BAB III TEKNIK DAN PERENCANAAN SISTEM PENERANGAN 3.1 Teknik Penerangan Cahaya adalah suatu gejala fisis. Sumber cahaya memancarkan energi yang sebagian energi tersebut menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jadi cahaya itu merupakan suatu gejala getaran. 3.1.1 Satuan Penerangan Sistem Internasional a. 1 watt cahaya adalah energi yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya sebesar 1 watt dengan panjang gelombang 555 mµ b. 1 watt cahaya = 680 lumen c. Flux cahaya (lumen) adalah jumlah seluruh cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya dalam satu detik. d. Flux cahaya spesifik = lumen/watt e. Steradian. Misalkan dari permukaan sebuah bola (gambar 3.1) dengan jari-jari r ditentukan suatu bidang dengan luas r2. Kalau ujung suatu jari-jari kemudian menjalani tepi bidang itu, maka sudut ruang yang dipotong dari bola oleh jari-jari ini disebut satu steradian. Karena luas permukaan bola sama dengan 4πr2, maka di sekitar titik tengah bola dapat diletakkan 4π sudut ruang yang masing-masing sama dengan satu steradian. f. Intensitas cahaya (candela) = flux cahaya persatuan sudut ruang (steradian) yang dipancarkan ke suatu arah tertentu. Intensitas cahaya diketahui melalui Persamaan 3.1 di bawah ini. 28 I= ∅ Ι· (cd) (3.1) dimana : I = Intensitas cahaya (cd) ∅ = Flux cahaya (Lm) Ι· = Sudut ruang (steradian) g. Tingkat/kuat penerangan (Iliminasi – Lux), didefinisikan sebagai sejumlah arus cahaya yang jatuh pada suatu permukaan seluas 1 (satu) meter persegi sejauh 1 (satu) meter dari sumber cahaya 1 (satu) lumen. Intensitas penerangan atau iluminasi (E) = flux cahaya persatuan luas permukaan A (m2), seperti ditunjukkan pada Persamaan 3.2 berikut ini. Erata-rata = ∅ A lux (3.2) Intensitas penerangan di suatu bidang dapat dihitung melalui Persamaan 3.3 di bawah ini: Ep = dimana: I r 2 lux Ep = intensitas penerangan di suatu titik P dari bidang yang diterangi (lux) I = intensitas sumber cahaya (cd) r = jarak dari sumber cahaya ke titik P (m) (3.3) 3.1.2 Diagram Polar Intensitas Cahaya Diagram polar intensitas cahaya adalah suatu karakteristik untuk pembagian cahaya sebuah lampu atau armatur. Diagram ini umumnya diberikan untuk lampu 1000 lumen. Gambar 3.1 menunjukkan diagram polar intensitas cahaya dan armatur. Gambar 3.1 Diagram Polar Intensitas Cahaya dan Armatur Diagram polar intensitas cahaya digunakan untuk melindungi intensitas penerangan suatu titik menurut persamaan 3.4 berikut : Ep = I r 2 lux Gambar 3.2 (3.4) Diagram vektor intensitas penerangan Persamaan 3.5 menunjukkan intensitas penerangan E’ di bidang a’ – b’ tegak lurus pada arah I menurut hukum kuadrat : I E’ = r 2 lux (3.5) Intensitas penerangan E di bidang horizontal a – b, ialah proyeksi dari E’ pada garis tegak lurus pada bidang a – b di titik P. Jadi : E = E’ cos α (3.6) Dari persamaan (3.5) dan (3.6) diperoleh : E= I r 2 cos α lux Rumus ini dikenal sebagai Hukum Cosinus. 3.1.3 Sistem Penerangan dan Armatur Penyebaran cahaya dari suatu sumber cahaya tergantung pada : 1. Konstruksi sumber cahaya 2. Konstruksi armature yang digunakan Konstruksi armature yang digunakan antara lain ditentukan oleh : • Cara pemasangannya pada dinding atau langit-langit • Cara pemasangan fiting atau fiting-fiting di dalam armature • Perlindungan sumber cahaya • Penyesuaian bentuknya dengan lingkungan • Penyebaran cahayanya (3.7) Berdasarkan pembagian flux cahayanya oleh sumber cahaya dan armature yang digunakan, dapat dibedakan sistem-sistem penerangan seperti ditunjukkan pada tabel 3.1 di bawah ini. Table 3.1 Pembagian flux cahaya terhadap bidang kerja Sistem Penerangan Langsung ke bidang kerja a. Penerangan langsung 90 – 100 % b. Terutama penerangan langsung 60 – 90 % c. Penerengan campuran atau penerangan baur 40 – 60 % d. Terutama penerangan tidak langsung 10 – 40 % e. Penerangan tidak langsung 0 – 10 % Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem penerangan adalah : a. Intensitas penerangannya di bidang kerja b. Intensitas penerangan umumnya dalam ruangan c. Biaya instalasinya d. Biaya pemakaian energinya dan biaya pemeliharaan Perbandingan antara intensitas penerangan minimum dan maksimum di bidang kerja sekurangkurangnya = 0,7. Perbandingan dengan sekelilingnya sekurang-kurangnya = 0,3 Intensitas penerangan ditentukan oleh : a. Tempat dimana pekerjaan akan dilakukan b. Sifat pekerjaan 3.1.4 Efisiensi Penerangan Efisiensi penerangan dapat ditentukan melalui persamaan 3.7 di bawah ini. η= dimana : ∅g (3.8) ∅ππ ∅o = flux cahaya yang dipancarkan oleh semua sumber cahaya yang ada dalam ruangan ∅g = flux cahaya berguna yang mencapai bidang kerja, langsung atau tidak langsung setelah dipantulkan oleh dinding dan langit-langit. dan ∅g = E x A (3.9) dari persamaan (3.7) dan (3.8) diperoleh rumus flux cahaya ∅o = πΈπΈ . π΄π΄ η Lm dimana : E = intensitas penerangan yang diperlukan di bidang kerja (lux) A = luas bidang kerja (m2) Untuk menentukan efisiensi penerangannya harus diperhitungkan : a. Efisiensi armaturnya (v) V= ππππππππ ππππ βππππππ π¦π¦π¦π¦π¦π¦π¦π¦ ππππππππππππππππππππππ ππππππ β ππππππππππππππ ππππππππ ππππ βππππππ π¦π¦π¦π¦π¦π¦π¦π¦ ππππππππππππππππππππππ ππππππ β π π π π π π π π π π π π ππππ βππππππ (3.10) b. Faktor refleksi dinding (rw), faktor refleksi langit-langit (rp) dan faktor refleksi bidang pengukurannya (rm). Faktor-faktor refleksi ditentukan berdasarkan warna dinding dan langit-langit ruangan : - warna putih dan warna sangat muda = 0,7 - warna muda - warna sedang = 0,3 - warna gelap = 0,5 = 0,1 khusus faktor refleksi bidang pengukurannya (rm) ditetapkan = 0,1 c. Indeks ruangan atau indeks bentuk (k) ditentukan dengan persamaan 3.10 berikut. k = dimana : ππ . ππ (3.11) β(ππ+ππ) p = panjang ruangan (m) l = lebar ruangan (m) h = tinggi sumber cahaya di atas bidang kerja (m) Bidang kerja umumnya diambil 80 cm – 90 cm di atas lantai. 