BAB 3 JARINGAN VSAT ( VERY SMALL APERTURE TERMINAL )

advertisement
BAB 3
JARINGAN VSAT
( VERY SMALL APERTURE TERMINAL )
Very Small Aperture Terminal (VSAT) adalah terminal satelit dengan diameter
antena kecil yang dihubungkan dengan hub dalam suatu topologi jaringan dan dapat
berkomunikasi diantara terminal tersebut. Pada umumnya VSAT diletakkan langsung di
site pengguna. Diameter antena besarnya berukuran antara 0,6 – 3,8 meter [G.Maral,
1995]. VSAT digunakan untuk komunikasi data, suara dan video. Peralatan yang
terpenting dalam jaringan VSAT adalah hub station (stasiun hub atau stasiun pengendali
utama), stasiun VSAT atau biasa disebut dengan remote station dan transponder satelit.
Beberapa
keuntungan
teknologi
VSAT,
dibandingkan
sistem
terrestrial
konvensional, diantaranya adalah :
a. Biaya operasi rendah, mudah pemasangan dan pemeliharaan, serta mampu
menjangkau daerah-daerah yang tidak dapat dimasuki oleh jaringan terrestrial.
b. Mampu menangani komunikasi digital dengan bit rate sampai diatas 56 Kbps. Hal
ini memungkinkan aplikasi tambahan, seperti pengiriman citra diam.
c. Mampu menyediakan hubungan komunikasi point to multipoint pita lebar dengan
bit rate antara 9,6 Kbps sampai 1,544 Mbps dengan biaya rendah [Tri T. H, 1990].
d. Mampu menangani perubahan kebutuhan kapasitas secara fleksibel, sesuai
dengan tingkat perkembangan.
e. Mampu mengintegrasikan sejumlah terminal VSAT kedalam satu jaringan
melalui sebuah stasiun hub serta mengekspansinya menjadi sistem yang besar.
Stasiun hub berfungsi mengontrol seluruh kinerja jaringan.
3.1. Stasiun Hub (Hub Station)
Stasiun hub merupakan stasiun pengontrol utama (master control station) untuk
jaringan VSAT. Terdiri dari stasiun pengatur dengan daya keluaran besar dan diameter
antena (8-12 m), stasiun switching antar terminal VSAT, serta repeater untuk hubungan
hop ganda. Pemakaian antena berdiameter besar bertujuan untuk memperbesar penguatan
dan memperbaiki kualitas link budget. Selain itu juga agar berkas pancarannya sempit
atau tajam sehingga mengurangi interferensi dengan satelit lain pada orbit geosinkron.
Antena stasiun hub dilengkapi dengan peralatan penjejak satelit dan pengumpan ganda
(dual feed) untuk frequency reuse. Secara umum, fungsi stasiun hub adalah sebagai
berikut :
a. Mengatur kinerja dan hubungan komunikasi jaringan VSAT secara keseluruhan.
b. Memproses sinyal yang diterima dari satelit dengan membangkitkan kembali
(regenerating) sinyal inbound dari stasiun remote asal dan mentransmisikan
kembali sinyal outbound tersebut ke stasiun remote tujuan setelah dikuatkan.
c. Mengatur switching dan routing antar VSAT dalam jaringan, serta sebagai
interkoneksi jaringan VSAT dengan jaringan telekomunikasi nasional (PSTN).
3.2. Stasiun Remote (Remote Station)
Stasiun remote merupakan terminal pada jaringan VSAT. Terdiri dari stasiun
bumi sederhana dengan diameter antena kecil (1,2 – 2,4 m) dan daya keluaran rendah
(kurang dari 10 watt). Untuk daerah rural, stasiun remote yang digunakan harus
sederhana, biaya operasi dan pemeliharaan rendah, serta mampu menjangkau daerahdaerah yang tidak dapat dimasuki oleh jaringan terestrial. Jenis komunikasi yang dilayani
adalah telepon analog dan digital, teleks dan komunikasi data/citra. Sistem juga harus
cukup fleksibel terhadap perubahan variasi trafik dan kebutuhan kapasitas.
