ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN, KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN SKRIPSI Oleh: Fauzi Amri 104081002572 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 1 ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN, KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Fauzi Amri NIM: 104081002572 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 150 317 955 Pembimbing II Indo Yama Nasarudin, SE, MAB NIP. 150 317 593 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 2 ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN, KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Fauzi Amri NIM: 104081002572 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 150 317 955 Indo Yama Nasarudin, SE, MAB NIP. 150 317 593 Penguji Ahli Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 131 474 891 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 3 Hari ini Kamis Tanggal 7 Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Fauzi Amri NIM: 104081002572 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN, KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 7 Agustus 2008 Tim Penguji Ujian Komprehensif Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Ketua Herni Ali HT, SE, MM Sekretaris Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli 4 ABSTRACT The purpose of this research is to examine influence ownership structure, and financial decision include: investment decision, financing decision, and dividend policy on the firm value. Data in this research is use historical data, and financing data shapped financial report go public firm in Indonesia Stock Exchange. This research used sample consists of companies registered on the Indonesia Stock Exchange for an observation period of 2005-2007. From those population with purposive sampling, researcher found 30 sample. In this research, researcher use less one indicator to represent one variable and have complex correlation between the variable, there for researcher used structural equation modeling (SEM) with program LISREL 8.54. The result show investment decision, financing decision, dividend policy is significant influences on the firm value, while ownership structure not significant influences to firm value. Key word : Firm value, Ownership structure, Investment decision, Financing decision, Dividend policy. 5 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh struktur kepemilikan dan keputusan keuangan yang meliputi: keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Data-data yang digunakan adalah data historis dan data-data keuangan berupa laporan keuangan perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini menggunakan populasi seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Dari populasi tersebut didapat sampel sebanyak 30 perusahaan dengan menggunakan metode purposive sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lebih dari satu indikator untuk mewakili satu variabel dan memiliki hubungan yang kompleks antara variabel-variabelnya sehingga peneliti menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dengan program LISREL 8.54. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan struktur kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Kata kunci: Nilai perusahaan, Struktur kepemilikan, Keputusan investasi, Keputusan pendanaan, Kebijakan dividen. 6 CURRICULUM VITAE Fauzi Amri Hp : 08561432080 [email protected] Identitas Nama : Fauzi Amri Tempat & Tgl Lahir : Purbalingga, 06 Maret 1986 Jenis Kelamin : Laki-Laki Agama : Islam Alamat : Jl. Abd. Wahab No. 46 RT 03/07 Sawangan Lama Depok, Jawa Barat Pendidikan Formal 1991-1992 : Taman Kanak-kanak Salman Ciputat, Tangerang 1992-1998 : Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Sawangan, Depok 1998-2001 : Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 10 Depok 2001-2004 : Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 05 Depok 2004-2008 : Jurusan Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengalaman Organisasi Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lembaga Dakwah Kampus (LDK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan ini. Shalawat serta salam semoga tetap dan akan terus tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW, manusia pilihan yang pribadinya adalah tauladan bagi kita semua, kepada keluarganya, sahabatnya, sampai kepada para pengikutnya. Dalam skripsi ini peneliti menganalisis pengaruh struktur kepemilikan dan keputusan keuangan yang meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2005 hingga 2007. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi beberapa pihak, karenanya penulis dengan sepenuh hati mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang membantu, mendorong serta memberikan inspirasi sehingga skripsi ini bisa selesai sesuai dengan target. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tersayang yang tak kenal lelah, mendidik dan membesarkan. Terimakasih atas perhatian, kesabaran, nasihat, semangat, serta do’a yang tiada henti mengalir kepada penulis. 2. Adik-adikku tercinta, Faizul dan Fitri serta sanak saudaraku sekalian yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis. 3. Orang yang selalu dekat di hatiku, Fifi Fatimatuzzahrah. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT sehingga senantiasa sehat dan berbahagia. Makasih buat perhatian, do’a, semangat, dan senyumnya... 8 4. Drs. Muhammad Faesal Badroen, MBA. Selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Kepada dosen pembimbing skripsi Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM dan Bapak Indo Yama Nasarudin SE, MAB yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan mengoreksi penulisan skripsi ini. 6. Kepada para dosen penguji kompre Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku ketua penguji, Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku penguji ahli, dan Bapak Herni Ali HT, SE., MM selaku penguji III. 7. Kepada para dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial atas segenap ilmu, budi pekerti, dan nilai-nilai kehidupan yang telah kalian ajarkan kepada kami semasa perkuliahan lalu. 8. Sahabatku, Fadli, Didi, Yunus, Wildan, dan seluruh awak kelas manajemen e angkatan 2004 yang telah menjadi teman dan sahabat seperjuangan dalam mengarungi masa-masa perkuliahan yang penuh dengan tantangan dan kenangan. 9. Nurfarhana, Umi, Syarifah, dan Basith, yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, makasih ya… 10. Dan semua orang dan pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu Akhirnya, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan konstruktif dari berbagai pihak agar dapat lebih memberikan manfaat dikemudian hari. Jakarta, 28 November 2008 Fauzi Amri 9 DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ i ABSTRACT ............................................................................................ ii ABSTRAK ............................................................................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................................. iv DAFTAR ISI ............................................................................................ vi DAFTAR TABEL ................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... x BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah............................................................................ 10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 10 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori .................................................................................. 13 1. Struktur Kepemilikan.................................................................... 13 2. Keputusan Keuangan .................................................................... 17 3. Nilai Perusahaan ........................................................................... 22 4. Struktur Kepemilikan dan Keputusan Keuangan ........................... 25 5. Struktur Kepemilikan dan Nilai Perusahaan .................................. 31 6. Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan .................................. 34 B. Penelitian Sebelumnya ....................................................................... 41 10 C. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 43 D. Hipotesis ............................................................................................ 47 BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 49 B. Metode Penentuan Sampel.................................................................. 49 C. Metode Pengumpulan Data................................................................. 50 D. Metode Analisis ................................................................................. 51 E. Operasional Variabel ......................................................................... 66 BAB IV : PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................................... 72 B. Deskriptif Analisis................................................................................. 76 1. Deskriptif Data Sampel .................................................................... 76 2. Deskriptif Analisis Data ................................................................... 78 C. Pengujian dan Pembahasan.................................................................... 96 1. Pengujian Hipotesis.......................................................................... 96 2. Pembahasan Hipotesis...................................................................... 111 D. Interpretasi ............................................................................................ 119 BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan........................................................................................... 123 B. Implikasi ............................................................................................... 126 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 128 LAMPIRAN 11 DAFTAR TABEL No. Keterangan Halaman 3.1 Kriteria Uji Kesesuaian Fit 64 4.1 Data Sampel Penelitian 77 4.2 Rasio Struktur Kepemilikan Saham 79 4.3 Rasio PPE, MVE/BVE, dan MVA/BVA 84 4.4 Rasio BDE, BDA, dan LDE 88 4.5 Rasio DPR dan DYR 91 4.6 Rasio PBV dan PER 94 4.7 Uji Kesesuaian Fit 1 100 4.8 Uji Kesesuaian Fit 2 105 4.9 Hubungan Beta dan Gamma 113 12 DAFTAR GAMBAR No. Keterangan Halaman 2.1 Konseptualisasi Model 44 4.1 Path Diagram Hasil Pengujian 1 97 4.2 Path Diagram Hasil Pengujian 2 99 4.3 Path Diagram Modification Indices 102 4.4 Path Diagram Hasil Pengukuran 108 4.5 Path Diagram Model Struktural 112 13 DAFTAR LAMPIRAN No. Keterangan Halaman 1. Output LISREL Awal 1 1 2. Output LISREL Awal 2 4 3. Output Modification Indices 1 8 4. Output Modification Indices 2 12 5. Output Modification Indices 3 16 6. Output LISREL Akhir 20 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu wahana yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi dana, baik dari dalam atau luar negeri. Kehadiran pasar modal memperbanyak pilihan sumber dana (khususnya dana jangka panjang) bagi perusahaan. Hal ini berarti keputusan pembelanjaan dapat menjadi semakin bervariasi. (Yuliati, 1996 : 1) Kehadiran bursa efek sebagai lembaga penunjang pasar modal telah ikut berperan serta dalam menunjang perkembangan perusahaan-perusahaan yang ada dalam satu negara. Melalui bursa efek perusahaan dimungkinkan untuk mencari alternatif penghimpunan dana selain melalui perbankan. Perusahaan yang akan melakukan ekspansi dapat mendapatkan dana tidak hanya dalam bentuk kredit perbankan tetapi juga dalam bentuk equity (modal sendiri). Melalui bursa efek memungkinkan suatu perusahaan untuk menerbitkan sekuritas yang berupa saham. Setiap perusahaan yang menerbitkan saham secara umum bertujuan untuk meningkatkan harga atau nilai sahamnya guna memaksimalkan kekayaan atau kemakmuran para pemegang sahamnya. Kebijakan struktur modal merupakan kebijakan tentang bauran dari segenap sumber pendanaan jangka panjang yang digunakan perusahaan. Kebijakan struktur modal akan berpengaruh positif terhadap nilai saham melalui 15 penciptaan bauran atau kombinasi sumber dana (hutang jangka panjang dan modal sendiri) sehingga mampu memaksimalkan nilai saham. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham (Brigham, 1996). Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pula pemiliknya. Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan (Fama dan French, 1998). Nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya (Fama, 1978). Jensen (2001) menjelaskan bahwa untuk memaksimumkan nilai perusahaan tidak hanya nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga semua klaim keuangan seperti hutang, warran, maupun saham preferen. Penyatuan kepentingan pemegang saham, debtholders, dan manajemen yang notabene merupakan pihakpihak yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan perusahaan seringkali menimbulkan masalah-masalah (agency problem). Agency problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional). Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki. Perusahaan dapat memaksimalkan kesejahteraan pemilik melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan pendanaan dan keputusan dividen 16 yang tercermin dalam harga saham di pasar modal, demikian jika dilihat berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan. Tujuan ini sering diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, banyak shareholder yang menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para professional yang bertanggungjawab mengelola perusahaan, yang disebut manajer. Para manajer yang diangkat oleh shareholder diharapkan akan bertindak atas nama shareholder tersebut, yakni memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran shareholder akan dapat tercapai. Dengan semakin berkembangnya dunia usaha dan semakin rumitnya situasi yang dihadapi oleh perusahaan modern masa kini, maka semakin luas pula ruang lingkup dan peran seorang manager keuangan. Dalam Manajemen Keuangan modern sekarang ini fungsi manager keuangan dapat dibagi menjadi tiga tugas pokok yaitu: 1. Memutuskan alternatif pembiayaan Fungsi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan di dalam memilih alternatif pembiayaan terbaik dari berbagai alternatif sumber dana yang tersedia, sehingga diperoleh suatu kombinasi pembiayaan. 2. Menetapkan pengalokasian dana Fungsi yang dijalankan ini mencakup keputusan yang harus dilakukan oleh manajer keuangan didalam menetapkan kombinasi dari harta yang paling baik bagi perusahaan. 17 3. Kebijakan pembagian dividen Kewajiban manager keuangan di dalam menetapkan kebijakan pembagian dividen karena fungsi ini akan mempengaruhi nilai dari perusahaan tersebut, yang akan memberikan gambaran atas kemakmuran para pemilik. Ketiga fungsi pokok dari manager keuangan tersebut pada akhirnya hanya mengarah pada satu tujuan yaitu memaksimalkan nilai dari perusahaan bagi para pemiliknya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan sangat ditentukan oleh kebijakan keuangan yang menggambarkan komposisi pembiayaan dalam struktur keuangan perusahaan dan juga besarnya dividen yang dibagikan sebagai gambaran kemakmuran para pemiliknya. Pemilihan struktur pendanaan merupakan masalah yang menyangkut komposisi dana yang digunakan oleh perusahaan. Masalah yang harus dijawab dalam keputusan pendanaan dihubungkan dengan sumber dana adalah apakah sumber eksternal atau internal, besarnya hutang dan modal sendiri, dan bagaimana tipe hutang dan modal yang akan digunakan. Apakah hutang jangka panjang atau hutang jangka pendek. Apakah modal sendiri diperoleh dari laba ditahan atau menerbitkan saham baru. Hubungan manajer dengan pemegang saham di dalam agency theory digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Schroeder et al. 2001) dalam Cristiawan dan Tarigan (2007). Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Manajer harus mengambil keputusan bisnis terbaik untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Namun demikian pemegang saham tidak dapat mengawasi semua keputusan dan aktivitas 18 yang dilakukan oleh manajer. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan. Para manajer dalam menjalankan operasi perusahaan, seringkali tindakannya bukan memaksimumkan kemakmuran shareholder, melainkan justru tergoda untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Kondisi ini akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara external shareholder dengan manajer. Konflik yang disebabkan oleh pemisahan antara kepemilikan dan fungsi pengelolaan dalam teori keuangan disebut konflik keagenan atau agency conflict. Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan memaksimalkan tujuannya. Konflik kepentingan terjadi jika keputusan manajer hanya akan kepentingan memaksimalkan pemegang saham. kepentingannya Perilaku dan tidak sejalan dengan manajer dalam situasi konflik kepentingan inilah yang menarik untuk diteliti. Keputusan dan aktivitas manajer yang memiliki saham perusahaan tentu akan berbeda dengan manajer yang murni sebagai manajer. Manajer yang memiliki saham perusahaan berarti manajer tersebut sekaligus adalah pemegang saham. Manajer yang memiliki saham perusahaan tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara manajer yang tidak memiliki saham perusahaan, ada kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. 19 Kepemilikan saham perusahaan oleh manajer disebut dengan kepemilikan manajerial. Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan (Crutchley dan Hansen : 1989; Jensen, Solberg dan Zorn : 1992) dalam Luciana et al. (2006). Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Pada kepemilikan yang menyebar, masalah keagenan terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang saham. Kepemilikan saham 5% menyebabkan kekuasaan pemegang saham kecil dan menyerahkan kepada manajer. Sebagai konsekuensinya, manajer menuntut kompensasi yang tinggi sehingga meningkatkan biaya keagenan. Pada kondisi ini, konflik keagenan diatasi dengan meningkatkan kepemilikan manajerial. Sebaliknya pada kepemilikan yang terkonsentrasi masalah keagenan disebabkan oleh hubungan antara pemegang saham dan kreditor. Masalah ini dijumpai pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pada kepemilikan terpusat terdapat dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling mayority stockholder dan minority stockholder. Manajer diangkat dan diberhentikan oleh controlling mayority stockholder sehingga menunjukkan kinerja baik dihadapan pemegang saham. Peningkatan dividen juga diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan. Hal ini disebabkan dimana dividen yang besar menyebabkan rasio laba ditahan 20 akan kecil sehingga perusahaan membutuhkan tambahan dana dari sumber eksternal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana menyebabkan kinerja manajer dimonitor oleh bursa dan penyedia dana baru. Pengawasan kinerja menyebabkan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham sehingga mengurangi biaya yang berkaitan dengan emisi saham baru (floating cost). (Crutchley dan Hansen : 1989) dalam Luciana et al. (2006). Kebijakan dividen merupakan kebijakan tentang berapa banyak bagian keuntungan yang dibagikan sebagai dividen. Keputusan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan kepada pemegang saham, khususnya pada perusahaan yang go public, akan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin dari harga saham. Jika perusahaan memiliki laba setiap tahunnya, maka perusahaan tersebut akan berfikir apakah dari laba yang diperolehnya tersebut akan di berikan semua atau sebagian atau seluruhnya di tahan untuk di investasikan kembali. Persoalan ini sebenarnya bukan persoalan biasa, karena akan mempunyai implikasi pada naik turunnya harga saham perusahaan. Karena berkaitan dengan itulah diperlukan adanya pengaturan yang matang tentang bagaimana penentuan laba yang diperoleh dialokasikan pada dividen dan laba yang harus dibayar. Kebijakan dividen akan berpengaruh positif terhadap nilai saham, melalui penciptaan keseimbangan di antara dividen saat ini dan laba di tahan sehingga mampu memaksimalkam nilai saham. Jika perusahaan bersangkutan menjalankan kebijakan untuk membagikan tambahan tunai maka akan cenderung meningkatkan harga saham, namun jika nilai dividen tunai meningkat maka 21 makin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi sehingga tingkat pertumbuhan perusahaan yang di harapkan untuk masa mendatang akan rendah, dan hal ini akan menurunkan harga saham. Nilai saham akan maksimal jika terjadi keseimbangan antara dividen saat ini dan laba di tahan. Penelitian yang mengkaitkan kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan (nilai perusahaan merupakan hasil keputusan operasional manajer), menunjukkan hasil yang berbeda diantara beberapa peneliti. Soliha dan Taswan (2002) menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara kepemilikan menajerial dengan nilai perusahaan. Sementara peneliti lain menemukan hubungan yang lemah antara kepemilikan menajerial dengan nilai perusahaan (Lasfer dan Faccio 1999) dalam Christiawan dan Tarigan (2007). Menurut Sartono (2001) dalam Sujoko (2007) bahwa pada umumnya para manajer perusahaan di Indonesia cenderung mengikuti hierarki pendanaan (pecking order theory). Struktur modal perusahaan diprediksi juga dipengaruhi oleh faktor ekstern dan faktor intern perusahaan. Struktur kepemilikan menjadi penting dalam teori keagenan karena sebagian besar argumentasi konflik keagenan disebabkan oleh adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan. Sudarma (2003) menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Variabel kepemilikan manajerial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Manajemen perusahaaan tidak mempunyai kendali terhadap perusahaan. Manajemen lebih banyak dikendalikan pemilik mayoritas sehingga manajemen hanya sebagai kepanjangan tangan pemilik mayoritas. 