3.1.5 Penentuan Jumlah Lampu atau Armatur Jumlah lampu : nL = atau, ∅ππ ∅ππππππππππ = jumlah armatur : πΈπΈ . π΄π΄ ∅πΏπΏπΏπΏ . ππ . ππ (3.12) nA = ∅ππ ∅ππππππππππππππ = πΈπΈ . π΄π΄ ∅ππππππ . ππ . ππ (3.13) dimana : 3.2 nL = jumlah lampu nA = jumlah armatur ∅L = flux cahaya lampu ∅a = flux cahaya armatur E = intensitas penerangan yang diperlukan A = luas bidang kerja η = efisiensi penerangan d = faktor depresiasi Sistem Penerangan Luar Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun ling kungan di sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan (intersection), jalan layang (interchange, overpass, fly over), jembatan dan jalan di bawah tanah (underpass, terowongan). Lampu penerangan yang dimaksud adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya (lampu/luminer), elemen-elemen optik (pemantul/reflector, pembias/refractor, penyebar/diffuser). Elemen-elemen elektrik (konektor ke sumber tenaga/power supply. dll.), struktur penopang yang terdiri dari lengan penopang, tiang penopang vertikal dan pondasi tiang lampu. 3.2.1 Fungsi Penerangan Jalan Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain : a. Menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan; b. Sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan; c. Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada malam hari; d. Mendukung keamanan lingkungan; e. Memberikan keindahan lingkungan jalan. 3.2.2 Acuan Normatif Spesifikasi penerangan jalan di kawasan perkotaan ini merujuk pada acuan sebagai berikut: a. Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; b. Undang Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; c. Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan; d. Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; e. SNI No. 03-2447-1991, Spesifikasi Trotoar; f. SNI No. 04-6262-2000, Rekomendasi untuk pencahayaan kendaraan bermotor dan pejalan kaki; g. AASHTO, 1984, An Informational Guide for Roadway Lighting. 3.2.3 Perbandingan Kemerataan Pencahayaan (Uniformity Ratio) Uniformity Ratio adalah perbandingan harga antara nilai minimum dengan nilai rata-rata atau nilai maksimumnya dari suatu besaran kuat penerangan atau luminasi pada suatu permukaan jalan. Uniformity Ratio 3 : 1 berarti rata-rata nilai kuat penerangan/luminasi adalah 3 (tiga) kali nilai kuat penerangan/luminasi pada suatu titik dari penerangan minimum pada permukaan/perkerasan jalan. Rasio maksimum antara kemerataan pencahayaan maksimum dan minimum menurut lokasi penempatan tertentu adalah seperti yang ditentukan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Rasio kemerataan pencahayaan Lokasi Penempatan Rasio Maksimum Jalur lalu lintas : - di daerah permukiman 6:1 - di daerah komersil/pusat kota 3:1 Jalur pejalan kaki : 3.2.4 - di daerah permukiman 10 : 1 - di daerah komersil/pusat kota 4:1 Tempat-tempat peristirahatan (rest area) 6:1 Terowongan 3:1 Pandangan Silau dan Pandangan Silhoutte a. Pandangan Silau adalah pandangan yang terjadi ketika suatu cahaya/sinar terang masuk di dalam area pandangan/penglihatan pengendara yang dapat mengakibatkan ketidak nyamanan pandangan pandangan jika cahaya tersebut datang secara tiba-tiba. bahkan ketidak mampuan b. Pandangan Silhoutte adalah pandangan yang terjadi pada suatu kondisi dimana obvek yang gelap berada di latar belakang yang sangat terang, seperti pada kondisi lengkung alinvemen vertikal yang cembung, persimpangan yang luas, pantulan dari perkerasan yang basah, dll. Kedua pandangan ini harus diperhatikan dalam perencanaan penempatan/pemasangan lampu penerangan jalan kota. 3.2.5 Sistem Penempatan Lampu Penerangan Jalan Sistem penempatan lampu penerangan adalah susunan penempatan/penataan lampu yang satu terhadap lampu yang lain. Sistem penempatan ada 2 (dua) sistem, yaitu : a. Sistem Penempatan Menerus Sistem penempatan menerus adalah sistem penempatan lampu penerangan jalan yang menerus/kontinyu di sepanjang jalan/jembatan. b. Sistem Penempatan Parsial (setempat) Sistem penempatan parsial adalah sistem penempatan lampu penerangan jalan pada suatu daerah-daerah tertentu atau pada suatu panjang jarak tertentu sesuai dengan keperluannya. 3.2.6 Dasar Perencanaan Penerangan Jalan a. Perencanaan penerangan jalan terkait dengan hal-hal berikut ini : - Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang bersinggungan seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll; - Tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay-out) jalan dan persimpangan jalan; - Geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, dll; - Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan cahaya lampu penerangan; - Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik lampu dan lokasi sumber listrik; - Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain, agar perencanaan sistem lampu penerangan efektif dan ekonomis; - Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan daerah sekitarnya; - Data kecelakaan dan kerawanan di lokasi. b. Beberapa tempat yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan penerangan jalan antara lain sebagai berikut : - Lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan; - Tempat-tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam; - Tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir, dll; - Jalan-jalan berpohon; - Jalan-jalan dengan lebar median yang sempit, terutama untuk pemasangan lampu di bagian median; - Jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah (terowongan); - Tempat-tempat lain dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi dengan jalannya. 3.3 Perencanaan dan Perancangan Sistem Penerangan Tenaga Surya Sel surya adalah salah satu energi alternatif yang terbarukan, dapat secara langsung mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik. Secara umum cara penggunaan energi matahari ini dibagi dua yaitu aktif dan pasif. Penggunaan secara aktif yaitu menggunakan teknologi panel surya untuk mengumpulkan energi listrik. Sementara cara penggunaan secara pasif adalah dengan cara mengatur arah bangunan, menggunakan material yang menyerap panas dan desain bangunan yang secara alami memperlancar sirkulasi udara didalam bangunan. 