REZA AULIA FIKRI-FKIK - Institutional Repository UIN Syarif

advertisement
HUBUNGAN ANTARA JENIS KELAMIN DAN USIA
TERHADAP EKSPRESI GEN ARG389GLY PADA
PASIEN DI KPKM BUARAN DAN RENI JAYA
TANGERANG SELATAN
LAPORAN PENELITIAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK
MEMPEROLEH GELAR SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh :
Reza Aulia Fikri
1113103000020
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN ANTARA JENIS KELAMIN DAN USIA TERHADAP
EKSPRESI GEN ARG389GLY PADA PASIEN DI KPKM BUARAN DAN
RENI JAYA TANGERANG SELATAN
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Reza Aulia Fikri
NIM: 1113103000020
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN ANTARA JENIS KELAMIN DAN
USIA TERHADAP EKSPRESI GEN ARG389GLY PADA PASIEN DI
KPKM BUARAN DAN RENI JAYA TANGERANG SELATAN yang
diajukan oleh Reza Aulia Fikri (NIM 1113103000020), telah diujikan dalam
sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 11 November
2016. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter.
Ciputat, 11 November 2016
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dengan rahmat dan ridho-Nya
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan laporan penelitian dengan judul
“HUBUNGAN ANTARA JENIS KELAMIN DAN USIA TERHADAP
EKSPRESI GEN ARG389GLY PADA PASIEN DI KPKM BUARAN DAN
RENI JAYA TANGERANG SELATAN.”
Penyusunan laporan penelitian ini dapat terselesaikan karena bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta,
2. dr. Achmad Zaki,Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter,
3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku Penanggung Jawab Modul Riset Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter 2013,
4. dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D dan dr.Erike Anggraini Suwarsono,
M.Pd selaku pembimbing pertama dan kedua saya yang selalu
membimbing, mengajarkan, memfasilitasi, dan menyemangati.
5. Kedua orang tua saya, Achmad Sobari dan Neneng Hozanah yang selalu
memberikan kasih sayang, cinta, doa, dan semangat, sehingga memotivasi
dan menguatkan saya dalam melakukan penelitian ini.
6. Kakak dan adik saya tercinta, Rifqi Fadhilah dan Ramzy Arianka Hafiez
yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.
7. Seluruh petugas di KPKM Buaran dan Reni Jaya Tangerang Selatan.
v
8. Laboran di laboratorium kultur genetik, biologi, dan biokimia yang telah
membantu berlangsungya penelitian ini. Serta kepada Anisa mahasiswa
UNJ program studi Biologi angkatan 2012 yang telah membimbing dan
membantu penelitian ini.
9. Teman sekelompok dan seperjuangan penelitian, Muhammad Rizki Dwi
Syahputra, Hafiez Muhammad Ikhsan, Siti Fauziah dan Nabila Putri
Hazima yang telah menyemangati, membantu, dan berjuang bersama di
dalam penelitian ini.
10. Semua responden yang telah bersedia untuk menjalani penelitian ini.
11. Seluruh mahasiswa PSKPD UIN Jakarta angkatan 2013.
12. Serta untuk semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat
kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak akan penulis
terima demi laporan penelitian yang lebih baik. Penulis berharap penelitian ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Akhir kata, semoga segala
bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat balasam, rahmat, dan
ridho dari Allah SWT, Amin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ciputat, 11 November 2016
Penulis
vi
ABSTRAK
Reza Aulia Fikri. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan
Antara Jenis Kelamin dan Usia Terhadap Ekspresi Gen Arg389Gly pada
Pasien di KPKM Buaran dan Reni Jaya Tangerang Selatan.
Polimorfisme gen Arg389Gly rs1801253 telah terdeteksi pada reseptor β1
adrenergik. Reseptor β1 adrenergik berperan penting dalam pengaturan curah
jantung, dan mediasi transduksi sinyal di sistem simpatis-adrenal, serta agen-agen
yang menghalangi tekanan darah menjadi rendah, sehingga dapat meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dan
usia terhadap frekuensi gen Arg389Gly, sebuah studi asosiasi genom dilakukan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sampel diperoleh dari pasien yang berobat di
KPKM Buaran dan Reni Jaya Tangerang Selatan (N=29). Responden terdiri dari
perempuan sebanyak 21 orang dan laki-laki sebanyak 8 orang dengan rentang usia
dari 30 – 70 tahun. Metode yang digunakan adalah sekuensing untuk skrining gen
Arg389Gly rs1801253 dan pemeriksaan tekanan darah dengan sfigmomanometer.
Hasilnya, frekuensi gen Arg389Gly rs1801253 pada responden adalah wildtype
(34,483%), heterozigot (0%), variant (65,517%). Adapun frekuensi gen
Arg389Gly rs1801253 pada laki-laki adalah wildtype (75%), heterozigot (0%),
dan variant (25%). Sedangkan, frekuensi gen Arg389Gly rs1801253 pada
perempuan adalah wildtype (19,048%), heterozigot (0%), dan variant (80,952%).
Hasilnya menunjukkan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
genotip (p=0,009). Rata-rata usia responden adalah 49,93 tahun dengan standar
deviasi sebesar 8,936. Hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
antara usia dengan genotip (p=0,743). Rata-rata tekanan darah sistolik responden
adalah 135,17mmHg dengan standar deviasi sebesar 15,029. Hasilnya
menunjukkan hubungan yang signifikan antara tekanan darah sistolik dengan
genotip (p=0,041). Rata-rata tekanan darah diastolik responden adalah
82,07mmHg dengan standar deviasi sebesar 7,736. Hasilnya menunjukkan
hubungan yang signifikan antara tekanan darah diastolik dengan genotip
(p=0,050).
Kata Kunci : Arg389Gly, rs1801253, Sekuensing
vii
ABSTRACT
Reza Aulia Fikri. The Study Program of Medicine and the Medical
Profession. The Relationship Between Gender and Age of the Arg389Gly
Gene Expression in Patients at KPKM Buaran and Reni Jaya South
Tangerang.
Arg389Gly rs1801253 polymorphism has been detected in β1 adrenergic
receptors. Β1 adrenergic receptors play an important role in the regulation of
cardiac output, and mediating signal transduction in the sympathetic-adrenal
system, as well as agents that prevent low blood pressure, which can increase the
risk of hypertension. To determine the relationship between gender and age of the
gene frequency Arg389Gly, a genome-wide association studies conducted in UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Samples were obtained from patients treated in
KPKM Buaran and Reni Jaya South Tangerang (N = 29). Respondents consisted
of 21 persons women and men of 8 people with an age range of 30-70 years. The
method used is to screen for gene sequencing Arg389Gly rs1801253 and blood
pressure with a sphygmomanometer. As a result, the frequency of rs1801253 gene
Arg389Gly the respondents are wildtype (34.483%), heterozygous (0%), variant
(65.517%). The frequency of rs1801253 Arg389Gly genes in males is wildtype
(75%), heterozygous (0%), and variant (25%). Meanwhile, Arg389Gly rs1801253
gene frequency in women is wildtype (19.048%), heterozygous (0%), and variant
(80.952%). The results show a significant relationship between sex and genotype
(p = 0.009). The average age of respondents was 49.93 years with a standard
deviation of 8.936. The results showed no significant difference between age and
genotype (p = 0.743). The average systolic blood pressure of respondents are
135,17mmHg with a standard deviation of 15.029. The results showed a
significant association between systolic blood pressure by genotype (p = 0.041).
The average diastolic blood pressure was 82,07mmHg respondents with a
standard deviation of 7.736. The results showed a significant association between
diastolic blood pressure with the genotype (p = 0.050)
Key Words : Arg389Gly, rs1801253, Sequencing
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
i
LEMBAR PERNYATAAN
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
iii
LEMBAR PENGESAHAN
iv
KATA PENGANTAR
v
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
3
1.3 Hipotesis
3
1.4 Tujuan Penelitian
3
1.5 Manfaat Penelitian
3
1.5.1 Bagi Institusi
3
1.5.2 Bagi Peneliti
3
1.5.3 Bagi Peneliti Lain
3
1.5.4 Bagi Masyarakat
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Landasan Teori
4
2.1.1 Definisi Hipertensi
4
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
4
2.1.3 Epidemiologi Hipertensi
6
ix
2.1.4 Etiologi Hipertensi
9
2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologis Hipertensi
10
2.1.6 Manifestasi Klinis Hipertensi
15
2.1.7 Faktor Risiko Hipertensi
15
2.1.8 Diagnosis Hipertensi
15
2.1.9 Komplikasi Hipertensi
16
2.1.10 Prognosis Hipertensi
16
2.1.11 Tata Laksana Hipertensi
16
2.1.12 Jenis Kelamin dan Usia dengan Hipertensi
19
2.1.13 Gen Arg389Gly dengan Hipertensi
19
2.1.14 DNA
21
2.1.15 Mutasi Gen
22
2.2 Kerangka Teori
24
2.3 Kerangka Konsep
24
2.4 Definisi Operasional
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
26
3.1 Desain Penelitian
26
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
26
3.2.1 Waktu Penelitian
26
3.2.2 Tempat Penelitian
26
3.3 Populasi dan Sempel Penelitian
26
3.3.1 Populasi Target
26
3.3.2 Populasi Terjangkau
26
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
27
3.3.2.2 Kriteria Eklusi
27
3.3.2.3 Kriteria Eliminasi/Drop Out
27
3.3.3 Perkiraan Besar Sampel
27
3.3.4 Teknik Pengambilan Sampel
29
3.4 Cara Kerja Penelitian
29
3.4.1 Alat dan BahanPenelitian
29
x
3.4.2 Penyuluhan dan Skrining
30
3.4.3 Flebotomi
30
3.4.4 Isolasi DNA
31
3.4.5 Polymerase Chain Reaction (PCR)
32
3.4.6 Gel Elektroforesis
32
3.4.7 Sekuensing
33
3.5 Alur Penelitian
35
3.6 Pengolahan dan Analisa Data
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
37
4.1 Hasil
37
4.1.1 Data Karakteristik Responden
37
4.1.2 Hasil Hubungan Jenis Kelamin dengan Genotip Arg389Gly
38
4.1.3 Hasil Hubungan Usia dengan Genotip Arg389Gly
38
4.1.4 Hasil Hubungan Sistol dengan Genotip Arg389Gly
39
4.1.5 Hasil Hubungan Diastol dengan Genotip Arg389Gly
39
4.2 Pembahasan
40
4.3 Kelebihan Penelitian
42
4.3 Keterbatasan Penelitian
42
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
43
5.1. Simpulan
43
5.2. Saran
43
BAB VI KERJASAMA RISET
44
DAFTAR PUSTAKA
45
LAMPIRAN
48
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC
4
Tabel 2.2 5 Provinsi dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi
8
