BAB VIII PENGELOLAAN KELAS A. Kompetensi Dasar

advertisement
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
BAB VIII
PENGELOLAAN KELAS
A. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memahami definisi
pengelolaan kelas, prinsip-prinsip pengelolaan kelas, pendekatan pengelolaan
kelas, masalah pengelolaan kelas, dan prosedur pemecahan masalah pengelolaan
kelas.
B. Uraian
1. Definisi dan Tujuan Pengelolaan Kelas
Ada beberapa adefinisi tentang pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas ditinjau
dari pengertian lama dan pengertian baru sebagai berikut: 1) Pengertian lama,
pengelolaan kelas adalah mempertahankan ketertiban kelas. 2) Pengertian baru,
pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan menggunakan alat-alat yang tepat
terhadap problem dan situasi pengelolaan kelas. Guru bertugas menciptakan,
memperbaiki,
dan
memelihara
organisasi
kelas
sehingga
individu
dapat
memanfaaatkan kemampuannya, bakatnya, dan energinya pada tugas-tugas individual
(Pidarta, 1970:11). Pengelolaan kelas merupakan rangkaian tingkah laku kompleks
yang digunakan oleh guru untuk memelihara suasana kelas, sehingga memungkinkan
siswa belajar dengan hasil yang efisien dan berkualitas tinggi. Pengelolaan kelas yang
efektif merupakan prasyarat utama untuk mencapai tujuan pengajaran yang efektif.
Pengelolaan kelas dapat dianggap sebagai tugas yang paling pokok dan sekaligus
paling sulit yang harus dilakukan oleh guru (Suparno dan Efendy, 1988:74-5).
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
Definisi lain mengetengahkan bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu proses
seleksi tindakan yang dilakukan guru dalam fungsinya sebagai penanggung jawab
kelas dan seleksi penggunaan alatalat belajar yang tepat sesuai masalah yang ada dan
karakteristik kelas yang dihadapi. Jadi, pengelolaan kelas sebenarnya merupakan
upaya mendayagunakan seluruh potensi kelas, baik sebagai komponen utama
pembelajaran maupun komponen pendukungnya (Fathurrohman dan Sutikno,
2007:104). Menurut Hadari Nawawi (Djamarah dan Zain 2006:177) bahwa kegiatan
manajemen atau pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru atau
wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang
seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif
dan terarah, sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien
untuk melakukan kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan
murid.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan terencana dan berkesinambungan untuk
menciptakan suasana kelas yang kondusif, yakni suasana kelas yang memungkinkan
siswa dapat belajar dengan mudah, aman, dan tenang sehingga memungkinkan
terjadinya interaksi pembelajaran yang efisien dan efektif.
Tujuan pengelolaan kelas juga didefinisikan secara beragam. Secara umum
tujuan pengelolaan kelas adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Mutu
pembelajaran akan tercapai jika tercapainya tujuan pembelajaran (Fathurrohman dan
Sutikno, 2007:104). Senada dengan pendapat Sudirman N., Djamarah dan Zain,
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
2006:178) mengatakan bahwa secara
umum tujuan pengelolaan kelas menurut
Sudirman N. adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar
siswa dalam lingkungan social, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang
disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana social
yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional
dan sikap serta apresiasi pada siswa. Menurut Suhersimi Arikunto bahwa tujuan
diadakannya pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas itu dapat bekerja
tertib sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien, sebagai indikator
dari sebuah kelas yang tertib adalah: a. Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya
tidak ada anak yang berhenti karena tidak tahu akan tugas yang diberikan padanya b.