3.3.1 Konfigurasi Sistem Pada perencanaan dan pembuatan perangkat keras baterai charge dan lampu LED sebagai sumber lampu untuk kebutuhan bebanPenerangan Jalan Umum (PJU) megacu pada blok diagram yang ditunjukan pada Gambar 3.3. Sebelum tegangan keluaran dari Solar Cell masuk ke dalam Battery terlebih dulu diatur didalam Rangkaian Battery Charger. Gambar 3.3 Block Diagram Sistem penerangan dengan Solar Cell 3.3.2 Instalasi Solar Cell Solar cells panel terdiri dari silikon, silikon mengubah intensitas sinar matahari menjadi energi listrik, saat intensitas cahaya berkurang (berawan, hujan, mendung) energi listrik yang dihasilkan juga akan berkurang. Dengan menambah solar cells panel (memperluas) berarti menambah konversi tenaga surya. Sel silikon di dalam solar cells panel yang disinari matahari/ surya, membuat photon bergerak menuju electron dan menghasilkan arus dan tegangan listrik. Arus listrik yang dihasilkan adalah listrik dengan arus searah (DC) sebesar 3,5 A. Besar tegangan yang dihasilkan adalah 0,4-0,5V. Jadi sebuah panel surya 12 Volt terdiri dari kurang lebih 36 sel surya (untuk menghasilkan 17 Volt tegangan maksimum). Listrik yang dihasilkan oleh panel surya dapat langsung digunakan atau disimpan lebih dahulu ke dalam baterei kering. Tergantung dari kebutuhannya, didapatkan perhitungan berapa jumlah solar cells panel dan baterai yang dibutuhkan. Perhitungan Teknis : Daya yang dihasilkan oleh panel surya maksimum diukur dengan besaran Wattpeak (Wp), yang konversinya terhadap Watthour (Wh) tergantung intensitas cahaya matahari yang mengenai permukaan panel. Selanjutnya daya yang dikeluarkan oleh panel surya adalah daya panel dikalikan lama penyinaran. Misalnya sebuah panel surya berkapasitas 50 Wp disinari matahari dengan intensitas maksimum selama 8 jam maka daya yang dihasilkan adalah 50 kali 8 Wh atau 400 Wh. Daya sebanyak ini dapat digunakan untuk menyalakan 4 buah lampu 25 Watt selama 4 jam atau sebuah televisi hitam putih 40 Watt selama 10 jam. Di Indonesia, daya (Wh) yang dihasilkan perhari biasanya sekitar 3-5 kali daya panel maksimum (Wp), 3 kali untuk cuaca mendung, dan 5 kali untuk kondisi panas terik. Misalnya untuk sebuah panel surya berdaya maksimum 50 Wp, daya yang dihasilkan pada cuaca mendung perhari adalah 3 kali 50 Wp atau 150 Wp, dan pada cuaca cerah adalah 5 kali 50 Wp atau 250 Wp. Panel-panel surya dapat disusun secara seri atau paralel. Rangkaian paralel digunakan pada panel panel dengan tegangan output yang sama untuk memperoleh penjumlahan arus keluaran. Tegangan yang lebih tinggi diperoleh dengan merangkai panel-panel dengan arus keluaran yang sama secara seri. Misalnya untuk memperoleh keluaran sebesar 12 Volt dan arus 12 A, kita dapat merangkai 4 buah panel masing-masing dengan keluaran 12 Volt dan 3 A secara paralel. Sementara kalau keempat panel tersebut dirangkai secara seri akan diperoleh keluaran tegangan sebesar 48 Volt dan arus 3 A. Berikut ini merupakan peralatan yang dibutuhkan dalam instalasi Lampu listrik tenaga surya : g. Modul Solar Cell Mono/Polycrystalline h. Lampu LED/CFL + Cobra Head Lamp i. Charge Controller Automatic Timer j. Battery SLA/VLRA Deep Cycle Free Maintenance k. Battery Box l. Solar Panel Support m. Various Brackets n. Wiring Harnesses Gambar 3.4 menunjukkan rangkaian instalasi penerangan secara umum dengan menggunakan teknologi tenaga surya. Gambar 3.4 Rangkaian Instalasi Solar Cell 3.3.3 Tipe-tipe Pemasangan Sel Surya Dalam pemasangannya, sel surya dapat dibedakan menjadi : a. Tipe stand-alone, dimana tipe ini biasanya digunakan untuk beban listrik terisolasi atau di daerah terpencil, kapasitas kecil. b. Tipe isolated grid , tipe ini biasanya digunakan untuk beban listrik besar terisolasi dan terkonsentrasi, bisa dikombinasikan dengan sumber energi lain dalam operasi hybrid. c. Tipe grid connected , tipe ini digunakan pada daerah yang telah memiliki sistem jaringan listrik komersial, dan sistem langsung output energi surya ke dalam jaringan listrik. Untuk daerah perkotaan yang sudah terjangkau aliran listrik PLN, biasanya sel surya dipasang secara grid connected. Revolusi aplikasi sel surya pada bangunan arsitektur telah mengalami perkembangan yang pesat, mulai dari teknologi biasa sampai teknologi tinggi pada generasi ke-3, yaitu : a. Generasi Pertama (tahun 1980 an), panel-panel/deretan sel surya modul dengan rangka besi hanya diletakkan (mounting) pada bidang atap datar bangunan dengan alat penyangga (tracking). b. Generasi Kedua (tahun 1990 an), sel surya dikembangkan lebih menyatu menjadi bagian material bangunan yaitu : bahan atap (genting, sirap). c. Generasi Ketiga (tahun 1997), sel surya dikembangkan menjadi kesatuan integrasi bangunan arsitektur dalam berbagai materi bangunan dan aplikasi canggih. Pemasangan sel surya secara grid connected dengan jaringan listrik PLN, dapat digunakan sebagai : a. Sebagai catu-daya back-up, dimana : - Energi surya disimpan dalam battery storage dan digunakan padasaat terjadi padam listrik - Meningkatkan kualitas pelayanan daya listrik pada sistem yanglemah. b. Sebagai sarana Load Shaving , dimana : - Energi surya disimpan dalam battery storage dan digunakan padasaat beban tinggi. - Energi yang tersimpan dalam battery tersebut dapat digunakanuntuk membantu mengurangi beban puncak. c. Sebagai Peak Cliping : - Pada aplikasi grid-connected bisa terjadi koinsidensi beban puncak dan radiasi puncak - Pada kondisi ini energi surya dapat langsung berdampak pada penurunan konsumsi untuk beban puncak dari jaringan listrik. Untuk mendapatkan keluaran energi Iistrik yang optimum di Indonesia, maka cukup dilakukan dengan memiringkan modul surya tersebut ke suatu arah dengan sudut kemiringan sebesar lintang lokasi solar cell tersebut berada. Sebagai contoh apabila lokasi tersebut berada di sebelah utara khatulistiwa maka modul surya tersebut dihadapkan ke selatan, dan sebaliknya bila diselatan khatulistiwa maka modul surya dihadapkan ke utara. Selain pengaruh arah dari modul surya, temperatur juga dapat mempengaruhi energi listrik yang dihasilkannya. Semakin tinggi temperatur modul surya jenis silikon kristal, maka akan semakin berkurang tegangan yang dihasilkannya yaitu sebesar 0,04V sampai 0,10V per ºC. Oleh karena itu, dalam pemasangan modul surya diusahakan tidak dipasang langsung di atas atap, tetapi diberikan jarak antara 30 sampai 50cm, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya akumulasi panas di bagian bawah modul surya. Output standar setiap modul surya umumnya dicantumkan pada label yang di lekatkan di bagian belakang dari modul surya. Output tersebut di ukur pada STC (Standard Test Condition 1 kW/m2 pada distribusi spectral AM 1,5 dan Temperatur cell 25°C). Sedangkan output harian yang dihasilkan oleh modul surya sangat tergantung pada tingkat radiasi matahari yang menyinari modul surya. 