BAB IV ANALISIS 4.1. Membandingkan bingkai pemikiran Nabeel Jabbour tentang gereja tidak Kasat Mata dengan John Calvin tentang Gereja yang tidak Kelihatan dalam persamaan dan perbedaannya. Nabeel Jabbour mengkritisi Model Gereja Kasat Mata yang hanya mengutamakan bentuk bangunan, ibadah, kesaksian, peraturan gereja, baptisan dan sakramen, tetapi pelayanan dalam pewartaan Sabda Allah tetap dan terus dilakukan. Kepemimpinan dalam organisasi, struktur gereja kasat mata adalah para pelayan yang menjadi wakil Tuhan di bumi. Gereja yang kelihatan versi Calvin juga hanya mengutamakan pandangan dari sisi luarnya saja, seperti bentuk bangunan, tubuh Kristus yang nyata di dunia, praktik ibadah sehari-hari. Tidak sepenuhnya pendapat Nabeel Jabbour tersebut dapat diterima, karena gereja kasat mata adalah berbentuk bangunan, akan tetapi umat yang beribadah dan bersekutu di dalamnya dapat dipakai dengan baik untuk menjadi “pewarta‟ di bumi ini, hal itu tergantung keimanan seseorang dan panggilan di dalam hidupnya. Keimanan kepada Yesus Kristus membawa umat untuk merubah paradigma dalam pola kehidupannya, sehingga umat Allah dapat mempercayai Injil/Kabar Baik sebagai jalan keselamatan dan dapat diwartakan dan diberitakan kepada sesama tanpa ada unsur paksaan. Kesaksian umat tidak hanya diucapkan dalam kebaktian-kebaktian minggu saja, akan 51 tetapi dapat diperlihatkan dalam kehidupan yang benar-benar berkualitas di tengahtengah komunitas sosial. Menurut penulis, pandangan Calvin berbeda dengan pandangan Nabeel Jabbour tentang gereja yang tidak kelihatan dan gereja yang tidak kasat mata. Calvin lebih mengutamakan tentang keterikatan seseorang dalam keanggotaan sebuah gereja harus melalui beberapa batasan yang sekaligus menjadi persyaratan mutlak untuk menjadi seorang Kristen yang terdaftar dalam kesatuan gereja antara lain, menerima baptisan, memberikan kesaksian dalam pengakuan iman, menerima sakramen, dan taat kepada aturan, hukum dan disiplin gereja. Apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak layak untuk dijadikan anggota dalam sebuah gereja. Sedangkan Nabeel Jabbour berpandangan tidak demikian, siapa saja boleh mengikut Kristus, tidak harus menjadi pemeluk agama Kristen, dan melalui keimanannya untuk mengikut Kristus dengan melakukan apa yang baik dan menjadi ajaran Kristus, sehingga orang lain dapat melihat dan tertarik untuk menjadi pengikut Kristus dan masuk dalam komunitas gereja tanpa ada keterikatan dalam persyaratan dan paksaan. Menurut penulis, realita gereja tidak kasat mata dalam wujud nyata ekklesiologi diperhadapkan dalam gereja yang tidak kelihatan secara implisit, maka dapat diambil kesimpulan bahwa gereja tidak kasat mata menurut Nabeel Jabbour tidak termasuk ke dalam ekklesiologi. Alasannya, karena keanggotaan gereja dalam konteks ekklesiologi harus menjadi percaya, mengaku dan bersaksi tentang Yesus Kristus, menerima sakramen perjamuan, dan tunduk kepada aturan serta displin gereja. 