Setiap stasiun remote dihubungkan dengan sejumlah terminal suara/data local.
Setiap terminal (user) dapat berhubungan dengan terminal lainnya dalam satu remote
atau dengan terminal pada remote lainnya atau dengan terminal pada jaringan PSTN,
bergantung pada kehandalan dan konfigurasi jaringan. Untuk telekomunikasi rural,
kebutuhan layanan komunikasi yang terbanyak adalah hubungan dengan PSTN,
sedangkan trafik untuk komunikasi antar stasiun remote umumnya sangat rendah.
3.3. Jalur Transmisi Jaringan VSAT
Jaringan VSAT pada prinsipnya terdiri dari sebuah stasiun pengendali utama yang
disebut stasiun hub dan stasiun remote bumi (remote station) yang sederhana. Hubungan
komunikasi berlangsung antara stasiun-stasiun bumi tersebut melalui kanal satelit dengan
pengaturan tertentu. Setiap stasiun remote berhubungan dengan stasiun hub yang
merupakan pengendali utama dan interface ke jaringan lainnya.
Pada jaringan VSAT terdapat dua jalur transmisi yang digunakan, yaitu jalur
transmisi dari stasiun hub ke remote station disebut outlink atau outroute. Sedangkan
jalur transmisi dari remote stasion ke stasiun hub disebut return link atau inroute.
Proses komunikasi satelit dengan sekali uplink-downlink disebut one hop (remote
station – satelit – stasiun hub). Sedangkan untuk dua kali uplink – downlink disebut
double hop (remote station asal – satelit – stasiun hub – satelit – remote station tujuan).
Gambar 3.1. memperlihatkan bentuk dari outlink, returnlink, one hop dan double hop
Satellite
ReturnLink
Outlink
Remote Stasiun
Stasiun Pengendali Utama
/ Stasiun Hub
Remote Stasiun
Remote station A
Remote Stasiun
Remote station B
Gambar 3.1 Bentuk Returnlink, Outlink, One hop dan Double Hop
Keterangan :
One Hop
: Stasiun Remote – Satelit – Stasiun Hub (sekali uplink
downlink).
Double Hop : Stasiun Remote asal – Satelit – Stasiun Hub – Satelit – Stasiun
Remote tujuan (dua kali uplink – downlink).
3.4. Konfigurasi Jaringan VSAT
Konfigurasi jaringan yang biasa digunakan dalam VSAT adalah jaringan bentuk
bintang (star) dan jaringan mata jala (meshed). Untuk mendapatkan performansi
kehandalan tertentu, sering digunakan jaringan hybrid dari dua model jaringan diatas
yaitu jaringan bintang-matajala (star-meshed).
3.4.1. Jaringan Bintang (Star)
Jaringan VSAT yang paling banyak digunakan adalah jaringan bintang. Secara
umum untuk berbagai sistem satelit, jaringan bintang merupakan jaringan yang paling
fleksibel dan sederhana. Model ini terdiri dari sejumlah stasiun remote yang dihubungkan
dengan satu stasiun hub melalui inbound link (dari stasiun remote ke hub) dan outbound
link(dari hub ke stasiun remote).
Ada dua mode komunikasi yang dapat dioperasikan pada jaringan bintang, yaitu
hop tunggal dan hop ganda. Mode komunikasi hop tunggal merupakan mode yang paling
sederhana dan paling banyak digunakan pada aplikasi jaringan VSAT. Stasiun remote
hanya berhubungan dengan stasiun hub dan tidak dapat berhubungan dengan stasiun
remote lainnya. Komunikasi antar remote dilakukan tidak langsung, informasi harus
dikirimkan ke stasiun hub baru kemudian dikieimkan ke remote yang dituju dalam waktu
yang berbeda.