Tabel 2.3 5 Provinsi dengan Prevalensi Hipertensi Terendah
8
Tabel 2.4 Definisi Operasional
25
Tabel 4.1 Data Karakteristik Responden (Kategorik)
37
Tabel 4.2 Data Karakteristik Responden (Numerik)
37
Tabel 4.3 Frekuensi Genotip Berdasarkan Jenis Kelamin
38
Tabel 4.4 Frekuensi Genotip Berdasarkan Usia
38
Tabel 4.5 Frekuensi Genotip Berdasarkan Sistol
39
Tabel 4.6 Frekuensi Genotip Berdasarkan Diastol
39
Tabel 7.5.1 Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA Sampel
58
Tabel 7.8.1 Data Karakteristik Responden
64
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah
7
Gambar 2.2 Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin
9
Gambar 2.3 Penentu Tekanan Darah Arteri Rerata
11
Gambar 2.4 Saraf Simpatis Parasimpatis dengan Tekanan Darah
13
Gambar 2.5 Refleks Baroreseptor Memulihkan Tekanan Darah
14
Gambar 2.6 Patogenesis Hipertensi
14
Gambar 2.7 Algoritma Tata Laksana Hipertensi Menurut NICE 2013 18
Gambar 2.8 Pengobatan Hipertensi Menurut NICE, 2013
18
Gambar 2.9 Struktur Double Helix pada Rantai DNA
21
Gambar 2.10 Jenis-Jenis Mutasi Beserta Chromatogramnya
23
Gambar 2.11 Kerangka Teori
24
Gambar 2.12 Kerangka Konsep
24
Gambar 3.1 Alur Penelitian
35
Gambar 7.3.1 SNP Arg389Gly rs1801253
51
Gambar 7.3.2 Primer Forward
51
Gambar 7.3.3 Primer Reverse
52
Gambar 7.4.1 Penyuling Aquades
53
Gambar 7.4.2 Spin
53
Gambar 7.4.3 Vortex
53
xiii
Gambar 7.4.4 Disposafe
53
Gambar 7.4.5 CoolRoom
53
Gambar 7.4.6 Alkohol 70%
53
Gambar 7.4.7 Micropipet
53
Gambar 7.4.8 Primer
53
Gambar 7.4.9 Taq Polymerase
53
Gambar 7.4.10 Oven
53
Gambar 7.4.11Timbangan Digital
54
Gambar 7.4.12 Tip 100-1000µL
54
Gambar 7.4.13 Loading Dye
54
Gambar 7.4.14 Autoclaf
54
Gambar 7.4.15 Nanometer
54
Gambar 7.4.16 Marker DNA 100bp
54
Gambar 7.4.17 Agarose
55
Gambar 7.4.18 ddH₂O
55
Gambar 7.4.19 Plate Sequencing
55
Gambar 7.4.20 DNA Genom Kit
55
Gambar 7.4.21 Handscone
55
Gambar 7.4.22 Waterbath
55
Gambar 7.4.23 Sentrifuge
55
Gambar 7.4.24 Freezer
55
xiv
Gambar 7.4.25 Microwave
55
Gambar 7.4.26 Elektroforesis
56
Gambar 7.4.27 Sampel DNA
56
Gambar 7.4.28 Vacutainer
56
Gambar 7.4.29 Filter Tube
56
Gambar 7.4.30 Larutan DNA Genom Kit
56
Gambar 7.4.31 Tube Isolasi DNA
56
Gambar 7.4.32 Tip 0,1-10µL
56
Gambar 7.4.33 Marker
56
Gambar 7.4.34 Tip 10-50µL
56
Gambar 7.4.35 Tube PCR
56
Gambar 7.4.36 Thermal Cycler
57
Gambar 7.4.37 Wadah Agar
57
Gambar 7.4.38 Ethium Bromide
57
Gambar 7.4.39 DNA Rehydration
57
Gambar 7.4.40 Gel Dock
57
Gambar 7.4.41 Ice Pack
57
Gambar 7.4.42 Dokumentasi
57
Gambar 7.6.1 Gel doc elektroforesis agarose genom sampel
60
Gambar 7.6.2 Gel doc hasil elektroforesis agarose dari PCR
60
Gambar 7.7.1 HT1
61
xv
Gambar 7.7.2 HT2
61
Gambar 7.7.3 HT3
61
Gambar 7.7.4 HT4
61
Gambar 7.7.5 HT5
61
Gambar 7.7.6 HT6
61
Gambar 7.7.7 HT7
61
Gambar 7.7.8 HT8
61
Gambar 7.7.9 HT9
61
Gambar 7.7.10 HT10
61
Gambar 7.7.11 HT11
61
Gambar 7.7.12 HT12
61
Gambar 7.7.13 HT13
62
Gambar 7.7.14 HT14
62
Gambar 7.7.15 HT15
62
Gambar 7.7.16 HT16
62
Gambar 7.7.17 N1
62
Gambar 7.7.18 N2
62
Gambar 7.7.19 N3
62
Gambar 7.7.20 N4
62
Gambar 7.7.21 N5
62
Gambar 7.7.22 N6
62
xvi
Gambar 7.7.23 N7
62
Gambar 7.7.24 N8
62
Gambar 7.7.25 N9
62
Gambar 7.7.26 N10
62
Gambar 7.7.27 N11
62
Gambar 7.7.28 N12
63
Gambar 7.7.29 N13
63
Gambar 7.7.30 N14
63
Gambar 7.7.31 N15
63
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Permohonan Ethical Approval Penelitian
48
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden
49
Lampiran 3. Fragmen Wildtype, Variant dan Primer
50
Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian
53
Lampiran 5. Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA Sampel
58
Lampiran 6. Gel documentation hasil elektroforesis agarose
60
Lampiran 7. Hasil Sequencing
61
Lampiran 8. Data Karakteristik Responden
64
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik
66
Lampiran 10. Curriculum Vitae Peneliti
73
xviii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment on High Blood Pressure VII (JNCVII) melaporkan bahwa hampir
satu milyar orang menderita hipertensi di dunia. National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) III 1999-2000 di Amerika Serikat
melaporkan bahwa dari 69% pasien yang kesadaran (awareness) terhadap
hipertensinya cukup baik dan sebanyak 58% pasien menerima terapi, hanya
31% tekanan darah yang terkontrol.1
Hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius di seluruh dunia karena
prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan
datang. Hipertensi disebut juga ‘the silent killer’ karena sebagai salah satu
penyebab peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas). World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 1
milyar manusia di dunia hidup dengan hipertensi dan diprediksi akan
meningkat sebanyak 60% pada tahun 2025.2
Di Indonesia dan negara berkembang lainnya hipertensi merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat.
Kasus hipertensi diperkirakan akan
meningkat 80% pada tahun 2025, dari sejumlah 639 juta kasus pada tahun
2000 diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 didapatkan bahwa prevalensi hipertensi
tertinggi di kepulauan Natuna (wilayah pantai) sebanyak 53,3%, sedangkan
prevalensi Hipertensi terendah di Pegunungan Jayawijaya sebanyak 6,8%.
Hal ini antara lain berhubungan dengan adanya perbedaan pola makan
terutama intake natrium yang mendukung risiko terjadinya hipertensi.3
Hipertensi dibedakan menjadi dua, yaitu hipertensi esensial dan hipertensi
non esensial. Atau biasa disebut juga hipertensi primer dan hipertensi
sekunder. Hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebab
pastinya. Sedangkan hipertensi non esensial adalah hipertensi yang sudah
2
diketahui penyebab pastinya. Adapun hipertensi esensial merupakan penyakit
multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor
risiko tertentu. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain ialah diet dan asupan
garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetik, kurangnya aktifitas fisik, jenis
kelamin, dan umur.4
Perkembangan hipertensi tergantung interaksi antara faktor genetik dan faktor
risiko terjadinya hipertensi antara lain faktor lingkungan.5 Saat ini tren
hipertensi sebanyak 90% dipengaruhi adanya faktor genetik sehingga jika ada
10 orang menderita hipertensi, maka sebanyak 9 orang diantaranya
disebabkan karena faktor genetik dan lingkungan yang meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi.6
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang meliputi faktor genetik,
lingkungan dan demografi. Kontribusi elemen genetik pada tekanan darah
berkisar antara 30-50 %. Oleh karena itu, mengidentifikasi kecurigaan
hipertensi akibat gen akan membantu memahami patofisiologi penyakit.
Selain bermanfaat dalam memilih obat antihipertensi, informasi genomik juga
dapat membantu mengenali mereka yang berisiko terserang hipertensi,
sehingga dapat mengoptimalkan pendekatan preventif . Beberapa strategi dan
metode telah digunakan untuk mengidentifikasi kecurigaan hipertensi akibat
gen. Polimorfisme gen Arg389Gly telah terdeteksi pada reseptor β1
adrenergik. Variasi gen Arg389 dikaitkan dengan peningkatan risiko
hipertensi. Hal ini juga menunjukkan bahwa pembawa varian ini memiliki
respon yang lebih besar untuk β blocker.7
Pada riset ini kami mencari apakah ada hubungan dari polimorfisme
Arg389Gly terhadap hipertensi esensial. Polimorfisme adalah variasi sekuensi
yang mempunyai perubahan pada genotip. Perubahan tersebut dapat berupa
Homozigot normal (wildtype), homozigot variant dan heterozigot7. Kami
menggunakan darah sebagai spesimen lalu kami lakukan isolasi DNA,
kemudian kami lakukan pemeriksaan PCR beserta gel elektroforesis dan
setelah itu kami melakukan sekuensing. Kami mencoba mencari apakah
adanya hubungan antara jenis kelamin dan usia terhadap ekspresi gen
Arg389Gly pada pasien di KPKM Buaran dan Reni Jaya Tangerang Selatan.
3
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin dan usia terhadap ekspresi
gen Arg389Gly pada pasien di KPKM Buaran dan Reni Jaya Tangerang
Selatan?
1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan usia terhadap ekspresi gen
Arg389Gly pada pasien di KPKM Buaran dan Reni Jaya Tangerang Selatan.
1.4 Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dan usia terhadap ekspresi gen
Arg389Gly pada pasien di KPKM Buaran dan Reni Jaya Tangerang Selatan.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1
Bagi Institusi
1. Penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi dalam perpustakaan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian-penelitian
selanjutnya.
1.5.2
Bagi Peneliti
1. Mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di kalangan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari.
1.5.3
Bagi Peneliti Lain
1. Sebagai salah
satu
acuan untuk melakukan penelitian hubungan
polimorfisme gen dengan hipertensi pada jenis gen atau responden
yang berbeda.
1.5.4
Bagi Masyarakat
1. Sebagai salah satu acuan masyarakat dalam pencegahan salah satu
faktor risiko hipertensi esensial yaitu faktor genetik khususnya gen
Arg389Gly.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Definisi Hipertensi
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat/tenang.8
2.1.2
Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal.
a. Hipertensi berdasarkan tingkat keparahan :
Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Comitte on the
prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood
pressure) VII 20038,9,10
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC8,9,10
Klasifikasi Tekanan
Tekanan Darah
Tekanan Darah
Darah
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Normal
<120
<80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi Stage I
140-159
90-99
Hipertensi Stage II
≥160
≥100
5
b. Hipertensi berdasarkan penyebab :
1.
Hipertensi Primer / Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.8,10
2.
Hipertensi Sekunder / Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).8,10
c. Hipertensi berdasarkan bentuk :
Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran
(sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated
systolic hypertension).8
d. Hipertensi berdasarkan keadaan tertentu :
1.
Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah
pada
pembuluh
darah
arteri
paru-paru
yang
menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat
melakukan aktivitas. Hipertensi
pulmonal primer sering
didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering
didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka
kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk,
dengan mean survival sampai timbulnya gejala penyakit
sekitar 2-3 tahun.8
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada
National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri
pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau "mean"tekanan arteri
6
pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih
30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan
katup pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit
jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru.8
2. Hipertensi pada Kehamilan :
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya
terdapat pada saat kehamilan, yaitu:
i.
Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai
hipertensi
yang
diakibatkan
kehamilan/keracunan
kehamilan ( selain tekanan darah yang meninggi, juga
didapatkan kelainan pada air kencingnya ). Preeklamsi
adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda
hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan.8
ii.
Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak
sebelum ibu mengandung janin.8
iii.
Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan
gabungan preeklampsia dengan hipertensi kronik.8
iv.
Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat.8
Penyebab hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas.
Ada yang mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh
kelainan pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor
diet, tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan faktor
keturunan, dan lain sebagainya.8
2.1.3
Epidemiologi Hipertensi
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan
juga bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi
7
hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang
yang berusia >65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang
dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan
kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini
hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.10
Sampai saat ini data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and
Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun
1999-2000, insidensi hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%,
yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi
peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi
esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.10
Gambar 2.1 Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah8
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar
31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan
Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).8
Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan
sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi
berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda,
8
masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi.
Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang
terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui
kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang
didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen.
Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri.8
Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis
individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia
menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar
252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita
hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan. Terdapat 13 provinsi
yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di Provinsi
Bangka Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x
1.380.762jiwa = 426.655 jiwa.8
Tabel 2.2 5 Provinsi dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi8
Tabel 2.3 5 Provinsi dengan Prevalensi Hipertensi Terendah8
9
Gambar 2.2 Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin8
2.1.4
Etiologi Hipertensi
Hipertensi Primer
Penyebab yang mendasari 90% kasus hipertensi tidak diketahui. Hipertensi
semacam ini dikenal sebagai hipertensi primer (esensial atau idiopatik).
Hipertensi primer adalah suatu kategori umum untuk peningkatan tekanan
darah yang disebabkan oleh beragam penyebab yang tidak diketahui dan
bukan suatu enrtitas tunggal. Orang dapat memperlihatkan kecenderungan
genetik yang kuat mengidap hipertensi primer, yang dapat dipercepat atau
diperburuk oleh faktor kontribusi misalnya kegemukan, stres, merokok,
atau kebiasaan makan. Adapun faktor lainnya ialah :11
a. Ganguan penanganan garam oleh ginjal
b. Asupan garam berlebihan
c. Diet yang kurang mengandung buah, sayuran, dan produk susu
(yaitu, rendah K⁺ dan Ca²⁺)
d. Kelainan membran plasma misalnya ganguan pompa Na⁺-K⁺
e. Variasi dalam gen yang menyandi angiotensinogen
f. Bahan endogen mirip digitalis
10
g. Kelainan pada NO, endotelin, dan bahan kimia uasoaktif lokal
lainnya
h. Kelebihan vasopresin
Apapun penyebab yang mendasari, sekali terbentuk hipertensi tampaknya
akan terus berlanjut. Pajanan terus menerus ke tekanan yang tinggi
menyebabkan dinding pembuluh mudah mengalami aterosklerosis, yang
semakin meningkatkan tekanan darah.11
Hipertensi Sekunder
Penyebab pasti hipertensi hanya dapat ditemukan pada 10% kasus.
Hipertensi yang terjadi akibat masaiah primer lain disebut hipertensi
sekunder. Inilah beberapa contoh hipertensi sekunder;11
a. Hipertensi ginjal
b. Hipertensi endokrin.
c. Hipertensi neurogenik
2.1.5
Patogenesis dan Patofisiologis Hipertensi
Mekanisme-mekanisme yang terlibat dalam memadukan kerja berbagai
komponen sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain sangat penting untuk
mengatur tekanan arteri rerata. Ingatlah bahwa dua penentu tekanan arreri
rerata adalah curah jantung dan resistensi perifer total. Dimana curah
jantung dan resistensi perifer total dipengaruhi oleh sejumlah faktor.11
11
Gambar 2.3 Penentu Tekanan Darah Arteri Rerata11
a. Tekanan arteri rerata bergantung curah jantung dan resistensi
perifer total 1.
b. Curah jantung bergantung pada kecepatan jantung dan isi sekuncup
2.
c. Kecepatan jantung bergantung pada keseimbangan relatif aktivitas
parasimpatis 3, yang menurunkan kecepatan jantung, dan aktivitas
simpatis (dalam seluruh pembahasan ini secara implisit mencakup
epinefrin) 4, yang meningkatkan kecepatan jantung.
d. Isi sekuncup meningkat sebagai respons terhadap aktivitas simpatis
5 (kontrol ekstrinsik isi sekuncup).
e. Isi sekuncup juga meningkat jika aliran balik vena meningkat 6
(kontrol intrinsik isi sekuncup sesuai hukum Frank-Starling
jantung).
12
f. Aliran balik vena ditingkatkan oleh vasokonstriksi vena yang
diinduksi oleh saraf simpatis 7, pompa otot rangka 8, pompa
pernapasan 9, dan penghisapan jantung 10.
g. Volume darah sirkulasi efektif juga mempengaruhi seberapa
banyak darah dikembalikan ke jantung 11. Volume darah jangka
pendek bergantung pada ukuran perpindahan cairan bulkflow pasif
antara plasma dan cairan interstisium menembus dinding kapiler
12. Dalam jangka panjang, volume darah bergantung pada
keseimbangan garam dan air 13, yang secara hormonal dikontrol
masing-masing oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron dan
vasopresin 14.
h. Penentu utama lain tekanan darah arteri rerata, resistensi perifer
total, bergantung pada jari-jari semua arteriol serta kekentalan
darah 15. Faktor utama yang menentukan kekentalan darah adalah
jumlah sel darah merah 16. Namun, jari-jart arteriol adalah faktor
yang lebih penting dalam menentukan resistensi perifer total.
i. Jari-jari arteriol dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal
(intrinsik) yang menyamakan aliran darah dengan kebutuhan
metabolik 17. Sebagai contoh, perubahan lokal yang terjadi di
otot-orot rangka yang aktif menyebabkan vasodilatasi arteriol
lokal dan peningkatan aliran darah ke otot-otot tersebut I8.
j. Jari-jari arteriol juga dipengaruhi oleh aktivitas simpatis 19, suatu
mekanisme kontrol ekstrinsik yang menyebabkan vasokonstriksi
arteriol 20 untuk meningkatkan resistensi perifer total dan tekanan
darah arteri rerata.
k. Jari-jari arteriol juga dipengaruhi secara ekstrinsik oleh hormon
vasopresin dan angiotensin II, yaitu vasokonstriktor poten 21 serta
penting dalam keseimbangan garam dan air 22.
13
Perubahan setiap faktor di atas akan mengubah tekanan darah, kecuali jika
terjadi perubahan kompensasi di variabel lain yang menjaga tekanan darah
konstan. Aliran darah ke suatu organ bergantung pada gaya dorong
tekanan arteri rerata dan derajat vasokonstriksi arteriol organ tersebut.
Karena tekanan arteri rerata bergantung pada curah jantung dan derajat
vasokonstriksi arteriol, maka jika arteriol-arteriol di satu organ melebar,
maka
arteriol-arteriol
di
organ
lain
harus
berkonstriksi
untuk
mempertahankan tekanan darah arteri yang adekuat. Tekanan yang
memadai diperlukan untuk menghasilkan gaya untuk mendorong darah
tidak saja ke organ yang mengalami vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang
bergantung pada aliran darah yang konstan. Karena itu, variabel-variabel
kardiovaskular harus terus-menerus diatur untuk mempertahankan tekanan
darah yang konstan meskipun kebutuhan akan darah dari masing-masing
organ berubah-ubah.11
Gambar 2.4 Hubungan Sistem Saraf Simpatis dan Parasimpatis dengan
Tekanan Darah11
14
Gambar 2.5 Refleks Baroreseptor untuk Memulihkan Tekanan Darah ke
Normal11
Gambar 2.6 Patogenesis Hipertensi10
15
2.1.6
Manifestasi Klinis Hipertensi
Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada
masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya.
Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet
(vertigo), jantung berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga
berdenging (tinnitus), dan mimisan.8,10
2.1.7
Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan
merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah,
kebiasaan konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang
aktifitas fisik, stres, dan penggunaan estrogen.8,10
2.1.8
Diagnosis Hipertensi
Terdapat 3 tahap penegakkan diagnosis hipertensi, yaitu :
a. Anamnesis. Perlu didapatkan informasi terkait manifestasi klinis,
dan
faktor
risiko
hipertensi
pada
pasien.
Kemungkinan
epidemiologi juga dipertimbangkan. Serta etiologi hipertensi pada
pasien baik hipertensi primer maupun hipertensi sekunder.10
b. Pemeriksaan fisik. Nilai tekanan darah diambil dari rerata 2 kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. Apabila tekanan darah ≥140/90 mmHg pada 2
atau lebih kunjungan, hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaan
tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan
posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung), serta teknik
yang benar.8,10
c. Pemeriksaan penunjang. Memeriksa komplikasi yang telah atau
sedang terjadi dan memeriksa kecurigaan klinis hipertensi
sekunder.10
16
2.1.9
Komplikasi Hipertensi
Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain :10,12
a. Serebrovaskular : stroke, transient ischemic attacks, demensia
vaskular.
b. Mata : retinopati hipertensif.
c. Kardiovaskular : penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau
hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner.
d. Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.
e. Arteri Perifer : klaudikasio intermiten.
2.1.10 Prognosis Hipertensi
Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian
pengobatan cepat atau lambat akan diikuti dengan peningkatan tekanan
darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan antihipertensi.
Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan
jumlah obat antihipertensi secara bertahap bagi pasien yang diagnosis
hipertensinya sudah pasti serta tetap patuh terhadap pengobatan
nonfarmakologis. Bila selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes
melitus atau penyakit ginjal atau hiperkalemia, maka prognosisnya
diragukan sehingga etiologi hipertensinya dapat dihilangkan.10
2.1.11 Tata Laksana Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obatobatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup
dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari 6
gram/hari, menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein,
rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi penderita
hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 me nit
17
dengan frekuensi 3-5 x per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (68 jam) dan mengendalikan stress.8
Ada pun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita
hipertensi adalah:8
a. Makanan yang berkadar lemakjenuh tinggi (otak, ginjal, paru,
minyak kelapa, gajih).
b. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium
(biscuit, crackers, keripikdan makanan keringyangasin).
c. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned,
sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
d. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan
asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
e. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta
sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah
(sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
f. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus
sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya
mengandunggaram natrium.
g. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian,
tape.