3.3.4 Perencanaan Perhitungan Daya Solar Cell Dalam penggunaan PJU yang dirancang memakai solar cell dengan daya sebesar 80 WP, dan solar yang akan dianalisa pada hal ini adalah solar cell dengan daya 50 WP dan 30 WP seperti terlihat pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6. Gambar 3.5 Solar Cell 50 WP Gambar 3.6 Solar Cell 30 WP - Max. Power : 50W - Max. Power : 30W - Voltage Pmax : 121V - Voltage Pmax : 90V - Current Pmax : 2,9A - Current Pmax : 2A - Warranted Min.Pmax : 45W - Warranted Min.Pmax : 45W - Short circuit current : 2.9A - Short circuit current : 2,3A - Open circuit Voltage : 21,8V - Open circuit Voltage : 19V Perencanaan Perhitungan Daya Solar Cell : a. Total Beban β Lampu LED 10 W x 4 = 40 Watt β 1 Mikrokontroller 5 V = 2 Watt β 1 relay 12V = 5 Watt β RTC (Real Time Clock) = 2 Watt βTotal daya keseluruhan diperkirakan = 50 Watt b. Dengan perkiraan daya sebesar 50 Watt maka dibutuhkan Battery perkiraan arus sebagai berikut : I= P daya yang direncanakan I= 50 V aki 12 I = 4.2 A Aki yang digunakan pada sitem ini adalah : Aki = Jam penggunaan x arus aki = 12 x 4.2 = 50,4 Ah. Pada perencanaan sistem memakai cadangan aki sebesar = 50,4 Ah, jika tidak adanya matahari untuk mencharger, jadi aki yang harus digunakan adalah 60Ah. Diperoleh : β Daya aki : lama pengecasan == 50,4 : 9 jam = 5,6 β Jadi solar cell yang diperlukan= 5.6 x 14.5 (tegangan charge) = 81.2Wp β Jadi kita lebihkan menggunakan 100 Wp yang dibagi menjadi 2 = 50Wp x 2. 3.3.5 Battery Charger Sumber Tegangan dari Keluaran Generator DC sebelum masuk ke dalam Battery terlebih dulu diatur dalam Rangkaian Regulator.Setelah diatur kemudian tegangan masuk ke dalam Rangkaian Comparator untuk diatur lagi pada tegangan nominal berapa Battery telah terisi penuh. Pada saat Tegangan pada Battery penuh maka Rangkaian Comparator akan memutuskan tegangan dan menurunkan arus pengisian secara otomatis, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7. Gambar 3.7 Blok Diagram Sistem Kontrol Pada Battery Charger Komponen Kontrol Battery Charger Dalam Sistem ini akan menggunakan dua buah kontrol untuk mengatur pengisian battery pada rangkaian sistem pengisian battery charger, yang meliputi : a. Regulator LM350 Rangkaian Regulator ini merupakan regulator pengatur tegangan yang mampu mengatur atau menjaga tegangan agar tetap berada pada nilai tegangan yang ditentukan. Konfigurasi dari Rangkaian dasar LM350 ditunjukkan pada Gambar 3.8. Gambar 3.8 Konfigurasi Rangkaian Dasar dari LM350 b. Comparator HA17458 Rangkaian Comparator ini berfungsi untuk mengontrol aliran arusyang mengalir dari battery charger ke battery. Gambar 3.9 menunjukkan Konfigurasi Pin dari HA17458. Gambar 3.9 Konfigurasi Pin HA17458 Rangkaian Battery Charger Battery Charger adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengisi battery dengan arus konstan hingga mencapai tegangan yang ditentukan. Bila level tegangan yang ditentukan itu telah tercapai, maka arus pengisian akan turun secara otomatis ke level yang aman tepatnya yang telah ditentukan dan menahan arus pengisian hingga menjadi lebih lambat sehingga indicator menyala menandakan battery telah terisi penuh. Rangkaian Battery Charger ditunjukkan pada Gambar 3.10 di bawah ini. Gambar 3.10 Rangkaian Battery Charger Keterangan Gambar 3.10 : Sumber tegangan battery charger berupa tegangan DC yang berasal dari tegangan keluaran Generator DC. LM350 adalah merupakan regulator pengatur tegangan yang mampu mengatur atau menjaga tegangan diantara titik C dan B agar berada pada 1.25 Volt. Dengan menambahkan resistor 1K diantara titik B dan gnd dapat meningkatkan tegangan keluaran. Untuk mengontrol tegangan keluaran yang lebih akurat lagi kita dapat menambahkan lagi resistor yang dirangkai secara seri, yaitu sebuah potensiometer 2K 10-turn yang dapat diatur. Secepatnya aki dihubungkan sehingga terjadi aliran arus, pengontrolan arusnya diatur menjadi dua oleh LM1458. Arus yangmengalir melalui resistor 0.1 ohm menyebabkan tegangan drop. Tegangan drop ini dibandingkan/dicompare dengan tegangan pada kaki potentiometer 100-ohm. Pada saat drop tegangan ini lebih besar dari pengaturan pada potentiometer akan menyebabkan keluaran IC LM1458 menjadi rendah dan arus start yang mengalir melalui diode menjadi kecildan hal ini pada dasarnya akan mengurangi arus yang mengalir melalui resistor - resistor yang diseri, yaitu resistor 1K + potentiometer 2K. Dengan ini arus distabilkan. Titik diantara C dan B terdiri dari tiga resistor : 2.2 Ohm, potentiometer 100 Ohm, dan resistor 150 Ohm, 2.2 Ohm dan potentiometer 100 Ohm dihubungkan ke masukan noninverting (+) dari IC LM1458. Masukan Inverting (-) dihubungkan pada sambungan jalur (wiring) resistor 0.1 Ohm secara seri dengan keluaran. Selama drop tegangan, yang disebabkan oleh arus yang mengalir melalui resistor 0.1 Ohm lebih besar dari drop tegangan pada resistor 2.2 Ohm keluaran LM1458 akan tetap tinggi dan pada gilirannya menghalangi arus yangakan mengalir ke transistor BC558. Tetapi secepatnya arus pengisian turun di bawah nilai spesifik LM1458 dan mengaktifkan transistor yang mana menyebabkan LED menyala. Pada waktu yang sama arus kecil akan mengalir melewati resistor Rx', hal ini akan berakibat pada tegangan keluaran dari charger berubah turun hingga