52 Penulis menyimpulkan bahwa gereja tidak kasat mata menurut Nabeel Jabbour adalah ekklesiologi secara eksplisit berdasarkan Firman Tuhan yang tertulis dalam Matius 7:21 berbunyi demikian: Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam kerajaan surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga. Tidak semua orang yang mengaku bahwa Kristus adalah Tuhan maka mereka dianggap sebagai pengikut Kristus. Yesus menghendaki agar siapa saja yang menjadi pengikut-Nya harus siap melakukan apa yang berkenan dan yang dikehendaki-Nya. Seorang pengikut Kristus tidak hanya bersaksi dalam iman percaya kepada Yesus, tapi tidak melakukannya. Kesaksian yang hidup adalah perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Gereja yang hidup adalah gereja yang dapat memperlihatkan karya dan kemuliaan Allah bersinar dalam pelayanannya di tengah-tengah dunia. Dasar-dasar konsep gereja yang tidak kelihatan seperti yang dipahami oleh Calvin hanya dapat diterima dari sisi iman saja; sebab ia tidak kasat mata dan hanya nampak dalam pandangan Allah saja (Coram Deo). Ia bersifat translokal dan transtemporal. Anggota-anggotanya adalah orang-orang yang terpilih yang berada dalam ikatan dengan Yesus Kristus sebagai kepala gereja dan mereka adalah tubuh-Nya. Keterikatan ini bersifat mutlak, sehingga tidak ada ikatan yang dapat menggantikannya. Kenyataan bahwa orang percaya masih ada di tengah dunia riil, maka gereja yang tidak kelihatan mewujud di dalam dunia dan ada unsur keterikatan dengan Yesus Kristus. Yesus Kristus sebagai kepala gereja adalah Yesus yang menyejarah dalam dunia, Ia nampak maka Ia dikenal melalui tindakan-tindakan yang dilakukan-Nya dalam sejarah kehidupan manusia, karena inkarnasi seperti ini, maka kita memahami bahwa antara gereja yang 53 tidak kelihatan dan gereja yang tidak kelihatan tidak dapat dipisahkan. Konsep inkarnasi Yesus dalam kehidupan gereja yang kelihatan mewujud dalam sakramen baptisan dan perjamuan kudus, sebagai tanda yang menguatkan dan memantapkan iman.1 Ada kecenderungan Calvin untuk menempatkan gereja pada posisi yang dominan, sekalipun Calvin tidak mengatakan demikian. Nampak hal ini didukung oleh pemahaman Corpus Chistianum. Argumen ini didukung dengan kenyataan bahwa Tata Gereja dan Pengakuan Iman harus disetujui oleh warga kota. Akan tetapi dominasi mutlak gereja atas pemerintah sulit terjadi karena kenyataan masa Calvin dimana dominasi kaum rohaniawan telah dihancurkan oleh sikap anti papalisme diakhir abad pertengahan. Ada waktu-waktu tertentu gereja reformasi sangat didengar oleh pemerintah; jika kelompok penguasa adalah mereka yang berpihak pada Calvin, namun jika tidak, maka Calvin bahkan terancam terusir dari kota. Kesulitan juga terjadi untuk membedakan suara gereja dan suara pemerintah sebab penguasa negara adalah juga memiliki kekuasaan dalam mengatur gereja. Calvin sendiri mengalami banyak masalah dalam hal ini. Pada satu sisi, ia ingin menerapkan Firman Allah yang disuarakan gereja untuk diberlakukan oleh pemerintah. Pada sisi lain, pengakuan terhadap kaum awam telah menjadikan pihak pemerintah untuk ingin menikmati kekuasaan di dalam gereja. Hal ini yang menyebabkan Calvin tidak dapat menghindari adanya campur tangan yang cenderung terlalu jauh dari pihak pemerintah terhadap gereja dan tentu saja ini menjadi masalah bagi gereja. 2 1 J.A. van der Ven, Ecclesiology in Context (Michigan: William B. Eerdmans PC, 1996), 45-47. Misalnya, Penyusunan Tata Gereja dan pengesahannya harus melewati jenjang birokrasi pemerintah. Kenyataan ini dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa di mana pemerintah melakukan pemberantasan terhadap kelompok-kelompok Anabaptis, kelompok-kelompok penyembah berhala dan melakukan eksekusi terhadap Servet yang adalah lawan Calvin. 