SARI PUSTAKA CERVICAL DEGENERATIVE DISC DISEASE Oleh : IB Aditya Wirakarna Pembimbing : dr. I.G.L.N.A Artha Wiguna Sp.OT (K) Spine PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SUB BAGIAN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA KATA PENGANTAR Puji Sukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya lah sari pustaka yang berjudul “Trauma Thorakolumbar” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tujuan dari penulisan sari pustaka ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis dan peserta PPDS-1 Orthopaedi dan Traumatologi tentang trauma thorakolumbar serta sebagai syarat mengikuti pendidikan Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr I Ketut Siki Kawiyana, Sp.B, Sp.OT(K) selaku Ketua Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar serta kepada dr I.G.L.N.A Artha Wiguna Sp.OT(K) Spine, selaku pembimbing penulisan sari pustaka ini, atas bimbingan dan kesediaannya meluangkan waktu untuk memberi petunjuk dan bimbingan demi penulisan sari pustaka. Penulis menyadari sari pustaka ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik demi perbaikan sari pustaka ini untuk kedepannya. Akhir kata, semoga sari pustaka ini dapat berguna untuk perbaikan pemahaman dan pelayanan pada pasien trauma ke depannya. 8 September 2015 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................. ii 1.1 Anatomy Tulang Belakang Cervical ............................................................................. 1.2 Tulang Belakang cervical bagian atas................................................. 1.3 Tulang Belakang cervical bagian Bawah ............................................ 1.4 Suplai saraf.......................................................................................... 1.5 Diskus Intervertebralis ........................................................................ 1.6 Ligamen .............................................................................................. 2.1 Epidemiologi ....................................................................................... 2.2 Patofisiologi dari Axial Neck Pain ..................................................... 2.3 Patofisiologi dari Radiculopati ........................................................... 2.4 Patofisiologi dari Mielopati ................................................................ 2.5 Klinis dari Syndrome Axial Neck Pain, Cervical Radiculopathy, and Myelopathy ............................................................................................... 2.5.1 Axial Neck Pain .................................................................................................. 2.5.2 Cervical Radiculopathy....................................................................................... 2.5.3 Cervical Myelopathy........................................................................................... 2.6. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 2.6.1 Radiografi standar ............................................................................................... 2.6.2 Magnetic Resonance Imaging ............................................................................. 2.6.3 CT Myelography ................................................................................................. 2.6.4 Studi Injeksi ....................................................................................................... 2.7 Differential Diagnosis ........................................................................ 3.1 Non-operatif Treatment ..................................................................... 3.1.1 Treatment Konservatif ....................................................................................... 3.1.2 Terapi Manipulatif .............................................................................................. 3.2 Operative Treatment ........................................................................... 3.2.1 General Principles ............................................................................................ 3.2.2 Teknik Operasi ................................................................................................. 3.2.3 Anterior Cervical Discectomy dan Fusion ....................................................... 3.2.4 Autograft Versus Allograft ............................................................................... 3.2.5 Fiksasi dengan plate ......................................................................................... 3.2.6 Fusi dengan cages ............................................................................................. 3.2.7 Anterior Corpectomy ........................................................................................ 3.2.8 Anterior Discectomy tanpa Fusi ....................................................................... 3.2.9 Total Diskus Arthroplasty ................................................................................ 3.2.10 Posterior Laminectomy .................................................................................. 3.2.11 Laminectomy and Instrumented Fusion ......................................................... 3.2.12 Posterior Foraminotomy ................................................................................. 3.2.13 Laminoplasty .................................................................................................. 3.2.14 Surgical Decision-Making .............................................................................. 3.3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil ...................................................... 3.3 Komplikasi .......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 1.1 Anatomy Tulang Belakang Cervical Tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra. Pertama 2, C1 dan C2, sangat khusus dan diberi nama yang unik: atlas dan sumbu, masingmasing. C3-C7 adalah tulang lebih klasik, memiliki tubuh, pedikel, lamina, proses spinosus, dan sendi facet. C1 dan C2 membentuk seperangkat unik artikulasi yang memberikan mobilitas yang besar untuk tulang tengkorak. C1 berfungsi sebagai cincin dimana tengkorak bersandar pada dan berartikulasi pada sendi poros dengan dens atau odontoid prosesus dari C2. Sekitar 50% dari ekstensi fleksi cervical terjadi antara oksiput dan C1; 50% dari rotasi leher terjadi antara C1 dan C2. Tulang belakang cervical jauh lebih mobile daripada tulang belakang pada daerah toraks atau lumbal . Berbeda dengan bagian lain dari tulang belakang, tulang belakang cervical memiliki foramen melintang di setiap tulang belakang untuk arteri vertebralis yang memasok darah ke otak. Tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra pertama , disebut sebagai C1-7 (lihat gambar di bawah). Ini berfungsi untuk memberikan mobilitas dan stabilitas pada kepala yang berhubungan ke tulang belakang dada yang relatif tidak bergerak. Tulang belakang cervical dapat dibagi menjadi 2 bagian: atas dan bawah. 1.1 Anatomi tulang belakang cervical 1.2 Lateral x-ray dari tulang belakang cervical menunjukkan 7 vertebra. 1.3 Cervical Vertebra 1.2 Tulang Belakang cervical bagian atas Tulang belakang cervical bagian atas terdiri dari atlas (C1) dan axis (C2). 2 vertebra ini sangat berbeda dari tulang belakang cervical lainnya (lihat gambar di bawah). Atlas berartikulasi di bagian superior dengan oksiput (sendi atlanto-oksipital ) dan di bagian inferior dengan axis (sendi atlantoaxial). Sendi atlantoaxial bertanggung jawab untuk 50% dari rotasi cervical, sedangkan sendi atlanto-oksipital bertanggung jawab untuk 50% dari fleksi dan ekstensi. Fitur-fitur unik dari C2 anatomi dan artikulasinya menyulitkan penilaian patologi nya. 1.4 Tulang belakang cervical. Catatan atlas berbentuk unik dan axis (C1 dan C2). Atlas (C1) Atlas adalah vertebra berbentuk cincin dan tidak memiliki body, tidak seperti tulang belakang lainnya. bagian seperti body pada atlas merupakan bagian dari C2, di mana disebut prosesus odontoid, atau dens. Prosesus odontoid berikatan kuat dengan bagian posterior dari lengkung anterior atlas oleh ligamentum transversus, yang menstabilkan sendi atlantoaxial. Ligamen Apikal, alar, dan transverssus memungkinkan rotasi tulang belakang, memberikan stabilisasi lebih lanjut dan mencegah perpindahan posterior dari dens dalam kaitannya dengan atlas. Atlas ini terdiri dari lengkungan tebal di bagian anterior, lengkungan yang tipis di bagian posterior, 2 lateral mass yang menonjol, dan 2 prosesus transversus. Foramen transversus, di mana arteri vertebralis lewat dan ditutupi oleh prosesus transversus. Menurut aturan sepertiga dari Steele, di tingkat atlas, prosesus odontoid, ruang subarachnoid, dan sumsum tulang belakang masing-masing menempati sepertiga dari wilayah kanal tulang belakang. Axis (C2) Axis ini memiliki tubuh vertebral yang besar, yang berisi prosesus odontoid (dens). Prosesus odontoid berartikulasi dengan lengkungan anterior atlas melalui bagian anterior facet artikulasi dan ditahan pada tempatnya oleh ligamentum transversus. axis ini terdiri dari vertebral body, pedikel yang berat, lamina, dan proses transversus, yang berfungsi sebagai titik perlekatan untuk otot. axis berartikulasi dengan atlas melalui faset artikular superior, yang cembung dan menghadap ke atas dan ke luar. Embryologi C2 memiliki perkembangan embryologic yang kompleks. Ini berasal dari 4 pusat osifikasi: 1 untuk tubuh, 1 untuk prosesus odontoid, dan 2 untuk lengkungan saraf. Prosesus odontoid berfusi pada bulan kehamilan ketujuh. Saat lahir, ruang diskus tulang rawan vestigial yang disebut synchondrosis neurocentral memisahkan prosesus odontoid dari bodi C2. Synchondrosis ini terlihat hampir pada semua anak usia 3 tahun dan tidak ada pada mereka yang berusia 6 tahun. Bagian apikal dens mengeras pada usia 35 tahun dan berfusi dengan seluruh struktur sekitar usia 12 tahun. Synchondrosis ini tidak boleh dirancukan dengan patah tulang. Bagian dari oksiput, atlas , dan axis berasal dari proatlas. The hypocentrum dari sclerotome keempat membentuk tuberkulum anterior pada clivus tersebut. Centrum dari proatlas sclerotome menjadi tutup apikal dari dens dan ligamen apikal. Komponen lengkungan saraf dari proatlas dibagi menjadi komponen rostral dan ventral. Komponen rostral membentuk bagian anterior foramen magnum dan kondilus oksipital; komponen kaudal membentuk bagian superior dari lengkungan posterior atlas dan massa atlantal lateral. The alar dan cruciatum ligamen terbentuk dari bagian lateral proatlas. 1.2.1 Vaskularisasi Ada jaringan anastomotic arteri yang luas di sekitar dens, diberi makan oleh bagian anterior dan posterior ascending arteri yang berpasangan yang timbul dari arteri vertebralis sekitar level C3 dan arcade arteri karotid dari dasar tengkorak. Anterior dan posterior arteri ascending mencapai dasar dens melalui ligamen aksesori dan berjalan ke arah cephalad di pinggiran untuk mencapai ujung dari prosesus. anastomotic arcade juga menerima cabang dari arteri ascending faring yang bergabung dengan arcade setelah melewati kondilus oksipital. 1.2.2 Ligamen Persimpangan craniocervical dan sendi atlantoaxial diamankan oleh ligamen eksternal dan internal. Ligamen eksternal terdiri dari atlantooksipital, bagian anterior atlanto-oksipital, dan bagian anterior ligamen longitudinal. Ligamen internal memiliki 5 komponen, sebagai berikut: Ligamentum transversus memegang prosesus odontoid di tempat terhadap atlas posterior, yang mencegah subluksasi anterior pada C1 pada C2 Ligamen aksesori muncul dari bagian posterior dan dalam hubungannya dengan ligamentum transversus dan menyelip ke dalam aspek lateral dari atlantoaxial sendi ligamentum apikal terletak bagian anterior dari bibir foramen magnum dan berinsersi ke puncak prosesus odontoid Ligamen alar yang berpasangan mengamankan puncak dari odontoid ke foramen magnum bagian anterior Membran tectorial merupakan kelanjutan dari ligamentum longitudinal posterior ke batas bagian anterior dari foramen magnum 3 cm x 5 mm dari atlantoaxial aksesori ligamen tidak hanya menghubungkan atlas dengan aksis tetapi juga terus ke arah cephalad ke tulang oksipital; secara fungsional, menjadi lebih maksimal menegang dengan 5-8 ° rotasi kepala, lemah dengan ekstensi cervical, dan maksimal menegang dengan 5-10 ° untuk fleksi cervical. Hal ini terlihat berpartisipasi dalam stabilitas craniocervical, perbaikan di masa depan pada magnetic resonance imaging (MRI) dapat menyebabkan apresiasi yang lebih baik dari struktur dan integritas ligamen ini 1.3 Tulang Belakang cervical bagian Bawah 5 vertebra cervikal yang membentuk tulang belakang cervical bagian bawah , C3-C7, mirip satu sama lain, tetapi sangat berbeda dari C1 dan C2. Masing-masing memiliki vertebral body yang cekung pada permukaannya superiornya dan cembung di permukaan inferiornya (lihat gambar di bawah). Pada permukaan superior dari body terdapat prosesus yang menonjol ke atas seperti kait yang disebut prosesus uncinate, yang masing-masing berartikulasi dengan daerah yang tertekan pada aspek lateral inferior body pada vertebral superior, yang disebut echancrure atau anvil. 1.5 Anatomi normal dari tulang servikal uncovertebral sendi inibelakang adalah yang paling nyata dekat pedikel dan bagian bawah biasanya disebut sebagai sendi Luschka. Mereka diyakini sebagai hasil dari perubahan degeneratif pada anulus, yang menyebabkan fissuring pada anulus dan penciptaan sendi . Sendi ini dapat berkembang menjadi osteophytic Spurs, yang dapat mempersempit foramen intervertebralis. Proses spinosus dari C3-C6 biasanya bifida, sedangkan proses spinosus C7 biasanya nonbifid dan agak bulat di ujungnya. 1.3.1 Kolumns Anterior and posterior Tulang belakang cervical subaxial dengan mudah dapat dibagi menjadi kolom bagian anterior dan posterior. Kolom bagian anterior terdiri dari body vertebral cervical yang khas diapit antara diskus yang mendukung. Permukaan bagian anterior diperkuat oleh ligamentum longitudinal bagian anterior sedangkan bagian posterior vertebral body oleh ligamentum longitudinal posterior, yang keduanya berjalan dari aksis ke sakrum. Artikulasi meliputi artikulasi dari diskus -vertebra body, uncovertebral sendi, dan zygapophyseal (facet) sendi. Diskusnya tebal di bagian anterior, memberikan kontribusi pada lordosis cervical normal, dan sendi uncovertebral pada bagian posterior dari bodi menentukan panjangnya lateral eksposur saat pembedahan . Sendi facet yang berorientasi pada sudut 45º terhadap bidang aksial, memungkinkan gerakan menggeser; kapsul sendi yang paling lemah adalah di posterior. ligamentum flavum, ligamentum posterior, dan ligamentum interspinous juga memperkuat kolom bagian posterior. 1.3.2 Suplai Saraf Pada neuroanatomy dari tulang belakang cervical bagian bawah (lihat gambar di bawah), cord diperbesar, dengan ekstensi lateral dari gray matter yang terdiri dari sel-sel tanduk bagian anterior. Dimensi lateral yang mencakup 13-14 mm, dan ukuran batas bagian anterior-posterior 7 mm. Tambahan 1 mm penting bagi cairan serebrospinal (CSF) di bagian anterior dan di posterior, serta 1 mm untuk dura. Sebanyak 11 mm diperlukan untuk spinal cord cervical. Keluar di setiap tingkat -vertebra adalah saraf tulang belakang, yang merupakan hasil dari gabungan anterior dan posterior akar saraf. 