Inflasi Juni 0 - Perpustakaan BAPPENAS

advertisement
Inflasi Juni 0,11 Persen
Kamis, 2 Juli 2009 | 03:53 WIB
Jakarta, Kompas - Laju inflasi Juni 2009 dilaporkan 0,11 persen sehingga inflasi tahunan Juni 2009
dibandingkan Juni 2008 mencapai 3,65 persen. Laju inflasi ini termasuk rendah karena bulan
sebelumnya inflasi tahunan Mei 2009 dibanding Mei 2008 masih 6,05 persen.
”Angka itu (inflasi tahunan 3,65 persen) relatif rendah dibandingkan inflasi year on year bulan Mei
2009. Inflasi Juni 2008 merupakan puncak laju inflasi saat itu karena ada kenaikan harga BBM
(bahan bakar minyak) pada Mei 2008. Setahun kemudian, inflasi Juni 2009 hanya 0,11 persen,” ujar
Deputi Bidang Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Ali Rosidi di Jakarta, Rabu (1/7).
Inflasi Juni 2009 terjadi akibat dorongan kenaikan harga pada kelompok produk makanan jadi,
rokok, dan minuman yang secara tahunan naik 8,91 persen. Adapun sumbangan dari kelompok
bahan makanan, seperti beras, jagung, terigu, tergolong rendah karena tidak terjadi kenaikan harga
pada kelompok komoditas ini.
Menurut Ali, pergerakan harga barang disebabkan kehendak pasar atau kerap dikategorikan
sebagai inflasi inti dilaporkan 0,2 persen, atau lebih tinggi dibanding inflasi umum 0,11 persen.
Adapun komoditas yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dilaporkan deflasi 4,51 persen,
antara lain pada BBM dan minyak goreng. Artinya, kebijakan pemerintah atas BBM dan minyak
goreng ikut menekan harga komoditas yang dipengaruhi kebijakan pemerintah.
Rendahnya inflasi disebabkan oleh banyaknya kota yang menjadi basis survei BPS mengalami
deflasi. Dari 66 kota yang dicatat BPS, 47 kota mengalami inflasi dan 19 kota deflasi.
Pengamat Ekonomi A Prasetyantoko memperkirakan tidak akan ada tekanan yang bisa
memengaruhi inflasi pada semester II-2009. Kenaikan harga minyak mentah (dari perkiraan semula
45 dollar AS menjadi rata-rata 70 dollar AS per barrel) tidak akan menekan daya beli masyarakat
karena pemerintah tak berniat menaikkan harga BBM pada semester II.
”Dengan demikian, tren inflasi yang rendah akan terus terjadi. Malah, perekonomian akan
cenderung lesu sehingga memerlukan stimulus moneter berupa penurunan suku bunga riil. Stimulus
ini perlu mengingat pelaksanaan stimulus bidang fiskal tak sesuai harapan, diperkirakan tak
memberi dampak pada semester II ini,” ujarnya. (OIN)
Download