Pada mode hop ganda, setiap stasiun remote dapat mengakses remote lainnya
melalui stasiun hub. Semua sinyal dari stasiun remote dikirimkan ke stasiun hub, yang
berfungsi sebagai prosesor utama. Disini sinyal mengalami proses decoding,
demultiplexing, regeneration, multiplexing, encoding dan switching. Stasiun hub
kemudian mengirimkan kembali sinyal tersebut ke stasiun remote yang dituju melalui
outbound link. Mengingat waktu tunda yang besar, mode ini tidak direkomendasikan
untuk komunikasi suara, hanya untuk komunikasi data, teleks atau citra. Gambar 3.2.
menunjukkan konfigurasi jaringan Star VSAT.
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
HUB
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
Gambar 3.2. Jaringan Star VSAT
3.4.2. Jaringan Mata Jala (meshed)
Pada jaringan mata jala, satu stasiun remote dapat berhubungan dengan remote
lainnya dalam komunikasi hop tunggal. Jika jaringan tersebut memiliki konektivitas
penuh, setiap remote dapat berhubungan dengan remote lainnya secara langsung, tanpa
harus terlebih dahulu berhubungan dengan stasiun hub. Stasiun pengontrol utama
berfungsi mengatur proses pembentukan hubungan (call setup) antar remote. Setelah itu
hubungan komunikasi berlangsung antar kedua remote tanpa melalui stasiun pengontrol.
Konfigurasi seperti ini memungkinkan komunikasi suara dan data antar remote karena
waktu tundanya masih dalam batas yang diperbolehkan. Kerugiannya dibutuhkan stasiun
remote dengan daya keluaran dan diameter yang lebih besar dibandingkan jaringan
bintang. Selain itu, semakin banyak stasiun remote yang terpasang, kemungkinan
kegagalan hubungan (probability of blocking) juga semakin besar. Gambar 3.3.
menunjukkan konfigurasi jaringan Mesh VSAT.
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
Gambar 3.3. Jaringan Mesh VSAT
3.4.3. Jaringan Star-Meshed
Konfigurasi ini merupakan campuran (hybrid) antara jaringan bintang dan mata
jala. Backbone-nya berupa jaringan bintang. Karena pertimbangan tertentu seperti
trafiknya besar, prioritas hubungan dan sebagainya, dibuat meshed dari beberapa remote
ke remote lainnya tanpa melalui stasiun hub. Konfigurasi ini menurut kualitas peralatan
dan hubungan yang lebih baik daripada bentuk bintang, tapi tidak serumit jaringan
meshed. Stasiun pengontrol sekaligus berfungsi sebagai stasiun hub. Gambar 3.4.
menggambarkan topologi jenis hybrid.
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
HUB
HUB
VSAT
VSAT
Gambar 3.4. Jaringan Star-Meshed VSAT
VSAT
3.5.
Frekuensi dan Lebar Bidang (Bandwidth) VSAT
Dalam lingkup daerah yang sama, frekuensi kerja dan bandwidth pada
komunikasi tertentu berbeda satu sama lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah pengalokasian frekuensi dan bandwidth serta mencegah terjadinya
interferensi antara gelombang informasi.
3.5.1. Frekuensi Kerja Jaringan VSAT
Pada umumnya VSAT menggunakan Ku-band dan C-band frekuensi :
1. Ku-band digunakan di Amerika Utara, Eropa dan menggunakan antena VSAT
yang kecil (berdiameter 0,6 – 1,8 m).
2. C-band digunakan intensif di Asia , Afrika dan Amerika Latin dan menggunakan
antena yang lebih besar (berdiameter 1-3 m).
Masing-masing band frekuensi tersebut memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan.