1.6 Cross-sectional natomi dari spinal cord cervikal Foramen yang terbesar adalah di C2-C3 dan semakin menurun dalam ukuran C6-C7. Saraf tulang belakang dan spinal ganglion menempati 25-33% dari ruang foraminal. Foramen neural berbatasan pada anteromedial dengan sendi uncovertebral, posterolateral dengan sendi facet, di bagian superior dengan pedikel dari vertebra di atasnya, dan di bagian inferior dengan pedikel dari vertebra di bawahnya. Di medial, foramen tersebut dibentuk di tepi lempeng akhir dan diskus intervertebralis. Interkoneksi hadir antara sistem saraf simpatik dan saraf spinal yang tepat. saraf spinal keluar di atas vertebral body, mereka Sejalan dengan C2C7. Karena penomoran saraf tulang belakang cervical dimulai di atas atlas , terdapat saraf tulang belakang cervical yang ke-8, dengan keluarnya saraf yang pertama antara oksiput dan atlas (C1) dan keluarnya saraf kedelapan antara C7 dan T1. 1.3.1 Vaskularisasi Anatomi vaskular terdiri dari arteri spinal bagian anterior yang lebih besar terletak di sulkus sentral dari cord dan berpasangan dengan arteri spinal posterior yang terletak pada dorsum dari cord. Hal ini diterima secara umum bahwa bagian dua pertiga anterior dari cord dipasok oleh arteri spinal bagian anterior dan yang sepertiga posterior disuplai oleh arteri posterior. 1.3.2 Sendi Facet Sendi facet pada tulang belakang cervical merupakan sendi sinovial diarthrodial dengan kapsul fibrosa. Kapsul sendi lebih longgar di tulang belakang cervical bagian bawah daripada di daerah lainnya pada tulang belakang untuk memungkinkan gerakan gliding dari facet. Sendi ini miring pada sudut 45 ° dari bidang horizontal dan 85 ° dari bidang sagital. Kesejajaran ini membantu mencegah pergeseran bagian anterior yang berlebihan dan penting dalam menahan beban. 1.4 Suplai saraf Kapsul fibrosa dipersarafi oleh mechanoreceptors (tipe I, II, dan III), dan ujung saraf bebas telah ditemukan pada areolar longgar subsynovial dan jaringan kapsuler padat. Bahkan, ada mechanoreceptors lebih banyak di tulang belakang cervical dibandingkan tulang belakang lumbar. Input neural dari faset ini mungkin penting untuk propriosepsi dan sensasi nyeri dan dapat memodulasi refleks otot pelindung yang penting untuk mencegah ketidakstabilan sendi dan degenerasi. Sendi facet pada tulang belakang cervical dipersarafi oleh kedua bagian anterior dan posterior rami. atlanto-oksipital dan atlantoaxial sendi dipersarafi oleh rami bagian anterior saraf spinal cervical pertama dan kedua. C2-C3 sendi facet dipersarafi oleh 2 cabang ramus posterior dari cervical ketiga spinal saraf, cabang communicating dan cabang medial dikenal sebagai saraf oksipital ketiga. facet servikal yang tersisa, C3-C4 hingga C7-T1, dipasok oleh posterior rami cabang medial yang muncul 1 tingkat ke arah cephalad dan caudad dari sendi. Oleh karena itu, setiap sendi dari C3-C4 hingga C7-T1 dipersarafi oleh cabang medial bagian atas dan bawah. Cabang medial ini mengirimkan cabang artikulasi ke sendi facet karena mereka membungkus pilar artikulasi di sekitar pinggang. 1.5 Diskus Intervertebralis Diskus intervertebralis terletak antara korpus vertebra C2-C7. diskus intervertebralis terletak antara setiap korpus vertebra caudad mulai dari aksis. Diskus ini terdiri dari 4 bagian: nukleus pulposus pada bagian tengah, anulus fibrosis mengelilingi inti, dan 2 lempeng akhir yang melekat pada badan vertebra yang berdekatan. Mereka berfungsi sebagai gaya penyerapan energi, mentransmisikan beban kompresi selama terjadinya pergerakan. diskus lebih tebal di bagian anterior dan karena itu berkontribusi terhadap lordosis servikal yang normal. Diskus intervertebralis terlibat dalam gerakan servikal tulang belakang, kestabilan, dan menahan beban. Serat annular tersusun dari kolagen lembaran (lamellae) yang berorientasi pada sudut 65-70 ° dari vertikal. Akibatnya, mereka rentan terhadap cedera oleh gaya rotasi karena hanya satu setengah dari lamellae yang berorientasi untuk menahan gaya yang diterapkan pada arah ini. Bagian tengah dan sepertiga luar dari anulus dipersarafi oleh nociceptors. Fosfolipase A2 telah ditemukan di diskus dan dapat menjadi mediator inflamasi. 1. 6 Ligamen Meskipun tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra cervikal yang diselingi oleh diskus intervertebralis, jaringan ligamen yang kompleks menjaga elemen-elemen individual tulang sebagai satu kesatuan. Sebagaimana dicatat, tulang belakang servikal terbentuk dari kolom bagian anterior dan posterior. Ini juga berguna untuk berpikir bahwa terdapat kolom ketiga (tengah), sebagai mana berikut ini : Kolom bagian anterior terdiri dari ligamentum anterior longitudinal dan dua pertiga anterior dari badan vertebra, anulus fibrosus, dan diskus intervertebralis. Kolom bagian tengah terdiri dari ligamentum posterior longitudinal dan posterior sepertiga dari badan vertebra, anulus fibrosus, dan diskus intervertebralis. Kolom posterior terdiri dari lengkungan posterior, termasuk pedikel, prosesus transverssus, artikulasi faset, lamina, dan prosesus spinosus. Ligamen longitudinal penting untuk menjaga integritas kolom tulang belakang. Sedangkan anterior dan posterior ligamen longitudinal mempertahankan integritas struktural dari kolom anterior dan middle, Kesejajaran kolom posterior distabilkan oleh kompleks ligamen, termasuk nuchal dan ligamen kapsular, serta ligamentum flavum. Jika 1 dari 3 kolom terganggu sebagai akibat dari trauma, kestabilan diberikan oleh yang lain 2, dan cedera saraf biasanya dapat dicegah. Dengan gangguan 2 kolom, cedera saraf tulang belakang lebih mungkin terjadi karena tulang belakang dapat bergerak sebagai unit terpisah. Beberapa ligamen tulang belakang servikal yang memberikan stabilitas dan umpan balik proprioseptif layak disebut dan dijelaskan secara singkat di sini. Ligamentum transversus, bagian utama dari cruciate ligamen, muncul dari tuberkel pada atlas dan membentang melewati cincin anterior sambil memegang prosesus odontoid (dens) terhadap lengkungan anterior. Sebuah rongga sinovial terletak di antara dens dan prosesus transversus. Ligamentum ini memungkinkan rotasi atlas pada dens dan bertanggung jawab untuk menstabilkan tulang belakang cervical selama fleksi, ekstensi, dan lateral bending. Ligamentum transversus adalah ligamen yang paling penting untuk mencegah translasi anterior normal. Ligamen alar berjalan dari aspek lateral dens ke ipsilateral kondilus oksipital medial dan atlas bagian ipsilateral. Mereka mencegah gerakan lateral dan rotasi yang berlebihan namun memungkinkan fleksi dan ekstensi. Jika ligamen alar rusak, seperti pada saat cedera whiplash, kompleks sendi menjadi hypermobile, yang dapat menyebabkan penekukan dari arteri dan stimulasi nosiseptor dan mechanoreceptors vertebral. Hal ini mungkin terkait dengan keluhan khas pasien dengan cedera whiplash (misalnya, sakit kepala, sakit cervical, dan pusing). Ligamentum anterior longitudinal (ALL) dan posterior ligamentum longitudinal (PLL) adalah stabilisator utama dari sendi intervertebralis. Kedua ligamen yang ditemukan di sepanjang seluruh tulang belakang; Namun, ALL melekat lebih dekat ke diskus dibandingkan dengan PLL, dan ligamen ini tidak berkembang dengan baik di tulang belakang cervical. ALL menjadi anterior membran atlanto-oksipital di tingkat atlas, sedangkan PLL menyatu dengan membran tectorial. Keduanya melanjutkan ke oksiput. PLL mencegah fleksi yang berlebihan dan gangguan. Ligamentum supraspinous, ligamen interspinous, dan ligamentum flavum menjaga stabilitas antara lengkungan tulang belakang. The supraspinous ligamen berjalan di sepanjang ujung prosesus spinosus, ligamen interspinous berjalan antara prosesus spinosus yang berdekatan, dan ligamentum flavum berjalan dari permukaan anterior dari cephalad vertebra ke permukaan posterior dari caudad vertebra. Ligamentum interspinous dan (terutama) ligamentum flavum berfungsi untuk mengontrol fleksi yang berlebihan dan translasi anterior. Ligamentum flavum juga menghubungkan dan memperkuat kapsul sendi facet pada aspek ventral. Ligamentum nuchae merupakan kelanjutan cephalad ligamentum supraspinous dan memiliki peran penting dalam menstabilkan tulang belakang cervical. Anak-anak memiliki variasi anatomi yang signifikan dalam persimpangan craniocervical dibandingkan dengan orang dewasa. Manajemen operasi ketidakstabilan persimpangan craniocervical pada anakanak merupakan tantangan yang unik. Sedangkan indikasi untuk fusi servikal mirip dengan orang dewasa yang berkaitan dengan teknik operasi, pada anakanak, variasi anatomi yang signifikan dalam persimpangan craniocervical mempersulit pendekatan dan membatasi penggunaan fiksasi internal. Pengobatan terhalang oleh tulang dengan struktur kecil dan ligamen, yang sering dipersulit oleh sindromik kelainan craniovertebral. Kemajuan terbaru dalam pencitraan telah meningkatkan hasil. Menezes mengulas pada 850 anak-anak yang menjalani fusi craniocervical. Penulis menyajikan tinjauan rinci teknik fusi, serta indikasi dan sarana menghindari komplikasi, pencegahan mereka, dan manajemennya . 2.1 Epidemiologi Perubahan degeneratif pada tulang belakang cervical yang biasanya disebut sebagai cervical spondylosis. Ini merupakan kelompok campuran patologi yang melibatkan diskus intervertebralis, tulang belakang, serta sendi yang terkait dan dapat juga disebabkan oleh penuaan ("Keausan", degenerasi) atau pengaruh sekunder karena trauma. Gejala klinis yang dominan terdapat nyeri leher, yang sering dikaitkan dengan nyeri bahu. perubahan degeneratif tersebut dapat menyebabkan central atau foramina yang dapat mengganggu serabut saraf atau spinal cord (Gbr. 1). Patologi ini disebut cervical spondylotic radiculopathy (CSR) dan cervical myelopathy spondylotic (CSM). CSR harus dibedakan dari herniasi terkait radiculopathy. Gbr.2.1 a, b Perubahan terkait umur dapat menyebabkan herniasi diskus, spondylosis servikal, pembentukan osteofit, osteoarthritis sendi facet, dan kelainan dari akar saraf yang keluar serta saraf tulang belakang. Dalam sebuah survei nasional Belanda, terdapat kejadian 23,1 per 1.000 orang per tahunnya untuk nyeri leher dan 19,0 per 1.000 orang per tahun untuk gejala bahu . Dokter umum di Belanda mendapatkan konsultasi sekitar tujuh kali seminggu untuk keluhan yang berhubungan dengan leher atau ekstremitas atas ini. Kejadian tahunan nyeri leher terdapat 14,6% di penelitian kohort dari 1.100 orang dewasa yang dipilih secara acak. Perempuan lebih mungkin untuk menderita nyeri leher daripada laki-laki. Dalam sebuah survei Swedia pada 4415 subyek, tingkat prevalensi 17% untuk nyeri leher ditemukan. Lima puluh satu persen dari subyek nyeri leher juga memiliki nyeri pinggang kronis. Riwayat cedera leher dilaporkan oleh 25% pasien dengan nyeri leher. Dalam investigasi prospektif longitudinal di Perancis, prevalensi dan kejadian nyeri leher dan bahu dicurigai berhubungan dengan pekerjaan. Para penulis menemukan bahwa prevalensi (laki-laki 7,8%, perempuan 14,8% pada tahun 1990) dan insiden (laki-laki 7,3%, perempuan 12,5% untuk periode 1990-1995) dari penelitian tersebut didapatkan nyeri leher dan bahu kronis meningkat dengan usia, dan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di setiap kelompok kelahiran yang diperiksa. Penelitian tersebut menitik beratkan pekerjaan yang berat berkontribusi meningkatkan nyeri leher dan bahu, terlepas dari usia.48 Cervical Radiculopathy lebih jarang terjadi daripada nyeri leher dan bahu dengan prevalensi 3,3 kasus per 1.000 orang. Insiden puncak tahunan 2,1 kasus per 1000 dan terjadi pada dekade ke-4 dan ke-5 dari kehidupan [278]. Dalam populasi Sisilia dari 7.653 subyek, prevalensi 3,5 kasus per 1.000 ditemukan untuk cervical spondylotic radiculopathy, yang meningkat menjadi puncak pada usia 50-59 tahun, dan menurun setelahnya. Prevalensi usia tertentu secara konsisten lebih tinggi di perempuan. Sebuah survei epidemiologi dari Cervical Radiculopathy di Mayo Clinic di Rochester [222] mengungkapkan bahwa kejadian rata-rata insiden tahunan sesuai dengan umur per 100.000 penduduk untuk Cervical Radiculopathy sebesar 83,2 (107,3 untuk laki-laki, 63,5 untuk wanita). Tingkat kejadian tahunan usiaspesifik per 100.000 penduduk, mencapai puncak 202,9 untuk kelompok usia 50-54 tahun. Riwayat aktivitas fisik atau trauma sebelum timbulnya gejala terjadi hanya pada 14,8% kasus. Durasi rata-rata gejala sebelum diagnosis terdapat 15 hari. Sebuah mono-radiculopathy paling sering melibatkan serabut saraf C7, diikuti oleh C6. Sebuah tonjolan diskus dikonfirmasi bertanggung jawab untuk Cervical Radiculopathy pada 21,9% pasien; dan 68,4% terkait dengan spondylosis. Selama durasi follow up selama 4,9 tahun, kambuhnya kondisi itu terjadi sebesar 31,7%, dan 26% menjalani operasi untuk cervical radiculopathy . Pada akhir follow up, 90% dari pasien tanpa gejala atau hanya sedikit lumpuh karena cervical radiculopathy. Data epidemiologi cervical spondylotic myelopathy belum dieksplorasi dengan baik. Hasil proses penuaan pada perubahan degeneratif tulang belakang cervical dalam stadium lanjut dapat menyebabkan kompresi spinal cord. Hal ini Penyebab paling sering dari disfungsi spinal cord pada orang tua. Suatu bentuk khusus Cervical myelopathy disebabkan oleh pengerasan dari ligamentum longitudinal posterior (OPLL). Ini merupakan penyakit multifaktorial dimana kompleks genetik dan faktor lingkungan berinteraksi. Penyakit ini terutama ditemukan pada populasi Asia. Pada populasi Jepang, angka prevalensi yang dilaporkan berkisar antara 1,8% menjadi 4,1%. Tingkat prevalensi OPLL di tulang belakang cervical secara signifikan lebih rendah di Cina (0,2%) dan populasi Taiwan (0,4%). Evaluasi radiografi film tulang belakang cervical di Rizzoli Orthopaedic Institute di Bologna, Italia, mengungkapkan prevalensi 1,83% dengan puncak di Kelompok umur 45-64 tahun (2,83%). Prevalensi ini jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan di Kaukasia. 