22 Berdasarkan pemikiran bahwa manajer yang sekaligus pemegang saham akan melakukan dan mengambil keputusan bisnis yang berbeda dengan manajer yang bukan sekaligus pemegang saham serta adanya hasil penelitian yang berbeda diantara peneliti tentang hubungan kepemilikan manajerial dengan keputusan bisnis, meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen, maka menarik untuk diteliti apakah memang benar ada perbedaan dalam pengambilan keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dengan perusahaan yang dikelola oleh manajer-manajer yang bukan sekaligus pemegang saham. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengambilan keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Untuk lebih memfokuskan arah penelitian ini maka keputusan bisnis yang diambil oleh manajer dibatasi pada: keputusan keuangan yang meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan dividen, serta keputusan bisnis secara keseluruhan yang diproksikan dengan nilai perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga akan memberikan dasar empiris yang kuat untuk penelitian tentang hubungan kepemilikan manajerial dengan keputusan bisnis manajer. Sangat tidak logis jika kerangka pemikiran adanya hubungan antara kepemilikan manajerial dengan keputusan bisnis manajer dibangun jika ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan antara perusahaan dengan kepemilikan dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. 23 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah struktur kepemilikan berpengaruh terhadap keputusan investasi, keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan? 2. Apakah keputusan investasi berpengaruh terhadap keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan? 3. Apakah keputusan pendanaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen dan nilai perusahaan? 4. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan terhadap keputusan investasi, keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan? 2. Untuk menganalisis pengaruh keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan? 24 3. Untuk menganalisis pengaruh keputusan pendanaan terhadap kebijakan dividen dan nilai perusahaan? 4. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan? 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Investor dan Masyarakat Dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh struktur kepemilikan, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia. Sehingga investor maupun masyarakat dapat membuat keputusan investasi yang tepat. Hasil penelitian ini juga diharapkan agar dapat digunakan sebagai referensi dalam mempertimbangkan suatu keputusan investasi yang berhubungan dengan teori keagenan, khususnya struktur kepemilikan yang merupakan alat monitoring dalam meminimumkan biaya keagenan dan aplikasinya terhadap keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan dividen sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. 2. Dunia penelitian dan Akademis Dapat menambah literatur mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik mengenai pengaruh struktur kepemilikan, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan pada masa yang akan datang. 25 3. Peneliti Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia. 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Struktur Kepemilikan Teori keagenan berkaitan dengan masalah principal-agent dalam pemisahan kepemilikan dan kontrol terhadap perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) dalam Endar Pituriningsih (2005:194) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak melalui satu atau lebih pemilik (principal) yang menyewa orang lain (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik dengan mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Itturiaga dan Sanz (1998) dalam Eddy S. dan Pratana (2003:55) menyatakan bahwa kepemilikan dan struktur pengendalian perusahaan dapat dijelaskan dengan dua titik pandang, yaitu: pendekatan keagenan dan pendekatan informasi asimetri. Pada satu sisi, penjelasan keagenan memahami struktur kepemilikan sebagai suatu instrumen yang dapat mengurangi konflik kepentingan di antara pemilik utama perusahaan. Di sisi lain, pendekatan informasi asimetri memahami struktur kepemilikan sebagai cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dengan outsiders, dengan melalui pengungkapan informasi di pasar modal. 27 a) Kepemilikan Manajerial Wahidahwati (2002) dalam Eddy S. & Pratana P. (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen (direktur dan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Menurut Sujoko & Ugy S. (2007) kepemilikan saham manajerial merupakan kepemilikan saham terbesar oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki manajemen. Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Dalam kerangka agency theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Schroeder et al. 2001) dalam Cristiawan dan Tarigan (2007:1). Agent diberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah keputusan untuk memaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Suatu ancaman bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam 28 konteks ini masing-masing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan. Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk memaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki risiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki risiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Struktur kepemilikan saham diprediksi berpengaruh dalam penentuan struktur modal. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan cenderung akan mengurangi utang. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham, maka akan terjadi pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Manajemen akan semakin 29 berhati-hati dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi akan menimbulkan risiko financial distress sehingga nilai perusahaan akan menurun. Jumlah utang yang melewati titik optimalnya akan membuat penghematan pajak dari penggunaan utang lebih rendah dari pada nilai sekarang dari financial distress dan agency cost (model trade off). Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan juga diprediksi akan meningkatkan nilai perusahaan. b) Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh investor institusional baik LSM, asuransi, bank, pemerintah (BUMN), maupun perusahaan swasta. (Bathala & Rao, 1994 dalam Faisal, 2003). Menurut Wahidahwati (2002) dalam Eddy S. & Pratana P. (2003) menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan persentase saham yang dimiliki oleh pihak institusi perusahaan pada akhir tahun. Menurut Faisal (2003) kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Dengan kepemilikan institusi yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen lebih besar. Artinya semakin besar kepemilikan institusi maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan sehingga dapat mencegah tindakan pemborosan yang dilakukan manajemen dan pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan. 30 2. Keputusan Keuangan Fungsi pokok manajemen keuangan pada setiap organisasi terutama menyangkut tiga hal, yaitu keputusan investasi (investment decision), keputusan pendanaan atau pembelanjaan (financing decision) dan keputusan menyangkut pendistribusian keuntungan dalam bentuk dividen (dividend policy) kepada para pemegang saham (Van Horne, 1995 dan Weston & Copeland, 1992). Ketiga keputusan ini saling terintegrasi satu sama lain untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai (value) perusahaan. Nilai perusahaan dapat dicerminkan oleh harga pasar (market price) saham perusahaan itu. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa nilai perusahaan adalah fungsi dari ketiga keputusan tadi. Suad Husnan (1996) secara sederhana menggambarkan hubungan ketiga keputusan dalam kegiatan manajer keuangan tersebut seperti tampak pada gambar di bawah ini: Gbr. Kegiatan utama manajer keuangan Kegiatan (1) dalam gambar menunjukkan bahwa manajer keuangan dapat memperoleh dana dari pasar keuangan (financial market), yaitu pasar yang menunjukkan pertemuan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand) 31 dana. Pasar keuangan ini terdapat dua jenis, yaitu pasar uang (money market) untuk pemenuhan kebutuhan dana jangka pendek dan pasar modal (capital market) untuk pemenuhan dana jangka panjang. Untuk memperoleh dana tersebut dapat diterbitkan aktiva financial (financial assets) yang dapat berupa saham, obligasi, surat hutang, kewajiban sewa, dan lainnya. Kegiatan (2) menunjukkan bahwa dana yang diperoleh kemudian diinvestasikan pada berbagai aktiva perusahaan, sehingga perusahaan mempunyai berbagai aktiva riil yang dapat berupa tanah, mesin, kendaraan, bangunan dan sebagainya. Dari kegiatan penanaman dana (investasi) ini perusahaan mengharapkan akan memperoleh hasil atau laba (3). Selanjutnya laba yang diperoleh harus diputuskan untuk memenuhi kewajiban kepada pemilik dana di pasar keuangan (4a) atau diinvestasikan kembali di perusahaan (4b). Dari ilustrasi diatas nampak dengan jelas bahwa manajer keuangan harus mengambil keputusan menyangkut penggunaan dana (keputusan investasi), memperoleh dana (keputusan pendanaan/pembelanjaan) dan pembagian laba (kebijakan dividen). Pasar modal merupakan salah satu dari beberapa sarana yang ada untuk mendapatkan modal bagi perusahaan di dalam kegiatan usahanya. Salah satu syarat bagi perusahaan tersebut untuk mendapatkan modal tersebut, perusahaan tersebut harus sudah go public. Selain itu, pasar modal juga merupakan wahana berinvestasi bagi para pemilik modal maupun masyarakat luas. Menurut PSAK, investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, 32 royalti, dividen dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi, atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Investasi dalam artian luas terdiri dari dua bagian utama yaitu investasi dalam bentuk aktiva riil dan aktiva keuangan atau surat berharga (marketable securities). Pihak yang membeli aktiva baik berupa aktiva riil maupun aktiva keuangan dinamakan investor. Pembelian langsung aktiva keuangan atau surat berharga suatu perusahaan di pasar modal dapat berupa surat berharga berpendapatan tetap dan surat berharga yang berupa saham biasa dan saham preferen. Investor atau calon investor yang ingin menanamkan dananya di dalam surat berharga perlu melakukan analisis surat berharga dan kondisi yang berkaitan dengan pihak yang menerbitkan surat berharga tersebut. Tujuan dari analisis ini untuk menentukan prospek dari surat berharga tersebut dan untuk menentukan tingkat risiko yang akan dihadapi oleh investor maupun calon investor. Untuk mendapatkan analisis dan keputusan yang tepat maka informasi yang relevan dan terpercaya harus tersedia di pasar modal untuk dapat diakses oleh investor maupun calon investor. Pemilihan struktur pendanaan merupakan masalah yang menyangkut komposisi dana yang akan digunakan oleh perusahaan. Masalah yang harus dijawab dalam masalah pendanaan dihubungkan dengan sumber dana adalah apakah sumber internal atau eksternal, besarnya hutang dan modal sendiri, dan bagaimana tipe hutang dan modal yang akan digunakan. Apakah hutang jangka panjang atau hutang jangka pendek. Apakah modal sendiri diperoleh dari laba ditahan atau menerbitkan saham baru. Mengingat struktur pembiayaan akan 33 menentukan cost of capital yang akan menjadi dasar penentuan required return yang diinginkan. Seorang manajer keuangan dalam mengambil keputusan pendanaan harus mempertimbangkan secara teliti sifat dan biaya dari sumber dana yang akan dipilih. Hal ini karena masing-masing sumber pendanaan mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda. Proporsi penggunaan sumber dana intern dan ekstern dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan yang selanjutnya disebut dengan struktur modal menjadi sangat penting dalam manajemen keuangan perusahaan. Teori struktur modal dalam manajemen keuangan diantaranya terdiri dari, Static Trade-Off (STO) yang dikemukakan oleh Miller (1977) dan Pecking Order Theory (POT) yang pertama kali dikemukakan oleh Myers dan Majluf (1984). Penggunaan alternatif sumber dana perusahaan dengan teori STO didasarkan pada cost dan benefit-nya antara biaya modal dan keuntungan penggunaan hutang yaitu, biaya kebangkrutan dan keuntungan pajak. Penentuan struktur modal perusahaan dengan POT didasarkan pada keputusan pendanaan secara hierarki dari pendanaan yang bersumber pada laba, hutang, sampai pada saham (dimulai dari sumber dana dengan biaya termurah). Secara teoritis, pembiayaan perusahaan dihadapkan oleh berbagai macam pertimbangan. Salah satu teori yang mendasari keputusan pendanaan perusahaan adalah pecking order theory, Myers (1984) yang mengemukakan adanya kecenderungan perusahaan untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan atas dasar hirarki risiko (pecking order theory). Pecking order theory adalah salah satu teori yang mendasarkan pada asimetri informasi. Asimetri informasi akan 34 mempengaruhi struktur modal perusahaan dengan cara membatasi akses pada sumber pendanaan dari luar. Myers dan Majluf (1984) menunjukkan bahwa dengan adanya asimetri informasi, investor biasanya akan menginterpretasikan sebagai berita buruk apabila perusahaan mendanai investasinya dengan menerbitkan ekuitas. Dengan demikian, perusahaan akan lebih memilih mendanai investasinya berdasarkan suatu urutan resiko. Bayless dan Diltz (1994) mengemukakan bahwa pecking order cenderung akan memilih internal fund, riskless debt, risky debt dan equity. Myers dan Majluf (1984) dan Myers (1984) mengacu terhadap masalah ini sebagai hipotesis pecking order yang menyatakan bahwa perusahaan cenderung mempergunakan internal equity terlebih dahulu, dan apabila memerlukan external finance, maka perusahaan akan mengeluarkan debt sebelum menggunakan external equity. Menurut pecking order theory, laba ditahan merupakan salah satu sumber dana internal yang menjadi pilihan utama. Rasio pembayaran dividen (dividend pay out ratio) menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan internal dan harus dinilai dalam hubungannya dengan sasaran untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham (Easterbrook, 1984). Di lain pihak dividen akan mengurangi konflik antara agen dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Keputusan yang menyangkut investasi akan menentukan sumber dan bentuk dana untuk pembiayaannya (Adam & Goyal, 2003). Keputusan investasi akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan (Modigliani & Miller, 1958). Selanjutnya Fama (1978), mengatakan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. 35 Di dalam menetapkan kebijakan dividen, seorang manager keuangan menganalisis sampai seberapa jauh pembelanjaan dari dalam perusahaan sendiri yang akan dilakukan oleh perusahaan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini mengingat bahwa hasil operasi yang ditanamkan kembali dalam perusahaan sesungguhnya dana pemilik perusahaan yang tidak dibagikan sebagai dividen. Oleh sebab itu, atas dasar pertimbangan antara risiko dan hasil perlu diputuskan apakah lebih baik hasil operasi tersebut dibagikan saja sebagai dividen ataukah ditanamkan kembali dalam bentuk laba ditahan, yang merupakan sumber dana permanent yang perlu dipertimbangkan pemanfaatannya didalam perluasan dan pengembangan usaha perusahaan. Hasil atas pembelanjaan dari dalam perusahaan sendiri sekurang-kurangnya harus sama dengan hasil yang diharapkan oleh para pemilik modal atas hasil operasi yang tidak dibagikan sebagai dividen. Hal ini logis karena jika dividen dibagikan, maka pemilik modal paling tidak dapat menginvestasikan hasil pembagian dividen tersebut dalam investasi tidak berisiko seperti deposito dan dapat menikmati hasil dari investasi tersebut. 3. Nilai Perusahaan Kondisi baik atau buruknya suatu perusahaan dapat dilihat melalui harga atau nilai sahamnya. Perusahaan yang memiliki kinerja baik, cenderung mempunyai harga saham yang lebih stabil atau bahkan mengalami peningkatan. Oleh karena itu, memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin dari harga sahamnya merupakan tujuan utama dari manajemen keuangan. (Weston dan Copeland, 1992:9). 36 Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan direpresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, kebijakan dividen, dan keputusan pendanaan. Bagi perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat (go public) indikator nilai perusahaan adalah harga saham yang diperjualbelikan tersebut. Jika harga saham meningkat, maka kita dapat mengatakan bahwa keputusan manajer keuangan benar. Oleh karena itu, rahasia keberhasilan dalam manajemen keuangan adalah peningkatan nilai. Jika harga saham meningkat, maka kemakmuran pemegang saham akan meningkat pula. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehinggga akan meningkatkan harga saham. Peningkatan harga saham mencerminkan nilai perusahaan yang meningkat. Nilai perusahaan atau harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a. Proyeksi laba Investor pada umumnya melakukan investasi pada perusahaan yang mempunyai profit atau laba cukup baik dan mempunyai prospek yang cukup cerah di masa datang, maka investor mau melakukan investasi pada perusahaan tersebut sehingga akan mempengaruhi harga saham perusahaan. 37 b. Earning per Share Sebagai seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan, akan menerima laba atas saham yang dimiliki. Semakin tinggi laba per saham yang diberikan oleh perusahaan, maka tingkat pengembalian pun akan cukup baik sehingga mendorong investor melakukan investasi yang lebih besar lagi, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan. c. Tingkat resiko pengembalian Apabila tingkat resiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan tinggi, juga akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya semakin tinggi resiko, maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor pun akan semakin besar. d. Kebijakan pembagian dividen Perusahaan dalam mengalokasikan laba usahanya memiliki dua alternatif, yaitu apakah laba akan dibagikan dalam bentuk dividen pada para pemegang saham atau laba akan ditahan untuk membiayai investasi mendatang. Di sinilah perusahaan dituntut untuk dapat membuat kebijakan dividen yang tepat. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham, peningkatan pembagian dividen merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan para pemegang saham. Pembayaran dividen yang meningkat akan memberikan sinyal membaiknya kinerja perusahaan dan menginformasikan kepada para pemegang saham bahwa perusahaan yakin akan arus kas yang cukup besar pada masa yang akan datang untuk 38 menanggung tingkat dividen yang tinggi. Karena itu informasi tentang kebijakan dividen dapat mempengaruhi harga saham. 4. Struktur Kepemilikan dan Keputusan Keuangan Kepemilikan institusional berpengaruh negatif pada kepemilikan manajerial. Peningkatan kepemilikan institusional berpengaruh pada pengawasan dan pengendalian perilaku opportunistic manajer. Pada kondisi ini kekuasaan manajer menurun sehingga bertindak sesuai keinginan pemegang saham. (Bathala, Moon dan Rao, 1994). Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi agency cost, sehingga perusahaan akan menggunakan dividen yang rendah. Dengan adanya kontrol yang ketat, menyebabkan manajer menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan risiko kebangkrutan (Crutcley, 1999). Kim dan Sorenson (1986) mengemukakan demand dan supply hypothesis. Demand hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan yang dikuasai oleh insider (kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan) menggunakan hutang dalam jumlah besar untuk mendanai perusahaan. Dengan kepemilikan besar, pihak insider ingin mempertahankan efektivitas kontrol terhadap perusahaan. Supply hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan yang dikontrol oleh insider memiliki debt agency cost kecil sehingga meningkatkan penggunaan utang. Menurut Jensen dan Meckling (1976), penggunaan utang mengurangi kebutuhan ekuitas eksternal dan meningkatkan proporsi kepemilikan 39 manajerial. Penggunaan utang yang berlebihan akan meningkatkan bankruptcy cost sehingga mengurangi minat manajer untuk menambah kepemilikan (Friend dan Lang, 1988). Menurut Damsetz dan Lehn (1985), hubungan antara risiko dengan kepemilikan manajerial membentuk dua pengaruh, yaitu pengaruh positif dan negatif terhadap kepemilikam manajerial. Perusahaan yang beroperasi pada pasar berisiko tinggi mengalami kesulitan dalam memonitor kondisi eksternal sehingga meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mengawasi kondisi internal. Bird in the hand theory memandang bahwa dividen tinggi adalah yang terbaik, karena investor lebih lebih suka kepastian tentang return investasinya serta mengantisipasi risiko ketidakpastian tentang kebangkrutan perusahaan (Gordon dalam Brigham dan Gapenski, 1996: 438). Roseff (1982) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang saham rendah. Penetapan dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di masa yang akan datang yang dibiayai dari sumber internal. Sebaliknya jika pemegang saham lebih menyukai dividen yang tinggi, maka menimbulkan perbedaan kepentingan, sehingga diperlukan peningkatan dividen. Crutchley (1999) menyatakan bahwa pengaruh kepemilikan institusional terhadap dividen adalah negatif. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi biaya keagenan, sehingga perusahaan akan cenderung untuk menggunakan dividen yang rendah. 40 Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki nilai book to market yang tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki kesempatan investasi yang rendah. Kesempatan investasi yang rendah akan mengurangi keatraktifan manajer daripada perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang tinggi dengan kata lain manajer akan mengurangi kepemilikannya dalam perusahaan jika perusahaan memiliki nilai book to market ratio yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putu Anom (2003) memberikan bukti kesempatan investasi perusahaan yang di proksikan dengan book to market value dapat digunakan untuk memprediksi kepemilikan manajerial. Penelitian Putu Anom (2003) memberikan bukti bahwa kesempatan investasi perusahaan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kepemilikan manajerial, hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah book to market ratio atau semakin tinggi kesempatan investasi akan meningkatkan keinginan manajer untuk meningkatkan kepemilikannya dalam perusahaan. Struktur kepemilikan saham di prediksi berpengaruh dalam penentuan struktur modal. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan cenderung akan mengurangi utang. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham, maka akan terjadi pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Manajemen akan semakin berhati-hati dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi akan menimbulkan risiko financial distress sehingga nilai perusahaan akan menurun. Jumlah utang yang melewati titik optimalnya akan membuat penghematan pajak dari penggunaan utang lebih rendah dari pada nilai sekarang dari financial distress dan agency cost (model trade off). Semakin terkonsentrasi 41 kepemilikan saham perusahaan juga di prediksi akan meningkatkan nilai perusahaan. Struktur kepemilikan secara teoritis mempunyai hubungan dengan leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan yang dilakukan pemilik terhadap manajemen akan semakin efektif. Manajemen akan semakin berhati-hati dalam memperoleh pinjaman, sebab jumlah utang yang semakin meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial distress akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan sehingga mengurangi kemakmuran pemilik. Keadaan pasar modal yang semakin bergairah akan mengurangi minat perusahaan untuk melakukan peminjaman karena perusahaan lebih tertarik melakukan pembiayaan melalui pasar modal sehingga leverage akan menurun. Pertumbuhan pasar yang tinggi menunjukkan peluang pasar yang bagus sehingga akan mendorong perusahaan untuk melakukan peminjaman sehingga leverage akan meningkat. Profitabilitas yang meningkat akan meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan mengurangi minat perusahaan untuk melakukan peminjaman dan leverage akan menurun. Menurut Jensen dan Meckling (1976), penggunaan modal hutang mengurangi kebutuhan ekuitas eksternal dan meningkatkan kepemilikan manajerial. Sebaliknya, menurut Chen dan Steiner (1999), hutang memiliki hubungan kausal terbalik dengan kepemilikan manajerial. Hubungan kausalitas menunjukkan hubungan substitusi antara kebijakan hutang dengan kepemilikan manajerial dalam mengurangi konflik keagenan. 42 Hubungan antara dividen dengan kepemilikan manajerial dijelaskan melalui hipotesis aliran kas bebas (Jensen : 1986) Melalui hipotesis ini kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial sehingga mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan free cash flow. Penelitian ini membuktikan hubungan substitusi antara kebijakan dividen dan kepemilikan manajerial. Mekanisme pengurangan masalah keagenan ini dilakukan dengan cara: (1) Menggunakan free cash flow untuk membayar dividen kas sehingga menghindari alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan. (Jensen : 1986). (2) Meningkatkan dividen untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mencari tambahan dana dari pasar modal. Perusahaan diawasi oleh tim pengawas pasar modal atau kreditur sehingga manajer termotivasi mempertahankan atau meningkatkan kinerja. (Crutchley dan Hansen : 1989). (3) Meningkatkan dividen untuk memuaskan sebagian stockholder yang menyukai dividen besar atau penganut the bird in the hand theory, (Brigham, Gapenski : 1999). Peningkatan dividen menyebabkan perusahaan memiliki sumber internal dalam jumlah sedikit sehingga manajer memilih melakukan diversifikasi pada kesempatan investasi yang lebih menguntungkan. Pembayaran deviden yang meningkat akan mengurangi laba yang ditahan sehingga sumber dana intern akan menurun dan perusahaan akan tertarik untuk melakukan peminjaman sehingga leverage akan meningkat. Ukuran perusahaan 43 menunjukkan aktivitas perusahaan yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa dijadikan jaminan untuk memperoleh utang sehingga leverage akan meningkat. Pangsa pasar relatif menunjukkan daya saing perusahaan lebih tinggi dibandingkan pesaing utamanya sehingga akan mendorong perusahaan untuk melakukan peminjaman dan leverage akan meningkat. Kepemilikan institusional akan mendorong pemilik untuk melakukan peminjaman kepada manajemen sehingga manajemen terdorong untuk meningkatkan kinerjanya, selanjutnya nilai perusahaan akan meningkat. Kepemilikan manajerial akan mendorong manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karena mereka juga memiliki perusahaan. Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya peran ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer atau sebagai pemegang saham. Sebagai manajer akan kehilangan insentif dan sebagai pemegang saham akan kehilangan return bahkan dana yang diinvestasikannya. Cara untuk menurunkan risiko ini adalah dengan menurunkan tingkat debt yang dimiliki perusahaan (Friend and Lang dalam Brailsford 1999). Debt yang tinggi akan meningkatkan resiko kebangkrutan perusahaan, karena perusahaan akan mengalami financial distress. Karena itulah maka manajer akan berusaha menekan jumlah debt serendah mungkin. Tindakan ini di sisi lain tidak menguntungkan karena perusahaan hanya mengandalkan dana dari pemegang 44 saham. Perusahaan tidak bisa berkembang dengan cepat, dibandingkan jika perusahaan juga menggunakan dana dari kreditor. 5. Struktur Kepemilikan dan Nilai Perusahaan Beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan adalah: nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsik, nilai buku dan nilai likuidasi. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif. Nilai pasar, sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar-menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham. Nilai intrinsik merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekadar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari. Sedangkan nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antara total aktiva dan total utang dengan jumlah saham yang beredar. Nilai likuidasi itu adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa itu merupakan bagian para pemegang saham. Nilai likuidasi bisa dihitung dengan cara yang sama dengan menghitung nilai buku, yaitu berdasarkan neraca performa yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan likuidasi. Jika mekanisme 45 pasar berfungsi dengan baik, maka harga saham tidak mungkin berada di bawah nilai likuidasi. Karena nilai likuidasi ini hanya dihitung bila perusahaan akan dilikuidasi maka investor bisa menggunakan nilai buku sebagai pengganti untuk tujuan yang sama yaitu memperkirakan batas bawah harga saham. Sehingga nilai buku dapat digunakan sebagai batas aman mengukur nilai perusahaan untuk keperluan investasi. Namun demikian ada beberapa catatan yang harus diperhatikan dalam memahami konsep nilai buku ini. Pertama, sebagian besar aset dinilai dalam nilai historis. Karena itu pada beberapa aset nilai jualnya bisa jadi jauh lebih tinggi dari nilai bukunya. Kedua, di dalam aset kadang terdapat aktiva tak berwujud, yang dalam likuidasi sering tidak memiliki nilai jual. Ketiga, nilai buku sangat dipengaruhi oleh metode dan estimasi akuntansi seperti metode penyusutan aktiva tetap, metode penilaian persediaan, dan lain-lain. Keempat, ada kemungkinan timbul kewajiban-kewajiban yang tidak tercatat dalam laporan keuangan karena belum diatur pelaporannya oleh standar akuntansi keuangan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep yang paling representatif untuk menentukan nilai perusahaan adalah pendekatan konsep nilai intrinsik. Tetapi memperkirakan nilai intrinsik sangat sulit, sebab untuk menentukannya orang membutuhkan kemampuan mengidentifikasi variabelvariabel signifikan yang menentukan keuntungan suatu perusahaan. Variabel itu berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Selain itu, penentuan nilai intrinsik juga memerlukan kemampuan memprediksi arah kecenderungan yang akan terjadi di kemudian hari. Karena itulah, maka nilai pasar digunakan dengan 46 alasan kemudahan data juga didasarkan pada penilaian yang moderat. Manajer yang sekaligus pemegang saham akan meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai individu pemegang saham akan ikut meningkat pula. Penelitian yang mengaitkan kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda diantara peneliti. Soliha dan Taswan menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara kepemilikan menajerial dan nilai perusahaan (Soliha dan Taswan 2002). Sementara peneliti lain menemukan hubungan yang lemah antara kepemilikan menajerial dan nilai perusahaan (Laster dan Faccio 1999). Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan nilai pasar ekuitas yang meningkat akan membuat manajer mengurangi kepemilikan berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahidahwati (2002) menunjukkan bahwa pada umumnya pemilik dan manajer adalah keluarga, dengan demikian meskipun nilai pasar ekuitas perusahaan naik tidak membuat para manajer mengurangi kepemilikan bahkan mereka cenderung meningkatkan kepemilikannya daripada jatuh ke pihak lain. Fuerst dan Kang (2000) menemukan hubungan yang positif antara insider ownership dengan nilai pasar setelah mengendalikan kinerja perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif (Slovin dan Sushka, 1993). Penelitian lain dilakukan oleh Eddy Suranta dan Mas’ud Machfoedz (2003) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mempengaruhi nilai 47 perusahaan dan nilai perusahaan juga mempengaruhi kepemilikan manajerial. Penelitian Eddy Suranta dan Mas’ud Machfoedz (2003) juga memberikan bukti bahwa profitabilitas perusahaan juga mempengaruhi kepemilikan manajerial perusahaan. Dari penjelasan dan beberapa penelitian empiris di atas dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka penelitian ini didasarkan pada hipotesis bahwa keputusan bisnis di perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan di perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Keputusan bisnis yang diambil manajer akan terlihat dari kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Sehingga dapat juga dihipotesiskan bahwa kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan di perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan di perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. 6. Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan Dalam jangka panjang, tujuan perusahaan adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pula pemiliknya. Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik (shareholder) melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan pendanaan dan keputusan dividen yang tercermin dalam harga saham di pasar modal, demikian jika dilihat berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan. Tujuan ini sering diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk memaksimumkan nilai 48 perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, banyak shareholder yang menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para professional yang bertanggungjawab mengelola perusahaan, yang disebut manajer. Para manajer yang diangkat oleh shareholder diharapkan akan bertindak atas nama shareholder tersebut, yakni memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran shareholder akan dapat tercapai. Jensen (2001) menjelaskan bahwa untuk memaksimumkan nilai perusahaan tidak hanya nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga semua klaim keuangan seperti hutang, warran, maupun saham preferen. Penyatuan kepentingan pemegang saham, debtholders, dan manajemen yang notabene merupakan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan perusahaan seringkali menimbulkan masalah-masalah (agency problem). Agency problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional). Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki. Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan (Fama dan French, 1998). Penelitian tentang keputusan keuangan sebagaimana kerangka pikir di atas pernah dilakukan oleh Sri 49 Hasnawati (2005) yang menemukan bahwa keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen secara parsial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen secara langsung mempengaruhi nilai perusahaan dan secara tidak langsung keputusan investasi mempengaruhi nilai perusahaan melalui kebijakan dividen dan keputusan pendanaan. Agrawal (1994) meneliti kebijakan dividen terhadap semua ekuitas perusahaan dan temuannya adalah bahwa dividen dapat dipandang sebagai subtitusi dari hutang dalam mengurangi agency cost. Jadi, keputusan investasi berpengaruh terhadap keputusan pendanaan, keputusan pendanaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen, dan keputusan investasi berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham, sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory). Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan di respon secara positif oleh pasar (Brigham, 1999). Peningkatan dividen dilakukan untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mencari tambahan dana dari pasar modal dan perbankan. Dividen mengandung informasi atau sebagai isyarat (signal) akan prospek perusahaan (Roseff, 1982). Pendapat Roseff didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Asquith dan Mullins (1983), bahwa pengumuman meningkatnya dividen telah meningkatkan return saham, dan dapat digunakan untuk menangkal 50 isu-isu yang tidak diharapkan perusahaan di masa mendatang. Keputusan pendanaan relevan terhadap pencapaian tujuan perusahaan (Modigliani & Miller, 1963). Selanjutnya Masulis (1980) melakukan penelitian dalam kaitannya dengan relevansi keputusan pendanaan, menemukan bahwa sehari sebelum dan sesudah pengumuman peningkatan proporsi hutang terdapat kenaikan abnormal returns, demikian sebaliknya pada saat perusahaan mengumumkan penurunan proporsi hutang berpengaruh kepada penurunan abnormal returns. Fama (1978) mengatakan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan. Namun keputusan investasi tidak dapat diamati secara langsung. Beberapa studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi antara lain oleh Myers (1977) yang memperkenalkan IOS. IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. Jadi prospek perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS). IOS didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan net present value positif. Menurut Gaver & Gaver (1993), IOS merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, di mana pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar. Dari pendapat ini sejalan dengan Smith & Watts (1992) bahwa komponen nilai perusahaan merupakan hasil 51 dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi di masa yang akan datang merupakan IOS. Dari definisi diatas, terdapat dua pengertian mengenai IOS. Satu pendapat mengatakan bahwa IOS merupakan keputusan investasi yang dilakukan perusahaan untuk menghasilkan nilai. Di lain pihak IOS didefinisikan sebagai nilai perusahaan yang nilainya di proksi melalui IOS. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa IOS merupakan hubungan antara pengeluaran saat ini maupun di masa yang akan datang dengan nilai/return/prospek sebagai hasil dari keputusan investasi untuk menghasilkan nilai perusahaan. Dalam studi keuangan dan akuntansi beberapa proksi IOS telah digunakan oleh Smith & Watts (1992), Gaver & gaver (1993), dan Kallapur & Trombley (1999) dengan membuat tiga klasifikasi sebagai proksi IOS. Penelitian yang dilakukan oleh Kaaro (2002b) di Indonesia, menggunakan IOS sebagai proksi keputusan investasi, yang terdiri dari actual investment dan investment opportunity yang dikaitkan dengan keputusan pendanaan. Kesimpulan yang dihasilkan adalah actual investment dan investment opportunity memiliki efek positif terhadap keputusan pendanaan pada ketidakpastian yang rendah dan negatif pada kondisi ketidakpastian yang tinggi. Keputusan pendanaan memusatkan pada sisi kanan neraca perusahaan dan meliputi dua komponen pokok. Pertama kombinasi antara hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang yang tepat. Kedua yang tidak kalah pentingnya, melakukan seleksi setiap sumber pendanaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pendanaan yang didasarkan pada pecking order theory, menyatakan bahwa urutan pendanaan berdasarkan pendanaan yang memiliki risiko lebih kecil 52 yaitu pertama laba ditahan, diikuti dengan hutang, dan terakhir ekuitas baru (Myers, 1984). Teori tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Fama dan French (1999), yang menemukan bahwa secara rata-rata 70% gross investment didanai dengan dana internal (laba ditahan dan penyusutan), sisanya ditutup dengan menerbitkan sekuritas baru khususnya hutang. Bird in the hand theory dari Lintner (1962), Gordon (1963), dan Bhattacharya (1979), memaksa perusahaan membayar dividen dalam jumlah besar. Penelitian Rozeff (1982), dan Easterbrook (1984) menunjukkan semakin banyak dividen yang ingin dibayarkan oleh perusahaan, semakin besar kemungkinan berkurangnya laba ditahan. Akibatnya, perusahaan harus mencari biaya eksternal untuk melakukan investasi baru. Namun biaya penerbitan sumber pembiayaan eksternal menjadi mahal karena adanya flotation cost. Akibatnya pembayaran dividen menjadi mahal karena meningkatnya kebutuhan untuk menambah modal eksternal yang lebih mahal. Teori keagenan Jensen & Meckling (1976) berpendapat bahwa dividen akan mengurangi konflik antara agents dan principals. Sehubungan dengan dividen dan keputusan pendanaan, Easterbrook (1984) mengatakan bahwa dividen merupakan keuntungan bagi equity holders. Oleh sebab itu, mereka akan memaksa manajer secara tetap/konstan untuk memperoleh modal baru pada pasar persaingan. Pada perusahaan yang membagi dividen dalam jumlah besar, maka untuk membiayai investasinya diperlukan tambahan dana melalui hutang, sehingga kebijakan dividen akan mempengaruhi hutang secara searah Emery & Finnerty (1997). Teori tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan 53 Hartono (2000) di Indonesia bahwa kebijakan dividen mempengaruhi kebijakan leverage perusahaan dengan hubungan yang positif. Rozeff (1982) menganggap bahwa dividen nampaknya memiliki atau mengandung informasi (informational content of dividend) atau sebagai isyarat akan prospek perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen, mungkin diartikan oleh pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Dengan demikian manajemen enggan mengurangi dividen, apabila dianggap sebagai memburuknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Apabila kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan cenderung lebih memilih investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan, bahkan untuk mengatasi masalah underinvestment. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami pertumbuhan lambat cenderung membagikan dividen lebih tinggi untuk mengatasi masalah overinvestment. Penelitian Wirjolukito et al. (2003) mengukur pemanfaatan kesempatan investasi dapat diukur dengan peningkatan aktiva tetap bersih. Hasil penelitian Wirjolukito et al. (2003) menemukan hubungan parameter estimasi dan arah variabel peluang investasi kepada kebijakan dividen bernilai positif. Dengan demikian, hal itu dapat memberikan sinyal bagi perusahaan untuk melaksanakan kebijakan dividen. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan di Indonesia dan beberapa Negara yang menjadi sampel di dalam penelitian tentang 54 dividen cenderung menggunakan kebijakan dividen untuk memberikan sinyal atas arus kas di masa yang akan datang dan menggunakan arus kas tersebut untuk mendanai investasi yang menguntungkan di masa yang akan datang. Di dalam kesetimbangan, dampak pengumuman pada penerbitan baru akan bergantung pada informasi asimetri yang berasal dari aktiva yang dikuasai perusahaan atau berasal dari peluang investasi. Sedangkan menurut Jensen (1986), manajer cenderung untuk menginvestasikan arus kas bebas ke dalam peluang investasi dan memperbesar ukuran perusahaan meskipun tidak menguntungkan. B. Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian mengenai struktur kepemilikan dan keputusan keuangan pernah dilakukan oleh Crutchley (1999) dalam Untung W. dan Hartini (2006) dengan membangun sebuah model yang menunjukkan empat keputusan yang saling terkait menyangkut leverage, dividend, insider ownership, dan institutional ownership ditentukan secara simultan dalam kerangka agency cost. Penelitian Crutchley (1999), memberikan bukti bahwa ada keterkaitan antara keputusan leverage, dividend payout ratio, insider ownership, dan institutional ownership yang ditentukan secara simultan meskipun tidak menyeluruh. Pada penelitiannya Crutchley (1999) juga membuktikan bahwa kepemilikan institusional merupakan subtitusi kepemilikan manajerial. Kartika Nuringsih (2004) mengembangkan model simultan untuk mengetahui hubungan interdependensi antara kepemilikan manajerial, resiko, kebijakan hutang, dan kebijakan dividen. Penelitian tersebut menemukan adanya hubungan positif 55 kepemilikan manajerial dengan resiko yang menyatakan bahwa pada tingkat manajerial tinggi, manajer menginginkan return tinggi untuk mengurangi resiko. Sementara hubungan antara kepemilikan manajerial dengan hutang serta hubungan antara kebijakan dividen dengan kebijakan hutang menunjukkan hubungan yang negatif. Penelitian lain dilakukan oleh Sri Hasnawati (2005) yang bertujuan menginvestigasi dampak keputusan investasi dan dividen terhadap keputusan pendanaan perusahaan. Penelitian ini menggunakan beberapa indikator keputusan keuangan yang membentuk satu proksi keputusan keuangan sebagai hasil dari keputusan keuangan yang dipilih perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan investasi dan kebijakan dividen secara positif mempengaruhi keputusan pendanaan. Untung Wahyudi dan Hartini Prasetyaning Pawestri (2006) dengan menggunakan data perusahaan yang terdaftar pada BEJ tahun 2003 menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial dan keputusan keuangan sebagai variabel intervening terhadap nilai perusahaan, menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun melalui keputusan pendanaan. Yulius Jogi Christiawan dan Josua Tarigan (2007) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengambilan keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Keputusan bisnis yang dimaksud meliputi: keputusan keuangan yang diproksikan dengan kebijakan hutang (struktur modal), keputusan operasional yang diproksikan dengan kinerja 56 perusahaan, dan keputusan bisnis secara keseluruhan yang diproksikan dengan nilai perusahaan. Penelitiaan dilakukan atas 137 dari 336 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sampai dengan tahun 2005. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan kebijakan hutang dan nilai perusahaan antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Sedangkan kinerja antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial tidak terdapat perbedaan. C. Kerangka Pemikiran Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham. Pencapaian tujuan ini sangat dipengaruhi oleh keputusan keuangan yang diambil oleh manajer keuangan meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan dividen. Dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel struktur kepemilikan, keputusan investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan public di Bursa Efek Indonesia. Model yang dipakai adalah Struktural Equation Modeling (SEM). Data variabel dependen maupun independen yang di input merupakan data sekunder bersifat kuantitatif, berupa rasio-rasio keuangan dari laporan keuangan yang terbit setiap akhir periode laporan keuangan. 57 Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang disesuaikan dengan teori, konsep jalur, dan hasil penelitian terdahulu maka skematis dapat dibuat kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada path diagram berikut: Keputusan Investasi (Y1) X3 ε3 X4 ε4 X5 ε5 β1 γ1 ε1 β2 X1 Struktur Kepemilikan (X1) ε2 X2 γ2 Keputusan Pendanaan (Y2) β4 β3 X6 ε6 X7 ε7 X8 ε8 X9 ε9 X10 ε10 X11 ε11 X12 ε12 γ3 γ4 Kebijakan Dividen (Y3) β5 β6 Nilai Perusahaan (Y4) Gambar 2.1 58 Dari gambar di atas juga dapat menunjukkan keterangan-keterangan sebagai berikut, yaitu: • γ (gamma) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen ke variabel endogen. Seperti dari X1 ke Y1, X1 ke Y2, dan X1 ke Y3 . • β (beta) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen ke variabel endogen lainnya. Seperti Y1 ke Y2, Y1 ke Y3, Y1 ke Y4, Y2 ke Y3, Y2 ke Y4, Y3 ke Y4. • ε (residual variable) yang berkaitan dengan variabel endogen. Paradigma penelitian yang dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural adalah sebagai berikut: Y1 = γ1 X1 + ε ……………………………………………… Persamaan 1 Y2 = γ2 X1 + β1Y1 + ε ……………………………………….Persamaan 2 Y3 = γ3 X1 + β2Y1 + β4Y2 + ε ………………………….. …..Persamaan 3 Y4 = γ4 X1 + β3Y1 + β5Y2 + β6Y3 + ε ……………………... ...Persamaan 4 Pada persamaan struktural pertama, X1 merupakan variabel eksogen, Y1 sebagai variabel endogen, ε merupakan residual variable yang berkaitan dengan variabel endogen dan γ1 adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen X1 ke variabel endogen Y1. 59 Pada persamaan struktural kedua, X1 merupakan variabel eksogen, Y2 sebagai variabel endogen, ε merupakan residual variable yang berkaitan dengan variabel endogen, γ2 adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen X1 ke variabel endogen Y2, dan β1 yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y1 ke variabel endogen Y2. Pada persamaan struktural ketiga X1 merupakan variabel eksogen, Y3 sebagai variabel endogen, ε merupakan residual variable yang berkaitan dengan variabel endogen, γ3 adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen X1 ke variabel endogen Y4, β2 yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y1 ke variabel endogen Y3. β4 yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y2 ke variabel endogen Y3. Pada persamaan struktural keempat, X1 merupakan variabel eksogen, Y4 sebagai variabel endogen, ε merupakan residual variabel yang berkaitan dengan variabel endogen, γ3 adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen X1 ke variabel endogen Y3, β3 yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y1 ke variabel endogen Y4, β5 yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y2 ke variabel endogen Y4, β6 yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y3 ke variabel endogen Y4. Penelitian ini diawali dengan mengamati perusahaan-perusahaan yang terdaftar berturut-turut di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2005, 2006, dan 60 2007. Selanjutnya dari perusahaan-perusahaan tersebut, peneliti mengambil data laporan keuangan yang diperlukan dalam penelitian ini. Selanjutnya data tersebut diolah untuk mendapatkan variabel-variabel yang diperlukan. Penelitian ini melibatkan variabel laten dan beberapa indikator sebagai variabel manifest. Variabel laten yaitu variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan memerlukan indikator sebagai proksi dan variabel manifest adalah variabel yang secara langsung dapat diukur. Variabel laten terdiri dari variabel endogen dan variabel eksogen. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah keputusan investasi (Y1), keputusan pendanaan (Y2), kebijakan dividen (Y3), dan nilai perusahaan (Y4). Sedangkan variabel eksogennya adalah struktur kepemilikan (X1). Setelah variabel indikator diperoleh maka dilakukan pengujian dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dengan dibantu oleh program LISREL (Linear Structural Relationship) 8.54. D. Hipotesis Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran di atas maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: H1a : Struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap keputusan investasi. H1b : Struktur kepemilikan berpengaruh negatif terhadap keputusan pendanaan. H1c : Struktur kepemilikan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. H1d : Struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. H2a : Keputusan investasi berpengaruh negatif terhadap keputusan pendanaan. 61 H2b : Keputusan investasi berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. H2c : Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. H3a : Keputusan pendanaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. H3b : Keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. H4 : Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 62 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan keputusan keuangan yang meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan serta kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan dengan metode Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan perusahaan go public di BEI tahun 2005, 2006 dan 2007. Penghitungan dan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu software statistik yaitu LISREL (Linear Structural Relationship) 8.54. B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini, yaitu seluruh perusahaan go public yang terdaftar di BEI dengan periode observasi tahun 2005, 2006, dan 2007. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan go public yang terdaftar secara berturut-turut di BEI pada periode tahun 2005, 2006, dan tahun 2007. 2. Bukan perusahaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Alasan ini mengacu pada pernyataan Jensen dan Meckling (1976) dalam Untung W. dan Hartini (2006) bahwa industri dengan regulasi yang tinggi seperti 63 public utilities dan bank akan mempunyai debt equity ratio yang tinggi yang seekuivalen dengan tingginya risiko yang melekat pada industri yang bersangkutan daripada non-regulated firms. 3. Perusahaan yang membagikan dividen tunai selama 3 tahun berturut-turut pada periode observasi tahun 2005, 2006, dan 2007. 4. Perusahaan yang memiliki data kepemilikan saham manajerial dan institusional selama 3 tahun berturut-turut pada periode observasi tahun 2005, 2006, dan 2007. 5. Laporan keuangan perusahaan tidak menunjukkan adanya saldo total ekuitas yang negatif dan atau mengalami kerugian selama periode tahun penelitian (2005, 2006, dan 2007). Hal ini dikarenakan saldo ekuitas dan laba yang negatif sebagai penyebut menjadi tidak bermakna. (Imam Subekti, 2000 dalam Untung W. dan Hartini, 2006). C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bersifat kuantitatif, berupa rasio-rasio laporan keuangan dari laporan keuangan yang terbit setiap akhir periode laporan keuangan. Seluruh data diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat dilihat dengan menggunakan Capital Electronic Document Service, Indonesian Capital Market Directory, Prospektus serta Fact Book Acrually dari seluruh perusahaan yang go public selama periode tahun penelitian. 64 Selain itu sebagai acuan teori yang berhubungan dengan variabel yang akan diteliti, sumber data juga diperoleh dari penelusuran pustaka (Library Research) dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber dari buku, artikel dan jurnal-jurnal penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. D. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan adalah model persamaan structural dengan program LISREL 8.54. Penelitian ini menggunakan lebih dari satu indikator untuk mewakili satu variabel dan memiliki hubungan yang kompleks antara variabelvariabelnya sehingga peneliti menggunakan model persamaan struktural. Selain itu, alasan peneliti menggunakan program LISREL 8.54 adalah untuk menguji konsistensi hasil penelitian Untung W. & Hartini (2006) yang menggunakan program SPSS. Tahapan peneliti dalam menganalisis pengaruh struktur kepemilikan, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan adalah sebagai berikut: 65 1. Identifikasi Variabel Penelitian ini menggunakan tiga variabel diantaranya adalah sebagai berikut: a. Variabel Eksogen Variabel eksogen (exogenous variable) adalah variabel yang secara bebas berpengaruh terhadap variabel endogen dalam suatu model. Adapun variabel yang menjadi variabel eksogen adalah struktur kepemilikan (X1). b. Variabel Endogen Variabel endogen (endogenous variable) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel eksogen dan merupakan variabel antara artinya variabel endogen juga dapat mempengaruhi variabel endogen lain dalam suatu model. Adapun variabel endogen dalam penelitian ini adalah keputusan investasi (Y1), keputusan pendanaan (Y2), kebijakan dividen (Y3), dan nilai perusahaan (Y4). c. Variabel Manifest Variabel manifest/indikator (variable observed) adalah variabel yang dapat diukur secara langsung. Variabel manifest dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan manajerial (X1), kepemilikan institusional (X2), PPE/BVA (X3), MVE/BVE (X4), MVA/BVA (X5), BDE (X6), BDA (X7), LDE (X8), DPR (X9), DYR (X10), PBV (X11), dan PER (X12). 66 2. Struktural Equation Modelling Model persamaan struktural (Structural Equation Modelling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate (Bagozzi dan Fornell, 1982 dalam Malla Bahagia, 2007) yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. Selain itu menurut Bollen (1989) dalam Malla Bahagia (2007) SEM juga dapat menguji secara bersama-sama: a. Model struktural, yaitu hubungan (nilai loading) antara variabel laten, baik variabel laten endogen maupun variabel eksogen. b. Model measurement, yaitu hubungan (nilai loading) antara indikator dengan variabel latennya. Adanya pengujian model struktural dan pengukuran memungkinkan peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SEM dan melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis. Proses Struktural Equation Modelling mencakup beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya adalah: 1. Konseptualisasi model Tahap ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis berdasarkan teori sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya. Teori dalam konseptualisasi model bukan hanya berasal dari para akademisi, tetapi juga dapat berasal dari pengalaman dan praktek yang 67 diperoleh dari para praktisi. Selain itu konseptualisasi model juga harus merefleksikan pengukuran variabel laten melalui beberapa indikator yang dapat diukur. 2. Penyusunan Diagram jalur Tahap ini akan memudahkan kita dalam memvisualisasikan hipotesis yang telah diajukan dalam konseptualisasi model. Path Diagram merupakan representasi grafis mengenai bagaimana beberapa variabel pada suatu model berhubungan satu sama lain, yang memberikan suatu pandangan menyeluruh mengenai struktur model. 3. Spesifikasi model Tahap ketiga ini memungkinkan kita untuk menggambarkan sifat dan jumlah parameter yang diestimasi. 4. Identifikasi Model Informasi yang diperoleh dari data yang diuji untuk menentukan apakah cukup untuk mengestimasi parameter dalam model. Disini kita dapat memperoleh nilai yang unik untuk seluruh parameter dari data yang telah kita peroleh. Untuk menentukan apakah model kita mengandung/tidak masalah identifikasi, maka harus dipenuhi keadaan berikut: t ≤ s/2 dimana: t = jumlah parameter yang diestimasi 68 s = jumlah varians dan kovarians antara variabel manifest (observed/manifest); yang merupakan (p+q)(p+q+1) p = jumlah variabel y (indikator variabel endogen) q = jumlah variabel x (indikator variabel eksogen) • Jika t ≥ 2, maka model tersebut adalah unidentified. Masalah ini dapat terjadi pada SEM, dimana informasi yang terdapat pada data empiris (varians dan kovarians variabel manifest) tidak cukup untuk menghasilkan solusi yang unik untuk memperoleh parameter model. Masalah unidentified tersebut dapat diatasi dengan mengkonstraint model dengan cara menambah indikator (variabel manifest) ke dalam model, menentukan (fix) parameter tambahan menjadi 0 dan mengasumsikan bahwa parameter yang satu dengan parameter yang lain memiliki nilai yang sama. • Jika t = s/2, maka model disebut just-identified, sehingga solusi yang unik tunggal dapat diestimasi untuk mengestimasi parameter. Model yang justidentified, seluruh informasi yang tersedia telah digunakan untuk mengestimasi parameter, sehingga tidak ada informasi yang tersisa untuk menguji model (derajat kepercayaan adalah 0). • Jika t < s/2, maka model tersebut adalah over-identified. Dalam hal ini lebih dari satu estimasi masing-masing parameter dapat diperoleh (karena jumlah persamaan yang tersedia melebihi parameter yang diestimasi). 69 5. Estimasi Parameter Pada tahap ini, kita melakukan pengujian signifikansi yaitu menentukan apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. Estimasi parameter dalam LISREL mempunyai tiga informasi yang berguna, yaitu koefisien regresi, standar error, dan nilai t. Standar error digunakan untuk mengukur ketepatan dari setiap estimasi parameter. Untuk mengetahui signifikan tidaknya hubungan antar variabel laten maupun antara variabel laten dengan indikatornya maka nilai t harus lebih besar dari nilai t-tabel pada level tertentu yang tergantung dari ukuran sampel dan level signifikan tersebut. 6. Penilaian Model Fit Salah satu tujuan SEM adalah menentukan apakah model plausible (masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik, apabila memiliki model fit yang baik pula. Tingkat kesesuaian model secara keseluruhan terdiri dari: a. Absolute Fit Measures Absolute Fit Measures digunakan untuk menilai kesesuaian model secara keseluruhan (baik model pengukuran maupun model struktural), tanpa menyesuaikan kepada degree of freedomnya. Indikator-indikator dalam absolute fit diantaranya adalah sebagai berikut: 70 • Chi-Square dan Probabilitas Chi-square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai Chi-square sebesar nol menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna (perfect fit). Nilai Chi-square yang signifikan (kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan SEM. Sedangkan probabilitas adalah untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square. Nilai probabilitas yang tidak signifikan (p ≥ 0) adalah yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model. Nilai probabilitas chi-square memiliki permasalahan yang fundamental dalam validitasnya. Menurut Cochran (1952) dalam Imam Ghozali (2005) probabilitas ini sangat sensitif dimana ketidaksesuaian antara data dengan model (teori) sangat dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel. Jika ukuran sampel kecil, maka chi-square ini akan menunjukkan data secara signifikan tidak berbeda dengan model dan teori yang mendasarinya. Sedangkan jika ukuran sampel besar, maka uji chi-square akan menunjukkan bahwa data secara signifikan berbeda dengan teori meskipun perbedaan tersebut adalah sangat kecil. • Goodness of Fit Indices (GFI) GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 sampai 1. menurut Diamantopaulus dan Sigauw (2000) dalam Imam Ghozali 71 (2005), nilai GFI yang lebih besar dari 0.9 menunjukkan suatu model fit yang baik. • Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) AGFI adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degree of freedom pada suatu model. Model yang fit adalah memiliki nilai AGFI 0.9 (Diamantopaulus dan Sigaw, 2000 dalam Imam Ghozali, 2005). Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah parsimony goodness of fit (PGFI) yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al (1989), yang juga telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6 (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005). • Root Mean Square Errors of Approximation (RMSEA) Ukuran model fit telah lama diperkenalkan oleh Steiger dan Lind tahun 1980. nilai RMSEA yang kurang dari 0.05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0.08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan permasalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005). Sedangkan menurut MacCallum et.al (1996) dalam Imam Ghozali (2005) menyatakan bahwa model memiliki nilai yang cukup fit jika RMSEA berkisar antara 0.08 sampai dengan 0.1 dan jika RMSEA lebih besar dari 0.1 mengindikasikan model memiliki nilai fit yang buruk. P-value test of close juga merupakan indikator yang menilai fit atau tidaknya suatu model yang dapat dilihat dari kedekatannya terhadap model fit. Joreskog (1996) dalam Imam Ghozali (2005) menganjurkan bahwa P-value 72 for test of close (RMSEA < 0.05) haruslah lebih besar daripada 0.05 sehingga mengindikasikan bahwa model adalah fit. • Normed Chi-Square (X²/df) Normed Chi-Square (X²/df) merupakan indikator goodness of fit adalah rasio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom. Menurut Wheaton (1977) dalam Imam Ghozali (2005) cut-off model fit sebesar 5 dan sedikit lebih tinggi dari pada yang dianjurkan oleh Carmines dan Melver (1981) dalam Imam Ghozali (2005) yaitu sebesar 2. b) Comparative Fit Measures Comparative Fit Measures berkaitan dengan pertanyaan seberapa baikkah kesesuaian model yang dibuat dibandingkan dengan beberapa model alternatif. Indikator-indikator dari comparative fit measures diantaranya adalah : • Normed Fit Index (NFI) NFI yang ditemukan oleh Bentler dan Bonets (1980), merupakan salah satu alternatif untuk menentukan model fit. Namun, karena NFI memiliki tendensi untuk merendahkan fit dalam sampel yang kecil, sehingga merevisi index ini dengan nama Comparative Fit Index (CFI). Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0 sampai 1. Tetapi suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI dan CFI lebih besar dari 0,9 (Bentler, 1992). 73 • Non- Normed Fit Indeks (NNFI) NNFI digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Menurut Kelloway (1998)dalam Didi Achjari (2003) menyatakan bahwa model fit jika nilai NNFI 0.90. • Relative Fit Index (RFI) RFI digunakan untuk mengukur fit dimana nilainya 0 sampai 1, nilai yang lebih besar menunjukkan adanya superior fit. Menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) menyatakan bahwa model fit jika nilai RFI 0.90. • Comparative Fit Index (CFI) Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai CFI lebih besar dari 0.90 (Bentler, 1992 dalam Imam Ghozali, 2005). c) Parsimonious Fit Measures • Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) PGFI yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al (1998) dalam Imam Ghozali (2005). PGFI telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6 (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005). Lain halnya menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik. • Parsimony Normed Fit Index (PNFI) Menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) nilai PNFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik. 74 7. Respesifikasi Peneliti seringkali dihadapkan pada hasil uji kesesuaian yang kurang memuaskan, maka dalam kasus ini SEM memberikan alternatif solusi yang dinamakan respesifikasi yang diharapkan mampu meningkatkan kesesuaian model yang sedang di uji. Ada dua pendekatan dalam respesifikasi model, yaitu pertama theory trimming (Pedhazur, 1982 dalam untung W. dan Hartini, 2006) yang berusaha menjawab pertanyaan tentang parameter mana yang bisa dihilangkan agar meningkatkan kesesuaian model. Kedua, theory building (Kelloway, 1998 dalam Malla Bahagia, 2007) yang digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai parameter mana yang bisa ditambahkan dalam model untuk meningkatkan kesesuaian. Cara-cara diatas disebut sebagai Lagrange Multiplier Test yang di LISREL dikenal sebagai modification indices. Dengan kemampuan respesifikasi, maka SEM berbasis kovarians ini memerlukan landasan teori yang kuat (confirmatory) sehingga ketika harus menambah atau mengurangi parameter akan bisa dijelaskan secara masuk akal dan bisa ditopang dengan teori yang memadai. Holmes-Smith (2000) menjelaskan beberapa alternatif untuk melakukan respesifikasi: • Critical Ratio (nilai t) Semua parameter dalam suatu model diharapkan agar signifikan. Parameter yang tidak signifikan bisa dihapus secara teknis dilakukan dengan menetapkan parameter tersebut menjadi nol (tidak diestimasi lagi). 75 • Standardized Residuals Adanya nilai standardized residual yang besar menandakan adanya mis- spesifikasi dan tingkat kesesuaian yang belum baik. Dengan memperhatikan sumber standardized residual, maka untuk memperbaiki kesesuaian model variabel yang menyebabkannya bisa dihapus atau juga dengan mengestimasi parameter tambahan, perlu didukung oleh teori dan harus masuk akal. (Holmes-Smith, 2000 dalam Malla Bahagia, 2007). • Modification Indices Salah satu cara untuk mengetahui adanya mis-spesifikasi adalah melihat besaran modification indices. Menurut Holmes-Smith (2000 dalam Imam Ghozali (2005, nilai modifikasi index yang lebih besar dari 3.84 menunjukkan bahwa chi-square model tersebut akan berkurang drastis (semakin kecil) kalau parameter yang bersangkutan diestimasi. Modification indices dalam LISREL merupakan salah satu alternatif terbaik untuk memodifikasi model dan meningkatkan kesesuaian model. Namun harus diperhatikan juga bahwa segala modifikasi (walaupun sangat sedikit), harus berdasarkan teori yang mendukung. Beberapa modifikasi model dapat dilakukan dengan cara: a. Mengkorelasikan antara dua indikator b. Menambah hubungan path antara indikator dan variabel laten c. Mengubah indikator dari suatu variabel 76 Setelah melakukan modifikasi tersebut, maka seharusnya kita lakukan adalah mempertimbangkan dan mencari justifikasi teori yang kuat terhadap dilakukannya modifikasi tersebut. 8. Validasi Silang Model Validasi silang model merupakan tahap akhir dari analisis SEM, yaitu menguji fit atau tidaknya model terhadap suatu data baru (atau validasi subsampel yang diperoleh melalui pemecahan sampel). Validasi silang ini penting apabila modifikasi yang substansial yang dilakukan terhadap model asli yang dilakukan pada tahap sebelumnya. E. Uji Kesesuaian Model Uji kesesuaian model bertujuan untuk mengukur dan mengetahui derajat kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut: 77 Tabel 3.1 Kriteria Uji Kesesuaian Model Indikator Fit Nilai yang Direkomendasikan Evaluasi Model Absolute Fit Probabilitas P > 0.05 Tidak Signifikan Normed chi-square <2 Over Fitting (X²/df) 2 < X²/df < 5 Good Fit < 0.10 Good Fit < 0.05 Very Good Fit < 0.01 Outstanding Fit > 0.05 Good Fit GFI > 0.90 Good Fit AGFI > 0.90 Good Fit NFI 0.9 Good Fit NNFI or Tucker 0.9 Good Fit CFI 0.9 Good Fit RFI 0.9 Good Fit PNFI 0-1 Lebih besar lebih baik PGFI 0-1 Lebih besar lebih baik RMSEA P-value for test of close fit Comparative Fit Lewis Index (TLI) Parsimonius Fit Sumber: Imam Ghozali & Fuad (2005) 78 F. Uji Signifikan Uji signifikan dapat dilakukan dengan cara melihat jalur-jalur pada model pengukuran dan model struktural yang signifikan. Pada model pengukuran, jalur-jalur (pengaruh) yang dapat dilihat adalah jalur-jalur (pengaruh) yang menghubungkan antara variabel laten dengan indikatornya (variabel manifest), apakah mempunyai tingkat yang signifikan terhadap variabel latennya atau tidak. Uji signifikan pada model pengukuran bertujuan untuk menentukan kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel latennya. Pada model struktural jalur-jalur (pengaruh) dapat dilihat dari jalur-jalur (pengaruh) yang menghubungkan antara variabel eksogen dengan variabel endogen dan antara variabel endogen dengan variabel endogen. Untuk mengetahui jalur-jalur hubungan (pengaruh) dapat dilihat uji koefisien secara parsial. Uji secara parsial terhadap koefisien path pada setiap jalur model pengukuran maupun model struktural dapat ditunjukkan dari t-values (nilai t) sebagai berikut: a. H0 : Koefisien jalur tidak signifikan b. H1 : Koefisien jalur signifikan • Jika t hitung > t tabel atau t hitung < t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. • Jika t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. 79 i. Operasional Variabel Variabel Penelitian dan Pengukuran: 1. Struktur Kepemilikan Variabel ini merupakan variabel eksogen yang diberi simbol X1. Variabel ini diukur dari: a. Struktur Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajerial (Iturriaga dan Sanz, 1998 dalam Untung W. dan Hartini, 2006:6). Variabel ini diberi simbol X1 yang diperoleh dalam ICMD pada bagian shareholders ownership. b. Struktur Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi seperti lembaga keuangan, pembiayaan, asuransi, serta perusahaan lain. Variabel ini merupakan variabel manifest yang diberi simbol X2. Variabel kepemilikan institusional diperoleh dalam ICMD pada bagian shareholders ownership. 2. Keputusan Investasi Variabel ini merupakan variabel intervening yang diberi simbol Y1. Adapun proksi IOS dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 80 a. Book Value of Gross Property, Plant, and Equipment to the Book Value of the Assets Ratio (PPE/BVA) Rasio PPE/BVA yang diberi simbol X3 menunjukkan indikasi adanya investasi aktiva tetap yang produktif. Komposisi aktiva tetap (Property, Plant, and Equipment) yang besar pada struktur aktiva dapat menunjukkan adanya potensi pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Nilai Buku Aktiva Tetap Rasio PPE/BVA = ------------------------------Nilai Buku Total Aktiva b. Market to Book Value of Equity Ratio (MVE/BVE) Rasio MVE/BVE mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa depan dari return yang diharapkan dari ekuitasnya (Smith dan Watts, 1992 dalam Untung W. dan Hartini, 2006:7). Rasio ini diberi simbol X4. Jumlah Lembar Saham Beredar x Closing Price Rasio MVE/BVE = ------------------------------------------------------Total Ekuitas 81 c. Market Value to Book Value of Assets Ratio (MVA/BVA) Rasio ini menunjukkan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan, terefleksi dalam harga saham (Kallapur dan Trombley, 1999 dalam Untung W. dan Hartini, 2006:7 ). Rasio ini diberi simbol X5. (Ttl Aset – Ttl Ekuitas) + (Jml Shm Beredar x Closing Price) Rasio MVA/BVA = --------------------------------------------------------------------Total Aset 3. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan merupakan kebijakan manajemen dalam pembiayaan perusahaan. Variabel ini diberi simbol Y2. Keputusan pendanaan dikonfirmasikan melalui variabel-variabel terukur, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kallapur dan Trombley (1999); Smith dan Watts (1992) dalam Untung W. dan Hartini (2006:8) yaitu: a. Book Debt to Equity Ratio (BDE) Rasio ini menunjukkan perbandingan antara pembiayaan dan pendanaan melalui hutang dengan pendanaan melalui ekuitas (Brigham, 1999:87) dalam Untung W. dan Hartini (2006:8). Variabel manifest ini diberi simbol X6. Total Hutang BDE = ----------------Total Ekuitas 82 b. Book Debt to Asset Ratio (BDA) Rasio ini mengukur persentase dana yang disesuaikan oleh kreditur dalam membiayai aktiva perusahaan (Brigham, 1999:86) dalam Untung W. dan Hartini (2006:8). Variabel manifest ini diberi simbol X7 dengan rumus sebagai berikut: Total Hutang BDA = ----------------Total Aktiva c. Long Term Debt Equity Ratio (LDE) Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang dengan pengembalian (rate of return) jangka panjang pula (Brigham dan Gapenski, 1996: 543) dalam Untung W. dan Hartini (2006:9). Variabel manifest ini diberi simbol X8 dengan rumus sebagai berikut: Total Hutang Jangka Panjang LDE = ----------------------------------Total Ekuitas 83 4. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen merupakan kebijakan manajemen dalam membagi dividen kepada pemegang saham. Variabel kebijakan dividen diberi simbol Y3. Kebijakan dividen dikonfirmasikan melalui dividend payout ratio dan dividend yield (Kallapur dan Trombley,1999; Smith dan Watts, 1992; Imam Subekti, 2000) dalam Untung W. dan Hartini (2006:9). a. Dividend Payout Ratio (DPR) Rasio pembayaran dividen adalah persentase laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk kas (Brigham dan Gapenski, 1996: 450). Variabel manifest ini diberi simbol X9. Dividen per Lembar Saham DPR = --------------------------------Laba per Lembar Saham b. Dividend Yield Ratio (DYR) Rasio dividend yield menunjukkan perbandingan dividen per lembar saham yang dibagikan dengan harga pasar saham (Imam Subekti, 2000). Variabel manifest ini diberi simbol X10. Dividen per Lembar Saham Dividend Yield Ratio = --------------------------------Closing Price 84 5. Nilai Perusahaan Nilai perusahaan yang merupakan variabel endogen dan diberi simbol Y4 diukur dengan: a. Price Book Value (PBV) Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999: 92) dalam Untung W. dan Hartini (2006:10). Rasio ini diberi simbol X11. Harga Pasar per Lembar Saham PBV = --------------------------------------Nilai Buku per Lembar Saham b. Price Earning Ratio (PER) PER menunjukkan perbandingan antara closing price dengan laba per lembar saham (earning per share) (Brigham, 1999: 92). Rasio ini diberi simbol X12 dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Closing Price PER = ----------------EPS 85 BAB IV PEMBAHASAN A. Sejarah Bursa Efek Indonesia Bursa Efek Indonesia (BEI) Atau Indonesia Stock Exchange adalah sebuah pasar saham di Indonesia yang merupakan hasil penggabungan antara Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek Surabaya (BES), dalam hal ini BES melebur ke dalam bursa BEJ. Perusahaan hasil penggabungan usaha ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. Bursa Efek Indonesia merupakan tempat orang memperjualbelikan efek di Indonesia. Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan 86 seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut: • 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda. • 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I • 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya • Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup. • 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II • 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950) • 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif. • 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum. • 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. 87 • 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal. • 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. • 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat. • 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer. • Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. • 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. • 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ. • 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). 88 • 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. • 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya. • 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. • 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading). • 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). 89 B. Deskriptif Analisis 1. Deskriptif Data Sampel Berdasarkan pengambilan sampel secara purposive sampling maka dapat diperoleh populasi sebagai berikut: • Perusahaan go public yang terdaftar secara berturut-turut di BEI pada periode tahun 2005, 2006, dan 2007 berjumlah 349 perusahaan. • Perusahaan keuangan (Lembaga Keuangan Perbankan dan Lembaga Keuangan Non Perbankan ) yang berjumlah 60 perusahaan. • Perusahaan yang tidak membagikan dividen tunai secara terus-menerus selama periode penelitian berjumlah 156 perusahaan. • Perusahaan yang tidak memiliki struktur kepemilikan baik kepemilikan manajerial maupun kepemilikan institusional berjumlah 46 perusahaan. • Perusahaan yang memiliki laporan keuangan per 31 Desember menunjukkan adanya saldo total ekuitas negatif dan atau mengalami kerugian pada salah satu tahun periode penelitian berjumlah 57 perusahaan. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, maka dapat diperoleh sampel penelitian sebanyak 30 perusahaan dengan nama-nama perusahaan sebagai berikut: 90 Tabel 4.1 Sampel Data Penelitian NO KODE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 AKRA ALMI ASII BLTA CENT CMNP CTBN EKAD GGRM GJTL HEXA IKBI INDF ISAT JRPT LION LMSH LTLS MICE MLPL MTDL PGAS PNSE POOL PTRO PUDP RALS RUIS SOBI TBLA EMITEN AKR Corporindo Tbk Alumindo Light Metal Industry Tbk Astra Internasional Tbk Berlian Laju Tanker Tbk Centrin Online Tbk Citra Marga Nusaphala Persada Tbk Citra Turbindo Tbk Ekadharma Internasional Tbk Gudang Garam Tbk Gajah Tunggal Tbk Hexindo Adiperkasa Tbk Sumi Indo Kabel Tbk Indofood Sukses Makmur Tbk Indosat Tbk Jaya Real Property Tbk Lion Metal Works Tbk Lionmesh Prima Tbk Lautan Luas Tbk Multi Indocitra Tbk Multipolar Tbk Metrodata Electronics Tbk Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk Pudjiadi & Sons Estate Tbk Pool Advista Indonesia Tbk Petrosea Tbk Pudjiadi Prestige Limited Tbk Ramayana Lestari Sentosa Tbk Radiant Utama Interinsco Tbk Sorini Agro Asia Corporindo Tbk Tunas Baru lampung Tbk Sumber: Bursa Efek Indonesia 91 2. Deskriptif Analisis Data Data-data yang diperoleh dari variabel observed/indikator yang diteliti diantaranya adalah: a. Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan (X1) merupakan distribusi saham antara pihak direksi dan komisaris perusahaan (X1) dan kepemilikan institusional (X2). Kepemilikan manajerial (X1) menggambarkan kepemilikan saham oleh direksi dan komisaris perusahaan, diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki direksi dan komisaris perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengetahui proporsi kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan terhadap jumlah saham beredar. Kepemilikan institusional (X2) menggambarkan kepemilikan saham oleh investor institusi seperti pemerintah, bank, asuransi, dan lain sebagainya, diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi. Adapun rasio yang diperoleh dari indikator-indikator yang diteliti dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut: 92 Tabel 4.2 Struktur Kepemilikan Perusahaan NO MANAJERIAL KODE INSTITUSIONAL 2005 2006 2007 2005 2006 2007 0,0014 0,0014 0,0013 0,7124 0,7124 0,7124 1 AKRA 2 ALMI 0,0176 0,0165 0,0165 0,8093 0,8092 0,8093 3 ASII 0,0004 0,0002 0,0002 0,5011 0,5011 0,5011 4 BLTA 0,0006 0,0006 0,0006 0,4536 0,4535 0,4924 5 CENT 0,0054 0,0054 0,0054 0,7767 0,7767 0,7767 6 CMNP 0,0513 0,0513 0,0513 0,3058 0,3022 0,2725 7 CTBN 0,0064 0,0065 0,0065 0,6354 0,5817 0,7529 8 EKAD 0,0638 0,0588 0,0501 0,7326 0,7437 0,7437 9 GGRM 0,0206 0,0206 0,0206 0,7212 0,7212 0,7212 10 GJTL 0,0008 0,0008 0,0008 0,6459 0,6157 0,6500 11 HEXA 0,0508 0,0001 0,0001 0,7621 0,7621 0,7621 12 IKBI 0,0009 0,0009 0,0009 0,9306 0,9306 0,9306 13 INDF 0,0005 0,0005 0,0005 0,5153 0,5153 0,5153 14 ISAT 0,0002 0,0003 0,0001 0,5504 0,5425 0,5425 15 JRPT 0,0001 0,0001 0,0001 0,7589 0,7595 0,7595 16 LION 0,0018 0,0018 0,0018 0,5770 0,5770 0,5770 17 LMSH 0,2561 0,2558 0,2558 0,3762 0,3220 0,3220 18 LTLS 0,0364 0,0364 0,0364 0,6303 0,6303 0,6303 19 MICE 0,0001 0,0001 0,0001 0,8333 0,6686 0,7387 20 MLPL 0,0001 0,0001 0,0001 0,5115 0,4935 0,5115 21 MTDL 0,0041 0,0170 0,0171 0,1307 0,1307 0,1293 22 PGAS 0,0062 0,0016 0,0008 0,6149 0,5525 0,5522 23 PNSE 0,1283 0,1283 0,1283 0,5970 0,7894 0,8073 24 POOL 0,0001 0,0001 0,0001 0,9175 0,9174 0,9174 25 PTRO 0,0019 0,0019 0,0004 0,7936 0,7790 0,7790 26 PUDP 0,2688 0,2688 0,2613 0,4454 0,5851 0,5926 27 RALS 0,0370 0,0368 0,0368 0,6236 0,5755 0,5755 28 RUIS 0,0340 0,0265 0,0265 0,9660 0,8448 0,8448 29 SOBI 0,0005 0,0005 0,0004 0,6462 0,6462 0,6991 30 TBLA 0,0010 0,0010 0,0010 0,7640 0,5957 0,5735 0,0332 0,0314 0,0307 0,6413 0,6278 0,6397 Rata-rata Sumber: Laporan keuangan tahunan tiap perusahaan di BEI 93 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar perusahaan dari tahun ke tahun memiliki nilai struktur kepemilikan saham institusional yang lebih tinggi dibandingkan nilai struktur kepemilikan manajerial. Selain itu, nilai kepemilikan saham manajerial tiap perusahaan dari tahun ke tahunnya tidak mengalami perubahan yang besar bahkan banyak perusahaan yang memiliki angka persentase yang sama untuk kepemilikan manajerialnya selama periode tiga tahun seperti diperlihatkan oleh PT. Berlian Laju Tanker, PT. Centrin Online, PT. Gajah Tunggal, dan lain sebagainya. Rata-rata struktur saham manajerial pada tabel diatas menunjukkan jumlah yang relatif kecil, yaitu sekitar 0.0332 (3.32%) pada tahun 2005, 0.0314 (3.14%) pada tahun 2006, dan 0.0307 (3.07%) pada tahun 2007. Dapat terlihat bahwa rata-rata struktur kepemilikan tertinggi berada pada tahun 2005, dimana struktur kepemilikan manajerial tertinggi dimiliki oleh PT. Pudjiadi Prestige Limited, yaitu sebesar 0.2688 (26.88%) yang diikuti oleh PT. Lionmesh Prima dan PT. Pudjiadi & Sons Estate masing-masing sebesar 0.2561 (25.61%) dan 0.1283 (12.83%). PT. Pudjiadi Prestige Limited juga merupakan perusahaan yang memiliki saham manajerial terbesar pada tahun 2006 dan 2007, yaitu sebesar 0.2688 (26.88%) pada tahun 2006 dan 0.2613 (26.13%) pada tahun 2007. Struktur kepemilikan saham manajerial terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 0.0001 (0.01%) dimiliki oleh PT. Multi Indocitra, PT. Pool Advista, PT. Jaya Real, dan PT. Multipolar. Begitupun pada tahun 2006 kepemilikan saham manajerial terendah masih dimiliki oleh keempat perusahaan tersebut 94 dan PT. Hexindo Adiperkasa dimana persentase kepemilikan saham terendah adalah sama sebesar 0.0001 (0.01%). Pada tahun 2007 perusahaan yang memiliki kepemilikan saham manajerial terendah dengan nilai 0.0001 (0.01%) menjadi enam perusahaan yaitu PT. Multi Indocitra, PT. Pool Advista, PT. Jaya Real, PT. Multipolar, PT. Hexindo Adiperkasa, dan PT Indosat Tbk. Struktur kepemilikan institusional memiliki jumlah rata-rata yang sangat dominan jika dibandingkan dengan kepemilikan manajerial, yaitu sebesar 0.6413 (64.13%) pada tahun 2005, 0.6278 (62.78%) pada tahun 2006, dan 0.6397 (63.97%) pada tahun 2007. Pada tahun 2007 kepemilikan institusi memiliki nilai rata-rata terbesar dibandingkan tahun 2005 dan 2006. Kepemilikan saham institusional terbesar pada tahun 2005 dimiliki oleh PT. Radiant Utama Interinsco, yaitu sebesar 0.9660 (96.60%) diikuti oleh PT. Sumi Indo Kabel dan PT. Pool Advista Indonesia, yaitu masing-masing sebesar 0.9306 (93.06%) dan 0.9175 (91.75%). Sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 kepemilikan saham institusional terbesar dimiliki oleh PT. Pool Advista Indonesia dengan nilai 0.9174 (91.74%). Kepemilikan saham institusional terendah pada tahun 2005 dimiliki oleh PT. Metrodata Electronics, yaitu sebesar 0.1307 (13.07%) diikuti oleh PT. Lionmesh Prima sebesar 0.3762 (37.62%), dan PT. Pudjiadi Prestige Limited sebesar 0.4454 (44.54%). Pada tahun 2006 dan 2007 kepemilikan saham institusional terendah dimiliki oleh PT. Metrodata Electronics, yaitu sebesar 0.1307 (13.07%) pada tahun 2006 dan 0.1293 (12.93%) pada tahun 2007. 