SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS FUNGSI SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SOPPENG OLEH: ASRIADI B 111 07 769 BAGIAN HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 HALAMAN JUDUL TINJAUAN YURIDIS FUNGSI SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SOPPENG OLEH: ASRIADI B 111 07 769 SKRIPSI Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Dalam Bagian Hukum Tata Negara Program Studi Ilmu Hukum Pada FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 i ABSTRAK ASRIADI ( B 111 07 769 ), Tinjauan Yuridis Fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng), Di bawah bimbingan Achmad Ruslan (Selaku pembimbing I) dan Muchsin Salnia (Selaku pembimbing II) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng dan mengetahui faktor pendukung dan penghambat fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Soppeng. Adapun lokasi penelitian adalah di Kantor Bupati Soppeng dalam lingkup Sekretariat Daerah Kabupaten Soppeng . Data hasil yang diperoleh oleh penulis baik secara primer maupun secara sekunder akan diolah secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan deduktif maupun induktif kemudian disajikan secara deskriktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi sekretaris daerah kabupaten soppeng dalam penyelenggaraan pemerintaan telah dilaksanakan dengan baik yang meliputi (1) Penyusunan kebijakan pemerintahan daerah (2) Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis daerah (3) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah (4) Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintahan daerah (5) Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adapaun faktor-faktor pendukung pelaksanaan fungsi sekretaris daerah kabupaten soppeng meliputi: telah tersedianya semua perangkat-perangkat unit kerja, para pegawainya, dari lembaga otonomi daerah seperti dinas-dinas, badan-badan dan kantor sesuai fungsinya, sedangkan faktor-faktor penghambat meliputi faktor eksternal dan faktor internal. v KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah Penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, yang telah memberikan Penulis menyelesaikan tugas kesehatan dan kekuatan sehingga dapat akhir ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar. Shalawat dan salam tidak lupa Penulis ucapkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, Nabi termulia yang telah menunjukkan jalan keselamatan dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Semoga Allah SWT menjadikan keluarga dan para sahabat beliau yang senantiasa menjaga amanah sebagai umat pilihan dan ahli surga. Terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi tidak terlepas dari jasa-jasa orang tercinta yaitu kedua orang tua Penulis yakni, Ayahanda almarhum H. Syamsul Bachri dan Ibunda tercinta HJ. Nur Hayati yang senantiasa selalu memberikan penulis kasih sayang, nasehat, perhatian, bimbingan, dan selalu setia mendengarkan segala keluhan Penulis serta doanya demi keberhasilan Penulis. Atas jasa-jasa yang tak ternilai dari Ayahanda dan Ibunda tercinta, Penulis hanya bisa vi mengucapkan banyak terima kasih dengan segala ketulusan hati. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak dan adek tersayang yakni Nur Asni S.H., M.H., dan Nur Asia terima kasih atas segala doa, perhatian, dan kasih sayang yang diberikan kepada Penulis selama ini. Melalui kesempatan ini juga, Penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang sangat berjasa selama proses penulisan Skripsi hingga tahap penyempurnaan skripsi Penulis. Untuk itu penghargaan dan ucapan terima kasih Penulis kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi, Sp.B., Sp.BO, selaku Rektor Universitas Hasanuddin, beserta Staf dan jajarannya; 2. Bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.S., DFM, Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Bapak Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H., Bapak Dr. Anshory Ilyas, S.H., M.H. dan Bapak Romi Librayanto, S.H., M.H. masing-masing selaku WakiL Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin; 3. Bapak Prof.Dr.Achmad Ruslan, S.H., M.H., selaku Pembimbing I dan Bapak Muchsin Salnia, S.H. selaku pembimbing II, terima kasih untuk saran, petunjuk, serta bimbingannya kepada Penulis; 4. Bapak Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.H.,, Ibu Prof. Dr. Marwati Riza, S.H., M.Si. dan Bapak Guntur Alfi, S.H., M.H., selaku Dosen Penguji Penulis, terima kasih atas masukan yang diberikan; vii 5. Bapak Prof. Dr. S.M Noor, S.H., M.H. selaku Penasehat Akademik (PA) penulis, terima kasih atas semua nasehat, petunjuk, dan arahan selama proses perkuliahan; 6. Bapak H. Andi Soetomo selaku Bupati Soppeng atas perkenaanya untuk melakukan penelitian di wilayah Kabupaten Soppeng 7. Bapak Drs. H. Andi Pawelloi, Msi selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng yang telah memberikan data-data dan informasi dalam penelitian yang penulis lakukan demi merampungkan skripsi ini. 8. Bapak/ Ibu Pegawai Akademik atas bantuan dan fisilitas yang diberikan kepada Penulis. 9. Teman-teman KKN-PH Angkatan 2010/2011 Polsekta Tamalanrea. Terima kasih atas kebersamaanya dan kerjasama di posko maupun di lokasi KKN 10. Sahabat-Sahabatku Tercinta : Adhe Dwi Putra, Rian Fakhrul Ahmad, Hermansyah, Mansur, Muh. Ziat Umar, Takbiratul Ihram, Sahril Lawa, Rusman, Musirwan, Ishak, Joko, Ilham Akbar Ilyas, Irfandi, Rakhmat Rukman, Jawadil, Amrulla, Imam, Andi Sarwo Edi, Dirman, Bundrang, Miswar Malawa, H.Viswar Andi Aso, Andi Zul, Andi Richa, Andi Ermita Hatta Dai, Juliati Jafar, Eci, Ame, Dian Eka Sari Gandi. Atas segala bantuan, kerja sama, uluran tangan yang telah diberikan dengan ikhlas hati kepada Penulis selama menyelesaikan studi hingga rampungnya Skripsi ini, tak ada kata yang dapat terucapkan selain terima kasih. Begitu banyak bantuan yang telah diberikan bagi penulis. viii melalui doa dan harapan dari Penulis semoga amal kebajikan yang telah disumbangkan dapat diterima dan memperoleh balasan yang lebih baik dari Sang Maha Sempurna Pemilik Segalanya, Allah SWT. Amin. Akhir kata, meskipun telah bekerja dengan maksimal, mungkin skripsi ini tentunya tidak luput dari kekurangan sehingga mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak agar menjadi bahan pelajaran bagi Penulis. Harapan dari Tugas Akhir ini, kiranya Skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Amin. Wassalamualaikum Wr.Wb. Makassar, September 2012 Penulis ASRIADI ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. i PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................ ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ................................... iv ABSTRAK ................................................................................................ v KATA PENGANTAR ............................................................................... vi DAFTAR ISI ............................................................................................. x BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................... 8 C. Tujuan Penelitian ................................................................. 9 D. Manfaat Penelitian ............................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10 A. Pengertian Fungsi, Sekretaris Daerah, Daerah Otonom, dan Otonomi Daerah ............................................................ 10 B. Dasar Hukum Sekretaris Daerah .......................................... 11 C. Fungsi Sekretaris Daerah ..................................................... 14 D. Organisasi Perangkat Daerah .............................................. 15 1. Pengertian ....................................................................... 15 E. Sistem Pemerintahan ........................................................... 17 1. Pengertian Sistem Pemerintahan ..................................... 17 F. Pemerintah dan Pemerintahan ............................................. 18 G. Sejarah Singkat Pemerintahan Daerah Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 .................. 21 1. Pemerintah daerah menurut Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 ...................................................... 30 2. Pemerintah daerah menurut Undang-undang x Nomor 5 Tahun 1974 ...................................................... 31 3. Pemerintah Daerah Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ..................................................... 34 4. Pemerintah Daerah Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ..................................................... 37 H. Dasar Hukum Pemerintahan Daerah.................................... 39 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 41 A. Lokasi Penelitian .................................................................. 41 B. Jenis dan Sumber Data ........................................................ 41 C. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 42 D. Teknik Analisis Data…………………………………………….. 42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 43 A. Gambaran Umum Kabupaten Sopeng ................................. 43 B. Fungsi Sekretaris Daerah Soppeng ..................................... 44 1. Pelayanan administrative kepada seluruh perangkat Daerah Kabupaten .......................................................... 52 2. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian sumber daya aparatur, kemampuan, prasarana dan sarana pemerintahan Kabupaten Soppeng .................................. C. Sekretaris Daerah Dalam Pembinaan 56 Aparatur Pemerintahan ....................................................................... 58 D. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi Sekretaris Daerah Soppeng ..................................... 64 BAB V PENUTUP .................................................................................. 66 A. Kesimpulan .......................................................................... 66 B. Saran .................................................................................. 67 DAFTAR PUSTAKA xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-undang. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945). Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan 1 umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-undang. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-undang. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten atau daerah kota merupakan urusan yang berskala kabupaten atau kota meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan kabupaten atau 2 kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan. Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh wakil presiden, dan oleh menteri negara. Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Untuk Pemerintahan Daerah Provinsi yang terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD provinsi. 3 Untuk pemerintahan daerah kabupaten atau daerah kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten atau kota dan DPRD kabupaten atau kota. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan menyelenggarakan peraturan pemerintahan perundang-undangan. daerah, pemerintahan Dalam daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan. Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala Daerah untuk Provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah Walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan 4 keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat (Dadang Juliantara, 2000:16). Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota. Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. Pemerintahan Daerah diatur dalam bab tersendiri dalam UUD 1945, yaitu dalam Bab VI dengan judul “Pemerintahan daerah “. Dalam UUD RIS 1949, ketentuan mengenai hal itu termaktub dalam Pasal 42-67 dan dalam UUDS 1950 pada Pasal 131 dan 132. Bahkan sejak sebelum kemerdekaan, sudah banyak pula peraturan yang dibuat untuk mengatur mengenai persoalan pemerintahan di daerah dan persoalan yang berkaitan dengan soal desentralisasi. Sejak tahun 1903 sampai dengan sekarang, dapat dikemukakan berbagai peraturan seperti di bawah ini, yaitu : a. Decentralisatie Wet Tahun 1903; b. Bestuur S.H.evorming Tahun 1922; c. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945; 5 d. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah; e. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah-daerah Indonesia Timur; f. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan daerah; g. Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintahan Daerah; h. Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960; i. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan daerah; j. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah; k. Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa; l. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah beserta berbagai peraturan .pelaksanaan yang ditetapkan pada Tahun 1999 dan tahun 2000; m. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya; 6 n. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya sampai sekarang (Jimly Asshidiqie 2007;395-396). Kabupaten Soppeng adalah salah satu Kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Watansoppeng. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.359,44 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 222.798 jiwa. Soppeng terletak pada depresiasi sungai Walanae yang terdiri dari daratan dan perbukitan dengan luas daratan ± 700 km2 serta berada pada ketinggian rata-rata antara 100-200 m di atas permukaan laut. Luas daerah perbukitan Soppeng kurang lebih 800 km2 dan berada pada ketinggian rata-rata 200 m di atas permukaan laut. Ibukota Kabupaten Soppeng adalah kota Watansoppeng yang berada pada ketinggian 120 m di atas permukaan laut. Salah satu hal yang sangat menopang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah di kabupaten Soppeng adalah sekretaris daerah. Sekretaris daerah berfungsi sangat strategis dalam melaksanakan pelayanan informasi, administrasi dan bahkan berbagai aspek fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bahkan banyak kalangan mensinyalir bahwa keberhasilan seorang bupati/walikota sangat ditentukan oleh sukses dan kreatifitas, serta kapasitas atau kemampuan seorang sekretaris daerah kabupaten/kota. 7 Dalam setiap menempatkan undang-undang pemerintahan daerah selalu peranan penting sekretaris daerah dalam membantu bupati/walikota dalam melaksanakan fungsinya sebagai kepala daerah, baik fungsi rutin ataupun fungsi pembangunan boleh dikatakan bahwa kegagalan seorang sekretaris daerah dalam melaksanakan fungsinya sangat berpengaruh langsung terhadap keberhasilan kepala daerah. Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menempatkan sebagai bagian terpenting yang harus diatur dalam bagian tersendiri yakni pada bagian 9 yang diatur dalam Pasal 120 sampai dengan Pasal 128. Dalam kenyataanya, sekretaris daerah tidak sedikit mengalami hambatan atau kendala dalam melaksanakan fungsinya, hal itu dapat disebabkan antara lain kemampuan atau kapasitas pribadi ataukah hal-hal yang bersifat politis. Dengan latar belakang demikian, maka penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi suatu karya tulis ilmiah yang berupa skripsi dengan judul: “Tinjauan Yuridis Fungsi Sekretearis Daerah Kabupaten Soppeng”. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng ? 8 2. Apakah faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng ? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng. 2. Untuk mengetahui faktor penghambat pelaksanaan fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng. D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan teoritis, yakni berguna untuk pengembangan dan pengkajian hukum administrasi negara pada umumnya dan hukum kepegawaian pada khususnya. 2. Kegunaan praktis, yakni berguna sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah pada umumnya dan Pemerintah Daerah kabupaten Soppeng khususnya. 9 BAB II TINAJUAN PUSTAKA A. Pengertian Fungsi, Sekretaris Daerah, Daerah Otonom, dan Otonomi Daerah. Pengertian fungsi dalam bahasa Indonesia terkadang disamakan dengan tugas dan wewenang. Padahal sebenarnya jika ditinjau secara etimologis nampaklah berbeda. pengertiannya terkadang terkadang mengikuti pengertian operasionalsesuai maksud perundang-undangan. Secara etimologi pengertian fungsi antara lain menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:265) fungsi adalah: 1. Jabatan atau pekerjaan yang dilakukan 2. Kegunaan suatu hal 3. Cara kerja suatu oragan tertentu Dalam kamus lengkap inggris-indonesia (2000:180) Bambang dan M Nur menuliskan fungsi adalah: Kegunaan pekerjaan. Jhon M. Echols dan Hasan Shadily dalam kamus inggris-indonesia (2007:260) menuliskan kata function diartikan: 1. Fungsi atau kegunaan; 2. Pekerjaan. 10 Dalam halaman yang sama functionary diartikan Pejabat, Petugas dan Pegawai. Menurut Djoko Sutono (1982:15), bahwa: Fungsi berarti tugas, Fungsi adalah hubungan timbal balik antara bagian dengan keseluruhan atau antara bagian dengan keseluruhan atau antar bagian dengan bagian, dan Fungsi yang diartikan kegunaan. Misalnya fungsi perekonomian terhadap perkembangan kebudayaan. Terhadap definisi fungsi menurut penulis adalah sebuah penjelasan terhadap kewenangan secara praktis. B. Dasar Hukum Sekretaris Daerah Peranan Sekretaris Daerah, dalam praktek penyelengaraan kantor dimana-mana telah lazim bahwa pejabat dari suatu instansi-instansi pemerintah maupun perusahan-perusahan swasta atau lembaga lainnya, dibantu oleh sekretaris. Adapun yang dimaksud sekretaris disini adalah seorang pejabat staf yang membantu Kepala Daerah dalam menunaikan tugas manajemen, atau disebut juga Sekretaris Wilayah Daerah. “Sedangkan tempat bekerja sekretaris adalah Sekretariat Daerah. Kemudian segala pekerjaan yang dilakukan dalam sekretariat disebut pekerjaan pekerjaan kesekretariatan dan yang memimpin sekretariat itu adalah Sekretaris Daerah Oleh karena itu, dalam suatu organisasi, sekretaris mempunyai peranan yang sangat penting. Sebab selain sebagai pembantu pimpinan juga bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan pelaksanaan segala 11 pekerjaan kesekretariatan, hingga memungkinkan tujuan dari organisasi itu tercapai dengan baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa sukses dan tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung pada sekretaris. Begitu pula kacaunya suatu pekerjaan kesekretariatan akan dapat menimbulkan kacaunya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya yang lebih ditentukan sebelumnya. Begitu pula Sekretaris Daerah sangat penting fungsinya sebagai pelayanan administrasi pemerintahan daerah (Djoko Prakoso,1984: 120-121) Dengan demikian bahwa peranan dan fungsi serta kinerja Sekretaris Daerah begitu sangat penting dan sangat strategis dalam rangka menjalankan roda Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini Sekretaris Daerah yang dimaksud adalah seorang pejabat staf yang membantu Kepala Daerah dalam menunaikan tugasnya untuk memimpin dan menyelenggarakan segala urusan rumah tangga daerah, urusan swasta dan urusan pemerintahan umum. Dalam Pasal 121 ayat 1 sampai dengan ayat 3 Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ditegaskan “Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, bertanggung jawab kepada Kepala Daerah”. 12 Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negri sipil yang memenuhi persyaratan. Sekretaris Daerah untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usulan Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pegawai negeri sipil di daerahnya. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 122 ayat 1, 3, dan 4 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun Sekretaris Daerah yang dimaksud dalam skripsi ini adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah otonom menurut Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 1 angka 6 ditegaskan bahwa: “Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Nampak bahwa daerah otonom memiliki unsur penting seperti masyarakat hukum, wilayah dengan batas-batas tertentu serta mampu dan mandiri dalam hal mengatur dan mengurus pemerintahan serta memiliki prakarsa sendiri. Otonomi daerah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 5 Undang– undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa: “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang–undangan”. 13 Adapun unsur otonomi daerah tersebut adalah berisi hak wewenang dan kewajiban daerah secara mandiri mengatur dan mengurus Pemerintahan yang dilandasi ketentuan hukum. C. Fungsi Sekretaris Daerah Sekretaris Daerah diatur dalam bagian kesembilan Pasal 121 dan Pasal 122 Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sekretaris Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga tekhnis daerah. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Dalam hal tertentu apabila Sekretaris Daerah berhalangan melaksanakan tugasanya maka tugas Sekretaris Daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk Kepala Daerah. Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pegawai negeri sipil di daerahnya. Sekretaris Daerah sebagai pembina pegawai negeri sipil adalah pelaksanaan pengembangan profesionalisme dan karir pegawai negeri sipil di daerah dalam rangka peningkatan kinerja. Dalam pengisian jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota mengajukan tiga calon yang memenuhi persyaratan kepada Gubernur. Selanjutnya atas dasar usulan tersebut Gubernur konsultasi kepada Menteri dalam Negeri untuk memberikan penilaian terhadap calon–calon serta memberikan persetujuan terhadap salah satu calon yang paling memenuhi persyaratan untuk diangkat oleh Gubernu. 