2.3 Patofisiologi dari Axial Neck Pain nyeri leher Aksial berasal dari banyak penyebab potensial yang dapat dibagi secara geografis menjadi nyeri leher anterior, yang biasanya berasal dari sprain dan strain dari sternokleidomastoid, otot penahan lainnya serta nyeri leher posterior, yang dapat dibagi lebih lanjut ke lokasi subaxial suboksipital . Pada banyak pasien, nyeri leher subaxial berasal dari ketidakseimbangan otot atau ligamen yang berkaitan dengan sikap tubuh yang buruk, ergonomi yang salah, atau kelelahan otot atau stres atau keduanya. Nyeri otot sering terjadi sebagai akibat adaptasi postural ke sumber nyeri utama yang terletak di bahu, persimpangan craniovertebral, atau temporomandibular sendi. Fisiologi proses rasa sakit ini belum sepenuhnya dimengerti. Pasien dengan nyeri myofascial kronis secara signifikan memiliki tingkat fosfat berenergi tinggi yang lebih rendah pada jaringan otot yang terlibat. Tidak diketahui apakah berkurangnya kadar fosfat berenergi tinggi menyebabkan rasa sakit atau jika itu adalah hasil dari rasa sakit. ujung saraf bebas yang tidak berkapsul pada otot-otot leherberfungsi sebagai unit chemonociceptive. kelelahan Otot menghasilkan metabolit anaerobik, yang menumpuk dan dapat merangsang chemonociceptive ujung saraf ini. ujung saraf bebas Ini juga menanggapi mediator rasa sakit non-neurogenik yang dirilis sebagai akibat dari iskemia atau cedera, seperti ion bradikinin, histamin, serotonin, dan kalium. nyeri otot Primer dapat terjadi akibat sensitisasi dari ujung saraf ini. Gbr.2.2 Pola nyeri Axial diprovokasi selama Diskografi pada setiap tingkat servikal. A, C2-3. B, C3-4. C, C4-5. D, C5-6. E, C6-7. nyeri leher aksial harus dikaitkan dengan perubahan degeneratif pada diskus servikal atau sendi facet dengan pertimbangan yang hati-hati. Namun demikian, berbagai studi menunjukkan bahwa diskus servikal dan sendi facet dapat menghasilkan nyeri. serabut saraf dan ujung saraf, yang mengandung serat aferen somatik, menginnervasi bagian tepi dari diskus intervertebralis (bagian luar ketiga dari anulus) dan menawarkan mekanisme potensial dimana degeneratif diskus servikal menghasilkan rasa sakit secara langsung. saraf sinuvertebral dibentuk oleh cabang akar saraf ventral dan oleh pleksus simpatik, menginervasi disk intervertebralis (Gbr. 36-1). Ketika dibentuk, saraf sinuvertebral berbalik ke dalam foramen intervertebralis sepanjang aspek posterior diskus, memasok bagian-bagian dari anulus , posterior longitudinal ligamen, periosteum dari vertebral bodi serta pedikel, vena epidural yang berdekatan, dan dura mater. Sebuah tinjauan selama 12 tahun Pengalaman Diskografi servikal menunjukkan bahwa stimulasi dari masing- masing diskus menghasilkan pola nyeri leher yang konsisten dan dapat diprediksi (Gbr. 36-2). Gbr. 2.3 Peta pola nyeri aksial dari sendi facet di C2-3 ke C6-7. Perubahan degeneratif pada sendi facet servikal dapat menjadi sumber nyeri leher aksial. Suntikan Provokatif ke dalam sendi facet sukarelawan yang asimtomatik menyebabkan direproduksinya pola nyeri leher aksial dan shoulder girdle (Gbr.36-3). suntikan anastesi yang Terkendali ke dalam sendi facet bergejala atau rami primer dorsal memblok pola nyeri facet ini, hal ini menunjukkan bahwa sendi facet memainkan peran dalam berkembangnya nyeri leher aksia, sendi facet C3-4 ke C8-T1 menerima persarafan mereka dari cabang-cabang medial dari rami dorsal servikal, di atas dan di bawah setiap sendi, sedangkan saraf oksipital ketiga menginervasi sendi facet C2-3. Kehadiran mechanoreceptors dan ujung saraf nociceptive pada kapsul sendi facet servikal mendukung peran yang mungkin untuk struktur ini terhadap patogenesis dari nyeri tulang belakang cervical. studi imunohistokimia menunjukkan adanya ujung saraf bebas yang reaktif untuk nyeri - terkait peptida yang terletak dalam lipatan sinovial dari sendi facet servikal manusia. Nyeri suboksipital menjalar ke bawah menuju leher atau ke belakang telinga dapat merupakan manifestasi dari artritis degeneratif pada tulang belakang cervical bagian atas. Injeksi pada sendi atlanto-oksipital dan atlantoaxial menghasilkan pola nyeri yang direproduksi di wilayah ini, dengan sendi atlanto-oksipital menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan rasa nyeri yang kuat dan menyebar. Wächli dan rekannya melaporkan sakit kepala unilateral dan nyeri wajah atipikal sebagai akibat dari perubahan degeneratif di tingkat C2-3. Beberapa pasien dengan sakit kepala suboksipital mungkin memiliki iritasi pada saraf oksipital yang lebih besar, yang berasal dari posterior rami dari C2, C3, dan C4. Saraf sinuvertebral dari C2 dan C3 hadir sebagai sumber potensial lain dari nyeri suboksipital, naik ke arah proksimal untuk menginnervasi atlantoaxial ligamen, membran tectorial, dan dura mater dari bagian atas saraf servikal dan posterior kranial fossa. 2.4 Patofisiologi dari Radiculopati Temuan radikuler di lengan berasal dari akar saraf servikal di beberapa titik diantara asalnya sebagai rootlets saraf dari saraf tulang belakang dan transisi mereka ke saraf perifer ketika mereka muncul dari neural foramen. perubahan Degeneratif di segmen gerak servikal, herniasi soft diskus, stenosis, patologi intrinsik akar saraf dan trauma, semua bisa mengakibatkan gejala-gejala tersebut. Kehilangan tinggi diskus menyebabkan tumbukan pada akar saraf yang berasal dari penggembungan diskus, infolding dari kapsul sendi facet dan ligamentum flavum serta Pembentukan osteofit pada margin diskus (pembentukan hard diskus) dan pada sendi uncovertebral dan facet, yang semuanya menghasilkan foraminal stenosis dan radiculopathy (Gbr. 36-4). pembentukan tonjolan Osteophytic juga dapat mengganggu pasokan darah ke akar saraf. Osteofit dapat menekan arteri radikuler pada lengan akar dural menyebabkan kejang dan mengurangi perfusi pembuluh darah. Selain itu, penyumbatan aliran vena dapat terjadi, mengakibatkan edema dan mengganggu pasokan darah dari akar saraf. Perubahan bentuk mekanis dari akar saraf dapat menyebabkan kelemahan motorik atau defisit sensorik. Patogenesis yang tepat dari nyeri radikuler masih belum jelas, tetapi keyakinan umum menyatakan bahwa Selain kompresi, respon inflamasi harus terjadi untuk menimbulkan nyeri pada akar saraf yang terkompresi, pembuluh darah intrinsik menunjukkan peningkatan permeabilitas, secara sekunder mengakibatkan edema dari akar saraf. Edema kronis dan fibrosis (jaringan parut) dalam akar saraf berperan dalam meningkatkan sensitivitas akar saraf karena nyeri. mediator kimia nyeri Neurogenik dirilis dari badan sel neuron sensorik dan mediator nonneurogenic yang dilepaskan dari jaringan diskus dapat memulai dan melangsungkan respon inflamasi ini (Tabel 36-1). Gbr. 2.3 Cross-sectional anatomi menunjukkan cabang utama dorsal dan ventral akar saraf servikal, asal mula saraf sinuvertebral (juga dikenal sebagai saraf rekuren meningeal) dari akar saraf, dan pleksus simpatik. Faktor-faktor dinamis pada kolumna spinalis servikal mempengaruhi jumlah kompresi akar saraf. Fleksi pada servikal tulang belakang memperpanjang neural foramen servikal 18% sampai 31%, sedangkan ekstensi memperpendek foramen 16% menjadi 22%. Rotasi ke sisi ipsilateral mempersempit foramen, sedangkan rotasi ke sisi kontralateral memperlebar foramen. kapsul sendi dan facet ligamentum flavum tertekuk pada ekstensi, ini lebih mempersempit dimensi foraminal. pergeseran atau angulasi diantara badan vertebra saat fleksi atau ekstensi dapat menyebabkan peningkatan peregangan pada akar saraf dan mempengaruhi individu dengan gejala radikuler. pasien yang tidak memiliki penekanan akar saraf pada leher mereka saat dalam keadaan statis, posisi netral secara dinamis menekan akar saraf pada saat aktivitas normal, sehingga menghasilkan gejala radikuler. Gbr 2.4 kompresi Akar saraf dalam kanal tulang belakang lateral diskus, sendi uncovertebral, atau patologi sendi facet dapat menyebabkan servikal radiculopathy. Perubahan dalam ketegangan intrinsik pada akar saraf memiliki kemampuan untuk mengubah nyeri radikuler. Davidson dan rekan mengemukakan bahwa penurunan ketegangan pada akar saraf yang disebabkan karena pasien mengistirahatkan tangan di atas kepala-abduksi shoulder Sign-mengurangi nyeri radikuler. Peneliti ini juga menduga bahwa perubahan dalam posisi lengan ini mengangkat akar sensorik, atau akar dorsal ganglion, secara langsung ke arah kepala atau lateral dari sumber kompresi dan posisi ini mengurangi tekanan vena epidural yang mengurangi rasa nyeri. Studi lain mengemukakan bahwa posisi lengan saat abduksi memungkinkan kelonggaran di ligamen dural (Hoffman), mengakibatkan penurunan ketegangan pada akar saraf. Seringkali, distribusi atipikal. pasien mempresentasikan Sebuah studi pada nyeri anatomi radikuler dengan kadaver manusia mengkonfirmasi tingginya insiden koneksi intradural ini antara C5, C6, dan C7 rootlets dorsal (tercatat sebagai varian anatomi karena tingginya insiden daripada anomali anatomi) dan mengemukakan bahwa koneksi varian intradural ini berpotensi menjelaskan variasi klinis dan tumpang tindih Gejala sensorik yang sering diamati pada penekanan akar saraf tulang belakang servikal. Patofisiologi dari Mielopati Meskipun umumnya disepakati bahwa penekanan mekanik dari saraf tulang belakang adalah mekanisme patofisiologis primer terjadinya myelopathy, pada banyak pasien kombinasi dari penekanan statis ini bersama faktor dinamis sekunder akibat pergerakan diantara vertebra bodi, sebuah kongenital kanal stenosis, perubahan dalam morfologi intrinsik dari saraf tulang belakang, dan faktor vaskular juga berkontribusi terhadap terjadinya myelopathy. Suatu penyempitan kanal tulang belakang di bidang anteroposterior dapat menyebabkan terjadinya myelopathy servikal. Diameter anteroposterior normal tulang belakang cervical berukuran 17 sampai 18 mm pada orang dewasa, dan diameter anteroposterior dari saraf tulang belakang pada daerah servikal berukuran sekitar 10 mm. Diameter anteroposterior kanal tulang belakang kurang dari 13 mm mendefinisikan terjadinya kongenital stenosis servikal, dimana diameter lebih besar dari 16 mm menunjukkan risiko yang relatif rendah untuk terjadinya myelopathy (Gambar. 36-5A). Gbr 2.5 Kriteria radiografi penting dalam patogenesis servikal myelopathy spondylotic. A, diameter Mid-sagital kanal tulang belakang diukur sebagai jarak dari tengah permukaan dorsal dari tubuh vertebral ke titik terdekat pada garis spinolaminar. Pasien yang ukuran kanal tulang kurang dari 13 mm dianggap mengalami stenosis. B, Jarak kurang dari 12 mm dari sudut posteroinferior dari vertebral Bodi ke tepi anterosuperior lamina ketika kaudal vertebra dengan posisi leher ekstensi memberi kesan stenosis dinamis. C, Olisthesis (retrolisthesis dan anterolisthesis) lebih besar dari 3,5 mm adalah ukuran translasi yang berlebihan antara bodi vertebra. Perubahan sinyal dalam substansi tulang belakang, tercatat pada T1-weighted dan T2-weighted MRI di beberapa pasien, telah disajikandalam diagram dengan garis-garis abu-abu. Suatu hubungan yang kuat terjadi antara datarnya akar saraf karena menyempitnya kanal tulang belakang dan terjadinya myelopathy servikal. Penning dan rekan percaya bahwa gejala kompresi saraf terjadi ketika daerah cross-sectional dari akar saraf telah berkurang sebesar 30% dan daerah melintang sisa akar saraf kurang dari 60 mm2. Houser dan rekan berpendapat bahwa luas dan bentuk dari datarnya saraf tulang belakang berfungsi sebagai indikator defisit neurologis, 98% pasien dengan stenosis parah dimanifestasikan dengan gambaran saraf tulang belakang berbentuk pisang hal ini merupakan bukti klinis terjadinya myelopathy. Ono dan rekan 33 menggambarkan sebuah rasio kompresi saraf anteroposterior yang dihitung dengan membagi diameter anteroposterior saraf dengan diameter melintang akar saraf. Suatu rasio kompresi anteroposterior yang lebih rendah (<0,40) berhubungan dengan area yang mengalami cedera saraf paling parah secara histologi. rasio Pavlov, yaitu diameter anteroposterior dari kanal tulang belakang dibagi dengan diameter anteroposterior dari Vertebral bodi pada tingkat yang sama, yang diukur pada radiograf lateral, juga menunjukkan kompresi statis; nilai 0,8 atau kurang menunjukkan terjadinya penyempitan kanal servikal dan stenosis dari kanal. pergerakan segmental kolumna spinalis servikal mempengaruhi perkembangan mielopati servikal. Hiperekstensi leher mempersempit kanal tulang belakang menekuk ligamentum flavum di bagian ventral ke arah kanal. Ekstensi dan fleksi leher dapat mengubah diameter kanal sebesar 2 mm. Angulasi atau translasi diantara vertebral bodi saat fleksi atau ekstensi dapat menyebabkan penyempitan dari ruang yang tersedia untuk saraf (Gbr. 36-5B). Terutama selama ekstensi, retrolisthesis dari vertebral bodi dapat menjepit saraf tulang belakang diantara margin inferoposterior dari vertebral bodi dan tepi superior lamina. pergeseran vertebral bodi Ke depan dapat mengkompresi saraf tulang belakang antara margin posterosuperior dari vertebra Bodi dibagian bawahnya dan lamina di atasnya. Fleksi dari kolumna spinalis memperburuk pergeseran ke depan ini. Retrolisthesis dan anterolisthesis sering menyebabkan myelopathy pada pasien lansia (≥70 tahun) (Gambar. 36-5C). Selain itu, hipermobilitas di tingkat servikal ketiga dan keempat cephalad pada segmen C4-5 yang memburuk dan kaku biasanya terdapat pada orang tua, berpotensi mengakibatkan myelopathy di tingkat C3-4 hypermobile. Penelitian menggunakan model saraf tulang belakang menunjukkan bahwa saraf lebih rentan terhadap pembebanan dinamis, minor berulang dibandingkan dengan pembebanan statis yang berat. fleksi dan ekstensi Servikal tulang belakang menyebabkan perubahan morfologi dalam saraf tulang belakang itu sendiri. Breig dan rekan 39 menunjukkan bahwa saraf tulang belakang menebal dan memendek dengan ekstensi, yang membuatnya lebih rentan terhadap tekanan dari penekukan ligamentum flavum atau lamina. Saraf tulang belakang meregang saat fleksi, yang mungkin memberikansaraf tekanan intrinsik lebih tinggi jika menekan melawan diskus atau korpus vertebra di bagian anterior. Fleksi tulang belakang cervical dapat menyebabkan peregangan (strain) cedera akson melalui pembebanan tensile, mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan cedera myelin, akson yang telah cedera ini lebih rentan terhadap cedera sekunder dari proses lainnya, termasuk iskemia. Barre 41 pertama kali mengusulkan pada tahun 1924 kemungkinan bahwa faktor pembuluh darah memainkan peran penting dalam terjadinya servikal myelopathy. Perkembangan temuan menunjukkan adanya keterlibatan vaskular. Dalam dua percobaan anjing terpisah, iskemia saraf servikal ditekankan pada kompresi dari saraf mengakibatkan peningkatan dramatis dalam Temuan neurologis. Efek dari kompresi dan iskemia adalah aditif dan bertanggung jawab atas manifestasi klinis dari myelopathy. Penyelidikan ini juga mengakibatkan adanya kecurigaan bahwa iskemia mungkin memainkan peran penting dalam ireversibilitas kompresi tulang belakang. Dalam sebuah studi pada anjing secara terpisah, obstruksi pada pleksus arteri perifer menyebabkan perubahan struktural pada saraf tulang belakang. Studi klasik oleh Breig dan rekan 39 menetapkan bahwa aliran darah melalui arteri spinalis anterior dan arteri anterior radikuler berkurang ketika saluran tersebut berada di atas diskus atau korpus vertebra, tetapi posisi ini tidak memiliki dampak besar pada aliran melewati arteri spinal posterior yang berliku. Pembuluh darah dianggap paling rentan mengalami penurunan aliran darah termasuk arterioles transversus intramedulla, muncul dari arteri sulcal anterior. pembuluh darah Ini menyemburkan materi abu-abu dan kolom lateral yang berdekatan. Iskemia juga dapat terjadi dari penyempitan vena. satu jenis sel dikenal sangat sensitif terhadap cedera iskemik yaitu oligodendrocyte, sel ini memainkan peran utama dalam isolasi akson dengan selubung myelin. Kematian oligodendrocyte disebabkan oleh iskemik, tampaknya melalui mekanisme oligodendrocyte apoptosis, hal ini dapat menjelaskan demielinasi dan defisit neurologis ireversibel berikutnya terkait dengan myelopathy servikal kronis. kompresi yang parah menyebabkan perubahan patologis pada saraf tulang belakang. pusat Materi abu-abu dan kolom lateral menunjukkan perubahan yang paling nyata, dengan kavitasi kistik, gliosis, dan demielinasi kaudal dari tempat kompresi. Kolom posterior dan saluran posterolateral menunjukkan wallerian degenerasi cephalad dari tempat kompresi. menetapnya perubahan ini menjelaskan mengapa beberapa pasien gagal untuk pulih setelah operasi dekompresi. kolom Putih anterior relatif tahan terhadap infark, bahkan dalam kasus-kasus kompresi parah. 