menjadi 13.6 Volt. Perubahan tegangan ini merupakan tegangan keluaran yang sangat aman, dan tidak menyebabkan pengisian yang berlebihan pada battery dan juga tidak menyebabkan pengisian yang berlebih (trickle). Nilai Rx sebaiknya nilai yang bersifat percobaan yang telah ditentukan sebelumnya dan mungkin dapat dihitung secara matematika tetapi nilai eksaknya ditentukan oleh toleransi dari komponen-komponen spesifik dari rangkaian. Perhitungan Rangkaian Gambar 3.10 : Hitung tegangan diantara poin C dan B regulator LM350. Bila sebuah resistor dihubungkan diantara kedua poin ini, hanya arus mula yang mengalir, maka tegangan pada resistor ini terbaca 1.25 Volt. Dalam kasus ini, total resistor adalah 2.2 + 100 + 150 = 252.2 Ohm. Sebab kita berhubungan dengan perhitungan arus yang sangat kecil dalam satuan milliampere dan perhitungan resistansi dalam Kilo-Ohm. Dengan begitu, arus yang mengalir melalui resistor ini adalah 1.25 /0.2522 = 4.9564 mA. Arus yang sama juga mengalir melalui resistor 1K & 2K yang terangkai secara seri. Tegangan keluaran yang kita inginkan harus terbaca terbaca 14.1 Volt, berarti drop tegangan pada resistor yang terangkai secara seri ini harus 14.1 - 1.25 = 12.85 Volt. Dengan demikian, total nilai resistansi harus 12.85 / 4.9564 = 2.5926 Ohm. Untuk menentukan tegangan keluaran sebesar 14.1 V kita harus melakukan penyesuaian agar dapat memperoleh nilai tegangan tersebut, salah satu dari resistor dipilih sebagai 10-turn trimpot (trimmer potentiometer). Bersamaan dengan Resistor 1K yang dirangkai secara seri (total resistansinya menjadi 3K) kita dapat melakukan pengaturan pada trimpot untuk mendapatkan nilai tegangan sebesar 14.1 V ini. Nilai Rx dihitung dengan cara ini. Dalam Proyek Akhir ini, kita menghendaki tegangan keluaran Battery Charger sebesar 14 Volt, dengan kata lain, tegangan pada titik hubungan antara 1K/2Kpot harus menunjukkan nilai tegangan 14 - 1.25 = 12.75 Volt. Hal ini berarti bahwa arus yang mengalir melalui pembagi tegangan adalah 12.75 /2.5926 = 4.9178 mA dan arus lebihnya terbaca 4.9564 - 4.9718 = 0.386mA yang mengalir melalui Rx dan juga menyebabkan drop tegangan sebesar 12.35 - 2.78 = 9.57 Volt. Pengukuran ini nilainya dihitung pada basis dari transistor BC558 yaitu sebesar 2.78 Volt setelah keluaran LM1458 telah menjadi rendah. Dengan arus 0.1929 mA maka nilai Rx sebesar 9.47 / 0.386 = 24.531 Kilo-Ohm. Cukup menggunakan sebuah resistor sebesar 47K. Tentu saja kita dapat juga menggunakan sebuah trimpot 50K untuk melakukan pengaturan dengan nilai yang lebih teliti lagi. 1K5 (1500 Ohm) yang dirangkai secara seri dengan LED hal ini dilakukan untuk membatasi arus yang mengalir melalui LED supaya di bawah 20 mA. Satu-satunya perhitungan yang tertinggal adalah menghitung nilai resistor yang dirangkai secara seri yang ditentukan dari perubahan kondisi pengisian ke kondisi float. Ini terjadi bila drop tegangan pada (sambungan jalur) resistor 0.1 Ohm pada sisi kaki positifnya lebih kecil daripada yang melalui resistor 2.2 Ohm. Nilainya adalah 2.2 x 4.9564 = 10.9 mV. Nilai resistansi dari resistor yang dirangkai secara seri dengan keluaran sebesar 0.1 ohm, untuk mendapatkan drop tegangan sebesar 10.9 mV pada resistor ini maka arusnya harus 10.9 x 0.1 = 109 mA. Selanjutnya arus pengisian ini menjadi lebih kecil dari 109 mA, LM1458 mentrigger pada kondisi float . Pengaturan pada trimpot 100-Ohm berfungsi untuk menentukan arus pengisian maksimum. Tegangan pada kaki trimpot ini bervariasi antara 10.9 mV s/d 506.54 mV. Pada cara ini besar arus pengisian dapat diatur nilai arusnya antara 0.1A s/d 5A, tetapi kita seharusnya tidak berpikir terlalu jauh sebab LM350 tidak dapat mengendalikan arus diatas 3 Ampere. Jika kita memilih suatu trimpot yang mempunyai nilai resistansi sebesar 50 ohm, tetapi 3A tidak bisa diperoleh. Kalau begitu, penyetelan yang saksama adalah cara yang terbaik. Dengan arus pengisian maksimum yang telah diketahui dengan jelas yaitu sebesar 3 Ampere, maka menghitung nilai disipasi dari resistor merupakan suatu pekerjaan yang mudah. Dengan kata lain, hasil dari resistansi dikalikan dengan arus (I2 x R). Satu-satunya resistor yang sulit dalam mencari nilai disipasinya adalah resistor 0.1 ohm, akan tetapi nilai disipasinya tidak begitu besar,yaitu 3 x 3 x 0.1 = 0.9 Watt. Daya 0.9 Watt adalah nilai disipasi dari resistor 0.1 Ohm. Untuk itu kita harus menambahkan beberapa tegangan. Kita mempunyai tegangan masukan 14.1 Volt, maka drop tegangan pada resistor, 0.1 x 3= 0.33 Volt, dan tegangan minimum 3 Volt pada LM1458 sesuai dengan fungsinya, total 17.43 Volt. Nilai baku dari kapasitor pada sisi masukan adalah sebesar 4700 uF dengan nilai tegangan minimum sekitar 35-40Volt. Mengganti kapasitor pada sisi masukan dengan nilai yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak begitu berbahaya dan hanya menghilangkan tegangan spikes kecil yang dapat mempengaruhi pengoperasian dari charger ini begitu juga sebaliknya. Kapasitor penyangga/buffer yang terletak pada poin C LM350 bernilai kira-kira 25Volt accros. Kapasitor buffer ini tidak digunakan untuk menstabilkan tegangan masukan, tetapi berfungsi untuk meningkatkan respon transient. Setelah kita melakukan perhitungan nilai-nilai pada setiap komponen maka dapat dihitung Effisiensinya. Kita mempunyai tegangan masukan sebesar 18 V dan arus masukan sebesar 0.51 A, sehingga didapat Daya Masukan, 18 x 1.5 = 27 Watt . Sedangkan kita juga mempunyai tegangan keluaran sebesar 14 V dan arus keluaran sebesar 0.51 A, sehingga didapat Daya Keluaran, 14 x 1.5 = 21 Watt. Maka Effisiensi Rangkaian Battery Charger dapat diketahui dengan persamaan (3.13). η= P in P out x 100% dengan : η = Effisiensi; Pout = Daya Keluaran (Watt); Pin = Daya Masukan (Watt). Sehingga didapat: (3.13) η = = P in x 100% 21 W x 100% P out 27 W = 77.7777 % Effisiensi Rangkaian Battery Charger pada Proyek Akhir ini adalahsebesar 77.77 %. 