Setiap anak harus melakukan pekerjaan tanpa mrmbuang waktu, artinya tiap anak
akan bekerja secepatnya agar lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya
(Arikunto, 1992:68). Pendapat ini menekankan ketertiban pada diri siswa karena
dengan ketertiban siswa dapat belajar dengan tenang. Menurut Wijaya dan Rusyan
(1994:114), tujuan dari pengelolaan kelas itu antara lain: a. Agar pengajaran dapat
dilakukan secara maksimal sehingga tujuan tujuan pengajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien. b. Untuk memberi kemudahan dalam memantau kemajuan siswa
dalam pelajarannya. Dengan pengelolaan kelas guru mudah melihat dan mengamati
setiap kemajuan yang dicapai siswa dalam pelajarannya. c. Untuk memberi
kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan di kelas
untuk perbaikan pengajaran pada masa mendatang. Pendapat lain dikemukakan oleh
Djamarah dan Zain (1997) bahwa tujuan pengelolan kelas pada hakekatnya
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
mengandung tujuan pengajaran, karena pengajaran merupakan salah satu faktor
pendukung berhasil tidaknya proses belajar mengajar dalam kelas. Secara umum
tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan
belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual belajar dan bekerja,
terciptanya
suasana
sosial
yang
memberikan
kepuasan
suasana
disiplin,
perkembangan intelektual, emosional dan sikap, serta apresiasi pada siswa (Djamarah
dan Zain, 1997:199-200). PUOD dan Dirjen Dikdasmen (1996) yang dikutip
Rachman (1998/1999:15) mengetengahkan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah: a.
Mewujudkan kondisi kelas baik sebagai lingkungan belajar ataupun sebagai
kelompok belajar yang memungkinkan berkembangnya kemampuan masing-masing
siswa. b. Menghilangkan berbagai hambatan yang merintangi interaksi belajar yang
efektif. c. Menyediakan fasilitas atau peralatan dan mengaturnya hingga kondusif
bagi kegiatan belajar siswa yang sesuai dengan tuntutan pertumbuhan dan
perkembangan sosial, emosional dan intelektualnya. d. Membina perilaku siswa
sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan keindividualannya.
Berdasarkan beberapa pemikiran tentang tujuan pengelolaan kelas di atas dapat
dirumuskan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah untuk merencanakan,
melaksanakan, mengawasi/mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut terhadap
penciptaan suasana pembelajaran menjadi kondusif dalam rangka mencapaai tujuan
pembelajaran secara efisien dan efektif.
Karakter kelas yang dihasilkan karena adanya proses pengelolaan kelas yang
baik memiliki tiga ciri, yaitu: 1) Speed, artinya anak dapat belajar dalam percepatan
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
proses dan progress, sehingga membutuhkan waktu yang relative singkat. 2) Simple,
artinya organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah dicerna dan situasi
kelas kondusif. 3) Self-confidence, artinya anak dapat belajar dengan penuh rasa
percaya diri atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaran dan belajar
berprestasi (Fathurrohman dan Sutikno, 2007:104). Ini bisa dilihat pada kesiapan
mereka untuk mengikuti pembelajaran terutama kesiapan secara psikologis. Ada rasa
percaya diri dan keberanian untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, keterampilan,
dan aspirasi. Ini terjadi jika para siswa merasa aman dan puas pada saat mereka
mengeluarkan pendapat-pendapatnya dan dalam mengajukan berbagai pertanyaan dan
mungkin sanggahan-sanggahan atas ide-ide atau pandangan-pandangan lain yang
berbeda. Ini tergantung pada kemampuan guru dalam mengelola kelas bagaimana
membangun suasana kelas yang memungkinkan para siswa siap dalam mengikuti
pembelajaran dengan perasaan aman, tenang, dan senang.
2. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas
Untuk melaksanakan pengelolaan kelas yang efektif hendaknya didasarkan pada
asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip dalam pengelolaan kelas. Kita mulai dengan
beberapa asumsi untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum suatu pengelolaan
kelas yang baik. Asumsi berikut dikembangkan oleh Good dan Brophy (1991:199),
yaitu: 1. Anak-anak itu suka mengikuti aturan karena memang mereka itu mengerti
dan menerimanya. 2. Masalah disiplin kelas dapat dikurangi manakala si anak terlibat
secara teratur dalam aktivitas (belajar) yang bermakna yang mendorong minat dan
sikapnya. 3. Manajemen atau pengelolaan (kelas) hendaklah lebih didekati dari tujuan
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
memaksimalkan atau menghabiskan banyaknya waktu anak untuk terlibat dalam
kegiatan produktif; daripada mendasarkan pada sudut pandangan yang negatif
menekankan pengawasan atas perilaku anak yang menyimpang, dan 4. Tujuan guru
adalah mengembangkan self control dalam diri anak dan bukan semata-mata
melakukan pengawasan yang menekan atas diri mereka.