2.5 Klinis dari Syndrome Axial Neck Pain, Cervical Radiculopathy, and Myelopathy 2.5.1 Axial Neck Pain Nyeri di sepanjang leher bagian posterior dan otot trapezius tanpa radiasi ke ekstremitas atas adalah sangat umum, tapi bukan gejala yang spesifik. Pasien biasanya melokalisasi rasa sakit pada otot-otot paraspinal bagian posterior leher, dengan radiasi terhadap occiput atau pada bahu dan daerah periskapula. Pasien dapat melaporkan kekakuan pada satu arah atau lebih dan biasanya mengeluh sakit kepala. nyeri Menjalar tanpa distribusi dermatomal di bahu atau lengan dapat menyertai nyeri leher. Nyeri menjalar dapat dikaitkan dengan sensasi kehangatan atau kesemutan dan fenomena otonom seperti piloereksi dan berkeringat. Area nyeri lokal dan nyeri tekan di otot bagian posterior leher menunjukkan sprain otot atau cedera jaringan lunak. palpasi Yang mendalam dari poin pemicu ini menghasilkan pola nyeri yang menjalar di sepanjang perjalanan struktur myofascial. Menentukan posisi ketidaknyamanan maksimal juga memberikan petunjuk untuk etiologi patologis yang mendasari. nyeri leher Anterior sepanjang otot perut sternokleidomastoid akan diperburuk oleh rotasi kepala ke sisi kontralateral yang dihasilkan oleh karena ketegangan otot. Nyeri pada otot-otot leher bagian posterior yang memburuk dengan fleksi kepala menunjukkan etiologi myofascial. Nyeri pada aspek bagian posterior leher diperparah dengan ekstensi dan terutama oleh rotasi kepala ke satu sisi dapat menunjukkan komponen discogenic. Nyeri suboksipital menjalar ke bagian belakang telinga, occiput, atau leher dapat menimbulkan pertanyaan keterlibatan patologis dari tulang belakang cervical bagian atas. Rotasi terbatas dari kepala ke satu sisi menunjukkan keterlibatan artikulasi atlantoaxial ipsilateral. Adaptasi postural rasa sakit yang dimulai di tempat lain pada tubuh dapat menghasilkan nyeri sekunder di leher dan shoulder girdle. Adaptasi dan kompensasi berlebihan dari jaringan normal di leher dan shoulder girdle menghasilkan pola nyeri baru yang mungkin menetap bahkan setelah sumber awal nyeri telah teratasi. Situasi ini menunjukkan pentingnya untuk mendapatkan sejarah yang akurat tentang bagaimana awalnya presentasi dari nyeri leher dan bagaimana nyeri tersebut telah berkembang dari waktu ke waktu. Proses patologis di bahu dapat bermanifestasi berupa nyeri lokal atau menjalar nyeri pada leher, yang dapat menyebar ke bagian anterior atau lateral lengan. Pemeriksaan shoulder menyeluruh dapat membantu membedakan patologi bahu dengan patologi leher. Nyeri pada leher dan shoulder girdle juga berasal dari proses patologis di jantung, paru-paru, viscera, dan sendi temporomandibular. Demam, penurunan berat badan yang tidak disengaja, dan nyeri leher non mekanik, terutama ketika memburuk pada malam hari, menunjukkan etiologi karena infeksi atau neoplastik. kekakuan pada pagi hari, keterlibatan polyarticular, rigiditas, dan manifestasi pada kulit menunjukkan suatu elemen inflamasi arthritis. 2.5.2 Cervical Radiculopathy Servikal radikulopati mengacu pada distribusi gejala pada dermatom yang spesifik di ekstremitas atas. pasien akan mengalami nyeri yang menusuk, kesemutan, atau sensasi terbakar pada area yang terlibat. Mungkin ada kehilangan fungsi sensorik atau motorik sesuai dengan akar saraf yang terlibat, dan aktivitas refleks dapat menurun. Pasien biasanya memiliki nyeri leher dan lengan yang parah (sering unilateral) yang tidak memungkinkan mereka untuk menemukan Posisi yang nyaman. Mereka dapat hadir dengan posisi kepala miring ke sisi yang berlawanan dari nyeri lengan mereka dan kadang-kadang memegang lengan di atas kepala, biasanya mengistirahatkan pergelangan tangan atau lengan bawah di atas kepala – Shoulder abduction sign. Valsava manuver biasanya memperburuk keluhan nyeri pasien. Ekstensi dan rotasi lateral kepala ke sisi nyeri biasanya memperburuk gejala-manuver Spurling. Bertambah buruknya gejala dengan ekstensi leher sering membantu membedakan etiologi radikuler nyeri otot leher dengan proses patologis bahu dengan nyeri otot sekunder pada leher. Spurling manuver ini sangat berguna dalam membedakan Radikulopati servikal dengan etiologi nyeri leher ekstremitas atas lainnya, seperti penjepitan saraf perifer, karena ini hanya menekan struktur yang terletak pada servikal tulang belakang dengan mengurangi ukuran dari foramen intervertebralis dan meningkatkan tekanan pada akar saraf yang terlibat. Beberapa sumber dari rasa nyeri di leher dan ekstremitas atas biasanya eksis berdampingan, dan struktur dapat dikompresi di lebih dari satu tempat .68 Pasien dengan gangguan metabolisme seperti diabetes disertai dengan neuropati dan mungkin lebih rentan terhadap kompresi Radikulopati dan neuropati. Adaptasi terhadap presentasi awal Radikulopati dapat mengakibatkan patologi bahu sekunder, carpal tunnel syndrome, atau iritasi saraf ulnaris menetap lama setelah nyeri radikuler awal membaik (Tabel 36-2). Henderson dan rekan mengulas presentasi klinis pada 736 pasien dengan Radikulopati servikal: 99,4% memiliki nyeri lengan, 85,2% memiliki defisit sensorik, 79.7% memiliki nyeri leher, 71,2% memiliki defisit refleks, 68% memiliki defisit motorik, 52,5% memiliki nyeri scapular, 17,8% memiliki nyeri dada anterior, 9,7% memiliki sakit kepala, 5,9% memiliki nyeri dada anterior dan nyeri lengan, dan 1,3% memiliki nyeri dada dan lengan sisi kiri, yang dikenal sebagai angina servikal. defisit neurologis berhubungan dengan tingkat diskus yang terganggu pada sekitar 80% dari pasien dengan Radikulopati. Studi lain dari 275 pasien dengan Radikulopati servikal tercatat bahwa 59% dari pasien melaporkan sakit kepala, sering terjadi ipsilateral dari gejala radikuler. Kadang-kadang, pasien dengan kompresi akar saraf ini muncul dengan nyeri trapezius atas dan interskapula tanpa nyeri menjalar ke lengan. Tidak adanya gejala menjalar pada dermatom tidak menyingkirkan adanya gejala kompresi akar saraf. Dokter harus melakukan pemeriksaan fisik yang cermat untuk mengidentifikasi akar saraf yang terlibat, tetap diingat bahwa persilangan antara miotom dan dermatom dapat hadir . C3 radiculopathy yang dihasilkan dari patologi diskus di C2-3 dan tidak biasa. Ramus posterior dari C3 menginervasi wilayah suboksipital, dan keterlibatan dari saraf ini menimbulkan rasa nyeri di daerah ini, nyeri ini sering meluas ke oksiput dan bagian belakang telinga. Tidak ada defisit neurologis spesifik yang membantu mengidentifikasi keterlibatan radikular dari akar saraf C3. Pasien-pasien ini sulit dibedakan dari pasien dengan nyeri leher aksial dengan sumber lainnya. Nyeri unilateral, memburuknya nyeri dengan ekstensi dan rotasi, dan temuan pencitraan yang sesuai dapat menunjukkan Keterlibatan radikular. C4 radiculopathy juga dapat menjadi sumber dari nyeri leher dan bahu yang tidak dapat dijelaskan. Pasien kadang-kadang memiliki parestesia atau mati rasa di leher bagian bawah memanjang ke arah lateral menuju superior aspek bahu. Keterlibatan diafragma dapat disebabkan oleh keterlibatan akar saraf C3-5 . Defisit motorik di diafragma bermanifestasi sebagai respirasi yang paradoks dan bisa dikonfirmasi dengan evaluasi fluoroscopic diafragma selama respirasi. Dengan respirasi paradoks, kontraksi hemidiafragma yang tidak terpengaruh dan turun saat inspirasi; perjalanan ke bawah ini mentransmisikan tekanan ke rongga perut, menghasilkan gerakan pasif ke atas sisi lumpuh. Suatu " sniff test," dilakukan di bawah fluoroscopy, mendeteksi suatu gerakan paradoks: inspirasi Cepat berulang melalui lubang hidung normal mengakibatkan turunnya kedua hemidiaphragms, tetapi dengan kelumpuhan diafragma unilateral, terdapat gerakan paradoks ke atas dari sisi yang lumpuh. C5 radikulopati bermanifestasi secara klasik berupa rasa nyeri atau parestesia pada daerah "epaulet", dari aspek superior bahu meluas ke lateral hingga pertengahan lengan. saraf C5 hanya menginervasi otot deltoid, dan keterlibatan C5 dapat menyebabkan kelemahan deltoid. kelemahan juga mungkin ada saat eksternal rotasi bahu (supraspinatus dan infraspinatus) dan fleksi siku (bisep brakialis). refleks Bisep terutama menunjukkan integritas neurologis C6 tetapi juga memiliki komponen C5. cedera rotator cuff dan patologi bahu lainnya bermanifestasi berupa gejala yang sama dan dapat berdampingan dengan radikulopati servikal; sendi bahu harus benar-benar diperiksa pada semua pasien dengan dugaan radikulopati servikal. Rentang gerak bahu tanpa disertai rasa sakit dengan kekuatan yang baik pada otot rotator cuff membantu mengesampingkan patologi bahu. radikulopati C6 bermanifestasi berupa nyeri yang menjalar dari dasar leher ke aspek lateral siku, meluas sisi radial lengan bawah dan sisi digiti radial, lebih sering melibatkan jempol. Kesemutan atau parestesia mungkin ada pada distribusi yang sama. Defisit motorik dapat ditemukan dalam ekstensor pergelangan tangan, fleksi siku, dan supinasi lengan bawah. Kompresi pada C6 akan langsung mempengaruhi refleks brakioradialis; Namun, sedikit perubahan pada refleks bisep mungkin terjadi. Gejala sensorik dapat menyerupai gejala carpal tunnel syndrome, yang biasanya melibatkan sisi radial dari tiga setengah digiti dan menyebabkan kelemahan pada otot-otot thenar. C7 adalah akar saraf yang paling sering terlibat dalam radikulopati servikal dan merupakan hasil dari patologi ruang diskus C6-7. Pasien melaporkan nyeri menjalar dari leher ke bahu, turun sepanjang triceps, lalu sepanjang bagian dorsum lengan bawah ke bagian dorsum jari tengah. Pasien biasanya mempronasikan lengan ketika mencoba untuk menggambarkan radiasi gejala mereka ke bagian dorsum tangan atau jari tengah, pengamatan berguna ketika mencoba untuk membedakan gejala pada tangan dengan carpal tunnel syndrome atau C6 radikulopati. Nyeri payudara kronis juga telah dikaitkan dengan C7 radikulopati. kelemahan 72 motorik ditemukan di trisep, fleksor pergelangan tangan, dan ekstensor jari dengan C7 radikulopati. Refleks trisep mungkin tidak ada atau berkurang. C8 radiculopathy terkadang terjadi akibat herniasi atau spondylosis di tingkat C7-T1. Pasien datang dengan parestesia atau nyeri pada distribusi dermatom sepanjang perbatasan sisi ulnaris lengan atas dan lengan bawah, yang menjalar ke aspek ulnar dari tangan menuju jari kelingking dan jari manis. Mati rasa biasanya melibatkan aspek dorsal dan volar dari dua jari di sisi ulnaris dan tangan. Otot-otot kecil tangan menunjukkan kelemahan, dan pasien melaporkan kesulitan menggunakan tangan mereka untuk kegiatan rutin sehari-hari. Klinisi harus membedakan antara C8 radikulopati dan penjepitan saraf ulnaris. C8 radikulopati dapat mempengaruhi fungsi dari fleksor digitorum profundus pada indeks dan jari tengah dan fungsi dari fleksor pollicis longus pada ibu jari, tapi penjepitan saraf ulnaris tidak berpengaruh pada otot-otot ini. Keterlibatan saraf ulnaris mempengaruhi semua otot-otot tenar pendek kecuali pollicis adductor, sedangkan C8 radiculopathy mempengaruhi otot-otot ini (Gbr. 36-6). Pola distribusi nyeri ini merupakan deskripsi klasik dan harus digunakan sebagai pedoman umum untuk evaluasi dan diagnosis kompresi radikuler patologi. Karena variasi anatomi, kondisi kronis, dan keterlibatan beberapa level, presentasi klinis mungkin kurang tepat. 2.5.3 Cervical Myelopathy Sifat halus temuan klinis awal mielopati servikal spondylotic membuat diagnosis tantangan. Temuan fisik servikal mielopati spondylotic dapat bervariasi tergantung pada bagian anatomi dari saraf utama yang terlibat secara signifikan. Gejala sensorik timbul dari kompresi di tiga lokasi anatomi terpisah: (1) saluran spinotalamikus, mempengaruhi nyeri kontralateral dan sensasi suhu dengan sentuhan ringan sering ditemukan; (2) kolom posterior, yang mempengaruhi posisi ipsilateral dan getaran rasa, mungkin menyebabkan gangguan gaya berjalan; dan (3) kompresi akar dorsal, yang menyebabkan penurunan sensasi dermatom. Pemeriksaan Motor dan refleks biasanya mengungkapkan Lower motor neuron sign pada tingkat lesi servikal (hiporefleksia dan kelemahan pada ekstremitas atas) dan upper motor neuron sign di bawah lesi lesi (hyperreflexia dan spastisitas pada ekstremitas bawah) .30 Crandall dan Batzdorf 73 menggambarkan lima kategori umum servikal spondylotic mielopati: (1) Pada sindrom lesi transverse, kortikospinalis, spinotalamikus, dan saluran saraf posterior pada dasarnya ikut terlibat. mielopati ini dihubungkan dengan durasi terpanjang dari gejala, kategori ini menggambarkan tahap akhir penyakit. (2) Dalam sindrom sistem motorik, saluran kortikospinalis dan sel tanduk anterior dilibatkan, sehingga menghasilkan spastisitas. (3) Dalam central cord sindrom, defisit motorik dan sensorik mempengaruhi ekstremitas atas lebih parah daripada ekstremitas bawah. (4) Sindrom Brown-Sequard terdiri dari defisit motorik ipsilateral disertai defisit sensorik kontralateral dan tampaknya menjadi bentuk yang paling ringan dari penyakit. (5) Brachialgia dan cord syndrom terdiri dari nyeri radikuler di ekstremitas atas bersama dengan tanda motorik atau tanda saluran panjang sensorik. Gbr 2.6 Evaluasi neurologis pada pasien dengan radiculopathy servikal dan myelopathy. Ferguson dan Caplan membagi servikal spondylotic mielopati menjadi empat sindrom: (1) sindrom medial, yang terutama terdiri dari tandatanda saluran panjang; (2) sindrom lateral, yang terutama terdiri dari gejala radikuler; (3) gabungan medial dan sindrom lateral, yang merupakan presentasi yang paling umum dan mencakup aspek keterlibatan saraf dan akar saraf; dan (4) sindrom vaskular, yang dimanifestasikan dengan mielopati yang progresif cepat dan kemungkinan merupakan insufisiensi vaskular saraf tulang belakang servikal. Pola sensorik atau motorik yang jelas mungkin tidak akan hadir dengan sindrom ini karena cedera variabel saraf akibat iskemia pembuluh darah. Presentasi klinis kelima, sindrom anterior, juga telah dijelaskan, yang terdiri dari kelemahan tanpa rasa sakit di ekstremitas atas tanpa disertai gejala pada ekstremitas bawah dan tanpa tanda-tanda radikuler atau saluran panjang .30 Temuan dalam servikal spondylotic mielopati bervariasi pada setiap pasien. Pasien dapat melaporkan onset berbahaya dari kekakuan di tangan atau mati rasa yang menyebar di tangan mengakibatkan memburuknya tulisan tangan atau keterampilan motorik halus lainnya selama beberapa bulan atau minggu terakhir serta