unduh aje lah

advertisement
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Abraham Maslow dan Carl Rogers termasuk kedalam tokoh kunci humanisme. Tujuan
utama dari humanisme dapat dijabarkan sebagai perkembangan dari aktualisasi diri manusia
automomous. Dalam humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan
dipersonalisasikan, dan peran pendidik adalah sebagai seorang fasilitator.
Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, dan goalnya adalah untuk membangun
manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif.
Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual
dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Kerana itu dalam
kaitannya maka setiap diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan
berkembang mencapai aktualisasi diri.
Menurut Carl Rogers, teori belajar humanis :
a) Setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme.
b) Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.
c) Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2
subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.
d) Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan
positif (positive regard), dan (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard).
PENERAPAN TEORI HUMANISTIK DALAM PENDIDIKAN
Menurut Gage dan Berliner beberapa prinsip dasar dari pendekatan humanistit yang dapat
kita guna untuk mengembangkan pendidikan :
1. Murid akan belajar dengan baik apa yang mereka mau dan perlu ketahui . Saat mereka telah
mengembangkan kemampuan untuk menganalisa apa dan mengapa sesuatu penting untuk
mereka sesuai dengan kemampuan untuk mengarahkan perilaku untuk mencapai yang
dibutuhkan dan diinginkan, mereka akan belajar dengan lebih mudah dan lebih cepat. Sebagian
besar pengajar dan ahli teori belajar akan setuju dengan dengan pernyataan ini, meskupun
mereka mungkin akan tidak setuju tentang apa tepatnya yang menjadi motivasi murid.
2. Mengetahui bagaimana cara belajar lebih penting daripada membutuhkan banyak
pengetahuan. Dalam kelompok sosial kita dewasa ini dimana pengetahuan berganti dengan
sangat cepat , pandangan ini banyak dibagi diantara kalangan pengajar, terutama mereka yang
datang dari sudut pandang kognitif
3. Evaluasi diri adalah satu satunya evaluasi yang berarti untuk pekerjaan murid. Penekanan
disini adalah pada perkembangan internal dan regulasi diri. Sementara banyak pengajar akan
setuju bahwa ini adalah hal yang penting, mereka juga akan mengusung sebuah kebutuhan untuk
mengembangkan kemampuan murid untuk berhadapan dengan pengharapan eksternal.
Pertemuan dengan pengaharapan eksternal seperti ini menghadapkan pertentangan pada sebagian
besar teori humanistik.
4. Perasaan adalah sama penting dengan kenyataan . Banyak tugas dari pandangan humanistik
seakan memvalidasi poin ini dan dalam satu area, pengajar yang berorientasi humanistik
membuat sumbangan yang bererti untuk dasar pengetahuan kita.
5. Murid akan belajar dengan lebih baik dalam lingkungan yang tidak mengancam. Ini adalah
salah satu area dimana pengajar humanistik telah memiliki dampak dalam praktek pendidikan.
Orientasi yang mendukung saat ini adalah lingkungan harus tidak mengancam baik secara
psikologis, emosional dan fisikal. Bagaimanapun, ada penelitian yang menyarankan lingkungan
yang netral bahkan agak sejuk adalah yang terbaik untuk murid yang lebih tua dan sangat
termotivasi. Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih
tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhankebutuhan ini.
Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami
untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya
tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi
bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara
fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang
membantu siswa untuk memenuhi kebutuhank-ebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai
konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.
Secara singkatnya, pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan
positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup
kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk
memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau
kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena
keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Para pendidik hanya membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Teori ini cocok
untuk di terapkan pada materi - materi yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,
perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena social. Indikator keberhasilan dari teori ini
adalah : Siswa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir
siswa, serta meningkatnya kemauan sendiri.
Menurut teori ini ciri-ciri guru yang baik adalah yang memiliki rasa humor, adil, menarik,
lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Mampu
mengatur ruang kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikannya pada perubahan. Sedangkan
guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi tidak
sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak otoriter,
dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia
mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran
atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap
penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa
saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative
reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
A. Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu ineraksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Dari defenisi ini maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari
kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu
yang tidak dapat diamati.
B. Teori Conditioning Watson
Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus
dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan
dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak
perlu diperhitungkan.
C. Teori Conditioning Edwin Guthrie
Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara,
oleh sebab itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus
agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus
yang berhubungan dengan respon tersebut.
D. Teori Operant Conditioning Skinner
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam
lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Teori Skinnerlah
yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Programprogram pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon serta
mementingkan
faktor-faktor
penguat
(reinforcement),
merupakan
program-program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu.Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus
dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant
conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
E. Teori Systematic Behavior Clark Hull
Dalam teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang
akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
F. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan
untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan
individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1)
sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi
dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by
which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing
the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s
mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya
dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
KELEMAHAN DAN KELEBIHAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks,
sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak
dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.
Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara
stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya. Namun kelebihan dari teori ini
cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu
membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
APLIKASI DASAR :
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai
aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar.
Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Teori Belajar Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Kognitif berarti persoalan
yag menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional/akal. Teori kognitif
lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek
rasional yang dimilki oleh orang lain. Teori kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang
sering disebut sebagai model perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa
dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Secara
umum teori kognitif memiliki pandangan bahwa belajar atau pembelajaran adalah suatu proses
yang lebih menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi,
dan aspek-aspek yang bersifat intelektualitas lainnya. Tokoh-tokoh alirn kognitif antara lain
adalah Jean Piaget dan Jerome S. Brunner. Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang
atau siswa adalah proses yang bersifat genetik. Artinya proses belajar didasarkan atas mekanisme
biologis perkembangan system syaraf. Oleh sebab itu, makin bertambahnya umur seorang siswa
mengakibatkan semakin kompleks susunan sel-sel syaraf dan juga semakin meningkatkan
kemampuan khususnya dalam bidang kualitas intelektual (kognitif). Tahap perkembangan
kognitif anak menurut Piaget adalah:
a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun).
Pada tahap ini yang menonjol adalah kegiatan motorik dan persepsi sangat sederhana.
b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun).
Pada tahap ini lebih ditandai dengan penggunaan symbol atau bahasa tanda. Dan juga mulai
berkembangnya konsep-konsep intuitif.
c. Tahap opersional konkret (umur 7/8 tahun- 11/12 tahun).
Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan menggunakan aturan-aturan yang sistematis,
logis, dan empiris. Pada tahap ini juga adalah tahap melakukan transformasi informasi ke dalam
dirinya sehingga tindakan lebih efektif.
d. Tahap operasional formal (umur 11/12- 18 tahun).
Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan anak dalam berfikir abstrak dan logis, serta
memiliki kemampuan menggunakan pola berfikir dan mampu berfikir ilmiah.
Tahapan perkembangan akan berjalan secara lsinier atau relevan dengan kualitas berfikir,
makin tinggi tahap perkembangan kognitif membawa implikasi terhadap teraturnya dan semakin
abstrak cara berfikir yang dilakukan oleh seorang anak.
Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yaitu
enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam
upayanya untuk memahami lingkungan sekitar. Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek
atau dunianya melalui gambar –gambar atau visualisasi verbal. Dan pada tahap simbolik,
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika.Menurut Brunner, perkembangan kognitif seseorang
dapat dilakukan dengan cara gaya mengajar yang dilakukan dengan menggunakan cara kerja dari
sederhana/kecil ke arah yang lebih rumit atau luas.
Jadi teori kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi
serta pemahaman tentang situasi yang berhubungan dengan dirinya. Belajar merupakan
perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang
tampak.
Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme juga bagian dari teori kognitif. Teori kognitif dalam belajar memilki
perbedaan dengan cara pandang teori konstruktivisme. Menurut cara pandang teori
konstruktivisme belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata
dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun
atas dasar realitas yang ada di dalam lapangan. Pembelajaran harus mampu memberikan
pengalaman nyata bagi siswa, sehingga model pembelajarannya dilakukan secara natural.
Penekanan teori kontruktivisme bukan pada membangun kualitas kognitif, tetapi lebih pada
proses untuk menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan. Belajar bukanlah proses
teknologisasi (robot) bagi siswa, melainkan proses untuk membangun penghayatan terhadap
suatu materi yang disampaikan. C. Asri Budiningsih dalam buku Pembelajaran Moral
menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran social yang ada dalam diri
siswa. Menurut C. Asri Budiningsih ada dua macam proses adaptasi yaitu adaptasi yang bersifat
autoplastis dan adaptasi aloplastis. Adaptasi autoplastis adalah proses penyesuaian diri dengan
cara mengubah diri sesuai dengan suasana lingkungan, adaptasi aloplastis adalah adaptasi dengan
cara mengubah situasi lingkungan sesuai dengan keinginan dirinya sendiri. Paul Suparno SJ
dalam buku Reformasi pendidikan menyatakan bahwa model pembelajaran yang dianggap tepat
menurut teori konstruktivisme adalah model pembelajaran yang demokratis dan dialogis.
Pembelajaran harus member ruang kebebasan siswa untuk melakukan kritik, memilki peluang
yang luas untuk mengungkapkan idea tau gagasannya, guru tidak memilki jiwa otoriter atau
diktaktor. Menurut pandangan konstruktivisme dalam proses pembelajaran siswa harus aktif
melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan member makna tentang hal-hal yang
dipelajari. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme lebih menekankan pada
pembelajaran yang nyata sesuai dengan situasi lingkungan yang ada.
Download