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, dapatlah dikembangkan prinsip-prinsip
pengelolaan kelas sebagai berikut:
a. Bahwa setiap aturan dan prosedur yang mengikat dan ditempuh haruslah
direncanakan terlebih dahulu sebelum hal itu dapat dillangsungkan.
b. Aturan-aturan yang ditetapkan dan prosedur yang ditempuh itu harus jelas dan
dibutuhkan.
c. Biarkan anak mengasumsikan tanggung jawabnya secara independent.
d. Kurangi gangguan dan keterlambatan atau penundaan.
e. Rencanakan kegiatan belajar yang independent atau individual dan juga kegiatan
belajar kelompok.
Menurut Djamarah dan Zain, 2006) bahwa untuk memperkecil masalah
gangguan dalam pengelolaan kelas, perlu dikuasai oleh guru prinsip-prinsip
pengelolaan kelas, yang meliputi:
a. Hangat dan Antusias. Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu
menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam
mengimplementasikan pengelolaan kelas.
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
b. Tantangan. Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang
menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga
mengurangi
kemungkinan
munculnya
tingkah
laku
yang
menyimpang,
selanjutnya akan menambah menarik parrhatian anak didik dan dapat
mengendalikan gairah belajar peserta didik.
c. Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara
guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan
perhatian anak didik. Kevariasian dalam penggunaannya merupakan kunci untuk
tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
d. Keluwesan. Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya
dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didk serta menciptakan
iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah
munculnya gangguan seperti keributan, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan
tugas dan sebagainya.
e. Penekanan pada hal-hal yang positif Penekanan yang dilakukan guru tarhadap
tingkahlaku anak didik yang positif dari pada mengomeli tingkah laku yang
negative.penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan positif,
dankesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu
jalannya proses belajar mengajar.
f. Penanaman disiplin diri. Anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri.
Oleh karena itu, guru selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
diri sendiri dan guru menjadi teladan mengenai pengendalian diri dan pelaksanaan
tanggung jawab (Djamarah dan Zain, 2006:185).
Prinsip-prinsip lainnya dikembangkan Bolla (1985:5-6), yaitu:
a. Dalam setiap kegiatan pengelolaan kelas (termasuk belajar mengajar), antusias
dan kehangatan guru harus ditunjukkan.
b. Setiap tutur kata, tindakan dan tugas-tugas yang diberikan kepada anak
menantang; tidak menimbulkan kebosanan tetapi justeru menimbulkan gairah
belajar yang produktif.
c. Penggunaan variasi dalam alat, media, metoda dan gaya berinteraksi adalah kunci
sukses pengelolaan kelas.
d. Kewaspadaan akan jalannya proses kegiatan belajar-mengajar dari kemungkinan
terjadinya berbagai gangguan mengharuskan guru bersikap dan bertindak luwes.
e. Biasakanlah pemusatan pikiran secara positif dan menghindar pada hal-hal yang
negatif.
f. Pengelolaan kelas tidak bisa lepas dari kepentingan anak untuk berdisiplin atas
dirinya sendiri. Karena itu guru sepantasnya berdisiplin pada dirinya sendiri agar
di hadapan anak menjadi teladan.
Beberapa prinsip di atas menjadi dasar penting dalam melaksanakan pengelolaan
kelas sehingga mencapai tujuan sebagaimana diharapkan. Dari semua prinsip di atas
maka kepentingan murid menjadi titik tumpu dalam pengelolaan kelas, di mana
semua pemikiran atau perencanaan dan penanganan masalah pengelolaan kelas pada
intinya adalah bagaimana para siswa dapat belajar dengan tenang, aman, dan
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
menyenangkan, sehingga mereka dapat menyerap materi pembelajaran mudah dan
cepat serta semakin termotivasi atau bersemangat untuk terus belajar.
3. Pendekatan Pengelolaan Kelas
Memahami jenis-jenis pendekatan dalam pengelolaan kelas merupakan bagian
penting dalam rangka memecahkan masalah dalam pengelolaan kelas. Pemecahan
masalah pengelolaan kelas menjadi efektif jika menerapkan pendekatan yang tepat
sesuai dengan persoalan yang terjadi. Sebagaimana dikemukakan oleh Mulyadi
(2009:26) bahwa untuk dapat memperoleh alternatif-alternatif pemecahan tersebut,
hendaknya mengetahui berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam manajemen
kelas dan juga memahami cara-cara untuk mengatasi setiap masalah sesuai dengan
pendekatan masing-masing.
