendala yang
dihadapi oleh pelaku UMKM dilihat dari perspektif UMKM itu sendiri dan pihak perbankan adalah
kemampuan UMKM dalam mengelola keuangan ( Andang Setyobudi, 2007). Kemudian Idrus
(2000), menyatakan bahwa para pengusaha kecil tidak memiliki pengetahuan akuntansi, dan
banyak diantara mereka yang belum memahami pentingnya pencatatan dan pembukuan bagi
kelangsungan usaha.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) membutuhkan keterampilan pembukuan dan akuntansi
yang mudah aplikasinya guna membantu mereka mengakses pembiayaan dari perbankan. Selama
ini banyak UKM tidak mampu mengakses pembiayaan dari perbankan karena mereka tidak mampu
memenuhi persyaratan perbankan untuk mendapatkan pinjaman. Banyak UKM kita yang tidak
bankable, karena umumnya UKM tidak mempunyai pembukuan yang baik, padahal pembukuan
yang baik merupakan salah satu syarat untuk memperoleh pembiayaan dari bank. Kegunaan yang
penting dari pembukuan usaha justru bagi keperluan internal, yakni untuk membantu pengusaha
dalam mengendalikan keuangan perusahaannya, dengan meningkatkan kesadaran pentingnya
pemisahan keuangan perusahaan dengan pribadi.
Dari kondisi UMKM diatas, maka penelitian ini penting dilakukan dengan harapan dapat
terwujud model pelatihan akuntansi yang cocok dan bisa meningkatkan kompetensi keuangan bagi
pelaku UMKM di Ponorogo sehingga mudah dalam mengakses kredit atau memperoleh pendanaan
terutama dari perbankan. Disamping itu dari hasil penelitian ini akan menambah pengetahuan
bagi banyak pihak karena akan terwujud artikel ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal Nasional.
STUDI PUSTAKA
Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan pengertian dan
kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Berdasarkan jumlah aset dan omzet yang dimiliki, kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) dapat digolongkan menjadi 3 jenis usaha. Kriteria penggolongan jenis usaha ini dapat
dilihat dalam tabel 1 :
Tabel 1. Kriteria UMKM berdasarkan aset yang dimiliki
No
Jenis Usaha
1.
Kriteria
Asset
Omset
Usaha Mikro
Maks 50 Juta
Maks 300 Juta
2.
Usaha Kecil
> 50 juta – 500 juta
>300 juta – 2,5 milyar
3.
Usaha Menengah
> 500 juta 10 Milyar
>2,5 milyar – 50 milayar
Permasahan Yang Di hadapi Oleh UMKM
Menurut Andang (2007), terdapat beberapa kategori permasalahan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) yaitu :
a. Permasalahan yang mendasar dan bersifat klasik pada UMKM (basic problems), adalah berupa
permasalahan modal, bentuk badan hukum yang umumnya non formal, SDM, pengembangan
produk dan akses pemasaran.
b. Permasalahan lanjutan (advanced problems), antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor
yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan
karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan
serta peraturan yang berlaku di Negara tujuan ekspor.
c. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk
menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik.
Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, akuntansi, agunan dan
keterbatasan dalam kewirausahaan.
Sementara itu, dari hasil survey tentang profil UMKM yang dilakukan oleh Bank Indonesia
(Andang, 2007), terdapat permasalahan maupun kendala UMKM yang dilihat dari perspektif UMKM
itu sendiri maupun dari perbankan. Dari sisi UMKM beberapa variabel penting yang masih rendah
kinerjanya antara lain: a) Kemudahan UMKM dalam memperoleh ijin. b) Kemampuan UMKM
untuk mengelola keuangan; c) Ketepatan waktu dan jumlah perolehan kredit dan; tenaga kerja
yang trampil.
Sedangkan dari sisi perbankan, variabel-variabel UMKM yang berkinerja rendah di
antaranya adalah:
a. Kemampuan pengelolaan keuangan;
b. Ketrampilan tenaga kerja;
c. Kapabilitas pemasaran;
d. Kontrol kualitas dalam produksi.