95 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2005 – 2007 memiliki jumlah kepemilikan saham manajerial yang rendah (kurang dari 5%). Hal ini menunjukkan bahwa dengan kepemilikan saham manajerial yang rendah, maka kekuasaan manajemen dalam perusahaan juga rendah. Sedangkan kepemilikan saham institusional menunjukkan jumlah persentase yang besar dibandingkan kepemilikan manajerial. Hal ini akan menimbulkan pengawasan dan kontrol yang kuat terhadap perilaku opportunistic manajer sehingga pemanfaatan aktiva perusahaan akan semakin efektif dan efisien. b. Keputusan Investasi Keputusan investasi (Y1) dalam penelitian ini diproksikan dengan Investment Opportunity Set (IOS). Sejalan dengan pernyataan Gaver & Gaver (1993) dalam Jogianto & Tettet (2002) mengenai belum adanya kesepakatan dalam literatur akuntansi dan keuangan mengenai proksi yang tepat untuk mewakili IOS, maka peneliti menggunakan proksi IOS yang sering digunakan oleh para peneliti terdahulu, yaitu rasio PPE/BVA, rasio MVE/BVE, dan rasio MVA/BVA. Rasio PPE/BVA (X3) menunjukkan adanya investasi aktiva tetap yang produktif. Rasio ini diukur dari perbandingan besarnya nilai buku aktiva tetap perusahaan pada periode t dengan nilai buku total aktiva perusahaan pada periode t. Rasio MVE/BVE (X4) mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa yang akan datang dari return yang 96 diharapkan dari ekuitasnya. Rasio ini dihitung dari perkalian antara jumlah saham yang beredar dengan closing price dibagi dengan total ekuitas perusahaan periode t. Rasio MVA/BVA (X5) menunjukkan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi dalam harga sahamnya. Rasio ini diukur dari selisih antara total aktiva dengan total ekuitas ditambah dengan perkalian antara jumlah saham yang beredar dengan closing price kemudian hasilnya dibagi dengan total aktiva. Adapun rasio-rasio yang diteliti dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: 97 Tabel 4.3 Rasio PPE/BVA, MVE/BVE, dan MVA/BVA NO PPE/BVA KODE MVE/BVE MVA/BVA 2005 2006 2007 2005 2006 2007 2005 2006 2007 0,4059 0,4218 0,2297 0,9500 1,6400 3,3700 0,9743 1,2782 1,8657 1 AKRA 2 ALMI 0,3765 0,2314 0,2126 0,2700 0,5800 0,6600 0,6514 0,8466 0,8876 3 ASII 0,2447 0,2249 0,2224 2,0200 2,8400 4,1000 1,4442 1,7109 2,3155 4 BLTA 0,6495 0,7018 0,7584 2,1500 2,3100 3,3200 1,2927 1,5000 1,3728 5 CENT 0,3043 0,2219 0,1733 0,6600 0,7500 2,4800 0,6871 0,7680 2,4074 6 CMNP 0,8644 0,8749 0,8949 1,2900 2,5700 3,2300 1,2080 2,0252 2,1171 7 CTBN 0,1822 0,1641 0,2607 1,0900 1,8400 2,8300 1,0533 1,3934 1,9687 8 EKAD 0,1587 0,1635 0,1483 1,3900 1,5500 1,1300 1,2823 1,4229 1,0932 9 GGRM 0,3305 0,3148 0,2679 1,7100 1,4900 1,1600 1,4205 1,2976 1,0934 10 GJTL 0,4250 0,4378 0,3867 0,8700 0,8600 0,7200 0,9658 0,9591 0,9198 11 HEXA 0,1871 0,2930 0,2162 2,3400 2,1900 1,6300 1,4316 1,3409 1,1740 12 IKBI 0,3098 0,2475 0,2177 0,3900 0,6700 0,8000 0,6228 0,7927 0,8504 13 INDF 0,4086 0,3974 0,2736 1,9900 2,5300 3,4100 1,2899 1,4743 1,5822 14 ISAT 0,6577 0,7280 0,6748 2,0800 2,4100 2,8800 1,4700 1,6275 1,6776 15 JRPT 0,0782 0,0678 0,0614 1,0500 2,7000 3,7100 1,0374 2,0594 2,6106 16 LION 0,1056 0,0880 0,0794 0,7700 0,7600 0,6400 0,8164 0,8117 0,7194 17 LMSH 0,2552 0,2570 0,1596 0,8600 0,6900 0,6900 0,9297 0,8356 0,8570 18 LTLS 0,2955 0,2724 0,3001 0,7500 0,6200 0,5800 0,9243 0,8958 0,8815 19 MICE 0,1238 0,1180 0,1037 2,7600 3,3400 2,4100 2,2005 2,8175 2,1124 20 MLPL 0,3494 0,2877 0,1859 0,5100 0,3500 0,4000 0,8841 0,8817 0,8918 21 MTDL 0,0536 0,0424 0,0387 0,5700 0,6200 1,3200 0,8347 0,8642 1,0787 22 PGAS 0,5653 0,8618 0,8082 7,3700 9,4400 11,0500 3,1277 4,1132 4,1147 23 PNSE 0,7105 0,6496 0,6379 1,6100 1,3500 1,6300 1,1886 1,1173 1,2133 24 POOL 0,0236 0,0334 0,0292 0,2700 0,2400 0,2300 0,3171 0,2795 0,2737 25 PTRO 0,3088 0,3640 0,3760 1,1000 0,9200 0,8100 1,0610 0,9508 0,9046 26 PUDP 0,2845 0,3446 0,3524 0,2500 0,2800 0,4400 0,5525 0,4478 0,5536 27 RALS 0,2371 0,2387 0,2346 3,2300 3,1600 2,7900 2,6821 2,6615 2,3198 28 RUIS 0,1969 0,1313 0,1010 3,2200 2,5600 1,9200 1,9599 1,7118 1,4032 29 SOBI 0,3746 0,3751 0,3028 0,6000 0,9100 2,5500 0,7731 0,9477 1,8115 30 TBLA 0,3759 0,3720 0,3359 0,6300 1,1500 2,8100 0,8699 1,0612 1,6869 0,3281 0,3309 0,3015 1,4917 1,7773 2,1900 1,1984 1,3631 1,4919 Rata-rata Sumber: Data diolah 98 Tabel 4.3 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata rasio PPE/BVA terbesar terdapat pada tahun 2006, yaitu sebesar 0.3309 (33.09%) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tahun 2005 dan 2007, yaitu masing-masing sebesar 0.3281 (32.81%) dan 0.3015 (30.15%). Perusahaan yang memiliki rasio terbesar pada tahun 2005 adalah PT. Citra Marga Nushapala Persada, yaitu sebesar 0.8644 (86.44%) diikuti oleh PT. Pudjiadi & Sons Estate sebesar 0.7105 (71.05%) dan PT. Indosat sebesar 0.6577 (65.77%). Sedangkan perusahaan yang memiliki rasio terendah adalah PT. Pool Advista Indonesia, yaitu sebesar 0.0236 (2.36%). Pada tahun 2006 dan 2007 rasio PPE/BVA tertinggi masih dimiliki oleh PT. Citra Marga Nushapala Persada dengan nilai 0.8749 (87.49%) dan 0.8949 (89.49%). Sedangkan rasio terendah pada tahun 2006 dan 2007 dimiliki oleh PT. Pool Advista Indonesia, yaitu sebesar 0.0334 (3.34%) pada tahun 2006 dan 0.0292 (2.92%) pada tahun 2007. Rasio PPE/BVA yang besar (komposisi aktiva tetap) pada struktur aktiva perusahaan dapat menunjukkan adanya potensi pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan perusahaan berpotensi untuk tumbuh di masa yang akan datang karena rata-rata nilai rasio PPE/BVA adalah positif dan diatas 30% yang mengindikasikan adanya investasi aktiva tetap produktif yang telah dilakukan oleh perusahaan sehingga perusahaan berpotensi untuk tumbuh (Gaver & Gaver, 1993 dalam Hartini P., 2005). 99 Selanjutnya pada tabel 4.3 dapat dilihat pula rasio MVE/ BVE yang menggambarkan nilai return pasar di masa yang akan datang lebih besar dari nilai ekuitasnya. Rata-rata MVE/BVE pada tahun 2005 menunjukkan nilai 1.4917, sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 rata-rata MVE/BVE mengalami peningkatan menjadi sebesar 1.7773 pada tahun 2006 dan 2.1900 pada tahun 2007. PT. Perusahaan Gas Negara memiliki nilai MVE/BVE tertinggi selama tiga tahun berturut-turut dari 2005 sampai 2007, yaitu sebesar 7.3700, 9.4400, dan 11.0500. Perusahaan yang memiliki nilai MVE/BVE terendah pada tahun 2005 adalah PT. Pudjiadi Prestige Limited yaitu sebesar 0.2500. Sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 nilai MVE/BVE terendah dimiliki oleh PT. Pool Advista Indonesia yaitu sebesar 0.2400 dan 0.2300. Rasio MVA/BVA juga digunakan sebagai indikator dalam penelitian ini yang nilainya dapat dilihat pada tabel 4.3 diatas. Rata-rata MVA/BVA tahun 2005 menunjukkan nilai sebesar 1.1984, sedangkan rata-rata MVA/BVA pada tahun 2006 dan 2007 mengalami peningkatan menjadi sebesar 1.3631 pada tahun 2006 dan 1.4919 pada tahun 2007. Nilai rasio MVA/BVA tertinggi pada tahun 2005 sampai 2007 dimiliki oleh PT. Perusahaan Gas Negara dengan nilai 3.1277, 4.1132, dan 4.1147. sedangkan PT. Pool Advista Indonesia memiliki nilai MVA/BVA terendah selama tiga tahun berturut-turut dari 2005 sampai 2007. Rasio MVE/BVE dan MVA/BVA yang tinggi menggambarkan nilai return investasi di masa yang akan datang akan lebih besar dari return yang diharapkan dari ekuitasnya. Selain itu, perusahaan tersebut berpotensi untuk 100 tumbuh dan berinvestasi di masa yang akan datang karena kedua rasio tersebut menggambarkan bahwa perusahaan telah berjalan baik dengan staf manajemen yang kuat dan sebuah organisasi yang berfungsi secara efisien. (Hartono, 1998 dalam Tettet F. dan Jogiyanto, 2002:37). c. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan (Y2) dapat diukur melalui beberapa indikator, diantaranya adalah Book Debt to Equity Ratio (BDE), Book Debt to Asset Ratio (BDA), dan Long Term Debt Equity Ratio (LDE). Adapun rasio-rasio yang diperoleh dari indikator tersebut dapat ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut: 101 Tabel 4.4 Rasio BDE, BDA, dan LDE NO BDE KODE BDA LDE 2005 2006 2007 2005 2006 2007 2005 2006 2007 0,8602 1,0871 1,5653 0,4233 0,4752 0,5718 0,0570 0,1522 0,3232 1 AKRA 2 ALMI 1,0978 1,7374 2,0691 0,5233 0,6347 0,6742 0,0986 0,0493 0,0631 3 ASII 1,1141 1,5889 1,3558 0,4843 0,6137 0,5755 0,3991 0,5107 0,3771 4 BLTA 2,9378 1,6207 5,2338 0,7460 0,6184 0,8396 2,2529 1,2099 3,6658 5 CENT 0,0826 0,0642 0,0499 0,0763 0,0603 0,0475 0,0338 0,0248 0,0220 6 CMNP 0,4007 0,5006 0,9518 0,2835 0,3266 0,4761 0,3150 0,3477 0,8317 7 CTBN 0,6990 1,1280 0,8699 0,4100 0,5285 0,4593 0,0431 0,0107 0,0108 8 EKAD 0,3715 0,2887 0,3950 0,2709 0,2239 0,2830 0,0587 0,0404 0,0471 9 GGRM 0,6866 0,6518 0,6947 0,4068 0,3946 0,4099 0,0391 0,0535 0,0614 10 GJTL 2,6846 2,4076 2,5437 0,7286 0,7065 0,7178 2,1472 1,8235 1,8899 11 HEXA 2,1022 2,4846 2,6341 0,6776 0,7130 0,7248 0,2601 0,4604 0,3046 12 IKBI 0,6201 0,5813 0,3392 0,3827 0,3676 0,2533 0,0162 0,0176 0,0180 13 INDF 2,3309 2,2312 3,1433 0,6792 0,6905 0,7586 1,3067 0,8437 0,8278 14 ISAT 1,2781 1,2384 1,7457 0,5580 0,5500 0,6283 0,8987 0,0008 1,0306 15 JRPT 0,4156 0,5504 0,6318 0,2827 0,3436 0,3762 0,4156 0,5504 0,6318 16 LION 0,2285 0,2532 0,2723 0,1860 0,2020 0,2140 0,0695 0,0814 0,0723 17 LMSH 0,9877 0,8558 1,1555 0,4969 0,4612 0,5361 0,1699 0,1246 0,2073 18 LTLS 2,1005 2,4341 2,4228 0,6479 0,6736 0,6765 0,5466 0,5572 0,1359 19 MICE 0,3555 0,2884 0,2642 0,2431 0,2238 0,2090 0,0418 0,0310 0,0284 20 MLPL 2,3926 4,4769 4,5888 0,5622 0,8174 0,8211 1,1952 1,8018 2,2249 21 MTDL 1,4155 1,8243 3,0884 0,5395 0,6459 0,7554 0,1607 0,1516 0,1135 22 PGAS 1,7995 1,7105 2,2258 0,6008 0,6311 0,6900 1,4629 1,3442 1,5876 23 PNSE 1,9523 1,8075 1,7221 0,6072 0,5999 0,5832 1,3707 1,2589 0,3939 24 POOL 0,0630 0,0551 0,0653 0,0593 0,0522 0,0612 0,0081 0,0080 0,0104 25 PTRO 0,5942 0,6026 0,9452 0,3727 0,3760 0,4859 0,1792 0,1611 0,2535 26 PUDP 0,6683 0,3058 0,2510 0,4001 0,2337 0,2003 0,0087 0,0099 0,0095 27 RALS 0,3264 0,2993 0,3545 0,2461 0,2304 0,2617 0,0684 0,0552 0,0506 28 RUIS 1,3100 1,1963 1,2906 0,5671 0,5447 0,5634 8,7994 0,0983 0,6164 29 SOBI 0,6665 0,7217 0,8264 0,3805 0,4018 0,4329 0,0429 0,1278 0,1334 30 TBLA 1,8327 1,3690 1,6238 0,6464 0,5775 0,6179 1,1773 0,8506 1,0441 1,1458 1,2121 1,5107 0,4496 0,4639 0,4968 0,7881 0,4252 0,5662 Rata-rata Sumber: Data diolah 102 Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa rata-rata BDE pada tahun 2005 sebesar 1.1458 lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata BDE pada tahun 2006 sebesar 1.2121 dan tahun 2007 sebesar 1.5107. BDE tertinggi pada tahun 2005 dan 2007 dimiliki oleh PT. Berlian Laju Tanker, yaitu sebesar 2.9378 dan 5.2338. Sedangkan pada tahun 2006 BDE tertinggi dimiliki oleh PT. Multipolar, yaitu sebesar 4.4769. Perusahaan yang memiliki nilai BDE terendah pada tahun 2005 dan 2006 adalah PT. Pool Advista Indonesia, yaitu sebesar 0.0630 dan 0.0551. Sedangkan pada tahun 2007 nilai BDE terendah dimiliki oleh PT. Centrin Online, yaitu sebesar 0.0499. Rata-rata Book Debt to Asset Ratio (BDA) pada tahun 2005 sebesar 0.4496 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 0.4639 dan tahun 2007 sebesar 0.4968. Perusahaan yang memiliki BDA tertinggi pada tahun 2005 adalah PT. Berlian Laju Tanker, yaitu sebesar 0.7460. Sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 nilai BDA tertinggi dimiliki oleh PT. Multipolar, yaitu sebesar 0.8174 pada tahun 2006 dan 0.8211 pada tahun 2007. PT. Pool Advista Indonesia memiliki nilai BDA terendah pada tahun 2005 dan 2006, yaitu sebesar 0.0593 pada tahun 2005 dan sebesar 0.0522 pada tahun 2006. Sedangkan pada tahun 2007 Nilai BDA terendah dimiliki oleh PT. Centrin Online, yaitu sebesar 0.0475. Long Term Debt Equity Ratio (LDE) tertinggi yaitu pada tahun 2005 dengan nilai rata-rata sebesar 0.7881. Sedangkan pada tahun 2006 nilai ratarata LDE sebesar 0.4252 dan sebesar 0.5662 pada tahun 2007. Perusahaan dengan LDE tertinggi pada tahun 2005 adalah PT. Radiant Utama Interinsco 103 dengan nilai sebesar 8.7994. Pada tahun 2006 dan 2007 nilai LDE tertinggi dimiliki oleh PT. Gajah Tunggal dan PT. Berlian Laju Tanker dengan nilai masing-masing sebesar 1.8235 dan 3.6658. Sedangkan perusahaan dengan nilai LDE terendah pada tahun 2005 dan tahun 2006 adalah PT. Pool Advista Indonesia, yaitu sebesar 0.0081 pada tahun 2005 dan 0.0080 pada tahun 2006. PT. Pudjiadi Prestige Limited adalah perusahaan dengan nilai LDE terendah pada tahun 2007, yaitu sebesar 0.0095. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2005 sampai tahun 2007 menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan lebih banyak equity daripada assets dalam membiayai hutangnya. Semakin besar proporsi hutang relatif terhadap ekuitas maka semakin besar pula resiko perusahaan yaitu tak tertagihnya hutang. d. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen (Y3) adalah keputusan keuangan perusahaan yang berkaitan dengan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang (Brigham, 2001 dalam Hartini P., 2002:217). Kebijakan dividen dapat diukur dengan menggunakan rasio dividen payout ratio (X9), yaitu dengan mengukur besarnya pembayaran dividen dari laba per lembar saham, dan mengukur besarnya laba ditahan untuk menambah modal sendiri. Sedangkan dividen 104 yield ratio (X10) yaitu mengukur besarnya pembayaran dividen dari harga penutupan saham per lembar. Adapun rasio-rasio yang diperoleh dari indikator-indikator yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Rasio DPR dan DYR NO DPR KODE 2005 DYR 2006 2007 2005 2006 2007 0,2094 1,4616 1,0607 0,0270 0,0220 0,0471 1 AKRA 2 ALMI 0,0825 0,1295 1,3106 0,0299 0,0407 0,1421 3 ASII 0,2003 0,3708 0,1801 0,0265 0,0217 0,0106 4 BLTA 0,0943 0,0660 0,2010 0,0144 0,0115 0,0151 5 CENT 0,1200 0,2500 0,2500 0,0080 0,0273 0,0173 6 CMNP 0,2469 0,2057 0,2985 0,0130 0,0076 0,0082 7 CTBN 0,2677 0,2446 0,6547 0,0289 0,0379 0,0600 8 EKAD 0,4312 1,2124 0,3963 0,0294 0,0781 0,0244 9 GGRM 0,5092 0,9542 0,3333 0,0429 0,0490 0,0294 10 GJTL 0,0459 0,1351 0,1724 0,0089 0,0086 0,0102 11 HEXA 1,8534 0,9787 0,2881 0,2240 0,0511 0,0230 12 IKBI 0,0897 0,1469 0,1383 0,0163 0,0256 0,0304 13 INDF 1,1667 0,0641 0,2696 0,0192 0,0037 0,0120 14 ISAT 0,4991 0,5723 0,3453 0,0278 0,0221 0,0150 15 JRPT 0,1818 1,1442 0,2247 0,0132 0,0340 0,0059 16 LION 0,2732 0,2519 0,2058 0,0500 0,0455 0,0476 17 LMSH 0,0935 0,1439 0,0485 0,0211 0,0235 0,0143 18 LTLS 0,2537 0,4474 0,0870 0,0354 0,0420 0,0182 19 MICE 0,0148 0,1568 0,2999 0,0076 0,0102 0,0190 20 MLPL 0,2666 0,0933 0,1081 0,0350 0,0091 0,0098 21 MTDL 0,2230 0,2432 0,2141 0,0257 0,0313 0,0163 22 PGAS 0,2662 0,2498 0,6025 0,0074 0,0090 0,0136 23 PNSE 0,5789 0,1449 0,3723 0,0155 0,0143 0,0389 24 POOL 1,2990 0,1491 0,4286 0,2172 0,0828 0,2069 25 PTRO 0,1227 0,2351 0,4081 0,0143 0,0223 0,0474 26 PUDP 0,4209 0,4854 0,0206 0,0286 0,0026 0,0016 27 RALS 0,6967 0,4955 0,4236 0,0370 0,0253 0,0259 28 RUIS 0,3380 0,1982 0,1713 0,0178 0,0160 0,0178 29 SOBI 0,2020 1,9436 0,5733 0,0351 0,0333 0,0480 30 TBLA 0,7792 0,0411 0,1628 0,0150 0,0033 0,0061 0,3942 0,4405 0,3417 0,0364 0,0270 0,0327 Rata-rata Sumber: Data diolah 105 Tabel 4.5 tersebut menunjukkan bahwa Dividen Payout Ratio (DPR) tertinggi terdapat pada tahun 2006 dengan rata-rata 0.4405. Sedangkan pada tahun 2005 dan tahun 2007 rata-rata DPR adalah sebesar 0.3942 dan0.3417. Perusahaan dengan nilai DPR tertinggi pada tahun 2005 adalah PT. Hexindo Adi Perkasa, yaitu sebesar 1.8534. Pada tahun 2006 PT. Sorini Agro Asia Corporindo merupakan perusahaan dengan nilai DPR tertinggi, yaitu sebesar 1.9436, dan PT. Alumindo Light Metal Industry pada tahun 2007, yaitu sebesar 1.3106. Sedangkan perusahaan dengan nilai DPR terendah pada tahun 2005 adalah PT. Multi Indocitra, yaitu sebesar 0.0148. PT. Tunas Baru Lampung adalah perusahaan dengan nilai DPR terendah pada tahun 2006, yaitu sebesar 0.0411, dan PT. Pudjiadi Prestige Limited pada tahun 2007, yaitu sebesar 0.0206. Nilai rata-rata Dividen Yield Ratio (DYR) tertinggi adalah pada tahun 2005, yaitu sebesar 0.0364. Pada tahun 2006 nilai rata-rata DYR turun menjadi 0.0270 dan pada tahun 2007 menjadi 0.0327. Perusahaan dengan nilai DYR tertinggi pada tahun 2005 adalah PT. Hexindo Adiperkasa, yaitu sebesar 0.2240 dan PT. Pool Advista Indonesia merupakan perusahaan dengan nilai DYR tertinggi pada tahun 2006 dan 2007, yaitu sebesar 0.0828 pada tahun 2006 dan 0.2069 pada tahun 2007. Sedangkan PT. Perusahaan Gas Negara menjadi perusahaan dengan nilai DYR terendah pada tahun 2005, yaitu sebesar 0.0074. PT. Pudjiadi Prestige Limited merupakan perusahaan dengan nilai DYR terendah pada tahun 2006 dan 2007 dengan nilai sebesar 0.0026 dan 0.0016. 106 Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2005 sampai tahun 2007 memiliki rata-rata Dividen Payout Ratio (DPR) yang cukup tinggi (di atas 40%). Ini berarti bahwa hampir setengah dari keuntungan perusahaan tiap tahunnya dialokasikan untuk pembagian dividen kepada para pemegang sahamnya dan sisanya akan diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan dalam bentuk laba ditahan untuk membiayai investasi di masa yang akan datang. Pembayaran dividen yang meningkat merupakan sinyal positif bagi para investor akan prospek perusahaan yang baik sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan harga saham yang pada akhirnya akan meningkatkan dividen yield. Namun peningkatan harga saham belum tentu diikuti oleh peningkatan dividen oleh perusahaan karena perusahaan masih memiliki kewajiban membiayai operasional maupun ekspansi perusahaan atau untuk membayar hutang perusahaan. e. Nilai Perusahaan Nilai perusahaan dapat diukur dari beberapa indikator diantaranya Price Book Value (PBV) dan Price Earning Ratio (PER). Adapun rasio-rasio yang diperoleh dari indikator-indikator yang diteliti dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut: 107 Tabel 4.6 Rasio PBV dan PER NO PBV KODE PER 2005 2006 2007 2005 2006 2007 0,4665 0,7153 1,2310 7,7487 66,3825 22,5196 1 AKRA 2 ALMI 0,1281 0,2120 0,2134 2,7622 3,1832 9,2224 3 ASII 0,8788 1,0972 1,7399 7,5668 17,1210 16,9565 4 BLTA 0,5467 0,8816 0,5332 6,5409 5,7426 13,3166 5 CENT 0,6106 0,7075 2,3597 15,0000 9,1667 14,4643 6 CMNP 0,9154 1,6776 1,6174 19,0077 27,1560 36,4842 7 CTBN 0,6398 0,8620 1,4966 9,2580 6,4492 10,9170 8 EKAD 1,0115 1,1982 0,8096 14,6615 15,5189 16,2483 9 GGRM 1,0130 0,9030 0,6835 11,8635 19,4656 11,3333 10 GJTL 0,2372 0,2525 0,2020 5,1376 15,6757 16,8966 11 HEXA 0,7540 0,6279 0,4492 8,2759 19,1489 12,5424 12 IKBI 0,2400 0,4251 0,5971 5,5128 5,7343 4,5455 13 INDF 0,5812 0,7838 0,8236 60,6667 17,3077 22,3913 14 ISAT 0,9067 1,0716 1,0375 17,9588 25,8720 23,0182 15 JRPT 0,7177 1,6836 2,2059 13,7435 33,6711 38,2022 16 LION 0,6304 0,6097 0,5054 5,4645 5,5416 4,3210 17 LMSH 0,4328 0,3744 0,3210 4,4393 6,1151 3,3926 18 LTLS 0,2327 0,1726 0,1607 7,1642 10,6579 4,7826 19 MICE 1,8842 2,5936 1,9035 1,9508 15,3653 15,7937 20 MLPL 0,1191 0,0643 0,0707 7,6092 10,2612 11,0270 21 MTDL 0,2158 0,2183 0,3233 8,6741 7,7821 13,1335 22 PGAS 2,4615 3,4821 3,4247 35,7513 27,7512 44,3642 23 PNSE 0,4996 0,4492 0,5520 37,3684 10,1449 9,5745 24 POOL 0,2578 0,2275 0,2120 5,9794 1,8012 2,0714 25 PTRO 0,6883 0,5748 0,4187 8,5890 10,5364 8,6152 26 PUDP 0,1511 0,2121 0,3514 14,7306 189,3204 13,1525 27 RALS 2,4361 2,4311 2,0580 18,8110 19,5946 16,3682 28 RUIS 1,3928 1,1671 0,8397 19,0114 12,3885 9,6360 29 SOBI 0,3439 0,5044 1,3353 5,7576 58,3090 11,9446 30 TBLA Rata-rata 0,2226 0,4830 1,0674 51,9481 12,4805 26,8428 0,7205 0,8888 0,9848 14,6318 22,8548 15,4693 Sumber: Data diolah 108 Tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata PBV dari tahun 2004 sampai tahun 2007 terus meningkat, yaitu sebesar 0.7205 pada tahun 2005, 0.8888 pada tahun 2006, dan 0.9848 pada tahun 2007. PT. Perusahaan Gas Negara merupakan perusahaan dengan nilai PBV tertinggi selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2005 sampai 2007, yaitu sebesar 2.4615 pada tahun 2005, 3.4821 pada tahun 2006, dan 3.4247 pada tahun 2007. Sedangkan PT. Multipolar adalah perusahaan dengan nilai PBV terendah pada tahun 2005 sampai tahun 2007, yaitu sebesar 0.1191 pada tahun 2005, 0.0643 pada tahun 2006, dan 0.0707 pada tahun 2007. Pada tabel tersebut dapat dilihat pula nilai PER dari setiap perusahaan. Nilai rata-rata PER pada tahun 2005 adalah sebesar 14.6318, dan sebesar 22.8548 pada tahun 2006. Pada tahun 2007 rata-rata nilai PER adalah sebesar 15.4693. Perusahaan dengan nilai PER tertinggi pada tahun 2005 adalah PT. Indofood Sukses Makmur, yaitu sebesar 60.6667. Pada tahun 2006 PT. Pudjiadi Prestige Limited merupakan perusahaan dengan nilai PER tertinggi, yaitu sebesar 189.3204 dan PT. Perusahaan Gas Negara pada tahun 2007 sebesar 44.3642. Sedangkan PT. Multi Indocitra merupakan perusahaan dengan nilai PER terendah pada tahun 2005, yaitu sebesar 1.9508. Pada tahun 2006 dan 2007 perusahaan dengan nilai PER terendah adalah PT. Pool Advista Indonesia dengan nilai sebesar 1.8012 pada tahun 2006dan 2.0714 pada tahun 2007. 