analisis pengaruh struktur kepemilikan, keputusan investasi

advertisement
ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN,
KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN, DAN
KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
SKRIPSI
Oleh:
Fauzi Amri
104081002572
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008
1
ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN,
KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN, DAN
KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana
Ekonomi
Oleh:
Fauzi Amri
NIM: 104081002572
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
NIP. 150 317 955
Pembimbing II
Indo Yama Nasarudin, SE, MAB
NIP. 150 317 593
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008
2
ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN,
KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN, DAN
KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana
Ekonomi
Oleh:
Fauzi Amri
NIM: 104081002572
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
NIP. 150 317 955
Indo Yama Nasarudin, SE, MAB
NIP. 150 317 593
Penguji Ahli
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
NIP. 131 474 891
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008
3
Hari ini Kamis Tanggal 7 Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Delapan telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Fauzi Amri NIM: 104081002572
dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN,
KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN, DAN KEBIJAKAN
DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN”. Memperhatikan penampilan
mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Agustus 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
Ketua
Herni Ali HT, SE, MM
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji Ahli
4
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine influence ownership structure,
and financial decision include: investment decision, financing decision, and
dividend policy on the firm value. Data in this research is use historical data, and
financing data shapped financial report go public firm in Indonesia Stock
Exchange.
This research used sample consists of companies registered on the
Indonesia Stock Exchange for an observation period of 2005-2007. From those
population with purposive sampling, researcher found 30 sample. In this research,
researcher use less one indicator to represent one variable and have complex
correlation between the variable, there for researcher used structural equation
modeling (SEM) with program LISREL 8.54.
The result show investment decision, financing decision, dividend policy
is significant influences on the firm value, while ownership structure not
significant influences to firm value.
Key word : Firm value, Ownership structure, Investment decision, Financing
decision, Dividend policy.
5
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai
pengaruh struktur kepemilikan dan keputusan keuangan yang meliputi: keputusan
investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan.
Data-data yang digunakan adalah data historis dan data-data keuangan berupa
laporan keuangan perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Dari
populasi tersebut didapat sampel sebanyak 30 perusahaan dengan menggunakan
metode purposive sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lebih dari
satu indikator untuk mewakili satu variabel dan memiliki hubungan yang
kompleks antara variabel-variabelnya sehingga peneliti menggunakan metode
Structural Equation Modeling (SEM) dengan program LISREL 8.54.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan investasi, keputusan
pendanaan, dan kebijakan dividen berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan, sedangkan struktur kepemilikan tidak berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Kata kunci: Nilai perusahaan, Struktur kepemilikan, Keputusan investasi,
Keputusan pendanaan, Kebijakan dividen.
6
CURRICULUM VITAE
Fauzi Amri
Hp : 08561432080
[email protected]
Identitas
Nama
: Fauzi Amri
Tempat & Tgl Lahir : Purbalingga, 06 Maret 1986
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Abd. Wahab No. 46 RT 03/07 Sawangan Lama
Depok, Jawa Barat
Pendidikan Formal
1991-1992 : Taman Kanak-kanak Salman Ciputat, Tangerang
1992-1998 : Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Sawangan, Depok
1998-2001 : Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 10 Depok
2001-2004 : Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 05 Depok
2004-2008 : Jurusan Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta
alam, yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Pengaruh Struktur Kepemilikan, Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan
Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan ini. Shalawat serta salam semoga
tetap dan akan terus tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW, manusia pilihan
yang pribadinya adalah tauladan bagi kita semua, kepada keluarganya,
sahabatnya, sampai kepada para pengikutnya.
Dalam skripsi ini peneliti menganalisis pengaruh struktur kepemilikan dan
keputusan keuangan yang meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan
kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode tahun 2005 hingga 2007.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi beberapa pihak,
karenanya penulis dengan sepenuh hati mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang membantu, mendorong
serta memberikan inspirasi sehingga skripsi ini bisa selesai sesuai dengan target.
Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tersayang yang tak kenal lelah, mendidik dan
membesarkan. Terimakasih atas perhatian, kesabaran, nasihat, semangat,
serta do’a yang tiada henti mengalir kepada penulis.
2. Adik-adikku tercinta, Faizul dan Fitri serta sanak saudaraku sekalian yang
selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis.
3. Orang yang selalu dekat di hatiku, Fifi Fatimatuzzahrah. Semoga selalu
dalam lindungan Allah SWT sehingga senantiasa sehat dan berbahagia.
Makasih buat perhatian, do’a, semangat, dan senyumnya...
8
4. Drs. Muhammad Faesal Badroen, MBA. Selaku dekan Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kepada dosen pembimbing skripsi Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
dan Bapak Indo Yama Nasarudin SE, MAB yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan mengoreksi penulisan
skripsi ini.
6. Kepada para dosen penguji kompre Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
selaku ketua penguji, Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku penguji
ahli, dan Bapak Herni Ali HT, SE., MM selaku penguji III.
7. Kepada para dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
atas segenap ilmu, budi pekerti, dan nilai-nilai kehidupan yang telah kalian
ajarkan kepada kami semasa perkuliahan lalu.
8. Sahabatku, Fadli, Didi, Yunus, Wildan, dan seluruh awak kelas
manajemen e angkatan 2004 yang telah menjadi teman dan sahabat
seperjuangan dalam mengarungi masa-masa perkuliahan yang penuh
dengan tantangan dan kenangan.
9. Nurfarhana, Umi, Syarifah, dan Basith, yang telah banyak membantu
penulis dalam penyelesaian skripsi ini, makasih ya…
10. Dan semua orang dan pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Akhirnya, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik, saran dan masukan konstruktif dari berbagai pihak agar dapat lebih
memberikan manfaat dikemudian hari.
Jakarta, 28 November 2008
Fauzi Amri
9
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................
i
ABSTRACT ............................................................................................
ii
ABSTRAK ...............................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .............................................................................
iv
DAFTAR ISI ............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................
1
B. Perumusan Masalah............................................................................
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................................
10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ..................................................................................
13
1. Struktur Kepemilikan....................................................................
13
2. Keputusan Keuangan ....................................................................
17
3. Nilai Perusahaan ...........................................................................
22
4. Struktur Kepemilikan dan Keputusan Keuangan ...........................
25
5. Struktur Kepemilikan dan Nilai Perusahaan ..................................
31
6. Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan ..................................
34
B. Penelitian Sebelumnya .......................................................................
41
10
C. Kerangka Pemikiran ...........................................................................
43
D. Hipotesis ............................................................................................
47
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................
49
B. Metode Penentuan Sampel..................................................................
49
C. Metode Pengumpulan Data.................................................................
50
D. Metode Analisis .................................................................................
51
E. Operasional Variabel .........................................................................
66
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................................
72
B. Deskriptif Analisis.................................................................................
76
1. Deskriptif Data Sampel ....................................................................
76
2. Deskriptif Analisis Data ...................................................................
78
C. Pengujian dan Pembahasan....................................................................
96
1. Pengujian Hipotesis..........................................................................
96
2. Pembahasan Hipotesis...................................................................... 111
D. Interpretasi ............................................................................................ 119
BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan........................................................................................... 123
B. Implikasi ............................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 128
LAMPIRAN
11
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
3.1
Kriteria Uji Kesesuaian Fit
64
4.1
Data Sampel Penelitian
77
4.2
Rasio Struktur Kepemilikan Saham
79
4.3
Rasio PPE, MVE/BVE, dan MVA/BVA
84
4.4
Rasio BDE, BDA, dan LDE
88
4.5
Rasio DPR dan DYR
91
4.6
Rasio PBV dan PER
94
4.7
Uji Kesesuaian Fit 1
100
4.8
Uji Kesesuaian Fit 2
105
4.9
Hubungan Beta dan Gamma
113
12
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
2.1
Konseptualisasi Model
44
4.1
Path Diagram Hasil Pengujian 1
97
4.2
Path Diagram Hasil Pengujian 2
99
4.3
Path Diagram Modification Indices
102
4.4
Path Diagram Hasil Pengukuran
108
4.5
Path Diagram Model Struktural
112
13
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Keterangan
Halaman
1.
Output LISREL Awal 1
1
2.
Output LISREL Awal 2
4
3.
Output Modification Indices 1
8
4.
Output Modification Indices 2
12
5.
Output Modification Indices 3
16
6.
Output LISREL Akhir
20
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar modal merupakan salah satu wahana yang dapat dimanfaatkan untuk
memobilisasi dana, baik dari dalam atau luar negeri. Kehadiran pasar modal
memperbanyak pilihan sumber dana (khususnya dana jangka panjang) bagi
perusahaan. Hal ini berarti keputusan pembelanjaan dapat menjadi semakin
bervariasi. (Yuliati, 1996 : 1)
Kehadiran bursa efek sebagai lembaga penunjang pasar modal telah ikut
berperan serta dalam menunjang perkembangan perusahaan-perusahaan yang ada
dalam satu negara. Melalui bursa efek perusahaan dimungkinkan untuk mencari
alternatif penghimpunan dana selain melalui perbankan. Perusahaan yang akan
melakukan ekspansi dapat mendapatkan dana tidak hanya dalam bentuk kredit
perbankan tetapi juga dalam bentuk equity (modal sendiri). Melalui bursa efek
memungkinkan suatu perusahaan untuk menerbitkan sekuritas yang berupa
saham.
Setiap perusahaan yang menerbitkan saham secara umum bertujuan untuk
meningkatkan harga atau nilai sahamnya guna memaksimalkan kekayaan atau
kemakmuran para pemegang sahamnya.
Kebijakan struktur modal merupakan kebijakan tentang bauran dari
segenap sumber pendanaan jangka panjang yang digunakan perusahaan.
Kebijakan struktur modal akan berpengaruh positif terhadap nilai saham melalui
15
penciptaan bauran atau kombinasi sumber dana (hutang jangka panjang dan modal
sendiri) sehingga mampu memaksimalkan nilai saham.
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui
peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham (Brigham, 1996).
Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pula
pemiliknya. Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan
dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu
keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan
lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan (Fama dan French, 1998).
Nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya (Fama, 1978).
Jensen (2001) menjelaskan bahwa untuk memaksimumkan nilai perusahaan tidak
hanya nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga semua klaim
keuangan seperti hutang, warran, maupun saham preferen. Penyatuan kepentingan
pemegang saham, debtholders, dan manajemen yang notabene merupakan pihakpihak yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan perusahaan seringkali
menimbulkan masalah-masalah (agency problem). Agency problem dapat
dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional). Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu
mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja
perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai
perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki.
Perusahaan
dapat
memaksimalkan
kesejahteraan
pemilik
melalui
keputusan atau kebijakan investasi, keputusan pendanaan dan keputusan dividen
16
yang tercermin dalam harga saham di pasar modal, demikian jika dilihat
berdasarkan
sudut
pandang
manajemen
keuangan.
Tujuan
ini
sering
diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk memaksimumkan nilai perusahaan.
Dalam mencapai tujuan tersebut, banyak shareholder yang menyerahkan
pengelolaan perusahaan kepada para professional yang bertanggungjawab
mengelola perusahaan, yang disebut manajer. Para manajer yang diangkat oleh
shareholder diharapkan akan bertindak atas nama shareholder tersebut, yakni
memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran shareholder akan dapat
tercapai.
Dengan semakin berkembangnya dunia usaha dan semakin rumitnya
situasi yang dihadapi oleh perusahaan modern masa kini, maka semakin luas pula
ruang lingkup dan peran seorang manager keuangan. Dalam Manajemen
Keuangan modern sekarang ini fungsi manager keuangan dapat dibagi menjadi
tiga tugas pokok yaitu:
1. Memutuskan alternatif pembiayaan
Fungsi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan di dalam memilih
alternatif pembiayaan terbaik dari berbagai alternatif sumber dana yang tersedia,
sehingga diperoleh suatu kombinasi pembiayaan.
2. Menetapkan pengalokasian dana
Fungsi yang dijalankan ini mencakup keputusan yang harus dilakukan
oleh manajer keuangan didalam menetapkan kombinasi dari harta yang paling
baik bagi perusahaan.
17
3. Kebijakan pembagian dividen
Kewajiban manager keuangan di dalam menetapkan kebijakan pembagian
dividen karena fungsi ini akan mempengaruhi nilai dari perusahaan tersebut, yang
akan memberikan gambaran atas kemakmuran para pemilik.
Ketiga fungsi pokok dari manager keuangan tersebut pada akhirnya hanya
mengarah pada satu tujuan yaitu memaksimalkan nilai dari perusahaan bagi para
pemiliknya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan sangat
ditentukan oleh kebijakan keuangan yang menggambarkan komposisi pembiayaan
dalam struktur keuangan perusahaan dan juga besarnya dividen yang dibagikan
sebagai gambaran kemakmuran para pemiliknya. Pemilihan struktur pendanaan
merupakan masalah yang menyangkut komposisi dana yang digunakan oleh
perusahaan.
Masalah yang
harus
dijawab
dalam keputusan pendanaan
dihubungkan dengan sumber dana adalah apakah sumber eksternal atau internal,
besarnya hutang dan modal sendiri, dan bagaimana tipe hutang dan modal yang
akan digunakan. Apakah hutang jangka panjang atau hutang jangka pendek.
Apakah modal sendiri diperoleh dari laba ditahan atau menerbitkan saham baru.
Hubungan manajer dengan pemegang saham di dalam agency theory
digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Schroeder et al. 2001)
dalam Cristiawan dan Tarigan (2007). Manajer sebagai agent dan pemegang
saham sebagai principal. Manajer harus mengambil keputusan bisnis terbaik
untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham. Keputusan bisnis yang diambil
manajer adalah mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Namun
demikian pemegang saham tidak dapat mengawasi semua keputusan dan aktivitas
18
yang dilakukan oleh manajer. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer
akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang
saham. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya
konflik kepentingan.
Para
manajer
dalam
menjalankan
operasi
perusahaan,
seringkali
tindakannya bukan memaksimumkan kemakmuran shareholder, melainkan justru
tergoda untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Kondisi ini akan
mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara external shareholder
dengan manajer. Konflik yang disebabkan oleh pemisahan antara kepemilikan dan
fungsi pengelolaan dalam teori keuangan disebut konflik keagenan atau agency
conflict.
Pemegang
saham
dan
manajer
masing-masing
berkepentingan
memaksimalkan tujuannya. Konflik kepentingan terjadi jika keputusan manajer
hanya
akan
kepentingan
memaksimalkan
pemegang
saham.
kepentingannya
Perilaku
dan
tidak
sejalan
dengan
manajer
dalam
situasi konflik
kepentingan inilah yang menarik untuk diteliti. Keputusan dan aktivitas manajer
yang memiliki saham perusahaan tentu akan berbeda dengan manajer yang murni
sebagai manajer. Manajer yang memiliki saham perusahaan berarti manajer
tersebut sekaligus adalah pemegang saham. Manajer yang memiliki saham
perusahaan tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya
sebagai pemegang saham. Sementara manajer yang tidak memiliki saham
perusahaan, ada kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri.
19
Kepemilikan saham perusahaan oleh manajer disebut dengan kepemilikan
manajerial.
Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk
mengurangi konflik keagenan (Crutchley dan Hansen : 1989; Jensen, Solberg dan
Zorn : 1992) dalam Luciana et al. (2006). Perusahaan meningkatkan kepemilikan
manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham
sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham.
Dengan
meningkatkan persentase kepemilikan, manajer termotivasi untuk meningkatkan
kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
Pada kepemilikan yang menyebar, masalah keagenan terjadi antara pihak
manajemen dengan pemegang saham. Kepemilikan saham 5% menyebabkan
kekuasaan pemegang saham kecil dan menyerahkan kepada manajer. Sebagai
konsekuensinya,
manajer
menuntut
kompensasi
yang
tinggi
sehingga
meningkatkan biaya keagenan. Pada kondisi ini, konflik keagenan diatasi dengan
meningkatkan kepemilikan manajerial. Sebaliknya pada kepemilikan yang
terkonsentrasi masalah keagenan disebabkan oleh hubungan antara pemegang
saham dan kreditor. Masalah ini dijumpai pada perusahaan-perusahaan di
Indonesia. Pada kepemilikan terpusat terdapat dua kelompok pemegang saham,
yaitu controlling mayority stockholder dan minority stockholder. Manajer
diangkat dan diberhentikan oleh controlling mayority stockholder sehingga
menunjukkan kinerja baik dihadapan pemegang saham.
Peningkatan dividen juga diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan.
Hal ini disebabkan dimana dividen yang besar menyebabkan rasio laba ditahan
20
akan kecil sehingga perusahaan membutuhkan tambahan dana dari sumber
eksternal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana menyebabkan kinerja
manajer dimonitor oleh bursa dan penyedia dana baru. Pengawasan kinerja
menyebabkan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham
sehingga mengurangi biaya yang berkaitan dengan emisi saham baru (floating
cost). (Crutchley dan Hansen : 1989) dalam Luciana et al. (2006).
Kebijakan dividen merupakan kebijakan tentang berapa banyak bagian
keuntungan yang dibagikan sebagai dividen. Keputusan untuk menentukan berapa
banyak dividen yang harus dibagikan kepada pemegang saham, khususnya pada
perusahaan yang go public, akan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan
yang tercermin dari harga saham. Jika perusahaan memiliki laba setiap tahunnya,
maka perusahaan tersebut akan berfikir apakah dari laba yang diperolehnya
tersebut akan di berikan semua atau sebagian atau seluruhnya di tahan untuk di
investasikan kembali. Persoalan ini sebenarnya bukan persoalan biasa, karena
akan mempunyai implikasi pada naik turunnya harga saham perusahaan. Karena
berkaitan dengan itulah diperlukan adanya pengaturan yang matang tentang
bagaimana penentuan laba yang diperoleh dialokasikan pada dividen dan laba
yang harus dibayar.
Kebijakan dividen akan berpengaruh positif terhadap nilai saham, melalui
penciptaan keseimbangan di antara dividen saat ini dan laba di tahan sehingga
mampu memaksimalkam nilai saham. Jika perusahaan bersangkutan menjalankan
kebijakan
untuk
membagikan
tambahan
tunai
maka
akan
cenderung
meningkatkan harga saham, namun jika nilai dividen tunai meningkat maka
21
makin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi sehingga tingkat pertumbuhan
perusahaan yang di harapkan untuk masa mendatang akan rendah, dan hal ini akan
menurunkan harga saham. Nilai saham akan maksimal jika terjadi keseimbangan
antara dividen saat ini dan laba di tahan.
Penelitian yang mengkaitkan kepemilikan manajerial dengan nilai
perusahaan (nilai perusahaan merupakan hasil keputusan operasional manajer),
menunjukkan hasil yang berbeda diantara beberapa peneliti. Soliha dan Taswan
(2002) menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara kepemilikan
menajerial dengan nilai perusahaan. Sementara peneliti lain menemukan
hubungan yang lemah antara kepemilikan menajerial dengan nilai perusahaan
(Lasfer dan Faccio 1999) dalam Christiawan dan Tarigan (2007).
Menurut Sartono (2001) dalam Sujoko (2007) bahwa pada umumnya para
manajer perusahaan di Indonesia cenderung mengikuti hierarki pendanaan
(pecking order theory). Struktur modal perusahaan diprediksi juga dipengaruhi
oleh faktor ekstern dan faktor intern perusahaan. Struktur kepemilikan menjadi
penting dalam teori keagenan karena sebagian besar argumentasi konflik
keagenan disebabkan oleh adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan.
Sudarma (2003) menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh
negatif terhadap nilai perusahaan. Variabel kepemilikan manajerial tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Manajemen
perusahaaan tidak mempunyai kendali terhadap perusahaan. Manajemen lebih
banyak dikendalikan pemilik mayoritas sehingga manajemen hanya sebagai
kepanjangan tangan pemilik mayoritas.
22
Berdasarkan pemikiran bahwa manajer yang sekaligus pemegang saham
akan melakukan dan mengambil keputusan bisnis yang berbeda dengan manajer
yang bukan sekaligus pemegang saham serta adanya hasil penelitian yang berbeda
diantara peneliti tentang hubungan kepemilikan manajerial dengan keputusan
bisnis, meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen,
maka menarik untuk diteliti apakah memang benar ada perbedaan dalam
pengambilan keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial
dengan perusahaan yang dikelola oleh manajer-manajer yang bukan sekaligus
pemegang saham.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengambilan
keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dengan
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Untuk lebih memfokuskan arah
penelitian ini maka keputusan bisnis yang diambil oleh manajer dibatasi pada:
keputusan keuangan yang meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan dan
kebijakan dividen, serta keputusan bisnis secara keseluruhan yang diproksikan
dengan nilai perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga akan memberikan dasar
empiris yang kuat untuk penelitian tentang hubungan kepemilikan manajerial
dengan keputusan bisnis manajer. Sangat tidak logis jika kerangka pemikiran
adanya hubungan antara kepemilikan manajerial dengan keputusan bisnis manajer
dibangun jika ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan antara perusahaan
dengan kepemilikan dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.
23
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran yang dikemukakan sebelumnya,
maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah struktur kepemilikan berpengaruh terhadap keputusan investasi,
keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan?
2. Apakah keputusan investasi berpengaruh terhadap keputusan pendanaan,
kebijakan dividen, dan nilai perusahaan?
3. Apakah keputusan pendanaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen dan
nilai perusahaan?
4. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan terhadap keputusan
investasi, keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan?
2. Untuk menganalisis pengaruh keputusan investasi terhadap keputusan
pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan?
24
3. Untuk menganalisis pengaruh keputusan pendanaan terhadap kebijakan
dividen dan nilai perusahaan?
4. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan?
2.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Investor dan Masyarakat
Dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh struktur kepemilikan,
keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia. Sehingga
investor maupun masyarakat dapat membuat keputusan investasi yang tepat. Hasil
penelitian ini juga diharapkan agar dapat digunakan sebagai referensi dalam
mempertimbangkan suatu keputusan investasi yang berhubungan dengan teori
keagenan, khususnya struktur kepemilikan yang merupakan alat monitoring dalam
meminimumkan biaya keagenan dan aplikasinya terhadap keputusan investasi,
keputusan pendanaan, dan dividen sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
2. Dunia penelitian dan Akademis
Dapat menambah literatur mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia. Selain
itu, penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik mengenai
pengaruh struktur kepemilikan, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan
kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan pada masa yang akan datang.
25
3. Peneliti
Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
perusahaan pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia.
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Struktur Kepemilikan
Teori keagenan berkaitan dengan masalah principal-agent dalam
pemisahan kepemilikan dan kontrol terhadap perusahaan. Jensen dan Meckling
(1976) dalam Endar Pituriningsih (2005:194) mendefinisikan hubungan keagenan
sebagai sebuah kontrak melalui satu atau lebih pemilik (principal) yang menyewa
orang lain (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik dengan
mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen.