18
Gambar 2.7 Algoritma Tata Laksana Hipertensi Menurut NICE, 201312
Gambar 2.8 Pengobatan Hipertensi dengan Antihipertensi Menurut NICE,
201312
19
2.1.12 Jenis Kelamin dan Usia dengan Hipertensi
Jenis kelamin dan usia memiliki hubungan dengan meningkatnya resiko
hipertensi. Di Indonesia, prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin
tahun 2007 maupun tahun 2013 prevalensi hipertensi perempuan lebih
tinggi dibanding laki-laki.8,9 Perempuan memiliki ambang batas stres yang
lebih rendah daripada laki-laki. Stress memicu aktifasi berlebih saraf
simpatis, sehingga dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan
curah jantung.10 Adapun dengan meningkatnya usia, maka kemampuan
endothelium pembuluh darah untuk menginhibisi efek kontraksi dari
norepinefrin semakin berkurang. Hal ini menyebabkan vasokonstriksi yang
lebih panjang akibat relaksasi yang lama. Selain itu terdapat kelainan dari
faktor relaksasi endothelium pada keadaan hipertensi.11 Hal ini juga
dibuktikan oleh adanya peningkatan prevalensi hipertensi pada laki-laki
dengan usia lebih dari 55 tahun dan wanita dengan usia lebih dari 65
tahun.10
2.1.13 Gen Arg389Gly dengan Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang meliputi faktor genetik,
lingkungan dan demografi. Kontribusi elemen genetik pada tekanan darah
berkisar antara 30-50 %. Oleh karena itu , mengidentifikasi kecurigaan
hipertensi akibat gen akan membantu memahami patofisiologi penyakit.
Selain bermanfaat dalam memilih obat antihipertensi, informasi genomik
juga dapat membantu mengenali mereka yang berisiko terserang
hipertensi, sehingga dapat mengoptimalkan pendekatan preventif .
Beberapa strategi dan metode telah digunakan untuk mengidentifikasi
kecurigaan hipertensi akibat gen. Polimorfisme gen Arg389Gly telah
terdeteksi pada reseptor β1 adrenergik. Variasi gen Arg389 dikaitkan
dengan peningkatan risiko hipertensi. Hal ini juga menunjukkan bahwa
pembawa varian ini memiliki respon yang lebih besar untuk β blocker.7
Pada tahun 1987, gen pada reseptor β1 adrenergik dikloning, dan
terlokalisasi pada kromosom. Dua polimorfisme yang umum, Ser49Gly
20
dan Arg389Gly, diidentifikasi pada tahun 1999. Polimorfisme gen
Arg389Gly terletak di ekor sitoplasma intraseluler dekat wilayah
transmembran 7 reseptor β1 adrenergik, yang diduga sebagai ikatan
domain Gs-protein. Variasi Arg389 memediasi lebih tinggi isoproterenol
yang dirangsang oleh aktivitas adenilat siklase dibanding variasi gen
Gly389 in vitro. Karena reseptor β1 adrenergik sangat penting dalam
mengatur curah jantung, dan mediasi transduksi sinyal di sistem simpatisadrenal, serta agen-agen yang menghalangi tekanan darah menjadi rendah,
maka dapat dihubungkan dengan peningkatan risiko hipertensi.13,14 Namun
variasi gen Arg 389 terbukti tidak berhubungan dengan peningkatan
denyut jantung saat istirahat.15
Distribusi frekuensi polimorfisme gen Arg389Gly pada reseptor β1
adrenergik bervariasi tergantung etnis. Beberapa studi populasi manusia
beragam di Swedia13, Tamilian (India Selatan)16, Mexico17, China14,18,
Jepang19, Kaukasia20, Amerika21 dan Afrika21 telah dilakukan untuk
menentukan prevalensi varian genetik.
Seseorang dengan genotip Arg389Arg memiliki denyut jantung lebih
tinggi daripada mereka yang homozigot atau heterozigot untuk Gly389, hal
ini menunjukkan bahwa varian reseptor Arg389Arg memiliki sensitivitas
yang lebih tinggi dalam menanggapi katekolamin. Subyek homozigot
untuk alel Arg389 menunjukkan peningkatan respon terhadap rangsangan
reseptor β1-adrenergik oleh katekolamin. Dalam studi vitro telah
menunjukkan bahwa varian Arg389 gen ADRB1 memediasi respon
peningkatan terhadap stimulasi agonis dibandingkan dengan Gly389
varian. Hal ini menunjukkan bahwa polimorfisme Arg389Gly sangat
fungsional. Variasi Arg389 menunjukkan aktivitas adenilat basal adenylyl
sedikit lebih tinggi dari varian Gly389.14
Selain itu, isoprenaline diinduksi oleh aktivasi adenilat siklase sekitar 3-4
kali lebih besar di Arg389 dibanding Gly389. Hal ini mungkin terjadi
karena pengurangan kopling protein beta-AR-Gs untuk ADRB1 Gly389.
Peningkatan maksimal dalam siklik adenosin monofosfat disebabkan oleh
21
isoprenalin secara signifikan lebih besar di Arg389 dari dalam sel ADRB1
Gly389. Meningkatnya in vivo aktivitas Arg389 varian ADRB1 bisa
menyebabkan cardiac output yang lebih tinggi. Oleh karena itu dapat
menjelaskan hubungan antara alel Arg389 dan hipertensi.14
2.1.14 DNA
DNA atau Deoxyribonucleic acid merupakan kromosom-kromosom dan
juga merupakan informasi genetik yang tersimpan dalam tubuh makhluk
hidup. Informasi genetik ini pada dasarnya merupakan kumpulan
instruksi/perintah yang mengatur sel untuk bisa melakukan hal-hal
tertentu. Materi genetik berupa polimer dari nukleotida – nukleotida, yang
terdiri atas 3 komponen : basa nitrogen, gula pentosa (deoksiribosa), dan
gugus fosfat. Dimana basa dapat berupa Adenin (A), Timin (T), Guanin
(G), Sitosin (C). Menurut penelitian dari Chargaff mengatakan bahwa
jumlah Adenin akan sama dengan jumlah Timin, sedangkan jumlah
Guanin akan sama dengan jumlah Sitosin. Struktur DNA merupakan dua
untaian nukleotida yang disebut dengan double helix, dimana untaian
tersebut tersusun secara spiral dengan posisi gula dan gugus fosfat terletak
di sisi luar dan basa-basa nitrogen saling berpasangan di sisi dalam
(menyambung kedua untaian tersebut).22, 23
Gambar 2.9 Struktur Double Helix pada Rantai DNA Tediri dari Rantai
Orang Tua dan Rantai Anak24
22
2.1.15 Mutasi Gen
Gen adalah unit fungsional yang diatur oleh transkripsi dan mengkode
produk RNA yang akan diterjemahkan (translasi) menjadi sebuah protein
yang bekerja di intra maupun ekstra sel. Sebuah gen dapat menghasilkan
beberapa messenger RNA (isoform) yang akan ditranslasi untuk
menghasilkan protein. Terdapat beberapa bagian dari gen, exon merupakan
bagian dari gen yang akan dilakukan splicing untuk membentuk mRNA.
Sedangkan intron adalah daerah diantara exon yang di lakukan sambatan
(splicing) dari RNA precursor saat proses pembentukan RNA. Prediksi
saat ini diperkirakan terdapat 20.687 gen pengkode protein pada genom
manusia. Ekspresi gen diatur oleh protein DNA-binding yang teraktivasi
atau menekan transkripsi. Kebanyakan gen mempunyai 15-20 elemen
pengatur.25
Gen manusia sendiri dibagi dalam 23 kromosom yang berbeda yaitu 22
autosom ( 1-22 ) dan kromosom seks X dan Y. Sel dewasa bersifat diploid
yang berarti bahwa terdapat 2 set homolog dari 22 autosom dan sepasang
kromosom seks. Wanita memiliki 2 kromosom X (XX) sedangkan lakilaki mempunyai 1 kromosom X dan satu kromosom Y (XY). Akibatnya,
saat terjadi proses meiosis sperma atau oosit akan menjadi haploid yang
berarti mempunyai 1 set homolog 22 autosom serta 1 kromosom seks. Saat
proses fertilisasi akan terjadi penggabungan antara kromosom dari ayah
dan ibu yang akan membentuk kembali kromosom yang bersifat diploid.
Pada setiap pembelahan (mitosis) kromosom direplikasi, dipasangkan,
dipisahkan dan dibagi dalam dua sel anak perempuan. 25
Mutasi dapat diartikan sebagai perubahan pada sekuens nukleotida primer
pada DNA terlepas dari konsekuensi fungsionalnya. Beberapa mutasi
dapat mematikan yang lainnya tidak. Mutasi dapat terjadi pada sperma
atau oosit atau pada embryogenesis atau jaringan somatic. Mutasi yang
terjadi pada proses perkembangan disebut sebagai mosaicism dimana
jaringan terdiri dari sel yang mempunyai susunan gen berbeda. Mutasi
yang terdapat perubahan pada nukleotida tunggal disebut sebagai point
23
mutation atau mutasi titik. Substitusi disebut dengan transisi bila suatu
basa purin atau pyrimidin diganti oleh basa purin atau pyrimidin lain ( A >
G). Bila suatu basa purin diganti dengan basa pyrimidin maka mutasinya
menjadi transversi. Bila perubahan daerah sekuens terjadi dan mengubah
asam amino maka disebut sebagai missense mutation.25
Gambar 2.10 Jenis- Jenis Mutasi Beserta Chromatogramnya25
Polimorfisme adalah variasi sekuens yang mempunyai frekuensi paling
sedikit 1%. Biasanya polimorfisme tidak menyebabkan fenotipe yang jelas
dan terdiri atas substitusi pasangan basa tunggal. Bentuk polimorfisme
yang paling sering terjadi adalah Single Nucleotide Polymorphism (SNP).
SNP merupakan sebuah variasi dari pasangan basa tunggal pada DNA.
SNP adalah tipe variasi yang paling sering terjadi yaitu sebanyak 90% dari
total variasi sekuensi. SNP yang mempunyai jarak dekat dan diturunkan
bersama disebut sebagai haplotype.25
24
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.11 Kerangka Teori
2.3 Kerangka Konsep
Gambar 2.12 Kerangka Konsep
25
2.4 Definisi Operasional
Tabel 2.4 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Operasional
Alat Ukur
Skala
Skala Pengukuran
Tekanan yang
dihasilkan oleh
pompa jantung,
kekentalan darah,
1
Tekanan
serta fleksibilitas
Sfigmomano
Darah
pembuluh darah
meter
Numerik
-
dalam upaya
mengalirkan
darah ke seluruh
tubuh
Ekspresi
2
Gen
Arg389Gly
Variasi
Light Cycler
Sekuensing DNA
480® Roche
pada gen
04 909 631
TMPRSS6
001
1. Wildtype
Kategorik
2.Mutant
3.Heterozygote
Sifat jasmani dan
rohani yang
3
Jenis
Kelamin
membedakan dua
makhluk sebagai
1. Laki-Laki
-
Kategorik
2. Perempuan
betina dan jantan
atau wanita dan
pria;
Lama waktu
4
Usia
hidup sejak
dilahirkan
-
Numerik
-
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan desain cross
sectional dan skala pengukuran kategorik nominal dikotom.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan Oktober
2016.