14 D. Organisasi Perangkat Daerah 1. Pengertian Secara yuridis kebutuhan terhadapa perangkat daerah diatur dalam Pasal 120 ayat (2) Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana dinyatakan bahwa “perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah kecamatan, dan kelurahan” (Moh. Mahfud MD, 2001:74) Dengan demikian dinas daerah sebagai bagian perangkat daerah secara khusus diatur dalam Pasal 124 Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah: a. Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. b. Dinas daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. c. Kepala Dinas bertanggungjawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Sementara dalam Pasal 128 ayat (1) Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah dengan memperhatikan faktor–faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang–undang Dasar 1945 Peraturan Pemerintah adalah peraturan yang dibentuk oleh Presiden untuk menjalankan undang–undang, yang dimaksud dalam hal ini 15 Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan demikian maka materi muatan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dan Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman organisasi perangkat daerah adalah materi yang telah diatur dalam Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004. Pengaturan dengan peraturan perundang– undangan yang lebih rendah hanya dilakukan apabila ada kuasa dari undang–undang. Artinya harus ada dasarnya dalam undang–undang yang membolehkan diatur “mendelegasikan“ oleh kepada peraturan peraturan perundang–undangan perundang–undangan yang tingkatannya lebih rendah. Dalam hal mendelegasikan ini Undang–undang kepada pemerintah Nomor mengatur 32 Tahun tentang 2004 organisasi perangkat daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah sebagai penjabaran Pasal 128 Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Pasal 2 ayat (1) Organisasi perangkat daerah dibentuk berdasarkan pertimbanganpertimbangan : a. Kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh daerah; b. Karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; c. Kemampuan keuangan daerah; d. Ketersediaan sumber daya aparatur; e. Pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga. 16 Apabila dicermati Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tampaknya ada beberapa perbedaan diantaranya mengenai pembentukan organisasi perangkat daerah, jumlah lembaga teknis Daerah Kabupaten/Kota maksimal yang terbentuk, adanya pengaturan mengenai kecamatan dan kelurahan. E. Sistem Pemerintahan 1. Pengertian Sistem Pemerintahan Sistem pemerintahan berbeda dengan bentuk pemerintahan, juga tidak sama dengan bentuk negara. Bentuk pemerintahan ada dua, republik dan kerajaan. Sedangkan bentuk negara ada tiga, yaitu kesatuan, federal, dan federasi. Meski berbeda, sistem pemerintahan mempunyai korelasi kuat dengan bentuk pemerintahan. Bentuk pemerintahan republik mempunyai sistem pemerintahan presidensil. Sedangkan bentuk pemerintahan kerajaan, sistem pemerintahannya minarki. Korelasi yang serupa tidak terjadi pada sistem pemerintahan dengan bentuk negara. Sistem pemerintahan presidensial terdapat dibentuk Negara kesatuan, federal, ataupun konfederasi. (Abdul Ghoffar, 2009:27) Apabila dalam suatu pemerintahan negara, diadakan pembedaan yang tegas antara jabatan kepala negara (head of stete) dan kepala pemerintahan yang bersangkutan mengandung ciri parlementer. Sebaliknya, jika jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan 17 disatukan atau tidak ada dibedakan sama sekali, maka kedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan terintegrasi atau menyatu dalam jabatan yang biasa disebut Presiden maka pemerintah yang bersangkutan mengandung ciri presidensial. (Jimly Asshiddiqe, 2007:314) Secara sederhana Mahfud MD mengatakan bahwa cara bekerja dan berhubungan ketiga poros kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudisial dapat disebut sebagai sistem pemerintahan negara. Sehingga yang dimaksud sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara lembaga-lembaga negara (Moh. Mahfud MD, 2001:74). F. Pemerintah dan Pemerintahan Definisi operasional pemerintahan daerah secara stipulasi mengalami perkembangan dalam setiap Undang–undang yang mengatur sistem pemerintahan daerah. Undang–undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok–pokok pemerintahan pemerintahan daerah secara tersrat di daerah, mendefinisikan penyelenggaraaan pemerintah daerah otonam yang diselenggarakan oleh Kepala Daerah dan perangkat –perangkatnya beserta DPRD. Menurut Undang–undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pmerintahan Daerah dan Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang identik dengan zaman orde reformasi memberikan definisi Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah 18 dan DPRD menurut asas Desentralisasi. Sedangkan menurut Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah direvisi bahkan sebagian besar kalangan mengartikannya penggantian Undang–undang Pemerintahan Daerah, yakni Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, juga memberikan pengertian yang sama. Pemerintah Daerah menurut. Menurut Undang–undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang– undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pmerintahan Daerah, mendefinisikan Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya (Philipus M. Hadjon, 2002:85). Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, kata pemerintah, pemerintahan, pemerintah daerah, pemerintahan daaerah jelas dibedakan artinya satu sama lain. Dalam ketentuan umum dirumuskan bahwa pemerintah adalah pemerintah pusat, yaitu presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara menurut Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan kata pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sementara itu, kata pemerintahan daerah dikaitkan dengan pengertian penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 19 Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 menyatakan : ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas dearah-daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur denngan Undang-undang”. Struktur hubungan kekuasaan antara pemerintahan pusat dengan provinsi, kabupaten/kota ini bersifat pembagian yang bertingkat-tingkat, sehingga karena itu harus dilihat sebagai hubungan yang bersifat hierarkis. Hal itu jelas terlihat dalam rumusan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi”, dan “daerah provinsi dibagi atas daerah kabupaten dan kota”. Pemerintahan Daerah kabupaten dan daerah kota dianggap sebagai satu kesatuan unit pemerintahan daerah secara sendiri-sendiri seperti halnya pemerintahan daerah provinsi. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membedakan antara daerah provinsi dengan daerah kabupaten dan kota, kecuali hanya dalam tingkatan hirarkisnya. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi lagi atas kabupaten dan kota, yang masing-masing mempunyai daerah dengan segala perangkatnya yang tersendiri berdasarkan undang-undang. Kabupaten dan kota merupakan kesatuan unit pemerintahan Negara yang langsung berhubungan dengan fungsi pengayoman dan pelayanan pemerintahan negara terhadap rakyat. Untuk itu, setiap satuan pemerintahan dilengkapi dengan perangkat administrasi di tingkat kecamatan dan dipimpin oleh seorang camat sebagai pejabat 20 administrasi yang terendah diatas kepala desa dan lurah. Kepala desa ada di daerah pedesaan dan lurah ada di daerah perkotaan. Kemudian, di tingkat kelurahan dan desa terdapat pula perangkat organisasi kekeluargaan yang disebut Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Dengan demikian, di daerah kota, terdapat walikota, camat, dan lurah, ketua RW dan ketua RT; sedangkan di daerah kabupaten terdapat, bupati, camat, dan kepala desa, serta ketua RW dan ketua RT. Oleh karena itu, secara umum, daerah kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati sebenarnya memiliki cirri-ciri umum sebagai pemerintahan daerah pedesaan, sedangkan daerah kota yang dipimpin oleh seorang walikota memiliki ciri umum sebagai daerah kota. Memang benar bahwa daerah kabupaten juga mempunyai ibukotanya sendiri. Artinya dalam daerah kabupaten juga ada kota. Namun, statusnya bersifat administrative belaka dan tidak sama dengan kedudukan daerah kota yang memiliki pemerintahan tersendiri dengan dipimpin oleh seorang walikota. (Jimly Asshiddiqie,2007:465-467). G. Sejarah Singkat Pemerintahan Daerah Pemerintah Daerah Menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1945 Setelah dikeluarkan Maklumat No. X Tahun 1945 yang mengubah kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (selanjutnya disingkat KNIP) dari pemabantu Presiden menjadi badan legislatif yang tugasnya sehari– hari dilakukan oleh Badan Pekerja atau BP–KNIP, pada 30 oktober 1945 21 Badan Pekerja Nasional Indonesia pusat mengeluarkan pengumuman Nomor 2 mengenai Rancangan Undang–undang (selanjutnya disebut RUU) tentang kedudukan Komite Nasional Daerah. Berdasarkan usul RUU tersebut yang kemudian disetujui oleh pemerintah maka pada tanggal 23 november 1945 ditetapkan menjadi UU No. 1 Tahun 1945 dalam Pasal 1 ditegaskan bahwa Komite Nasional Daerah (selanjutnya disingkat KND) diadakan kecuali di daerah Surakarta dan Yogyakarta di karesidenan, di kota berotonomi, Kabupaten dan lain–lain daerah yang dianggap perlu oleh mentri dalam negeri. Komite Nasional Daerah menjadi badan perwakilan rakyat daerah (selanjutnya disebut BPRD) yang bersama–sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerahnya (Pasal 2). Komite Nasional Daerah dipilih beberapa orang, sebanyak– banyaknya 5 orang sebagai bandan eksekutif, yang bersama–sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan pemerintahan sehari–hari dalam daerah itu. Wewenang Badan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi tiga hal, yaitu: 1. Membuat peraturan–peraturan untuk kepentingan daerahnya (otonomi); 2. Membantu menjalanka peraturan–peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tingkat yang lebih tinggi dari padanya (modebewind dan selfgoverment); 22 3. Membuat peraturan mengenai masalah yang di delegasikan oleh UU umum, tetapi peraturan tersebut harus disahkan lebih dulu oleh pemerintah yang tingkatnya lebih tinggi (wewenang antara otonomi dan self government). Dalam rangka pelaksanaan tugas mengatur dan mengurus daerah pada waktu itu belum ada pembatasan yang