Itturiaga dan Sanz (1998) dalam Eddy S. dan Pratana (2003:55)
menyatakan bahwa kepemilikan dan struktur pengendalian perusahaan dapat
dijelaskan dengan dua titik pandang, yaitu: pendekatan keagenan dan pendekatan
informasi asimetri. Pada satu sisi, penjelasan keagenan memahami struktur
kepemilikan sebagai suatu instrumen yang dapat mengurangi konflik kepentingan
di antara pemilik utama perusahaan. Di sisi lain, pendekatan informasi asimetri
memahami
struktur
kepemilikan
sebagai
cara
untuk
mengurangi
ketidakseimbangan informasi antara insiders dengan outsiders, dengan melalui
pengungkapan informasi di pasar modal.
27
a) Kepemilikan Manajerial
Wahidahwati (2002) dalam Eddy S. & Pratana P. (2003) menyatakan
bahwa kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen
(direktur dan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan
perusahaan.
Menurut Sujoko & Ugy S. (2007) kepemilikan saham manajerial
merupakan kepemilikan saham terbesar oleh manajemen perusahaan yang diukur
dengan persentase jumlah saham yang dimiliki manajemen.
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham
perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang
saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan
besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini
merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini
akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan
manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory.
Dalam kerangka agency theory, hubungan antara manajer dan pemegang
saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Schroeder et
al. 2001) dalam Cristiawan dan Tarigan (2007:1). Agent diberi mandat oleh
principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai
agent dan pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil
manajer adalah keputusan untuk memaksimalkan sumber daya (utilitas)
perusahaan. Suatu ancaman bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak
untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam
28
konteks ini masing-masing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah
yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik
kepentingan.
Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk
memaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan
fungsinya, manajer memiliki risiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika
gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki risiko
kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan
konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.
Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer
juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus
manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial.
Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan
berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan
dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham
tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai
pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial,
manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan hanya mementingkan
kepentingannya sendiri.
Struktur kepemilikan saham diprediksi berpengaruh dalam penentuan
struktur modal. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan cenderung
akan mengurangi utang. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham, maka akan
terjadi pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Manajemen akan semakin
29
berhati-hati dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi
akan menimbulkan risiko financial distress sehingga nilai perusahaan akan
menurun. Jumlah utang yang melewati titik optimalnya akan membuat
penghematan pajak dari penggunaan utang lebih rendah dari pada nilai sekarang
dari financial distress dan agency cost (model trade off). Semakin terkonsentrasi
kepemilikan saham perusahaan juga diprediksi akan meningkatkan nilai
perusahaan.
b) Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan persentase saham perusahaan yang
dimiliki oleh investor institusional baik LSM, asuransi, bank, pemerintah
(BUMN), maupun perusahaan swasta. (Bathala & Rao, 1994 dalam Faisal, 2003).
Menurut Wahidahwati (2002) dalam Eddy S. & Pratana P. (2003)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan persentase saham yang
dimiliki oleh pihak institusi perusahaan pada akhir tahun.
Menurut Faisal (2003) kepemilikan institusional umumnya bertindak
sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Dengan kepemilikan institusi yang
besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor
manajemen lebih besar. Artinya semakin besar kepemilikan institusi maka
semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan sehingga dapat mencegah
tindakan pemborosan yang dilakukan manajemen dan pada akhirnya akan
meningkatkan nilai perusahaan.
30
2. Keputusan Keuangan
Fungsi pokok manajemen keuangan pada setiap organisasi terutama
menyangkut tiga hal, yaitu keputusan investasi (investment decision), keputusan
pendanaan atau pembelanjaan (financing decision) dan keputusan menyangkut
pendistribusian keuntungan dalam bentuk dividen (dividend policy) kepada para
pemegang saham (Van Horne, 1995 dan Weston & Copeland, 1992). Ketiga
keputusan ini saling terintegrasi satu sama lain untuk mencapai tujuan perusahaan
yaitu meningkatkan nilai (value) perusahaan. Nilai perusahaan dapat dicerminkan
oleh harga pasar (market price) saham perusahaan itu. Dengan demikian dapat
pula dikatakan bahwa nilai perusahaan adalah fungsi dari ketiga keputusan tadi.
Suad Husnan (1996) secara sederhana menggambarkan hubungan ketiga
keputusan dalam kegiatan manajer keuangan tersebut seperti tampak pada gambar
di bawah ini:
Gbr. Kegiatan utama manajer keuangan
Kegiatan (1) dalam gambar menunjukkan bahwa manajer keuangan dapat
memperoleh dana dari pasar keuangan (financial market), yaitu pasar yang
menunjukkan pertemuan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand)
31
dana. Pasar keuangan ini terdapat dua jenis, yaitu pasar uang (money market)
untuk pemenuhan kebutuhan dana jangka pendek dan pasar modal (capital
market) untuk pemenuhan dana jangka panjang. Untuk memperoleh dana tersebut
dapat diterbitkan aktiva financial (financial assets) yang dapat berupa saham,
obligasi, surat hutang, kewajiban sewa, dan lainnya.
Kegiatan (2) menunjukkan bahwa dana yang diperoleh kemudian
diinvestasikan pada berbagai aktiva perusahaan, sehingga perusahaan mempunyai
berbagai aktiva riil yang dapat berupa tanah, mesin, kendaraan, bangunan dan
sebagainya.
Dari
kegiatan
penanaman
dana
(investasi)
ini
perusahaan
mengharapkan akan memperoleh hasil atau laba (3). Selanjutnya laba yang
diperoleh harus diputuskan untuk memenuhi kewajiban kepada pemilik dana di
pasar keuangan (4a) atau diinvestasikan kembali di perusahaan (4b).
Dari ilustrasi diatas nampak dengan jelas bahwa manajer keuangan harus
mengambil keputusan menyangkut penggunaan dana (keputusan investasi),
memperoleh dana (keputusan pendanaan/pembelanjaan) dan pembagian laba
(kebijakan dividen).
Pasar modal merupakan salah satu dari beberapa sarana yang ada untuk
mendapatkan modal bagi perusahaan di dalam kegiatan usahanya. Salah satu
syarat bagi perusahaan tersebut untuk mendapatkan modal tersebut, perusahaan
tersebut harus sudah go public. Selain itu, pasar modal juga merupakan wahana
berinvestasi bagi para pemilik modal maupun masyarakat luas. Menurut PSAK,
investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan
kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga,
32
royalti, dividen dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi, atau untuk manfaat
lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui
hubungan perdagangan. Investasi dalam artian luas terdiri dari dua bagian utama
yaitu investasi dalam bentuk aktiva riil dan aktiva keuangan atau surat berharga
(marketable securities). Pihak yang membeli aktiva baik berupa aktiva riil
maupun aktiva keuangan dinamakan investor. Pembelian langsung aktiva
keuangan atau surat berharga suatu perusahaan di pasar modal dapat berupa surat
berharga berpendapatan tetap dan surat berharga yang berupa saham biasa dan
saham preferen. Investor atau calon investor yang ingin menanamkan dananya di
dalam surat berharga perlu melakukan analisis surat berharga dan kondisi yang
berkaitan dengan pihak yang menerbitkan surat berharga tersebut. Tujuan dari
analisis ini untuk menentukan prospek dari surat berharga tersebut dan untuk
menentukan tingkat risiko yang akan dihadapi oleh investor maupun calon
investor. Untuk mendapatkan analisis dan keputusan yang tepat maka informasi
yang relevan dan terpercaya harus tersedia di pasar modal untuk dapat diakses
oleh investor maupun calon investor.
Pemilihan struktur pendanaan merupakan masalah yang menyangkut
komposisi dana yang akan digunakan oleh perusahaan. Masalah yang harus
dijawab dalam masalah pendanaan dihubungkan dengan sumber dana adalah
apakah sumber internal atau eksternal, besarnya hutang dan modal sendiri, dan
bagaimana tipe hutang dan modal yang akan digunakan. Apakah hutang jangka
panjang atau hutang jangka pendek. Apakah modal sendiri diperoleh dari laba
ditahan atau menerbitkan saham baru. Mengingat struktur pembiayaan akan
33
menentukan cost of capital yang akan menjadi dasar penentuan required return
yang diinginkan.
Seorang manajer keuangan dalam mengambil keputusan pendanaan harus
mempertimbangkan secara teliti sifat dan biaya dari sumber dana yang akan
dipilih. Hal ini karena masing-masing sumber pendanaan mempunyai konsekuensi
finansial yang berbeda-beda. Proporsi penggunaan sumber dana intern dan ekstern
dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan yang selanjutnya disebut dengan
struktur modal menjadi sangat penting dalam manajemen keuangan perusahaan.
Teori struktur modal dalam manajemen keuangan diantaranya terdiri dari, Static
Trade-Off (STO) yang dikemukakan oleh Miller (1977) dan Pecking Order
Theory (POT) yang pertama kali dikemukakan oleh Myers dan Majluf (1984).
Penggunaan alternatif sumber dana perusahaan dengan teori STO didasarkan pada
cost dan benefit-nya antara biaya modal dan keuntungan penggunaan hutang
yaitu, biaya kebangkrutan dan keuntungan pajak. Penentuan struktur modal
perusahaan dengan POT didasarkan pada keputusan pendanaan secara hierarki
dari pendanaan yang bersumber pada laba, hutang, sampai pada saham (dimulai
dari sumber dana dengan biaya termurah).
Secara teoritis, pembiayaan perusahaan dihadapkan oleh berbagai macam
pertimbangan. Salah satu teori yang mendasari keputusan pendanaan perusahaan
adalah pecking order theory, Myers (1984) yang mengemukakan adanya
kecenderungan perusahaan untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan atas
dasar hirarki risiko (pecking order theory). Pecking order theory adalah salah satu
teori yang mendasarkan pada asimetri informasi. Asimetri informasi akan
34
mempengaruhi struktur modal perusahaan dengan cara membatasi akses pada
sumber pendanaan dari luar. Myers dan Majluf (1984) menunjukkan bahwa
dengan adanya asimetri informasi, investor biasanya akan menginterpretasikan
sebagai berita buruk apabila perusahaan mendanai investasinya dengan
menerbitkan ekuitas. Dengan demikian, perusahaan akan lebih memilih mendanai
investasinya berdasarkan suatu urutan resiko. Bayless dan Diltz (1994)
mengemukakan bahwa pecking order cenderung akan memilih internal fund,
riskless debt, risky debt dan equity. Myers dan Majluf (1984) dan Myers (1984)
mengacu terhadap masalah ini sebagai hipotesis pecking order yang menyatakan
bahwa perusahaan cenderung mempergunakan internal equity terlebih dahulu, dan
apabila memerlukan external finance, maka perusahaan akan mengeluarkan debt
sebelum menggunakan external equity.
Menurut pecking order theory, laba ditahan merupakan salah satu sumber
dana internal yang menjadi pilihan utama. Rasio pembayaran dividen (dividend
pay out ratio) menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan
internal
dan
harus
dinilai
dalam
hubungannya
dengan sasaran untuk
memaksimumkan kekayaan pemegang saham (Easterbrook, 1984). Di lain pihak
dividen akan mengurangi konflik antara agen dengan pemegang saham (Jensen
dan Meckling, 1976). Keputusan yang menyangkut investasi akan menentukan
sumber dan bentuk dana untuk pembiayaannya (Adam & Goyal, 2003).
Keputusan investasi akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan
(Modigliani & Miller, 1958). Selanjutnya Fama (1978), mengatakan bahwa nilai
perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi.
35
Di dalam menetapkan kebijakan dividen, seorang manager keuangan
menganalisis sampai seberapa jauh pembelanjaan dari dalam perusahaan sendiri
yang akan dilakukan oleh perusahaan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini
mengingat bahwa hasil operasi yang ditanamkan kembali dalam perusahaan
sesungguhnya dana pemilik perusahaan yang tidak dibagikan sebagai dividen.
Oleh sebab itu, atas dasar pertimbangan antara risiko dan hasil perlu diputuskan
apakah lebih baik hasil operasi tersebut dibagikan saja sebagai dividen ataukah
ditanamkan kembali dalam bentuk laba ditahan, yang merupakan sumber dana
permanent yang perlu dipertimbangkan pemanfaatannya didalam perluasan dan
pengembangan usaha perusahaan. Hasil atas pembelanjaan dari dalam perusahaan
sendiri sekurang-kurangnya harus sama dengan hasil yang diharapkan oleh para
pemilik modal atas hasil operasi yang tidak dibagikan sebagai dividen. Hal ini
logis karena jika dividen dibagikan, maka pemilik modal paling tidak dapat
menginvestasikan hasil pembagian dividen tersebut dalam investasi tidak berisiko
seperti deposito dan dapat menikmati hasil dari investasi tersebut.
3. Nilai Perusahaan
Kondisi baik atau buruknya suatu perusahaan dapat dilihat melalui harga atau
nilai sahamnya. Perusahaan yang memiliki kinerja baik, cenderung mempunyai
harga saham yang lebih stabil atau bahkan mengalami peningkatan. Oleh karena
itu, memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin dari harga sahamnya
merupakan tujuan utama dari manajemen keuangan. (Weston dan Copeland,
1992:9).
36
Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan,
sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga
tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan direpresentasikan oleh harga
pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, kebijakan
dividen, dan keputusan pendanaan.
Bagi perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat (go public)
indikator nilai perusahaan adalah harga saham yang diperjualbelikan tersebut. Jika
harga saham meningkat, maka kita dapat mengatakan bahwa keputusan manajer
keuangan benar. Oleh karena itu, rahasia keberhasilan dalam manajemen
keuangan adalah peningkatan nilai. Jika harga saham meningkat, maka
kemakmuran pemegang saham akan meningkat pula.
Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat
dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat
memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan
datang, sehinggga akan meningkatkan harga saham. Peningkatan harga saham
mencerminkan nilai perusahaan yang meningkat.
Nilai perusahaan atau harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain:
a. Proyeksi laba
Investor pada umumnya melakukan investasi pada perusahaan yang
mempunyai profit atau laba cukup baik dan mempunyai prospek yang cukup
cerah di masa datang, maka investor mau melakukan investasi pada
perusahaan tersebut sehingga akan mempengaruhi harga saham perusahaan.
37
b. Earning per Share
Sebagai seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan, akan
menerima laba atas saham yang dimiliki. Semakin tinggi laba per saham yang
diberikan oleh perusahaan, maka tingkat pengembalian pun akan cukup baik
sehingga mendorong investor melakukan investasi yang lebih besar lagi, yang
pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan.
c. Tingkat resiko pengembalian
Apabila tingkat resiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan
tinggi, juga akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya semakin
tinggi resiko, maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor pun akan
semakin besar.
d. Kebijakan pembagian dividen
Perusahaan dalam mengalokasikan laba usahanya memiliki dua alternatif,
yaitu apakah laba akan dibagikan dalam bentuk dividen pada para pemegang
saham atau laba akan ditahan untuk membiayai investasi mendatang. Di
sinilah perusahaan dituntut untuk dapat membuat kebijakan dividen yang
tepat.
Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham, peningkatan
pembagian dividen merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kepercayaan para pemegang saham. Pembayaran dividen yang meningkat
akan
memberikan
sinyal
membaiknya
kinerja
perusahaan
dan
menginformasikan kepada para pemegang saham bahwa perusahaan yakin
akan arus kas yang cukup besar pada masa yang akan datang untuk
38
menanggung tingkat dividen yang tinggi. Karena itu informasi tentang
kebijakan dividen dapat mempengaruhi harga saham.
4. Struktur Kepemilikan dan Keputusan Keuangan
Kepemilikan
institusional
berpengaruh
negatif
pada
kepemilikan
manajerial. Peningkatan kepemilikan institusional berpengaruh pada pengawasan
dan pengendalian perilaku opportunistic manajer. Pada kondisi ini kekuasaan
manajer menurun sehingga bertindak sesuai keinginan pemegang saham. (Bathala,
Moon dan Rao, 1994).
Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol
eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi agency cost, sehingga perusahaan
akan menggunakan dividen yang rendah. Dengan adanya kontrol yang ketat,
menyebabkan manajer
menggunakan utang pada
tingkat
rendah untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan risiko kebangkrutan
(Crutcley, 1999). Kim dan Sorenson (1986) mengemukakan demand dan supply
hypothesis. Demand hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan yang dikuasai
oleh
insider
(kepemilikan
saham
oleh
pihak
manajemen
perusahaan)
menggunakan hutang dalam jumlah besar untuk mendanai perusahaan. Dengan
kepemilikan besar, pihak insider ingin mempertahankan efektivitas kontrol
terhadap perusahaan. Supply hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan yang
dikontrol oleh insider memiliki debt agency cost kecil sehingga meningkatkan
penggunaan utang. Menurut Jensen dan Meckling (1976), penggunaan utang
mengurangi kebutuhan ekuitas eksternal dan meningkatkan proporsi kepemilikan
39
manajerial. Penggunaan utang yang berlebihan akan meningkatkan bankruptcy
cost sehingga mengurangi minat manajer untuk menambah kepemilikan (Friend
dan Lang, 1988).
Menurut Damsetz dan Lehn (1985), hubungan antara risiko dengan
kepemilikan manajerial membentuk dua pengaruh, yaitu pengaruh positif dan
negatif terhadap kepemilikam manajerial. Perusahaan yang beroperasi pada pasar
berisiko tinggi mengalami kesulitan dalam memonitor kondisi eksternal sehingga
meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mengawasi kondisi internal.
Bird in the hand theory memandang bahwa dividen tinggi adalah yang
terbaik, karena investor lebih lebih suka kepastian tentang return investasinya
serta mengantisipasi risiko ketidakpastian tentang kebangkrutan perusahaan
(Gordon dalam Brigham dan Gapenski, 1996: 438). Roseff (1982) menyatakan
bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang dibayarkan
pada pemegang saham rendah. Penetapan dividen rendah disebabkan manajer
memiliki harapan investasi di masa yang akan datang yang dibiayai dari sumber
internal. Sebaliknya jika pemegang saham lebih menyukai dividen yang tinggi,
maka menimbulkan perbedaan kepentingan, sehingga diperlukan peningkatan
dividen. Crutchley (1999) menyatakan bahwa pengaruh kepemilikan institusional
terhadap dividen adalah negatif. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka
semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi biaya
keagenan, sehingga perusahaan akan cenderung untuk menggunakan dividen yang
rendah.
40
Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan bahwa perusahaan yang
memiliki nilai book to market yang tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki
kesempatan investasi yang rendah. Kesempatan investasi yang rendah akan
mengurangi keatraktifan manajer daripada perusahaan yang memiliki kesempatan
investasi yang tinggi dengan kata lain manajer akan mengurangi kepemilikannya
dalam perusahaan jika perusahaan memiliki nilai book to market ratio yang tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putu Anom (2003) memberikan bukti
kesempatan investasi perusahaan yang di proksikan dengan book to market value
dapat digunakan untuk memprediksi kepemilikan manajerial. Penelitian Putu
Anom (2003) memberikan bukti bahwa kesempatan investasi perusahaan
memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kepemilikan manajerial, hal
ini menunjukkan bahwa semakin rendah book to market ratio atau semakin tinggi
kesempatan investasi akan meningkatkan keinginan manajer untuk meningkatkan
kepemilikannya dalam perusahaan.
Struktur kepemilikan saham di prediksi berpengaruh dalam penentuan
struktur modal. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan cenderung
akan mengurangi utang. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham, maka akan
terjadi pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Manajemen akan semakin
berhati-hati dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi
akan menimbulkan risiko financial distress sehingga nilai perusahaan akan
menurun. Jumlah utang yang melewati titik optimalnya akan membuat
penghematan pajak dari penggunaan utang lebih rendah dari pada nilai sekarang
dari financial distress dan agency cost (model trade off). Semakin terkonsentrasi
41
kepemilikan saham perusahaan juga di prediksi akan meningkatkan nilai
perusahaan.
Struktur kepemilikan secara teoritis mempunyai hubungan dengan
leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan yang
dilakukan pemilik terhadap manajemen akan semakin efektif. Manajemen akan
semakin berhati-hati dalam memperoleh pinjaman, sebab jumlah utang yang
semakin meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial
distress akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan
sehingga mengurangi kemakmuran pemilik. Keadaan pasar modal yang semakin
bergairah akan mengurangi minat perusahaan untuk melakukan peminjaman
karena perusahaan lebih tertarik melakukan pembiayaan melalui pasar modal
sehingga leverage akan menurun. Pertumbuhan pasar yang tinggi menunjukkan
peluang pasar yang bagus sehingga akan mendorong perusahaan untuk melakukan
peminjaman sehingga leverage akan meningkat. Profitabilitas yang meningkat
akan meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan mengurangi minat
perusahaan untuk melakukan peminjaman dan leverage akan menurun.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), penggunaan modal hutang
mengurangi
kebutuhan ekuitas
eksternal dan meningkatkan kepemilikan
manajerial. Sebaliknya, menurut Chen dan Steiner (1999), hutang memiliki
hubungan kausal terbalik dengan kepemilikan manajerial. Hubungan kausalitas
menunjukkan hubungan substitusi antara kebijakan hutang dengan kepemilikan
manajerial dalam mengurangi konflik keagenan.
42
Hubungan antara dividen dengan kepemilikan manajerial dijelaskan
melalui hipotesis aliran kas bebas (Jensen : 1986) Melalui hipotesis ini kebijakan
dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial sehingga
mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan free cash flow. Penelitian ini
membuktikan hubungan substitusi antara kebijakan dividen dan kepemilikan
manajerial. Mekanisme pengurangan masalah keagenan ini dilakukan dengan
cara:
(1) Menggunakan free cash flow untuk membayar dividen kas sehingga
menghindari alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan. (Jensen :
1986).
(2) Meningkatkan dividen untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mencari
tambahan dana dari pasar modal. Perusahaan diawasi oleh tim pengawas
pasar modal atau kreditur sehingga manajer termotivasi mempertahankan
atau meningkatkan kinerja. (Crutchley dan Hansen : 1989).
(3) Meningkatkan dividen untuk memuaskan sebagian stockholder yang menyukai
dividen besar atau penganut the bird in the hand theory, (Brigham, Gapenski
: 1999).
Peningkatan dividen menyebabkan perusahaan memiliki sumber internal
dalam jumlah sedikit sehingga manajer memilih melakukan diversifikasi pada
kesempatan investasi yang lebih menguntungkan.
Pembayaran deviden yang meningkat akan mengurangi laba yang ditahan
sehingga sumber dana intern akan menurun dan perusahaan akan tertarik untuk
melakukan peminjaman sehingga leverage akan meningkat. Ukuran perusahaan
43
menunjukkan aktivitas perusahaan yang dimiliki perusahaan. Semakin besar
ukuran perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa dijadikan jaminan untuk
memperoleh utang sehingga leverage akan meningkat. Pangsa pasar relatif
menunjukkan daya saing perusahaan lebih tinggi dibandingkan pesaing utamanya
sehingga akan mendorong perusahaan untuk melakukan peminjaman dan leverage
akan meningkat. Kepemilikan institusional akan mendorong pemilik untuk
melakukan peminjaman kepada manajemen sehingga manajemen terdorong untuk
meningkatkan
kinerjanya,
selanjutnya
nilai
perusahaan
akan
meningkat.