3.2.2 Tempat Penelitian
Proses pengambilan spesimen darah dari responden dilakukan di Klinik
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (KPKM) Buaran dan Reni Jaya
Tangerang Selatan. Proses perlakuan spesimen darah dilakukan di
laboratorium kultur sel genetik, Biologi, dan Biokimia Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Jl. Kertamukti No. 05 Pisangan, Ciputat 15419,
Tangerang Selatan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1
Populasi Target
Masyarakat sekitar Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat Buaran dan
Reni Jaya Tangerang Selatan.
3.3.2
Populasi Terjangkau
Responden merupakan masyarakat yang datang untuk penyuluhan di
KPKM Buaran dan Reni Jaya sebanyak 50 orang. Spesimen yang
digunakan untuk penelitian ini adalah darah yang diambil secara
phlebotomi dari masyarakat yang datang dengan jumlah darah sebanyak
3cc.
27
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
a. Menyetujui Informed Consent
b. Umur 30-70 Tahun
c. Data Karakteristik Pasien Lengkap
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi
a. Kehamilan
3.3.2.3 Kriteria Eliminasi / Drop Out
a. Sampel yang Digunakan Rusak Selama Proses Penelitian Berlangsung
3.3.3
Perkiraan Besar Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel DNA yang
diperoleh dari masyarakat yang datang untuk penyuluhan di KPKM
Buaran dan Reni Jaya sebanyak 50 orang. Kontrol digunakan dengan
menggunakan sampel Gen Arg389Gly. Dalam penentuan jumlah sampel,
peneliti menggunakan perhitungan
berdasarkan jenis pertanyaan
penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar
variabel.
Hasil
pengukuran
variabel
dikelompokkan
berdasarkan
klasifikasi tertentu. Dalam penelitian ini data diambil dari individu yang
berbeda. Maka jenis pertanyaan penelitian berupa analisis tidak
berpasangan kategorik. Rumus perhitungan yang dipakai adalah:26
28
Keterangan:
A
: Alfa, Kesalahan Tipe I
B
: Beta, Kesalahan Tipe II
P
: Proporsi
P₁ - P₂ : Perbedaan Proporsi yang Dianggap Bermakna
Z
: Deviat Baku
29
3.3.4
Teknik Pengambilan Sampel
Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode konsekutif, yaitu sampel darah diambil dari semua pasien yang
datang dan memenuhi kriteria hingga jumlah sampel yang dibutuhkan
terpenuhi. Pengambilan sampel ini telah mendapat persetujuan etik dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 Cara Kerja Penelitian
3.4.1
Alat dan Bahan Penelitian
a. Pengambilan Sampel Darah
Spuit 3 cc, Torniquet, Tabung berisi EDTA, Sarung Tangan, Kapas
alkohol, EDTA dalam Tabung
b. Isolasi Genom DNA dari Darah
Tabung mikrosentrifugasi 1,5 ml steril, Penangas air (Water bath) AS
ONE TRW-42TP 80 high temperature version, pipet mikro BIOHIT
berbagai ukuran, vortex DADD, 2 mL collection tube, alat sentrifugasi
eppendorf , mikrotip Biologix ukuran 10µL, 200µL dan 1000µL,
incubator EYELA NDO-400, biomedical freezer SANYO, RBC Lysis
Buffer, GB Buffer, Elution Buffer, Ethanol Absolut, W1 Buffer, Wash
Buffer
c. Pengukuran Konsentrasi Hasil Isolasi DNA
Maestro Nano Drops, DNA Rehydration Solution
d. Elektroforesis Genom DNA
Elektroforesis ATTO My Power II 300 AE-8135,Timbangan analtik
AdventureTM, gel doc system, penggaris sumur, Agarose, Ethidium
bromide, Loading dye, Plastic wrap, Marker 100bp DNA
e. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Thermal Cycler, Primer Forward, Primer Reverse, ddH₂O, Enzim Taq
Polymerase
30
3.4.2
Penyuluhan dan Skrining
Sebelum dilakukan pengambilan sampel, dilakukan penyuluhan sederhana
kepada pasien KPKM Buaran dan Reni Jaya mengenai hipertensi dan
kemudian dilakukan informed consent kepada pasien mengenai penelitian
yang sedang dilakukan dengan menekankan bahwa penelitian ini tidak
membahayakan dan akan sangat bermanfaat bagi keilmuan dalam bidang
kesehatan di masa yang akan datang.
Setelah dilakukan seminar, pasien satu persatu dianamnesis terutama
mengenai faktor resiko hipertensi yang mungkin dimiliki oleh pasien.
Setelah dianamnesis, pasien diukur tinggi badan dan berat badannya untuk
kemudian ditentukan status gizi pasien. Setelah itu, pasien diukur nilai
gula darah, kolesterol, asam urat dan tekanan darahnya sebelum akhirnya
dilakukan flebotomi atau pengambilan darah yang akan menjadi sampel
penelitian.
3.4.3
Flebotomi
Memeriksa kelengkapan alat. Memberi penjelasan kepada pasien
mengenai tindakan yang akan dilakukan serta tujuan dan kemungkinan
komplikasinya. Menentukan lokasi vena yang akan dipunksi. Mencuci
tangan dan mengenakan sarung tangan. Memasang kain pengalas di bawah
bagian tubuh yang akan dipunksi. Meraba vena target, lalu memasang
karet pembendung proksimal dari daerah yang akan dilakukan punksi.
Apabila pasien sadar, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya.
Permukaan kulit yang akan dipunksi didisinfeksi dengan menggunakan
kapas alkohol yang diusapkan pada permukaan kulit.
Dengan menggunakan tangan yang dominan, jarum ditusukkan ke vena
dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Fiksasi spuit dengan
tangan sisi lainnya, lalu penghisap spuit ditarik sambil karet pembendung
dilepaskan sehingga darah mengalir ke dalam spuit sebanyak yang
diperlukan. Karet pembendung dilepaskan, kemudian jarum dicabut
sambil menekan tempat tusukan dengan kapas alkohol dan ditutup dengan
plester. Darah yang telah diambil segera dimasukkan ke dalam botol
khusus atatu tetap dalam spuit, lalu diberi label nama pasien, umur pasien,
31
dan tanggal pengambilan. Alat-alat dirapikan dan atau dibuang sesuai
tempatnya. Sarung tangan dilepaskan. Memberitahu pasien bahwa
tindakan sudah selesai dan mengucapkan terimakasih.
3.4.4
Isolasi DNA
Setelah sampel darah diambil, dilakukan isolasi DNA untuk mendapatkan
genom
DNA
dengan
menggunakan
Genomic
DNA
Mini
Kit
(Blood/Cultured Cell) Geneaid dengan langkah kerja sebagai berikut.
Darah
sebanyak
300
μL
dimasukan
kedalam
1,5
ml
tabung
mikrosentrifugasi. Kemudian Tambahkan 900 μL RBC Lysis Buffer dan
dikocok. Tabung diinkubasi 10 menit dalam suhu ruangan. Tabung
disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit,
supernatant dibuang. Tambahkan 100 μL RBC Lysis Buffer untuk
meresuspensi endapan leukosit, kocok, kemudian diproses dengan cell
lysis. Tambahkan 200 μL GB Buffer kedalam tabung tadi. Inkubasi tabung
pada suhu 60o C selama 10 menit untuk memastikan sampel terlisiskan.
Pada saat yang sama tabung lain berisi 50 μL Elution Buffer untuk tiap
satu sampel disiapkan, kemudian diinkubasi pada suhu 60o C.
Setelah sampel tabung diinkubasi, tabung didinginkan di suhu ruangan.
Tambahkan 200 μL ethanol absolute ke dalam tabung, kemudian secara
cepat dikocok selama 10 detik. Siapkan GD Column pada 2 mL
Collection Tube. Pindahkan campuran ethanol tadi kedalam GD Column.
Sentrifugasi tabung pada 14.000 – 16.000 x g selama 5 menit. Buang
cairan pada 2 ml Collection Tube. Tempatkan kembali GD Column pada
2 ml Collection Tube.
Tambahkan 400 μL W1 Buffer kedalam GD Column kemudian
disentrifugasi pada 14.000 – 16.000 x g selama 1 menit. Buang cairan pada
2 ml Collection Tube. GD Column ditempatkan kembali pada 2 ml
Collection Tube. Tambahkan 600 μl Wash Buffer kedalam GD Column.
Sentrifugasi tabung pada 14.000 – 16.000 x g selama 1 menit. Buang
cairan pada 2 ml Collection Tube. Tempatkan kembali GD Column pada
2 ml Collection Tube. Sentrifugasi kembali tabung selama 1 menit untuk
mengeringkan matriks kolum.
32
Volume standar Elution Buffer untuk 1 sampel adalah 100 μl. Jika sampel
yang digunakan dalam volume sedikit, volume elusi sekitar 30 – 50 μl
dapat meningkatkan konsentrasi DNA. Pindahkan GD Column yang sudah
kering kedalam tabung mikrosentrifugasi yang steril. Tambahkan 50 μl
Elution Buffer yang sudah diinkubasi kedalam matriks kolum, biarkan
selama 3 menit. Sentrifugasi pada 14.000 – 16.000 x g selama 1 menit
untuk mendapatkan hasil.
Genom DNA yang sudah diisolasi dilakukan pengecekan dengan cara
elektroforesis dan dibaca menggunakan alat Gel doc system. Hasil isolasi
DNA dinilai jumlah konsentrasi DNA nya dengan menggunakan alat
Maestro Nano Drops. Sampel diambil sebanyak 1 μL, kemudian
diletakkan di lensa nano, lalu tekan enter.
3.4.5
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Membuat larutan Master Mix PCR (yang telah berisi Buffer, Primer, dan
dNTP + Enzim Taq Polymerase) pada waktu ditambahkan enzim kita
harus menempatkan es dibawah tabung yang berisi larutan Mix PCR
(bekerja dengan es). Setelah itu pipet larutan Mix PCR ke dalam tabung
reaksi PCR yang telah diberi label, setelah itu baru dimasukkan sampel
DNA yang telah kita isolasi kedalam masing-masing tabung reaksi PCR
(campurkan larutan tersebut dengan baik menggunakan vortex). Kemudian
memprogram mesin PCR dengan 30-40 siklus dengan tampilan 3 tahapan
suhu. Letakkan tabung reaksi PCR dan jalankan sesuai program yang ada.
Setelah selesai reaksi PCR, ambil tabung reaksi dan DNA hasil amplifikasi
siap dianalisis melalui gel elektroforesis.
3.4.6
Gel Elektroforesis
Timbang larutan agarosa bubuk (1,5% gel agarosa dalam larutan TAE)
Masak larutan tersebut sampai mendidih. Biarkan larutan dingin sampai
kira-kira 70°C, kemudian masukkan 5µl 0,1% etidium bromide. Tuang
larutan agarosa ke dalam tray elektroforesis yang sudah dipasang sisir.
Biarkan agarosa dingin dan mengeras. Pasang tray ke dalam chamber
elektroforesis, angkat sisir kemudian tuangkan larutan TAE. Masukkan
loading dye (1µl) + DNA (5µl) kedalam sumur (yang terbentuk dari sisir).
33
Hubungkan alat elektroforesis dengan power supply, 90 Volt selama 1
jam. Amati pita-pita DNA yang terbentuk dengan menggunakan lampu
UV, kemudian foto dengan kamera polaroid. Bila hasilnya bagus, produk
PCR bisa disiapkan untuk dilakukan sekuensing.
