1 PENDAHULUAN Hati merupakan organ yang sangat penting dan memiliki berbagai fungsi. Hati memiliki peran penting dalam metabolisme tubuh, yaitu metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid yang dikirim oleh vena portalis setelah diabsorbsi dari usus. Fungsi hati lainnnya adalah detoksifikasi toksikan dan radikal bebas, selain itu hati mempunyai fungsi ekskresi dengan mengubah senyawa toksikan yang larut lemak menjadi larut air. Hati juga berperan sebagai organ pertahanan tubuh yang dibantu oleh sel Kupffer (Stockham & Scott 2008). Kerusakan hati pada hewan dan manusia dapat disebabkan oleh faktor virus, bahan kimia alami atau sintetik yang merusak hati (hepatotoksik), alkohol, serta konsumsi obatobatan dosis tinggi seperti parasetamol (Lee 2003). Obat-obat lain yang dapat menyebabkan kerusakan hati adalah obat anastetik, antibiotik, antiinflamasi, antimetabolik dan imunosupresif, antituberkulosa, hormonhormon, serta obat psikotropik (Dalimartha 2005). Kerusakan hati dapat didiagnosa oleh beberapa parameter biokimia, yaitu adanya peningkatan aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) atau disebut juga serum glutamat piruvat transaminase (SGPT), enzim aspartat aminotransferase (AST) disebut juga serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT), alkalin fosfatase (ALP), γ-glutamil transferase (GGT), glutation peroksidase (GPx), superoksida dismutase (SOD), katalase, laktat dehidrogenase, 5-nukleotidase, bilirubin, dan TBA-reacting substance (TBARS) (Stockham & Scott 2008). Hepatitis merupakan salah satu kerusakan hati yang secara umum timbul akibat proses peradangan (inflamasi) hati terhadap rangsangan yang bersifat merusak. Proses peradangan yang terjadi salah satunya disebabkan oleh oksidasi membran sel oleh radikal bebas yang berasal dari luar tubuh (eksogen) maupun hasil metabolisme dalam tubuh (endogen) yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel (nekrosis). Tubuh manusia sendiri memiliki berbagai senyawa antioksidan, baik antioksidan enzimatik, seperti superoksida dismutase (SOD), katalase, dan peroksidase; maupun antioksidan non enzimatik seperti glutation tereduksi (GSH) (Stockham & Scott 2008). Namun, jika akumulasi radikal bebas meningkat, tubuh membutuhkan asupan senyawa antioksidan dari luar yang mampu melindungi dan memperbaiki jaringan hati. Senyawa ini disebut sebagai hepatoprotektor (Dalimartha 2005). Beberapa penelitian yang dilakukan menyatakan zat aktif yang telah berhasil diisolasi dari tumbuhan obat telah terbukti berkhasiat hepatoprotektor. Contohnya curcumin yang diperoleh dari temulawak dan kunyit, filatin dari meniran, saponin dari akar kuning, asam glisirat dari daun saga, minyak atsiri dari bawang putih, gingerol dari jahe, dan aukobosida dari daun sendok (Dalimartha 2005). Antioksidan memainkan peranan penting dalam mengikat dan mencegah penggandaan senyawa radikal bebas. Berdasarkan penelitian Rao et al. (2005) daun kari memiliki aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol sebesar 83.4 %, sedangkan ekstrak etanol:air sebesar 92 % dan ekstrak air sebesar 41 % pada konsentrasi 100 ppm (Ningappa et al. 2008). Penentuan aktivitas antioksidan tersebut menggunakan metode DPPH (1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) dengan pembanding BHA (Butylated Hydroxyanisol) yang memiliki aktivitas antioksidan 82%. Potensi antioksidan ekstrak metanol daun Murraya koenigii dapat disimpulkan cukup tinggi namun sebagai hepatoprotektor belum diteliti. Pengaruh pemberian ekstrak daun kari terhadap kesehatan diantaranya, dapat memberikan efek antiinflamasi (Muthumani et al. 2009), antidiabetes (Vinuthan et al. 2004; Anulselvani & Sorimuthu. 2007; Bhat et al. 2008; Lawal et al. 2008). Selain itu Berdasarkan penelitian Adebajo et al. (2005) diketahui bahwa ekstrak metanol daun kari dengan dosis dibawah 500 mg/kg BB yang diberikan selama 14 hari dapat menurunkan kolesterol, glukosa darah, dan meregenerasi sel hati. Namun pemberian ekstrak pada dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan peradangan hati. Penelitian ini bertujuan mengetahui komponen fitokimia dan menguji aktivitas hepatoprotektor ekstrak metanol daun kari pada tikus yang diinduksi parasetamol dosis 500 mg/kg BB melalui pengukuran aktivitas ALT dan AST serta uji histopatologi jaringan hati tikus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi potensi daun kari. Potensi tersebut dapat dianggap sebagai penelitian awal penentuan zat aktif pada daun kari yang berperan sebagai hepatoprotektor. Hipotesis pada penelitian ini adalah ekstrak metanol daun kari dapat berperan sebagai hepatoprotektor, diamati berdasarkan penurunan aktivitas ALT