Kepemilikan manajerial akan mendorong manajemen untuk meningkatkan kinerja
perusahaan, karena mereka juga memiliki perusahaan.
Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya peran ganda seorang
manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang
manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami
kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau
kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer atau sebagai
pemegang saham. Sebagai manajer akan kehilangan insentif dan sebagai
pemegang saham akan kehilangan return bahkan dana yang diinvestasikannya.
Cara untuk menurunkan risiko ini adalah dengan menurunkan tingkat debt
yang dimiliki perusahaan (Friend and Lang dalam Brailsford 1999). Debt yang
tinggi akan meningkatkan resiko kebangkrutan perusahaan, karena perusahaan
akan mengalami financial distress. Karena itulah maka manajer akan berusaha
menekan jumlah debt serendah mungkin. Tindakan ini di sisi lain tidak
menguntungkan karena perusahaan hanya mengandalkan dana dari pemegang
44
saham. Perusahaan tidak bisa berkembang dengan cepat, dibandingkan jika
perusahaan juga menggunakan dana dari kreditor.
5. Struktur Kepemilikan dan Nilai Perusahaan
Beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan adalah:
nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsik, nilai buku dan nilai likuidasi. Nilai
nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar
perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis
jelas dalam surat saham kolektif. Nilai pasar, sering disebut kurs adalah harga
yang terjadi dari proses tawar-menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa
ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham. Nilai intrinsik merupakan
konsep yang paling abstrak, karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu
perusahaan.
Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekadar harga dari
sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki
kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari. Sedangkan nilai buku
adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara
sederhana dihitung dengan membagi selisih antara total aktiva dan total utang
dengan jumlah saham yang beredar. Nilai likuidasi itu adalah nilai jual seluruh
aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai
sisa itu merupakan bagian para pemegang saham. Nilai likuidasi bisa dihitung
dengan cara yang sama dengan menghitung nilai buku, yaitu berdasarkan neraca
performa yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan likuidasi. Jika mekanisme
45
pasar berfungsi dengan baik, maka harga saham tidak mungkin berada di bawah
nilai likuidasi. Karena nilai likuidasi ini hanya dihitung bila perusahaan akan
dilikuidasi maka investor bisa menggunakan nilai buku sebagai pengganti untuk
tujuan yang sama yaitu memperkirakan batas bawah harga saham. Sehingga nilai
buku dapat digunakan sebagai batas aman mengukur nilai perusahaan untuk
keperluan investasi.
Namun demikian ada beberapa catatan yang harus diperhatikan dalam
memahami konsep nilai buku ini. Pertama, sebagian besar aset dinilai dalam nilai
historis. Karena itu pada beberapa aset nilai jualnya bisa jadi jauh lebih tinggi dari
nilai bukunya. Kedua, di dalam aset kadang terdapat aktiva tak berwujud, yang
dalam likuidasi sering tidak memiliki nilai jual. Ketiga, nilai buku sangat
dipengaruhi oleh metode dan estimasi akuntansi seperti metode penyusutan aktiva
tetap, metode penilaian persediaan, dan lain-lain. Keempat, ada kemungkinan
timbul kewajiban-kewajiban yang tidak tercatat dalam laporan keuangan karena
belum diatur pelaporannya oleh standar akuntansi keuangan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep yang
paling representatif untuk menentukan nilai perusahaan adalah pendekatan konsep
nilai intrinsik. Tetapi memperkirakan nilai intrinsik sangat sulit, sebab untuk
menentukannya orang membutuhkan kemampuan mengidentifikasi variabelvariabel signifikan yang menentukan keuntungan suatu perusahaan. Variabel itu
berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Selain itu, penentuan nilai
intrinsik juga memerlukan kemampuan memprediksi arah kecenderungan yang
akan terjadi di kemudian hari. Karena itulah, maka nilai pasar digunakan dengan
46
alasan kemudahan data juga didasarkan pada penilaian yang moderat. Manajer
yang sekaligus pemegang saham akan meningkatkan nilai perusahaan, karena
dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai individu
pemegang saham akan ikut meningkat pula.
Penelitian
yang
mengaitkan
kepemilikan
manajerial
dengan
nilai
perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda diantara peneliti. Soliha dan Taswan
menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara kepemilikan menajerial
dan nilai perusahaan (Soliha dan Taswan 2002). Sementara peneliti lain
menemukan hubungan yang lemah antara kepemilikan menajerial dan nilai
perusahaan (Laster dan Faccio 1999).
Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan nilai pasar ekuitas yang
meningkat akan membuat manajer mengurangi kepemilikan berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wahidahwati (2002) menunjukkan bahwa pada
umumnya pemilik dan manajer adalah keluarga, dengan demikian meskipun nilai
pasar ekuitas perusahaan naik tidak membuat para manajer mengurangi
kepemilikan bahkan mereka cenderung meningkatkan kepemilikannya daripada
jatuh ke pihak lain.
Fuerst dan Kang (2000) menemukan hubungan yang positif antara insider
ownership dengan nilai pasar setelah mengendalikan kinerja perusahaan. Nilai
perusahaan dapat meningkat jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang
efektif (Slovin dan Sushka, 1993).
Penelitian lain dilakukan oleh Eddy Suranta dan Mas’ud Machfoedz
(2003) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mempengaruhi nilai
47
perusahaan dan nilai perusahaan juga mempengaruhi kepemilikan manajerial.
Penelitian Eddy Suranta dan Mas’ud Machfoedz (2003) juga memberikan bukti
bahwa profitabilitas perusahaan juga mempengaruhi kepemilikan manajerial
perusahaan.
Dari penjelasan dan beberapa penelitian empiris di atas dapat disimpulkan
bahwa nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas
maka penelitian ini didasarkan pada hipotesis bahwa keputusan bisnis di
perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan di perusahaan
tanpa kepemilikan manajerial. Keputusan bisnis yang diambil manajer akan
terlihat dari kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Sehingga
dapat juga dihipotesiskan bahwa kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai
perusahaan di perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan di
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.
6. Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan
Dalam jangka panjang, tujuan perusahaan adalah mengoptimalkan nilai
perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera
pula pemiliknya. Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan
pemilik (shareholder) melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan
pendanaan dan keputusan dividen yang tercermin dalam harga saham di pasar
modal, demikian jika dilihat berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan.
Tujuan ini sering diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk memaksimumkan nilai
48
perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, banyak shareholder yang
menyerahkan
pengelolaan
perusahaan
kepada
para
professional
yang
bertanggungjawab mengelola perusahaan, yang disebut manajer. Para manajer
yang diangkat oleh shareholder diharapkan akan bertindak atas nama shareholder
tersebut, yakni memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran
shareholder akan dapat tercapai.
Jensen
(2001)
menjelaskan
bahwa
untuk
memaksimumkan
nilai
perusahaan tidak hanya nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga
semua klaim keuangan seperti hutang, warran, maupun saham preferen.
Penyatuan kepentingan pemegang saham, debtholders, dan manajemen yang
notabene merupakan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan
perusahaan seringkali menimbulkan masalah-masalah (agency problem). Agency
problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional). Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya
mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh
pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi
nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka
miliki.
Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat
dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan
keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan
berdampak pada nilai perusahaan (Fama dan French, 1998). Penelitian tentang
keputusan keuangan sebagaimana kerangka pikir di atas pernah dilakukan oleh Sri
49
Hasnawati (2005) yang menemukan bahwa keputusan investasi, keputusan
pendanaan, dan kebijakan dividen secara parsial berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Kebijakan dividen secara langsung mempengaruhi nilai perusahaan
dan secara tidak langsung keputusan investasi mempengaruhi nilai perusahaan
melalui kebijakan dividen dan keputusan pendanaan. Agrawal (1994) meneliti
kebijakan dividen terhadap semua ekuitas perusahaan dan temuannya adalah
bahwa dividen dapat dipandang sebagai subtitusi dari hutang dalam mengurangi
agency cost. Jadi, keputusan investasi berpengaruh terhadap keputusan
pendanaan, keputusan pendanaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen, dan
keputusan investasi berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham, sangat
dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan
sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang,
sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling
theory). Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya
risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan di respon secara positif oleh pasar
(Brigham, 1999). Peningkatan dividen dilakukan untuk memperkuat posisi
perusahaan dalam mencari tambahan dana dari pasar modal dan perbankan.
Dividen mengandung informasi atau sebagai isyarat (signal) akan prospek
perusahaan (Roseff, 1982). Pendapat Roseff didukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Asquith dan Mullins (1983), bahwa pengumuman meningkatnya
dividen telah meningkatkan return saham, dan dapat digunakan untuk menangkal
50
isu-isu yang tidak diharapkan perusahaan di masa mendatang. Keputusan
pendanaan relevan terhadap pencapaian tujuan perusahaan (Modigliani & Miller,
1963). Selanjutnya Masulis (1980) melakukan penelitian dalam kaitannya dengan
relevansi keputusan pendanaan, menemukan bahwa sehari sebelum dan sesudah
pengumuman peningkatan proporsi hutang terdapat kenaikan abnormal returns,
demikian sebaliknya pada saat perusahaan mengumumkan penurunan proporsi
hutang berpengaruh kepada penurunan abnormal returns.
Fama (1978) mengatakan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan
oleh keputusan investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan
investasi itu penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan
dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan. Namun keputusan investasi
tidak dapat diamati secara langsung. Beberapa studi yang dilakukan dalam
hubungannya dengan keputusan investasi antara lain oleh Myers (1977) yang
memperkenalkan IOS. IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai
perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang.
Jadi prospek perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS).
IOS didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place)
dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan net present value positif.
Menurut Gaver & Gaver (1993), IOS merupakan nilai perusahaan yang besarnya
tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa
yang akan datang, di mana pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang
diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar. Dari pendapat ini sejalan
dengan Smith & Watts (1992) bahwa komponen nilai perusahaan merupakan hasil
51
dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi di masa yang akan datang
merupakan IOS. Dari definisi diatas, terdapat dua pengertian mengenai IOS. Satu
pendapat mengatakan bahwa IOS merupakan keputusan investasi yang dilakukan
perusahaan untuk menghasilkan nilai. Di lain pihak IOS didefinisikan sebagai
nilai perusahaan yang nilainya di proksi melalui IOS. Namun secara umum dapat
disimpulkan bahwa IOS merupakan hubungan antara pengeluaran saat ini maupun
di masa yang akan datang dengan nilai/return/prospek sebagai hasil dari
keputusan investasi untuk menghasilkan nilai perusahaan. Dalam studi keuangan
dan akuntansi beberapa proksi IOS telah digunakan oleh Smith & Watts (1992),
Gaver & gaver (1993), dan Kallapur & Trombley (1999) dengan membuat tiga
klasifikasi sebagai proksi IOS.
Penelitian yang dilakukan oleh Kaaro (2002b) di Indonesia, menggunakan
IOS sebagai proksi keputusan investasi, yang terdiri dari actual investment dan
investment opportunity yang dikaitkan dengan keputusan pendanaan. Kesimpulan
yang dihasilkan adalah actual investment dan investment opportunity memiliki
efek positif terhadap keputusan pendanaan pada ketidakpastian yang rendah dan
negatif pada kondisi ketidakpastian yang tinggi.
Keputusan pendanaan memusatkan pada sisi kanan neraca perusahaan dan
meliputi dua komponen pokok. Pertama kombinasi antara hutang jangka pendek
dan hutang jangka panjang yang tepat. Kedua yang tidak kalah pentingnya,
melakukan seleksi setiap sumber pendanaan baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Pendanaan yang didasarkan pada pecking order theory, menyatakan
bahwa urutan pendanaan berdasarkan pendanaan yang memiliki risiko lebih kecil
52
yaitu pertama laba ditahan, diikuti dengan hutang, dan terakhir ekuitas baru
(Myers, 1984). Teori tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Fama dan
French (1999), yang menemukan bahwa secara rata-rata 70% gross investment
didanai dengan dana internal (laba ditahan dan penyusutan), sisanya ditutup
dengan menerbitkan sekuritas baru khususnya hutang.
Bird in the hand theory dari Lintner (1962), Gordon (1963), dan
Bhattacharya (1979), memaksa perusahaan membayar dividen dalam jumlah
besar. Penelitian Rozeff (1982), dan Easterbrook (1984) menunjukkan semakin
banyak dividen yang ingin dibayarkan oleh perusahaan, semakin besar
kemungkinan berkurangnya laba ditahan. Akibatnya, perusahaan harus mencari
biaya eksternal untuk melakukan investasi baru. Namun biaya penerbitan sumber
pembiayaan eksternal menjadi mahal karena adanya flotation cost. Akibatnya
pembayaran dividen menjadi mahal karena meningkatnya kebutuhan untuk
menambah modal eksternal yang lebih mahal.
Teori keagenan Jensen & Meckling (1976) berpendapat bahwa dividen
akan mengurangi konflik antara agents dan principals. Sehubungan dengan
dividen dan keputusan pendanaan, Easterbrook (1984) mengatakan bahwa dividen
merupakan keuntungan bagi equity holders. Oleh sebab itu, mereka akan
memaksa manajer secara tetap/konstan untuk memperoleh modal baru pada pasar
persaingan. Pada perusahaan yang membagi dividen dalam jumlah besar, maka
untuk membiayai investasinya diperlukan tambahan dana melalui hutang,
sehingga kebijakan dividen akan mempengaruhi hutang secara searah Emery &
Finnerty (1997). Teori tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
53
Hartono (2000) di Indonesia bahwa kebijakan dividen mempengaruhi kebijakan
leverage perusahaan dengan hubungan yang positif.
Rozeff (1982) menganggap bahwa dividen nampaknya memiliki atau
mengandung informasi (informational content of dividend) atau sebagai isyarat
akan prospek perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen,
mungkin diartikan oleh pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan
membaiknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Dengan demikian
manajemen enggan mengurangi dividen, apabila dianggap sebagai memburuknya
kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
Apabila kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan
cenderung lebih memilih investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi.
Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang
saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan, bahkan
untuk mengatasi masalah underinvestment. Sebaliknya, perusahaan yang
mengalami pertumbuhan lambat cenderung membagikan dividen lebih tinggi
untuk mengatasi masalah overinvestment.
Penelitian Wirjolukito et al. (2003) mengukur pemanfaatan kesempatan
investasi dapat diukur dengan peningkatan aktiva tetap bersih. Hasil penelitian
Wirjolukito et al. (2003) menemukan hubungan parameter estimasi dan arah
variabel peluang investasi kepada kebijakan dividen bernilai positif. Dengan
demikian, hal itu dapat memberikan sinyal bagi perusahaan untuk melaksanakan
kebijakan dividen. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan di
Indonesia dan beberapa Negara yang menjadi sampel di dalam penelitian tentang
54
dividen cenderung menggunakan kebijakan dividen untuk memberikan sinyal atas
arus kas di masa yang akan datang dan menggunakan arus kas tersebut untuk
mendanai investasi yang menguntungkan di masa yang akan datang. Di dalam
kesetimbangan, dampak pengumuman pada penerbitan baru akan bergantung pada
informasi asimetri yang berasal dari aktiva yang dikuasai perusahaan atau berasal
dari peluang investasi. Sedangkan menurut Jensen (1986), manajer cenderung
untuk menginvestasikan arus kas bebas ke dalam peluang investasi dan
memperbesar ukuran perusahaan meskipun tidak menguntungkan.
B. Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian mengenai struktur kepemilikan dan keputusan
keuangan pernah dilakukan oleh Crutchley (1999) dalam Untung W. dan Hartini
(2006) dengan membangun sebuah model yang menunjukkan empat keputusan
yang saling terkait menyangkut leverage, dividend, insider ownership, dan
institutional ownership ditentukan secara simultan dalam kerangka agency cost.
Penelitian Crutchley (1999), memberikan bukti bahwa ada keterkaitan antara
keputusan leverage, dividend payout ratio, insider ownership, dan institutional
ownership yang ditentukan secara simultan meskipun tidak menyeluruh. Pada
penelitiannya
Crutchley
(1999)
juga
membuktikan
bahwa
kepemilikan
institusional merupakan subtitusi kepemilikan manajerial. Kartika Nuringsih
(2004)
mengembangkan
model
simultan
untuk
mengetahui
hubungan
interdependensi antara kepemilikan manajerial, resiko, kebijakan hutang, dan
kebijakan dividen. Penelitian tersebut menemukan adanya hubungan positif
55
kepemilikan manajerial dengan resiko yang menyatakan bahwa pada tingkat
manajerial tinggi, manajer menginginkan return tinggi untuk mengurangi resiko.
Sementara hubungan antara kepemilikan manajerial dengan hutang serta
hubungan antara kebijakan dividen dengan kebijakan hutang menunjukkan
hubungan yang negatif.
Penelitian lain dilakukan oleh Sri Hasnawati (2005) yang bertujuan
menginvestigasi dampak keputusan investasi dan dividen terhadap keputusan
pendanaan perusahaan. Penelitian ini menggunakan beberapa indikator keputusan
keuangan yang membentuk satu proksi keputusan keuangan sebagai hasil dari
keputusan keuangan yang dipilih perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan investasi dan kebijakan
dividen secara positif mempengaruhi keputusan pendanaan. Untung Wahyudi dan
Hartini Prasetyaning Pawestri (2006) dengan menggunakan data perusahaan yang
terdaftar pada BEJ tahun 2003 menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial dan
keputusan keuangan sebagai variabel intervening terhadap nilai perusahaan,
menemukan
bahwa
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan baik secara langsung maupun melalui keputusan pendanaan.
Yulius Jogi Christiawan dan Josua Tarigan (2007) melakukan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengambilan
keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Keputusan bisnis yang dimaksud
meliputi: keputusan keuangan yang diproksikan dengan kebijakan hutang
(struktur modal), keputusan operasional yang diproksikan dengan kinerja
56
perusahaan, dan keputusan bisnis secara keseluruhan yang diproksikan dengan
nilai perusahaan. Penelitiaan dilakukan atas 137 dari 336 perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta sampai dengan tahun 2005. Penelitian ini
membuktikan bahwa terdapat perbedaan kebijakan hutang dan nilai perusahaan
antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa
kepemilikan
manajerial.
Sedangkan
kinerja
antara
perusahaan
dengan
kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial tidak
terdapat perbedaan.
C. Kerangka Pemikiran
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui
peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham. Pencapaian tujuan ini
sangat dipengaruhi oleh keputusan keuangan yang diambil oleh manajer keuangan
meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan dividen.
Dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel
struktur kepemilikan, keputusan investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan
dividen terhadap nilai perusahaan public di Bursa Efek Indonesia. Model yang
dipakai adalah Struktural Equation Modeling (SEM).
Data variabel dependen maupun independen yang di input merupakan data
sekunder bersifat kuantitatif, berupa rasio-rasio keuangan dari laporan keuangan
yang terbit setiap akhir periode laporan keuangan.
57
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang disesuaikan
dengan teori, konsep jalur, dan hasil penelitian terdahulu maka skematis dapat
dibuat kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada path diagram berikut:
Keputusan
Investasi
(Y1)
X3
ε3
X4
ε4
X5
ε5
β1
γ1
ε1
β2
X1
Struktur
Kepemilikan
(X1)
ε2
X2
γ2
Keputusan
Pendanaan
(Y2)
β4
β3
X6
ε6
X7
ε7
X8
ε8
X9
ε9
X10
ε10
X11
ε11
X12
ε12
γ3
γ4
Kebijakan
Dividen
(Y3)
β5
β6
Nilai
Perusahaan
(Y4)
Gambar 2.1
58
Dari gambar di atas juga dapat menunjukkan keterangan-keterangan sebagai
berikut, yaitu:
•
γ (gamma) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel
eksogen ke variabel endogen. Seperti dari X1 ke Y1, X1 ke Y2, dan X1 ke
Y3 .
•
β (beta) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel
endogen ke variabel endogen lainnya. Seperti Y1 ke Y2, Y1 ke Y3, Y1 ke
Y4, Y2 ke Y3, Y2 ke Y4, Y3 ke Y4.
•
ε (residual variable) yang berkaitan dengan variabel endogen.
Paradigma penelitian yang dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural
adalah sebagai berikut:
Y1 = γ1 X1 + ε ……………………………………………… Persamaan 1
Y2 = γ2 X1 + β1Y1 + ε ……………………………………….Persamaan 2
Y3 = γ3 X1 + β2Y1 + β4Y2 + ε ………………………….. …..Persamaan 3
Y4 = γ4 X1 + β3Y1 + β5Y2 + β6Y3 + ε ……………………... ...Persamaan 4
Pada persamaan struktural pertama, X1 merupakan variabel eksogen, Y1
sebagai variabel endogen, ε merupakan residual variable yang berkaitan dengan
variabel endogen dan γ1 adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari
variabel eksogen X1 ke variabel endogen Y1.
59
Pada persamaan struktural kedua, X1 merupakan variabel eksogen, Y2
sebagai variabel endogen, ε merupakan residual variable yang berkaitan dengan
variabel endogen, γ2 adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari
variabel eksogen X1 ke variabel endogen Y2, dan β1 yaitu koefisien jalur yang
menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y1 ke variabel endogen Y2.
Pada persamaan struktural ketiga X1 merupakan variabel eksogen, Y3
sebagai variabel endogen, ε merupakan residual variable yang berkaitan dengan
variabel endogen, γ3 adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari
variabel eksogen X1 ke variabel endogen Y4, β2 yaitu koefisien jalur yang
menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y1 ke variabel endogen Y3. β4 yaitu
koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y2 ke variabel
endogen Y3.
Pada persamaan struktural keempat, X1 merupakan variabel eksogen, Y4
sebagai variabel endogen, ε merupakan residual variabel yang berkaitan dengan
variabel endogen, γ3 adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari
variabel eksogen X1 ke variabel endogen Y3, β3 yaitu koefisien jalur yang
menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y1 ke variabel endogen Y4, β5 yaitu
koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen Y2 ke variabel
endogen Y4, β6 yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel
endogen Y3 ke variabel endogen Y4.
Penelitian ini diawali dengan mengamati perusahaan-perusahaan yang
terdaftar berturut-turut di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2005, 2006, dan
60
2007. Selanjutnya dari perusahaan-perusahaan tersebut, peneliti mengambil data
laporan keuangan yang diperlukan dalam penelitian ini. Selanjutnya data tersebut
diolah untuk mendapatkan variabel-variabel yang diperlukan. Penelitian ini
melibatkan variabel laten dan beberapa indikator sebagai variabel manifest.
Variabel laten yaitu variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan
memerlukan indikator sebagai proksi dan variabel manifest adalah variabel yang
secara langsung dapat diukur.