3.4.7
Sekuensing
Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik
penentuan urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan
tersebut dikenal sebagai sekuens DNA, yang merupakan informasi paling
mendasar suatu gen atau genom karena mengandung instruksi yang
dibutuhkan untuk pembentukan tubuh makhluk hidup. Sekuensing DNA
dapat dimanfaatkan untuk menentukan identitas maupun fungsi gen atau
fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan sekuens-nya dengan
sekuens DNA lain yang sudah diketahui. Pengetahuan akan sekuens DNA
berguna untuk mengetahui sekuens asam amino yang disandikan oleh gen.
Dahulu hanya ada dua metode sekuensing yaitu metode Maxam-Gilbert
dan metode Sanger. Hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan
dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh
Frederick Sanger dan rekan-rekannya. Teknik tersebut melibatkan
terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik
untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah
dimodifikasi.22, 23
Pada metode terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi
rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan
menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang
komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut
diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi
DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula
empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga
nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam
konsentrasi
rendah
(biasanya
di-deoksinukleotida).
Penggabungan
nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh
polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang berhenti
34
bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu
tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan
menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida, atau
sekarang semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas
berjari-jari kecil (pipa kapiler) yang diisi dengan polimer kental.22,23
Seiring dengan perkembangannya, kini terdapat beberapa macam metode
sekuensing terminasi rantai yang berbeda satu sama lain terutama dalam
hal pendeteksian fragmen DNA hasil reaksi sekuensing. Diantaranya
metode Sanger, Sekuensing dye terminator, automatisasi dan penyiapan
sampel.
Metode
sekuensing
lain
terus
berkembang,
pyrosequencing, illumina (Solexa), dan DNA nanoball.22,23
diantaranya
35
3.5 Alur Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
3.6 Pengolahan dan Analisa Data
Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data secara komputerisasi yaitu
menggunakan SPSS versi 23. Karena penelitian ini termasuk analitik tidak
berpasangan kategorik maka uji yang dilakukan adalah uji Chi Square. Jika
syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, maka dilakukan transformasi data. Saat
uji tersebut tidak berhasil maka dilakukan uji Fisher bila tabel 2 x 2, atau uji
36
Kolmogorov-Smirnov bila tabel 2 x K, serta teknik penggabungan sel pada
tabel selain 2 x 2 dan 2 x K. Adapun untuk uji yang dilakukan pada variabel
numerik dengan kategorik, dapat dilakukan uji T tidak berpasangan. Bila
syarat uji T tidak berpasangan tidak terpenuhi, maka akan dilakukan uji
alternatif lainnya yaitu uji Mann-Whitney. Pengolahan data dilakukan dengan
tahapan editing, coding, procesing, dan cleaning. Editing merupakan kegiatan
untuk melakukan pengecekan kelengkapan data rekam medis. Coding
merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka atau bilangan. Selanjutnya dilakukan processing yakni memasukkan
data ke dalam SPSS. Tahap akhir dilakukan cleaning atau pembersihan data
untuk mengecek kembali apakah terdapat kesalahan data yang sudah
dimasukkan.27
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Responden merupakan masyarakat yang datang untuk penyuluhan di KPKM
Buaran dan Reni Jaya sebanyak 29 orang. Responden terbagi menjadi 2 kategori
berdasarkan tekanan darah, yaitu hipertensi sebanyak 16 orang dan normotensi
sebanyak 13 orang. Responden terdiri dari perempuan sebanyak 21 orang dan
laki-laki sebanyak 8 orang dengan rentang usia dari 30 – 70 tahun.
4.1.1 Data Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Data Karakteristik Responden (Kategorik)
Jenis Kelamin
Genotip
Variabel
n(%)
Laki-Laki
8 (27,586)
Perempuan
21 (72,414)
Wildtype
10 (34,483)
Heterozygote
0 (0)
Variant
19 (65,517)
Tabel 4.2 Data Karakteristik Responden (Numerik)
Mean
Standard Deviation
Usia
49,93
8,936
Sistol
135,17
15,029
38
Diastol
82,07
7,736
4.1.2 Hasil Hubungan Jenis Kelamin dengan Genotip Arg389Gly
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Genotip Arg389Gly Berdasarkan Jenis Kelamin
Genotip Arg389Gly
Jenis
Wildtype
Variant
p
Kelamin
Laki-Laki
N
%
N
%
6
75
2
25
0,009
Perempuan
4
19,05
17
80,95
Dari data crosstabulation, tabel 2 x 2 ini tidak layak untuk diuji dengan uji ChiSquare karena sel yang nilai expected-nya kurang dari lima ada 25% jumlah sel.
Oleh karena itu, uji yang dipakai adalah uji alternatif lainnya, yaitu uji Fisher.
Nilai Significancy adalah 0,009 untuk 2-sided dan 0,009 untuk 1-sided. Karena
nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara
jenis kelamin dengan genotip Arg389Gly.
4.1.3 Hasil Hubungan Usia dengan Genotip Arg389Gly
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Genotip Arg389Gly Berdasarkan Usia
Genotip Arg389Gly
Usia
49,93 (8,936)
Wildtype
Variant
(n=10)
(n=19)
50,70 (10,122)
49,53 (8,514)
p
0,743
39
Sebelum dilakukan uji T tidak berpasangan, terlebih dahulu memeriksa syarat uji
T tidak berpasangan. Karena data berdistribusi normal, maka dilakukan uji T tidak
berpasangan. Nilai Significancy adalah 0,743. Karena nilai p > 0,05, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dengan genotip
Arg389Gly.
4.1.4 Hasil Hubungan Sistol dengan Genotip Arg389Gly
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Genotip Arg389Gly Berdasarkan Sistol
Genotip Arg389Gly
Sistol
135,17 (15,029)
Wildtype
Variant
(n=10)
(n=19)
143,00 (12,517)
131,05 (14,868)
p
0,041
Sebelum dilakukan uji T tidak berpasangan, terlebih dahulu memeriksa syarat uji
T tidak berpasangan. Karena data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan
transformasi data agar distribusi data menjadi normal. Namun tranformasi data
tidak berhasil, maka dilakukan uji alternatif yaitu uji Mann-Whitney. Nilai
Significancy adalah 0,041. Karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa terdapat hubungan antara sistol dengan genotip Arg389Gly.
4.1.5 Hasil Hubungan Diastol dengan Genotip Arg389Gly
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Genotip Arg389Gly Berdasarkan Diastol
Genotip Arg389Gly
Diastol
Wildtype
Variant
(n=10)
(n=19)
p
40
82,07 (7,736)
86,00 (8,433)
80,00 (6,667)
0,050
Sebelum dilakukan uji T tidak berpasangan, terlebih dahulu memeriksa syarat uji
T tidak berpasangan. Karena data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan
transformasi data agar distribusi data menjadi normal. Namun tranformasi data
tidak berhasil, maka dilakukan uji alternatif yaitu uji Mann-Whitney. Nilai
Significancy adalah 0,050. Karena nilai p = 0,05, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa terdapat hubungan antara diastol dengan genotip Arg389Gly.
4.2 Pembahasan
Didapatkan bahwa laki-laki lebih rentan mengalami hipertensi (87,5%) dibanding
perempuan (42,857%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil Riskesdas
2013 yang menyatakan bahwa perempuan lebih rentan mengalami hipertensi
(28,8%) dibanding laki-laki (22,8%). Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena
tidak setaranya perbandingan antara jumlah responden laki-laki banding
perempuan (8 : 21).8,9
Didapatkan bahwa rentang usia 30-40 tahun lebih rentan mengalami hipertensi
(75%) dibanding rentang usia lainnya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa usia berbanding lurus dengan hipertensi
karena seiring bertambahnya usia, maka semakin menurunnya fisiologis tubuh
dalam mempertahankan tekanan darah normal. Ketidaksesuaian ini dapat
disebabkan karena berbagai macam faktor risiko hipertensi baik bersifat fisik
maupun psikis.10,11
Hasil uji bivariat antara jenis kelamin dengan genotip Arg389Gly menggunakan
uji Fisher, didapatkan nilai p-value 0,009 dengan standar nilai p-value <0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan genotip Arg389Gly. Hasil uji bivariat antara usia dengan genotip
Arg389Gly menggunakan uji T tidak berpasangan, didapatkan nilai p-value 0,743
dengan standar nilai p-value <0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara usia dengan genotip Arg389Gly.
41
Pada penelitian Kristina Bengtsson dalam studi kasus-kontrol tentang frekuensi
genotip yang ditemukan pada populasi Eropa. Alel Arg389 dan genotip
Arg389Arg dari gen reseptor β1-adrenergik lebih umum pada pasien dengan
hipertensi dibandingkan kontrol. Hubungan ini dianalisa setelah penyesuaian
terkait usia, jenis kelamin, dan faktor risiko konvensional lainnya dengan analisis
regresi logistik ganda di dua populasi independen. Sistol, diastol, dan denyut
jantung tidak berbeda antara pembawa genotip Arg389Gly dalam kelompok
hipertensi diobati atau dalam kelompok kontrol. Dalam 102 responden untuk
polimorfisme Arg389Gly, responden homozigot alel Arg389 memiliki diastol
signifikan lebih tinggi (P=0,003) dan denyut jantung (P= 0,02) dibanding
pembawa alel Gly389, tetapi tidak ada perbedaan di sistol. Usia dan BMI relatif
sama antara responden.13
Hasil uji bivariat antara tekanan darah sistol dengan genotip Arg389Gly
menggunakan uji Mann-Whitney, didapatkan nilai p-value sebesar 0,041 dengan
standar nilai p-value <0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara tekanan darah sistol dengan genotip Arg389Gly. Hasil uji bivariat antara
tekanan darah diastol dengan genotip Arg389Gly menggunakan uji MannWhitney, didapatkan nilai p-value sebesar 0,050 dengan standar nilai p-value
<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tekanan darah
diastol dengan genotip Arg389Gly. Baik tekanan darah sistol maupun diastol
memiliki hubungan dengan genotip Arg389Gly.
Polimorfisme gen Arg389Gly terletak di ekor sitoplasma intraseluler dekat
wilayah transmembran 7 reseptor β1 adrenergik, yang diduga sebagai ikatan
domain Gs-protein. Variasi Arg389 memediasi lebih tinggi isoproterenol yang
dirangsang oleh aktivitas adenilat siklase dibanding variasi gen Gly389 in vitro.
Karena reseptor β1 adrenergik sangat penting dalam mengatur curah jantung, dan
mediasi transduksi sinyal di sistem simpatis-adrenal, serta agen-agen yang
menghalangi tekanan darah menjadi rendah, maka dapat dihubungkan dengan
peningkatan risiko hipertensi.13,14
42
4.3 Kelebihan Penelitian
Penelitian skrining SNP Arg389Gly rs1801253 untuk mengetahui kemungkinan
responden menderita hipertensi esensial ini dapat dikatakan penelitian yang baru
di Indonesia. Dalam pelaksanaan penelitian ini, cara kerja penelitian yang
dilakukan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena membutuhkan waktu,
tenaga, dan biaya yang banyak. Dalam mendeteksi mutasi dari SNP tersebut,
teknik sequencing yang digunakan merupakan salah satu teknik yang sensitif
namun mahal. Dalam pengambilan sampel pada penelitian ini, responden dibekali
dengan penyuluhan serta beberapa pemeriksaan guna deteksi dini penyakit pada
responden dan diharapkan responden dapat memperbaiki gaya hidup menjadi
lebih sehat.