Upaya Pengembangan UMKM
Muhammad Jafar (2004) menyatakan bahwa pengembangan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UMKM, maka kedepan perlu
diupayakan hal-hal sebagai berikut :
a. Penciptaan iklim usaha yang kondusif
Perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan
ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha,
keringanan pajak dan sebagainya.
b. Bantuan permodalan
Perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi
UMKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial
formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura.
c. Perlindungan usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan
ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undangundang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win
solution).
d. Pengembangan kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UMKM, atau antara UMKM
dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan
terjadinya monopoli dalam usaha.
e. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam aspek kewiraswastaan,
manajemen, keuangan, administrasi dan pengetahuan serta
pengembangan usahanya.
keterampilannya
dalam
METODOLOGI PENELITIAN
Ruang Lingkup dan Obyek Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berada di wilayah Kabupaten Ponorogo. Obyek
dalam
penelitian ini adalah seluruh pelaku UMKM di wilayah Kabupaten Ponorogo, khususnya pelaku
usaha mikro yaitu yang memiliki aset maksimal 50 juta dan omzet penjualan maksimal 300 juta
dalam 1 tahun.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Kabupaten Ponorogo. Berdasarkan pertimbangan keefektifan
uji coba program (pelatihan) maka jumlah UMKM yang dapat diikutkan dalam kegiatan ini adalah
sebanyak 20 UMKM, setiap UMKM terdiri dari 1 orang, sehingga jumlah pelaku UMKM yang akan
ikut program pelatihan akuntansi sebanyak 20 orang untuk setiap kelompok pelatihan. Kriteria
penjaringan peserta : a). Usahanya berskala mikro dan kecil, b). Tidak mampu melaksanakan
tahapan dalam kegiatan akuntansi,
c). Belum pernah mendapat bantuan modal dari perbankan,
d). Berkeinginan untuk mengikuti pelatihan akuntansi. Berdasarkan data yang ada dari dinas
Indakop ada 50 UMKM yang terdaftar dan peneliti berhasil melakukan wawancara dengan mereka.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis penelitian ini adalah diskriptif kuantitatf, adapun data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara
secara langsung dengan pelaku UMKM yang dibantu dengan kuisioner. Sedangkan data sekunder
diperoleh melalui sumber-sumber resmi seperti Badan Pusat Statistik, maupun Dinas Indakop.
Untuk mendukung keabsahan data juga dilakukan observasi dan pengamatan langsung di lapangan
untuk mengetahui kondisi UMKM di masing-masing lokasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat ada 7 (tujuh) variabel penting yang dapat
menggambarkan bagaimana kompetensi keuangan terutama dibidang akuntansi bagi para pelaku
usaha MUKM di Ponorogo. Ketujuh variabel yang diteliti tersebut yaitu meliputi; omzet penjualan,
sumber modal yang digunakan, penghasilan bersih setiap bulan, penyusunan laporan keuangan,
bentuk laporan keuangan, kendala dalam penyusunan laporan, pelatihan yang pernah diikuti.
Berikut ini akan dibahas satu persatu dari variabel tersebut diatas, sehingga akan nampak jelas
bagaimana kompetensi keuangan terutama dibidang akuntansi bagi para pelaku usaha UMKM di
Ponorogo.
1. Omzet Penjualan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa omzet penjualan pelaku UMKM
pertahun dari 50 responden adalah ; yang < Rp 300 Juta, sebanyak 47 orang atau mencapai
94%
dan yang > Rp 300 Juta sebanyak 3 orang atau 6% . Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas pelaku usaha UMKM di Ponorogo adalah termasuk pengusaha mikro, hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil dan Menengah
(UMKM).
Kondisi ini mencerminkan bahwa para pelaku UMKM ini memang dituntut untuk
menghasilkan produksi , terutama berkaitan dengan ekonomi keluarga. Dengan kata lain,
mereka dituntut untuk berkarya. Dengan tanggungan menghidupi keluarga, sementara mereka
tidak mampu bersaing disektor formal, maka mereka berusaha disektor informal. Hal ini bisa
difahami karena memang bekerja disektor informal tidak membutuhkan persyaratan yang
rumit.