kesulitan untuk menggenggam atau memegang benda (misalnya, bermasalah saat memanipulasi kancing atau resleting ). Pasien sering mengalami kesulitan yang meningkat yang berkaitan dengan keseimbangan, mereka sering mengkaitkan hal ini dengan usia atau dengan arthritis sendi pinggul; kerabat dapat melihat cara berjalan pasien telah menjadi semakin kaku, pasien memegang suatu objek untuk membantu menjaga keseimbangannya. Nurick 76 mengembangkan sistem untuk grading kecacatan pada servikal spondylotic mielopati atas dasar kelainan cara berjalan. Spastisitas, kelemahan otot, dan wasting di bagian bawah kaki dengan kehilangan propriosepsi mengakibatkan tidak stabil. Pada individu yang parah bisa quadriparetic atau quadriplegi ketika pertama kali dilihat. Pemeriksaan fisik menunjukkan refleks tendon berlebihan, klonus yang menetap, tidak ada atau berkurangnya refleks superfisial, dan adanya refleks patologis mengkonfirmasi lesi motor neuron atas. Myelopathy yang disebabkan oleh patologi di daerah saraf cephalad dari C3 dapat mengakibatkan refleks scapulohumeral hiperaktif (dengan menekan tulang belakang skapula atau akromion dengan tekanan yang diarahkan ke arah kaudal pada sisi lengan pasien yang beristirahat dalam posisi duduk menghasilkan elevasi cepat scapular atau abduksi humerus atau keduanya). Respon ini merupakan refleks peregangan otot trapezius. Refleks superfisial, seperti refleks perut dan cremasteric, sering berkurang atau tidak ada bila terdapat lesi motor neuron atas. Refleks patologis merupakan tanda-tanda saluran panjang yang abnormal dan menunjukkan kompresi saraf. Pasien dengan spondylotic mielopati sedang hingga parah biasanya menunjukkan refleks patologis berikut dalam berbagai tingkatan: (1) inverted radial refleks-diindikasikan pada kompresi saraf di C6 dan hadir saat timbulnya refleks brakioradialis, brakioradialis ini hyporesponsive dan jarijari ipsilateral fleksi dengan cepat pada setiap ketukan palu; (2) Hoffman refleks - muncul jika sendi interphalangeal ipsilateral dari ibu jari dan jari telunjuk diflexikan ketika permukaan volar dari phalanx distal jari tengah dijentikkan ke arah ekstensi dan merupakan indikasi kuat terjadinya tumbukan saraf ketika asimetris; dan (3) ekstensor plantar refleks (juga disebut Babinski sign) -terjadi saat menggosok mata kaki lateral dari tumit disepanjang kurva ke bantalan metatarsal dengan menggunakan benda tumpul akan menyebabkan dorsiflexi hallux dan ujung jari-jari kaki menyebar (lihat Gambar. 36-6) .30,66 Kombinasi keterlibatan servikal dan lumbal terdapat pada 13% pasien dengan spondylosis, menghasilkan gambaran klinis yang berpotensi membingungkan pada temuan lower motor neuron ekstremitas bawah. Temuan sensorik pada servikal spondylotic mielopati juga bervariasi. Tergantung pada daerah dari saraf atau akar saraf yang terganggu, sensasi nyeri, suhu, propriosepsi, getaran, dan dermatom semuanya dapat berkurang. Temuan saat pemeriksaan biasanya tidak termasuk gangguan sfingter. Pasien mungkin hadir dengan keluhan kencing: merasa tidak puas, sering, dan, jarang, inkontinensia atau retensi. Dalam studi oleh Crandall dan Batzdorf dari 62 pasien dengan servikal spondylotic mielopati, nyeri leher muncul pada kurang dari 50% pasien, dan nyeri radikuler terkait muncul di 38%. Sensasi seperti kejutan di punggung dan ekstremitas atas dan bawah yang dihasilkan dari fleksi cepat atau ekstensi leher -Lhermitte sign- muncul pada 27% pasien, dan gangguan sfingter hadir pada 44% pasien. Di masa lalu, gangguan pada tangan yang terutama disebabkan patologi radikuler. Beberapa laporan telah menunjukkan temuan yang spesifik untuk " mielopati pada tangan," menunjukkan mielopati servikal tinggi di atas level C5. mati rasa yang menyebar di tangan adalah sangat umum dan sering salah didiagnosis sebagai carpal tunnel syndrome atau neuropati perifer. Kekakuan dari tangan mengakibatkan ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas motorik halus. Pengecilan otot intrinsik tangan biasanya muncul dan berlangsung diam-diam dengan kelemahan ekstensi jari dan adduksi. Ono dan rekan menjelaskan dua tanda-tanda specifik dari mielopati pada tangan yang menandakan keterlibatan saluran piramida: (1) finger-escape Sign- saat be pasien rusaha untuk mengekstensikan jari-jari secara maksimal dengan telapak tangan menghadap ke bawah, dua atau tiga jari di sisi ulnar cenderung menjadi abduksi dan fleksi setelah durasi selama 30 detik; dan (2) grip dan release test - penurunan kemampuan untuk membuka dan menutup kepalan tangan dengan cepat karena kelemahan dan spastisitas. Normalnya lebih dari 20 genggaman dan gerakan membuka selama 10 detik. Untuk membedakan antara tanda-tanda neuron motorik bagian atas yang timbul dari patologi otak dengan tanda-tanda yang timbul dari patologi saraf servikal, tes jaw jerk dapat dilakukan. Penutupan mulut (menghentakan ke atas mandibula) yang disebabkan oleh penekanan rahang bawah pada sudut bagian bawah dengan posisi mulut sedikit terbuka merupakan jaw jerk tes positif. Respon ini menandakan bahwa asal temuan neuron motorik atas mungkin lebih tinggi dari otak dibandingkan dengan kanal tulang belakang dan secara khusus menguji saraf kranial V. Banyak kondisi neurologis menyerupai servikal mielopati spondylotic. Multiple sclerosis memiliki plak khas yang dapat dilihat pada magnetic resonance imaging (MRI) otak dan saraf tulang belakang. Penyakit ini adalah gangguan demielinasi dari sistem saraf pusat dan menyebabkan gejala motorik dan sensorik tetapi biasanya memiliki remisi dan eksaserbasi dan keterlibatan saraf kranial. Amyotrophic lateral sclerosis menghasilkan gejala motor neuron atas dan bawah, tanpa perubahan pada sensasi. Degenerasi kombinasi subakut terlihat dengan adanya defisiensi vitamin B12 yang menyebabkan gejala saluran kortikospinalis dan saluran posterior, dengan keterlibatan sensorik yang lebih besar di ekstremitas bawah. Pasien dengan metabolik atau idiopatik perifer neuropati memiliki gejala sensorik yang dapat meniru gejala mielopati (Tabel 36-3). Diagnostic Work-up Anamnesis yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik memungkinkan diagnosis radiculopathy dan myelopathy dalam sebagian besar kasus. Dalam hal ini, studi pencitraan sangat membantu dalam mengidentifikasi tingkat yang benar pada saraf yang mengalami gangguan. Sebaliknya, Diagnostik work-up untuk nyeri leher tetap menantang karena perubahan degeneratif sering terjadi pada seseorang tanpa menunjukkan gejala. Penyebab perubahan struktural pada nyeri leher sering memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Bahkan dengan suntikan tulang belakang, sumber nyeri leher aksial tidak dapat diidentifikasi dengan pasti. 2.6. Imaging Studies Meskipun magnetic resonance imaging (MRI) telah menjadi modalitas pencitraan pilihan, radiografi standar masih membantu karena mereka memberikan penilaian langsung pada spondylosis cervical. Namun, dengan tidak terdapatnya tanda-tanda radiculopathy atau myelopathy, studi pencitraan tidak diperlukan dalam 4-6 minggu pertama setelah timbulnya gejala. 2.6.1 Radiografi standar Radiografi standar tulang belakang cervical pada potongan anteroposterior dan lateral menunjukkan: Profil sagital (misalnya hilangnya lordosis, kyphosis) (Gambar. 2a) Diameter kanal tulang belakang sagital (Gbr. 2a, b) Keselarasan tulang belakang dan hubungan antar tulang (misalnya spondylolisthesis) (Gbr. 2c) Penyempitan Ruang diskus (Gbr. 2c) Struktur tulang belakang (kolaps vertebra, osteofit) Perkembangan Anomali (os odontoideum, Klippel-Feil sindrom) Osteoarthritis pada Sendi facet (Gbr. 2e) Difus idiopatik skeletal hyperostosis (DISH) Diameter sagital dari kanal tulang belakang diukur dari aspek posterior tubuh midvertebral ke garis spinolaminar dan 14-22mm dari Subjek normal. Seorang pasien dengan diameter kanal tulang belakang kurang dari 10 mm dianggap berisiko tinggi mengidap CSM [74]. Sebuah rasio terhadap diameter kanal tulang belakang dan vertebral body sagital (indeks Pavlov) (Gambar. 2a) dari 0,8 atau kurang menunjukkan peningkatan risiko terjadinya myelopathy. Namun, dengan munculnya MRI pengukuran ini telah menjadi kurang penting, karena pada MRI tingkat gangguan saraf dapat langsung divisualisasikan. Radiografi Oblique memungkinkan kita melihat keselarasan sendi facet, OA pada sendi facet dan foraminal stenosis (Gbr. 2e) . Dimana standar utilitas radiografi anteroposterior dan lateral tulang belakang cervical diterima dengan baik, nilai radiografi saat fleksi dan ekstensi masih kontroversial. Debat berlanjut pada Definisi radiologi dari instability.White et al. [286] telah menyarankan kriteria untuk ketidakstabilan subaxial (Gbr. 2f, g) namun menekankan bahwa interpretasi mereka tetap subjektif [286]. Serupa dengan tulang belakang lumbal, pencitraan telah gagal untuk memungkinkan diagnosis yang dapat diandalkan dan ketidakstabilan tetap merupakan diagnosis. Gbr 2.7 Sinar-X konvensional menunjukkan: profil sagital (hilangnya lordosis, kyphosis), kanal tulang belakang vertebral bodi rasio diameter sagital (indeks Pavlov normal); b kanal tulang belakang indeks kongenital Pavlov); c sempit (penurunan keselarasan sagital (spondylolisthesis), osteofit; d White et al. bentukan [289] menganalisis radiografi dari 258 pasien secara atlantoaxial osteoarthritis sendi facet (panah); retrospektif. 23 pasien didiagnosis spondylolisthesis dari gambar lateral yang e foraminal stenosis (panah). netral, 6 (3%) dari yang menunjukkan perubahan sebesar 2-4 mm saat fleksi dan ekstensi, hanya dua pasien (1%) menunjukkan spondylolisthesis pada fleksi-ekstensi tidak terlihat di radiografi lateral netral. Para penulis menyimpulkan bahwa spondylolisthesis yang terungkap pada fleksi-ekstensi radiografi tidak menyebabkan perubahan dalam hal manajemen setelah meninjau grafik medis, dan mempertimbangkan paparan radiasi dan biaya radiografi dinamis tidak lagi dianggap penting dalam gangguan servikal degeneratif. Gbr 2.8 Kriteria radiologis menurut White et al ketidakstabilan segmental harus ditafsirkan secara tentatif. f, g, namun, anterolisthesis lebih dari 3.5mm atau angulasi 11 derajat lebih tinggi 2.6.2 Magnetic Resonance Imaging MRI adalah modalitas pencitraan pilihan karena non-invasif, kontras jaringan sangat baik dan memiliki kemampuan multiplanar (Gambar. 3a-c). Beberapa keterbatasan yang ada adalah mengenai penilaian yang detil dari perubahan tulang. MRI merupakan modalitas pencitraan yang sangat sensitif tetapi spesifitasnya terhambat oleh tingginya tingkat perubahan asimtomatik yang ditemukan pada individu tanpa gejala. MRI memperlihatkan herniasi pada 20-35% dan penggembungan diskus sebesar 56% yang asimtomatik dari orang dewasa di bawah usia 60 tahun. MRI sering menunjukkan perubahan endplate (Modic) yang telah terbukti menjadi indikasi gejala degenerasi diskus di tulang belakang lumbal. Sebuah aspek penting dalam penilaian CSM adalah CSF anterior dan posterior dari saraf tulang belakang. Penilaian ini sebaiknya dilakukan menggunakan rangkaian T1W, karena rangkaian T2W cenderung lebih menekankan kompresi (Gambar. 3a, b). MRI juga memungkinkan penilaian yang sangat baik dari persimpangan craniocervical (C0-C2). Namun, perubahan struktur ligamen dan khususnya kelainan rotasi sering terlihat pada kontrol asimtomatik. perubahan intensitas MR sinyal dalam saraf tulang belakang dianggap mewakili lesi struktural dari saraf tulang belakang. Berdasarkan investigasi histopatologi, Oshiho et al menemukan bahwa gambaran intensitas tinggi sinyal T2W yang abnormal adalah non-spesifik pada lesi ringan atau daerah dengan edema. Pada materi abu-abu, sebuah gambar T1W rendah dalam hubungannya dengan gambar intensitas tinggi sinyal T2W muncul pada lesi yang parah dengan perubahan nekrosis, myelomalacia, atau spongiform. Dalam materi putih, abnormal intensitas tinggi pada gambar T1W muncul pada lesi yang berat . Namun, ada kontroversi mengenai pentingnya prognostik dari perubahan ini. Harus diperhatikan sehubungan dengan diagnosis dalam kasus di mana tingkat perubahan sinyal tidak sesuai dengan jumlah kompresi. Pada kasus ini penyebab neurologis lain, misalnya multiple sclerosis, harus dipertimbangkan (Gbr. 3d). Gbr 2.8 MRI adalah modalitas pencitraan pilihan untuk menunjukkan perubahan degeneratif dan kompresi saraf. a. T2W gambar yang menunjukkan herniations disc (panah) dan perubahan intensitas sinyal saraf tulang belakang. Gambar T2W cenderung mengoverestimate kompresi sumsum tulang belakang. b. Gambar T1W (pasien yang sama seperti a) sebaiknya digunakan untuk penilaian ini. c. Axial T2W gambar yang menunjukkan herniasi besar disk dan Spurs (panah) menekan saraf tulang belakang. 2.6.3 CT Myelography d. T2W gambar pasien yang menderita multilevel herniasi diskus servikal MRI, dengan CT kompresi saraf Dibandingkan myelography lebih sering digunakan dan tulang belakang di C3 / 4 (panah). Perubahan masih merupakan pilihan bagi beberapa ahli bedah karena kemampuannya intensitas sinyal parah di C4 / 5 dan C5 / 6 (panah) yang dalamdengan menggambarkan struktur tulang (missal ostefit, OPLL) tidakbaik berkorelasi sisi dan tingkat kompresi saraf hubungannya dan karena itu terhadap menunjukkan gangguan dalam spinal cord. (fig. 4a,b).Gambaranradiologis tambahan (misalnya multiple sclerosis, seperti pada potogan forainal sangat membntu dalam rencana preoperative dalam kasus ini). dekompresi pda pasien dengan CSR.CT myelography merupkan pilihan pada kasus dimana pasien memgalami kontraindikasi terhadap MRI (mis pacemaker) atau pada kasus dimana terdapat implant. Gambaran pada posisi flexi dan ekstensi membantu didalam memberikan gambaran kompresi dinamis dari spinal cord. 2.6.4 Studi Injeksi Keberhasilan dalam mentreatment nyeri leher axial adalah dengan menentukan lokasi yang tepat dari asal nyerinya. Sangat sulit untk menentukan nyeri leher discogenic dengan hanya mengandalkan MRI. Discography pada penyakit degenerative diskus cervical memiliki aplikasiyang terbatas, karena pencetus nyeri terlihat di beberapa diskus. Pengambilan keputusan bedah mengenai diskus mana yang harus di terapi menjadi begitu sulit. Gbr 2.9 CT mielografi lebih baik dalam dari MRI menunjukkan Spurs, ossifications dan stenosis foraminal dalam kaitannya dengan akar saraf dan saraf tulang belakang. a. Axial CT myelo gambar menunjukkan stenosis 2.6.4 Neurophysiological Assessment foraminal (panah) karena osteoartritis sendi fasetNeurophysiological Pemeriksaan diindikasikan pada kondisi dimana parah; b. Reformasi keadaan klinis pada pasien tidak sesuai dengan gambaran radiologisnya. image sagital Studi neurophysiological sangat membantu dalam mengeksklusi cedera saraf menunjukkan sebuah anterior misal / posterior perifer, ulnar nerve syndrome dan carpal tunnel syndrome. Studi kompresi saraf tulang neurophysiological ini memiliki tingkat false-positive yang tinggi. Pada belakang (efek menjepit, CSM, neurophysiological memiliki peranan yang lebih penting panah);investigasi c. Reformasi gambar parasagittal dibandingkan pada radiculopathy. Kelainan Somatosensory evoked potential menunjukkan (SSEP) sering stenosis berhubungan dengan myelopathy, tapi tidak berhubungan foraminal berat (panah). dengan radiculopath. Dalam kompresi saraf subklinis, kelainan SSEP dan motor evoked potential (MEPs) ditemukan pada setengah penderita CSM dan sepertiganya berkembang menjadi myelopathy selama follow-up durasi 2 tahun. Mungkin, peranan penting dari penilaian Neurophysiological adalah untuk memonitor perkembangan dari cervical myelopathy, dimana hal ini penting dalam pengambilan keputusan bedah. Namun SSEPs dan MEPs memiliki kegunaan yang terbatas didalam mengevaluasi hasil terapi pada individu tapi sangat berguna dalam mengevaluasi hasil terapi didalam suatu grup. 2.7 Differential Diagnosis Diagnosis banding sangat penting karena sejumlah besar patologi lain mungkin menyerupai servikal radiculopathy dan myelopathy. Diagnosis banding yang paling sering adalah: Sindrom nerve entrapment Gangguan pada girdle bahu (rotator cuff robekan, sindrom impingement, tendinitis) Plexopathy brachial akut (sindrom Parsonage-Turner, neuralgic amyotrophy) Sindrom outlet thoracic Brachial Plexitis / neuritis (misalnya herpes zoster) Amyotrophic lateral sclerosis Tumor (misalnya Pancoast tumor) Penyakit jantung koroner Diagnosis banding ini dapat disingkirkan dalam sebagian besar kasus melalui Pemeriksaan klinis neurologis dan neurofisiologis menyeluruh (lihat Bab11, 12). 