3.3.5 Sensor Cahaya Pada aplikasinya PJU terdapat sensor cahaya (LDR), dimana sensor cahaya (LDR) tersebut ada yang bertegangan ac dan dc, yang berfungsi sebagai hidup / mati dari lampu tersebut digunakan output dari sensor cahaya (LDR) . Penggunaan LDR sebagai sensor cahaya yang berfungsi pada malam hari, pada alat ini hasil dari sensor yang sangat sensitif dan presisi. Pada perancangan sistem penerangan ini menggunakan satu sensor cahaya (LDR) yang ditempatkan diantara solar cell. Gambar 3.11 Rangkaian LDR 1 Gambar 3.12 Rangkaian LDR 2 Dari Gambar 3.11 rangkaian LDR 1 maka dapat kita lihat jika LDR tersebut terkena matahari akan mengeluarkan tegangan low (0) dan ketika sensor tidak terkena sinar matahari akan mengeluarkan tegengan high (1), dan pada Gambar 3.12 Rangkaian LDR 2 dapat kita lihat jika LDR tersebut terkena matahari akan mengeluarkan tegangan high (1) dan ketika sensor tidak terkena sensor matahari akan mengeluarkan tegengan low (0). Pada Gambar 3.13 menunjukan gambar rangkaian LDR dengan op-amp. Untuk mengetahui Vout dapat mengetahui dengan menghitung : Vout = R bottom R bottom +R top x Vin (3.14) Gambar 3.13 Rangkaian Sensor Cahaya 3.3.6 Sensor Tegangan Sensor tegangan ini akan mensensor tegangan aki pada malam hari. Fungsinya digunakan jika aki kurang charge dari solar cell dikarenakan pada hari tersebut mendung dan tidak cahaya matahari. Sedangkan pada ADC, hanya mampu menerima tegangan dc maksimal 5 volt. Maka dari itu, dalam perancangan sensor tegangan ini, akan digunakan rangkaian pembagi tegangan (voltage divider). Diharapkan dari tegangan aki 14.7 volt dapat diturunkan menjadi + 4,5 volt, yaitudengan cara memberi dua buah resistor (voltage divider) yang dipasang seri. Nilai dari resistor tersebut dapat dicari dengan rumus sebagai berikut : Vout = dimana; R2 R 1 +R 2 x Vin Vout = Tegangan output dari resistor (V) Vin = Tegangan sumber (V) (3.15) R1 dan R2 = Resistor (β¦) Dari perumusan tersebut, apabila nilai Vin = 14.7 volt dan Vout = 4.47 volt, maka dapat ditentukan nilai dari resistor, yaitu sebesar 1 kβ¦ dan nilai resistor 470 β¦. Pada resistor 500 β¦, dihasilkan tegangan sebesar 4,47 volt. Setelah itu, tegangan tersebut disambungkan pada mikro. Tegangan inilah yang akan masuk ke ADC yang ditunjukan Gambar 3.14. Gambar 3.14 Rangkaian Pembagi Tegangan Dari rangkaian diatas tegangan dari accu di turunkan dengan pembagi tegangan yang terdiri dari resistor 1 kβ¦ dan 470 β¦ sesuai dengan persamaan diatas, sehingga didapatkan: Vout = Vout = R2 R 1 +R 2 470 1 + 470 x Vin x 14,7 V Vout = 4,47 V Jadi tegangan yang keluar pada resistor 470 β¦ sebesar 4.47V. Dan setela h output dari sensor tegangan 4.47V dimasukan dalam ADC mikro yang berarti jika nilai ADC sebesar 4.47 maka baterai tersebut dikatakan penuh. 3.3.7 Lampu LED (Light Emighthing Diode) Dalam perencanaan ini lampu led yang akan dipakai mempunyai daya sebesar 10 watt dengan tegangan 12 volt yang akandipararel sebanyak 4x sehingga akan mendapatkan jumlah daya sebesar sebesar 40 watt yang ditunjukan Gambar 3.15 lampu LED 10 Watt. Gambar 3.15 Lampu LED 10 Watt Jika perlampu LED yang dipakai mempunyai lumen sebesar 300 lumen, maka akan didapat 4x nilai lumen. Dan penerangan lampu LED juga dipengaruhi oleh reflektor yang berfungsi memantulkan cahaya lampu tersebut, dengan begitudengan adanya reflektor dapat mempengaruhi hasil lumen dari lampu. Diagram sirkuit rangkaian lampu LED yang dibuat dari beberapa lampu LED yang dipararel sebanyak 4x diatas yang ditunjukan pada Gambar 3.16 berikut : Gambar 3.16 Diagram Rangkaian Lampu LED Yang Dipararel 3.3.8 Perbandingan Lampu Jalan AC Dengan Lampu DC LED Dalam perencanaan ini akan dilakukan perbandingan antara lampu jalan AC dengan LED DC. Untuk lebih jelasnya dapat ditunjukan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4 Tabel 3.3 Pengukuran Lampu LED (4 Lampu Dengan Daya 40 Watt) dengan Reflector Alumunium Dengan Tambahan Kaca Tegangan Arus Jarak Lux 12 2,5 1m 650 12 2,5 1,5 m 300 Tabel 3.4 Pengukuran Lampu Jalan AC mercury (Daya 200 Watt) Dengan Reflector Alumunium Dengan Tambahan Kaca Tegangan Arus Jarak Lux 220 0,2 1,5 m 200 Setelah dilakukan perbandingan dari kedua tabel di atas maka dapat diketahui bahwa lampu LED dapat memenuhi lumen lampu jalan pada jarak 1.5 meter dan jarak selebihnya cahaya LED kurang menyebar. BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1 Perhitungan Daya Total Lampu Penerangan Terpasang di Areal Kampus USU Berdasarkan lampiran gambar denah areal kampus USU, maka didapat total daya lampu yang terpasang pada tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Total Daya LPJU di Areal Kampus USU No MAP Daya (per lampu : 250 Watt) Total Daya Lengan I Lengan II Lampu Taman (Watt) 1 A1 2500 1500 0 4000 2 A2 1000 1500 0 2500 3 A3 7000 1500 0 10000 4 A4 7500 1500 0 9000 5 A5 5500 2000 0 8000 6 B1 1750 500 3000 5250 7 B2 2750 500 3500 6750 8 B3 7000 0 0 7000 9 B4 8250 0 3500 11750 10 B5 8500 0 0 8500 11 C1 5250 0 3000 8250 12 C2 4500 500 3500 8500 13 C3 9500 0 0 9500 60 14 C4 7250 3000 5000 15250 15 C5 4500 0 0 4500 16 D1 6750 1500 0 8250 17 D2 4500 1500 0 6000 18 D3 9750 1500 0 11250 19 D4 8000 1500 0 9500 20 D5 4500 1500 0 6000 Total daya yang digunakan untuk lampu penerangan jalan umum (sumber PLN): P total lampu : 159.750 Watt Jumlah total lampu : 639 bohlam Jumlah lampu menyala : 233 bohlam Jumlah lampu mati : 406 bohlam Waktu beroperasi : 12 jam (nyala : pukul 18.00 WIB ; padam : pukul 06.00 WIB) Perhitungan tarif listrik untuk penerangan umum di kampus USU (harga tarif : Rp. 290,-/KWh) : 159,75 KW x 12 jam : 1917 KWh 1917 KWh x Rp. 290 : Rp. 555.930,- Tarif listrik penerangan umum per bulan : Rp. 555.930,- x 30 hari : Rp. 16.677.900,- 4.2 Aplikasi Penerangan Umum Tenaga Surya di Area Pendopo dan Lapangan Parkir Perancangan penerangan umum tenaga surya pada tugas akhir ini diaplikasikan di satu lokasi yaitu area pendopo dan lapangan parkir pendopo. Luas area pendopo dan lapangan parker : 100 m x 100 m - Jarak pemasangan antara tiang : 20 m (setiap tiang dipasang solar cell 50 Wp dengan 2 lengan lampu LED). - Jumlah tiang lampu jalan solar cell yang akan dipasang di sekeliling pendopo : 20 tiang, 20 solar cell daya 50 Wp, 40 lampu LED untuk penerangan jalan. - Jumlah tiang lampu taman solar cell yang akan dipasang : 4 tiang, 4 solar cell daya 50 Wp, 8 lampu LED untuk penerangan taman. 