Secara rinci dapat dilihat seperti tabel berikut ini [Maral, G. 1995] :
Tabel 3.1. Kelemahan dan keunggulan frekuensi C-band dan Ku-band
FREKUENSI
C-Band
Uplink (5,925 – 6,425
GHz)
Downlink (3,7 – 4,2 GHz)
KEUNGGULAN
o Tersedia diseluruh wilayah
dunia
o Teknologi yang termurah
o Tahan dari redaman hujan
KELEMAHAN
o Antena VSAT berukuran
relatif besar (1-3 m)
o Rentan
interferensi
tetangga
terhadap
dari
&
satelit
terestrial
microwave
Ku-Band
Uplink (14 – 14,5 GHz)
Downlink (11,7 – 12,2
GHz)
o Kapasitas relatif besar
o Rentan dari redaman hujan
o Antena VSAT berukuran
o Penyediaan
relatif kecil (0,6 – 1,8m)
frekuensi
terbatas (faktor regional)
Komunikasi VSAT di Indonesia menggunakan satelit Telkom-1 yang mempunyai
frekuensi kerja C-Band dengan frekuensi Uplink 5,925 GHz – 6,425 GHz dan frekuensi
Downlink 3,7 GHz – 4,2 GHz, selain itu Extended C band yaitu 6445 – 6705 MHz
(uplink) dan 3400 – 3660 MHz (downlink). Dipilih frekuensi C band karena cocok
digunakan untuk kondisi alam yang mempunyai curah hujan yang tinggi seperti di
Indonesia.
3.5.2. Alokasi Lebar Bidang (Bandwidth) Jaringan VSAT
Lebar pita total pada satelit Telkom-1 adalah 500 MHz. Lebar pita 500 MHz ini
dibagi atas beberapa bagian lebar pita yang lebih kecil. Lebar pita ini sebesar 36 MHz
yang disebut transponder. Telkom-1 adalah satelit dengan tipe 3 sumbu dengan 36
transponder, masing-masing transponder memiliki lebar pita 36 MHz. dari keseluruhan
jumlah transponder tersebut 24 transponder menggunakan standar C band dan 12
transponder menggunakan Extended C band.
Frekuensi uplink adalah frekuensi tengah dari suatu transponder yang digunakan,
misalnya frekuensi uplink suatu transponder 5,945 GHz, hal ini berarti transponder
tersebut mempunyai jangkauan frekuensi antara 5,927 GHz sampai 5,963 GHz. Untuk
frekuensi downlink prinsipnya sama tetapi dengan frekuensi pancar yang berbeda. Satu
transponder dengan lebar pita 36 MHz dapat menampung 180 carrier. Setiap carrier
mempunyai jarak dengan carrier lainnya sebesar 4 KHz. Setiap carrier mempunyai lebar
pita 120 KHz yang dapat dipakai untuk mentransmisikan data baik dari kanal outlink
maupun dari kanal returnlink.
3.6. Sistem Modulasi VSAT
Modulasi adalah proses mengatur gelombang informasi yang akan dibawa oleh
gelombang pembawa (carrier). Sinyal informasi dapat dimodulasi dengan cara merubah
amplitudo, frekuensi dan fasa. Bentuk pemodulasi sinyal informasi ini dapat dilakukan
secara analog maupun digital. Untuk jaringan komunikasi satelit, modualsi yang sering
digunakan adalah modulasi fasa dalam bentuk digital atau yang sering disebut dengan
PSK (Phase Shift Keying). Dalam PSK, sinyal informasi pada umumnya berbentuk
digital yang dimodulasi oleh sinyal pembawa berbentuk analog. Setiap perubahan kode
sinyal digital berakibat modulasi berubah.
Modulasi yang digunakan jaringan VSAT, yaitu BPSK (Binary Phase Shift
Keying). Dalam sistem BPSK, sinyal informasi pada umumnya berbentuk digital yang
dimodulasi oleh sinyal pembawa berbentuk analog. Pada modulasi ini sinyal informasi
berbentuk digital dengan dua perubahan tegangan (misalkan tegangan rendah diwakilkan
dengan nilai 0 dan tegangan tinggi diwakilkan dengan nilai 1). Data kemudian dikodekan
dengan sistem NRZ (Non Return to Zero) yang akan menjadikan keluaran dua tegangan
tersebut menjadi bernilai plus dan minus (misalkan tegangan rendah menjadi -1 dan
tegangan tinggi menjadi +1). Jika sinyal biner bernilai +1 sinyal sinusoida tidak berubah
dan jika sinyal biner bernilai -1 maka sinyal sinusoida berubah fasa sebesar 180o.
3.7. Protokol Komunikasi VSAT
Protokol komunikasi merupakan kumpulan tata cara, aturan atau prosedur yang
mengatur pertukaran informasi dan harus diikuti agar suatu stasiun dapat saling
berkomunikasi dengan stasiun lainnya untuk melakukan suatu pekerjaan dalam suatu
sistem yang sama.