4.4 Keterbatasan Penelitian
1. Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode konsekutif yaitu sampel darah diambil dari semua pasien yang
datang dan memenuhi kriteria hingga jumlah sampel yang dibutuhkan
terpenuhi. Untuk metode pemilihan sampel yang terbaik ialah metode
random sampling.
2. Tidak mencari data mengenai gaya hidup responden untuk mengetahui
kemungkinan lain penyebab responden mengalami hipertensi agar tidak
membiaskan hasil hubungan antara tekanan darah dengan variasi genotip
Arg389Gly.
3. Besar sampel diduga mempengaruhi hasil statistik analitik.
43
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian ini, menunjukan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan
dengan variasi genotip Arg389Gly. Namun tidak terdapat hubungan antara usia
dengan variasi genotip Arg389Gly. Sementara berdasarkan penelitian ini pula,
variasi genotip Arg389Gly juga memiliki hubungan dengan tekanan darah baik
sistol maupun diastol. Adapun frekuensi variasi genotip Arg389Gly rs1801253
sebagian besar bergenotip variant dengan jumlah 19 orang (65,517%),
dibandingkan yang bergenotip wildtype dengan jumlah 10 orang (34,483%).
5.2 Saran
1. Sebaiknya metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode random sampling karena lebih bisa mewakili populasi
dibanding metode konsekutif.
2. Diperlukan kuisioner tentang gaya hidup responden untuk mengetahui
kemungkinan lain penyebab responden mengalami hipertensi agar tidak
membiaskan hasil hubungan antara tekanan darah dengan variasi genotip
Arg389Gly.
3. Diperlukan besar sampel yang lebih banyak untuk melihat hubungan
antara jenis kelamin dan usia terhadap ekspresi gen Arg389Gly.
4. Bagi responden baik penderita hipertensi maupun normotensi, diharapkan
dapat memperbaiki gaya hidupnya menjadi lebih sehat.
44
BAB VI
KERJASAMA RISET
Penelitian ini merupakan bagian kerjasama riset mahasiswa dan kelompok riset
genetik dan hipertensi PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
dibiayai oleh Kementerian Agama Republik Indonesia di bawah bimbingan dr.
Siti Nur Aisyah Jauharoh, PhD.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et
al. The seventh report of joint national committee on prevention, detection,
evaluation, and treatment of hypertension. The JNC 7 report. JAMA
2003;289:2560-72.
2. Horacio J, Adrogue MD, Nicolaos E, and Madias MD. Sodium and Potasium
in the Pathogenesis of Hypertension. The New England Journal of Medicine.
2007;356:1966-1978.
3. Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. 2009;169:1079-1085.
5. Bernard C and Lauren S. Epithelial Sodium Channel: Mendelian Versus
Essential Hypertension. Hypertension. 2008; 52: 595-604.
6. Ester B, Melanie MK, Abraham AK, Wilko S, Monique JL, and Peter WL.
2004. Alpha-Adducin Gly 460 Trp Polimorphism and renal Hemodynamics in
Essensial Hypertension. Hypertension. 2004; 44: 419-523.
7. Tanira MOM and Al Balushi KA. Genetic Variations related to hypertension
: a review. Journal of Human Hypertension. 2005;19;7-19.
8. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Hipertensi. Jakarta :
INFODATIN. 2014.
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Keseharan RI.
Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : RISKESDAS. 2013;3;88-90
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. 2008;143:610-614.
11. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi VI. Jakarta :
EGC. 2012;10;369-419.
46
12. Tanto Chris, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014;635-639.
13. Bengtsson Kristina MD, Melander Olle MD PHD, Orho-Melander Marju
PHD, et al. Polymorphism in the β1-Adrenergic Receptor Gene and
Hypertension. Circulation. 2001;104;187-190.
14. Peng Yingxin, Xue Hao, Luo Leiming, Yao Wenjing and Li Rongbin.
Polymorphisms of the β1-adrenergic receptor gene are associated with
essential hypertension in Chinese. Clin Chem Lab Med. 2009;47:1227–31.
15. Ranade Koustubh, Jorgenson Eric, Sheu Wayne, et al. A Polymorphism in the
β1 Adrenergic Receptor Is Associated with Resting Heart Rate. Am. J. Hum.
Genet. 2002;70;935-942.
16. Ramu P, Mahesh Kumar K.N, Shewade D.G, Swaminathan R.P, Dutta T.K,
Balachander J and Adithan C.
Polymorphic variants of β1-adrenergic
receptor gene (Ser49Gly & Arg389Gly) in healthy Tamilian volunteers.
Indian J Med Res. 2010;132;62-66.
17. Fragoso JM, Rodriguez-Perez JM, Perez-Vielma N, Martinez-Rodriguez N,
Vargas- Alarcon G. Beta1 adrenergic receptor polymorphisms Arg389Gly
and Ser49Gly in the Amerindian and Mestizo populations of Mexico. Hum
Biol 2005; 77 : 515-20.
18. Liu ZQ, Liu J, Xiang ZH, Hu MY, Mo W, Wang LS, et al. Distributive
characteristics of Ser49Gly and Gly389Arg genetic polymorphisms of beta1adrenoceptor in Chinese Han and Dai populations. Acta Pharmacol Sin
2006; 27 : 254-8.
19. Inagaki Y, Mashima Y, Fuse N, Funayama T, Ohtake Y, Yasuda N, et al.
Polymorphism of beta-adrenergic receptors and susceptibility to open-angle
glaucoma. Mol Vis 2006; 12 : 673-80.
20. Covolo L, Gelatti U, Metra M, Nodari S, Picciche A, Pezzali N, et al. Role of
beta1- and beta2-adrenoceptor polymorphisms in heart failure: a casecontrol study. Eur Heart J 2004; 25 : 1534-41.
21. Xie HG, Dishy V, Sofowora G, Kim RB, Landau R, Smiley RM, et al.
Arg389Gly beta 1-adrenoceptor polymorphism varies in frequency among
47
different ethnic groups but does not alter response in vivo. Pharmacogenetics
2001; 111 : 191-7.
22. Campbell NA, Reece JB, Urry LA. Biologi 8th ed Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
2010
23. Murray, R. K., Granner, D. K., Rodwell, V. W. Biokimia Harper (27 ed).
Jakarta: EGC; 2009;4;304-434.
24. Lodish HF. Molecular Cell Biology. New York: W.H. Freeman; 2003.
25. Kasper DL,Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th edition. New York. McGraw
Hill. 2015
26. Dahlan, M. Sopiyudin. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel
dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Edisi 2. Jakarta : Salemba
Medika
27. Dahlan, M. Sopiyudin. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi
5. Jakarta : Salemba Medika
28. Single Nucleotide Polymorphism Arg389Gly rs1801253 [Internet]. Oktober
2016 [diakses pada 22 Oktober 2016]. Tersedia pada :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/projects/SNP/snp_ref.cgi?rs=1801253
48
Lampiran 1. Lembar Permohonan Ethical Approval Penelitian
Permohonan Ethical Approval Penelitian
No.
Hal
:
: Permohonan Ethical Approval Penelitian
Kepada:
Yth. Ketua Komite Etik Penelitian
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Di Ciputat
Dengan Hormat,
Bersama ini kami mohon bantuan kepada komite etik penelitian kedokteran FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat memberikan keterangan Lolos Kaji Etik
(Ethical Approval) untuk penelitian kami yang berjudul Hubungan Antara Jenis
Kelamin dan Usia Terhadap Ekspresi Gen Arg389Gly pada Pasien di KPKM
Buaran dan Reni Jaya Tangerang Selatan.
Terlampir kami sampaikan (masing-masing 4 kopi),
1. Proposal Penelitian
2. Formulir informed consent
Dengan permohonan kami, atas bantuan dari Bapak/Ibu kami mengucapkan
banyak terimakasih.
Hormat saya,
Peneliti,
Pembimbing,
Reza Aulia Fikri
NIM 1113103000020
dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
NIP. 19770102 200501 2 007
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
dr. Achmad Zaki,M.Epd,Sp.OT
NIP. 19780507 200501 1 005
49
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN
Saat ini saya Reza Aulia Fikri mahasiswa PSKPD UIN Jakarta angkatan 2013
sedang melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Jenis Kelamin
dan Usia Terhadap Ekspresi Gen Arg389Gly pada Pasien di KPKM Buaran
dan Reni Jaya Tangerang Selatan. Pada penelitian ini saya akan melakukan
pemeriksaan dengan pengambilan darah responden sebanyak satu kali yaitu 3-5
cc. Darah tersebut akan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan skrining.
Pengambilan darah dilakukan oleh analis yang sudah berpengalaman. Untuk itu,
dengan hormat saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk ikut serta dalam
penelitian ini.
Setelah membaca penjelasan diatas, bahwa yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama:
Umur:
tahun
Alamat:
Dengan sukarela diikutsertakan dalam penelitian ini. Segala hal yang menyangkut
kerahasiaan tentang responden akan terjaga dengan baik oleh peneliti.