2 54 Dalam ilmu teologi sudah timbul pemisahan antara gereja yang kelihatan dengan gereja yang tidak kelihatan, ada perbedaan besar antara gereja, sebagaimana ia seharusnya ada dengan rupa yang diperlihatkannya dalam praktik sehari-hari. Begitu kerasnya orang mau mengutamakan “hal kerohanian” sehingga pengertian gereja mau dibersihkan dari segala noda dunia dan manusia. Kata gereja sebagaimana disebutkan di dalam Pengakuan Iman, dijadikan suatu pengertian rohani yang abstrak, dalam pada itu kata rohani diartikan sebagai lawan dari kata kelihatan. Itulah yang dianggap sebagai gereja yang sesungguhnya, yaitu gereja yang tdak kelihatan.3. Memisahkan antara gereja yang kelihatan dengan yang tidak kelihatan adalah sesungguhnya tidak baik . Andaikata ada faedahnya untuk mempergunakan istilah-istilah kelihatan dan yang tidak kelihatan, maka setidak-tidaknya haruslah menyadari bahwa istilah-istilah itu hanya merupakan istilah bantuan, dan bahwa ada nisbah dialektis antara keduanya. Maksudnya adalah, gereja sebagaimana yang disebutkan dalam Pengakuan Iman adalah serentak bersifat kelihatan dan tidak kelihatan, tanpa memisahkan keduanya satu dengan yang lain dan tanpa meleburnya satu dengan yang lain. Gereja adalah tubuh Kristus. 4 Berkenaan dengan ungkapan diatas, dapat diambil dua kesimpulan. Pertama: “tubuh” niscaya bersifat kelihatan; Kristus telah datang dan benar-benar datang sebagai manusia (I Yoh.4:2); oleh karena itu, gereja benar-benar adalah suatu realita yang kelihatan di dalam dunia. Kedua, “tubuh Kristus”, tidak dapat dilihat, karena berpautan 3 4 G.C. van Niftrik, B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 353. Ibid., 353. 55 dengan kepercayaan, bahwa Yesus orang Nazaret adalah Kristus, Anak Allah dan sungguh-sungguh Allah. Tabiat keIlahiannya menonjol. 5 Dengan kata lain, Firman Allah telah „mendaging‟ (telah menjadi manusia) dalam diri manusia Yesus orang Nazaret itu. Gereja sebagai tubuh Kristus menyatakan dirinya dalam bentuk gereja yang kelihatan, dan benar-benar bersifat manusiawi. Gereja yang dimaksud dalam Pengakuan Iman Rasuli membawa dua pengertian yaitu, 1). Gereja adalah sesuatu yang realitas di dunia ini. Di dalam percaya kepada Tuhan, manusia mengaku percaya. Bahwa gereja kita (gereja yang kelihatan) benar-benar ada sangkut pautnya dengan gereja yang dimaksudkan dalam Pengakuan Iman. Sebab Allah yang kepada-Nya kita percaya, secara konkrit bertindak di tengah-tengah dunia ini dan sejarahnya; Yesus Kristus telah menjadi manusia sama seperti kita, dan Roh Kudus turun begitu dalamnya, sehingga Ia berkenan diam serta bekerja di dalam diri manusia. 2). Gereja adalah suatu realitas rohani, bukan dalam arti lawan dari badani atau yang kelihatan, melainkan harus dihubungkan dengan Roh Kudus. Roh Kudus yang membuat gereja Kristus , “tubuh Kristus”, artinya benar-benar membuatnya menjadi gereja. Itulah sebabnya gereja adalah soal percaya/keimanan.6 Gereja yang tidak kelihatan dan gereja yang tidak kasat mata memiliki perbedaan yaitu, gereja yang tidak kelihatan dalam pelayanannya mengharuskan umatnya untuk menjadi anak-anak-Nya dalam menerima sakramen sebagai cara pemantapan iman umatnya, terkhusus dalam pelayanan Perjamuan Kudus, melalui daging dan darah Yesus (yang ditandakan dengan materai roti dan anggur) telah mempersatukannya menjadi satu 5 6 Ibid., 207, 354. Ibid., 354-355. 