Kondisi diatas juga menunjukkan bahwa para pelaku UMKM masih membutuhkan modal
yang banyak/besar untuk mengembangkan usaha mereka.
2. Sumber Modal Yang digunakan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber modal yang digunakan untuk
menjalankan usaha yang berasal dari pinjam bank adalah sebesar 20% atau 10 orang, dari
Modal sendiri 70% atau 35 orang, Pinjam saudara 6% atau 3 orang, Pinjam koperasi 2% atau 1
orang dan dari Arisan 2% atau 1 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sumber modal yang
digunakan oleh para pelaku usaha UMKM adalah dari modal sendiri dan mereka mayoritas
belum memanfaatkan fasilitas dari perbankan, hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor ;
diantaranya kurangnya persyaratan untuk mengajukan pinjaman ke bank terutama terkait
dengan laporan keuangan, karena mayoritas para pelaku UMKM tidak menyusun laporan
keuangan dengan berbagai alasan. Disamping itu, para pelaku UMKM masih takut dengan
bunga bank, yang menurut mereka bunga bank sangat tinggi dan sangat membebani. Mereka
justru lebih nyaman dengan menggunakan modal sendiri walaupun jumlahnya masih sangat
terbatas atau relatif sedikit. Dengan demikian hal ini akan berdampak terhadap perkembangan
usaha mereka yang dari tahun ke tahun masih stabil, belum menunjukkan perkembangan yang
begitu pesat.
3. Penghasilan bersih setiap bulan
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa penghasilan bersih perbulan dari para
pelaku UMKM adalah yang < 5 Juta rupiah yaitu 70% atau sebanyak 35 orang, semestara itu
yang
> 5 Juta rupiah yaitu 30% atau sebanyak 15 orang. Hal ini, bisa dipengaruhi oleh
terbatasnya jumlah modal yang digunakan oleh para pelaku UMKM untuk mengembangkan
usahanya. Mayoritas mereka tidak berani melakukan pengembangan usaha dengan pinjam ke
bank, sehingga usaha mereka tetap kecil dan tentunya sangat berpengaruh terhadap
penghasilan yang mereka peroleh. Dengan kata lain semakin banyak jumlah modal yang
digunakan untuk mengembangkan/menambah modal usahanya, tentu akan menambah omzet
penjualannya dan akan menambah jumlah penghasilan mereka.
4. Penyusunan Laporan Keuangan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelaku UMKM yang menyusun
laporan keuangan adalah 52% atau sebanyak 26 orang, sedangkan para pelaku UMKM yang
yang tidak menyusun laporan keuangan adalah 48% atau sebanyak 24 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak para pelaku UMKM yang sama sekali tidak menyusun
laporan keuangan, hal ini sangat memprihatinkan, karena dengan laporan keuangan akan bisa
diketahui berapa aset yang dimiliki, berapa laba/rugi yang diperoleh selama pereode tertentu,
dan bagaimana perkembangan usaha yang dilakukan. Disamping itu dengan menyusun laporan
keuangan yang baik, akan sangat menguntungkan bagi para pelaku UMKM, terutama untuk
persyaratan pengajuan pinjaman ke bank. Sebaliknya jika laporan keuangan sama sekali tidak
disusun, maka mereka tidak akan bisa mengetahui bagaimana perkembangan usaha mereka
secara riil, mereka hanya mengetahui perkembangan usahanya berdasarkan perkiraan serta
angan-angan saja. Dan dengan tidak disusunnya laporan keuangan, mereka akan kesulitan
untuk mengakses kredit dari bank, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan usaha
mereka.
5. Bentuk Laporan Keuangan
Berdasarkan penelitian, menunjukkan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh para
pelaku UMKM yang disusun dalam bentuk Laba Rugi adalah sebesar 92% atau sebanyak 48
orang sedangkan yang dibuat dalam bentuk laporan keuangan yaitu 8% atau 2 orang.