Variabel laten terdiri dari variabel endogen dan variabel eksogen. Variabel
endogen dalam penelitian ini adalah keputusan investasi (Y1), keputusan
pendanaan (Y2), kebijakan dividen (Y3), dan nilai perusahaan (Y4). Sedangkan
variabel eksogennya adalah struktur kepemilikan (X1). Setelah variabel indikator
diperoleh maka dilakukan pengujian dengan menggunakan metode Structural
Equation Modeling (SEM) dengan dibantu oleh program LISREL (Linear
Structural Relationship) 8.54.
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran
di atas maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
H1a : Struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap keputusan investasi.
H1b : Struktur kepemilikan berpengaruh negatif terhadap keputusan pendanaan.
H1c : Struktur kepemilikan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
H1d : Struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
H2a : Keputusan investasi berpengaruh negatif terhadap keputusan pendanaan.
61
H2b : Keputusan investasi berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
H2c : Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
H3a : Keputusan pendanaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
H3b : Keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
H4 : Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan keputusan
keuangan yang meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan serta kebijakan
dividen terhadap nilai perusahaan dengan metode Structural Equation Modeling
(SEM). Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan perusahaan go public
di BEI tahun 2005, 2006 dan 2007. Penghitungan dan pengolahan data dalam
penelitian ini menggunakan alat bantu software statistik yaitu LISREL (Linear
Structural Relationship) 8.54.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini, yaitu seluruh perusahaan go public yang
terdaftar di BEI dengan periode observasi tahun 2005, 2006, dan 2007. Sampel
dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut:
1.
Perusahaan go public yang terdaftar secara berturut-turut di BEI pada
periode tahun 2005, 2006, dan tahun 2007.
2.
Bukan perusahaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Alasan ini
mengacu pada pernyataan Jensen dan Meckling (1976) dalam Untung W.
dan Hartini (2006) bahwa industri dengan regulasi yang tinggi seperti
63
public utilities dan bank akan mempunyai debt equity ratio yang tinggi
yang seekuivalen dengan tingginya risiko yang melekat pada industri yang
bersangkutan daripada non-regulated firms.
3.
Perusahaan yang membagikan dividen tunai selama 3 tahun berturut-turut
pada periode observasi tahun 2005, 2006, dan 2007.
4.
Perusahaan yang memiliki data kepemilikan saham manajerial dan
institusional selama 3 tahun berturut-turut pada periode observasi tahun
2005, 2006, dan 2007.
5.
Laporan keuangan perusahaan tidak menunjukkan adanya saldo total
ekuitas yang negatif dan atau mengalami kerugian selama periode tahun
penelitian (2005, 2006, dan 2007). Hal ini dikarenakan saldo ekuitas dan
laba yang negatif sebagai penyebut menjadi tidak bermakna. (Imam
Subekti, 2000 dalam Untung W. dan Hartini, 2006).
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bersifat
kuantitatif, berupa rasio-rasio laporan keuangan dari laporan keuangan yang terbit
setiap akhir periode laporan keuangan. Seluruh data diperoleh dari Pusat
Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat dilihat
dengan menggunakan Capital Electronic Document Service, Indonesian Capital
Market Directory, Prospektus serta Fact Book Acrually dari seluruh perusahaan
yang go public selama periode tahun penelitian.
64
Selain itu sebagai acuan teori yang berhubungan dengan variabel yang akan
diteliti, sumber data juga diperoleh dari penelusuran pustaka (Library Research)
dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber
dari buku, artikel dan jurnal-jurnal penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan
dengan penelitian ini.
D. Metode Analisis
Metode
analisis
yang digunakan untuk menguji pengaruh
struktur
kepemilikan, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen
terhadap nilai perusahaan adalah model persamaan structural dengan program
LISREL 8.54. Penelitian ini menggunakan lebih dari satu indikator untuk
mewakili satu variabel dan memiliki hubungan yang kompleks antara variabelvariabelnya sehingga peneliti menggunakan model persamaan struktural. Selain
itu, alasan peneliti menggunakan program LISREL 8.54 adalah untuk menguji
konsistensi hasil penelitian Untung W. & Hartini (2006) yang menggunakan
program SPSS.
Tahapan peneliti dalam menganalisis pengaruh struktur kepemilikan,
keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai
perusahaan adalah sebagai berikut:
65
1. Identifikasi Variabel
Penelitian ini menggunakan tiga variabel diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Variabel Eksogen
Variabel eksogen (exogenous variable) adalah variabel yang secara
bebas berpengaruh terhadap variabel endogen dalam suatu model. Adapun
variabel yang menjadi variabel eksogen adalah struktur kepemilikan (X1).
b. Variabel Endogen
Variabel endogen (endogenous variable) yaitu variabel yang
dipengaruhi oleh variabel eksogen dan merupakan variabel antara artinya
variabel endogen juga dapat mempengaruhi variabel endogen lain dalam
suatu model. Adapun variabel endogen dalam penelitian ini adalah
keputusan investasi (Y1), keputusan pendanaan (Y2), kebijakan dividen
(Y3), dan nilai perusahaan (Y4).
c. Variabel Manifest
Variabel manifest/indikator (variable observed) adalah variabel yang
dapat diukur secara langsung. Variabel manifest dalam penelitian ini
adalah struktur kepemilikan manajerial (X1), kepemilikan institusional
(X2), PPE/BVA (X3), MVE/BVE (X4), MVA/BVA (X5), BDE (X6), BDA
(X7), LDE (X8), DPR (X9), DYR (X10), PBV (X11), dan PER (X12).
66
2. Struktural Equation Modelling
Model persamaan struktural (Structural Equation Modelling) adalah
generasi kedua teknik analisis multivariate (Bagozzi dan Fornell, 1982 dalam
Malla Bahagia, 2007) yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan
antara variabel yang kompleks untuk memperoleh gambaran menyeluruh
mengenai keseluruhan model.
Selain itu menurut Bollen (1989) dalam Malla Bahagia (2007) SEM juga
dapat menguji secara bersama-sama:
a. Model struktural, yaitu hubungan (nilai loading) antara variabel laten, baik
variabel laten endogen maupun variabel eksogen.
b. Model measurement, yaitu hubungan (nilai loading) antara indikator
dengan variabel latennya.
Adanya pengujian model struktural dan pengukuran memungkinkan
peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari SEM dan melakukan analisis faktor
bersamaan dengan pengujian hipotesis. Proses Struktural Equation Modelling
mencakup beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya adalah:
1. Konseptualisasi model
Tahap
ini
berhubungan
dengan
pengembangan
hipotesis
berdasarkan teori sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten
dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya.
Teori dalam konseptualisasi model bukan hanya berasal dari para
akademisi, tetapi juga dapat berasal dari pengalaman dan praktek yang
67
diperoleh dari para praktisi. Selain itu konseptualisasi model juga harus
merefleksikan pengukuran variabel laten melalui beberapa indikator yang
dapat diukur.
2. Penyusunan Diagram jalur
Tahap ini akan memudahkan kita dalam memvisualisasikan
hipotesis yang telah diajukan dalam konseptualisasi model. Path Diagram
merupakan representasi grafis mengenai bagaimana beberapa variabel
pada suatu model berhubungan satu sama lain, yang memberikan suatu
pandangan menyeluruh mengenai struktur model.
3. Spesifikasi model
Tahap ketiga ini memungkinkan kita untuk menggambarkan sifat
dan jumlah parameter yang diestimasi.
4. Identifikasi Model
Informasi yang diperoleh dari data yang diuji untuk menentukan
apakah cukup untuk mengestimasi parameter dalam model. Disini kita
dapat memperoleh nilai yang unik untuk seluruh parameter dari data yang
telah kita peroleh.
Untuk menentukan apakah model kita mengandung/tidak masalah
identifikasi, maka harus dipenuhi keadaan berikut:
t ≤ s/2
dimana:
t = jumlah parameter yang diestimasi
68
s
=
jumlah
varians
dan
kovarians
antara
variabel
manifest
(observed/manifest); yang merupakan (p+q)(p+q+1)
p = jumlah variabel y (indikator variabel endogen)
q = jumlah variabel x (indikator variabel eksogen)
•
Jika t ≥ 2, maka model tersebut adalah unidentified. Masalah ini dapat
terjadi pada SEM, dimana informasi yang terdapat pada data empiris
(varians dan kovarians variabel manifest) tidak cukup untuk menghasilkan
solusi yang unik untuk memperoleh parameter model. Masalah
unidentified tersebut dapat diatasi dengan mengkonstraint model dengan
cara menambah indikator (variabel manifest) ke dalam model, menentukan
(fix) parameter tambahan menjadi 0 dan mengasumsikan bahwa parameter
yang satu dengan parameter yang lain memiliki nilai yang sama.
•
Jika t = s/2, maka model disebut just-identified, sehingga solusi yang unik
tunggal dapat diestimasi untuk mengestimasi parameter. Model yang justidentified, seluruh informasi yang tersedia telah digunakan untuk
mengestimasi parameter, sehingga tidak ada informasi yang tersisa untuk
menguji model (derajat kepercayaan adalah 0).
•
Jika t < s/2, maka model tersebut adalah over-identified. Dalam hal ini
lebih dari satu estimasi masing-masing parameter dapat diperoleh (karena
jumlah persamaan yang tersedia melebihi parameter yang diestimasi).
69
5. Estimasi Parameter
Pada tahap ini, kita melakukan pengujian signifikansi yaitu menentukan
apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. Estimasi
parameter dalam LISREL mempunyai tiga informasi yang berguna, yaitu
koefisien regresi, standar error, dan nilai t. Standar error digunakan untuk
mengukur ketepatan dari setiap estimasi parameter. Untuk mengetahui
signifikan tidaknya hubungan antar variabel laten maupun antara variabel
laten dengan indikatornya maka nilai t harus lebih besar dari nilai t-tabel pada
level tertentu yang tergantung dari ukuran sampel dan level signifikan
tersebut.
6. Penilaian Model Fit
Salah satu tujuan SEM adalah menentukan apakah model plausible
(masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik, apabila memiliki
model fit yang baik pula.
Tingkat kesesuaian model secara keseluruhan terdiri dari:
a. Absolute Fit Measures
Absolute Fit Measures digunakan untuk menilai kesesuaian model secara
keseluruhan (baik model pengukuran maupun model struktural), tanpa
menyesuaikan kepada degree of freedomnya. Indikator-indikator dalam
absolute fit diantaranya adalah sebagai berikut:
70
•
Chi-Square dan Probabilitas
Chi-square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai
Chi-square sebesar nol menunjukkan bahwa model memiliki fit yang
sempurna (perfect fit). Nilai Chi-square yang signifikan (kurang dari 0.05)
menunjukkan bahwa data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan
teori yang telah dibangun berdasarkan SEM. Sedangkan probabilitas adalah
untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar yang ditunjukkan oleh nilai
Chi-square. Nilai probabilitas yang tidak signifikan (p ≥ 0) adalah yang
diharapkan, yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model.
Nilai probabilitas chi-square memiliki permasalahan yang fundamental
dalam validitasnya. Menurut Cochran (1952) dalam Imam Ghozali (2005)
probabilitas ini sangat sensitif dimana ketidaksesuaian antara data dengan
model (teori) sangat dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel. Jika ukuran
sampel kecil, maka chi-square ini akan menunjukkan data secara signifikan
tidak berbeda dengan model dan teori yang mendasarinya. Sedangkan jika
ukuran sampel besar, maka uji chi-square akan menunjukkan bahwa data
secara signifikan berbeda dengan teori meskipun perbedaan tersebut adalah
sangat kecil.
•
Goodness of Fit Indices (GFI)
GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam
menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara
0 sampai 1. menurut Diamantopaulus dan Sigauw (2000) dalam Imam Ghozali
71
(2005), nilai GFI yang lebih besar dari 0.9 menunjukkan suatu model fit yang
baik.
•
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
AGFI adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh
degree of freedom pada suatu model. Model yang fit adalah memiliki nilai
AGFI 0.9 (Diamantopaulus dan Sigaw, 2000 dalam Imam Ghozali, 2005).
Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah parsimony goodness
of fit (PGFI) yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al (1989), yang juga telah
menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas
model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada
0.6 (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005).
•
Root Mean Square Errors of Approximation (RMSEA)
Ukuran model fit telah lama diperkenalkan oleh Steiger dan Lind tahun
1980. nilai RMSEA yang kurang dari 0.05 mengindikasikan adanya model fit,
dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0.08 menyatakan bahwa model
memiliki perkiraan permasalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Imam
Ghozali, 2005). Sedangkan menurut MacCallum et.al (1996) dalam Imam
Ghozali (2005) menyatakan bahwa model memiliki nilai yang cukup fit jika
RMSEA berkisar antara 0.08 sampai dengan 0.1 dan jika RMSEA lebih besar
dari 0.1 mengindikasikan model memiliki nilai fit yang buruk.
P-value test of close juga merupakan indikator yang menilai fit atau
tidaknya suatu model yang dapat dilihat dari kedekatannya terhadap model fit.
Joreskog (1996) dalam Imam Ghozali (2005) menganjurkan bahwa P-value
72
for test of close (RMSEA < 0.05) haruslah lebih besar daripada 0.05 sehingga
mengindikasikan bahwa model adalah fit.
•
Normed Chi-Square (X²/df)
Normed Chi-Square (X²/df) merupakan indikator goodness of fit adalah
rasio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom.
Menurut Wheaton (1977) dalam Imam Ghozali (2005) cut-off model fit
sebesar 5 dan sedikit lebih tinggi dari pada yang dianjurkan oleh Carmines dan
Melver (1981) dalam Imam Ghozali (2005) yaitu sebesar 2.
b) Comparative Fit Measures
Comparative Fit Measures berkaitan dengan pertanyaan seberapa
baikkah kesesuaian model yang dibuat dibandingkan dengan beberapa model
alternatif. Indikator-indikator dari comparative fit measures diantaranya
adalah :
•
Normed Fit Index (NFI)
NFI yang ditemukan oleh Bentler dan Bonets (1980), merupakan salah
satu alternatif untuk menentukan model fit. Namun, karena NFI memiliki
tendensi untuk merendahkan fit dalam sampel yang kecil, sehingga merevisi
index ini dengan nama Comparative Fit Index (CFI). Nilai NFI dan CFI
berkisar antara 0 sampai 1. Tetapi suatu model dikatakan fit apabila memiliki
nilai NFI dan CFI lebih besar dari 0,9 (Bentler, 1992).
73
•
Non- Normed Fit Indeks (NNFI)
NNFI digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat
kompleksitas model. Menurut Kelloway (1998)dalam Didi Achjari (2003)
menyatakan bahwa model fit jika nilai NNFI 0.90.
•
Relative Fit Index (RFI)
RFI digunakan untuk mengukur fit dimana nilainya 0 sampai 1, nilai yang
lebih besar menunjukkan adanya superior fit. Menurut Kelloway (1998) dalam
Didi Achjari (2003) menyatakan bahwa model fit jika nilai RFI 0.90.
•
Comparative Fit Index (CFI)
Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai CFI lebih besar dari 0.90
(Bentler, 1992 dalam Imam Ghozali, 2005).
c) Parsimonious Fit Measures
•
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)
PGFI yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al (1998) dalam Imam Ghozali
(2005). PGFI telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan
kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih
besar daripada 0.6 (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005). Lain halnya
menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) nilai PGFI berkisar
antara 0 sampai 1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik.
•
Parsimony Normed Fit Index (PNFI)
Menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) nilai PNFI berkisar
antara 0 sampai 1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik.
74
7. Respesifikasi
Peneliti seringkali dihadapkan pada hasil uji kesesuaian yang kurang
memuaskan, maka dalam kasus ini SEM memberikan alternatif solusi yang
dinamakan respesifikasi yang diharapkan mampu meningkatkan kesesuaian
model yang sedang di uji.
Ada dua pendekatan dalam respesifikasi model, yaitu pertama theory
trimming (Pedhazur, 1982 dalam untung W. dan Hartini, 2006) yang berusaha
menjawab pertanyaan tentang parameter mana yang bisa dihilangkan agar
meningkatkan kesesuaian model. Kedua, theory building (Kelloway, 1998
dalam Malla Bahagia, 2007) yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
mengenai parameter mana yang bisa ditambahkan dalam model untuk
meningkatkan kesesuaian. Cara-cara diatas disebut sebagai Lagrange
Multiplier Test yang di LISREL dikenal sebagai modification indices. Dengan
kemampuan respesifikasi, maka SEM berbasis kovarians ini memerlukan
landasan teori yang kuat (confirmatory) sehingga ketika harus menambah atau
mengurangi parameter akan bisa dijelaskan secara masuk akal dan bisa
ditopang dengan teori yang memadai. Holmes-Smith (2000) menjelaskan
beberapa alternatif untuk melakukan respesifikasi:
•
Critical Ratio (nilai t)
Semua parameter dalam suatu model diharapkan agar signifikan.
Parameter yang tidak signifikan bisa dihapus secara teknis dilakukan dengan
menetapkan parameter tersebut menjadi nol (tidak diestimasi lagi).
75
•
Standardized Residuals
Adanya nilai standardized residual yang besar menandakan adanya mis-
spesifikasi dan tingkat kesesuaian yang belum baik. Dengan memperhatikan
sumber standardized residual, maka untuk memperbaiki kesesuaian model
variabel yang menyebabkannya bisa dihapus atau juga dengan mengestimasi
parameter tambahan, perlu didukung oleh teori dan harus masuk akal.
(Holmes-Smith, 2000 dalam Malla Bahagia, 2007).
•
Modification Indices
Salah satu cara untuk mengetahui adanya mis-spesifikasi adalah melihat
besaran modification indices. Menurut Holmes-Smith (2000 dalam Imam
Ghozali (2005, nilai modifikasi index yang lebih besar dari 3.84 menunjukkan
bahwa chi-square model tersebut akan berkurang drastis (semakin kecil) kalau
parameter yang bersangkutan diestimasi.
Modification indices dalam LISREL merupakan salah satu alternatif
terbaik untuk memodifikasi model dan meningkatkan kesesuaian model.
Namun harus diperhatikan juga bahwa segala modifikasi (walaupun sangat
sedikit), harus berdasarkan teori yang mendukung.
Beberapa modifikasi model dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengkorelasikan antara dua indikator
b. Menambah hubungan path antara indikator dan variabel laten
c. Mengubah indikator dari suatu variabel
76
Setelah melakukan modifikasi tersebut, maka seharusnya kita lakukan
adalah mempertimbangkan dan mencari justifikasi teori yang kuat terhadap
dilakukannya modifikasi tersebut.
8. Validasi Silang Model
Validasi silang model merupakan tahap akhir dari analisis SEM, yaitu
menguji fit atau tidaknya model terhadap suatu data baru (atau validasi subsampel yang diperoleh melalui pemecahan sampel). Validasi silang ini penting
apabila modifikasi yang substansial yang dilakukan terhadap model asli yang
dilakukan pada tahap sebelumnya.
E. Uji Kesesuaian Model
Uji kesesuaian model bertujuan untuk mengukur dan mengetahui derajat
kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan
berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut:
77
Tabel 3.1
Kriteria Uji Kesesuaian Model
Indikator Fit
Nilai yang
Direkomendasikan
Evaluasi Model
Absolute Fit
Probabilitas
P > 0.05
Tidak Signifikan
Normed chi-square
<2
Over Fitting
(X²/df)
2 < X²/df < 5
Good Fit
< 0.10
Good Fit
< 0.05
Very Good Fit
< 0.01
Outstanding Fit
> 0.05
Good Fit
GFI
> 0.90
Good Fit
AGFI
> 0.90
Good Fit
NFI
0.9
Good Fit
NNFI or Tucker
0.9
Good Fit
CFI
0.9
Good Fit
RFI
0.9
Good Fit
PNFI
0-1
Lebih besar lebih baik
PGFI
0-1
Lebih besar lebih baik
RMSEA
P-value for test of
close fit
Comparative Fit
Lewis Index (TLI)
Parsimonius Fit
Sumber: Imam Ghozali & Fuad (2005)
78
F. Uji Signifikan
Uji signifikan dapat dilakukan dengan cara melihat jalur-jalur pada model
pengukuran dan model struktural yang signifikan. Pada model pengukuran,
jalur-jalur (pengaruh) yang dapat dilihat adalah jalur-jalur (pengaruh) yang
menghubungkan antara variabel laten dengan indikatornya (variabel manifest),
apakah mempunyai tingkat yang signifikan terhadap variabel latennya atau
tidak.
Uji signifikan pada model pengukuran bertujuan untuk menentukan
kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel latennya. Pada model
struktural jalur-jalur (pengaruh) dapat dilihat dari jalur-jalur (pengaruh) yang
menghubungkan antara variabel eksogen dengan variabel endogen dan antara
variabel endogen dengan variabel endogen. Untuk mengetahui jalur-jalur
hubungan (pengaruh) dapat dilihat uji koefisien secara parsial. Uji secara parsial
terhadap koefisien path pada setiap jalur model pengukuran maupun model
struktural dapat ditunjukkan dari t-values (nilai t) sebagai berikut:
a. H0 : Koefisien jalur tidak signifikan
b. H1 : Koefisien jalur signifikan
•
Jika t hitung > t tabel atau t hitung < t tabel, maka H0 ditolak dan H1
diterima.
•
Jika t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 diterima dan H1
ditolak.
79
i.
Operasional Variabel
Variabel Penelitian dan Pengukuran:
1. Struktur Kepemilikan
Variabel ini merupakan variabel eksogen yang diberi simbol X1. Variabel
ini diukur dari:
a. Struktur Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham
yang dimiliki oleh manajerial (Iturriaga dan Sanz, 1998 dalam Untung W. dan
Hartini, 2006:6). Variabel ini diberi simbol X1 yang diperoleh dalam ICMD pada
bagian shareholders ownership.
b. Struktur Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan
saham yang dimiliki oleh pemilik institusi seperti lembaga keuangan,
pembiayaan, asuransi, serta perusahaan lain. Variabel ini merupakan variabel
manifest yang diberi simbol X2. Variabel kepemilikan institusional diperoleh
dalam ICMD pada bagian shareholders ownership.
2. Keputusan Investasi
Variabel ini merupakan variabel intervening yang diberi simbol Y1.
Adapun proksi IOS dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
80
a. Book Value of Gross Property, Plant, and Equipment to the Book Value of
the Assets Ratio (PPE/BVA)
Rasio PPE/BVA yang diberi simbol X3 menunjukkan indikasi adanya
investasi aktiva tetap yang produktif. Komposisi aktiva tetap (Property, Plant,
and Equipment) yang besar pada struktur aktiva dapat menunjukkan adanya
potensi pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Rasio ini dirumuskan
sebagai berikut:
Nilai Buku Aktiva Tetap
Rasio PPE/BVA =
------------------------------Nilai Buku Total Aktiva
b. Market to Book Value of Equity Ratio (MVE/BVE)
Rasio MVE/BVE mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi
perusahaan di masa depan dari return yang diharapkan dari ekuitasnya (Smith dan
Watts, 1992 dalam Untung W. dan Hartini, 2006:7). Rasio ini diberi simbol X4.