109 Rasio Price Book Value (PBV) dan Price Earning Ratio (PER) menggambarkan prospek pertumbuhan perusahaan di masa depan. Semakin tinggi nilai PER maka semakin tinggi pula prospek perusahaan di masa depan, karena PER dapat mempresentasikan aliran laba di masa depan. Semakin tinggi nilai PBV juga menggambarkan semakin bagus prospek pertumbuhan perusahaan di masa depan, karena PBV mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999: 92) dalam Untung W. dan Hartini (2006: 54). C. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis 1. Pengujian Hipotesis a. Uji t Pengujian pertama yang dilakukan adalah uji t, yaitu untuk mengetahui apakah terjadi trimming atau tidak antara indikator terhadap variabel latennya. Hasil pengujian tersebut dapat ditunjukkan pada path diagram berikut: 110 0. 06 90 Keputusan investasi (Y1) 1.7272 0.7 00 1 X3 0.0420 X4 t= 1.2844 0.0681 X5 t= 1.2279 0.0449 X6 -0.0168 X7 t=81.0641 0.0012 X8 t= 10.2792 0.6444 X9 -1.0387 X10 t= 6.9508 0.0014 β1 β2 -0 32 11 68 00 0. t= 1.1877 -0.0653 X2 t= -6.7872 Struktur Kepemilikan (X1) γ2 β3 0.2007 83 X1 75 0. 0.0045 Keputusan pendanaan (Y2) 1. 05 48 γ1 β4 γ3 γ4 Kebijakan Dividen (Y3) 78 1.13 0.0 12 4 β6 Nilai Perusahaan (Y4) 4 45 0.5 12.68 21 X11 0.2392 X12 t= 3.6070 364.9713 Gambar 4.1 Path diagram di atas menunjukkan bahwa pada seluruh indikator mempunyai nilai signifikan terhadap variabel latennya. Tetapi pada X3, X6, X9, dan X11 tidak terdapat nilai t hitung, ini dikarenakan salah satu indikator pengukuran dari variabel laten tidak ditetapkan nilai loadingnya menjadi 1 (Imam Ghozali dan Fuad, 2005). Akibatnya variabel laten secara default akan distandarkan oleh LISREL sehingga indikator dari variabel laten endogen tidak memiliki nilai standar error dan nilai t tidak dapat ditentukan. Agar hasil yang diperoleh lebih bermakna, maka ditentukan unit pengukuran variabel laten dalam hubungannya dengan variabel observed sehingga akan 111 memudahkan dalam membandingkan besarnya pengaruh antara variabel laten pada persamaan strukturalnya (Imam Ghozali dan Fuad, 2005). Oleh karena itu X3, X6, X9, dan X11 ditentukan nilainya sama dengan masing-masing variabel endogennya. X3 sama dengan keputusan investasi, X6 sama dengan keputusan pendanaan, X9 sama dengan kebijakan dividen, X11 sama dengan nilai perusahaan. Indikator yang ditentukan sama dengan variabel latennya disebut sebagai variabel reference, yaitu indikator yang paling representatif (mewakili) variabel latennya. Begitu juga X2 yang nilainya ditentukan sama dengan variabel latennya yaitu struktur kepemilikan. Ini dikarenakan t-hitung pada X2 (-6.7872) lebih kecil dari t-tabel (-1.980), sehingga dapat dikatakan sebagai indikator yang paling representatif terhadap variabel latennya, yaitu struktur kepemilikan. Dari keterangan tersebut maka dapat diperoleh hasil pengujian sebagai berikut: 112 Keputusan investasi (Y1) 1. 00 00 X3 X4 26.0742 10.5 258 0.04230 0.0511 t= 3.0044 X5 0.0464 t= 2.9926 β1 X6 0.0010 0.1932 X7 0.0006 28 75 0. t= 76.8771 β3 t= 9.5410 0.0044 β2 X1 1. 00 00 39 51 .0 -0 t= -1.2838 0.0010 Struktur Kepemilikan (X1) X2 γ2 Keputusan pendanaan (Y2) 1. 00 00 γ1 X8 β4 0.6070 γ3 γ4 Kebijakan Dividen (Y3) 0 1.000 0.0 589 X9 0.0010 X10 0.0010 t= 6.7072 β6 Nilai Perusahaan (Y4) 000 1.0 13.17 56 X11 0.0098 X12 409.5964 t= 4.4936 Gambar 4.2 b. Penilaian Model Fit Penilaian model fit adalah bagian dari SEM. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah output yang dihasilkan mempunyai nilai fit atau tidak. Nilai fit dalam suatu model dapat dilihat dari beberapa indikator goodness of fit index. Output yang dihasilkan dari penelitian awal menunjukkan bahwa model adalah tidak bagus atau tidak fit. Ini dapat dilihat dari tabel berikut: 113 Tabel 4.7 Pengujian Kesesuaian Model Indikator Fit Absolute Fit Probabilitas Normed chi-square (X²/df) RMSEA P-value for test of close fit GFI AGFI Comparative Fit NFI NNFI or Tucker Lewis Index (TLI) CFI RFI Parsimonius Fit PNFI PGFI Nilai yang Direkomendasikan Hasil Model Evaluasi Model P > 0.05 <2 2 < X²/df < 5 < 0.10 < 0.05 < 0.01 0.00 Signifikan 7.6014 Tidak Fit 0.1883 Tidak Fit > 0.05 0.0000 Tidak Fit > 0.90 > 0.90 0.7276 0.5574 Tidak Fit Tidak Fit 0.9 0.5274 Tidak Fit 0.9 0.9 0.9 0.3829 0.5512 0.3502 Tidak Fit Tidak Fit Tidak Fit 0-1 0-1 0.3836 0.4478 Kurang baik Kurang baik Sumber: data diolah Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan model dinyatakan tidak fit. Ini dapat dilihat dari: • Nilai probabilitas yang jauh dari nilai kritis, dimana nilai kritisnya lebih besar dari 0.05, sementara hasil modelnya adalah 0.00 • Nilai RMSEA yang lebih besar dari 0.10 yaitu sebesar 0.1883, sedangkan suatu model dikatakan fit jika nilai RMSEA kurang dari 0.10. 114 • Nilai GFI dan AGFI yang kurang dari 0.90, dimana seharusnya model yang fit memiliki nilai lebih besar dari 0.90. • Nilai NFI dan NNFI yang kurang dari 0.90, dimana seharusnya model yang fit memiliki nilai lebih besar dari 0.90. • Nilai CFI dan RFI yang kurang dari 0.90, dimana seharusnya model yang fit memiliki nilai lebih besar dari 0.90. • Nilai PNFI dan PGFI dikatakan tidak fit, karena hanya mempunyai nilai 0.3836 untuk PNFI dan 0.4478 untuk PGFI sedangkan nilai yang dianjurkan 0-1 (lebih besar lebih baik). Berdasarkan uraian di atas didapat kesimpulan bahwa model tidak fit. Model yang tidak fit dapat menyebabkan penelitian ini menjadi tidak berarti, karena salah satu tujuan dari analisis SEM adalah menentukan model yang fit/baik dalam permodelan struktural maupun model measurement. Oleh karena itu untuk model yang tidak fit diperlukan beberapa modifikasi indeks untuk menjawab pertanyaan mengenai parameter mana yang ditambahkan pada model sehingga menghasilkan model yang fit. Modifikasi indeks menginformasikan penurunan nilai chi-square jika parameter yang sebelumnya merupakan parameter yang ditentukan nilainya sekarang menjadi parameter yang diestimasi dan model kemudian diestimasi ulang. Modifikasi indeks yang paling besar menginformasikan parameter mana yang harus dijadikan free dengan menambah hubungan langsung dan atau menambah jumlah kovarians. Modifikasi dapat dilakukan apabila chi- 115 square menurun minimal 3.84 semakin besar semakin baik (Imam Ghozali dan Fuad, 2005). Modifikasi yang dianjurkan oleh LISREL dapat digambarkan pada path diagram berikut: Gambar 4.3 1. Mengkorelasikan dua indikator X12 (PER) dan X9 (DPR), karena dengan Mengkorelasikan indikator tersebut maka akan menurunkan nilai chisquare sebesar 63.3 (lampiran II) dan menghasilkan kovarian baru yaitu sebesar 5.38, korelasi tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh 116 Tettet Fitrijanti & Jogiyanto (2002) yang menyatakan bahwa rasio MVA/BVA, MVE/BVE, dan PER yang diuji dengan analisis sensitivitas-rasio individual menunjukkan hubungan positif signifikan dengan Dividend Payout Ratio (DPR). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang profitable memiliki dorongan untuk membayar dividen lebih rendah guna membiayai proyek-proyek investasinya. 2. Menambah path (hubungan) antara X10 dan Keputusan Investasi. X10 (Dividend Yield Ratio) selain merupakan indikator dari kebijakan dividen juga dapat menjadi indikator dari keputusan investasi, karena dengan menambah hubungan dari indikator tersebut ke variabel laten keputusan investasi maka akan menurunkan chi-square sebesar 15.9 (lampiran III). Hubungan tersebut berdasarkan pada penelitian Smith & Watts (1992) dalam MG. Kentris & Muh. Yusuf (2005:120) yang menyatakan bahwa peluang investasi yang tinggi pada masa yang akan datang akan menyebabkan adanya penahanan untuk pengeluaran dividen untuk membiayai investasi di masa datang. Maka dapat dikatakan Dividen Yield Ratio (DYR) juga merupakan indikator dari keputusan investasi. 3. Menambah path (hubungan) antara X8 dan Keputusan Investasi. X8 (LDE) selain merupakan indikator dari keputusan pendanaan juga dapat menjadi indikator dari keputusan investasi, karena dengan menambah hubungan dari indikator tersebut ke variabel laten keputusan investasi maka 117 akan menurunkan nilai chi-square sebesar 10.1 (lampiran IV). Hubungan tersebut berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Kaaro (2002b) dalam Sri Hasnawati (2005) dimana keputusan investasi memiliki efek positif terhadap keputusan pendanaan pada kondisi ketidakpastian yang rendah. Penelitian Sri Hasnawati (2005) juga menemukan pengaruh positif antara keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan. 4. Menambah path (hubungan) antara X12 dan Kebijakan Dividen. X12 (PBV) selain merupakan indikator dari nilai perusahaan juga dapat menjadi indikator dari kebijakan dividen, karena dengan menambah hubungan dari indikator tersebut ke variabel laten kebijakan dividen maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar 11.3 (lampiran V). Hubungan tersebut juga berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Imam Subekti (1996) bahwa peningkatan payout ratio akan meningkatkan nilai sekuritas, karena nilai buku relatif konstan, maka kenaikan payout ratio akan meningkatkan PBV. Jadi hubungan antara payout ratio dan PBV berbanding lurus. Berdasarkan beberapa modifikasi yang dilakukan dalam LISREL (Linear Structural Relationship), maka dapat diperoleh output kesesuaian model sebagai berikut: 118 Tabel 4.8 Pengujian Kesesuaian Model Indikator Fit Absolute Fit Probabilitas Normed chi-square (X²/df) RMSEA P-value for test of close fit GFI AGFI Comparative Fit NFI NNFI or Tucker Lewis Index (TLI) CFI RFI Parsimonius Fit PNFI PGFI Nilai yang Direkomendasikan Hasil Model Evaluasi Model P > 0.05 <2 2 < X²/df < 5 < 0.10 < 0.05 < 0.01 0.0001 Signifikan 1.9849 Fit 0.0926 Fit > 0.05 0.0269 Cukup fit > 0.90 > 0.90 0.8730 0.7748 Cukup fit Kurang fit 0.9 0.8869 Cukup fit 0.9 0.9079 Fit 0.9 0.9 0.9386 0.8303 Fit Cukup fit 0-1 0-1 0.5913 0.4924 Cukup baik Kurang baik Sumber: data diolah Output di atas menunjukkan bahwa hampir semua indikator fit menunjukkan model cukup fit. Hal ini dapat ditunjukkan dari beberapa indikator fit, diantaranya adalah: • Normed chi-square yang mempunyai nilai sebesar 1.9849, karena nilai tersebut mendekati nilai yang direkomendasikan ≤ 2 maka dapat dikatakan model tersebut fit. Carmines dan Melver (1981) dalam Imam Ghozali (2005) 119 menganjurkan nilai normed chi-square sebesar 2 sedangkan nilai yang dihasilkan model di atas kurang dari 2 sehingga dapat dikatakan model sangat fit. • RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) yang menunjukkan model yang fit, karena RMSEA model di atas memiliki nilai 0.0926 yang lebih kecil dari 0.10. • P-value for test of close fit menunjukkan nilai 0.0269 sedangkan nilai yang direkomendasikan adalah > 0.05 sehingga dapat dikatakan nilai p-value for test of close fit model di atas mendekati fit. • GFI (Goodness of Fit Index) yang mempunyai nilai sebesar 0.8730 adalah lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu > 0.90, namun dapat dikatakan model cukup fit. • AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) yang mempunyai nilai sebesar 0.7748 lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu > 0.90, sehingga dapat dikatakan model kurang fit. • NFI (Normed Fit Index) yang mempunyai nilai 0.8869 lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu > 0.90, namun dapat dikatakan model tersebut cukup fit. • NNFI atau Tucker Lewis Index (TLI) menunjukkan model di atas adalah fit, karena nilai NNFI sebesar 0.9079 sesuai dengan rekomendasi nilai NNFI yaitu > 0.90. 120 • CFI (Comparative Fit Index) yang mempunyai nilai sebesar 0.9386 sesuai dengan rekomendasi nilai CFI yaitu > 0.90 sehingga dapat dikatakan model tersebut fit. • RFI (Relative Fit Index) yang mempunyai nilai sebesar 0.8303 dapat dikatakan cukup fit, karena nilai RFI tersebut sedikit lebih kecil dari nilai rekomendasi RFI yaitu > 0.90. • PNFI (Parsimony Normed Fit Index) menunjukkan model cukup baik, karena nilai PNFI sebesar 0.5913. Sedangkan nilai PGFI (Parsimony Goodness Fit) mempunyai nilai 0.4924, sehingga dapat dikatakan model kurang fit namun kedua nilai tersebut masih dalam interval rekomendasi, yaitu 0-1 (lebih besar lebih baik). Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan dari uji kesesuaian fit bahwa secara keseluruhan model dikatakan cukup fit karena masih ada keterbatasan pada beberapa indikator fit yang menunjukkan nilai yang kurang dari nilai yang direkomendasikan. c. Evaluasi Model Pengukuran Setelah melakukan pengujian model fit dan menunjukkan bahwa model cukup fit secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya yaitu evaluasi model pengukuran yang berfokus pada hubungan-hubungan antara variabel laten dan indikatornya (variabel manifest). Tujuan dalam mengevaluasi model pengukuran ini adalah untuk menentukan kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel latennya dan untuk mengetahui seberapa besar proporsi 121 varians yang dijelaskan oleh variabel latennya (sedangkan sisanya dijelaskan oleh measurement error). Evaluasi model pengukuran dapat ditunjukkan pada path diagram berikut: X3 X4 67 .98 25 10.488 7 0 4. Keputusan investasi (Y1) 0.0430 0.0499 t= 3.0165 X5 0.0465 t= 3.0045 2 34 X8 β1 X10 γ1 0.0044 -0 51 .0 t= -1.2852 1.0 00 0 4 0.0010 X2 Struktur Kepemilikan (X1) 0.0009 t= -2.4166 β2 X1 0.5372 t= 2.2526 γ2 Keputusan pendanaan (Y2) 1.0000 0.1 93 2 X6 X7 0.0010 0.0006 t= 76.8447 β3 β4 X8 0.5372 t= 9.3308 γ3 β5 γ4 Kebijakan Dividen (Y3) 1.0000 0.0 61 0 X9 0.0010 X10 0.0009 t= 7.6428 β6 X11 t= 2.7145 Nilai Perusahaan (Y4) 1.0000 16 .52 58 0.0010 8.1764 (t= 5.2408) X11 0.0010 X12 276.0133 t= 3.9333 Gambar 4.4 Berdasarkan path diagram di atas dapat menunjukkan hubungan indikator terhadap variabel latennya yaitu sebagai berikut: • X1 (Kepemilikan Manajerial) terhadap Struktur Kepemilikan. Kepemilikan manajerial memiliki koefisien unstandardized estimate (pengaruh) negatif dan tidak signifikan terhadap struktur kepemilikan. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien pengaruh, yaitu sebesar -0.0514 dan nilai t- 122 hitung yang sebesar -1.2852 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1.980. • X2 (Kepemilikan Institusional) terhadap Struktur Kepemilikan. Kepemilikan institusional merupakan indikator dari struktur kepemilikan, dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Sehingga variabel ini merupakan variabel yang signifikan dengan koefisien unstandardized estimate (pengaruh) sebesar 1.000 terhadap struktur kepemilikan. • X3 ( Rasio PPE) terhadap Keputusan Investasi. Rasio PPE merupakan indikator dari keputusan investasi, dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Sehingga variabel ini merupakan variabel yang signifikan dengan koefisien unstandardized estimate (pengaruh) sebesar 1.000 terhadap keputusan investasi. • X4 (Rasio MVE/BVE) terhadap Keputusan Investasi. Rasio MVE/BVE mempunyai koefisien unstandardized estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap keputusan investasi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien pengaruh, yaitu sebesar 25.9867 dan nilai t-hitung sebesar 3.0165 lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1.980. • X5 (Rasio MVA/BVA) terhadap Keputusan Investasi. Rasio MVA/BVA mempunyai koefisien unstandardized estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap keputusan investasi. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh, yaitu sebesar 10.4887 dan nilai t-hitung sebesar 3.0045 lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1.980. 123 • X6 (Rasio BDE) terhadap Keputusan Pendanaan. Book Debt to Equity Ratio (BDE) merupakan indikator dari keputusan pendanaan, dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Sehingga variabel ini merupakan variabel yang signifikan dengan koefisien unstandardized estimate (pengaruh) sebesar 1.000 terhadap keputusan pendanaan. • X7 (Rasio BDA) terhadap Keputusan Pendanaan. Book Debt to Asset Ratio (BDA) mempunyai koefisien unstandardized estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap keputusan pendanaan. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien pengaruh, yaitu sebesar 0.1932 dan nilai thitung sebesar 76.8447 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980. • X8 (Rasio LDE) terhadap Keputusan Pendanaan. Long Term Debt Equity Ratio (LDE) mempunyai koefisien unstandardized estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap keputusan pendanaan. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien pengaruh, yaitu sebesar 0.7055 dan nilai t-hitung sebesar 9.3308 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980. • X9 (Rasio DPR) terhadap Kebijakan Dividen. Dividend Payout Ratio (DPR) merupakan indikator dari kebijakan dividen, dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Sehingga variabel ini merupakan variabel yang signifikan dengan koefisien unstandardized estimate (pengaruh) sebesar 1.000 terhadap kebijakan dividen. • X10 (Rasio DYR) terhadap Kebijakan Dividen. 124 Dividend Yield Ratio (DYR) mempunyai koefisien unstandardized estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien pengaruh, yaitu sebesar 0.0610 dan nilai t-hitung sebesar 7.6428 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980. • X11 (Rasio PBV) terhadap Nilai Perusahaan. Price Book Value (PBV) merupakan indikator dari kebijakan nilai perusahaan, dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Sehingga variabel ini merupakan variabel yang signifikan dengan koefisien unstandardized estimate (pengaruh) sebesar 1.000 terhadap nilai perusahaan. • X12 (Rasio PER) terhadap Nilai Perusahaan. Price Earning Ratio (PER) mempunyai koefisien unstandardized estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien pengaruh, yaitu sebesar 16.5258 dan nilai t-hitung sebesar 3.9333 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980. • Korelasi antara X12 dan X9 Korelaasi antara X12 dan X9 menunjukkan pengaruh positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 6.6669 yang lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980 dan mempunyai nilai koefisien unstandardized estimate (pengaruh) sebesar 8.1764. 2. Pembahasan Hipotesis Pembahasan hipotesis dalam penelitian ini berkaitan dengan model struktural, yaitu mengenai hubungan-hubungan antara variabel eksogen dan 125 endogen yang diberi simbol Gamma (γ) dan hubungan antara variabel endogen yang diberi simbol Beta (β). Tujuan dalam menilai model struktural adalah untuk memastikan bagaimana hubungan-hubungan yang dihipotesiskan pada model konseptualisasi. Output hubungan antara variabel eksogen dan endogen (γ) maupun hubungan antara variabel endogen (β) dapat ditunjukkan -0. 06 25 (t = -1. 39 32 ) pada path diagram berikut: t= 8( 32 0.0 6) 75 0.3 Gambar 4.5 Berdasarkan output path di atas dapat dijelaskan pada tabel berikut: 126 Tabel 4.9 Hubungan Beta & Gamma Hipotesis H1a H1b H1c H1d H2a H2b H2c H3a H3b H4 Variabel Variabel Koefisien Pengaruh Independen Dependen (t hitung) Struktur Keputusan Kepemilikan Investasi Struktur Keputusan Kepemilikan Pendanaan Struktur Kebijakan Kepemilikan Dividen Struktur Nilai Kepemilikan Perusahaan Keputusan Keputusan Investasi Pendanaan Keputusan Kebijakan Investasi Dividen Keputusan Nilai Investasi Perusahaan Keputusan Kebijakan Pendanaan Dividen Keputusan Nilai Pendanaan Perusahaan Kebijakan Nilai Dividen Perusahaan -0.0625 (-1.3932) -1.9596 (-3.3027) 0.0413 (0.6869) 0.0328 (0.3756) 2.0211 (1.1769) 0.9201 (1.3811) Kesimpulan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan 10.7198 (3.0154) Signifikan -0.1048 (-3.9632) Signifikan -0.3340 (-22.5316) Signifikan -1.8225 (-2.7025) Signifikan Sumber: Data diolah Dengan melihat output yang diperoleh dari path diagram dan ditunjukkan dengan tabel, maka didapatlah pengaruh sebagai berikut: 127 a) Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan Investasi Tabel di atas menunjukkan adanya pengaruh negatif dan tidak signifikan antara struktur kepemilikan terhadap keputusan investasi. Ini dapat dilihat dari koefisien pengaruh sebesar -0.0625 dan t-hitung sebesar -1.3932 yang lebih besar dari t-tabel yang sebesar -1.980. artinya semakin tinggi struktur kepemilikan saham perusahaan maka akan menurunkan kesempatan investasi perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Crutchley & Hansen (1989) dalam Luciana Spica (2006:6) yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki nilai book to market yang tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki kesempatan investasi yang rendah. Kesempatan investasi yang rendah akan mengurangi keatraktifan manajer daripada perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang tinggi dengan kata lain manajer akan mengurangi kepemilikan sahamnya jika perusahaan memiliki book to market yang tinggi. b) Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan Pendanaan Pengaruh struktur kepemilikan terhadap keputusan pendanaan menunjukkan arah negatif dan signifikan antara struktur kepemilikan saham perusahaan dan keputusan pendanaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh, yaitu -1.9596 dan t-hitung sebesar -3.3027 yang lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar -1.980, artinya semakin tinggi struktur kepemilikan maka semakin rendah hutang perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Crutchley, et.al (1999) dalam Etty M. & Fielyandi (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional, maka menyebabkan usaha monitoring semakin efektif, karena dapat mengendalikan perilaku 128 opportunistik manajer dan memaksa manajer untuk mengurangi tingkat hutang secara optimal, sehingga akan mengurangi agency cost. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memiliki efek substitusi terhadap keputusan pendanaan (hutang) dalam mengurangi biaya keagenan. c) Struktur Kepemilikan Terhadap Kebijakan Dividen Tabel di atas menunjukkan adanya pengaruh positif dan tidak signifikan antara struktur kepemilikan saham dengan kebijakan dividen. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh yaitu sebesar 0.0413 dan nilai t-hitung sebesar 0.6869 lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1.980, artinya semakin tinggi struktur kepemilikan saham maka semakin tinggi dividen yang dibagikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wilberforce (2000) dalam Kartika Nuringsih (2004) yang menyatakan bahwa pada tingkat kepemilikan tinggi kekayaan tidak terdiversifikasi sehingga manajer menginginkan tambahan return dalam bentuk dividen. Peningkatan kepemilikan menyebabkan manajer menyukai dividen tinggi sehingga tidak dapat mengurangi masalah keagenan. d) Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan Struktur kepemilikan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh sebesar 0.0328 dan nilai t-hitung sebesar 0.3756 lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1.980, artinya peningkatan struktur kepemilikan akan meningkatkan nilai perusahaan. Hasil ini mendukung penelitian Steiner (1998) dalam Muslimun (2006) yang menemukan bahwa institutional ownership dan insider ownership 129 berpengaruh positif dengan nilai perusahaan. Artinya dengan peningkatan kepemilikan saham institusional maka akan meningkatkan nilai perusahaan, hal ini disebabkan oleh peranan institusional sebagai alat monitoring dalam meningkatkan nilai perusahaan. e) Keputusan Investasi terhadap Keputusan Pendanaan Tabel di atas menunjukkan pengaruh positif dan tidak signifikan antara keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh sebesar 2.0211 dan nilai t-hitung sebesar 1.1769 yang lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1.980, artinya semakin tinggi kesempatan investasi maka akan semakin rendah hutang perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaaro (2002b) dalam Sri Hasnawati (2005) dimana keputusan investasi memiliki efek positif terhadap keputusan pendanaan pada kondisi ketidakpastian yang rendah. Penelitian Sri Hasnawati (2005) juga menemukan pengaruh positif antara keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan. f) Keputusan Investasi Terhadap Kebijakan Dividen Pengaruh keputusan investasi terhadap kebijakan dividen menunjukkan arah positif dan tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien pengaruh yaitu sebesar 0.9201 dan nilai t-hitung sebesar 1.3811 lebih kecil dari nilai ttabel sebesar 1.980, artinya semakin tinggi investasi perusahaan maka akan menaikkan besarnya dividen yang dibagikan perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sri Hasnawati (2005) yang menunjukkan pengaruh positif antara keputusan investasi terhadap kebijakan dividen, memberi implikasi 130 bahwa makin banyak peluang investasi yang diambil makin besar dividen yang dibagikan. Selain itu, Wirjolukito et al. (2003) juga menemukan hubungan parameter estimasi dan arah variabel peluang investasi kepada kebijakan dividen bernilai positif. Dengan demikian, hal itu dapat memberikan sinyal bagi perusahaan untuk melaksanakan kebijakan dividen. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan di Indonesia cenderung menggunakan kebijakan dividen untuk memberikan sinyal atas arus kas di masa yang akan datang dan menggunakan arus kas tersebut untuk mendanai investasi yang menguntungkan di masa yang akan datang. g) Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan Keputusan investasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh sebesar 10.7198 dan nilai t-hitung sebesar 3.0154 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980, artinya semakin tinggi investasi maka akan meningkatkan nilai perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sri Hasnawati (2005) serta mendukung teori persinyalan Fama & French (1998) dalam Untung W. dan Hartini (2006) yang menyatakan bahwa kegiatan investasi akan memberi sinyal positif tentang pertumbuhan pendapatan perusahaan yang diharapkan di masa mendatang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan. h) Keputusan Pendanaan Terhadap Kebijakan Dividen Pengaruh keputusan pendanaan terhadap kebijakan dividen menunjukkan arah negatif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh yang sebesar -0.1048 dan nilai t-hitung sebesar -3.9632 lebih kecil 131 dari t-tabel sebesar -1.980, artinya peningkatan pendanaan akan menyebabkan penurunan dividen. Hasil ini sesuai dengan penelitian Jensen, et. al (1992) dalam Sekar Mayangsari (2001) yang menyatakan bahwa apabila perusahaan menggunakan tingkat hutang yang tinggi, maka ada kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mampu membayar dividen yang stabil karena sebagian besar keuntungannya digunakan untuk membayar beban tetap hutang. i) Keputusan Pendanaan Terhadap Nilai Perusahaan Keputusan pendanaan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh sebesar -0.3340 dan nilai t-hitung -22.5316 lebih kecil dari t-tabel sebesar 1.980, artinya peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi akan menimbulkan risiko financial distress sehingga nilai perusahaan akan menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Friend & Lang (1988), bahwa perusahaan yang memiliki volatilitas pendapatan yang lebih besar dan perusahaan yang mengalokasikan dana penelitian dan pengembangan yang besar, menggunakan hutang yang lebih kecil. Selain itu, menurut Crutchley dan Hansen (1998), volatilitas pendapatan yang lebih besar akan mengarahkan pada hutang yang lebih rendah. j) Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Tabel di atas menunjukkan adanya pengaruh yang negatif dan signifikan antara kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh yaitu sebesar -1.8225 dan nilai t-hitung sebesar -2.7025 132 lebih kecil dari t-tabel sebesar 1.980, artinya semakin besar dividen yang dibagikan maka nilai perusahaan akan menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori kebijakan dividen yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1961) yang berpendapat bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan yang berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal, karena kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan maupun biaya modal. D. Interpretasi Berdasarkan pembahasan hipotesis di atas terdapat pengaruh negatif antara struktur kepemilikan terhadap keputusan investasi. Perusahaan yang memiliki nilai book to market yang tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki kesempatan investasi yang rendah. Kesempatan investasi yang rendah akan mengurangi keatraktifan manajer daripada perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang tinggi dengan kata lain manajer akan mengurangi kepemilikan sahamnya jika perusahaan memiliki book to market yang tinggi. Struktur kepemilikan berpengaruh negatif terhadap keputusan pendanaan. Ini mengindikasikan bahwa kepemilikan saham yang tinggi dapat mengurangi penggunaan hutang. Kepemilikan institusi yang tinggi akan meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap tindakan dan keputusan yang dibuat oleh manajemen, sedangkan jika kepemilikan manajerial meningkat maka akan menimbulkan sikap kehati-hatian dalam pengambilan keputusan karena manajer juga merupakan pemegang saham. 133 Struktur Kepemilikan memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian menyatakan kepemilikan tinggi menyebabkan kekayaan manajer tidak terdiversifikasi sehingga menghadapi resiko tinggi. Untuk mengurangi resiko manajer menginginkan dividen tinggi sehingga menetapkan dividen yang tinggi. Struktur kepemilikan di Indonesia didominasi oleh anggota keluarga atau untuk mempertahankan bisnis keluarga sehingga mekanisme substitusi antara kepemilikan manajerial dengan kebijakan dividen tidak terbukti. Struktur kepemilikan menunjukkan pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingginya struktur kepemilikan saham institusi di Indonesia menunjukkan peranan institusi efektif sebagai alat monitoring sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan peningkatan kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham external, sehingga manajer akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Oleh karena itu, manajemen akan cenderung lebih giat bekerja untuk kepentingan pemegang saham yang tak lain adalah dirinya. Hal ini akan meningkatkan nilai perusahaan-perusahaan di Indonesia. Keputusan investasi memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pendanaan. Ini dapat diartikan apabila perusahaan akan meningkatkan kegiatan investasi, maka perusahaan juga akan meningkatkan jumlah pendanaan. Meningkatnya keputusan pendanaan dapat dilakukan melalui pendanaan internal 134 maupun pendanaan external melalui penerbitan surat hutang atau menerbitkan saham baru. Bila dikaji di pasar modal Indonesia tampaknya keputusan pendanaan dilakukan melalui penambahan hutang yang lebih besar dibandingkan melalui sumber internal atau penerbitan saham. Keputusan investasi memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Ini memberi implikasi bahwa semakin banyak peluang investasi yang diambil oleh perusahaan maka makin besar pula dividen yang dibagikan. Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Ini mengindikasikan bahwa investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia akan memberi sinyal positif bagi para investor tentang pertumbuhan pendapatan perusahaan yang diharapkan di masa mendatang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan. Keputusan pendanaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Hal ini memberi implikasi bahwa apabila perusahaan menggunakan tingkat hutang yang tinggi, maka ada kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mampu membayar dividen yang stabil karena sebagian besar keuntungannya digunakan untuk membayar beban tetap hutang. Keputusan pendanaan memiliki pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan hutang yang berlebihan akan menimbulkan resiko financial distress sehingga nilai perusahaan akan menurun. Kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Ini memberi indikasi bahwa perusahaan yang bertumbuh cenderung memiliki 135 rasio hutang dalam struktur modal (leverage) dan pembagian dividen yang relatif lebih rendah dibandingkan perusahaan tidak bertumbuh. Hal ini sesuai dengan teori kebijakan dividen yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1961) yang berpendapat bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan yang berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal, karena kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan maupun biaya modal. 136 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat diambil kesimpulan yang merupakan jawaban dari perumusan masalah yaitu sebagai berikut: 1. Pengaruh struktur kepemilikan terhadap keputusan investasi, keputusan pendanaan, kebijakan dividen dan nilai perusahaan. a) Struktur kepemilikan memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan investasi. Ini sesuai dengan penelitian Crutchley & Hansen (1989) dalam Luciana Spica (2006:6) yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki nilai book to market yang tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki kesempatan investasi yang rendah. Kesempatan investasi yang rendah akan mengurangi keatraktifan manajer, dengan kata lain manajer akan mengurangi kepemilikan sahamnya jika perusahaan memiliki book to market yang tinggi. b) Struktur kepemilikan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap keputusan pendanaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Crutchley, et.al (1999) dalam Etty M. & Fielyandi (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional, maka menyebabkan usaha monitoring semakin efektif, karena dapat mengendalikan perilaku 137 opportunistik manajer dan memaksa manajer untuk mengurangi tingkat hutang secara optimal, sehingga akan mengurangi agency cost. c) Struktur kepemilikan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wilberforce (2000) dalam Kartika Nuringsih (2004) yang menyatakan bahwa pada tingkat kepemilikan tinggi kekayaan tidak terdiversifikasi sehingga manajer menginginkan tambahan return dalam bentuk dividen. Peningkatan kepemilikan menyebabkan manajer menyukai dividen tinggi sehingga tidak dapat mengurangi masalah keagenan. d) Struktur kepemilikan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil ini mendukung penelitian Steiner (1998) dalam Muslimun (2006) dan Untung W. & Hartini (2006) yang menemukan bahwa institutional ownership dan insider ownership berpengaruh positif dengan nilai perusahaan. Artinya dengan peningkatan kepemilikan saham institusional maka akan meningkatkan nilai perusahaan, hal ini disebabkan oleh peranan institusional sebagai alat monitoring dalam meningkatkan nilai perusahaan. 2. Pengaruh keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan. a) Keputusan investasi memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan pendanaan. Penelitian ini mendukung temuan terdahulu yang dilakukan oleh Myers (1984), Myers & Majluf (1984), dan Kaaro (2002b) dalam Sri Hasnawati (2005) dimana keputusan investasi 138 memiliki efek positif terhadap keputusan pendanaan. Penelitian Sri Hasnawati (2005) juga menemukan pengaruh positif antara keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan. b) Keputusan investasi memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Kesimpulan ini melengkapi pandangan Ross (1977), Bhattacharya (1979), dan Muller & Rock (1995) dalam Sri Hasnawati (2005) tentang teori sinyal, yang menyatakan bahwa perusahaan akan meningkatkan dividen perusahaan apabila manajemen yakin bahwa prospek perusahaan di masa yang akan datang menguntungkan. c) Keputusan investasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sri Hasnawati (2005) serta mendukung teori persinyalan Fama & French (1998) dalam Untung W. dan Hartini (2006) yang menyatakan bahwa kegiatan investasi akan memberi sinyal positif tentang pertumbuhan pendapatan perusahaan yang diharapkan di masa mendatang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan. 3. Pengaruh keputusan pendanaan terhadap kebijakan dividen dan nilai perusahaan. a) Keputusan pendanaan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil ini sesuai dengan penelitian Jensen, et.al (1992) dalam Sekar Mayangsari (2001) yang menyatakan bahwa apabila perusahaan menggunakan tingkat hutang yang tinggi, maka ada 139 kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mampu membayar dividen yang stabil karena sebagian besar keuntungannya digunakan untuk membayar beban tetap hutang. b) Keputusan pendanaan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Friend & Lang (1988), bahwa perusahaan yang memiliki volatilitas pendapatan yang lebih besar dan perusahaan yang mengalokasikan dana penelitian dan pengembangan yang besar, menggunakan hutang yang lebih kecil. 4. Pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori kebijakan dividen yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1961) yang berpendapat bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan yang berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal, karena kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan maupun biaya modal. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis mengemukakan implikasi yang mungkin bermanfaat sebagai berikut: • Bagi perusahaan, adanya pengaruh-pengaruh yang terjadi antara struktur kepemilikan terhadap keputusan investasi, keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan ataupun pengaruh keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai 140 perusahaan juga pengaruh keputusan pendanaan dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan, diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan perusahaan. Karena keputusan keuangan yang diambil akan berpengaruh terhadap keputusan keuangan lainnya dan akan berpengaruh terhadap kemajuan dan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. • Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan dan memutuskan investasi yang akan dilakukan, karena tentunya setiap investor menginginkan prospek yang baik bagi perusahaannya di masa depan. • Bagi akademisi, penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. Seperti misalnya pendeknya periode tahun penelitian yang hanya tiga tahun dan proksi terhadap variabel endogen yang masih terbatas, sehingga pada penelitian selanjutnya dapat menambahkan periode tahun penelitian, menambah proksi terhadap variabel endogennya, ataupun menambah variabel eksternal perusahaan seperti perubahan kurs, tingkat inflasi, dan sebagainya serta menggunakan program statistik lainnya untuk memperkuat tingkat akurasi penelitian sehingga hasil penelitian menjadi lebih baik. 141 DAFTAR PUSTAKA Almilia, Luciana S. dan Silvy, Meliza. 2006. “Analisis Kebijakan Dividen dan Kebijakan Leverage Terhadap Prediksi Kepemilikan Manajerial dengan Teknik Analisis Multinomial Logit”, Journal of Accounting & Business, Vol. 6, No. 1. Bahagia, Malla, “Analisis Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen, dan Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pendekatan Structural Equation Modelling (SEM) : Study Empiris Perusahaan Go Publik di BEI”, Skripsi UIN, 2007. Brigham, Eugene F. and Louis C. Gapenski, 1996, “Intermediate Financial Management”, Florida: The Dryden Press Cristiawan, Julius J dan Tarigan, Josua. 2007. “Kepemilikan Manajerial: Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 9, No. 1. Edy Suranta dan Mas’ud Machfoedz. 2003. “Analisis Struktur Kepemilikan, Nilai Perusahaan, Investasi dan Ukuran Dewan Direksi”. Makalah Simposium Nasional Akuntansi VI. Universitas Airlangga Surabaya. Faisal, “Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 5, No. 2, 2003. Fitrijanti, Tettet dan Hartono, Jogiyanto, “Set Kesempatan Investasi : Konstruksi Proksi dan Analisis Hubungannya dengan Kebijakan Pendanaan dan Dividen”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5, No. 1, hal. 35 - 63, 2002. 142 Ghozali, Imam, dan Fuad, “Structural Equation Modelling : Teori, Konsep, & Aplikasi dengan Program LISREL 8.54”, Badan Penerbit Undip, 2005. Hasnawati, Sri. 2005. “Analisis Dampak Keputusan Investasi dan Kebijakan Dividen Terhadap Keputusan Pendanaan dengan Menggunakan Pendekatan Model Struktural”, Jurnal Ekonomi/Th.X/03/Nopember/2005. Husnan, Suad 1994. “Dasar-Dasar Teori Portfolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi 2. Yogyakarta: AMP YKPM. Indarti, MG. Kentris, dan Yusuf, Muh., “Analisis Kebijakan Dividen, Pendanaan, dan Asimetri Informasi Pada Perusahaan Tumbuh dan Tidak Tumbuh”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 12. No. 1, hal. 115 – 133, 2005. Mahadwartha, Putu Anom. “Interdependensi Antara Kebijakan Leverage dengan Kebijakan Dividen : Perspektif Teori Keagenan”, Simposium 2002, Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, dan Ekonomi, Vol. 2, No. 2, hal. 201 – 220, 2002 Mayangsari, Sekar, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pendanaan Perusahaan : Pengujian Pecking Order Hypothesis”, Media Riset Akuntansi, Auditing , dan Informasi, Vol.1, No. 3, 2001. Nurfarhana, “Implikasi Struktur Kepemilikan dan Keputusan Keuangan terhadap Nilai Perusahaan Publik di BEI : Metode Structural Equation Modelling (SEM)”, Skripsi UIN, 2008. Nuringsih, Kartika. 2004. ‘Kepemilikan Manajerial dan Konflik Keagenan: Analisis Simultan Antara Kepemilikan Manajerial, Risiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen’. Jurnal Manajemen/Th.VIII/02/Juni/2004. 143 Pituriningsih, Endar, “Kebijakan Dividen dalam Perspektif Agency Theory”, Arthavidya, Vol. 6, No. 1, 2005. Rozeff, M.S. Fall 1992. “Pertumbuhan, Beta, and Agency Cost as Determinants of Dividen Decisions”, Journal of Financial Research: Vol. V, No.3, 249 259 (Web Document) http://search.epnet.com Subekti, Imam. 2000. “Asosiasi Antara Set Kesempatan Investasi dengan Kebijakan Pendanaan dan Kebijakan Dividen Perusahaan, Serta Implikasinya Pada Harga Saham”, Thesis Program Pasca Sarjana, Jogyakarta, UGM Wahidahwati, Januari 2002, “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5, No.1, Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Pendidik, Yogyakarta. Wahyudi, Untung dan Pawestri, Hartini P. 2006. “Implikasi Struktur Kepemilikan: Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening”, SNA IX Padang, IAI. Wijanto, Setyo Hari. 2008. “Structural Equation Modeling (SEM) dengan LISREL 8.8 + CD”, Statistic Aplication, Graha Ilmu. 144