Ada beberapa pendekatan yang dapat ditempuh dalam pengelolaan kelas.
Beberapa pendekatan dalam pengelolaan kelas dijabarkan dalam uraian berikut.
a. Pendekatan Iklim Sosio-Emosional (Socio-Emotional Climate) (Mulyadi,
2009:46). Proses Belajar Mengajar yang efektif mempersyaratkan keadaan sosioemosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang harmonis
antar guru dengan guru, guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa
merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengajar
yang efektif (Mulyadi, 2009:46). Pendekatan ini diangkat dari anggapan dasar
bahwa suasana yang mendukung proses balajar dan mengajar yang efektif
merupakan fungsi dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa, dan
antara siswa dengan siswa. Oleh sebab itu, tugas guru dalam mengelola kelas
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
adalah membangun hubungan interpersonal dan mengembangkan iklim sosioemosional yang positif di sekolah (Muljani, 1983:183).
b. Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku (Behavior-Modification). Pendekatan ini
didasarkan pada psikologi behavioristik, yang mengemukakan pendapat bahwa
semua tingkah laku yang baik atau yang kurang baik merupakan hasil proses
belajar (Mulyadi, 2009:35). Ini menunjukkan bahwa tingkah laku buruk atau
menyimpang yang ditunjukkan oleh siswa dapat diubah dan diperbaiki melalui
proses belajar.
c. Pendekatan penghukuman atau ancaman. Yaitu kegiatan pengelolaan kelas yang
dilakukan dengan melakukan hukuman atau ancaman. Kegiatan ini dapat berupa
tindakan guru yang menghukum siswa dengan kekerasan, melarang atau mengusir
siswa dari kegiatan tertentu, mengancam siswa bila melakukan sesuatu yang
dilarang, menghardik, mencemooh, mentertawakan, menghukum seorang siswa
untuk contoh siswa yang lain, atau mungkin memaksa siswa meminta maaf
karena perbuatan yang tercela (Muljani, 1983:175).
d. Pendekatan penguasaan atau penekanan. Yaitu pengelolaan kelas yang dilakukan
dengan menunjukkan kekuasaan seorang guru terhadap siswa sehingga
tindakannya untuk mengatasi penyimpangan tingkah laku dilakukan dengan
tekanan-tekanan. Contoh dari pendekatan ini misalnya memerintah, tindakan
memarahi, menggunakan kekuasaan orang tua atau kepala sekolah untuk
pengelolaan kelas, melakukan tindakan kekerasan atau mendelegasikan kepada
salah seorang siswa untuk melakukan penguasaan terhadap kelas (Muhammad,
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
1993:93). Pendekatan ini walaupun sebenarnya kurang efektif, namun dalam
situasi tertentu dipandang diperlukan untuk digunakan demi tercapainya tujuan
pembelajaran.
e. Pendekatan Proses Kelompok (Group Process). Pendekatan ini berdasarkan pada
psikologi klinis dan dinamika kelompok. Yang menjadi anggapan dasar dari
pendekatan ini ialah: 1) Pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks
kelompok sosial. 2) Tugas pokok guru yang utama dalam manajemen kelas ialah
membina kelompok yang produktif dan efektif (Mulyadi, 2009:55). Menurut
Nawawi (1989:140-142) bahwa pendekatan proses kelompok/Dasar dari
pendekatan ini adalah Psikologi sosial dan dinamika kelompok yang
mengetengahkan dua asumsi sebagai berikut: (1) Pengalaman belajar di sekolah
bagi murid berlangsung dalam konteks kelompok sosial. Asumsi ini
mengharuskan wali/guru kelas dalam pengelolaan kelas selalu mengutamakan
kegiatan yang dapat mengikutsertakan seluruh personal di kelas. Dengan kata lain
kegiatan kelas harus diarahkan pada kepentingan bersama dan sedikit mungkin
kegiatan yang bersifat individual. (2) Tugas guru terutama adalah memelihara
kelompok belajar agar menjadi kelompok yang efektif dan produktif. Berdasarkan
asumsi ini berarti seorang wali/guru kelas harus mampu membentuk dan
mengaktifkan murid dan bahkan juga guru untuk bekerja sama dalam kegiatan
belajar mengajar. Bagi murid proses belajar dalam kelompok (group studies)
harus dilaksanakan secara efekfif agar hasilnya lebih baik daripada bilamana
murid belajar sendiri-sendiri (produktif). Dari pemikiran di atas menyiratkan
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
bahwa keiutsertaan para siswa dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran merupakan
cara yang efektif untuk membangun suasana belajar yang memungkinkan mereka
untuk saling bagi pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan sehingga
menunjang kecepatan mereka dalam memahami materi pembelajaran dan
sekaligus membangun kebersamaan diantara mereka.
Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2007:105-106) bahwa pendekatan dalam
pengelolaan kelas antara lain sebagai berikut:
a. Pendekatan Kekuasaan Pada pendekatan ini adalah ketaatan pada aturan yang
melekat pada pemilik kekuasaan. Guru mengontrol siswa dengan ancaman,
sanksi, hukuman dan bentuk disiplin yang ketat dan kaku.
b. Pendekatan Kebebasan. Pengelolaan kelas bukan membiarkan anak belajar
laisses-faire, tetapi memberikan suasana dan kondisi belajar yang memungkinkan
anak merasa merdeka, bebas, nyaman, penuh tantangan dan harapan dalam
melakukan belajar.
c. Pendekatan Keseimbangan Peran. Pendekatan ini dilakukan dengan memberi
seperangkat aturan yang disepakati guru dan murid. Isi aturan berkaitan dengan
apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan guru dalam mereaksi semua
masalah atau situasi yang terjadi di kelas dan aturan yang boleh atau tidak boleh
dilakukan murid selama belajar.
d. Pendekatan Pengajaran . Pendekatan ini menghendaki lahirnya peran guru untuk
mencegah dan menghentikan tingkah laku siswa yang kurang menguntungkan
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
proses
pembelajaran.
Peranan
guru
adalah
merencanakan
dan
mengimplementasikan pengajaran yang baik.
e. Pendekatan Suasana Emosi dan Sosial. Pendekatan ini merupakan proses
menciptakan iklim atau suasana emosional dan hubungan sosial yang positif
dalam kelas. Suasana hati yang saling mencintai antara guru-murid dan muridmurid penting dalam menciptakan hubungan sosial pembelajaran.
f. Pendekatan Kombinasi. Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa pilihan
tindakan untuk mempertahankan dan menciptakan suasana belajar yang baik.
Guru memiliki peran penting untuk menganalisis kapan dan bagaimana tindakan
itu tepat dilakukan. Semua orang mudah melakukan tindakan, tetapi bertindak
pada waktu yang tepat, dengan cara yang akurat dan pada tujuan yang bermanfaat
adalah tidak mudah, dan guru harus dapat mencermati hal itu.
Wilford (Suyanto & Djihad, 2012:117) mengemukakan pandangan tentang
ragam pendekatan pengelolaan kelas sebagai berikut:
a. Pendekatan otoriter. Pandangan ini menekankan pada perlunya pengawasan dan
pengaturan siswa.
b. Pendekatan intimidasi. Pandangan ini memberikan peluang besar guru untuk
mengawasi dan menertibkan siswa dengan cara intimidasi.
c. Pendekatan permisif. Pendekatan ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk
melakukan apa yang ingin dilakukan, guru hanya memantau apa yang dilakukan
oleh siswa tersebut.
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
d. Pendekatan “resep makanan”. Pendekatan ini menekankan kepada uru untuk
melihat dan mengawasi sejauh mana siswa mengikuti dengan tertib dan tepat halhal yang sudah ditentukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
e. Pendekatan pengajaran. Pendekatan ini memberi kesempatan pada guru untuk
menyusun rencana penhajaran dengan tepat sehingga dapat menghindari
permasalahan perilaku siswa yang tidak diharapkan.
f. Pendekatan modifikasi perilaku. Dalam pendekatan ini menekankan guru
mengupayakan perubahan perilaku yang positif pada siswa.
g. Pendekatan iklim sosio-emosional. Dalam konteks ini guru menekankan pada
terjadinya hubungan yang positif antara guru-siswa.
h. Pendekatan siswam proses kelompok/dinamika kelompok. Pendekatan ini uru
untuk meningkatkan dan memelihara kelompok kelas yan efektif dan produktif.