4.3 Pengujian dan Analisa Perangkat Pada sistem Penerangan Jalan Umun menggunakan sel surya (menggunakan lampu LED), prinsip kerjanya secara keseluruhan adalah pada saat energi matahari dipancarkan ke permukaan bumi, maka solar cell akan bekerja menangkap energi matahari yang dpancarkan tersebut. Komponen (solar cell) ini mengkonversikan energi cahaya matahari tersebut menjadi energi listrik. Dan energi listrik tersebut akan disimpan dalam aki, proses ini disebut dengan pengecasan. Aki akan melakukan pengecasan selama adanya energy matahari terpancar yaitu kira-kira 12 jam, mulai dari jam 6 pagi sampai dengan jam 6 sore (18.00 WIB). Pada sore hari ada dua keadaan yaitu yang pertama pada saat energi cahaya matahari sudah habis atau kondisi sudah gelap sensor pada control akan mendeteksi “keadaan gelap”, maka lampu akan menyala. Sedangkan pada kondisi kedua pada saat tepat jam 6 sore atau jam 18.00 WIB, maka lampu akan menyala. Dengan menyalakan lampu maka aki secara otomatis tidak melakukan pengecasan lagi, accu akan mensuplai lampu untuk bias menyala selama 12 jam yaitu sampai dengan jam 5.59 WIB tetapi pada alat yang dirancang cadangan supply tegangan untuk lampu dari PLN mengunakan AC-DC converter. Pada saat itu proses akan kembali pada keadaan semula yaitu pada saat jam 6.00 WIB accu akan melakukan pengisian kembali. Disini mikro ATmega 16 berfungsi sebagai on dan off lampu, yaitu pada saat aki melakukan pengecasan sampai dengan aki akan mensuplai lampu agar lampu menyala. 4.4 Pengujian Solar Cell Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tegangan solar cell_1 = 50 Wp yang dan solar cell_2 = 30 Wp. Pengujian solar cell 1 ini dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur voltmeter. Adapun tegangan solar cell yang diperoleh sebesar 17 volt sampai 22 volt dc dari pengamatan pukul 8 pagi sampai 16 sore ditunjukan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Data Pengujian Solar Cell 50Wp No Jam (WIB) Tegangan Output (Volt) 1 8.00 20 2 8.30 21 3 9.00 19 4 9.30 20 5 10.00 20 6 10.30 21 7 11.00 21 8 11.30 21 9 12.00 21 10 12.30 22 11 13.00 22 12 13.30 22 13 14.00 20 14 14.30 18 15 15.00 18 16 15.30 18 17 16.00 17.5 Pengujian solar cell_2 30 WP juga menggunakan alat ukur voltmeter. Adapun tegangan solar cell yang diperoleh sebesar 16 volt sampai 20 volt dc dari pengamatan pukul 8 pagi sampai 16 sore ditunjukan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Data Pengujian Solar Cell 50Wp No Jam (WIB) Tegangan Output (Volt) 1 8.00 17 2 8.30 18 3 9.00 19 4 9.30 20 5 10.00 20 6 10.30 20 7 11.00 20 4.5 8 11.30 20 9 12.00 20 10 12.30 20 11 13.00 20 12 13.30 20 13 14.00 19 14 14.30 19 15 15.00 18 16 15.30 18 17 16.00 17.5 Pengujian Baterai Charger Battery Charger adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengisi battery dengan arus konstan hingga mencapai tegangan yang ditentukan. Bila level tegangan yang ditentukan itu telah tercapai, maka arus pengisian akan turun secara otomatis ke level yang aman tepatnya yang telah ditentukan dan menahan arus pengisian hingga menjadi lebih lambat sehingga indicator menyala menandakan battery telah terisi penuh Data pengujian ditunjukan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 di bawah ini. Tabel 4.4 Pengujian Baterai Charge Dengan Solar Cell 50 Wp No Jam Solar Cell Battery Charger Battery Arus (Volt) (volt) (volt) (A) 1 8.00 18 14.5 10 0,75 2 8.15 19 14.5 11 0,5 3 8.30 19 14.5 11,5 1,25 4 9.30 19 14.5 12 1,23 5 9.45 19 14.5 12 1,14 6 10.30 19.5 14.5 12 1,33 7 11.00 19.5 14.5 12 0,75 8 11.30 19.5 14.5 12 0,69 9 13.30 19.5 14.5 12,22 0,61 10 14.30 19 14.5 12,4 0,43 11 15.00 18 14.5 13,4 0,50 Tabel 4.5 Pengujian Baterai Charge Dengan Solar Cell 30 Wp No Jam Solar Cell Battery Charger Battery Arus (Volt) (volt) (volt) (A) 1 8.00 16 13.5 10 0,15 2 8.15 17 14 10,5 0,2 3 8.30 17 14 10,5 0,23 4 9.30 17 14 11 0,21 5 9.45 17 14 11 0,23 6 10.30 17 14 11 0,23 7 11.00 17 14 11 0,23 8 11.30 17 13.5 11 0,23 9 13.30 16 13.5 11,5 0,19 10 14.30 16 13.5 11,8 0,15 11 15.00 16 14.5 12 0,15 Pengatur tegangan pada rangkaian battery charger sebenarnya berupa Regulator LM350. Akan tetapi untuk meningkatkan dan mengontrol tegangan keluaran battery charger yang lebih akurat lagi pada pin Adjust LM350 ditambahkan resistor sebesar 1k β¦ dan trimpot 2k β¦ (dalam Proyek Akhir ini trimpot 2k β¦ diganti dengan trimpot 50kβ¦ yang dirangkai secara seri. Pada Tabel 4.6 menunjukkan pengujian tegangan keluaran (dengan mengatur trimpot 50kβ¦) Battery Charger. Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Pengatur Tegangan Keluaran Battery Charge Resistansi (β¦) Tegangan Keluaran (Volt) 10k 13.50 20k 13.75 30k 13.90 40k 13.95 49k 14.00 Pengaturan pada trimpot 100β¦ (trimpot 100β¦ diganti dengan trimpot 1k) berfungsi untuk menentukan arus pengisian maksimum. Pada cara ini besar arus pengisian dapat diatur nilai arusnya antara 0.1A s/d 5A, tetapi kita seharusnya tidak berpikir terlalu jauh sebab LM350 tidak dapat mengontrol arus diatas 3 Ampere. 