Jumlah Lembar Saham Beredar x Closing Price
Rasio MVE/BVE =
------------------------------------------------------Total Ekuitas
81
c. Market Value to Book Value of Assets Ratio (MVA/BVA)
Rasio ini menunjukkan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan, terefleksi
dalam harga saham (Kallapur dan Trombley, 1999 dalam Untung W. dan Hartini,
2006:7 ). Rasio ini diberi simbol X5.
(Ttl Aset – Ttl Ekuitas) + (Jml Shm Beredar x Closing Price)
Rasio MVA/BVA =
--------------------------------------------------------------------Total Aset
3. Keputusan Pendanaan
Keputusan
pendanaan
merupakan
kebijakan
manajemen
dalam
pembiayaan perusahaan. Variabel ini diberi simbol Y2. Keputusan pendanaan
dikonfirmasikan melalui variabel-variabel terukur, sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kallapur dan Trombley (1999); Smith dan Watts (1992) dalam
Untung W. dan Hartini (2006:8) yaitu:
a. Book Debt to Equity Ratio (BDE)
Rasio ini menunjukkan perbandingan antara pembiayaan dan pendanaan
melalui hutang dengan pendanaan melalui ekuitas (Brigham, 1999:87) dalam
Untung W. dan Hartini (2006:8). Variabel manifest ini diberi simbol X6.
Total Hutang
BDE = ----------------Total Ekuitas
82
b. Book Debt to Asset Ratio (BDA)
Rasio ini mengukur persentase dana yang disesuaikan oleh kreditur dalam
membiayai aktiva perusahaan (Brigham, 1999:86) dalam Untung W. dan Hartini
(2006:8). Variabel manifest ini diberi simbol X7 dengan rumus sebagai berikut:
Total Hutang
BDA =
----------------Total Aktiva
c. Long Term Debt Equity Ratio (LDE)
Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka
panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang
dengan pengembalian (rate of return) jangka panjang pula (Brigham dan
Gapenski, 1996: 543) dalam Untung W. dan Hartini (2006:9). Variabel manifest
ini diberi simbol X8 dengan rumus sebagai berikut:
Total Hutang Jangka Panjang
LDE =
----------------------------------Total Ekuitas
83
4. Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan kebijakan manajemen dalam membagi
dividen kepada pemegang saham. Variabel kebijakan dividen diberi simbol Y3.
Kebijakan dividen dikonfirmasikan melalui dividend payout ratio dan
dividend yield (Kallapur dan Trombley,1999; Smith dan Watts, 1992; Imam
Subekti, 2000) dalam Untung W. dan Hartini (2006:9).
a. Dividend Payout Ratio (DPR)
Rasio pembayaran dividen adalah persentase laba yang dibayarkan kepada
para pemegang saham dalam bentuk kas (Brigham dan Gapenski, 1996: 450).
Variabel manifest ini diberi simbol X9.
Dividen per Lembar Saham
DPR =
--------------------------------Laba per Lembar Saham
b. Dividend Yield Ratio (DYR)
Rasio dividend yield menunjukkan perbandingan dividen per lembar
saham yang dibagikan dengan harga pasar saham (Imam Subekti, 2000). Variabel
manifest ini diberi simbol X10.
Dividen per Lembar Saham
Dividend Yield Ratio =
--------------------------------Closing Price
84
5. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan yang merupakan variabel endogen dan diberi simbol Y4
diukur dengan:
a. Price Book Value (PBV)
Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada
manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus
tumbuh (Brigham, 1999: 92) dalam Untung W. dan Hartini (2006:10). Rasio ini
diberi simbol X11.
Harga Pasar per Lembar Saham
PBV =
--------------------------------------Nilai Buku per Lembar Saham
b. Price Earning Ratio (PER)
PER menunjukkan perbandingan antara closing price dengan laba per
lembar saham (earning per share) (Brigham, 1999: 92). Rasio ini diberi simbol
X12 dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Closing Price
PER =
----------------EPS
85
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sejarah Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia (BEI) Atau Indonesia Stock Exchange adalah
sebuah pasar saham di Indonesia yang merupakan hasil penggabungan antara
Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek Surabaya (BES), dalam hal ini BES
melebur ke dalam bursa BEJ. Perusahaan hasil penggabungan usaha ini mulai
beroperasi pada 1 Desember 2007. Bursa Efek Indonesia merupakan tempat orang
memperjualbelikan efek di Indonesia.
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan
tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada
tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
86
seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat
dilihat sebagai berikut:
•
14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh
Pemerintah Hindia Belanda.
•
1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
•
1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa
Efek di Semarang dan Surabaya
•
Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di
Semarang dan Surabaya ditutup.
•
1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
•
1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar
Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata)
dan Menteri keuangan (Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang
diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)
•
1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak
aktif.
•
1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
•
10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto.
BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal
10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar
modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten
pertama.
87
•
1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga
1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan
dibandingkan instrumen Pasar Modal.
•
1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum
dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
•
1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal
diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat
meningkat.
•
2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh
Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya
terdiri dari broker dan dealer.
•
Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES
88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa
kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
•
16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh
Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
•
13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan
Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
•
22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan
sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
88
•
10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan
mulai Januari 1996.
•
1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
•
2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai
diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
•
2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote
trading).
•
2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
89
B. Deskriptif Analisis
1. Deskriptif Data Sampel
Berdasarkan pengambilan sampel secara purposive sampling maka dapat
diperoleh populasi sebagai berikut:
•
Perusahaan go public yang terdaftar secara berturut-turut di BEI pada periode
tahun 2005, 2006, dan 2007 berjumlah 349 perusahaan.
•
Perusahaan keuangan (Lembaga Keuangan Perbankan dan Lembaga
Keuangan Non Perbankan ) yang berjumlah 60 perusahaan.
•
Perusahaan yang tidak membagikan dividen tunai secara terus-menerus
selama periode penelitian berjumlah 156 perusahaan.
•
Perusahaan yang tidak memiliki struktur kepemilikan baik kepemilikan
manajerial maupun kepemilikan institusional berjumlah 46 perusahaan.
•
Perusahaan yang memiliki laporan keuangan per 31 Desember menunjukkan
adanya saldo total ekuitas negatif dan atau mengalami kerugian pada salah
satu tahun periode penelitian berjumlah 57 perusahaan.
Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, maka dapat diperoleh sampel
penelitian sebanyak 30 perusahaan dengan nama-nama perusahaan sebagai
berikut:
90
Tabel 4.1
Sampel Data Penelitian
NO
KODE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
AKRA
ALMI
ASII
BLTA
CENT
CMNP
CTBN
EKAD
GGRM
GJTL
HEXA
IKBI
INDF
ISAT
JRPT
LION
LMSH
LTLS
MICE
MLPL
MTDL
PGAS
PNSE
POOL
PTRO
PUDP
RALS
RUIS
SOBI
TBLA
EMITEN
AKR Corporindo Tbk
Alumindo Light Metal Industry Tbk
Astra Internasional Tbk
Berlian Laju Tanker Tbk
Centrin Online Tbk
Citra Marga Nusaphala Persada Tbk
Citra Turbindo Tbk
Ekadharma Internasional Tbk
Gudang Garam Tbk
Gajah Tunggal Tbk
Hexindo Adiperkasa Tbk
Sumi Indo Kabel Tbk
Indofood Sukses Makmur Tbk
Indosat Tbk
Jaya Real Property Tbk
Lion Metal Works Tbk
Lionmesh Prima Tbk
Lautan Luas Tbk
Multi Indocitra Tbk
Multipolar Tbk
Metrodata Electronics Tbk
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
Pudjiadi & Sons Estate Tbk
Pool Advista Indonesia Tbk
Petrosea Tbk
Pudjiadi Prestige Limited Tbk
Ramayana Lestari Sentosa Tbk
Radiant Utama Interinsco Tbk
Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
Tunas Baru lampung Tbk
Sumber: Bursa Efek Indonesia
91
2. Deskriptif Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari variabel observed/indikator yang diteliti
diantaranya adalah:
a. Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan (X1) merupakan distribusi saham antara
pihak direksi dan komisaris perusahaan (X1) dan kepemilikan institusional
(X2). Kepemilikan manajerial (X1) menggambarkan kepemilikan saham oleh
direksi dan komisaris perusahaan, diukur dengan persentase jumlah saham
yang dimiliki direksi dan komisaris perusahaan. Rasio ini digunakan untuk
mengetahui proporsi kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan terhadap
jumlah saham beredar. Kepemilikan institusional (X2) menggambarkan
kepemilikan saham oleh investor institusi seperti pemerintah, bank, asuransi,
dan lain sebagainya, diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki
oleh investor institusi. Adapun rasio yang diperoleh dari indikator-indikator
yang diteliti dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
92
Tabel 4.2
Struktur Kepemilikan Perusahaan
NO
MANAJERIAL
KODE
INSTITUSIONAL
2005
2006
2007
2005
2006
2007
0,0014
0,0014
0,0013
0,7124
0,7124
0,7124
1
AKRA
2
ALMI
0,0176
0,0165
0,0165
0,8093
0,8092
0,8093
3
ASII
0,0004
0,0002
0,0002
0,5011
0,5011
0,5011
4
BLTA
0,0006
0,0006
0,0006
0,4536
0,4535
0,4924
5
CENT
0,0054
0,0054
0,0054
0,7767
0,7767
0,7767
6
CMNP
0,0513
0,0513
0,0513
0,3058
0,3022
0,2725
7
CTBN
0,0064
0,0065
0,0065
0,6354
0,5817
0,7529
8
EKAD
0,0638
0,0588
0,0501
0,7326
0,7437
0,7437
9
GGRM
0,0206
0,0206
0,0206
0,7212
0,7212
0,7212
10
GJTL
0,0008
0,0008
0,0008
0,6459
0,6157
0,6500
11
HEXA
0,0508
0,0001
0,0001
0,7621
0,7621
0,7621
12
IKBI
0,0009
0,0009
0,0009
0,9306
0,9306
0,9306
13
INDF
0,0005
0,0005
0,0005
0,5153
0,5153
0,5153
14
ISAT
0,0002
0,0003
0,0001
0,5504
0,5425
0,5425
15
JRPT
0,0001
0,0001
0,0001
0,7589
0,7595
0,7595
16
LION
0,0018
0,0018
0,0018
0,5770
0,5770
0,5770
17
LMSH
0,2561
0,2558
0,2558
0,3762
0,3220
0,3220
18
LTLS
0,0364
0,0364
0,0364
0,6303
0,6303
0,6303
19
MICE
0,0001
0,0001
0,0001
0,8333
0,6686
0,7387
20
MLPL
0,0001
0,0001
0,0001
0,5115
0,4935
0,5115
21
MTDL
0,0041
0,0170
0,0171
0,1307
0,1307
0,1293
22
PGAS
0,0062
0,0016
0,0008
0,6149
0,5525
0,5522
23
PNSE
0,1283
0,1283
0,1283
0,5970
0,7894
0,8073
24
POOL
0,0001
0,0001
0,0001
0,9175
0,9174
0,9174
25
PTRO
0,0019
0,0019
0,0004
0,7936
0,7790
0,7790
26
PUDP
0,2688
0,2688
0,2613
0,4454
0,5851
0,5926
27
RALS
0,0370
0,0368
0,0368
0,6236
0,5755
0,5755
28
RUIS
0,0340
0,0265
0,0265
0,9660
0,8448
0,8448
29
SOBI
0,0005
0,0005
0,0004
0,6462
0,6462
0,6991
30
TBLA
0,0010
0,0010
0,0010
0,7640
0,5957
0,5735
0,0332
0,0314
0,0307
0,6413
0,6278
0,6397
Rata-rata
Sumber: Laporan keuangan tahunan tiap perusahaan di BEI
93
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar
perusahaan dari tahun ke tahun memiliki nilai struktur kepemilikan saham
institusional yang lebih tinggi dibandingkan nilai struktur kepemilikan
manajerial. Selain itu, nilai kepemilikan saham manajerial tiap perusahaan
dari tahun ke tahunnya tidak mengalami perubahan yang besar bahkan banyak
perusahaan yang memiliki angka persentase yang sama untuk kepemilikan
manajerialnya selama periode tiga tahun seperti diperlihatkan oleh PT. Berlian
Laju Tanker, PT. Centrin Online, PT. Gajah Tunggal, dan lain sebagainya.
Rata-rata struktur saham manajerial pada tabel diatas menunjukkan
jumlah yang relatif kecil, yaitu sekitar 0.0332 (3.32%) pada tahun 2005,
0.0314 (3.14%) pada tahun 2006, dan 0.0307 (3.07%) pada tahun 2007. Dapat
terlihat bahwa rata-rata struktur kepemilikan tertinggi berada pada tahun 2005,
dimana struktur kepemilikan manajerial tertinggi dimiliki oleh PT. Pudjiadi
Prestige Limited, yaitu sebesar 0.2688 (26.88%) yang diikuti oleh PT.
Lionmesh Prima dan PT. Pudjiadi & Sons Estate masing-masing sebesar
0.2561 (25.61%) dan 0.1283 (12.83%). PT. Pudjiadi Prestige Limited juga
merupakan perusahaan yang memiliki saham manajerial terbesar pada tahun
2006 dan 2007, yaitu sebesar 0.2688 (26.88%) pada tahun 2006 dan 0.2613
(26.13%) pada tahun 2007.
Struktur kepemilikan saham manajerial terendah pada tahun 2005 yaitu
sebesar 0.0001 (0.01%) dimiliki oleh PT. Multi Indocitra, PT. Pool Advista,
PT. Jaya Real, dan PT. Multipolar. Begitupun pada tahun 2006 kepemilikan
saham manajerial terendah masih dimiliki oleh keempat perusahaan tersebut
94
dan PT. Hexindo Adiperkasa dimana persentase kepemilikan saham terendah
adalah sama sebesar 0.0001 (0.01%). Pada tahun 2007 perusahaan yang
memiliki kepemilikan saham manajerial terendah dengan nilai 0.0001 (0.01%)
menjadi enam perusahaan yaitu PT. Multi Indocitra, PT. Pool Advista, PT.
Jaya Real, PT. Multipolar, PT. Hexindo Adiperkasa, dan PT Indosat Tbk.
Struktur kepemilikan institusional memiliki jumlah rata-rata yang
sangat dominan jika dibandingkan dengan kepemilikan manajerial, yaitu
sebesar 0.6413 (64.13%) pada tahun 2005, 0.6278 (62.78%) pada tahun 2006,
dan 0.6397 (63.97%) pada tahun 2007. Pada tahun 2007 kepemilikan institusi
memiliki nilai rata-rata terbesar dibandingkan tahun 2005 dan 2006.
Kepemilikan saham institusional terbesar pada tahun 2005 dimiliki
oleh PT. Radiant Utama Interinsco, yaitu sebesar 0.9660 (96.60%) diikuti oleh
PT. Sumi Indo Kabel dan PT. Pool Advista Indonesia, yaitu masing-masing
sebesar 0.9306 (93.06%) dan 0.9175 (91.75%). Sedangkan pada tahun 2006
dan 2007 kepemilikan saham institusional terbesar dimiliki oleh PT. Pool
Advista Indonesia dengan nilai 0.9174 (91.74%). Kepemilikan saham
institusional terendah pada tahun 2005 dimiliki oleh PT. Metrodata
Electronics, yaitu sebesar 0.1307 (13.07%) diikuti oleh PT. Lionmesh Prima
sebesar 0.3762 (37.62%), dan PT. Pudjiadi Prestige Limited sebesar 0.4454
(44.54%). Pada tahun 2006 dan 2007 kepemilikan saham institusional
terendah dimiliki oleh PT. Metrodata Electronics, yaitu sebesar 0.1307
(13.07%) pada tahun 2006 dan 0.1293 (12.93%) pada tahun 2007.
95
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2005 –
2007 memiliki jumlah kepemilikan saham manajerial yang rendah (kurang
dari 5%). Hal ini menunjukkan bahwa dengan kepemilikan saham manajerial
yang rendah, maka kekuasaan manajemen dalam perusahaan juga rendah.
Sedangkan kepemilikan saham institusional menunjukkan jumlah persentase
yang besar dibandingkan kepemilikan manajerial. Hal ini akan menimbulkan
pengawasan dan kontrol yang kuat terhadap perilaku opportunistic manajer
sehingga pemanfaatan aktiva perusahaan akan semakin efektif dan efisien.
b. Keputusan Investasi
Keputusan investasi (Y1) dalam penelitian ini diproksikan dengan
Investment Opportunity Set (IOS). Sejalan dengan pernyataan Gaver & Gaver
(1993) dalam Jogianto & Tettet (2002) mengenai belum adanya kesepakatan
dalam literatur akuntansi dan keuangan mengenai proksi yang tepat untuk
mewakili IOS, maka peneliti menggunakan proksi IOS yang sering digunakan
oleh para peneliti terdahulu, yaitu rasio PPE/BVA, rasio MVE/BVE, dan rasio
MVA/BVA.
Rasio PPE/BVA (X3) menunjukkan adanya investasi aktiva tetap yang
produktif. Rasio ini diukur dari perbandingan besarnya nilai buku aktiva tetap
perusahaan pada periode t dengan nilai buku total aktiva perusahaan pada
periode t. Rasio MVE/BVE (X4) mencerminkan bahwa pasar menilai return
dari investasi perusahaan di masa yang akan datang dari return yang
96
diharapkan dari ekuitasnya. Rasio ini dihitung dari perkalian antara jumlah
saham yang beredar dengan closing price dibagi dengan total ekuitas
perusahaan periode t. Rasio MVA/BVA (X5) menunjukkan bahwa prospek
pertumbuhan perusahaan terefleksi dalam harga sahamnya. Rasio ini diukur
dari selisih antara total aktiva dengan total ekuitas ditambah dengan perkalian
antara jumlah saham yang beredar dengan closing price kemudian hasilnya
dibagi dengan total aktiva. Adapun rasio-rasio yang diteliti dapat dilihat pada
tabel 4.3 berikut:
97
Tabel 4.3
Rasio PPE/BVA, MVE/BVE, dan MVA/BVA
NO
PPE/BVA
KODE
MVE/BVE
MVA/BVA
2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
2006
2007
0,4059
0,4218
0,2297
0,9500
1,6400
3,3700
0,9743
1,2782
1,8657
1
AKRA
2
ALMI
0,3765
0,2314
0,2126
0,2700
0,5800
0,6600
0,6514
0,8466
0,8876
3
ASII
0,2447
0,2249
0,2224
2,0200
2,8400
4,1000
1,4442
1,7109
2,3155
4
BLTA
0,6495
0,7018
0,7584
2,1500
2,3100
3,3200
1,2927
1,5000
1,3728
5
CENT
0,3043
0,2219
0,1733
0,6600
0,7500
2,4800
0,6871
0,7680
2,4074
6
CMNP
0,8644
0,8749
0,8949
1,2900
2,5700
3,2300
1,2080
2,0252
2,1171
7
CTBN
0,1822
0,1641
0,2607
1,0900
1,8400
2,8300
1,0533
1,3934
1,9687
8
EKAD
0,1587
0,1635
0,1483
1,3900
1,5500
1,1300
1,2823
1,4229
1,0932
9
GGRM
0,3305
0,3148
0,2679
1,7100
1,4900
1,1600
1,4205
1,2976
1,0934
10
GJTL
0,4250
0,4378
0,3867
0,8700
0,8600
0,7200
0,9658
0,9591
0,9198
11
HEXA
0,1871
0,2930
0,2162
2,3400
2,1900
1,6300
1,4316
1,3409
1,1740
12
IKBI
0,3098
0,2475
0,2177
0,3900
0,6700
0,8000
0,6228
0,7927
0,8504
13
INDF
0,4086
0,3974
0,2736
1,9900
2,5300
3,4100
1,2899
1,4743
1,5822
14
ISAT
0,6577
0,7280
0,6748
2,0800
2,4100
2,8800
1,4700
1,6275
1,6776
15
JRPT
0,0782
0,0678
0,0614
1,0500
2,7000
3,7100
1,0374
2,0594
2,6106
16
LION
0,1056
0,0880
0,0794
0,7700
0,7600
0,6400
0,8164
0,8117
0,7194
17
LMSH
0,2552
0,2570
0,1596
0,8600
0,6900
0,6900
0,9297
0,8356
0,8570
18
LTLS
0,2955
0,2724
0,3001
0,7500
0,6200
0,5800
0,9243
0,8958
0,8815
19
MICE
0,1238
0,1180
0,1037
2,7600
3,3400
2,4100
2,2005
2,8175
2,1124
20
MLPL
0,3494
0,2877
0,1859
0,5100
0,3500
0,4000
0,8841
0,8817
0,8918
21
MTDL
0,0536
0,0424
0,0387
0,5700
0,6200
1,3200
0,8347
0,8642
1,0787
22
PGAS
0,5653
0,8618
0,8082
7,3700
9,4400
11,0500
3,1277
4,1132
4,1147
23
PNSE
0,7105
0,6496
0,6379
1,6100
1,3500
1,6300
1,1886
1,1173
1,2133
24
POOL
0,0236
0,0334
0,0292
0,2700
0,2400
0,2300
0,3171
0,2795
0,2737
25
PTRO
0,3088
0,3640
0,3760
1,1000
0,9200
0,8100
1,0610
0,9508
0,9046
26
PUDP
0,2845
0,3446
0,3524
0,2500
0,2800
0,4400
0,5525
0,4478
0,5536
27
RALS
0,2371
0,2387
0,2346
3,2300
3,1600
2,7900
2,6821
2,6615
2,3198
28
RUIS
0,1969
0,1313
0,1010
3,2200
2,5600
1,9200
1,9599
1,7118
1,4032
29
SOBI
0,3746
0,3751
0,3028
0,6000
0,9100
2,5500
0,7731
0,9477
1,8115
30
TBLA
0,3759
0,3720
0,3359
0,6300
1,1500
2,8100
0,8699
1,0612
1,6869
0,3281
0,3309
0,3015
1,4917
1,7773
2,1900
1,1984
1,3631
1,4919
Rata-rata
Sumber: Data diolah
98
Tabel 4.3 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata rasio PPE/BVA
terbesar terdapat pada tahun 2006, yaitu sebesar 0.3309 (33.09%) lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata tahun 2005 dan 2007, yaitu masing-masing
sebesar 0.3281 (32.81%) dan 0.3015 (30.15%). Perusahaan yang memiliki
rasio terbesar pada tahun 2005 adalah PT. Citra Marga Nushapala Persada,
yaitu sebesar 0.8644 (86.44%) diikuti oleh PT. Pudjiadi & Sons Estate sebesar
0.7105 (71.05%) dan PT. Indosat sebesar 0.6577 (65.77%). Sedangkan
perusahaan yang memiliki rasio terendah adalah PT. Pool Advista Indonesia,
yaitu sebesar 0.0236 (2.36%). Pada tahun 2006 dan 2007 rasio PPE/BVA
tertinggi masih dimiliki oleh PT. Citra Marga Nushapala Persada dengan nilai
0.8749 (87.49%) dan 0.8949 (89.49%). Sedangkan rasio terendah pada tahun
2006 dan 2007 dimiliki oleh PT. Pool Advista Indonesia, yaitu sebesar 0.0334
(3.34%) pada tahun 2006 dan 0.0292 (2.92%) pada tahun 2007.