Dari kedelapan pendekatan tersebut yang mengoptimalisasikan pengelolaan kelas
adalah pendekatan modifikasi perilaku, iklim sosio-emosional, dan system proses
kelompok/dinamika kelompok.
4. Masalah Pengelolaan Kelas
Yang dimaksud dengan masalah adalah adanya perbedaan antara harapan dan
kenyataan atau antara tujuan dan capaian. Dengan demikian masalah pengelolaan
kelas dapat diartikan sebagai perbedaan antara pelaksanaan pembelajaran yang
diharapkan dengan apa yang terjadi dalam pembelajaran. Harapan dalam pengelolaan
kelas adalah agar suasana pembelajaran itu kondusif sehingga memungkinkan tujuan
pembelajaran dicapai secara efisien dan efektif. Kalau kenyataannya pelaksanaan
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
pembelajaran tidak berlangsung secara efisien dan efektif maka berarti ada gelaja
yang menunjukkan adanya gangguan dalam pelaksanaan pembelajaran baik gangguan
yang berasal dari diri siswa, dari diri guru, atau lingkungan fisik dalam kelas.
Ada dua macam masalah dalam pengelolaan kelas, yaitu masalah individual dan
masalah kelompok.
Masalah individual adalah masalah yang berkenaan dengan perorangan,
sedangkan masalah kelompok adalah masalah yang berkenaan dengan perilaku
kelompok.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain mengemukakan bahwa bentuk
pelanggaran disiplin yang bersifat individual, yaitu: 1) Tingkah laku menarik
perhatian. Siswa mencari kesempatan pada waktu yang tepat untuk melakukan
perbuatan yang dianggapnya dapat menarik perhatian orang lain. Sehingga diberi
bantuan ekstra. 2) Tingkah laku mencari kekuasaan. Siswa berperilaku yang dapat
menguasai orang lain seperti mendebat, marah, dan selalu lupa pada peraturan kelas
yang disepakati sebelumnya. 3) Tingkah laku membalas dendam. Siswa yang
berperilaku seperti ini biasanya merasa lebih kuat, misalnya mengancam, menendang,
dan sebagainya. 4) Peragaan ketidakmampuan. Siswa biasanya sangat apatis terhadap
pekerjaan apapun (Djamarah dan Zain, 2006:201).
Masalah kelompok dalam pengelolaan kelas dikemukakan oleh Louis V Johson
dan Mary A. Bany ada tujuh kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Kelas kurang kohesif lantaran alasan karena jenis kelamin, suku, tingkat sosial
ekonomi, dan sebagainya.
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
b. Penyebalan terhadap norma-norma tingkah laku
yang telah disepakati
sebelumnya, misalnya sengaja berbicara keras-keras di ruang baca perpustakaan.
c. Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya, misalnya mengejek
anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara, menyanyi dengan suara
sumbang.
d. Pembimbing anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misalnya
pembinaan semangat kepada badut kelas.
e. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah
dikerjakan.
f. Semangat kerja rendah atau melakukan semacam aksi protes kepada guru karena
menganggap yang diberikan kurang fair.
g. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru, seperti gangguan
jadwal, guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru lain dan sebagainya
(Louis V Johson dan Mary A. Bany dalam Mulyadi, 2009:15).
Pengenalan masalah-masalah dalam pengelolaan kelas itu penting untuk
membantu pencarian alternatif solusi yang tepat. Masalah individual dipecahan
melalui pendekatan individual, dan masalah kelompok pemecahannya dengan
pendekatan kelompok.
5. Pemecahan Masalah Pengelolaan Kelas
Yang dimaksud dengan pemecahan masalah pengelolaan kelas adalah usahausaha yang dilakukan secara sengaja, terencana, dan berkesinambungan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi selama pembelajaran berlangsung.