tegas antara pelaksanaan Otonomi dengan tugas Kepala Daerah dalam rangka Dekonsentrasi. Juga hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah pada waktu itu tegas. Apabila dilihat dari sudut politik dan perjuangan nasional, program penyusunan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang demokratis, dibawah UU No. 1 Tahun 1945 yang memberi kedudukan KND sebagai BPRD, merupakan tindakan politis bertujuan menciptakan sistem otonomi yang sifatnya lebih luas daripada otonomi zaman Belanda. Namun dari sudut konstitusional dapat pula dicatat bahwa secara keseluruhan kehidupan ketatanegaraan kita pada waktu itu pada hakikatnya telah menyimpan dari sistem Presidensial dan berdasar kepada sistem Minesteria/Parlementer. Pergeseran ini melahirkan peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan di daerah yang tidak serasi dengan nilai-nilai dan asas-asas nasional yang seharusnya dikembangkan. Meskipun UU No. 1 Tahun 1945 terutama mengatur kedudukan dan kekuasaan KND, namun UU ini dapat dianggap sebagai peraturan desentralisasi yang pertama dari Republik Indonesia. UU ini menetapkan 23 adanya 3 jenis daerah (keresidenan, kabupaten dan kota) yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 UUD 1945 dengan istilah daerah besar dan kecilnya. Beberapa faktor politis lain yang mendorong lahirnya UU No. 1 Tahun 1945 kahin, adalah: pertama, secara umum untuk menerbitkan KNID. Kedua, untuk mebuka jalan bagi pemerintah pusat melakukan pengawasan terhadap KND. Ketiga, untuk menjamin keserasian dalam pelaksanaan kegiatan antara pusat dan daerah. Keempat, untuk mengurangi unsur kekuatan KND yang menentang pemerintah pusat. Meskipun UU NO. 1 Tahun 1945 merupakan UU yang pertama yang mengatur Pemerintahan Daerah, tetapi tidak menyebutkan bahwa judulnya tentang pemerintahan daerah, tetapi Komite Nasional Daerah. Pemerintah Daerah menurut Undang–undang Nomor 22 Tahun1948, bermaksud mengadakan keseragaman (uniformitas) dalam Pemerintahan Daerah bagi seluruh Indonesia dan membahas tingkatan badan–badan Pemerintahan Daerah sedikit mungkin (tiga tingkatan, yaitu Provinsi, Kabupaten, dan Kota besar). Undang–undang ini juga bertujuan menghapuskan dualisme dalam Pemerintahan Daerah dan hendak memberi hak otonomi dan madebewind seluas–luasnya kepada badan–badan pemerintahan daerah yang tersusun secara demokratis atas dasar permusyawaratan. 24 Menurut Undang–undang ini, Pemerintah Daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Jabatan Kepala Daerah sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daerah yang karena jabatannya menjadi Ketua/Anggota DPD. DPD yang menjalankan pemerintahan sehari–hari dibentuk menurut dasar perwakilan berimbang yang mencerminkan aliran–aliran dalam dewan–dewan pilihan rakyat umumnya. DPD baik secara logikal sebagai suatu kesatuan maupun masing–masing anggotanya sendiri bertanggung jaawab kepada DPRD Kepala Daerah selaku ketua DPD merangkap anggota DPD walaupun diangkat oleh pemerintah pusat, tetapi pengangkatanya diambil dari calon–calon yang dimajukan oleh DPRD. DPRD berhak mengusulkan pemberhentian seorang kepala Daerah kepada Pusat. Dalam Undang–undang No. 22 Tahun 1948 sistem yang dianut ialah bahwa pada tiap–tiap Daerah Otonom dalam Undang–undang pembentukannya diberi wewenang yang diserahkan kepada daerah yang segala yang tidak disebutkan dalam perincian itu tetap termasuk wewenang pemerintah pusat. Asas yang dikembangkan melalui Undang– undang ini adlah asas demokrasi liberal. Undang–undang No. 22 Tahun 1948 membuka kemungkinan dibentuknya daerah–daerah Swapraja menjadi daerah–daerah istimewa dengan tingkat masing–masing menurut keadaan tradisi dan asal–usul daerah yang bersangkutan. 25 Undang–undang No. 22 Tahun1948 Pemerintahan Daerah terdiri dari DPRD dan Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Anggota DPD dipilih oleh dan dari anggota–anggota DPRD atas dasar perwakilan berimbang dan juga dapat diberhentikan oleh DPRD. Kecuali Kepala Daerah yang diangkat oleh instansi atasan yang berwenang diluar DPRD yang bersangkutan dari calon–calon yang diajukan oleh DPRD yang dimaksud, calon–calon boleh juga bukan anggota DPRD, sedangkan Kepala Daerah ketua dan anggota DPD karena jabatannya. Ketua dan Wakil ketua DPRD tidak boleh menjadi ketua DPRD. Menurut Undang–undang Nomor 22 Tahun 1948. Badan Legislatif dan Eksekutif terpisah satu sama lain. Pemerintahan sehari–hari dijalankan oleh DPD yang bertanggung jawab kepada DPRD. Yang dapat memberhentikannya berdasarkan pertanggungjawaban ini, Kepala Daerah hanya mempunyai kewenangan khusus menandatangani keputusan–keputusan DPRD/DPD yang bersangkutan untuk diumumkan agar dapat berlaku dan dalam hal ini Kepala Daerah dapat menahan berlakunya surat keputusan daerah yang bersangkutan bila dianggapnya bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan yang lebih tinggi tingkatnya. Menurut UU No.22 Tahun 1948 Kepala Daerah berdasarkan Pasal peralihan undang-undang masih diangkat pemerintah pusat dan kepala daerah terdsebut melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan dengan hak mempertanggungjawabkan keputusan-keputusan daerah yang bersangkutan, apabila perlu dengan seketika. Selain itu, UU No.22 26 Tahun 1948 menganut asas otonomi material dan formal sekaligus. Menurut penjelasan undang-undang bahwa sebanyak-banyaknya kewajiban (urusan) pemerintah akan diserahkan kepala daerah. Hal-hal yang menjadi urusan rumah tangga daerah ditetapkan dalam undangundang pembentukannya (Pasal 23). Menurut Pasal 28 ayat (1) DPRD membuat Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Perda), tetapi dilarang memuat hal-hal yang telah diatur oleh PP atau Perda yang lebih tinggi (ayat 2) sebaliknya menurut (ayat 3), Perda yang lebih atas tidak boleh mengatur hal-hal yang termasuk dalam urusan rumah tangga daerah yang lebih rendah tingkatannya. Perda menjadi lebih berlaku lagi jika hal-hal yang diatur di dalamnya kemudian diatur di dalam UU, PP, atau Perda yang lebih tinggi (ayat 4) dan Perda tidak boleh bertentangan dengan UU, PP, atau Perda yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan adanya ketentuan-ketentuan dalam Pasal 23 dan Pasal 28 itu, dapat disimpulkan bahwa UU No.22 Tahun 1948 mengatur asas otonomi materil dan formal. Akan tetapi yang lebih menonjol adalah asas materilnya karena daerah otonomi memanfaatkan dengan baik ketentuan Pasal 28. Pemerintah Daerah Menurut UU No.1 Tahun 1957. Tetapi secara luas diserahkan kepada daerah untuk mengatasinya. Pemerintah pusat hanya mempunyai wewenang dalam hal-hal yang oleh UU ditetapkan menjadi urusan Pemerintah Pusat. 27 Sejak berlakunya UU No.1 Tahun 1957 Peraturan Daerah mengenai penyerahan pada daerah tingkat bawahnya dianggap cukup disahkan oleh menteri dalam negeri saja. Mengenai isi otonomi, dituruti sistem otonomi rill, yakni pemecahan perihal isi otonomi didasarkan pada faktor-faktor yang rill, untuk mewujudkan keinginan umum dalam masyarakat yang bersangkutan. Menurut Pasal 24 ditegaskan bahwa Kepala Daerah tingkat diangkat oleh Pemerintah Pusat, melainkan harus menurut aturan yang ditetapkan Undang-undang. Sebelum Undangundangnya ada maka menurut Pasal 24, Kepala Daerah dipilih oleh DPR dengan disahkan lebih dahulu oleh Presiden apabila mengenai Kepala Daerah tingkat I. Menteri dalam negeri atau seorang penguasa yang ditunjuk olehnya mengenai Kepala Daerah tingkat II dan III. Terasa ada dualisme kalau kepala daerah sangat terikat pada Pemerintah Pusat, maka Pasal 6 menegaskat, bahwa Kepala Daerah karena jabatannya adalah Ketua serta merangkap anggota DPR, berarti kepala daerah tidak diperkenangkan menjalankan Pemerintahan sendirian. Pemerintah daerah menurut penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959. Penetapan Presiden (selanjutnya disebut Penpres) Nomor 6 tahun 1959 ditetapkan berlakunya pada Tanggal 7 Nopember 1959. Penpres ini menitik beratkan pada kestabilan dan efisiensi Pemerintah Daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru antara lain, pemusatan Pimpinan Pemerintah ditangan Kepala Daerah. Kepala Daerah dibantu 28 oleh Badan Pemerintah Harian (selanjutnya disingkat BPH) dan DPRD yang diketahui oleh Kapala Daerah yang bekerja menurut sistem demokrasi terpimpin. Menurut Pempres ini pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD, DPD dihapuskan diganti dengan BPH yang berfungsi sebagai badan penasihat bagi kepala daerah. Pemerintah kolegial diganti dengan pemerintah tunggal. Pejabat tunggal ini diangkat dan diberhentikan oleh instansi yang berwenang mengangkat masih dapat mungkin pengangkatannya melalui pencalonan oleh DPRD. Kepala daerah bertanggungjawab kepada instansi yang mengangkatnya meskipun sedapat mungkin pengangkatannya melalui pencalonan oleh DPRD. Kepala daerah mempunyai fungsi sebagai alat Pemerintah Pusat dan Daerah. Kepala daerah bertanggungjawab atas pelaksanaan kedua bidang itu kepada pemerintah pusat. DPRD tidak dapat menjatuhkannya merkipun kepala daerah bertanggungjawab atas tindakan-tindakannya kepada DPRD bahkan kepala daerah berwenang menunda berlakunya keputusan-keputusan daerah yang bersangkutan. Dengan Penpres Nomor 6 tahun 1959, Pemerintah Pusat mengembalikan dan memperkuat kewibawaan kepala daerah sebagai alat Pemerintah Pusat. Titik letak berat diletakkan pada kedudukannya sebagai alat dekonsentrasi yang juga merangkap sebagai alat desentralisasi, yang dalam kedudukannya ini Kepala Daerah tidak dapat dijatuhkan oleh Pemerintah Daerah Swatantra, walaupun ia harus mempertanggungjawabkan tugasnya sebagai alat daerah kepada DPRD, 29 akan tetapi ia hanya dapat diberhentikan oleh pemerintah pusat, terhadap instansi mana ia bertanggungjawab dengan konsekuensi dapat diberhentikan ataupun dijatuhi sanksi lain-lain. Menurut Penpres No.6 Tahun 1959, pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD. DPD dihapuskan dan diganti BPH yang anggotanya hanya merupakan pembantu-pembantu Kepala Daerah dengan tugas lain sebagai Badan Penasehat Kepala Daerah. Pejabat tunggal ini diangkat dan diberhentikan oleh instansi pusat. 