Rasio PPE/BVA yang besar (komposisi aktiva tetap) pada struktur
aktiva
perusahaan dapat menunjukkan adanya
potensi pertumbuhan
perusahaan di masa yang akan datang. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa hampir keseluruhan perusahaan berpotensi untuk tumbuh di masa yang
akan datang karena rata-rata nilai rasio PPE/BVA adalah positif dan diatas
30% yang mengindikasikan adanya investasi aktiva tetap produktif yang telah
dilakukan oleh perusahaan sehingga perusahaan berpotensi untuk tumbuh
(Gaver & Gaver, 1993 dalam Hartini P., 2005).
99
Selanjutnya pada tabel 4.3 dapat dilihat pula rasio MVE/ BVE yang
menggambarkan nilai return pasar di masa yang akan datang lebih besar dari
nilai ekuitasnya. Rata-rata MVE/BVE pada tahun 2005 menunjukkan nilai
1.4917, sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 rata-rata MVE/BVE mengalami
peningkatan menjadi sebesar 1.7773 pada tahun 2006 dan 2.1900 pada tahun
2007. PT. Perusahaan Gas Negara memiliki nilai MVE/BVE tertinggi selama
tiga tahun berturut-turut dari 2005 sampai 2007, yaitu sebesar 7.3700, 9.4400,
dan 11.0500. Perusahaan yang memiliki nilai MVE/BVE terendah pada tahun
2005 adalah PT. Pudjiadi Prestige Limited yaitu sebesar 0.2500. Sedangkan
pada tahun 2006 dan 2007 nilai MVE/BVE terendah dimiliki oleh PT. Pool
Advista Indonesia yaitu sebesar 0.2400 dan 0.2300.
Rasio MVA/BVA juga digunakan sebagai indikator dalam penelitian
ini yang nilainya dapat dilihat pada tabel 4.3 diatas. Rata-rata MVA/BVA
tahun 2005 menunjukkan nilai sebesar 1.1984, sedangkan rata-rata
MVA/BVA pada tahun 2006 dan 2007 mengalami peningkatan menjadi
sebesar 1.3631 pada tahun 2006 dan 1.4919 pada tahun 2007.
Nilai rasio MVA/BVA tertinggi pada tahun 2005 sampai 2007 dimiliki
oleh PT. Perusahaan Gas Negara dengan nilai 3.1277, 4.1132, dan 4.1147.
sedangkan PT. Pool Advista Indonesia memiliki nilai MVA/BVA terendah
selama tiga tahun berturut-turut dari 2005 sampai 2007.
Rasio MVE/BVE dan MVA/BVA yang tinggi menggambarkan nilai
return investasi di masa yang akan datang akan lebih besar dari return yang
diharapkan dari ekuitasnya. Selain itu, perusahaan tersebut berpotensi untuk
100
tumbuh dan berinvestasi di masa yang akan datang karena kedua rasio tersebut
menggambarkan bahwa perusahaan telah berjalan baik dengan staf
manajemen yang kuat dan sebuah organisasi yang berfungsi secara efisien.
(Hartono, 1998 dalam Tettet F. dan Jogiyanto, 2002:37).
c. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan (Y2) dapat diukur melalui beberapa indikator,
diantaranya adalah Book Debt to Equity Ratio (BDE), Book Debt to Asset
Ratio (BDA), dan Long Term Debt Equity Ratio (LDE). Adapun rasio-rasio
yang diperoleh dari indikator tersebut dapat ditunjukkan pada tabel 4.4
berikut:
101
Tabel 4.4
Rasio BDE, BDA, dan LDE
NO
BDE
KODE
BDA
LDE
2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
2006
2007
0,8602
1,0871
1,5653
0,4233
0,4752
0,5718
0,0570
0,1522
0,3232
1
AKRA
2
ALMI
1,0978
1,7374
2,0691
0,5233
0,6347
0,6742
0,0986
0,0493
0,0631
3
ASII
1,1141
1,5889
1,3558
0,4843
0,6137
0,5755
0,3991
0,5107
0,3771
4
BLTA
2,9378
1,6207
5,2338
0,7460
0,6184
0,8396
2,2529
1,2099
3,6658
5
CENT
0,0826
0,0642
0,0499
0,0763
0,0603
0,0475
0,0338
0,0248
0,0220
6
CMNP
0,4007
0,5006
0,9518
0,2835
0,3266
0,4761
0,3150
0,3477
0,8317
7
CTBN
0,6990
1,1280
0,8699
0,4100
0,5285
0,4593
0,0431
0,0107
0,0108
8
EKAD
0,3715
0,2887
0,3950
0,2709
0,2239
0,2830
0,0587
0,0404
0,0471
9
GGRM
0,6866
0,6518
0,6947
0,4068
0,3946
0,4099
0,0391
0,0535
0,0614
10
GJTL
2,6846
2,4076
2,5437
0,7286
0,7065
0,7178
2,1472
1,8235
1,8899
11
HEXA
2,1022
2,4846
2,6341
0,6776
0,7130
0,7248
0,2601
0,4604
0,3046
12
IKBI
0,6201
0,5813
0,3392
0,3827
0,3676
0,2533
0,0162
0,0176
0,0180
13
INDF
2,3309
2,2312
3,1433
0,6792
0,6905
0,7586
1,3067
0,8437
0,8278
14
ISAT
1,2781
1,2384
1,7457
0,5580
0,5500
0,6283
0,8987
0,0008
1,0306
15
JRPT
0,4156
0,5504
0,6318
0,2827
0,3436
0,3762
0,4156
0,5504
0,6318
16
LION
0,2285
0,2532
0,2723
0,1860
0,2020
0,2140
0,0695
0,0814
0,0723
17
LMSH
0,9877
0,8558
1,1555
0,4969
0,4612
0,5361
0,1699
0,1246
0,2073
18
LTLS
2,1005
2,4341
2,4228
0,6479
0,6736
0,6765
0,5466
0,5572
0,1359
19
MICE
0,3555
0,2884
0,2642
0,2431
0,2238
0,2090
0,0418
0,0310
0,0284
20
MLPL
2,3926
4,4769
4,5888
0,5622
0,8174
0,8211
1,1952
1,8018
2,2249
21
MTDL
1,4155
1,8243
3,0884
0,5395
0,6459
0,7554
0,1607
0,1516
0,1135
22
PGAS
1,7995
1,7105
2,2258
0,6008
0,6311
0,6900
1,4629
1,3442
1,5876
23
PNSE
1,9523
1,8075
1,7221
0,6072
0,5999
0,5832
1,3707
1,2589
0,3939
24
POOL
0,0630
0,0551
0,0653
0,0593
0,0522
0,0612
0,0081
0,0080
0,0104
25
PTRO
0,5942
0,6026
0,9452
0,3727
0,3760
0,4859
0,1792
0,1611
0,2535
26
PUDP
0,6683
0,3058
0,2510
0,4001
0,2337
0,2003
0,0087
0,0099
0,0095
27
RALS
0,3264
0,2993
0,3545
0,2461
0,2304
0,2617
0,0684
0,0552
0,0506
28
RUIS
1,3100
1,1963
1,2906
0,5671
0,5447
0,5634
8,7994
0,0983
0,6164
29
SOBI
0,6665
0,7217
0,8264
0,3805
0,4018
0,4329
0,0429
0,1278
0,1334
30
TBLA
1,8327
1,3690
1,6238
0,6464
0,5775
0,6179
1,1773
0,8506
1,0441
1,1458
1,2121
1,5107
0,4496
0,4639
0,4968
0,7881
0,4252
0,5662
Rata-rata
Sumber: Data diolah
102
Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa rata-rata BDE pada tahun 2005
sebesar 1.1458 lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata BDE pada tahun
2006 sebesar 1.2121 dan tahun 2007 sebesar 1.5107. BDE tertinggi pada tahun
2005 dan 2007 dimiliki oleh PT. Berlian Laju Tanker, yaitu sebesar 2.9378
dan 5.2338. Sedangkan pada tahun 2006 BDE tertinggi dimiliki oleh PT.
Multipolar, yaitu sebesar 4.4769. Perusahaan yang memiliki nilai BDE
terendah pada tahun 2005 dan 2006 adalah PT. Pool Advista Indonesia, yaitu
sebesar 0.0630 dan 0.0551. Sedangkan pada tahun 2007 nilai BDE terendah
dimiliki oleh PT. Centrin Online, yaitu sebesar 0.0499.
Rata-rata Book Debt to Asset Ratio (BDA) pada tahun 2005 sebesar
0.4496 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 0.4639 dan
tahun 2007 sebesar 0.4968. Perusahaan yang memiliki BDA tertinggi pada
tahun 2005 adalah PT. Berlian Laju Tanker, yaitu sebesar 0.7460. Sedangkan
pada tahun 2006 dan 2007 nilai BDA tertinggi dimiliki oleh PT. Multipolar,
yaitu sebesar 0.8174 pada tahun 2006 dan 0.8211 pada tahun 2007. PT. Pool
Advista Indonesia memiliki nilai BDA terendah pada tahun 2005 dan 2006,
yaitu sebesar 0.0593 pada tahun 2005 dan sebesar 0.0522 pada tahun 2006.
Sedangkan pada tahun 2007 Nilai BDA terendah dimiliki oleh PT. Centrin
Online, yaitu sebesar 0.0475.
Long Term Debt Equity Ratio (LDE) tertinggi yaitu pada tahun 2005
dengan nilai rata-rata sebesar 0.7881. Sedangkan pada tahun 2006 nilai ratarata LDE sebesar 0.4252 dan sebesar 0.5662 pada tahun 2007. Perusahaan
dengan LDE tertinggi pada tahun 2005 adalah PT. Radiant Utama Interinsco
103
dengan nilai sebesar 8.7994. Pada tahun 2006 dan 2007 nilai LDE tertinggi
dimiliki oleh PT. Gajah Tunggal dan PT. Berlian Laju Tanker dengan nilai
masing-masing sebesar 1.8235 dan 3.6658. Sedangkan perusahaan dengan
nilai LDE terendah pada tahun 2005 dan tahun 2006 adalah PT. Pool Advista
Indonesia, yaitu sebesar 0.0081 pada tahun 2005 dan 0.0080 pada tahun 2006.
PT. Pudjiadi Prestige Limited adalah perusahaan dengan nilai LDE terendah
pada tahun 2007, yaitu sebesar 0.0095.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2005 sampai tahun
2007 menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan lebih banyak equity
daripada assets dalam membiayai hutangnya. Semakin besar proporsi hutang
relatif terhadap ekuitas maka semakin besar pula resiko perusahaan yaitu tak
tertagihnya hutang.
d.
Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen (Y3) adalah keputusan keuangan perusahaan yang
berkaitan dengan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan
kepada para pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk
laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang (Brigham,
2001 dalam Hartini P., 2002:217). Kebijakan dividen dapat diukur dengan
menggunakan rasio dividen payout ratio (X9), yaitu dengan mengukur
besarnya pembayaran dividen dari laba per lembar saham, dan mengukur
besarnya laba ditahan untuk menambah modal sendiri. Sedangkan dividen
104
yield ratio (X10) yaitu mengukur besarnya pembayaran dividen dari harga
penutupan saham per lembar. Adapun rasio-rasio yang diperoleh dari
indikator-indikator yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Rasio DPR dan DYR
NO
DPR
KODE
2005
DYR
2006
2007
2005
2006
2007
0,2094
1,4616
1,0607
0,0270
0,0220
0,0471
1
AKRA
2
ALMI
0,0825
0,1295
1,3106
0,0299
0,0407
0,1421
3
ASII
0,2003
0,3708
0,1801
0,0265
0,0217
0,0106
4
BLTA
0,0943
0,0660
0,2010
0,0144
0,0115
0,0151
5
CENT
0,1200
0,2500
0,2500
0,0080
0,0273
0,0173
6
CMNP
0,2469
0,2057
0,2985
0,0130
0,0076
0,0082
7
CTBN
0,2677
0,2446
0,6547
0,0289
0,0379
0,0600
8
EKAD
0,4312
1,2124
0,3963
0,0294
0,0781
0,0244
9
GGRM
0,5092
0,9542
0,3333
0,0429
0,0490
0,0294
10
GJTL
0,0459
0,1351
0,1724
0,0089
0,0086
0,0102
11
HEXA
1,8534
0,9787
0,2881
0,2240
0,0511
0,0230
12
IKBI
0,0897
0,1469
0,1383
0,0163
0,0256
0,0304
13
INDF
1,1667
0,0641
0,2696
0,0192
0,0037
0,0120
14
ISAT
0,4991
0,5723
0,3453
0,0278
0,0221
0,0150
15
JRPT
0,1818
1,1442
0,2247
0,0132
0,0340
0,0059
16
LION
0,2732
0,2519
0,2058
0,0500
0,0455
0,0476
17
LMSH
0,0935
0,1439
0,0485
0,0211
0,0235
0,0143
18
LTLS
0,2537
0,4474
0,0870
0,0354
0,0420
0,0182
19
MICE
0,0148
0,1568
0,2999
0,0076
0,0102
0,0190
20
MLPL
0,2666
0,0933
0,1081
0,0350
0,0091
0,0098
21
MTDL
0,2230
0,2432
0,2141
0,0257
0,0313
0,0163
22
PGAS
0,2662
0,2498
0,6025
0,0074
0,0090
0,0136
23
PNSE
0,5789
0,1449
0,3723
0,0155
0,0143
0,0389
24
POOL
1,2990
0,1491
0,4286
0,2172
0,0828
0,2069
25
PTRO
0,1227
0,2351
0,4081
0,0143
0,0223
0,0474
26
PUDP
0,4209
0,4854
0,0206
0,0286
0,0026
0,0016
27
RALS
0,6967
0,4955
0,4236
0,0370
0,0253
0,0259
28
RUIS
0,3380
0,1982
0,1713
0,0178
0,0160
0,0178
29
SOBI
0,2020
1,9436
0,5733
0,0351
0,0333
0,0480
30
TBLA
0,7792
0,0411
0,1628
0,0150
0,0033
0,0061
0,3942
0,4405
0,3417
0,0364
0,0270
0,0327
Rata-rata
Sumber: Data diolah
105
Tabel 4.5 tersebut menunjukkan bahwa Dividen Payout Ratio (DPR)
tertinggi terdapat pada tahun 2006 dengan rata-rata 0.4405. Sedangkan pada
tahun 2005 dan tahun 2007 rata-rata DPR adalah sebesar 0.3942 dan0.3417.
Perusahaan dengan nilai DPR tertinggi pada tahun 2005 adalah PT. Hexindo
Adi Perkasa, yaitu sebesar 1.8534. Pada tahun 2006 PT. Sorini Agro Asia
Corporindo merupakan perusahaan dengan nilai DPR tertinggi, yaitu sebesar
1.9436, dan PT. Alumindo Light Metal Industry pada tahun 2007, yaitu
sebesar 1.3106. Sedangkan perusahaan dengan nilai DPR terendah pada tahun
2005 adalah PT. Multi Indocitra, yaitu sebesar 0.0148. PT. Tunas Baru
Lampung adalah perusahaan dengan nilai DPR terendah pada tahun 2006,
yaitu sebesar 0.0411, dan PT. Pudjiadi Prestige Limited pada tahun 2007,
yaitu sebesar 0.0206.
Nilai rata-rata Dividen Yield Ratio (DYR) tertinggi adalah pada tahun
2005, yaitu sebesar 0.0364. Pada tahun 2006 nilai rata-rata DYR turun
menjadi 0.0270 dan pada tahun 2007 menjadi 0.0327. Perusahaan dengan nilai
DYR tertinggi pada tahun 2005 adalah PT. Hexindo Adiperkasa, yaitu sebesar
0.2240 dan PT. Pool Advista Indonesia merupakan perusahaan dengan nilai
DYR tertinggi pada tahun 2006 dan 2007, yaitu sebesar 0.0828 pada tahun
2006 dan 0.2069 pada tahun 2007. Sedangkan PT. Perusahaan Gas Negara
menjadi perusahaan dengan nilai DYR terendah pada tahun 2005, yaitu
sebesar 0.0074. PT. Pudjiadi Prestige Limited merupakan perusahaan dengan
nilai DYR terendah pada tahun 2006 dan 2007 dengan nilai sebesar 0.0026
dan 0.0016.
106
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2005 sampai
tahun 2007 memiliki rata-rata Dividen Payout Ratio (DPR) yang cukup tinggi
(di atas 40%). Ini berarti bahwa hampir setengah dari keuntungan perusahaan
tiap tahunnya dialokasikan untuk pembagian dividen kepada para pemegang
sahamnya dan sisanya akan diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan
dalam bentuk laba ditahan untuk membiayai investasi di masa yang akan
datang.
Pembayaran dividen yang meningkat merupakan sinyal positif bagi
para investor akan prospek perusahaan yang baik sehingga secara tidak
langsung akan meningkatkan harga saham yang pada akhirnya akan
meningkatkan dividen yield. Namun peningkatan harga saham belum tentu
diikuti oleh peningkatan dividen oleh perusahaan karena perusahaan masih
memiliki kewajiban membiayai operasional maupun ekspansi perusahaan atau
untuk membayar hutang perusahaan.
e.
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat diukur dari beberapa indikator diantaranya
Price Book Value (PBV) dan Price Earning Ratio (PER). Adapun rasio-rasio
yang diperoleh dari indikator-indikator yang diteliti dapat dilihat pada tabel
4.6 berikut:
107
Tabel 4.6
Rasio PBV dan PER
NO
PBV
KODE
PER
2005
2006
2007
2005
2006
2007
0,4665
0,7153
1,2310
7,7487
66,3825
22,5196
1
AKRA
2
ALMI
0,1281
0,2120
0,2134
2,7622
3,1832
9,2224
3
ASII
0,8788
1,0972
1,7399
7,5668
17,1210
16,9565
4
BLTA
0,5467
0,8816
0,5332
6,5409
5,7426
13,3166
5
CENT
0,6106
0,7075
2,3597
15,0000
9,1667
14,4643
6
CMNP
0,9154
1,6776
1,6174
19,0077
27,1560
36,4842
7
CTBN
0,6398
0,8620
1,4966
9,2580
6,4492
10,9170
8
EKAD
1,0115
1,1982
0,8096
14,6615
15,5189
16,2483
9
GGRM
1,0130
0,9030
0,6835
11,8635
19,4656
11,3333
10
GJTL
0,2372
0,2525
0,2020
5,1376
15,6757
16,8966
11
HEXA
0,7540
0,6279
0,4492
8,2759
19,1489
12,5424
12
IKBI
0,2400
0,4251
0,5971
5,5128
5,7343
4,5455
13
INDF
0,5812
0,7838
0,8236
60,6667
17,3077
22,3913
14
ISAT
0,9067
1,0716
1,0375
17,9588
25,8720
23,0182
15
JRPT
0,7177
1,6836
2,2059
13,7435
33,6711
38,2022
16
LION
0,6304
0,6097
0,5054
5,4645
5,5416
4,3210
17
LMSH
0,4328
0,3744
0,3210
4,4393
6,1151
3,3926
18
LTLS
0,2327
0,1726
0,1607
7,1642
10,6579
4,7826
19
MICE
1,8842
2,5936
1,9035
1,9508
15,3653
15,7937
20
MLPL
0,1191
0,0643
0,0707
7,6092
10,2612
11,0270
21
MTDL
0,2158
0,2183
0,3233
8,6741
7,7821
13,1335
22
PGAS
2,4615
3,4821
3,4247
35,7513
27,7512
44,3642
23
PNSE
0,4996
0,4492
0,5520
37,3684
10,1449
9,5745
24
POOL
0,2578
0,2275
0,2120
5,9794
1,8012
2,0714
25
PTRO
0,6883
0,5748
0,4187
8,5890
10,5364
8,6152
26
PUDP
0,1511
0,2121
0,3514
14,7306
189,3204
13,1525
27
RALS
2,4361
2,4311
2,0580
18,8110
19,5946
16,3682
28
RUIS
1,3928
1,1671
0,8397
19,0114
12,3885
9,6360
29
SOBI
0,3439
0,5044
1,3353
5,7576
58,3090
11,9446
30
TBLA
Rata-rata
0,2226
0,4830
1,0674
51,9481
12,4805
26,8428
0,7205
0,8888
0,9848
14,6318
22,8548
15,4693
Sumber: Data diolah
108
Tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata PBV dari tahun 2004
sampai tahun 2007 terus meningkat, yaitu sebesar 0.7205 pada tahun 2005,
0.8888 pada tahun 2006, dan 0.9848 pada tahun 2007. PT. Perusahaan Gas
Negara merupakan perusahaan dengan nilai PBV tertinggi selama tiga tahun
berturut-turut sejak tahun 2005 sampai 2007, yaitu sebesar 2.4615 pada tahun
2005, 3.4821 pada tahun 2006, dan 3.4247 pada tahun 2007. Sedangkan PT.
Multipolar adalah perusahaan dengan nilai PBV terendah pada tahun 2005
sampai tahun 2007, yaitu sebesar 0.1191 pada tahun 2005, 0.0643 pada tahun
2006, dan 0.0707 pada tahun 2007.
Pada tabel tersebut dapat dilihat pula nilai PER dari setiap perusahaan.
Nilai rata-rata PER pada tahun 2005 adalah sebesar 14.6318, dan sebesar
22.8548 pada tahun 2006. Pada tahun 2007 rata-rata nilai PER adalah sebesar
15.4693. Perusahaan dengan nilai PER tertinggi pada tahun 2005 adalah PT.
Indofood Sukses Makmur, yaitu sebesar 60.6667. Pada tahun 2006 PT.
Pudjiadi Prestige Limited merupakan perusahaan dengan nilai PER tertinggi,
yaitu sebesar 189.3204 dan PT. Perusahaan Gas Negara pada tahun 2007
sebesar 44.3642. Sedangkan PT. Multi Indocitra merupakan perusahaan
dengan nilai PER terendah pada tahun 2005, yaitu sebesar 1.9508. Pada tahun
2006 dan 2007 perusahaan dengan nilai PER terendah adalah PT. Pool
Advista Indonesia dengan nilai sebesar 1.8012 pada tahun 2006dan 2.0714
pada tahun 2007.
109
Rasio Price Book Value (PBV) dan Price Earning Ratio (PER)
menggambarkan prospek pertumbuhan perusahaan di masa depan. Semakin
tinggi nilai PER maka semakin tinggi pula prospek perusahaan di masa depan,
karena PER dapat mempresentasikan aliran laba di masa depan. Semakin
tinggi nilai PBV juga menggambarkan semakin bagus prospek pertumbuhan
perusahaan di masa depan, karena PBV mengukur nilai yang diberikan pasar
keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah
perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999: 92) dalam Untung W. dan
Hartini (2006: 54).
C. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis
1. Pengujian Hipotesis
a. Uji t
Pengujian pertama yang dilakukan adalah uji t, yaitu untuk mengetahui
apakah terjadi trimming atau tidak antara indikator terhadap variabel latennya.
Hasil pengujian tersebut dapat ditunjukkan pada path diagram berikut:
110
0.
06
90
Keputusan
investasi
(Y1)
1.7272
0.7
00
1
X3
0.0420
X4
t= 1.2844
0.0681
X5
t= 1.2279
0.0449
X6
-0.0168
X7
t=81.0641
0.0012
X8
t= 10.2792
0.6444
X9
-1.0387
X10
t= 6.9508
0.0014
β1
β2
-0
32
11
68
00
0.
t= 1.1877
-0.0653
X2
t= -6.7872
Struktur
Kepemilikan
(X1)
γ2
β3
0.2007
83
X1
75
0.
0.0045
Keputusan
pendanaan
(Y2)
1.
05
48
γ1
β4
γ3
γ4
Kebijakan
Dividen
(Y3)
78
1.13
0.0
12
4
β6
Nilai
Perusahaan
(Y4)
4
45
0.5
12.68
21
X11
0.2392
X12
t= 3.6070
364.9713
Gambar 4.1
Path diagram di atas menunjukkan bahwa pada seluruh indikator
mempunyai nilai signifikan terhadap variabel latennya. Tetapi pada X3, X6,
X9, dan X11 tidak terdapat nilai t hitung, ini dikarenakan salah satu indikator
pengukuran dari variabel laten tidak ditetapkan nilai loadingnya menjadi 1
(Imam Ghozali dan Fuad, 2005). Akibatnya variabel laten secara default akan
distandarkan oleh LISREL sehingga indikator dari variabel laten endogen
tidak memiliki nilai standar error dan nilai t tidak dapat ditentukan. Agar hasil
yang diperoleh lebih bermakna, maka ditentukan unit pengukuran variabel
laten dalam hubungannya dengan variabel observed sehingga akan
111
memudahkan dalam membandingkan besarnya pengaruh antara variabel laten
pada persamaan strukturalnya (Imam Ghozali dan Fuad, 2005). Oleh karena
itu X3, X6, X9, dan X11 ditentukan nilainya sama dengan masing-masing
variabel endogennya. X3 sama dengan keputusan investasi, X6 sama dengan
keputusan pendanaan, X9 sama dengan kebijakan dividen, X11 sama dengan
nilai perusahaan. Indikator yang ditentukan sama dengan variabel latennya
disebut sebagai variabel reference, yaitu indikator yang paling representatif
(mewakili) variabel latennya. Begitu juga X2 yang nilainya ditentukan sama
dengan variabel latennya yaitu struktur kepemilikan. Ini dikarenakan t-hitung
pada X2 (-6.7872) lebih kecil dari t-tabel (-1.980), sehingga dapat dikatakan
sebagai indikator yang paling representatif terhadap variabel latennya, yaitu
struktur kepemilikan. Dari keterangan tersebut maka dapat diperoleh hasil
pengujian sebagai berikut:
112
Keputusan
investasi
(Y1)
1.
00
00
X3
X4
26.0742
10.5
258
0.04230
0.0511
t= 3.0044
X5
0.0464
t= 2.9926
β1
X6
0.0010
0.1932
X7
0.0006
28
75
0.
t= 76.8771
β3
t= 9.5410
0.0044
β2
X1
1.
00
00
39
51
.0
-0
t= -1.2838
0.0010
Struktur
Kepemilikan
(X1)
X2
γ2
Keputusan
pendanaan
(Y2)
1.
00
00
γ1
X8
β4
0.6070
γ3
γ4
Kebijakan
Dividen
(Y3)
0
1.000
0.0
589
X9
0.0010
X10
0.0010
t= 6.7072
β6
Nilai
Perusahaan
(Y4)
000
1.0
13.17
56
X11
0.0098
X12
409.5964
t= 4.4936
Gambar 4.2
b. Penilaian Model Fit
Penilaian model fit adalah bagian dari SEM. Evaluasi ini dilakukan
untuk mengetahui apakah output yang dihasilkan mempunyai nilai fit atau
tidak. Nilai fit dalam suatu model dapat dilihat dari beberapa indikator
goodness of fit index. Output yang dihasilkan dari penelitian awal
menunjukkan bahwa model adalah tidak bagus atau tidak fit. Ini dapat dilihat
dari tabel berikut:
113
Tabel 4.7
Pengujian Kesesuaian Model
Indikator Fit
Absolute Fit
Probabilitas
Normed chi-square
(X²/df)
RMSEA
P-value for test of
close fit
GFI
AGFI
Comparative Fit
NFI
NNFI or Tucker
Lewis Index (TLI)
CFI
RFI
Parsimonius Fit
PNFI
PGFI
Nilai yang
Direkomendasikan
Hasil
Model
Evaluasi Model
P > 0.05
<2
2 < X²/df < 5
< 0.10
< 0.05
< 0.01
0.00
Signifikan
7.6014
Tidak Fit
0.1883
Tidak Fit
> 0.05
0.0000
Tidak Fit
> 0.90
> 0.90
0.7276
0.5574
Tidak Fit
Tidak Fit
0.9
0.5274
Tidak Fit
0.9
0.9
0.9
0.3829
0.5512
0.3502
Tidak Fit
Tidak Fit
Tidak Fit
0-1
0-1
0.3836
0.4478
Kurang baik
Kurang baik
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan
model dinyatakan tidak fit. Ini dapat dilihat dari:
•
Nilai probabilitas yang jauh dari nilai kritis, dimana nilai kritisnya lebih
besar dari 0.05, sementara hasil modelnya adalah 0.00
•
Nilai RMSEA yang lebih besar dari 0.10 yaitu sebesar 0.1883, sedangkan
suatu model dikatakan fit jika nilai RMSEA kurang dari 0.10.
114
•
Nilai GFI dan AGFI yang kurang dari 0.90, dimana seharusnya model
yang fit memiliki nilai lebih besar dari 0.90.
•
Nilai NFI dan NNFI yang kurang dari 0.90, dimana seharusnya model
yang fit memiliki nilai lebih besar dari 0.90.
•
Nilai CFI dan RFI yang kurang dari 0.90, dimana seharusnya model yang
fit memiliki nilai lebih besar dari 0.90.
•
Nilai PNFI dan PGFI dikatakan tidak fit, karena hanya mempunyai nilai
0.3836 untuk PNFI dan 0.4478 untuk PGFI sedangkan nilai yang
dianjurkan 0-1 (lebih besar lebih baik).
Berdasarkan uraian di atas didapat kesimpulan bahwa model tidak fit.
Model yang tidak fit dapat menyebabkan penelitian ini menjadi tidak berarti,
karena salah satu tujuan dari analisis SEM adalah menentukan model yang
fit/baik dalam permodelan struktural maupun model measurement. Oleh
karena itu untuk model yang tidak fit diperlukan beberapa modifikasi indeks
untuk menjawab pertanyaan mengenai parameter mana yang ditambahkan
pada model sehingga menghasilkan model yang fit.
Modifikasi indeks menginformasikan penurunan nilai chi-square jika
parameter yang sebelumnya merupakan parameter yang ditentukan nilainya
sekarang menjadi parameter yang diestimasi dan model kemudian diestimasi
ulang. Modifikasi indeks yang paling besar menginformasikan parameter
mana yang harus dijadikan free dengan menambah hubungan langsung dan
atau menambah jumlah kovarians. Modifikasi dapat dilakukan apabila chi-
115
square menurun minimal 3.84 semakin besar semakin baik (Imam Ghozali dan
Fuad, 2005).
Modifikasi yang dianjurkan oleh LISREL dapat digambarkan pada
path diagram berikut:
Gambar 4.3
1. Mengkorelasikan dua indikator X12 (PER) dan X9 (DPR), karena dengan
Mengkorelasikan indikator tersebut maka akan menurunkan nilai chisquare sebesar 63.3 (lampiran II) dan menghasilkan kovarian baru yaitu
sebesar 5.38, korelasi tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
116
Tettet Fitrijanti & Jogiyanto (2002) yang menyatakan bahwa rasio
MVA/BVA, MVE/BVE, dan PER yang diuji dengan analisis sensitivitas-rasio
individual menunjukkan hubungan positif signifikan dengan Dividend Payout
Ratio (DPR). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang profitable
memiliki dorongan untuk membayar dividen lebih rendah guna membiayai
proyek-proyek investasinya.
2. Menambah path (hubungan) antara X10 dan Keputusan Investasi.
X10 (Dividend Yield Ratio) selain merupakan indikator dari kebijakan
dividen juga dapat menjadi indikator dari keputusan investasi, karena dengan
menambah hubungan dari indikator tersebut ke variabel laten keputusan
investasi maka akan menurunkan chi-square sebesar 15.9 (lampiran III).
Hubungan tersebut berdasarkan pada penelitian Smith & Watts (1992) dalam
MG. Kentris & Muh. Yusuf (2005:120) yang menyatakan bahwa peluang
investasi yang tinggi pada masa yang akan datang akan menyebabkan adanya
penahanan untuk pengeluaran dividen untuk membiayai investasi di masa
datang. Maka dapat dikatakan Dividen Yield Ratio (DYR) juga merupakan
indikator dari keputusan investasi.
3. Menambah path (hubungan) antara X8 dan Keputusan Investasi.
X8 (LDE) selain merupakan indikator dari keputusan pendanaan juga
dapat menjadi indikator dari keputusan investasi, karena dengan menambah
hubungan dari indikator tersebut ke variabel laten keputusan investasi maka
117
akan menurunkan nilai chi-square sebesar 10.1 (lampiran IV). Hubungan
tersebut berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Kaaro (2002b)
dalam Sri Hasnawati (2005) dimana keputusan investasi memiliki efek positif
terhadap keputusan pendanaan pada kondisi ketidakpastian yang rendah.
Penelitian Sri Hasnawati (2005) juga menemukan pengaruh positif antara
keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan.
4. Menambah path (hubungan) antara X12 dan Kebijakan Dividen.
X12 (PBV) selain merupakan indikator dari nilai perusahaan juga dapat
menjadi indikator dari kebijakan dividen, karena dengan menambah hubungan
dari indikator tersebut ke variabel laten kebijakan dividen maka akan
menurunkan nilai chi-square sebesar 11.3 (lampiran V). Hubungan tersebut
juga berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Imam Subekti (1996)
bahwa peningkatan payout ratio akan meningkatkan nilai sekuritas, karena
nilai buku relatif konstan, maka kenaikan payout ratio akan meningkatkan
PBV. Jadi hubungan antara payout ratio dan PBV berbanding lurus.
Berdasarkan beberapa modifikasi yang dilakukan dalam LISREL (Linear
Structural Relationship), maka dapat diperoleh output kesesuaian model sebagai
berikut:
118
Tabel 4.8
Pengujian Kesesuaian Model
Indikator Fit
Absolute Fit
Probabilitas
Normed chi-square
(X²/df)
RMSEA
P-value for test of
close fit
GFI
AGFI
Comparative Fit
NFI
NNFI or Tucker
Lewis Index (TLI)
CFI
RFI
Parsimonius Fit
PNFI
PGFI
Nilai yang
Direkomendasikan
Hasil
Model
Evaluasi Model
P > 0.05
<2
2 < X²/df < 5
< 0.10
< 0.05
< 0.01
0.0001
Signifikan
1.9849
Fit
0.0926
Fit
> 0.05
0.0269
Cukup fit
> 0.90
> 0.90
0.8730
0.7748
Cukup fit
Kurang fit
0.9
0.8869
Cukup fit
0.9
0.9079
Fit
0.9
0.9
0.9386
0.8303
Fit
Cukup fit
0-1
0-1
0.5913
0.4924
Cukup baik
Kurang baik
Sumber: data diolah
Output di atas menunjukkan bahwa hampir semua indikator fit
menunjukkan model cukup fit. Hal ini dapat ditunjukkan dari beberapa indikator
fit, diantaranya adalah:
•
Normed chi-square yang mempunyai nilai sebesar 1.9849, karena nilai
tersebut mendekati nilai yang direkomendasikan ≤ 2 maka dapat dikatakan
model tersebut fit. Carmines dan Melver (1981) dalam Imam Ghozali (2005)
119
menganjurkan nilai normed chi-square sebesar 2 sedangkan nilai yang
dihasilkan model di atas kurang dari 2 sehingga dapat dikatakan model sangat
fit.
•
RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) yang menunjukkan
model yang fit, karena RMSEA model di atas memiliki nilai 0.0926 yang
lebih kecil dari 0.10.
•
P-value for test of close fit menunjukkan nilai 0.0269 sedangkan nilai yang
direkomendasikan adalah > 0.05 sehingga dapat dikatakan nilai p-value for
test of close fit model di atas mendekati fit.
•
GFI (Goodness of Fit Index) yang mempunyai nilai sebesar 0.8730 adalah
lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu > 0.90, namun dapat
dikatakan model cukup fit.
•
AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) yang mempunyai nilai sebesar 0.7748
lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu > 0.90, sehingga dapat
dikatakan model kurang fit.
•
NFI (Normed Fit Index) yang mempunyai nilai 0.8869 lebih kecil dari nilai
yang direkomendasikan yaitu > 0.90, namun dapat dikatakan model tersebut
cukup fit.
•
NNFI atau Tucker Lewis Index (TLI) menunjukkan model di atas adalah fit,
karena nilai NNFI sebesar 0.9079 sesuai dengan rekomendasi nilai NNFI yaitu
> 0.90.
120
•
CFI (Comparative Fit Index) yang mempunyai nilai sebesar 0.9386 sesuai
dengan rekomendasi nilai CFI yaitu > 0.90 sehingga dapat dikatakan model
tersebut fit.
•
RFI (Relative Fit Index) yang mempunyai nilai sebesar 0.8303 dapat
dikatakan cukup fit, karena nilai RFI tersebut sedikit lebih kecil dari nilai
rekomendasi RFI yaitu > 0.90.
•
PNFI (Parsimony Normed Fit Index) menunjukkan model cukup baik, karena
nilai PNFI sebesar 0.5913. Sedangkan nilai PGFI (Parsimony Goodness Fit)
mempunyai nilai 0.4924, sehingga dapat dikatakan model kurang fit namun
kedua nilai tersebut masih dalam interval rekomendasi, yaitu 0-1 (lebih besar
lebih baik).
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan dari uji kesesuaian fit
bahwa secara keseluruhan model dikatakan cukup fit karena masih ada
keterbatasan pada beberapa indikator fit yang menunjukkan nilai yang kurang
dari nilai yang direkomendasikan.
c. Evaluasi Model Pengukuran
Setelah melakukan pengujian model fit dan menunjukkan bahwa
model cukup fit secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya yaitu evaluasi
model pengukuran yang berfokus pada hubungan-hubungan antara variabel
laten dan indikatornya (variabel manifest). Tujuan dalam mengevaluasi model
pengukuran ini adalah untuk menentukan kemampuan suatu indikator dalam
mengukur variabel latennya dan untuk mengetahui seberapa besar proporsi
121
varians yang dijelaskan oleh variabel latennya (sedangkan sisanya dijelaskan
oleh measurement error). Evaluasi model pengukuran dapat ditunjukkan pada
path diagram berikut:
X3
X4
67
.98
25
10.488
7
0
4.
Keputusan
investasi
(Y1)
0.0430
0.0499
t= 3.0165
X5
0.0465
t= 3.0045
2
34
X8
β1
X10
γ1
0.0044
-0
51
.0
t= -1.2852
1.0
00
0
4
0.0010
X2
Struktur
Kepemilikan
(X1)
0.0009
t= -2.4166
β2
X1
0.5372
t= 2.2526
γ2
Keputusan
pendanaan
(Y2)
1.0000
0.1
93
2
X6
X7
0.0010
0.0006
t= 76.8447
β3
β4
X8
0.5372
t= 9.3308
γ3
β5
γ4
Kebijakan
Dividen
(Y3)
1.0000
0.0
61
0
X9
0.0010
X10
0.0009
t= 7.6428
β6
X11
t= 2.7145
Nilai
Perusahaan
(Y4)
1.0000
16
.52
58
0.0010
8.1764
(t= 5.2408)
X11
0.0010
X12
276.0133
t= 3.9333
Gambar 4.4
Berdasarkan path diagram di atas dapat menunjukkan hubungan
indikator terhadap variabel latennya yaitu sebagai berikut:
•
X1 (Kepemilikan Manajerial) terhadap Struktur Kepemilikan.
Kepemilikan manajerial memiliki koefisien unstandardized estimate
(pengaruh) negatif dan tidak signifikan terhadap struktur kepemilikan. Hal ini
dapat ditunjukkan dari koefisien pengaruh, yaitu sebesar -0.0514 dan nilai t-
122
hitung yang sebesar -1.2852 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1.980.
•
X2 (Kepemilikan Institusional) terhadap Struktur Kepemilikan.
Kepemilikan
institusional
merupakan
indikator
dari
struktur
kepemilikan, dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya.
Sehingga variabel ini merupakan variabel yang signifikan dengan koefisien
unstandardized
estimate (pengaruh) sebesar
1.000 terhadap
struktur
kepemilikan.
•
X3 ( Rasio PPE) terhadap Keputusan Investasi.
Rasio PPE merupakan indikator dari keputusan investasi, dimana
indikator ini paling mewakili variabel latennya. Sehingga variabel ini
merupakan variabel yang signifikan dengan koefisien unstandardized estimate
(pengaruh) sebesar 1.000 terhadap keputusan investasi.
•
X4 (Rasio MVE/BVE) terhadap Keputusan Investasi.
Rasio MVE/BVE mempunyai koefisien unstandardized estimate
(pengaruh) positif dan signifikan terhadap keputusan investasi. Hal ini dapat
ditunjukkan dari koefisien pengaruh, yaitu sebesar 25.9867 dan nilai t-hitung
sebesar 3.0165 lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1.980.
•
X5 (Rasio MVA/BVA) terhadap Keputusan Investasi.
Rasio MVA/BVA mempunyai koefisien unstandardized estimate
(pengaruh) positif dan signifikan terhadap keputusan investasi. Hal ini
ditunjukkan dari koefisien pengaruh, yaitu sebesar 10.4887 dan nilai t-hitung
sebesar 3.0045 lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1.980.
123
•
X6 (Rasio BDE) terhadap Keputusan Pendanaan.
Book Debt to Equity Ratio (BDE) merupakan indikator dari keputusan
pendanaan, dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Sehingga
variabel
ini merupakan
variabel
yang signifikan dengan
koefisien
unstandardized estimate (pengaruh) sebesar 1.000 terhadap keputusan
pendanaan.
•
X7 (Rasio BDA) terhadap Keputusan Pendanaan.
Book Debt to Asset Ratio (BDA) mempunyai koefisien unstandardized
estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap keputusan pendanaan. Hal
ini ditunjukkan oleh koefisien pengaruh, yaitu sebesar 0.1932 dan nilai thitung sebesar 76.8447 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980.
•
X8 (Rasio LDE) terhadap Keputusan Pendanaan.
Long Term Debt Equity Ratio (LDE) mempunyai koefisien
unstandardized estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap keputusan
pendanaan. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien pengaruh, yaitu sebesar 0.7055
dan nilai t-hitung sebesar 9.3308 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980.
•
X9 (Rasio DPR) terhadap Kebijakan Dividen.
Dividend Payout Ratio (DPR) merupakan indikator dari kebijakan
dividen, dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Sehingga
variabel
ini merupakan
variabel
yang signifikan dengan
koefisien
unstandardized estimate (pengaruh) sebesar 1.000 terhadap kebijakan dividen.
•
X10 (Rasio DYR) terhadap Kebijakan Dividen.
124
Dividend Yield Ratio (DYR) mempunyai koefisien unstandardized
estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini
ditunjukkan oleh koefisien pengaruh, yaitu sebesar 0.0610 dan nilai t-hitung
sebesar 7.6428 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980.
•
X11 (Rasio PBV) terhadap Nilai Perusahaan.
Price Book Value (PBV) merupakan indikator dari kebijakan nilai
perusahaan, dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Sehingga
variabel
ini merupakan
variabel
yang signifikan dengan
koefisien
unstandardized estimate (pengaruh) sebesar 1.000 terhadap nilai perusahaan.
•
X12 (Rasio PER) terhadap Nilai Perusahaan.
Price Earning Ratio (PER) mempunyai koefisien unstandardized
estimate (pengaruh) positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini
ditunjukkan oleh koefisien pengaruh, yaitu sebesar 16.5258 dan nilai t-hitung
sebesar 3.9333 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980.
•
Korelasi antara X12 dan X9
Korelaasi antara X12 dan X9 menunjukkan pengaruh positif dan
signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 6.6669 yang lebih
besar dari t-tabel sebesar 1.980 dan mempunyai nilai koefisien unstandardized
estimate (pengaruh) sebesar 8.1764.
2. Pembahasan Hipotesis
Pembahasan hipotesis dalam penelitian ini berkaitan dengan model
struktural, yaitu mengenai hubungan-hubungan antara variabel eksogen dan
125
endogen yang diberi simbol Gamma (γ) dan hubungan antara variabel
endogen yang diberi simbol Beta (β). Tujuan dalam menilai model struktural
adalah untuk memastikan bagaimana hubungan-hubungan yang dihipotesiskan
pada model konseptualisasi. Output hubungan antara variabel eksogen dan
endogen (γ) maupun hubungan antara variabel endogen (β) dapat ditunjukkan
-0.
06
25
(t =
-1.