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
Pemecahan masalah pengelolaan kelas ada dua prosedur, yakni usaha
pencegahan (prefentif), yakni usaha yang dilakukan oleh guru untuk mencegah
terjadinya perilaku siswa yang menyimpang. Pada sisi lain pemecahan masalah
pengelolaan kelas dapat dilakukan padaat saat terjadinya perilaku siswa yang
menyimpang. Sebagaimana dikemukakan oleh Mulyadi (2009:19) bahwa prosedur
manajemen kelas ini dapat dilakukan secara preventif (pencegahan) maupun kuratif
(penyembuhan). Usaha pencegahan itu dimaksudkan agar siswa memahami aturan
atau tata tertib yang berlaku serta akibat-akibat yang akan terjadi apabila siswa
melakukan pelanggaran. Sedangkan yang dimaksud dengan manajemen kelas secara
kuratif adalah langkah-langkah tindakan penyembuhan terhadap tingkah laku
menyimpang yang dapat mengganggu kondisi-kondisi optimal dan proses belajar
mengajar yang sedang berlangsung (Mulyadi, 2009:25). Usaha pencegahan lebih
efektif daripada penyembuhan (kuratif), oleh sebab itu guru harus mampu
merencanakan dan melaksanakan pengelolaan kelas yang efektif.
Suatu langkah yang mendasar dalam strategi manajemen kelas yang bersifat
preventif adalah meningkatkan kesadaran diri pendidik sebagai guru. Dalam
kedudukannya sebagai guru, seorang pendidik harus menyadari bahwa dirinya
memiliki tugas dan fungsi yaitu sebagai fasilitator bagi siswanya yang sedang belajar
(Saroni, 2006:112). Pendapat lain mengemukakan bahwa prosedur pengelolaan kelas
secara preventif akan meliputi langkah-langkah peningkatan kesadaran guru sebagai
pendidik, peningkatan kesadaran siswa, penampilan sikap guru, pengenalan terhadap
tingkah laku siswa, penemuan alternatif pengelolaan kelas, dan pembuatan kontrak
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
sosial dalam proses belajar mengajar (Muljani, 1983:164). Dari pernyataan tersebut
menekankan betapa pentingnya peningkatan kesadaran bersama antara guru dan
siswa untuk menampilkan perilaku yang baik dan menghindari perilaku yang
menyimpang.
Prosedur kuratif adalah suatu hasaha memecahkan masalah-masalah pengelolaan
kelas yang terjadi. Prosedur ini diambil jika ditemukan adanya persoalan-persoalan
empiris dalam pengelolaan kelas baik masalah yang bersifat individual maupun
kelompok. Tindakan kuratif ini sangat penting agar siswa tidak mengulangi tingkah
laku yang menyimpang dan berusaha mengubah diri menjadi lebih baik.
C. Rangkuman
Pengelolaan merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pembelajaran di
kelas. Keberhasilan pembelajaran bukan hanya ditentukan oleh kemampuan guru
dalam menyampaikan materi pembelajaran, melainkan juga oleh kemampuan dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif yang memungkinkan para siswa
belajar dengan mudah, aman, dan senang. Guru harus mampu membuat perencanaan
dan implementasi pengelolaan kelas secara efisien dan efektif.
Dalam rangka melaksanaan pengelolaan kelas guru harus mengenal tentang
masalah-masalah pengelolaan kelas baik masalah yang bersifat individual maupun
kelompok. Guru juga harus memahami prinsip-prinsip dan pendekatan dalam
pengelolaan kelas, serta mampu mencari dan menerapkan alternatif-alternatif solusi
terhadap persoalan pengelolaan kelas.
D. Pertanyaan
Profesi Keguruan – Rulam Ahmadi
1. Kemukakan definisi pengelolaan kelas berdasarkan definisi-definisi pengelolaan
kelas yang Anda baca!
2. Kemukakan pentingnya pengelolaan kelas dalam pelaksanaan pembelajarn di
kelas!
3. Jelaskan apa yang dimaksud: 1) Penguatan positif, dan 2) penguatan negative dan
sertai dengan contoh.
4. Suasana kelas selama pembelajaan berlangsung hendaknya kondusif, yakni aman
dan menyenangkan. Kemukakan argumentasi Anda apa yang akan terjadi pada
peserta didik apabila pembelajaran berlangsung dalam suasana aman dan
menyenangkan?
5. Kalau Anda mengetahui ada peserta didik yang menunjukkan perilaku
menyimpang pada waktu pembelajaran berlangsung, apa yang akan Anda
lakukan?
Download