1. Pemerintah Daerah menurut UU No. 18 tahun 1965 Perubahan fundamental mengenai organ pemerintah daerah menurut UU No.18 Tahun 1965 ialah: a. Tidak dirangkapnya lagi jabatan ketua DPR gotong royong oleh kepala daerah; b. Dilepaskannya larangan keanggotaan pada kesatuan partai politik; c. Kepala daerah dan anggota badan pemerintah harian; d. Tidak lagi kapala daerah didudukkan secara konstitutif sebagai sesepuh daerah menurut Pasal 2 ayat (1) UU No.18 Tahun 1965, seluruh wilayah negara RI dibagi dalam daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan tersusun dalam tiga tingkatan, yakni: 1) provinsi dan kota praja sebagai daerah tingkat II; 2) Kecamatan dan /Kota Praja Daerah Tingkat III; 30 Menurut undang-undang No.18 Tahun 1965, susunan pemerintahan daerah ialah sebagai berikut: a. Pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD (Pasal 5 ayat (1)); b. Kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan dalam seharihari dibantu oleh wakil kepala daerah dan Badan Pemerintah Harian (Pasal 6); c. DPRD mempunyai pimpinan yang terdiri dari seorang ketua dan beberapa wakil ketua yang jumlahnya menjamin “poros Nasakom”; d. Penyelenggaraan administrasi yang menyangkut seluruh tugas pemerintah daerah dilakukan oleh Sekretariat daerah yang dikepalai oleh seorang sekretariat daerah. Bertanggungjawab, yang dapat dijamin perkembangan dan pembangunan daerah, yang dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi. 2. Pemerintah daerah menurut undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Undang-undang No.5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah berlaku mulai tanggal 23 Juli 1974, UU ini dinamakan undangundang tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah karena di dalam undang-undang ini diatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintah yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah, yang berarti bahwa dalam undang-undang ini diatur pokok-pokok penyelenggaraan 31 urusan pemerintah berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tuga pembantuan di daerah. Dasar hukum otonomi ini ialah Pasal 18 UUD 1945, di dalam ketetapan MPRS No. XXI/MPRS/1966 ditetapkan bahwa pemberian otonomi adalah seluas-luasnya kepada daerah. Pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah berdasarkan pengalaman dapat menimbulkan kecenderungan yang membahayakan keutuhan negara kesatuan RI. Dikatakan nyata dalam arti pemberian otonomi kepada daerah haruslah didasarkan pada faktor–faktor, perhitungan-perhitungan dan tindakan-tindakan atau kebijaksanaan yang benar-benar dapat dijamin daerah yang bersangkutan secara nyata maupun pengurus rumah tangganya sendiri. Dikatakan bertanggungjawab dalam arti bahwa pemberian otonomi itu benar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar diseluruh pelosok negara dan kesatuan bangsa, menjamin hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah, serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah. Situasi dan kondisi struktur politik pada waktu itu sangat besar pengaruhnya terhadap setiap pembuatan beberapa undang-undang tersebut di atas. Beberapa undang-undang yang pernah ada yang mengatur tata penyelenggaraan pemerintahan daerah. 32 a. Semata-mata mengatur urusan desentralisasi dan tugas pembantuan; b. Asas dekonsentrasi tidak pernah diatur secara tegas terperinci; c. Lebih menitikberatkan pada segi demokrasian pemerintah daerah (politik). Menurut UU No. 5 Tahun 1974, pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD. Berbeda dengan UU No. 18 Tahun 1965, kepala daerah tidak didampingi lagi oleh suatu badan pemerintah harian sebagai badan penasehat dalam bidang eksekutif, akan tetapi BPH ini diganti dengan pertimbangan daerah yang terdiri dari ketua DPRD, unsurunsur dari fraksi-fraksi yang belum terwakili dalam pimpinan DPRD. Selama berlangsungnya Orde Baru, daerah tidak dapat berkembang secara optimal karena sistem politik dan ekonomi yang dibangun pemerintah orde baru sangat sentralistis. Segala kebijakan tentang daerah selalu diputuskan oleh pusat. Daerah tidak memiliki keleluasaan untuk mengembangkan potensi daerahnya. Bahkan akhirnya “tergantung” dengan pusat. Kepentingan pusat untuk terus mendominasi daerah berjalan beriringan dengan sistem politik yang cenderung represif dan tidak demokratis. Rezim Orde Baru mengatur pemerintahan lokal secara detail dan diseragamkan secara nasional. Organ-organ supratruktur politik lokal diatur secara terpusat dan seragam tanpa 33 mengindahkan hetoreginitas sistem politik lokal yang telah eksis jauh sebelum terbentuknya konsep kebangsaan indonesia. Elit pemerintah lokal hanyalah sekedar kepajangan tangan Pemerintah Pusat di daerah yang diberi kekuasaan besar untuk menunjukkan pengabdianya ke pusat. Kepala Daerah dipersatukan dengan figur Kepala Wilayah, yang proses pemilihanya banyak dikendalikan pusat. 3. Pemerintah Daerah Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Sejarah ketatanegaraan Indonesia telah memasuki babak baru dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah dibawah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Daearah diberi kesempatan yang luas untuk mengatur daerahnya dengan pendanaan yang lebih memadai. Melalui Undang-undang ini terdapat terobosan dimunculkan seperti tidak lagi menyebut DPRD sebagian dari pemerintah daerah, tetapi DPRD sebagai legislatif daerah. Pemilihan Kepala Daerah tidak lagi menjadi kewenangan Pusat, tetapi DPRD diberi kewenangan untuk memilih Kepala Daerah. Daerah yang sesuai aspirasi masyarakat, pemerintah pusat tinggal mengesahkanya. DPRD berwenang untuk meminta pertanggung jawaban Kepala Daerah. DPRD dapat mengusulkan pemecatan Kepala Daerah kepada Presiden apabila terbukti telah melakukan penyimpangan dalam 34 tugas dan kewenangannya sebagai Kepala Daerah. Dalam rangka pelaksanaan asas Desntralisasi dibentuk dan disusun daerah Propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan masing-masing daerah berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki antara satu dengan yang lainnya. Kewenangan yang demikian besar pada DPRD, diharapkan proses demokrasi di daerah akan berjalan lebih baik. Anggota-anggota DPRD dituntut untuk memiliki kepekaan yang tinggi dan aspiratif terhadap tuntutan masyarakat di Daerah. Berdasarkan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, maka pola sistem pemerintahan di indonesia mengalami perubahan yang amat mendasar dari sentralistik menjadi pola desentralisasi, yang diharapkan dapat memberikan banya manfaat kepada kemajuan daerah. Desentralisasi akan melahirkan otonomi daerah, di mana daerah diberikan keleluasaan dan kemandirian dalam mengatur dan mengelolah urusan rumah tangganya sesuai dengan kewenangannya. Di samping itu, kewajiban untuk menghormati hak-hak dan asal-asal daerah serta nilai-nilai budaya daerah sesuai amanah konstitusi. 35 Kebijakan otonomi daerah dilaksanakan dengan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah, di samping prinsipprinsip daerah penyelenggaraan otonomi daerah adalah pengembangan kualitas demokrasi di daerah, peningkatan peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Perwujudan desentralisasi adalah otonomi daerah yang dalam perspektif yuridis (UU No.22 Tahun 1999 dan digantikan dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), lahir dari tuntutan reformasi dalam segala aspek kehidupan, adalah untuk memberdayakan masyarakat dalam proses penyelenggaraan demokratisasi melalui peran serta secara aktif masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan yang menjadi kebutuhannya. Era baru pasca orde baru sedang mencari bentuknya menuju kehidupan yang lebih demokratis dan sejahtera. Otonomi daerah sesuai TAP MPR No.XV/MPR/1998 pada dasarnya dilakukan dengan memperhatikan kaidah yang dirumuskan dalam ketetapan tersebut, antara lain: a. Penyelenggaraan otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan melalui pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah. b. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan keanekaragaman daerah. c. Penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan; 36 dana perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka mempertahankan dan memperkokoh negara berkesinambungan yang diperkuat dengan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan masyarakat (Faisal Abdullah, 2009:11-12). 4. Pemerintahan Daerah Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ditegaskan bahwa Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya. Hubungan itu meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan tersebut menimbulkan hubungan kewilayaan antar susunan pemerintahan. Dalam rangka penyelenggaraan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan Daerah maka Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 10 ditegaskan, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ini ditetukan menjadi urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah. Dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan urusan otonomi dan 37 tugas pembantuan. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah meliputi: a. Politik luar Negeri; b. Pertahanan; c. Keamanan; d. Yustisi; e. Moneter dan fiskal; f. Agama (Ni‟matul Huda,2005:341). Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut, pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan atau pemerintahan desa. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya atau tetap kewenangan pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminya kelangsungan hidup Bangsa dan Negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan yang dimaksud meliputi politik luar Negeri yakni mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya. 38 Pertahanan misalnya mendirikan bentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara mengembangkan dalam sistem keadaan bahaya, pertahanan negara membangun dan dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, beta negara bagi setiap warga negara dan sebagainya. Keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya menggangu keamanan negara dan Moneter misalnya mengendalikan peredaran uang dan sebagainya. Yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolusi, membentuk Undang-undang, peraturan pemerintah pengganti Undangundang, peraturan pemerintah, dasar peraturan lain yang berskala nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah. H. Dasar Hukum Pemerintahan Daerah Secara konstitusional dasar hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia terdapat pada Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara 39 Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang organik sebagai penjabarannya yang paling terakhir yakni Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan hasil reformasi Tahun 1998. Undang-undang Pemerintahan Daerah ini merupakan Undang-undang yang paling rind mengatur Pemerintahan Daerah secara totalitas. Otonomi daerah yang dianut Undang-undang ini merupakan yang paling luas dan paling mandiri jika dibandingkan dengan Undang-undang yang mengatur sistem pemerintahan daerah sebelumnya. Undang-undang ini pila merupakan Undang-undang yang tampil beda dengan memiliki karakter khusus yang menghargai aneka ragam budaya dan corak pemerintahan sesuai dengan aspirasi masyarakat daerah setempat. 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dalam menyusun karya ilmiah ini adalah di Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan. Instansi tempat mengambil data adalah di Kantor Bupati Soppeng dalam lingkup Sekretariat Daerah Kabupaten Soppeng. B. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yakni data yang bersifat angka-angka, dan data kulitatif yakni data yang bersifat bukan angka-angka tetapi keterangan-keterangan tentang keadaan. Sumber data berdasarkan penelitian penulis yang diperoleh dari perpustakaan, dapat dikelompokkan menjadi data priemer dan data sekunder. 1. Data priemer adalah data yang penulis peroleh di lapangan seperti peraturan perundang-undangan dan hasil wawancara di lapangan yang penulis olah dan analisis sendiri 2. Data sekunder adalah data yang penulis peroleh melalui literaturliteratur hukum dan sumber lainnya seperti jurnal dan tulisan ilmiah lainnya yang diterbitkan di media cetak. 41 C. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Studi kepustakaan, yakni dilakukan dengan membaca dan menelaah buku-buku atau literatur, jurnal, buletin atau koran yang berhubungan dengan Pemerintah Daerah. 2. Studi dokumen, yakni dilakukan dengan meneliti dan mengkaji dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi Sekretaris Daerah. 3. Wawancara, yakni dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada responden atau informan. D. Teknik Analisis Data Data yang sudah terkumpul, baik data priemer maupun data sekunder, dan data kuntitatif maupun data kulitatif dianalisis dan disajikan secara deskripsi. 42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Soppeng Kabupaten Soppeng sebagaimana dijelaskan dalam Buku Kabupaten Soppeng Dalam Angka Tahun 2011 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Soppeng, memberikan gambaran tentang potensi yang dimiliki Kabupaten Soppeng yang secara geografis terletak pada Propinsi Sulawesi Selatan terbagi atas 8 kecamatan, terdiri dari 49 desa, 21 kelurahan serta 124 Dusun. Kabupaten Soppeng merupakan daerah dataran dan perbukitan dengan luas wilayah 1.500Km2. Dengan luas daratan 700 km2 berada pada ketinggian rata- rata kurang dari 60 m diatas permukaan laut. dengan batas wilayah: Sebelah Utara : Kabupaten Sidenreng Rappang dan Wajo Sebelah Timur : Kabupaten Wajo dan Bone Sebelah Selatan : Kabupaten Bone Sebelah Barat : Kabupaten Barru Untuk melaksanakan Pemerintahan di Kabupaten Soppeng terdapat beberapa instansi antara lain 12 (dua belas) dinas, 5 (lima) badan, 4 (empat) kantor, 1 (satu) Satuan Polisi Pamong Praja, 15 (lima belas) Kantor Camat, 8 (delapan) Kantor Lurah. 43 B. Fungsi Sekretariat Daerah Soppeng Sekretariat daerah kabupaten adalah unsur staf pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh seorang sekretaris daerah yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati. Sekretariat Daerah Kabupaten mempunyai tugas dan berkewajiban membantu Bupati dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan Dinas-dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Perangkat Daerah lainnya sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, sekretariat daerah kabupaten mempunyai fungsi: a. Penyusunan kebijakan pemrintahan daerah b. Pengkordinasian pelaksanaan tugas Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah c. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah d. Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintahan daerah e. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan tugas dan fungsinya Untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya, susunan dan struktur organisasi Sekretariat Daerah terdiri dari : a. Sekretaris Daerah b. Asistem Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat : 44 1. Bagian Administrasi Pemerintahan Umum a) Sub Bagian Pengawasan dan Tugas Perbantuan b) Sub Bagian Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat c) Sub Bagian Kependudukan, Agraria dan Kerjasama 2. Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat a) Sub Bagian Pendidikan dan Kesehatan b) Sub Bagian Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi c) Sub Bagian Pemberdayaan Perempuan, KB dan Agama 3. Bagian Administrasi Kemasyarakatan a) Sub Bagian Kesatuan Bangsa dan Politik b) Sub Bagian Pemuda dan Olah Raga c) Sub Bagian Pemberdayaan Masyarakat 4. Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol a) Sub Bagian Peliputan, Pemberitaan, Protokol dan Perjalanan b) Sub Bagian Penghubung Pemda c) Sub Bagian Santel dan PDE c. Asisten Perekonomian dan Pembangunan : 1. Bagian Administrasi Pembangunan a) Sub Bagian Perencanaan Pembangunan, Litbang dan Statistik b) Sub Bagian Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata c) Sub Bagian Pekerjaan Umum 45 2. Bagian Administrasi Sumber Daya Alam a) Sub Bagian Tanaman Pangan dan Hortikultura b) Sub Bagian Peternakan dan Perikanan c) Sub Bagian Kehutanan, Perkebunan, Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup 3. Bagian Administrasi Perekonomian a) Sub Bagian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah b) Sub Bagian Perindustrian dan Perdagangan c) Sub Bagian Penanaman Modal dan Badan Usaha Daerah d. Asisten Administrasi Umum : 1. Bagian Hukum dan Perundang-undangan a) Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan dan Dokumentasi Hukum b) Sub Bagian Bantuan Hukum dan HAM c) Sub Bagian Tindak Lanjut 2. Bagian Organisasi dan Tatalaksana a) Sub Bagian Kelembagaan b) Sub Bagian Ketatalaksanaan dan Analisa Jabatan c) Sub Bagian SDM Aparatur 3. Bagian Keuangan (a) Sub Bagian Anggaran (b) Sub Bagian Perbendaharaan dan Verifikasi (c) Sub Bagian Pendapatan dan Aset 46 4. Bagian Umum (a) Sub Bagian Tata Usaha (b) Sub Bagian Rumah Tangga (c) Sub Bagian Perlengkapan Sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 121 Ayat (2) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa tugas Sekretaris Daerah adalah membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Berkaitan dengan itu dapat dirinci fungsi Sekretaris Daerah Soppeng yang mengacu pada Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan rincian tugas jabatan struktural pada Sekretariat Daerah dan staf Ahli Pemerintah Kabupaten Soppeng , sebagai berikut: a. Penyusunan kebijakan pemerintahan daerah; b. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis daerah; c. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah; d. Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintahan daerah; e. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Undang–undang Dasar 1945 pada Pasal 18 ayat (7) dan 18A ayat (1) mengisyaratkan bahwa susunan dan tata cara penyelenggaraan 47 pemerintahan daerah serta hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah propinsi Kabupaten dan Kota atau daerah Provinsi dengan Kabupaten dan Kota diatur Undang-Undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah, artinya bahwa untuk melaksanakannya maka diperlukan suatu undang-undang organik. Undang–undang organik dimaksud adalah Undang– undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, didalam Undang–undang tersebut yang dimaksud dengan penyelenggara pemerintah daerah otonom adalah terdiri dari Badan Legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Badan Eksekutif yaitu Kepala Daerah (Bupati atau Walikota) ditambah dengan Perangkat Daerah otonom. Berdasarkan hal tersebut di atas berarti perangkat daerah otonom merupakan salah satu penyelenggara pemerintah daerah otonom merupakan bagian dari Badan Eksekutif merupakan komponen yang penting dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Mengenai perangkat daerah disebutkan dalam Pasal 120 ayat (2) Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, kecamatan dan kelurahan sesuai dengan kebutuhan daerah, Iebih lanjut Pasal 128 ayat (1) menyatakan bahwa susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud ditetapkan dalam peraturan 48 daerah dengan memperhatikan faktor - faktor penentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Dapat di tarik kesimpulan bahwa kalimat "berpedoman pada Peraturan Pemerintah" mengandung arti bahwa untuk menjalankan atau mengatur Iebih lanjut mengenai pembentukan organisasi perangkat daerah pemerintah memberikan pedoman atau rambu-rambu nya. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah dalam hal ini Presiden untuk melaksanakan ketentuan pasal 128 ayat (1) dengan membentuk Peraturan Pemerintah disebut sebagai "kewenangan Pouvoir reglementaire" yaitu kekuasaan membentuk Peraturan Pemerintah atau menetapkan peraturan Pemerintah untuk menjalankan suatu Undang– undang. Sebagai tindak lanjut dari "kewenangan Pouvoir reglementaire" maka terbentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat daerah. Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya dimaksudkan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menetapkan kebutuhan organisasi sesuai dengan penilaian daerah masing-masing. Dengan demikian diharapkan daerah dapat menyusun organisasi perangkat daerah dengan mempertimbangkan kewenangan, karakteristik potensi dan kebutuhan, kemampuan keuangan, ketersediaan sumber daya aparatur serta pengembangan pola kerja sama antar daerah dan atau dengan pihak ketiga. 49 Di dalam Bab II Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 mengenai Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dalam Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa Organisasi perangkat Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan : a. Kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh daerah b. Karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah c. Kemampuan Keuangan daerah d. Ketersediaan sumber daya aparatur e. Pengembangan pola kerja sama antar daerah dan/ atau dengan pihak ketiga. Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menganut sistem otonomi Luas dan Nyata, dengan sistem ini Pemerintah Daerah khususnya kabupaten/kota berwenang melakukan apa saja yang menyangkut penyelenggaraan pemerintah, kecuali yang telah diatur dalam Pasal 10 ayat (3) Undang–undang Nomor 32 tahun 2004. Akan tetapi daerah juga harus memahami potensi yang secara riil/nyata dimiliki daerah sehingga otonomi yang luas tidak diperlakukan dengan begitu saja, misalnya dengan membentuk semua dinas dan fungsi pelayanan yang belum tentu secara nyata/riil didukung oleh karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah. Pelaksanaan fungsi Sekretaris Daerah Soppeng dalam hal pemberdayaan masyarakat dalam hal ini perempuan dan pemuda di Kabupaten Soppeng, mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 50 1) Mengkoordinasikan kegiatan pemerintahan dalam bidang pemberdayaan perempuan dan pemuda. 2) Mengarahkan perempuan dan pemuda pada unit-unit kerja yang dibentuk guna menampung mereka sebagai tenaga kerja informal. 