Ada 3 kategori utama dari protokol jaringan Komunikasi VSAT yaitu :
1. Protokol Data Terminal Equipment (DTE) pelanggan.
2. Protokol Akses Ganda ke satelit
3. Protokol jaringan antara stasiun Hub dan stasiun Remote
Terminal atau komputer biasanya dilengkapi dengan protokol DTE. Jika protokolprotokol ini tidak sesuai dengan transmisi satelit, jaringan komunikasi VSAT mempunyai
kemampuan untuk mengubah protokol-protokol tadi menjadi protokol jalur satelit yang
lebih efisien. Protokol akses ganda digunakan oleh stasiun hub dan stasiun remote untuk
mengakses satelit.
3.7.1. Protokol Data Terminal Equipment
Untuk menyesuaikan protokol-protokol DTE dengan cakupan yang luas, jaringan
komunikasi VSAT secara umum menyediakan pilihan untuk pelayanan komunikasi Bit
transparent. Bit transparent ini berarti pemakai dapat menggantikan suatu rangkaian
terestrial yang ada dengan pelayanan jaringan komunikasi VSAT tanpa membuat
perubahan pada DTE atau operasinya.
Jaringan komunikasi VSAT yang diterapkan di Indonesia menggunakan protokol
standar
CCITT
X.25.
Assembler/Disassembler)
Suatu
peralatan
digunakan
agar
yang
disebut
jaringan
X.25
komunikasi
PAD
VSAT
(Packet
dapat
berkomunikasi dengan berbagai standar protokol.
Penggunaan peralatan antarmuka(interface) jaringan terdiri atas :
a. Hubungan fisik antara peralatan pemakai dan jaringan, yang menggunakan
standar CCITT V.24 atau standar RS-232C.
b. Antarmuka protokol pada lapisan dua dan tiga.
c. Gerbang keluar (gateway) yang merupakan antarmuka antara X.25 dengan
jaringan VSAT.
3.7.2. Protokol Akses Ganda
Protokol akses ganda ini ditujukan untuk mendayagunakan pemakaian
transponder satelit seefisien mungkin berdasarkan lalu lintas data yang terjadi dalam
jaringan komunikasi VSAT yang baik dengan kinerja tinggi dan biaya minimum.
Kapasitas transponder yang besar menghasilkan waktu tunda yang lebih pendek, tetapi
meninggikan biayanya.
Jaringan komunikasi VSAT di Indonesia memakai protokol akses ganda dengan
teknik ARSA dimana protokol ini merupakan gabungan antara teknik Slotted Aloha dan
teknik TDMA.
3.7.3. Protokol Jaringan antara stasiun Hub dan stasiun Remote
Protokol jaringan komunikasi VSAT di Indonesia memakai protokol X.25 yang
dianggap fleksibel karena banyak digunakan dalam jaringan telekomunikasi dan telah
direkomendasikan oleh CCITT.
Protokol X.25 terbagi atas tiga level, yaitu :
1. Level 1, mendefinisikan fungsi dan prosedur mekanis dan elektris untuk
mengaktifkan media transmisi antara terminal DTE dan perangkat DCE (Data
Circuit Equipment).
2. Level 2, mendefinisikan prosedur pertukaran frame data antara DTE dan DCE.
Level ini berfungsi untuk pertukaran frame yang bebas kesalahan dan disebut
frame level.
3. Level 3, mendefinisikan prosedur pertukaran paket data yang mengandung
informasi kontrol dan data antar DTE dan DCE. Level ini disebut juga packet
level.
Setiap level memberikan pelayanan kepada level diatasnya. Packet level atau
level 3 ditambah header dan tailer yang digunakan sebagai fungsi dan prosedur untuk
level 2. frame level atau level 2 diapit oleh 2 flag.
Istilah frame data disini berbeda, bukan lagi sejumlah paket data yang dibatasi
oleh Start of Frame (SOF), tetapi frame data yang dipakai disini adalah paket data
ditambah informasi level 2 terletak pada bagian header dan tailer. Jadi sebuah frame data
hanya mengandung suatu paket data.