39
32
)
pada path diagram berikut:
t=
8(
32
0.0
6)
75
0.3
Gambar 4.5
Berdasarkan output path di atas dapat dijelaskan pada tabel berikut:
126
Tabel 4.9
Hubungan Beta & Gamma
Hipotesis
H1a
H1b
H1c
H1d
H2a
H2b
H2c
H3a
H3b
H4
Variabel
Variabel
Koefisien Pengaruh
Independen
Dependen
(t hitung)
Struktur
Keputusan
Kepemilikan
Investasi
Struktur
Keputusan
Kepemilikan
Pendanaan
Struktur
Kebijakan
Kepemilikan
Dividen
Struktur
Nilai
Kepemilikan
Perusahaan
Keputusan
Keputusan
Investasi
Pendanaan
Keputusan
Kebijakan
Investasi
Dividen
Keputusan
Nilai
Investasi
Perusahaan
Keputusan
Kebijakan
Pendanaan
Dividen
Keputusan
Nilai
Pendanaan
Perusahaan
Kebijakan
Nilai
Dividen
Perusahaan
-0.0625 (-1.3932)
-1.9596 (-3.3027)
0.0413 (0.6869)
0.0328 (0.3756)
2.0211 (1.1769)
0.9201 (1.3811)
Kesimpulan
Tidak
Signifikan
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
10.7198 (3.0154)
Signifikan
-0.1048 (-3.9632)
Signifikan
-0.3340 (-22.5316)
Signifikan
-1.8225 (-2.7025)
Signifikan
Sumber: Data diolah
Dengan melihat output yang diperoleh dari path diagram dan ditunjukkan
dengan tabel, maka didapatlah pengaruh sebagai berikut:
127
a) Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan Investasi
Tabel di atas menunjukkan adanya pengaruh negatif dan tidak signifikan
antara struktur kepemilikan terhadap keputusan investasi. Ini dapat dilihat dari
koefisien pengaruh sebesar -0.0625 dan t-hitung sebesar -1.3932 yang lebih
besar dari t-tabel yang sebesar -1.980. artinya semakin tinggi struktur
kepemilikan saham perusahaan maka akan menurunkan kesempatan investasi
perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Crutchley & Hansen (1989)
dalam Luciana Spica (2006:6) yang menyatakan bahwa perusahaan yang
memiliki nilai book to market yang tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki
kesempatan investasi yang rendah. Kesempatan investasi yang rendah akan
mengurangi keatraktifan manajer daripada perusahaan yang memiliki
kesempatan investasi yang tinggi dengan kata lain manajer akan mengurangi
kepemilikan sahamnya jika perusahaan memiliki book to market yang tinggi.
b) Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan Pendanaan
Pengaruh
struktur
kepemilikan
terhadap
keputusan
pendanaan
menunjukkan arah negatif dan signifikan antara struktur kepemilikan saham
perusahaan dan keputusan pendanaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien
pengaruh, yaitu -1.9596 dan t-hitung sebesar -3.3027 yang lebih kecil dari
nilai t-tabel sebesar -1.980, artinya semakin tinggi struktur kepemilikan maka
semakin rendah hutang perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Crutchley, et.al (1999) dalam Etty M. & Fielyandi (2006) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional, maka menyebabkan usaha
monitoring
semakin
efektif,
karena
dapat
mengendalikan
perilaku
128
opportunistik manajer dan memaksa manajer untuk mengurangi tingkat hutang
secara optimal, sehingga akan mengurangi agency cost. Hal ini menunjukkan
bahwa kepemilikan institusional memiliki efek substitusi terhadap keputusan
pendanaan (hutang) dalam mengurangi biaya keagenan.
c) Struktur Kepemilikan Terhadap Kebijakan Dividen
Tabel di atas menunjukkan adanya pengaruh positif dan tidak signifikan
antara struktur kepemilikan saham dengan kebijakan dividen. Hal ini
ditunjukkan dari koefisien pengaruh yaitu sebesar 0.0413 dan nilai t-hitung
sebesar 0.6869 lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1.980, artinya semakin
tinggi struktur kepemilikan saham
maka semakin tinggi dividen yang
dibagikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wilberforce (2000)
dalam Kartika Nuringsih (2004) yang menyatakan bahwa pada tingkat
kepemilikan tinggi kekayaan tidak terdiversifikasi sehingga manajer
menginginkan
tambahan
return
dalam
bentuk
dividen.
Peningkatan
kepemilikan menyebabkan manajer menyukai dividen tinggi sehingga tidak
dapat mengurangi masalah keagenan.
d) Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan
Struktur kepemilikan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh sebesar
0.0328 dan nilai t-hitung sebesar 0.3756 lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar
1.980, artinya peningkatan struktur kepemilikan akan meningkatkan nilai
perusahaan. Hasil ini mendukung penelitian Steiner (1998) dalam Muslimun
(2006) yang menemukan bahwa institutional ownership dan insider ownership
129
berpengaruh positif dengan nilai perusahaan. Artinya dengan peningkatan
kepemilikan saham institusional maka akan meningkatkan nilai perusahaan,
hal ini disebabkan oleh peranan institusional sebagai alat monitoring dalam
meningkatkan nilai perusahaan.
e) Keputusan Investasi terhadap Keputusan Pendanaan
Tabel di atas menunjukkan pengaruh positif dan tidak signifikan antara
keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan. Hal ini ditunjukkan dari
koefisien pengaruh sebesar 2.0211 dan nilai t-hitung sebesar 1.1769 yang
lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1.980, artinya semakin tinggi kesempatan
investasi maka akan semakin rendah hutang perusahaan. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaaro (2002b) dalam Sri Hasnawati
(2005) dimana keputusan investasi memiliki efek positif terhadap keputusan
pendanaan pada kondisi ketidakpastian yang rendah. Penelitian Sri Hasnawati
(2005) juga menemukan pengaruh positif antara keputusan investasi terhadap
keputusan pendanaan.
f) Keputusan Investasi Terhadap Kebijakan Dividen
Pengaruh keputusan investasi terhadap kebijakan dividen menunjukkan
arah positif dan tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien pengaruh
yaitu sebesar 0.9201 dan nilai t-hitung sebesar 1.3811 lebih kecil dari nilai ttabel sebesar 1.980, artinya semakin tinggi investasi perusahaan maka akan
menaikkan besarnya dividen yang dibagikan perusahaan. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Sri Hasnawati (2005) yang menunjukkan pengaruh positif
antara keputusan investasi terhadap kebijakan dividen, memberi implikasi
130
bahwa makin banyak peluang investasi yang diambil makin besar dividen
yang dibagikan. Selain itu, Wirjolukito et al. (2003) juga menemukan
hubungan parameter estimasi dan arah variabel peluang investasi kepada
kebijakan dividen bernilai positif. Dengan demikian, hal itu dapat memberikan
sinyal bagi perusahaan untuk melaksanakan kebijakan dividen. Hasil
penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan di Indonesia cenderung
menggunakan kebijakan dividen untuk memberikan sinyal atas arus kas di
masa yang akan datang dan menggunakan arus kas tersebut untuk mendanai
investasi yang menguntungkan di masa yang akan datang.
g) Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan
Keputusan investasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh sebesar 10.7198
dan nilai t-hitung sebesar 3.0154 lebih besar dari t-tabel sebesar 1.980, artinya
semakin tinggi investasi maka akan meningkatkan nilai perusahaan. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Sri Hasnawati (2005) serta mendukung teori
persinyalan Fama & French (1998) dalam Untung W. dan Hartini (2006) yang
menyatakan bahwa kegiatan investasi akan memberi sinyal positif tentang
pertumbuhan pendapatan perusahaan yang diharapkan di masa mendatang,
sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan.
h) Keputusan Pendanaan Terhadap Kebijakan Dividen
Pengaruh
keputusan
pendanaan
terhadap
kebijakan
dividen
menunjukkan arah negatif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien
pengaruh yang sebesar -0.1048 dan nilai t-hitung sebesar -3.9632 lebih kecil
131
dari t-tabel sebesar -1.980, artinya peningkatan pendanaan akan menyebabkan
penurunan dividen. Hasil ini sesuai dengan penelitian Jensen, et. al (1992)
dalam Sekar Mayangsari (2001) yang menyatakan bahwa apabila perusahaan
menggunakan tingkat hutang yang tinggi, maka ada kemungkinan bahwa
dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mampu membayar dividen yang
stabil karena sebagian besar keuntungannya digunakan untuk membayar
beban tetap hutang.
i) Keputusan Pendanaan Terhadap Nilai Perusahaan
Keputusan pendanaan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien pengaruh sebesar
-0.3340 dan nilai t-hitung -22.5316 lebih kecil dari t-tabel sebesar 1.980,
artinya peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan, sebab jumlah
utang yang terlalu tinggi akan menimbulkan risiko financial distress sehingga
nilai perusahaan akan menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan
Friend & Lang (1988), bahwa perusahaan yang memiliki volatilitas
pendapatan yang lebih besar dan perusahaan yang mengalokasikan dana
penelitian dan pengembangan yang besar, menggunakan hutang yang lebih
kecil. Selain itu, menurut Crutchley dan Hansen (1998), volatilitas pendapatan
yang lebih besar akan mengarahkan pada hutang yang lebih rendah.
j) Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan
Tabel di atas menunjukkan adanya pengaruh yang negatif dan signifikan
antara kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari
koefisien pengaruh yaitu sebesar -1.8225 dan nilai t-hitung sebesar -2.7025
132
lebih kecil dari t-tabel sebesar 1.980, artinya semakin besar dividen yang
dibagikan maka nilai perusahaan akan menurun. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori kebijakan dividen yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller
(1961) yang berpendapat bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan yang
berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal, karena kebijakan
dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan maupun biaya modal.
D. Interpretasi
Berdasarkan pembahasan hipotesis di atas terdapat pengaruh negatif
antara struktur kepemilikan terhadap keputusan investasi. Perusahaan yang
memiliki nilai book to market yang tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki
kesempatan investasi yang rendah. Kesempatan investasi yang rendah akan
mengurangi keatraktifan manajer
daripada perusahaan
yang memiliki
kesempatan investasi yang tinggi dengan kata lain manajer akan mengurangi
kepemilikan sahamnya jika perusahaan memiliki book to market yang tinggi.
Struktur
kepemilikan
berpengaruh
negatif
terhadap
keputusan
pendanaan. Ini mengindikasikan bahwa kepemilikan saham yang tinggi dapat
mengurangi penggunaan hutang. Kepemilikan institusi yang tinggi akan
meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap tindakan dan keputusan yang
dibuat oleh manajemen, sedangkan jika kepemilikan manajerial meningkat
maka akan menimbulkan sikap kehati-hatian dalam pengambilan keputusan
karena manajer juga merupakan pemegang saham.
133
Struktur Kepemilikan memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan
dividen. Hasil penelitian menyatakan kepemilikan tinggi menyebabkan
kekayaan manajer tidak terdiversifikasi sehingga menghadapi resiko tinggi.
Untuk mengurangi resiko manajer menginginkan dividen tinggi sehingga
menetapkan dividen yang tinggi. Struktur kepemilikan di Indonesia didominasi
oleh anggota keluarga atau untuk mempertahankan bisnis keluarga sehingga
mekanisme substitusi antara kepemilikan manajerial dengan kebijakan dividen
tidak terbukti.
Struktur kepemilikan menunjukkan pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingginya struktur kepemilikan
saham institusi di Indonesia menunjukkan peranan institusi efektif sebagai alat
monitoring sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan peningkatan
kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan
pemegang saham external, sehingga manajer akan memperoleh manfaat
langsung dari keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai
konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Oleh karena itu,
manajemen akan cenderung lebih giat bekerja untuk kepentingan pemegang
saham yang tak lain adalah dirinya. Hal ini akan meningkatkan nilai
perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Keputusan investasi memiliki pengaruh positif terhadap keputusan
pendanaan. Ini dapat diartikan apabila perusahaan akan meningkatkan kegiatan
investasi, maka perusahaan juga akan meningkatkan jumlah pendanaan.
Meningkatnya keputusan pendanaan dapat dilakukan melalui pendanaan internal
134
maupun pendanaan external melalui penerbitan surat hutang atau menerbitkan
saham baru. Bila dikaji di pasar modal Indonesia tampaknya keputusan
pendanaan
dilakukan
melalui
penambahan
hutang
yang
lebih
besar
dibandingkan melalui sumber internal atau penerbitan saham.
Keputusan investasi memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan
dividen. Ini memberi implikasi bahwa semakin banyak peluang investasi yang
diambil oleh perusahaan maka makin besar pula dividen yang dibagikan.
Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Ini
mengindikasikan bahwa investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
di Indonesia akan memberi sinyal positif bagi para investor tentang
pertumbuhan pendapatan perusahaan yang diharapkan di masa mendatang,
sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan.
Keputusan pendanaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan
dividen. Hal ini memberi implikasi bahwa apabila perusahaan menggunakan
tingkat hutang yang tinggi, maka ada kemungkinan bahwa dalam jangka
panjang perusahaan tidak akan mampu membayar dividen yang stabil karena
sebagian besar keuntungannya digunakan untuk membayar beban tetap hutang.
Keputusan pendanaan memiliki pengaruh negatif terhadap nilai
perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan hutang yang
berlebihan akan menimbulkan resiko financial distress sehingga nilai
perusahaan akan menurun.
Kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
Ini memberi indikasi bahwa perusahaan yang bertumbuh cenderung memiliki
135
rasio hutang dalam struktur modal (leverage) dan pembagian dividen yang
relatif lebih rendah dibandingkan perusahaan tidak bertumbuh. Hal ini sesuai
dengan teori kebijakan dividen yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller
(1961) yang berpendapat bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan yang
berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal, karena kebijakan
dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan maupun biaya modal.
136
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dijelaskan pada
bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat diambil kesimpulan yang merupakan
jawaban dari perumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Pengaruh struktur kepemilikan terhadap keputusan investasi, keputusan
pendanaan, kebijakan dividen dan nilai perusahaan.
a) Struktur kepemilikan memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap keputusan investasi. Ini sesuai dengan penelitian Crutchley &
Hansen (1989) dalam Luciana Spica (2006:6) yang menyatakan bahwa
perusahaan yang memiliki nilai book to market yang tinggi berarti
perusahaan tersebut memiliki kesempatan investasi yang rendah.
Kesempatan investasi yang rendah akan mengurangi keatraktifan manajer,
dengan kata lain manajer akan mengurangi kepemilikan sahamnya jika
perusahaan memiliki book to market yang tinggi.
b) Struktur kepemilikan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
keputusan pendanaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Crutchley, et.al
(1999) dalam Etty M. & Fielyandi (2006) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi kepemilikan institusional, maka menyebabkan usaha
monitoring semakin efektif, karena dapat mengendalikan perilaku
137
opportunistik manajer dan memaksa manajer untuk mengurangi tingkat
hutang secara optimal, sehingga akan mengurangi agency cost.
c) Struktur kepemilikan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Wilberforce (2000) dalam Kartika Nuringsih (2004) yang menyatakan
bahwa pada tingkat kepemilikan tinggi kekayaan tidak terdiversifikasi
sehingga manajer menginginkan tambahan return dalam bentuk dividen.
Peningkatan kepemilikan menyebabkan manajer menyukai dividen tinggi
sehingga tidak dapat mengurangi masalah keagenan.
d) Struktur kepemilikan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap nilai perusahaan. Hasil ini mendukung penelitian Steiner (1998)
dalam Muslimun (2006) dan Untung W. & Hartini (2006) yang
menemukan bahwa institutional ownership dan insider ownership
berpengaruh positif dengan nilai perusahaan. Artinya dengan peningkatan
kepemilikan
saham
institusional
maka
akan
meningkatkan
nilai
perusahaan, hal ini disebabkan oleh peranan institusional sebagai alat
monitoring dalam meningkatkan nilai perusahaan.
2. Pengaruh keputusan investasi terhadap keputusan pendanaan, kebijakan
dividen, dan nilai perusahaan.
a) Keputusan investasi memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap keputusan pendanaan. Penelitian ini mendukung temuan
terdahulu yang dilakukan oleh Myers (1984), Myers & Majluf (1984), dan
Kaaro (2002b) dalam Sri Hasnawati (2005) dimana keputusan investasi
138
memiliki efek positif terhadap keputusan pendanaan. Penelitian Sri
Hasnawati (2005) juga menemukan pengaruh positif antara keputusan
investasi terhadap keputusan pendanaan.
b) Keputusan investasi memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap kebijakan dividen. Kesimpulan ini melengkapi pandangan Ross
(1977), Bhattacharya (1979), dan Muller & Rock (1995) dalam Sri
Hasnawati (2005) tentang teori sinyal, yang menyatakan bahwa
perusahaan akan meningkatkan dividen perusahaan apabila manajemen
yakin
bahwa
prospek perusahaan
di
masa
yang
akan
datang
menguntungkan.
c) Keputusan investasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sri Hasnawati (2005)
serta mendukung teori persinyalan Fama & French (1998) dalam Untung
W. dan Hartini (2006) yang menyatakan bahwa kegiatan investasi akan
memberi sinyal positif tentang pertumbuhan pendapatan perusahaan yang
diharapkan di masa mendatang, sehingga meningkatkan harga saham
sebagai indikator nilai perusahaan.
3. Pengaruh keputusan pendanaan terhadap kebijakan dividen dan nilai
perusahaan.
a) Keputusan pendanaan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
kebijakan dividen. Hasil ini sesuai dengan penelitian Jensen, et.al (1992)
dalam Sekar Mayangsari (2001) yang menyatakan bahwa apabila
perusahaan menggunakan tingkat hutang yang tinggi, maka ada
139
kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mampu
membayar dividen yang stabil karena sebagian besar keuntungannya
digunakan untuk membayar beban tetap hutang.
b) Keputusan pendanaan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Friend &
Lang (1988), bahwa perusahaan yang memiliki volatilitas pendapatan
yang lebih besar dan perusahaan yang mengalokasikan dana penelitian dan
pengembangan yang besar, menggunakan hutang yang lebih kecil.
4. Pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan.
Kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori kebijakan dividen
yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1961) yang berpendapat
bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan yang berarti bahwa tidak ada
kebijakan dividen
yang optimal,
karena
kebijakan
dividen
tidak
mempengaruhi nilai perusahaan maupun biaya modal.
B. Implikasi
Berdasarkan
kesimpulan
yang
telah
diuraikan,
maka
penulis
mengemukakan implikasi yang mungkin bermanfaat sebagai berikut:
•
Bagi perusahaan, adanya pengaruh-pengaruh yang terjadi antara struktur
kepemilikan
terhadap
keputusan
investasi,
keputusan
pendanaan,
kebijakan dividen, dan nilai perusahaan ataupun pengaruh keputusan
investasi terhadap keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan nilai
140
perusahaan juga pengaruh keputusan pendanaan dan kebijakan dividen
terhadap nilai perusahaan, diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu
perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan perusahaan. Karena
keputusan keuangan yang diambil akan berpengaruh terhadap keputusan
keuangan lainnya dan akan berpengaruh terhadap kemajuan dan
kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.
•
Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan
dalam menentukan dan memutuskan investasi yang akan dilakukan,
karena tentunya setiap investor menginginkan prospek yang baik bagi
perusahaannya di masa depan.
•
Bagi akademisi, penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. Seperti
misalnya pendeknya periode tahun penelitian yang hanya tiga tahun dan
proksi terhadap variabel endogen yang masih terbatas, sehingga pada
penelitian selanjutnya dapat menambahkan periode tahun penelitian,
menambah proksi terhadap variabel endogennya, ataupun menambah
variabel eksternal perusahaan seperti perubahan kurs, tingkat inflasi, dan
sebagainya
serta
menggunakan
program
statistik
lainnya
untuk
memperkuat tingkat akurasi penelitian sehingga hasil penelitian menjadi
lebih baik.
141
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana S. dan Silvy, Meliza. 2006. “Analisis Kebijakan Dividen dan
Kebijakan Leverage Terhadap Prediksi Kepemilikan Manajerial dengan
Teknik Analisis Multinomial Logit”, Journal of Accounting & Business,
Vol. 6, No. 1.
Bahagia, Malla,
“Analisis Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen, dan
Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pendekatan
Structural Equation Modelling (SEM) : Study Empiris Perusahaan Go
Publik di BEI”, Skripsi UIN, 2007.
Brigham, Eugene F. and Louis C. Gapenski, 1996, “Intermediate Financial
Management”, Florida: The Dryden Press
Cristiawan, Julius J dan Tarigan, Josua. 2007. “Kepemilikan Manajerial:
Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Vol. 9, No. 1.
Edy Suranta dan Mas’ud Machfoedz. 2003. “Analisis Struktur Kepemilikan, Nilai
Perusahaan, Investasi dan Ukuran Dewan Direksi”. Makalah Simposium
Nasional Akuntansi VI. Universitas Airlangga Surabaya.
Faisal, “Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 5,
No. 2, 2003.
Fitrijanti, Tettet dan Hartono, Jogiyanto, “Set Kesempatan Investasi : Konstruksi
Proksi dan Analisis Hubungannya dengan Kebijakan Pendanaan dan
Dividen”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5, No. 1, hal. 35 - 63,
2002.
142
Ghozali, Imam, dan Fuad, “Structural Equation Modelling : Teori, Konsep, &
Aplikasi dengan Program LISREL 8.54”, Badan Penerbit Undip, 2005.
Hasnawati, Sri. 2005. “Analisis Dampak Keputusan Investasi dan Kebijakan
Dividen
Terhadap
Keputusan
Pendanaan dengan Menggunakan
Pendekatan Model Struktural”, Jurnal Ekonomi/Th.X/03/Nopember/2005.
Husnan, Suad 1994. “Dasar-Dasar Teori Portfolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi
2. Yogyakarta: AMP YKPM.
Indarti, MG. Kentris, dan Yusuf, Muh., “Analisis Kebijakan Dividen, Pendanaan,
dan Asimetri Informasi Pada Perusahaan Tumbuh dan Tidak Tumbuh”,
Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 12. No. 1, hal. 115 – 133, 2005.
Mahadwartha, Putu Anom. “Interdependensi Antara Kebijakan Leverage dengan
Kebijakan Dividen : Perspektif Teori Keagenan”, Simposium 2002, Jurnal
Riset Akuntansi, Manajemen, dan Ekonomi, Vol. 2, No. 2, hal. 201 – 220,
2002
Mayangsari, Sekar, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Pendanaan Perusahaan : Pengujian Pecking Order Hypothesis”, Media
Riset Akuntansi, Auditing , dan Informasi, Vol.1, No. 3, 2001.
Nurfarhana, “Implikasi Struktur Kepemilikan dan Keputusan Keuangan terhadap
Nilai Perusahaan Publik di BEI : Metode Structural Equation Modelling
(SEM)”, Skripsi UIN, 2008.
Nuringsih, Kartika. 2004. ‘Kepemilikan Manajerial dan Konflik Keagenan:
Analisis Simultan Antara Kepemilikan Manajerial, Risiko, Kebijakan
Hutang dan Kebijakan Dividen’. Jurnal Manajemen/Th.VIII/02/Juni/2004.
143
Pituriningsih, Endar, “Kebijakan Dividen dalam Perspektif Agency Theory”,
Arthavidya, Vol. 6, No. 1, 2005.
Rozeff, M.S. Fall 1992. “Pertumbuhan, Beta, and Agency Cost as Determinants
of Dividen Decisions”, Journal of Financial Research: Vol. V, No.3, 249 259 (Web Document) http://search.epnet.com
Subekti, Imam. 2000. “Asosiasi Antara Set Kesempatan Investasi dengan
Kebijakan Pendanaan dan Kebijakan Dividen Perusahaan, Serta
Implikasinya Pada Harga Saham”, Thesis Program Pasca Sarjana,
Jogyakarta, UGM
Wahidahwati,
Januari
2002,
“Pengaruh
Kepemilikan
Manajerial
dan
Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah
Perspektif Theory Agency”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5,
No.1, Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Pendidik,
Yogyakarta.
Wahyudi, Untung dan Pawestri, Hartini P. 2006. “Implikasi Struktur Kepemilikan:
Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening”, SNA IX
Padang, IAI.
Wijanto, Setyo Hari. 2008. “Structural Equation Modeling (SEM) dengan
LISREL 8.8 + CD”, Statistic Aplication, Graha Ilmu.
144
Download