3) Melaporkan secara pemberdayaan rutin perempuan setiap dan kegiatan pemuda pengawasan kepada Bupati Soppeng. Mengenai kewenangan luas yang diberikan kepada daerah menyangkut penyelenggaraan pemerintah di daerah dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat daerah dikelompokkan ke dalam 19 yakni Pertambangan dan energi, Kehutanan, Perindustrian Dan Perdagangan, Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah, Penanaman Modal Daerah, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kesehatan, Pendidikan, Kesejahteraan Sosial, Pekerjaan Lingkungan, Umum, Perhubungan, Pengendalian Informasi dan Komunikasi, Dampak Kebudayaan dan Pariwisata, Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Serta Pendapatan Daerah. Disamping itu daerah pula harus melaksanakan kewenangan wajib (perangkat) kabupaten/kota sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 16 Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang terdiri atas Bidang pelayanan umum antara pemerintah dan 51 pemerintahan. Pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaraan pendidikan; penanggulangan masalah social; pelayanan bidang ketenagakerjaan; fasilitas pengembangan koperasi, pengendalian lingkungan hidup; kependudukan dan pemerintahan; catatan pelayanan usaha kecil dan pelayanan pertahanan; sipil; pelayanan administrasi menengah; pelayanan administrasi penanaman umum modal; penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya dan; urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. 1. Pelayanan administrative kepada seluruh perangkat Daerah Kabupaten. Semangat reformasi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 itu telah membawa banyak perubahan, salah satu perubahan yang fundamental adalah dengan dilakukannya amandemen terhadap Pasal 18 undang-undang dasar 1945 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan dasar hukum pembentukan Pemerintahan Daerah. Perubahan, Pasal 18 UUD 1945, terdiri dari 7 (tujuh) ayat dengan tambahan dengan Pasal 18A dan Pasal 18B, ketentuan yang secara tegas menggambarkan tentang kehadiran Iingkungan Pemerintahan Daerah yang merupakan pembagian dart negara kesatuan Republik Indonesia, yaitu Pasal 18 ayat 1 (satu) yang menyatakan, Negara Kesatuan Republik 52 Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap propinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pola pemerintahan yang sentralistik pada masa pemerintahan orde baru yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam menciptakan institusi di daerah dalam usaha untuk mempertahankan kekuasaannya adalah dirasakan kurang efektif melayani kepentingan-kepentingan lokal (daerah), karena mengandung kelemahan – kelemahan menurut hasil wawancara dengan Bapak Drs. H. Andi Pawelloi, MSi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng tanggal 23 Februari 2012 bahwa yaitu : 1. Kebijakan pemerintah diambil Iebih banyak oleh pusat (pemerintah); 2. Volume dan beban Pemerintah Pusat secara teknis terlalu besar, berat dan kompleks sehingga kurang efektif dan efesiensi; 3. Kurang melibatkan dan kurang mengembangkan potensi dan kemampuan lokal. Sehingga kurang memuaskan aspirasi dan harga diri yang bersifat lokal. Konsekuensinya daerah-daerah menuntut agar segera di lakukan pembaharuan sistem otonomi dan agar dilakukan peninjauan kembali undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, yang membawa implikasi dengan dicabutnya undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dan digantikan dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah sebagaimana telah diganti dengan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 53 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan bukti konkrit komitmen kita semua sebagai bangsa Indonesia untuk melakukan reformasi di berbagai bidang, kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan kebijakan yang lahir dalam rangka menjawab dan memenuhi tuntutan reformasi akan demokratisasi hubungan pusat dan daerah, serta upaya pemberdayaan daerah.Daerah otonom dibentuk dalam rangka terlaksananya pelayanan umum pemerintah terhadap rakyat, dengan demikian tuntutan reformasi yang menghendaki adanya otonomi secara nyata, luas, dan bertanggungjawab sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memunculkan fenomena, meningkatkan kualitas disatu sisi pelayanannya Pemerintah kepada Daerah masyarakat dituntut yang berimplikasi diharuskannya daerah melakukan reformasi kelembagaan, sementara disisi lain diperhadapkan pada keterbatasan dana yang tersedia sebagai akibat terbatasnya potensi yang dimiliki maupun keterbatasan profesional skill dalam menggali potensi yang ada semaksimal mungkin. Penerapan otonomi daerah yang luas mengharuskan Pemerintah Daerah melakukan reorganisasi institusi dan perangkatnya dengan melakukan peninjauan kembali Peraturan perundang-undangan yang tidak sejalan dengan kebijakan penataan organisasi dan mengevaluasi kelembagaan organisasi pemerintah. Kelembagaan yang ada pada 54 dasarnya merupakan perwadahan dari urusan otonomi daerah, dibuat oleh daerah untuk melaksanakan otonominya berbentuk dinas daerah, tetapi sejauh pembentukan mana daerah kelembagaan, telah melakukan organisasi optimalisasi Pemerintah dalam Daerah pada dasarnya adalah perwadahan dari bidang tugas atau kewenangan yang dimiliki Pemerintah Daerah untuk mengoperasionalkan otonomi daerah. Salah satu faktor strategis yang menentukan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah adanya organisasi perangkat yang sesuai dengan kebutuhan daerah, potensi dan sumber daya yang dimiliki daerah yang dapat diukur dengan pedoman terdapat pada lampiran peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 dengan menghitung kontribusi faktor umum dan faktor teknis untuk mengukur tingkat urgensi pembentukan organisasi perangkat daerah khususnya Dinas Daerah. Masih belum jelas Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 tentang Pedoman organisasi Perangkat Daerah dalam memberikan rambu-rambu tentang pembentukan organisasi perangkat daerah yang cocok dibentuk sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing berdasarkan kriteria penataan organisasi perangkat daerah, mengakibatkan umur dari peraturan pemerintah tersebut hanya bertahan kurang dari 3 (tiga) tahun dari sejak diberlakukannya dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. 55 Organisasi perangkat daerah dianggap penting karena untuk menyelenggarakan otonomi daerah diperlukan instrumen kelembagaan yang efesiensi, efektif, agar mampu mewadahi, mengkoordinasikan, mengendalikan sumber daya dan prilaku dalam rangka mencapai tujuan otonomi. Bahkan melalui instrument organisasi perangkat daerah, dapat merencanakan, mengimplementasikan mengawasi dan evaluasi suatu tujuan, program dan kegiatan dalam mencapai visi dan misi daerah. Format dan besaran organisasi daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah. Penggabungan, penghapusan, dan penyederhanaan kelembagaan Pemerintah Daerah dapat dilakukan sesuai dengan beban kerja dan kebutuhan daerah dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hemat struktur kaya fungsi, menghindari tugas dan fungsiyang tumpang tindih, mempertegas fungsi lini dan staf menyusun pola organisasi sesuai dengan kebutuhan nyata menyusun uraian tugas jabatan, mengembangkan jabatan fungsional, mewadahi fungsi yang berkembang dan memperjelas tata kerja. 2. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian sumber daya aparatur, kemampuan, prasarana dan sarana pemerintahan Kabupaten Soppeng Dalam Pasal 27 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah telah diatur mengenai kewajiban Bupati yang sekaligus juga menjadi kewajiban Sekretaris Daerah, untuk mengamalkan Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, mempertahankan keutuhan NKRI, 56 meningkatkan kesejahteraan rakyat, memelihara ketertiban masyarakat, melaksanakan demokrasi, menaati peraturan perundang-undangan, menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan daerah, mengembangkan daya saing daerah, melaksanakan tata pemerintahan yang bersih dan pertanggungjawaban keuangan daerah, menjalin hubungan dengan instansi vertikal, dan menyampaikan rencana strategic pemerintahan daerah di hadapan spat paripurna DPRD. Semua ketentuan tersebut di atas telah menjadi komitmen Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng, dengan penuh dedikasi yang tinggi yang menganggap bahwa kewajiban itu merupakan bagian integral dari pengabdian hidupnya baik secara pribadi maupun selaku Sekretaris Daerah Soppeng. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. H. Andi Pawelloi, MSi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng tanggal 23 Februari 2012 bahwaUntuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia maka dilakukan pembinaan dengan melakukan berbagai pelatihan-pelatihan yang dimulai kepada calon pegawai dengan memberikan pelatihan seperti prajabatan setelah itu melakukan pelatihan –pelatihan fungsional seperti kearsipan, keprotokoleran dan pelatihan Iainnya. Disamping itu ada juga yang namanya pelatihan-pelatihan jabatan, seperti Diklat Pim IV (pendidikan dan Latihan untuk eselon IV), Diklat Pim III (pendidikan dan Latihan untuk eselon III), Diklat Pim II (pendidikan dan Latihan untuk eselon II), yang kesemuanya itu diharapkan untuk meningkatkan sumber daya manusia. 57 Selanjutnya masih dalam wawancara tersebut menyatakan bahwa bentuk pengawasan yang dilakukan selama ini ada 2 (dua) yaitu: 1. Pengawasan melekat; 2. pengawasan fungsional. Pengawasan melekat itu berada pada semua pimpinanpimpinan unit kerja, seluruh pejabat-pejabat struktur.Seperti eselon IV, pengawasan melekat terhadap para stafnya atau Iebih diatasnya lagi eselon III, yang melakukan pengawasan diatasnya.Kemudian eselon II dia juga melakukan pengawasan kepada seluruh staf yang ada di unit kerja yang dia pimpin.Begitu seterusnya ke atas seperti sekretaris daerah, yaitu mengawasi pejabat-pejabat yang ada di bawah Sekretaris Daerah.Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Bawasda„(Badan Pengawas Daerah), itulah yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah terhadap seluruh tugas-tugas yang ada di Bawasda (Badan Pengawas Daerah) kemudian melaporkan kepada Bupati dan wakil Bupati kemudian memberikan masukan dan pertimbangan. Selain itu sering pula dilakukan inspeksi mendadak guna peningkatan disiplin pegawai, yang dilakukan secara temporer atau tidak setiap saat. C. Sekretaris Daerah Dalam Pembinaan Aparatur Pemerintahan Sebagai Sekda, membantu kerja Bupati dan Wakil Bupati dalam mengatasi masalah-masalah dimasyarakat tersebut. “Sekda menjadi Fasilitator dan Advisor dalam merumuskan kebijakan publik, memfasilitasi pemerintahan, mengimplementasikan profesionalisme dengan memiliki 58 komitmen agar terwujudnya Good Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan mencapai sesuai tata kesejahteraan dengan pemerintahan masyarakat “mengoptimalkan penyelenggaraan pilar-pilar yang ada koordinasi tata baik yang beberapa perumusan Pemerintahan, pemerintahan. Untuk berorientasi hal yang kebijakan mengembangkan pada dilakukan umum tata kelola pemerintahan dan aparatur yang bersih, mengembangkan sistem pelayanan publik yang prima serta pelayanan Administrasi Pemerintahan melalui pembinaan aparatur pemerintahan. Dalam hal Mutasi sebagai pembinaan aparatur pemerintahan. Pelaksanaan mutasi pegawai mempunyai banyak manfaat dan tujuan yang sangat berpengaruh kepada kemampuan dan kemauan kerja pegawai yang mengakibatkan suatu keuntungan bagi instansi Pemerintahan itu sendiri Mutasi pegawai ini merupakan salah satu metode dalam program pengembangan manajemen yang berfungsi untuk meningkatkan efektivitas manajer secara keseluruhan dalam pekerjaan dan jabatannya dengan memperluas pengalaman dan membiasakan dengan berbagai aspek dari operasi instansi. Menurut Simamora (1995:66) manfaat pelaksanaan mutasi adalah: 1. memenuhi kebutuhan tenaga kerja di bagian atau unit yang kekurangan tenaga kerja tanpa merekrut dari luar. 59 2. memenuhi keinginan pegawai sesuai dengan pekerjaan. 3. memberikan jaminan bagi pegawai bahwa dia tidak akan diberhentikan. 4. tidak terjadi kejenuhan. 5. motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi, berkat tantangan dan situasi baru yang dihadapi. Menurut Siagian (1996:172) melalui mutasi para karyawan sesungguhnya memperoleh manfaat yang tidak sedikit, antara lain dalam bentuk: 1. Pengalaman baru. 2. Cakrawala pandangan yang lebih luas. 3. Tidak terjadinya kejenuhan atau kebosanan. 4. Perolehan pengetahuan dari keterampilan baru. 5. Perolehan prospektif baru mengenai kehidupan organisasional. 6. Persiapan untuk menghadapi tugas baru, misalnya karena promosi. 7. Motivasi dan keputusan kerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru yang dihadapi. Mutasi juga dapat menurunkan kegairahan kerja karena dianggap sebagai hukuman dan memperburuk produktivitas kerja karena adanya ketidaksesuaian dan ketidakmampuan kerja karyawan. Bila terjadi keadaan yang demikian maka mutasi tidak mencapai tujuan yang 60 diharapkan, yaitu bertambahnya efektivitas dan efesiensi dalam pekerjaan. Menurut Nitisemo (2002:119), hal ini terjadi karena: 1. Karyawan tersebut telah terlanjur mencintai perkerjaanya. 2. Hubungan kerjasama yang baik dengan sesama rekan. 3. Perasaan dari karyawan bahwa pekerjaan-pekerjaan lain yang sederajat, dan lain-lain. Sedangkan tujuan pelaksanaan mutasi menurut H. Malayu S.P Hasibuan (2008 : 102) antara lain, adalah: a. Untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai. b. Untuk menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan. c. Untuk memperluas atau menambah pengetahuan pegawai. d. Untuk menghilangkan rasa bosan/ jemu terhadap pekerjaannya. e. Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang lebih tinggi. f. Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik pegawai. g. Untuk mengatasi perselisihan antara sesama pegawai. h. Untuk mengusahakan pelaksanaan prinsip orang tepat pada tempat yang tepat. Selain itu tujuan mutasi yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999, tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah sebagai berikut: a) Peningkatan produktivitas kerja. 61 b) Pendayagunaan pegawai. c) Pengembangan karier. d) Penambahan tenaga-tenaga ahli pada unit-unit yang membutuhkan. e) Pengisian jabatan-jabatan lowongan yang belum terisi. sebagai hukuman. Mutasi atau pemindahan pegawai menurut H. Malayu S.P. Hasibuan (2008 :104) dapat terjadi karena 2 hal, yaitu : a. Mutasi atas keinginan pegawai Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang dilakukan atas keinginan sendiri dari pegawai yang bersangkutan dengan mendapat persetujuan pimpinan organisasi. Misalnya, karena alasan keluarga untuk merawat orang tua yang sudah lanjut usia. Kemudian alasan kerja sama, dimana tidak dapat bekerja sama dengan pegawai lainnya karena terjadi pertengkaran atau perselisihan, iklim kerja kurang cocok dengan pegawai dan alasanalasan sejenisnya. b. Alih tugas produktif (ATP) Alih tugas produktif adalah mutasi karena kehendak pimpinan perusahaan untuk meningkatkan produksi dengan menempatkan pegawai bersangkutan ke jabatan atau pekerjaan yang sesuai dengan kecakapannya. Alasan lain tugas produktif didasarkan pada 62 kecakapan, kemampuan pegawai, sikap dan disiplin pegawai. Kegiatan ini menuntut keharusan pegawai untuk menjalankannya. Paul Pigors dan Charles Mayers (Nasution, 2000:155) mutasi dibagi dalam beberapa jenis yaitu production transfer, replacement transfer, versatility transfer, shift transfer, dan remedial transfer. 1. Production transfer adalah mengalih tugaskan karyawan dari satu bagian ke bagian lains secara horizontal, karena pada bagian lain kekurangan tenaga kerja padahal produksi akan ditingkatkan. 2. Replacement transfer Replacement transfer adalah mengalih tugaskan karyawan yang sudah lama dinasnya ke jabatan kain secara horizontal untuk menghentikan karyawan yang masa dinasnya sedikit atau diberhentikan. Replacement transfer terjadi karena aktivitas perusahaan diperkecil. 3. Versality transfer Versality transfer adalah mengalih tugaskan karyawan ke jabatan/pekejaan lainnya secara horizontal agar karyawan yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan atau ahli dalam berbagai lapangan pekerjaan. 4. Shift transfer Shift transfer adalah mengalih tugaskan karyawan yang sifatnya horizontal dari satu regu ke regu lain sedangkan pekerjaannya tetap sama. 5. Remedial transfer Remedial transfer adalah mengalih tugaskan seorang karyawan ke jabatan lain, baik pekerjaannya sama atau 63 tidak atas permintaan karyawan bersangkutan karena tidak dapat bekerja sama dengan rekanrekannya. D. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi Sekretaris Daerah Soppeng Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terlaksananya suatu tugas, wewenang, dan kewajiban, khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah.Begitu pula keadaannya dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Drs. H. Andi Pawelloi, MSi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng tanggal 23 Februari 2012 bahwa faktor yang dapat mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretaris Daerah, yaitu perangkat-perangkat unit kerja, para pegawainya, dari lembaga otonomi daerah seperti dinas-dinas, badan-badan dan kantor yang telah tersedia semua sesuai fungsinya maka pelaksanaan tugas sekretaris daerah dapat terselesaikan dengan baik.Akan tetapi sebaliknya banyak pula faktor yang dapat menghambat ferlaksananya tugas, wewenang, dan kewajiban Sekretaris Daerah Soppeng, sehingga ke depan perlu dipikirkan solusi yang terbaik untuk mengantisipasi atau mengatasinya. Karena patut dipikirkan bahwa tanpa solusi yang demikian itu, maka sulit diharapkan pelaksanaan tugas-tugas tersebut dapat berjalan sesuai dengan ketentuan Undang-undang. 64 Selanjutnya faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan fungsi sekretaris daerah kabupaten Soppeng dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam wawancara itu pula menurut Bapak Drs. H. Andi Pawelloi, MSi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng tanggal 23 Februari 2012 bahwa ada 2 (dua) faktor penghambatnya yaitu : 1. Faktor Eksternal 2. Faktor Internal Faktor Eksternal misalnya dari pusat, pada hal yang tidak sinkron dengan program pemerintah daerah. Faktor internal seperti sumber daya manusianya serta ketersediaan pegawai yang masih kurang. 65 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng dalam penyelenggaraan pemerintahan telah dilaksanakan yang meliputi : a. Penyusunan kebijakan pemrintahan daerah b. Pengkordinasian pelaksanaan tugas Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah c. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah d. Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintahan daerah e. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan tugas dan fungsinya 2. Faktor-faktor pendukung pelaksanaan fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng meliputi: telah tersedianya semua perangkatperangkat unit kerja, para pegawainya, dari lembaga otonomi daerah seperti dinas-dinas, badan-badan dan kantor sesuai fungsinya, sedangkan faktor-faktor penghambat meliputi faktor eksternal dan faktor internal 66 B. Saran 1. Dengan semakin meningkatnya tugas dan fungsi Sekretaris Daerah maka seyogyanya menjalin hubungan kerja yang baik dengan seluruh unit-unit kerja untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam berkomunikasi. 2. Menjalin koordinasi yang baik dengan Bupati dan wakil Bupati sehingga tercipta keharmonisan hubungan kerja dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. 67 DAFTAR PUSTAKA Abdul Ghoffar, 2009. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju. Karya Kencana: Yogyakarta. Asshiddiqie, Jimly, 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia. PT Buana Ilmu Populer: Jakarta. Dadang Juliantoro, dkk, 2000. Strategi Tiga Kaki: dari Pintu Otonomi Daerah Mencapai Keadilan Sosial, Lapera Pustaka Utama: Yogyakarta. Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Djoko Prakoso, 1984. Kedudukan dan Fungsi Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah lainnya di dalam Undang-Undang Pokok Pemerintahan Di daerah, Ghalia Indonesia: Jakarta. Djoko Sutono, 1982. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press: Jakarta Faisal Abdullah, 2009. Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara Hukum, Pukap Indonesia: Makassar. Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, 2007. Kamus Inggris-Indonesia Cetakan Keduapuluh Sembilan, PT. Gramedia: Jakarta. Moh. Mahfud MD, 2001. Dasar dan Hukum Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta: Jakarta. Ni‟matul Huda, 2005. Hukum tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada: Jakarta. Philipus M. Hadjon, 2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Siagian S.P, 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara; Bandung. Simamora H, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKKPN: Yogyakarta. 68 Peraturan Perundang-Undangan Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965 tentang pemerintahan daerah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang wewenang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai negeri sipil yang telah dilakukan perubahan Yakni Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2009. Dari Internet www.BKN.go.id. Mendefenisikan Sistem Pembinaan Karier Pegawai. Diakses pada tanggal, 09 Mei 2012, pukul 22.00 http://www.wikipedia.org, Sistem Pemerintahan Daerah. Diakses pada tanggal, 09 Mei 2012, pukul 22.00. 69