Laporan yang disusun dalam bentuk laba rugi, artinya para pelaku UMKM dalam
menyusun laporan keuangan dibuat dengan mengurangkan seluruh biaya dengan seluruh
pendapatan dan selisihnya adalah laba atau rugi yang diperoleh. Laporan disusun dengan cara
mereka sendiri yang penting mereka mengerti, tanpa mengikuti prinsip akuntansi yang
berterima umum.
Laporan disusun dalam bentuk Laporan Keuangan maksudnya adalah bahwa para pelaku
UMKM menyusun laporan keuangan yang terdiri dari Neraca, laporan laba rugi dan laporan
perubahan modal. Mereka berusaha mengikuti prinsip akuntansi yang berterima umum,
walaupun belum sempurna betul.
6. Pelatihan Yang Pernah Diikuti
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan yang pernah diikuti para
pelaku UMKM di Ponorogo yaitu pelatihan tentang pembukuan sebesar 10% atau sebanyak 5
orang, pelatihan Akuntansi 4% atau sebanyak 2 orang, pelatihan lainnya 18% sebanyak 9
orang, sementara itu yang belum pernah mengikuti pelatihan yaitu 68% atau sebanyak 34
orang. Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa mayoritas para pelaku UMKM di Ponorogo
belum pernah mengikuti pelatihan akuntansi. Hal ini tentu berdampak kepada persepsi mereka
terhadap pentingnya penyusunan laporan keuangan terkait usaha yang mereka lakukan, serta
berdampak pada kualitas laporan keuangan yang mereka susun, yang akhirnya berdampak pula
terhadap kelancaran akses kredit ke Bank, artinya laporan keuangan mereka belu bankable.
7. Kendala Dalam Penyusunan Laporan Keuangan.
Berdasarkan penelitian, menunjukkan bahwa kendala penyusunan laporan keuangan
yang dialami oleh para pelaku UMKM adalah; yang tidak faham akuntansi sebesar 50% atau
sebanyak 25 orang, Tidak ada waktu sebesar 30% atau sebanyak 15 orang, lainnya sebesar 12%
atau sebanyak 6 orang dan yang tidak mempunyai kendala dalam penyusunan laporan
keuangan adalah sebesar 8% atau sebanyak 4 orang.
Dari data tersebut diatas dapat dikatakan bahwa kendala yang meraka hadapi kenapa
tidak menyusun laporan keuangan adalah karena mereka tidak faham akuntansi serta mereka
menganggap tidak penting terhadap laporan keuangan sehingga mereka tidak meluangkan
waktu untuk menyusun laporan keuangan. Hal ini menunjukkan kurangnya sosialisasi terhadap
para pelaku UMKM terkait pentingnya penyusunan laporan keuangan. Sedangkan mereka yang
sudah menyusun laporan keuangan itu karena mereka sudah pernah mengikuti pelatihan
pembukuan, sehingga mereka sudah faham pentingnya penyusunan laporan keuangan.
Walaupun laporan keuangan yang mereka susun belum sepenuhnya benar.
KESIMPULAN
Dari hasi penelitian yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat disampaikan adalah:
1. Kompetensi akuntansi yang dimiliki oleh para pelaku UMKM di Ponorogo dapat dilihat dari
beberapa aspek, yaitu ; dari Ketujuh variabel yang diteliti yang meliputi; omzet penjualan,
sumber modal yang digunakan, penghasilan bersih setiap bulan, penyusunan laporan keuangan,
bentuk laporan keuangan, kendala dalam penyusunan laporan, pelatihan yang pernah diikuti
oleh para pelaku UMKM di Ponorogo.
2. UMKM sangat dominan dibandingkan dengan kelompok usaha skala lainnya. Disamping itu,
peran usaha kecil dalam menyerap tenaga kerja relatif besar. Sehingga pengembangan usaha
merupakan
langkah
strategis
dalam
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat,
dan
pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih dari 50% dari UMKM mengalami kesulitan permodalan.