Jakarta,
Agustus 2016
Mengetahui,
(________________)
( Reza Aulia Fikri )
Responden
Peneliti
50
Lampiran 3. Fragmen Wildtype, Variant dan Primer
Fragmen wildtype asam amino Glysin
AACTCGGCCT TCAACCCCAT CATCTACTGC CGCAGCCCCG
ACTTCCGCAA GGCCTTCCAG GGACTGCTCT GCTGCGCGCG
CAGGGCTGCC CGCCGGCGCC ACGCGACCCA CGGAGACCGG
CCGCGCGCCT
Fragmen variant asam amino Arginin
AACTCGGCCT TCAACCCCAT CATCTACTGC CGCAGCCCCG
ACTTCCGCAA GGCCTTCCAG CGACTGCTCT GCTGCGCGCG
CAGGGCTGCC CGCCGGCGCC ACGCGACCCA CGGAGACCGG
CCGCGCGCCT
Fragmen primer forward
5’- GGC CT T CAA CCC CAT CAT CTA –3’
Fragmen primer reverse
5’– CCG GTC TCC GTG GGT CGC GT -3’
51
Gambar 7.3.1 Single Nucleotide Polymorphism Arg389Gly rs180125328
Gambar 7.3.2 Primer Forward
52
Gambar 7.3.3 Primer Reverse
53
Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 7.4.1 Penyuling Aquades
Gambar 7.4.2 Spin
Gambar 7.4.3 Vortex
Gambar 7.4.4 Disposafe
Gambar 7.4.5 CoolRoom
Gambar 7.4.6 Alkohol 70%
Gambar 7.4.7 Micropipet
Gambar 7.4.8 Primer
54
Gambar 7.4.9 Taq Polymerase
Gambar 7.4.11 Timbangan Digital
Gambar 7.4.13 Loading Dye
Gambar 7.4.15 Nanometer
Gambar 7.4.10 Oven
Gambar 7.4.12 Tip 100-1000µL
Gambar 7.4.14 Autoclaf
Gambar 7.4.16 Marker DNA 100bp
55
Gambar 7.4.17 Agarose
Gambar 7.4.18 ddH₂O
Gambar 7.4.19 Plate Sequencing
Gambar 7.4.20 DNA Genom Kit
Gambar 7.4.21 Handscone
Gambar 7.4.22 Waterbath
Gambar 7.4.23 Sentrifuge
Gambar 7.4.24 Freezer
Gambar 7.4.25 Microwave
56
Gambar 7.4.26 Elektroforesis
Gambar 7.4.27 Sampel DNA
Gambar 7.4.28 Vacutainer
Gambar 7.4.29 Filter Tube
Gambar 7.4.30 Larutan DNA Genom Kit
Gambar 7.4.31 Tube Isolasi DNA
Gambar 7.4.32 Tip 0,1-10µL
Gambar 7.4.33 Marker
Gambar 7.4.34 Tip 10-50µL
Gambar 7.4.35 Tube PCR
57
Gambar 7.4.36 Thermal Cycler
Gambar 7.4.38 Ethium Bromide
Gambar 7.4.40 Gel Dock
Gambar 7.4.37 Wadah Agar
Gambar 7.4.39 DNA Rehydration
Gambar 7.4.41 Ice Pack
Gambar 7.4.42 Dokumentasi
58
Lampiran 5. Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA Sampel
Tabel 7.5.1 Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA Sampel
No
Konsentrasi (ng/µl)
Kemurnian (260/280)
1
128,282
1,83
2
177,814
1,81
3
135,519
1,74
4
74,119
1,77
5
48,604
1,67
6
69,515
1,49
7
104,650
1,87
8
97,942
1,77
9
292,557
1,81
10
67,443
1,74
11
71,624
1,77
12
52,264
1,94
13
285,150
1,70
14
64,236
1,65
15
65,613
1,73
16
108,990
1,77
17
68,100
1,83
18
107,454
1,83
19
53,262
1,90
20
79,036
1,81
21
76,875
1,74
22
60,662
1,73
23
55,207
1,86
24
54,059
1,74
25
82,903
1,70
26
80,840
1,80
27
73,635
1,80
59
28
51,431
1,85
29
63,182
1,78
30
48,471
1,72
31
59,013
1,85
60
Lampiran 6. Gel documentation hasil elektroforesis agarose
Gambar 7.6.1 Gel doc hasil elektroforesis agarose dari genom sampel
Gambar 7.6.2 Gel documentation hasil elektroforesis agarose dari PCR
61
Lampiran 7. Hasil Sequencing
Gambar 7.7.1 HT1
Gambar 7.7.2 HT2
Gambar 7.7.3 HT3
Gambar 7.7.4 HT4
Gambar 7.7.5 HT5
Gambar 7.7.6 HT6
Gambar 7.7.7 HT7
Gambar 7.7.8 HT8
Gambar 7.7.9 HT9
Gambar 7.7.10 HT10 Gambar 7.7.11 HT11 Gambar 7.7.12 HT12
62
Gambar 7.7.13 HT13 Gambar 7.7.14 HT14 Gambar 7.7.15 HT15
Gambar 7.7.16 HT16 Gambar 7.7.17 N1
Gambar 7.7.18 N2
Gambar 7.7.19 N3
Gambar 7.7.20 N4
Gambar 7.7.21 N5
Gambar 7.7.22 N6
Gambar 7.7.23 N7
Gambar 7.7.24 N8
63
Gambar 7.7.25 N9
Gambar 7.7.26 N10
Gambar 7.7.27 N11
Gambar 7.7.28 N12
Gambar 7.7.29 N13
Gambar 7.7.30 N14
Gambar 7.7.31 N15
64
Lampiran 8. Data Karakteristik Responden
Tabel 7.8.1 Data Karakteristik Responden
Tekanan
Darah
No
(mmHg)
Kelamin
Usia
Wildtype
Heterozygot
Variant
1
140/100
P
50
+
-
-
2
150/90
P
52
-
-
+
3
140/90
L
63
+
-
-
4
140/80
P
50
-
-
+
5
160/70
L
54
+
-
-
6
140/80
P
52
-
-
+
7
140/80
P
60
-
-
+
8
140/80
P
48
-
-
+
9
150/90
L
56
-
-
+
10
150/90
L
65
+
-
-
11
140/80
L
44
+
-
-
12
160/90
L
38
-
-
+
13
140/80
P
37
-
-
+
14
140/90
P
39
+
-
-
15
150/80
L
42
+
-
-
16
160/90
P
42
+
-
-
65
17
110/80
P
44
-
-
+
18
120/80
P
30
-
-
+
19
110/80
P
58
-
-
+
20
120/80
P
42
DO
DO
DO
21
120/90
P
65
-
-
+
22
110/80
P
50
-
-
+
23
120/90
P
44
+
-
-
24
110/70
P
52
-
-
+
25
130/80
L
64
+
-
-
26
130/80
P
31
DO
DO
DO
27
130/70
P
57
-
-
+
28
130/80
P
54
-
-
+
29
130/80
P
48
-
-
+
30
130/70
P
45
-
-
+
31
130/70
P
45
-
-
+
66
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik
Data Karakteristik
Statistics
Usia
N
Valid
Sistol
Diastol
29
29
29
0
0
0
Mean
49.93
135.17
82.07
Median
50.00
140.00
80.00
a
140
80
8.936
15.029
7.736
79.852
225.862
59.852
-.044
-.171
.111
.434
.434
.434
-.410
-.654
-.319
.845
.845
.845
Minimum
30
110
70
Maximum
65
160
100
Missing
Mode
44
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency
Valid
Laki-Laki
Percent
Valid Percent
Percent
8
27.6
27.6
27.6
Perempuan
21
72.4
72.4
100.0
Total
29
100.0
100.0
Genotip
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Wildtype
10
34.5
34.5
34.5
Variant
19
65.5
65.5
100.0
Total
29
100.0
100.0
67
Jenis Kelamin dan Genotip Arg389Gly
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
Jenis Kelamin * Genotip
29
N
100.0%
Total
Percent
0
N
0.0%
Percent
29
100.0%
Jenis Kelamin * Genotip Crosstabulation
Genotip
Wildtype
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Count
2
8
2.8
5.2
8.0
4
17
21
Expected Count
7.2
13.8
21.0
Count
10
19
29
10.0
19.0
29.0
Count
Total
Total
6
Expected Count
Perempuan
Variant
Expected Count
Chi-Square Tests
Asymptotic
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.005
5.742
1
.017
7.915
1
.005
8.028
b
Significance (2-
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
.009
7.751
1
.005
29
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.76.
b. Computed only for a 2x2 table
.009
68
Usia dan Genotip Arg389Gly
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
Usia
29
N
100.0%
Total
Percent
0
N
0.0%
Percent
29
100.0%
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Usia
df
.089
Shapiro-Wilk
Sig.
29
Statistic
.200
*
df
.977
Sig.
29
.757
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Group Statistics
Genotip
Usia
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Wildtype
10
50.70
10.122
3.201
Variant
19
49.53
8.514
1.953
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
95%
Confidence
Interval of the
Sig.
(2F
Sig.
t
df
Mean
Std. Error
tailed) Difference Difference Lower Upper
Usia Equal
variances
1.234
.276 .331
Difference
27
.743
1.174
3.548
.313 15.851
.758
1.174
3.750
assumed
6.106
8.454
Equal
variances
not
assumed
6.781
9.129
69
Sistol dan Genotip Arg389Gly
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
Sistol
29
N
Total
Percent
100.0%
0
N
0.0%
Percent
29
100.0%
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Sistol
df
.178
Shapiro-Wilk
Sig.
29
Statistic
.020
df
.929
Sig.
29
.052
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
tran_sistol
29
N
Total
Percent
100.0%
0
N
0.0%
Percent
29
100.0%
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
tran_sistol
df
Shapiro-Wilk
Sig.
.194
29
Statistic
.007
.920
df
Sig.
29
.030
a. Lilliefors Significance Correction
Group Statistics
Genotip
Sistol
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Wildtype
10
143.00
12.517
3.958
Variant
19
131.05
14.868
3.411
70
Ranks
Genotip
Sistol
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Wildtype
10
19.35
193.50
Variant
19
12.71
241.50
Total
29
a
Test Statistics
Sistol
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a. Grouping Variable: Genotip
b. Not corrected for ties.
51.500
241.500
-2.042
.041
.045
b
71
Diastol dan Genotip Arg389Gly
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
Diastol
29
N
Total
Percent
100.0%
0
N
0.0%
Percent
29
100.0%
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Diastol
df
Shapiro-Wilk
Sig.
.261
29
Statistic
.000
df
.856
Sig.
29
.001
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
tran_diastol
29
N
Total
Percent
100.0%
0
N
0.0%
Percent
29
100.0%
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
tran_diastol
df
.244
Shapiro-Wilk
Sig.
29
Statistic
.000
.853
df
Sig.
29
.001
a. Lilliefors Significance Correction
Group Statistics
Genotip
Diastol
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Wildtype
10
86.00
8.433
2.667
Variant
19
80.00
6.667
1.529
72
Ranks
Genotip
Diastol
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Wildtype
10
18.95
189.50
Variant
19
12.92
245.50
Total
29
a
Test Statistics
Diastol
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a. Grouping Variable: Genotip
b. Not corrected for ties.
55.500
245.500
-1.962
.050
.069
b
73
Lampiran 10. Curriculum Vitae Peneliti
CURICULUM VITAE
Nama
Panggilan
Jenis Kelamin
Tempat, Tanggal Lahir
Usia
Golongan Darah
Mobile
Agama
E-mail
Alamat
Pendidikan
a. Elementary School
b. Yunior High School
c. Senior High School
d. University
: Reza Aulia Fikri
: Reza
: Laki-laki
: Jakarta, 28 Oktober 1995
: 20 Tahun
:B
: 081299174080
: Islam
: [email protected]
: Jln Cabe 4 Rt 001/05 No. 59a, Pondok Cabe Ilir,
Pamulang, Tangerang Selatan
: SDN 03 Pagi Kebayoran Lama
: SMPN 85 Jakarta
: SMAN 66 Jakarta
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi :
2007-2009
: Anggota Rohis SMPN 85 Jakarta
2010-2011
: Anggota Divisi Hubungan Masyarakat PMR SMAN 66 Jakarta
Anggota Divisi Peribadahan Rohis SMAN 66 Jakarta
2011-2012
: Koor Divisi Hubungan Masyarakat PMR SMAN 66 Jakarta
Ketua Rohis SMAN 66 Jakarta
2013-2014
: Anggota Divisi HMPSPD Keislaman FKIK UIN Jakarta
Sekretaris Jendral Komda FKIK UIN Jakarta
2014-2015
: Anggota Divisi HMPSPD Keislaman FKIK UIN Jakarta
Ketua Komda FKIK UIN Jakarta
2015-2016
: Anggota Divisi Humed LDK Syahid UIN Jakarta
Anggota Divisi PB&KD IKLIM 66 Jakarta
Ketua Club Pecinta Al-Qur’an FKIK
Download