2.8 Non-operatif Treatment Spektrum gejala pada gangguan cervical degeneratif berkisar dari nyeri leher ringan yang sembuh sendiri yang non-spesifik hingga nyeri parah progresif yang menyebabkan tetraparesis seperti yang terlihat di CSM. Dengan demikian, keputusan pengobatan tergantung pada patologi yang mendasari. Secara umum, tujuan pengobatan adalah (Tabel 5): Tabel 1. Tujuan Treatment Meredakan nyeri Mencegah kerusakan neurologis Meningkatkan keterbatasan fungsional Membalikkan atau meningkatkan defisit neurologis Pilihan pengobatan sangat tergantung pada hasil anamnesis. Hasil yang diharapkan dari pengobatan harus ditimbang antara risiko dan keuntungannya. Natural History Neck Pain Sebagian besar kasus non-spesifik nyeri leher akut terselesaikan dalam beberapa hari atau minggu setelah onset. Sejarah alami dari nyeri leher tidak dieksplorasi dengan baik sejak pasien dengan nyeri persisten menerima perawatan non-operatif. Namun, Studi epidemiologi besar pada 1100 orang dewasa Saskatchewan mengungkapkan bahwa antara subyek dengan nyeri leher lazim pada awal, 37% melaporkan masalah persisten dan 9,9% mengalami kejengkelan selama masa tindak lanjut. Dua puluh tiga persen dari pasien dengan nyeri leher di laporan awal mengalami episode berulang. Kejadian tahunan nyeri leher yang menon-aktifkan terdapat 6% . Cote et al. menyimpulkan kontras dengan keyakinan sebelumnya, sebagian besar individu dengan nyeri leher tidak mengalami resolusi gejala lengkap dan ketidakmampuan mereka. Dalam sebuah studi tindak lanjut 10 tahun pada 205 pasien, Gore et al mengamati bahwa 79% memiliki penurunan nyeri, dan 43% bebas dari nyeri. Namun, 32% terus memiliki rasa nyeri sisa dengan derajat sedang atau berat. Pasien terluka dan awalnya menderita nyeri parah memiliki kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang tidak memuaskan. Adanya nyeri yang parah, namun, itu tidak terkait dengan adanya perubahan degeneratif, diameter sagital dari kanal tulang belakang, atau tingkat lordosis tulang cervical. Cervical Diskus Herniasi dan Radiculopathy Mochida et al menganalisis resorpsi spontan cervical herniasi dengan menggunakan MRI. Para penulis menemukan bahwa pada sekitar sepertiga dari pasien, Materi yang mengalami herniasi berkurang dengan waktu. Pasien dengan migrasi diskus menunjukkan regresi yang lebih dari pasien dengan tonjolan. Herniasi pada diskus yang lembut tampaknya menjadi satu-satunya faktor kompresi statis yang menghilang secara spontan. Pengetahuan perkembangan radiculopathy masih sangat jarang. Dalam sebuah survei epidemiologi dari cervical radiculopathy di Rochester, 90% dari 561 pasien adalah tanpa gejala atau hanya sedikit lumpuh karena Cervical Radiculopathy ini berdasarkan rata-rata tindak lanjut selama 5 tahun. Cervical Myelopathy perkembangan Ukuran kanal tulang belakang merupakan salah satu faktor risiko paling penting yang dapat menyebabkan CSM. Humphreys et al menunjukkan bahwa ketinggian foraminal, lebar, dan area pada pasien tidak bergejala ukurannya lebih besar daripada pasien yang bergejala. Salah satu laporan pertama tentang perkembangan dari CSM diberikan oleh Clark dan Robinson. Para penulis melaporkan bahwa sekali gangguan didiagnosis, remisi lengkap dan remisi spontan untuk kembali normal tidak pernah terjadi. Pada 75% pasien, terjadi episodik memburuk dengan kerusakan neurologis, 20% memiliki perkembangan stabil yang lambat, sedangkan 5% memiliki perkembangan dengan onset yang cepat. Lees dan Turner melaporkan bahwa terdapat perkembangan kerusakan neurologis, tetapi program ini tidak dapat diprediksi. perkembangan dari cervical myelopathy memiliki variabel klinis disability stabil dengan jangka waktu yang lama dan dapat diikuti oleh beberapa keadaan progresif memburuk. Philipps mengamati peningkatan pada 50% pasien dengan gejala kurang dari 1 tahun dan 40% dari pasien dengan gejala untuk antara 1 dan 2 tahun, sedangkan pada pasien dengan gejala selama lebih dari 2 tahun tidak terdapat perbaikan. Yonenobu melaporkan bahwa trauma minor dapat secara signifikan mempengaruhi perkembangan OPLL. Dalam sebuah studi oleh komite Jepang pada OPLL, 21% dari pasien mengalami kerusakan akut gejala neurologis oleh karena trauma sepele seperti tergelincir. Pada seri kecil dengan tindak lanjut yang singkat, kadanka et al menemukan bahwa pasien dengan perkembangan gejala yang sangat lambat dan durasi Gejala yang relatif panjang memiliki prognosis tidak lebih baik atau lebih buruk daripada operasi. Modalitas Treatment Konservatif Non-spesifik nyeri leher dan nyeri leher spondylosis terkait sebaiknya dikelola dengan pengobatan non-operatif karena hubungan struktural yang jelas yang bisa diatasi dengan operasi tidak ada. Pada kasus dengan radiculopathy, percobaan awal perawatan dengan non-operatif sangat dianjurkan dalam ketiadaan defisit motorik (MRC kelas> 3). Lucunya, herniasi diskus lunak merespon lebih baik pada perawatan konservatif dibandingkan CSR. Namun, indikasi untuk operasi harus dilakukan setelah kegagalan percobaan dengan pendekatan non-operatif. Pengobatan nonpembedahan hanya ditunjukkan dalam bentuk ringan dari CSM, tetapi dalam kasus dengan kompresi saraf tulang belakang sirkumferensial, pemburukan dalam perawatan konservatif harus diperkirakan. Dari banyaknya Metode pengobatan, sedikit sekali data ilmiah yang tersedia untuk memungkinkan pedoman pengobatan sesuai evidence-based. Medikasi Oral Terapi obat-obatan untuk gangguan nyeri leher terdiri dari: Analgetik NSAID Pelemas otot Obat-obatan psikotropika Berbeda dengan tulang belakang lumbal, obat-obatan oral yang umum digunakan dalam praktek klinis (misalnya OAINS, antidepresan trisiklik, agen neuroleptik dan opioid analgesik) memiliki bukti yang kurang mengenai efektivitas klinis untuk nyeri leher mekanik. Tidak terdapat analisis yang komprehensif yang tersedia untuk nyeri leher akut dan lengan radikuler. Cervical Collar Dalam episode nyeri leher akut, cervical collar tidak ada manfaatnya. Di sisi lain, pengobatan dengan collar tidak lebih baik atau lebih buruk daripada pengobatan alternatif lainnya (yaitu fisioterapi atau operasi) pada pasien dengan radiculopath. Tidak terdapat rekomendasi evidence based yang dapat diberikan untuk penggunaan cervical collar. Terapi Manipulatif Terapi manipulatif tetap merupakan pengobatan utama konservatif untuk gangguan degeneratif tulang belakang cervical. Khususnya, traksi telah dilaporkan menghasilkan perbaikanjangka pendek dari radiculopathy. Debat berlanjut pada keamanan terapi manipulatif tulang belakang cervical. Berdasarkan survei nasional 19.122 pasien, efek samping ringan (nyeri kepala, pingsan / pusing, mati rasa / kesemutan) yang tidak jarang hingga 7 hari setelah intervensi, dengan kejadian berkisar antara 4 sampai 15/1 000. Efek samping serius (yang dapat menyebabkan cacat menetap) yang sangat langka (10/01 000). Namun, ini tidak mengesampingkan merugikan pada individu pasien (Kasus Pendahuluan). Rubinstein et al. [230] menyimpulkan bahwa manfaat dari perawatan chiropractic untuk nyeri leher memiliki keuntungan lebih besar daripada risiko potensial. Terdapat bukti moderat spinal manipulative therapy (SMT) dan mobilisasi lebih unggul dibanding manajemen dokter umum untuk pengurangan nyeri leher kronis dalam jangka pendek. Dalam campuran nyeri leher akut dan kronis, terdapat bukti moderate bahwa mobilisasi lebih unggul dibandingkan terapi fisik dan perawatan dokter keluarga. Hanya ada beberapa studi tentang nyeri leher akut dan bukti saat ini tidak meyakinkan. Physical Exercises Terdapat bukti moderat yang mendukung efektivitas jangka panjang dari kedua resistensi latihan isometrik dan dinamis dari otot leher dan bahu untuk gangguan leher kronis atau sering. Tidak terdapat bukti yang mendukung efektivitas jangka panjang dari latihan postural dan proprioseptif atau latihan dengan intensitas rendah lainnya. Multidisciplinary Rehabilitation Programs Berbeda dengan tulang belakang lumbal, tampaknya terdapat sedikit bukti ilmiah sejauh ini untuk efektivitas program rehabilitasi multidisiplin pada nyeri leher dan bahu dibandingkan dengan metode rehabilitasi lain. Namun, Kesimpulan ini disebabkan oleh rendahnya kualitas uji klinis yang tersedia. Massage Tidak terdapat rekomendasi praktek klinis dapat dibuat untuk efektivitas pijat untuk nyeri leher. Spinal Injections Lucunya, suntikan transforaminal dengan aplikasi steroid epidural dapat mengakibatkan nyeri instan pada pasien yang menderita Cervical Radiculopathy [70, 163, 262], meskipun suntikan anestesi lokal tampaknya memiliki efek yang sama [8]. Untuk nyeri leher kronis, injeksi intramuskular lidocaine lebih unggul dibandingkan dengan plasebo atau tusukan jarum kering pada follow -up, tetapi mirip dengan ultrasound. Terdapat bukti yang terbatas mengenai efektivitas injeksi dari epidural methylprednisolone dan lidocaine untuk nyeri leher kronis dengan gejala radikuler. Radiofrequency Denervation Meskipun beberapa penelitian melaporkan hasil yang memuaskan, terdapat bukti yang terbatas bahwa frekuensi radio denervasi memberikan perbaikan jangka pendek untuk nyeri leher kronis pada origin sendi zygapophysial dan untuk nyeri kronis cervicobrachial. Acupuncture Bukti untuk akupunktur dianggap tidak meyakinkan dan sulit untuk ditafsirkan. Electrotherapy Sistematis review oleh Kroeling et al. kesimpulan yang pasti tidak dapat membuat tentang elektroterapi untuk nyeri leher. saat ini terdapat bukti pada galvanik (langsung atau melalui denyut), iontophoresis, stimulasi electromuscle (EMS), transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), pulsed electromagnetic field (PEMF) dan magnet permanen adalah kurang baik, terbatas, atau bertentangan. Infrared Laser Therapy Review oleh Chow et al. [55] memberikan bukti terbatas dari satu randomized controlled trial (RCT) untuk penggunaan laser inframerah dalam pengobatan rasa nyeri leher akut dan nyeri leher kronis. Operative Treatment General Principles Gangguan degeneratif tulang belakang cervical merupakan kelompok patologi yang heterogen dengan spectrum modalitas pengobatan yang luas. Untuk sebagian besar entitas klinis, operasi hanya diindikasikan setelah pengobatan non-operatif gagal. Sebagaimana diuraikan dalam paragraf sebelumnya, bukti ilmiah untuk efektivitas beberapa tindakan konservatif sangat terbatas. Demikian pula terdapat bukti yang terbatas untuk pilihan tindakan operasi. Indikasi operasi untuk CSR dan CSM adalah (Tabel 6): Tabel 2. Indikasi Operasi Cervical spondylotic Cervical spondylotic radiculopathy myelopathy Progresif, defisit motorik fungsional yang Myelopathy penting progresif meskipun dengan perawatan non-operatif Bukti-bukti definitif adanya kompresi akar Onset akut, kerusakan atau perkembangan saraf defisit neurologis Gejala dan tanda-tanda terjadinya Bukti definitif kompresi saraf tulang belakang radiculopathy dengan Gejala myelopathic moderat hingga Nyeri persisten meskipun dengan pengobatan parah Kyphosis progresif dengan defisit neurologis non-bedah untuk setidaknya 6-12 minggu Bedah untuk Cervical Radiculopathy umumnya direkomendasikan ketika semua Kriteria tersebut muncul. Tujuan utama operasi pada CSM adalah untuk pencegahan perkembangan lebih lanjut dari gejala-gejala neurologis karena peningkatan perubahan pada pasien dengan myelopathic sangat jarang. Salah satu aspek penting dalam menangani CSM adalah dengan menginformasikan pasien sebelum operasi bahwa tujuan dari operasi adalah untuk menghentikan perkembangan penyakit. Pasien sering kecewa dengan hasil operasi ketika pemulihan neurologis yang menunjukkan kurang perbaikan cepat . meskipun Oleh karena kebanyakan sangat dari pasien penting untuk menginformasikan pasien tentang tujuan dan harapan yang realistis dari operasi. Teknik Operasi Terdapat sebuah perdebatan yang sedang berlangsung pada pendekatan operasi herniasi terkait radiculopathy, CSR atau CSM, yaitu : Pendekatan anterior Pendekatan posterior Setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Kontroversi dari kedua pendekatan tidak dapat ditentukan yang mana yang lebih baik tetapi harus selalu terkait dengan target patologi. penting untuk mengenali bagian manakah yang mengompresi struktur saraf, anterior atau posterior. Patologi harus diobati berdasarkan lokasinya. Dengan demikian, kompresi saraf anterior lebih baik diterapi melalui anterior dan kompresi posterior sebaiknya diterapi melalui pendekatan posterior. Dalam kasus dengan tiga atau lebih tingkat stenosis, pendekatan posterior lebih disukai kecuali disertai dengan kompresi anterior. Anterior Cervical Discectomy dan Fusion Pada tahun 1955, Robinson dan Smith melaporkan teknik untuk menghilangkan kompresi diskus cervical dan fusi dengan cangkok berbentuk tapal kuda yang kemudian menjadi gold standar untuk pengobatan diskus herniations dan cervical spondylotic radiculopathy. Cloward mengembangkan pendekatan anterior yang sama, yaitu pengeboran lubang di ruang diskus intervertebralis dan vertebra yang berdekatan untuk menyisipkan tulang dowel. Berbeda dengan teknik Robinson-Smith, Cloward menghapus kompresi struktur pada tingkat ligamentum longitudinal posterior. Robinson dan Smith tidak melakukan dekompresi pada struktur saraf, tetapi percaya bahwa dengan imobilisasi segmen, osteofit dan diskus yang herniasi akan diserap kembali. Tahun-tahun berikutnya banyak variasi dari teknik ini dikembangkan. Anterior cervical discectomy dan fusi (ACDF) dengan tricortical bone graft yang diambil dari krista iliaka merupakan teknik yang paling banyak digunakan dan telah menjadi standar emas untuk pengobatan cervical radiculopathy (Kasus Pendahuluan). Tingkat fusi radiologi tergantung pada jumlah tingkat yang akan