UMKM yang memanfaatkan sumber permodalan eksternal dari lembaga penyalur kredit hanya
sebesar 20%. Alasan UMKM belum memanfaatkan kredit perbankan sebagian besar adalah
faktor kebijakan, persyaratan (terutama terkait pembukuan perusahaan dan belum bankable)
dan tingkat suku bunga kredit yang cukup tinggi.
SARAN
1. Dalam rangka untuk mengembangkan UMKM maka ada beberapa strategi yang dapat dilakukan
antara lain adalah (1) mengoptimalkan peran KKMB(Konsultan Keuangan Mitra Bank) dalam
membina dan melakukan pendampingan para UMKM yang akan mengajukan permohonan
kredit usaha (2) Mensosialisasikan pembiayaan bagi hasil atau modal ventura
(3)
meningkatkan peran serta lembaga penjamin kredit untuk para UMKM yang terbentur akan
adanya persyaratan agunan. Diharapkan dengan dilaksanakannya strategi-strategi diatas, para
UMKM tidak lagi mengalami kesulitan dalam hal pengajuan kredit modal usaha dari lembaga
penyalur kredit terutama bank
2. Pemerintah Kabupaten Ponorogo, lebih memperhatikan perkembangan para pelaku UMKM di
Ponorogo, khususnya terkait bantuan kredit dengan bunga yang lunak. Hal ini perlu dilakukan
karena UMKM mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang banyak, sehingga mampu
memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap program pengentasan kemiskinan dan
pengurangan pengangguran yang ada di Kabupaten Ponorogo.
3. Pemerintah kabupaten Ponorogo diharapkan memberikan pelatihan dalam 1) meningkatkan
kompetensi keuangan UMKM sehingga berdampak terhadap kemudahan mereka dalam
mengakses kredit dari perbankan ( bantuan modal usaha), 2) cara-cara pengelolaan usaha dan
3) pendampingan usaha, agar usaha mereka bisa lebih eksis dan bisa terus berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Andang Setyobudi, 2007, Peran Serta Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah (UMKM), Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan, Volume 5, Nomor 2,
Agustus 2007
Ardiana, dkk, 2010, Kompetensi SDM UKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UKM di
Surabaya, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.12, No. 1, Maret 2010
Herry Widayanarko, 2004, Pengaruh Sistem Seleksi dan Program Pelatihan Terhadap Kompetensi,
Kualitas Kerja dan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus pada PT Jarum), Tesis, PPS Universitas
Diponegoro, Semarang.
Idrus, 2000. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) ; Tantangan dan
Kebutuhan BagiUMKM, www.scribd.com, tanggal akses,01 Juli2011
Khusnatul Zulfa W. 2011, Dampak Migrasi Terhadap Kondisi sosial Ekonomi keluarga TKI Di Kecamatan Babadan
Kabupaten Ponorogo. Penelitian UniversitasMuhammadiyah Ponorogo.
Khusnatul Zulfa W. 2012, Relevansi Nilai Program Nasional Pemberdayaan masyarakat Perkotaan
Mandiri Kabupaten Ponorogo ,Penelitian DIKTI
Khusnatul Zulfa W. 2013, Persepsi Keuntungan Menurut Pedagang Kakilima Di Jalan Baru Kota
Ponorogo. Penelitian DIKTI
Khusnatul Zulfa W.2014, Analisis Akses Kredit Usaha Sektor informal di Kota Ponorogo . Penelitian
DIKTI
Lilik Indrawati, 2006, Analisis Aspek Keuangan Kredit Modal Kerja Bagi UMKM, Jurnal Keuangan dan
Perbankan, Tahun X, No. 1, Januari 2006
Muhammad Jafar, 2004, Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM),Infokop Nomor 25
Tahun XX, 2004
Syahrir Effendi, 2005, Analisis Peningkatan Kompetensi Pengusahan Kecil Sesudah Mengikuti
Pelatihan Kewirausahaan Yang Diselenggarakan Swisscontract Medan, Jurnal Sistem Teknik
Industri, Volume 6 No.5 , November 2005.
Sindonews 2015
UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Download