3.8. Packet Assembler Disassembler (PAD) pada VSAT
Pengertian umum PAD adalah perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software) yang merupakan jaringan antar muka protokol komunikasi terminal.
Tujuannya adalah agar pusat jaringan dan terminal yang beroperasi dalam mode karakter
dan jaringan yang beroperasi dalam mode paket dapat berkomunikasi dan memberikan
sifat transparan kepada pemakai. Dalam komunikasi VSAT baik master stasiun maupun
remote stasiun mempunyai PAD.
HOST
PROCESSOR
HOST
PAD
TERMINAL
PAD
TERMINAL
Gambar 3.5. PAD pada Komunikasi VSAT
Pengertian PAD dalam komunikasi VSAT adalah merupakan suatu perangkat software
yang menjadi perantara bagi protokol pada pelanggan dengan protokol pada jaringan
VSAT. Perangkat software pada remote VSAT dikirimkan oleh master stasiun.
Pengiriman software ini menggunakan kanal outlink dan proses ini disebut download.
3.9. Metode Akses Jamak
Kelebihan dari sistem komunikasi satelit yang tidak dipunyai oleh sistem
komunikasi lainnya adalah kemampuannya untuk menghubungkan semua stasiun bumi
bersama-sama baik secara multipoint atau point to point. Karena satu transponder satelit
dapat dipergunakan banyak stasiun bumi secara bersamaan, maka diperlukan suatu teknik
untuk mengakses transponder tersebut ke masing-masing stasiun bumi. Teknik ini
dinamakan Satellite Multiple Access atau metoda akses satelit. Ada 3 metoda akses yang
dipakai untuk komunikasi satelit pada saat ini, yaitu : FDMA (Frequency Division
Multiple Access), TDMA (Time Division Multiple Access) dan Aloha.
3.9.1. FDMA (Frequency Division Multiple Access)
Pada sistem FDMA ini setiap stasiun bumi dalam suatu jaringan satelit mengirim
satu atau lebih carrier pada frekuensi center yang berbeda ke transponder satelit. Untuk
menghindari overlapping antar carrier yang berdekatan diberikan band guard yang
sempit. Sistem FDMA diperlihatkan secara skema pada gambar 3.6.[Tri, T.Ha, 1990]
S tSatellite
llit
t1
t2
t3
t4
t5
t6
on
t e S t a s i u n R e m o te S
R e m o t e SR tea m
s iu
on
t e SR tea m
s iu
R ta
em
o te
s iu
n SRtae smiuonte S ta s iu n
SATELLITE UPLINK BANDWIDTH
t1
t2
t3
SATELLITE DOWNLINK BANDWIDTH
t4
t5
Gambar 3.6 Konfigurasi transmisi dan konsep dari FDMA
t6
Sistem FDMA tidak efisien untuk kepadatan lalu lintas yang rendah karena total alokasi
daya dan lebar pita transponder satelit harus selalu digunakan tidak peduli jumlah kanal
yang terpakai.
3.9.2. TDMA (Time Division Multiple Access)
Pada metoda TDMA, sejumlah stasiun bumi menggunakan suatu transponder
satelit dengan membagi dalam bidang waktu. Pembagian ini dilakukan dalam selang
waktu tertentu, yang disebut kerangka TDMA (TDMA frame). Setiap kerangka TDMA
dibagi lagi atas sejumlah celah waktu (time slot). Informasi dimasukkan dalam time slot
yang berbeda dan dipancarkan secara periodik dengan selang waktu yang sama. Gambar
3.7 memperlihatkan konfigurasi transmisi dan konsep dari TDMA.
1
2
3
TIME
Slot 1
Slot 2
Slot 3
on
t e S tRa es m
iu o
n te SRta
R e m o t e SR tea m
s iu
on
t e SR tea m
s iu
e smiuonte SRta
em
s iu
on
te S ta s iu n
T
Frame
Frame
Slot
Frame
T1 sec
Gambar 3.7. Konfigurasi transmisi dan Konsep TDMA
Setiap kerangka TDMA terbagi atas beberapa celah waktu, celah waktu tersebut
mempunyai struktur yang terdiri dari preamble time dan data bit transmision. Gambar 3.8
memperlihatkan format dari kerangka TDMA.