disatukan. Bohlmann et al melaporkan penyatuan yang solid untuk satu, dua dan fusi bertingkat dari 89%, 73% dan 67%, masing-masing. Cauthen et al menganalisis hasil anterior cervical discectomy dan fusi (teknik Cloward) di 348 pasien dengan rata-rata tindak lanjut selama 5 tahun. Tingkat fusi terdapat 88% untuk satu tingkat dan 75% untuk fusi bertingkat. Emery et al melaporkan tingkat fusi hanya 56% untuk fusi tiga tingkat. Hasil klinis dari ACDF untuk Cervical Radiculopathy terdapat sangat baik pada 70-90% pasien dan terutama tergantung pada dekompresi serabut saraf yang mengalami gangguan. Namun, Bohlmann et al. telah melaporkan hubungan signifikan antara kehadiran non-union dan nyeri leher atau lengan pasca operasi. Autograft Versus Allograft Penggunaan allograft untuk fusi tulang belakang dalam hubungannya dengan dekompresi anterior untuk gangguan cervical degeneratif memiliki tradisi yang panjang. Cloward menggunakan Allografts dari tahun 1950-an. Namun, hanya terdapat beberapa penelitian yang membandingkan Allografts dengan autografts yang dianalisis dalam meta-analisis. Floyd dan Ohnmeiss menyimpulkan dari meta-analisis mereka bahwa untuk satu dan dua tingkat anterior cervical discectomy dan fusi, autograft menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari radiografi union dan insiden lebih rendah dari rusaknya graft. Namun, itu tidak mungkin untuk memastikan apakah autograft secara klinis lebih unggul dibandingkan allograft. Para penulis menyarankan bahwa keputusan melakukan bone graft tidak boleh semata-mata berdasarkan hasil radiografi tapi juga harus mempertimbangkan lokasi morbiditas donor, penularan penyakit menular, kualitas autograft (osteoporosis) dan keinginan pasien. Fiksasi dengan plate Teknik fusi konvensional tidak sukses secara universal. Komplikasi menyebabkan nyeri persisten termasuk : Non-union (terutama untuk fusi bertingkat) Pergeseran cangkok Runtuhnya cangkok Malalignment sagital (kyphosis) Untuk lesi cervical traumatis, fiksasi plat anterior mendapatkan penerimaan yang luas di dunia karena segera memberikan stabilitas dan memiliki angka keberhasilan fusi yang tinggi. Plate tambahan secara teoritis meningkatkan tingkat fusi, mempertahankan lordosis cervical, dan mencegah penurunan fungsi graft dan migrasi terutama ketika terlibat dua fusi atau lebih. Namun, tiga RCT gagal menunjukkan keunggulan fiksasi plat tambahan untuk fusi satu tingkat dalam hal klinis atau radiologis. Untuk fusi bertingkat, terdapat beberapa bukti bahwa penambahan plat tampaknya menghasilkan tingkat fusi yang lebih tinggi. Wang et al menunjukkan bahwa fusi tiga tingkat masih terkait dengan tingginya non-union (18%), meskipun penggunaan pelat cervical menurunkan Tingkat pseudarthrosis. Bolesta melaporkan bahwa tiga dan empat-tingkat modifikasi discectomy cervical dan fusion oleh Robinson memiliki tingkat pseudarthrosis yang tinggi dimana hal ini tidak meningkat dengan plate cervical spine saja. Tambahan fiksasi posterior disarankan dalam fusi tiga tingkat dan lebih untuk mengurangi tingkat non-union. Fusi dengan cages Salah satu kelemahan dari teknik fusi konvensional (Smith-Robinson atau Cloward) adalah tidak bisa diatasi dengan plating, yaitu nyeri pada sisi yang dilakukan bone graft. Nyeri persisten dari iliac crest anterior dilaporkan sebanyak 31% dari pasien. Selama dekade terakhir, cage telah menjadi semakin populer dalam menstabilkan dan menyatukan tulang belakang cervical setelah anterior discectomy. dibandingkan dengan teknik fusi konvensional, keuntungan teoritis dari cage adalah untuk: Mengembalikan ketinggian diskus Mengembalikan lordosis cervical Mencegah keruntuhan cangkok Menghindari nyeri pada daerah donor Mengurangi waktu operasi Banyak desain cage dengan bahan yang berbeda (misalnya silinder, mesh, cincin atau berbentuk kotak) pada bahan (misalnya dilapisi titanium, karbon, polyetheretherketone, hidroksiapatit) telah diperkenalkan. Debat terus berlanjut pada fakta pengisian cage dengan tulang (autograft atau allograft), pengganti bone graft dan hasil klinis yang menguntungkan telah dilaporkan dengan masing-masing teknik. Penelitian secara acak sejauh ini belum mampu mengungkapkan secara signifikan mana hasil klinis yang lebih baik dari pasien yang menjalani fusi cage dibandingkan dengan teknik konvensional meskipun tingkat non-union tampaknya lebih tinggi dan nyeri pada sisi donor bone graft yang lebih rendah. Anterior Corpectomy Pada pasien yang menderita CSM, discectomy anterior dan osteophyectomy mungkin tidak cukup untuk mendekompresi spinal cord. Spinal cord mungkin tidak hanya terganggu oleh tonjolan diskus dan spondylophytes tetapi juga oleh malalignment dari tulang belakang (kyphosis) atau kanal tulang belakang yang sempit. Dalam kasus ini, diperlukan tindakan subtotal corpectomy. Parsial reseksi vertebral bodydan dekompresi pertama kali digunakan untuk mengobati gangguan cervikal yang diakibatkan trauma dan teknik ini kemudian diadopsi untuk gangguan degeneratif. Dibandingkan dengan ACDF, corpectomy memberikan keuntungan berupa: Memperbesar kanal tulang belakang Memungkinkan untuk dekompresi lebih radikal Meningkatkan tingkat fusi Berbagai teknik telah dikembangkan untuk menstabilkan tulang cervical setelah dekompresi melalui vertebrectomy. Sejauh mana dekompresi yang harus dilakukan tergantung pada patologi dan ukuran kanal tulang belakang. Sebagian penulis menganjurkan pengambilan osteofit posterior secara lengkap dan PLL untuk mencapai dekompresi maksimal (Gbr. 5). Dibandingkan dengan multilevel ACDF, corpectomy memberikan keuntungan mengurangi pergesekan antara host-graft. Swank et al telah menunjukkan bahwa tingkat nonunion pada ACDF dua tingkat adalah 36% sedangkan satu tingkat corpectomy menghasilkan non-union sebesar 10%. Hasil yang sama diperoleh byHilibrand et al, yang melaporkan tingkat non-union 34% untuk ACDF (1-4 tingkat) dan 7% untuk corpectomy. Corpectomies satu tingkat yang terbaik direkonstruksi menggunakan iliac crest autograft. Angulasi dari krista iliaka membatasi penerapan corpectomies untuk rekonstruksi anterior yang lama. Oleh karena itu, fibula strut Allografts telah digunakan dengan hasil yang memuaskan. Namun, tingkat fusi allograft fibula agak lebih rendah dibandingkan dengan autograft. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan penambahan instrumentasi fusi di posterior. Baru-baru ini, konstruksi cage telah digunakan untuk rekonstruksi kolom anterior yang panjang. Kekurangan dari buttressing cage untuk rekonstruksi cervical anterior meliputi penurunan, penilaian status fusi yang terbatas, dan operasi revisi yang sulit karena sering terjadi penggabungan parsial. Anterior plating saat ini dianjurkan untuk meningkatkan tingkat fusi dan menurunkan kejadian dislokasi graft. Namun, kemampuan plat fiksasi untuk menstabilkan corpectomy tiga tingkat terbatas dan tambahan stabilisasi posterior dianjurkan untuk menghindari kegagalan implan dan terjadinya non-union. Anterior Discectomy tanpa Fusi Kelemahan dari teknik Robinson-Smith klasik yaitu diskus intervertebralis harus dihilangkan untuk mencapai lokasi saraf yang mengalami gangguan. Oleh karena itu telah dibuat upaya untuk menghapus herniasi tanpa sepenuhnya menghilangkan diskus intervertebralis. Indikasi dari teknik ini adalah : Herniasi diskus yang Lembut Penyerapan Diskus Individu muda Tidak terdapat spondylosis Tidak terdapat ketidakstabilan segmental Gbr 2.8 Tulang belakang cervical diekspos dengan pendekatan anteromedial. a. Diskus intervertebralis yang dipotong berdekatan dengan level target. b. Medial tiga pertiga dari bodi vertebral yang direseksi. Dinding lateral dipertahankan untuk melindungi arteri tulang belakang. c. Sebuah burr berlian kecepatan tinggi digunakan untuk menghilangkan bagian median dari vertebral bodi. d. Bagian yang tersisa dari dinding vertebral posterior diangkat menjauhi saraf tulang belakang dan direseksi dengan Kerrison rongeur. e. Kerrison rongeur dan kuret digunakan untuk menghilangkan osteofit posterior dan dekompresi saraf tulang belakang dan akarklinis saraf yang Retrospektif case series tidak melaporkan hasil yang lebih keluar. f. Tulang belakang direkonstruksi dengan penyisipan blok tulang buruk dibandingkan dengan discectomy dan fusi. Kelemahan dari metode ini tricortical iliac dan plating anterior. adalah: Herniasi yang berulang Degenerasi Segmen gerak Ketidakstabilan segmental Nyeri leher kronis Fusi secara spontan Dalam sebuah studi acak prospektif pada 91 pasien dengan singlelevel kompresi serabut cervical, Savolainen et al menganalisis tiga kelompok perlakuan yang berbeda: discectomy tanpa fusi, fusi dengan bone graft autologous, dan fusi dengan bone graft autologous ditambah plating. Hasil klinisnya baik untuk 76%, 82%, dan 73% pasien dari masing-masing percobaan. kyphosis ringan terjadi pada 62,5% dari pasien yang telah menjalani discectomy, 40% dari pasien yang menjalani fusi, dan 44% dari pasien yang menjalani fusi ditambah plating. Studi ini menunjukkan bahwa discectomy tanpa fusi tidak kalah dibandingkan ACDF. Teknik tersebut dikembangkan untuk mempertahankan cakram intervertebralis. Verbiest menyarankan pendekatan lateral sementara Hakuba menyarankan pendekatan trans-unco-diskusal. Pendekatan terakhir merupakan gabungan dari pendekatan anterior dan lateral diskus cervical. fusi Interbody tidak dilakukan kecuali untuk kasus-kasus khusus dengan kyphosis ysng signifikan atau dengan ketidakstabilan. teknik invasif Minimal disarankan oleh Jho dan Saringer et al, melaporkan mikro anterior foraminotomy yang menyebabkan dekompresi anatomi langsung dari serabut saraf yang mengalami kompresi dengan menghilangkan spondylotic spur atau fragmen diskus. Saringer et al memodifikasi teknik ini dengan menggunakan Pendekatan endoskopi. Penulis lain menghilangkan diskus yang herniasi di bawah tampilan endoskopi dengan menggunakan rute transdiskusal. Total Diskus Arthroplasty Segmen degenerasi yang berdekatan telah disebutkan sebagai argumen utama terhadap fusi tulang belakang dan mendukung total disc arthroplasty (TDA). Namun, data segmen degenerasi yang berdekatan jarang. a. Spondylosis servikal simptomatik di C5 / 6 dengan anterior dan posterior osteofit. b. Radiografi lateral yang pasca operasi setelah anterior serviks discectomy dan fusi dengan bone graft iliac tricortical (teknik Robinson-Smith). c. Radiografi lateral pada 6 tahun follow-up menunjukkan perpaduan sempurna di C5 / 6 dengan remodeling struktur Hilibrand et al mengikuti 374 pasien yang memiliki total 409 fusi cervical anterior selama 20 tahun. gejala Penyakit pada segmen yang berdekatan terjadi pada sejumlah 2,9% per tahun selama 10 tahun setelah operasi. Sekitar seperempat dari pasien yang memiliki fusi cervical anterior memiliki resiko terkena gejala penyakit segmen yang berdekatan dalam waktu 10 tahun. Sebuah single level arthrodesis yang melibatkan C5 / 6 atau C6 / 7 dan bukti radiografi yang sudah terdapat sebelumnya dari degenerasi pada tingkat yang berdekatan tampaknya menjadi faktor risiko terbesar untuk timbulnya penyakit baru. Yang penting, tidak terdapat penelitian sejauh ini yang mampu membedakan efek sejarah alam dengan efek arthrodesis pada perkembangan degenerasi segmen yang berdekatan. Tabel 3. Indikasi dan kontraindikasi TDA Indikasi Kontraindikasi Penyakit diskus servikal simtomatik Keterlibatan satu atau dua tingkat (C3- Korelasi struktural (misalnya hernia nucleus pulposus, spondylosis servikal) Gagal pengobatan T1) terapi konservatif selama 6 Tiga tingkat vertebra yang memerlukan Ketidakstabilan servikal (translation> 3 mm dan / atau> 11 ° perbedaan angulational) Fusi servikal berdekatan dengan level target Operasi sebelumnya / fraktur pada level target minggu Alergi diketahui pada bahan implan Usia antara 20 dan 70 tahun Spondylosis Tidak ada kontraindikasi parah (bridging osteofit, kehilangan ketinggian disc> 50%, dan tidak adanya gerak <2 °, OA sendi facet) Sakit leher aksial sebagai gejala yang soliter Penyakit sistemik dan metabolik (AIDS, HIV, hepatitis B atau C, insulindependent diabetes, infeksi, obesitas, BMI> 40) Lebih dari 15 desain yang berbeda sekarang sedang dalam evaluasi pra-klinis dan klinis (misalnya Prestige II, Bryan, PCM, Prodiskus-C, Cervicore, Diskusover). desain TDA sekarang termasuk one-piece implan dan implan dengan artikulasi gliding tunggal atau ganda dengan logam-onlogam atau metal-on-polimer sebagai permukaan bantalan (Studi Kasus 3). untuk saat ini Indikasi dan kontraindikasi TDA adalah : Data hasil awal menunjukkan bahwa TDA mampu mempertahankan gerakan segmental dalam waktu singkat dan sangat menguntungkan dibandingkan dengan ACDF.Namun, sejauh ini tidak terdapat data meyakinkan yang menyatakan TDA akan mencegah degenerasi segmen yang berdekatan. Posterior Laminectomy cervical Laminektomi pertama kali dilakukan oleh Sir Victor Horsley (1857-1916) untuk pengobatan tumor related myelopathy. Laminektomi merupakan Pendekatan teknis serbaguna dan lancar untuk dekompresi spinal cord. Indikasi untuk Laminektomi terutama untuk pengelolaan: Multilevel cervical myelopathy Kompresi saraf posterior yang dominan Pasien CSM tua dengan komorbiditas CSM dengan menjaga cervical lordosis Pada pasien usia lanjut yang menderita komorbiditas signifikan dan CSM karena multilevel kompresi spinal cord, Laminektomi adalah prosedur singkat dan efektif untuk memperbaiki defisit neurologis. Pada munculnya kyphosis, bagaimanapun, Laminektomi saja memiliki efek terbatas karena spinal cord tidak dapat berpindah ke posterior dan menjauh dari osteofit atau diskus yang mengkompresi tulang belakang di bagian anterior. hasil yang sangat baik telah dilaporkan pada 56-85% pasien setelah Laminektomi. Perpanjangan lateral laminectomy seharusnya tidak mencakup lebih dari 50% dari sendi facet. Reseksi lebih dari 50% mengganggu kekuatan bersama secara signifikan dan dapat menyebabkan ketidakstabilan segmental dan kyphosis. Pada Laminektomi bertingkat, 25% reseksi facet dapat mengurangi stabilitas cervical dan memerlukan fusi. Laminectomy and Instrumented Fusion Kelemahan utama laminectomies terdapat deformitas progresif pasca operasi dan ketidakstabilan, yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan neurologis. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan tambahan instrumentasi fusi. Umumnya fiksasi sekrup lateral mass digunakan untuk memungkinkan stabilitas biomekanik yang baik dari segmen yang didekompresi dan tingkat keberhasilan fusion yang tinggi. Teknik penyisipan sekrup ditinjau dalam Bab 13. Dengan teknik yang tepat risiko komplikasi (cedera vertebral arteri atau serabut saraf) menjadi minimal. Pedicle cervical sekrup fiksasi merupakan suatu alternatif tetapi jarang diperlukan pada gangguan degeneratif dengan Kualitas tulang yang baik. Untuk kasus-kasus di mana koreksi deformitas kyphotic dilakukan, fiksasi dengan sekrup pedicle disarankan untuk fiksasi tulang yang lebih baik. Posterior Foraminotomy Sebuah foraminotomy posterior untuk pengobatan kompresi serabut saraf cervical pertama kali dijelaskan oleh Frykholm dan kemudian oleh Scoville dan Murphey. Meskipun hasil yang baik, pendekatan ini kurang mendukung karena memiliki keterbatasan mengobati kompresi saraf anterior. Oleh karena itu, banyak ahli bedah lebih menyukai pendekatan anterior dengan discectomy dan osteophytectomy dalam hubungannya dengan interbody fusion. Namun, foraminotomy posterior tetap menjadi pilihan yang valid dalam kasus dengan CSR yang disebabkan oleh lateralis resesi stenosis dan herniasi diskus lateralis. Otot-otot leher kaya akan proprioceptors yang mengirimkan aferen langsung ke vestibular dan optik neuron mengendalikan posisi kepala terhadap tubuh. Ini bisa menjadi penyebab utama nyeri leher terus-menerus pasca operasi. Baru-baru ini, prosedur minimal invasif diperkenalkan untuk meminimalkan trauma pada otot leher untuk menghindari detasemen ekstensor otot cervical dari lamina dan proses spinosus. Burke dan Caputy melaporkan telah melakukan teknik Microendoscopic melalui akses transmuscular dengan hanya pemisahan dan dilatasi otot. Boehm et al menggunakan saluran kerja dengan diameter luar 11 mm untuk mengekspos daerah interlaminar-facet dan melaporkan hasil yang baik dengan teknik ini. Clarke et al telah menunjukkan bahwa posterior foraminotomy dikaitkan dengan rendahnya tingkat penyakit pada segmen yang sama atau berdekatan. Laminoplasty Potensi destabilisasi, malalignment sagital (kyphosis) dan kurangnya perlindungan spinal cord setelah laminectomy cervical bertingkat, memicu para ahli bedah Jepang untuk mengembangkan teknik laminoplasty cervical. Oleh karena itu, keuntungan umum yamg diinginkan melalui laminoplasty adalah : Memperluas kanal tulang belakang Mengamankan perlindungan spinal cord Menjaga stabilitas tulang belakang Menjaga mobilitas tulang belakang Mengurangi risiko degenerasi segmen yang berdekatan Hirabayashi memperkenalkan teknik bedah baru yang disebut " expansive open door laminoplasty" yang masih banyak digunakan saat ini. Sebagai alternatif, " French open-door laminoplasty " diperkenalkan oleh Hoshi dan Kurokawa. Meskipun berbagai modifikasi bedah telah disarankan, konsep dasar sebagian besar prosedur mirip dengan salah satu dari dua teknik ini. Sebuah tinjauan kritis baru-baru ini menyimpulkan bahwa literatur belum mendukung manfaat yang diklaim pada laminoplasty. Ratcliff dan Cooper menyimpulkan bahwa hasil neurologis dan perubahan kesejajaran tulang belakang tampak serupa setelah Laminektomi dan laminoplasty. Pasien yang diobati dengan laminoplasty memiliki kemungkinan untuk menimbulkan keterbatasan progresif gerak cervical (ROM) mirip dengan yang terlihat setelah laminektomi dan fusi. Namun, data yang kurang pada peran laminoplasty pada individu muda dengan cervical myelopathy karena kelainan kongenital kanal tulang belakang yang sempit dan dimana dekompresi bertingkat dan instrumentasi fusi bukan alternatif yang menguntungkan. Surgical Decision-Making Ketika mempertimbangkan operasi untuk mengobati gangguan cervical degeneratif, Strategi bedah harus didasarkan pada pasien serta faktor morfologi. Perubahan radiografi yang umum pada pasien tanpa gejala. faktor yang paling penting dalam pemilihan pasien adalah terdapatnya Temuan klinis dan morfologi yang harus cocok untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Banyak sekali artikel memuat hasil pengobatan bedah untuk gangguan cervical degeneratif. Hampir semua artikel mencakup aspek teknis, serta keselamatan dan hasil klinis awal tanpa kelompok kontrol yang mencukupi. Banyak studi anekdot mengandung berbagai indikasi, hal ini membatasi kesimpulan pada gangguan degeneratif cervical. Namun, ketika literatur ilmiah dikurangi hingga rekomendasi level A (yaitu bukti yang konsisten dalam beberapa RCT yang berkualitas tinggi, bukti Tingkat I), hanya sedikit RCT yang dapat diidentifikasi. Pertanyaan mendasar tentang pilihan pengobatan selalu berkaitan dengan pilihan antara operasi dan nonoperative. Namun, literatur yang ada memiliki hasil yang tersebar merata pada perbandingan tersebut. Temuan ini sangat membatasi rekomendasi pengobatan. Pada bagian ini, Oleh karena itu kita mencoba untuk memberikan bukti terbaik-ditingkatkan daripada rekomendasi pengobatan berbasis bukti dan pembaca harus mengakui keterbatasan ini. Neck Pain Nyeri leher aksial adalah multifaktorial dan sering kurang berhubungan dengan struktural yang dapat diobati dengan pembedahan. Oleh karena itu, operasi untuk nyeri leher jarang diindikasikan. Namun, bagian tertentu dari pasien ini muncul dengan nyeri radikuler atipikal terutama ketika serabut saraf atas yang terlibat dan dapat memiliki keuntungan dari operasi. Dalam keadaan ini, kompresi serabut saraf C4 telah diakui sebagai sumber nyeri leher yang berhasil diobati dengan pembedahan. Pada pasien dengan nyeri leher yang berat hingga menyebabkan kelumpuhan yang gagal dalam perawatan konservatif, indikasi untuk operasi dapat dieksplorasi dengan menggunakan pencitraan yang detail dan studi injeksi . Namun, identifikasi sumber rasa nyeri dan tingkat kesakitan (misalnya dengan Diskografi atau blok sendi facet) tetap menantang dan sering tidak dapat diandalkan. Pengobatan nyeri leher aksial dengan fusi hanya didukung oleh beberapa studi kohort. Dari catatan, nyeri leher saja sebagai gejala merupakan salah satu kontraindikasi TDA. Jarang sekali terdapat pasien dengan osteoarthritis yang parah di persimpangan craniocervical (Gambar. 2d), yang mungkin memerlukan fusi. Dalam kasus tertentu, fusi dapat mengakibatkan peningkatan yang signifikan. Cervical Radiculopathy sejauh ini Hanya satu studi sistematisyang membandingkan pengobatan non-operatif dan operasi untuk radiculopathy. Dalam studi prospektif oleh Persson et al, 81 pasien yang mengalami nyeri cervicobrachial dengan durasi minimal 3 bulan akibat perambahan spondylotic dengan atau tanpa pengembungan diskus dilibatkan. Para pasien dibagi menjadi tiga kelompok pengobatan, operasi (Teknik Cloward), fisioterapi dan penggunaan cervical collar. Intensitas nyeri, kelemahan otot dan gangguan sensorik diharapkan untuk mengalami peningkatan dalam beberapa bulan setelah operasi. Meskipun manfaat jangka pendek pada pasien yang dilakukan operasi telah dicatat, tidak terdapat perbedaan dalam skala analog visual, Profil Dampak Penyakit, dan check list pengukuran mood Adjective pada kelompok selama 1 tahun follow-up. Para penulis menyimpulkan bahwa cervical collar, fisioterapi, atau operasi sama-sama efektif dalam pengobatan pasien dengan nyeri radikuler cervical yang menetap. Pada beberapa pasien dengan gejala radikuler begitu parah atau persisten. Menurut literatur, ACDF masih merupakan gold standard untuk perawatan bedah. Tidak terdapat bukti bahwa tambahan fiksasi plat anterior mempengaruhi hasil klinis pada penyakit satu tingkat dan bukti yang terbatas bahwa anterior plating meningkatkan tingkat fusi penyakit dua tingkat. Bukti keunggulan fusi cage atau TDA dibandingkan dengan ACDF kurang kecuali dalam hal nyeri pada sisi donor di iliac crest. Khususnya, keunggulan TDA dalam hal Studi segmen degenerasi yang berdekatan tetap tidak terbukti. Decompressions minimal invasif (anterior atau posterior) untuk pengobatan pasien dengan radiculopathy tetap menarik karena dapat mempertahankan gerakan segmental dan tidak memerlukan instrumentasi (potensial memberikan efektivitas biaya). Tapi, sejauh ini, bukti ilmiah masih kurang untuk peranannya dalam pengobatan cervical radiculopathy . Secara umum, hasil pengobatan pengobatan bedah pada cervical radiculopathy adalah menguntungkan dan terutama tergantung pada dekompresi serabut saraf dan tidak terlalu tergantung pada teknik bedah tertentu. Cervical Spondylotic Myelopathy Tidak diketahui apakah operasi memiliki hasil yang lebih baik dari dibandingkan perawatan konservatif pada CSM ringan sampai sedang. Dalam sebuah studi prospektif, Kadanka et al 48 pasien acak dengan CSM ringan hingga sedang dilakukan tindakan konservatif dan operatif pada lengan pasien. Tidak ada penurunan yang signifikan dalam modifikasi skor JOA, rasio pemulihan, atau jangka waktu berjalan 10 m dalam kedua kelompok baik, selama 2 tahun masa tindak lanjut. Para penulis menyimpulkan bahwa pembedahan pada CSM ringan dan sedang, yang terdiri dari pasien dengan perkembangan penyakit yang sangat lambat dan memiliki durasi gejala yang panjang tidak lebih baik dibandingkan dengan terapi konsevatif. Namun, belum ada kontroversi mengenai apakah CSM berat atau progresif harus ditangani dengan dekompresi. Dekompresi tulang belakang dapat dicapai baik dengan cara: Pendekatan anterior (ACDF bertingkat atau corpectomy ± plat fiksasi) Pendekatan posterior (laminoplasty, laminectomy ± instrumented fusi) Gabungan pendekatan anterior / posterior Meskipun penelitian yang tak terhitung banyaknya telah dilaporkan untuk masing-masing pendekatan ini, bukti ilmiah untuk rekomendasi pengobatan masih terbatas. Hanya Beberapa studi telah memberikan beberapa bukti yang sangat membantu untuk pengambilan keputusan bedah. Ada bukti menengah bahwa multilevel ACDFs dikaitkan dengan tingkat nonunion yang tinggi dan bukti terbatas bahwa corpectomies menghasilkan tingkat non-union yang lebih rendah untuk dekompresi bertingkat. Dalam ACDFs atau corpectomies tiga tingkat dan lebih, anterior plat fiksasi saja tidak cukup dan tambahan posterior fiksasi dianjurkan. Ada bukti terbatas bahwa corpectomy bertingkat dan laminoplasty adalah sama efektifnya dalam menghambat perkembangan myelopathic pada myelopathy servikal bertingkat dan dapat menyebabkan pemulihan neurologis yang signifikan serta pengurangan nyeri pada sebagian besar pasien. Pemulihan neurologis tampaknya tidak bergantung pada teknik laminoplasty. Namun, ada bukti terbatas bahwa pasien yang diobati dengan laminoplasty memiliki perkembangan progresif berupa keterbatasan servikal ROM mirip dengan yang terlihat setelah laminectomy dan fusion. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Hasil operasi tampaknya sangat tergantung pada sejauh mana stenosis kanal tulang belakang dan kompresi saraf. Yamazaki et al menganalisis faktor prognostik dengan membandingkan kelompok pasien yang muda dan tua dengan pertimbangan data radiologis dan klinis pra operasi. Para penulis menemukan bahwa untuk pasien tua, daerah melintang saraf tulang belakang pada tingkat kompresi maksimum dan durasi gejala adalah faktor-faktor yang digunakan untuk memprediksi pemulihan yang sangat baik. Pada pasien yang lebih muda, daerah melintang adalah satu-satunya prediktor pemulihan yang sangat baik. Usia, pra operasi skor JOA, diameter kanal, dan perubahan intensitas pada saraf tulang belakang tidak dapat digunakan untuk memprediksi pada kedua rentang usia. Fujiwara et al menunjukkan bahwa daerah saraf melintang di lokasi kompresi maksimum berkorelasi secara signifikan dengan hasil operasi. Pada kebanyakan pasien dengan daerah saraf tulang belakang kurang dari 30 mm2, hasilnya buruk. Pasien dengan Perubahan sinyal intramedulla tinggi pada gambar T2W yang tidak memiliki klonus atau spastisitas dapat mengalami pembedahan yang baik dan mungkin mengalami pemulihan dari kelainan MRI. Sebuah hasil pembedahan yang kurang memuaskan diprediksi dengan adanya sinyal intramedulla rendah pada gambar T1W, klonus, atau spasme . Berdasarkan temuan ini, Alafifiet et al menyatakan bahwa mungkin ada sebuah peluang untuk mendapatkan hasil pembedahan yang optimal pada pasien dengan CSM. Yonenobu telah mengindikasikan bahwa operasi sudah terlambat pada myelopathy yang parah dan umumnya memiliki prognosis yang buruk, oleh karena itu dianjurkan operasi lebih awal. Perdebatan berlanjut pada pertanyaan apakah diperlukan kombinasi operasi anterior / posterior untuk dekompresi pada myelopathy sedang sampai berat harus dilakukan bertahap atau dalam satu operasi. Tidak ada bukti untuk mendukung salah satu pendekatan dari yang lainnya. Lucunya, kami telah melihat Pasien yang dirawat di Unit Cedera saraf tulang belakang kami yang mengalami penurunan neurologis yang besar setelah operasi kombinasi. Oleh karena itu kami merekomendasikan untuk dilakukan dekompresi anterior / posterior saraf tulang belakang secara bertahap pada kasus myelopathy moderat hingga pada berat untuk meminimalkan edema dan memungkinkan suplai darah ke saraf tulang belakang sehingga saraf tulang belakang mampu beradaptasi kembali diantara operasi. Komplikasi Secara umum, komplikasi dari operasi untuk CSR dan CSM jarang terjadi namun dapat meliputi : Kebocoran cairan serebrospinal (0,2-0,5%) Cedera saraf laring berulang (0,8-3,1%) Disfagia (0,02-9,5%) Horner syndrome (0,02-1,1) Cedera akar saraf servikal (0,2-3,3%) Hematoma (0,2-5,6%) Tetraparesis (0.4%) Kematian (0,1-0,8%) Infeksi (0,1-1,4%) Perforasi esofagus (0,2-0,3%) Non-union (tergantung pada teknik) Hancurnya / terlepasnya graft (tergantung pada teknik) Kegagalan instrumen (tergantung pada teknik) Disfagia adalah gejala yang cukup sering setelah anterior operasi servikal dan dapat ditemui pada hingga 50% kasus segera setelah operasi. Disfagia tergantung pada jumlah tingkat yang ditangani. Saat 12 bulan pasca bedah, namun, tingkat dari sedang hingga parah disfagia menurun sekitar 13%. Etiologi dari komplikasi ini tidak sepenuhnya dipahami. Cedera pada saraf laring superior dicurigai sebagai penyebab potensial. Papavero et al. telah melaporkan bahwa tidak ada korelasi ada antara retraksi faring / kerongkongan dan gangguan menelan setelah operasi. Kelumpuhan Saraf laring berulang (RLN) telah dilaporkan pada 211%. Berbeda dengan anggapan umum, cedera tampaknya tidak terkait dengan sisi pendekatan. Laringoskopi pasca operasi mengungkapkan bahwa kejadian yang sebenarnya dari kelumpuhan RLN awal dan persisten setelah operasi anterior tulang belakang cervical adalah jauh lebih tinggi daripada yang diantisipasi. Jung et al. melaporkan bahwa setelah operasi tersebut tingkat gejala kelumpuhan RLN adalah 8,3%, dan kejadian kelumpuhan RLN yang tidak terkait dengan suara serak (yaitu klinis tak terlihat tanpa laringoskopi) adalah 15,9%. Saat 3 bulan pasca operasi, angka ini menurun masing-masing menjadi 2,5% dan 10,8% . Komplikasi jarang namun serius adalah kelumpuhan C5 setelah operasi yang dapat muncul hingga 3-5% pada pasien setelah operasi posterior dekompresi terutama laminoplasty. Telah diduga bahwa gangguan saraf ini adalah hasil dari traksi pada akar saraf C5 yang pendek karena migrasi posterior dari saraf setelah posterior dekompresi. Namun, kajian sistematis tidak mengungkapkan perbedaan yang signifikan antara pasien yang menjalani anterior dekompresi dan fusi dengan yang menjalani laminoplasty, dan juga tidak ada perbedaan yang jelas antara unilateral hinge laminoplasty dan French-door laminoplasty, atau antara servikal spondylotic myelopathy dan pengerasan dari ligamentum longitudinal posterior. Patogenesis setelah operasi kelumpuhan C5 masih belum jelas hingga saat ini. Penderita setelah operasi kelumpuhan C5 umumnya memiliki prognosis yang baik untuk pemulihan fungsional, tetapi kasus kelumpuhan parah diperlukan waktu pemulihan yang jauh lebih lama dibandingkan dengan kasus ringan.