4.6 Pengujian Lampu LED Pada perencanaan Lampu LED yang akan digunakan dengan reflektor dan tanpa reflektor. Dengan adanya reflektor tersebut maka akan menambah hasil dari lumen lampu LED. Lampu yang diuji mulai dari lampu LED 3 Watt, 10 Watt dan 40 Watt. f. Pengukuran lampu LED (1 lampu dengan daya 3 watt) tanpa reflektor dengan menggunakan tegangan sebesar 3 volt akan menghasilkan arus sebesar 0,7 A dengan jarak ukur 30 cm akan menghasilkan lux sebesar 50. Tabel 4.7 Pengukuran Lampu LED (1 Lampu Dengan Daya 3 Watt) Tanpa Reflektor Tegangan (Volt) Arus (A) Jarak Lux 3 0,7 30 cm 50 P=VxI P = 3 x 0,7 P = 2,1 Watt Maka efisiensi penggunaan : P efisiensi = = P percobaan P lampu 2.1 3 = 70% x 100 % x 100% g. Pengukuran lampu LED (1 lampu dengan daya 10 watt) tanpa reflektor dengan menggunakan tegangan sebesar 12 volt akan menghasilkan arus sebesar 0,7 A dengan jarak ukur 1 m akan menghasilkan lux sebesar 100. Tabel 4.8 Pengukuran Lampu Led (1 Lampu Dengan Daya 10 Watt) Tanpa Reflektor Tegangan (Volt) Arus (A) Jarak Lux 12 0,7 1m 100 P=VxI P = 12 x 0.7 P = 8.4 Watt Maka efisiensi penggunaan : P efisiensi = ππ ππππππππππππππππππ ππ ππππππππππ x 100 % = 8,4 / 10 x 100% = 84% h. Pengukuran lampu LED (4 lampu dengan daya 40 watt) tanpa reflektor dengan menggunakan tegangan sebesar 12 volt akan menghasilkan arus sebesar 2,5 A dengan jarak 1,5 cm akan menghasilkan lux sebesar 300. Tabel 4.9 Pengukuran Lampu Led (4 Lampu Dengan Daya 40 Watt) Tanpa Reflektor Tegangan (Volt) Arus (A) Jarak Lux 12 2,5 1,5 m 300 P=VxI P = 12 x 2,5 P = 30 Watt Maka efisiensi penggunaan : P efisiensi = = ππ ππππππππππππππππππ 30 40 x 100% ππ ππππππππππ x 100% = 75% i. Pengukuran lampu LED (4 lampu dengan daya 40 watt) dengan reflector alumunium, dengan menggunakan tegngan sebesar 12 volt akan menghasilkan arus sebesar 2,5 A dengan jarak ukur 1 m dan 1,5 m akan menghasilkan lux sebesar 600 dan 200. Tabel 4.10 Pengukuran Lampu Led (4 Lampu Dengan Daya 40 Watt) Dengan Reflector Alumunium Tegangan (Volt) Arus (A) Jarak Lux 12 2,5 1 600 12 2,5 1,5 200 P=VxI P = 12 x 2,5 P = 30 Watt Maka efisiensi penggunaan : P efisiensi = P percobaan / P lampu x 100% = 30 40 x 100 % = 75% j. Pengukuran lampu LED (4 lampu dengan daya 40 watt) dengan reflector alumunium dengan tambahan kaca, dengan menggunakan tegangan sebesar 12 volt akan menghasilkan arus sebesar 2,5 A dengan jarak ukur 1 m dan 1,5 m akan menghasilkan lux sebesar 650 dan 300. Tabel 4.11 Pengukuran Lampu Led (4 Lampu Dengan Daya 40 Watt) Dengan Reflector Alumunium Dengan Tambahan Kaca Tegangan (Volt) Arus (A) Jarak Lux 12 2,5 1m 650 12 2,5 1,5 m 300 P=VxI P = 12 x 2,5 P = 30 Watt Maka efisiensi penggunaan : P efisiensi = P percobaan / P lampu x 100% = 30 40 x 100 % = 75% 4.7 Perhitungan Pengunaan Energi PLN Perhitungan dilakukan dengan mengambil data dari percobaan baterai 12 Ah dengan nilai E = 140 Wh dan daya P = 50 W. Diketahui : Eaccu = 140 Wh = 0,140 KWh Daya total beban = 50 W E=Pxt 140 t = 50 = 2,8 jam Accu mensuplai energi kebeban selama 2,8 jam Total waktu pemakaian beban dalam satu hari 12 jam, jadi PLN akan mensuplai energi ke beban selama : 12 jam – 2.8 jam = 9,2 jam EPLN = P x t = 50 x 9,2 = 460 wh = 0,46 kWh Jika PLN = 1 KWh = Rp. 290,Maka yang harus dibayar tiap bulan : 0.46 kWh x 30 hari = 13,8 KWh 13.8 KWh x Rp. 290,- = Rp. 4.002,Jadi pembayaran sebesar : Rp. 4.002,- /tiap bulan Presentase pemakaian daya energi dari PLN dan daya keluaran baterai accu per 12 jam. - Energi yang dikeluarkan baterai accu (12 Ah): 2,8 12 x 100% = 23,3% - Energi yang dikeluarkan PLN: 9,2 12 x 100% = 76,6% DATA LAMPU PENERANGAN YANG TERDAPAT DI AREAL KAMPUS USU Jumlah Lokasi Hidup Mati Lampu Kiri 7 4 11 Tengah 6 24 15 x 2 Kanan 16 15 31 Kiri 3 4 7 Kanan 0 3 3 Kiri 3 9 12 Kanan 10 6 16 Kiri 0 3 3 Tengah 8 24 16 x 2 Kanan 18 5 23 9 5 14 Jl. Universitas (Pintu 1) Jl. Civitas Akademika (Pintu 2) Jl. Tri Darma (Pintu 3) Jl. Tri Darma (Pintu 4) Jl. Dr. Sofyan Jl. Politeknik 10 3 13 Jl. Bioteknologi 0 20 20 Jl. Perpustakaan 6 8 14 Jl. Abdul Hakim 0 8 8 Kimia 4 6 10 Jl. Prof. Dr. Assat 1 4 5 Lampu Taman 8 16 24 Lampu Jalan 3 0 3 28 0 14 x 2 6 8 19 19 Belakang Audit Depan Biro Rektor Auditorium Lampu Taman Lampu Jalan Fakultas Kedokteran 0 Fakultas Kedokteran Gigi 1 8 9 Masyarakat 3 1 4 Pascasarjana 3 4 7 Fakultas Keperawatan 2 4 6 Pusat Sistem Komputer 10 8 18 Gelanggang Mahasiswa 1 5 6 Pendopo 12 9 21 Fakultas Sastra 3 5 8 Fakultas Hukum 11 9 20 FISIP 4 6 10 Fakultas Ekonomi 8 11 19 Fakultas Kesehatan Fakultas Pertanian 7 13 20 Fakultas MIPA 16 17 33 Lampu Taman 0 34 34 Lampu Jalan 6 14 8 Sipil + Arsitek 0 22 22 Industri 1 2 3 Elektro 1 0 1 Mesin 0 6 6 Lapangan Parkir Teknik 1 5 6 Stadion Mini 3 2 5 Perpustakaan Fakultas Teknik BAB V PENUTUP Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dan kelemahan dari sistem yang telah dibuat. Setelah melakukan perencanaan dan perancangan hingga pengujian sistem secara keseluruhan maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut. 5.1 Kesimpulan Dari pengujian dan analisa perangkat yang telah dilakukan pada pembuatan system diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Semakin besar radiasi matahari yang mengenai sel surya, maka semakin besar pula arus yang dihasilkan oleh sel surya tersebut. Sel surya akan selalu memproduksi energi listrik bila disinari oleh matahari. Oleh karenanya sel surya tidak akan pernah habis atau rusak dalam membangkitkan listrik. Biasanya kerusakan terjadi disebabkan karena sel surya tersebut pecah atau karena faktor lain, sehingga bila sel surya dilindungi dengan baik, maka usianya bisa mencapai dua puluh tahun. b. Penerangan Jalan Umum dengan menggunakan tenaga surya (solar cell) dapat mengurangi konsumsi akan tenaga listrik dari PLN. Setiap hari dalam 12 jam, daya yang dikeluarkan PLN untuk penerangan umum adalah sebesar 76,66% sedangkan dengan menggunakan baterai accu 12 Ah adalah sebesar 23,3% . c. Dari sistem yang ada yaitu baterai charge yang bisa memutuskan arus dengan sendirinya jika baterai penuh dengan memakai ic1458 sebagai swicth regulator dengan membandingkan keluaran tegangan pada rangkaian tersebut. 78 d. Selain dengan menggunakan control otomatis dari controller, kita dapat menggunakan LDR yang mana akan mengontrol on dan off nyala lampu dari perubahan pencahayaan di sekitar sistem. 5.2 Saran Dari hasil studi penelitian yang dilakukan diambil beberapa saran untuk kesempurnaan penulisan tugas akhir ini diantaranya: a. Lampu jalan tenaga surya ini bisa menggunakan lampu LED or mercury. Tapi lebih effisien menggunakan lampu LED. Karena dengan lampu LED yang 30 watt sama dengan lampu mercury 150 watt, sehingga effisiensi sangat tinggi. b. Pengadaan lampu penerangan jalan umum dengan teknologi tenaga surya di kompleks USU perlu diterapkan namun karena menyangkut pembiayaan yang besar maka perlu koordinasi dari pihak-pihak terkait.