Frame
Slot
1
Slot
2
Slot
3
........
Slot
N
Slot
Preamble
Data bits
Guard
time
Carrier
recovery
Bit
timing
Unique
word
Gambar 3.8 Format dari kerangka TDMA
Metode akses TDMA ini digunakan oleh jaringan VSAT untuk jalur transmisi outroute.
Sehingga stasiun hub dapat mengirim data paket ke banyak remote station dengan carrier
tunggal.
3.9.3. Aloha
Aloha atau RTDMA (Random Time Division Multiple Access) merupakan
metode akses didalam jaringan komunikasi data dengan semua stasiun terhubung, dapat
mengirim datanya secara acak. Setiap stasiun bebas mengirim data paket sewaktu-waktu
(burst) tanpa terikat dengan stasiun yang lain. Kedudukan setiap stasiun sama, yaitu tidak
ada yang mengatur urutan-urutan didalam pengiriman data paket.
Untuk data paket yang diterima dengan benar, akan mendapat balasan kontrol
ACK dari stasiun penerima dan bila tidak mendapat balasan ACK data paket dianggap
rusak. Data paket dikatakan bertubrukan (collision) bila dua atau lebih stasiun mengirim
data paket dalam waktu yang bersamaan. Gambar 3.9. memperlihatkan data yang
bertabrakan pada pemakaian aloha.
m
Waktu
m
Gambar 3.9. Tabrakan data paket dalam metode akses Aloha
3.9.4. Slotted Aloha
Metode akses slotted aloha merupakan penyempurnaan dari metode akses aloha.
Penyempurnaan yang utama, yaitu dengan adanya penambahan sinkronisasi waktu
transmisi. Slotted disini diartikan sebagai wadah dengan panjang tertentu yang akan
ditempati oleh data paket. Setiap remote stasiun yang aktif sebelumnya menyinkronkan
dengan stasiun pengendali utama dengan cara mengirim permintaan.
Transmisi data dengan metode ini terjadi secara random. Di dalam satu time slot,
masing-masing stasiun remote dalam community yang sama akan memperebutkan kanal
returnlink tersebut. Metoda pengaksesan Slotted Aloha ini dipakai pada saat lalu lintas
data disuatu community rendah.
Returnlink Data Frame
1 time Slot
Gambar 3.10 Bentuk Returnlink Data Frame
Satu returnlink data frame (lihat gambar 3.10) terdiri dari beberapa time slot.
Setiap time slot hanya dapat menampung satu paket data. Pada returnlink data frame pada
kanal returnlink sama dengan panjang outlink data frame, sehingga panjang returnlink
data frame diatur oleh dua SOF pada kanal outlink.
Jika dua remote station atau lebih mengirimkan data secara bersamaan maka akan
terjadi tabrakan antara paket data (packet collision) yang berakibat stasiun hub tidak
dapat menerima data sama sekali.
Masing-masing stasiun remote kemudian mengirimkan kembali data tersebut
dalam selang waktu yang acak. Lalu lintas data yang tinggi mengakibatkan makin
seringnya tabrakan sehingga waktu tunda (delay time) bertambah dan tingkat
keberhasilan data yang diterima (throughput data) oleh stasiun hub menurun.
Remote Station 1
Remote Station 2
Remote Station 3
Remote Station N
Waktu
Pengiriman paket data yang berhasil
Paket yang mengalami tabrakan
Waktu tunda pengulangan transmisi data secara acak
Gambar 3.11 Proses terjadinya tabrakan data
Untuk mencari besarnya probabilitas pengiriman paket data baru ini dapat
digunakan dengan persamaan [Tri T.Ha, 1990] :
qa =
Sn(maksimum)
N
(3-1)
dimana;
qa
= probabilitas keberhasilan
N
= jumlah stasiun
Sn(maksimum) = throughput maksimum (untuk slotted aloha = 0,36)
Sedangkan paket data yang tabrakan, akan dikirim ulang oleh stasiun yang backlog
tersebut. Untuk mengetahui probabilitas keberhasilan dalam sekali pengiriman ulang
paket data oleh stasiun backlog ini, dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
1 Tr K + 2
=
+
qr m
2
dimana;
(3-2)
qr
= probabilitas keberhasilan pengiriman ulang
Tr
= waktu tunda propagasi satelit one hop (0,25 s)
K
= nilai random yang terjadi = 1,2,3 …….
Untuk mencari waktu tunda dari metode akses slotted aloha, dapat digunakan rumus :
t T = Tr +
3m n o
+
m
2
So
( 3-3 )
dimana :
tT
= Waktu tunda dari metode akses slotted aloha (detik)
Tr
= Waktu transmisi minimum (detik)
m
= Waktu tunda setiap paket data (detik)
no
= Probabilitas banyaknya stasiun yang backlog (tabrakan)
So
= Probabilitas throughput (tingkat keberhasilan data yang diterima) yang
terjadi pada saat backlog
Sedangkan waktu tunda untuk setiap paket data dapat dicari dengan persamaan :
m=
r
V
(3-4)
dimana:
m
= waktu tunda setiap paket data (detik)
r
= banyaknya bit dalam satu paket data (bit)
V
= kecepatan pengiriman paket data (bps)
Dalam analisa untuk mencari waktu tunda ini dapat dilakukan dengan mencari
titik potong keseimbangan , yaitu perpotongan kecepatan input dan kecepatan output
sebanyak satu titik potong. Untuk mencari probabilitas input dapat dicari dengan rumus:
S = ( N − R)q a
dimana:
S
= probabilitas kanal input
R
= jumlah stasiun yang backlog (tabrakan)
Sedangkan untuk mencari kecepatan ouput dapat dicari dengan rumus :
(3-5)
Sn = (1 – qr)R S.exp-S + R.qr (1 – qr)R-1 . exp-S
(3-6)
dimana:
Sn
= probabilitas ouput
qr
= probabilitas keberhasilan pengiriman ulang
3.10. Delay Transmisi
Pada jaringan VSAT untuk hubungan single hop tanpa melalui jaringan hub,
delay propagasinya yaitu 0,25 detik, sedangkan untuk jaringan double hop melewati hub,
delay propagasinya yaitu kira-kira kurang lebih dua kali delay single hop 0,5 detik.
Delay pada hubungan single hop juga didapat dari persamaan [Tri T.Ha 1990] :
d 
Tr = 2 
c
dimana :
(3-7)
d = jarak satelit-stasiun (m) = 36000000 m
c = cepat rambat gelombang elektromagnetik ( 3 x 108 ms-1 )
sehingga :
 36000000 
Tr = 2

8
 3x10 
= 0,24 detik ≅ 0,25 detik
(3-8)
Karena besarnya delay pada hubungan double hop yaitu dua kalinya transmisi pada one
hope (0,5 detik) maka tidak direkomendasikan untuk jaringan komunikasi suara, hanya
untuk transmisi data dan video.
Pada saat pengiriman sebuah data, stasiun pengirim menyertakan bit-bit yang
melakukan encoding dari tipe data, program yang membuatnya dan protokol yang
digunakan. Seluruh data disimpan dalam frame jaringan untuk ditransmisikan dan
disatukan dalam sebuah stream of packets. Pada penerima, stasiun penerima akan
menggunakan informasi lebih dari bit-bit tersebut sebagai panduan cara memproses data.
Untuk mencari delay media jaringan VSAT ini digunakan persamaan [Schwartz, 1987 :
128] :
1 + (α − 1) p 
tV = t T 

 1− p 
(3-9)
dimana :
tv
= Waktu transmisi total (detik)
p
= Probabilitas frame ( susunan data) yang salah
Tr
= Waktu transmisi minimum (detik)
tT
= Waktu transmisi oleh metode akses yang digunakan (detik)
α
= konstanta = tT / Tr
Download