56 tubuh dengan Yesus Kristus, dan akan menerima kehidupan yang kekal, sedangkan gereja tidak kasat mata tidak mepersoalkan tentang hal itu. Gereja tidak kasat mata menekankan kebebasan individu untuk masuk ke dalam komunitas agama Kristen atau tidak, yang terpenting umat-Nya dapat meneladani, mengikut Kristus dengan baik dalam kehidupannya. Nabeel Jabbour menekankan pentingnya menjadi gereja, akan tetapi tidak menjadi pemeluk agama Kristen. Calvin mengatakan bahwa gereja adalah sarana yang diberikan Allah kepada orang-orang percaya yang lemah untuk membina dan memelihara mereka dalam iman. Calvin menegaskan, di luar gereja tidak ada keselamatan, sehingga mustahil bahwa orang yang tidak mengaku gereja sebagai „ibunya‟ mempunyai Allah sebagai „bapanya‟. Gereja dalam arti yang sebenarnya menurut Calvin adalah: ibu yang memelihara dan membina anak-anaknya di dalam iman, bukan sesuatu yang dapat dilihat ditunjukkan begitu saja. 7 Menurut penulis, pendapat Nabeel Jabbour dan John Calvin memiliki persamaan. Bukan secara empiris (yang kelihatan) yaitu bangunan gereja, manusia/umatnya, aturan gereja dan cultus yang anut. Sehingga menghasilkan sebuah persamaan pendapat yang relevan untuk pertumbuhan dan perkembangan paradigm gereja saat ini yang sudah diimani sejak lama. Menurut penulis, Gereja tidak kasat mata menurut Nabeel Jabbour berbeda dengan gereja tidak kelihatan menurut Calvin. Hal ini kelihatan dari status keanggotaan yang harus dan tetap terdaftar sebagai pengikut Kristus dan masuk dalam kebersamaan 7 Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 99. 57 dalam sebuah gereja, sedangkan gereja tidak kasat mata tidak mempersoalkan tentang agama, keanggotaan seseorang. Apakah dia terdaftar atau tidak dalam sebuah komunitas gereja, asalkan dia tetap mengikut dan meneladani Kristus di dalam hidupnya. 4.2. Kritik terhadap Pemikiran Nabbel Jabbour dan John Calvin Beberapa kekurangan dari pandangan Nabeel Jabbour dan Calvin yaitu: 1. Gereja yang tidak memiliki pemimpin, maka pembaruan dan pertumbuhan tidak akan kelihatan di dalam makna dan arti di tengah-tengah kehidupan sosial, karena bersifat pasif, dan hanya mengandalkan ibadah dalam perjumpaan, persekutuan di dalam gedung gereja, serta ketergantungan kepada pemimpin ibadah yang bercorak struktural/organisatoris, sakramen dan Pengakuan Iman. Alasannya karena struktur dan kepemimpinan di dalam organisasi sebuah gereja yang kelihatan di tengah-tengah dunia sangatlah dibutuhkan dan penting sekali untuk memperhatikan, mengatur dan mendukung pelayanan agar lebih baik dan lebih maju di masa mendatang. 2. Menurut Calvin jika tidak ada organisasi dan pemimpin yang kelihatan di tengah-tengah gereja untuk mengatur segala sesuatu yang berlangsung dalam peribadatan, bagaimana mungkin gereja tanpa pemimpin yang terorganisir dapat bertumbuh dengan baik, dan bagaimana mungkin para umat dapat mengenal Kristus tanpa adanya perjumpaan satu dengan yang lain dalam ibadah di gereja. Penulis setuju dengan pernyataan dan pemikiran John Calvin, karena setiap struktur organisasi haruslah di pimpin oleh seorang pemimpin yang berkualitas agar bertumbuh dengan baik. 58 3. Ekklesia yang diterapkan oleh Nabeel Jabbour, mengutamakan persekutuan secara individu kepada Allah, para umat tetap rindu dalam persekutuan dengan Tuhan melalui Pendalaman Alkitab, bersekutu dengan sesama walaupun tetap harus tinggal dalam agamanya semula. Menurut penulis, Secara informal sah-sah saja, karena tidak membutuhkan data keanggotaan yang harus terdaftar di dalam sebuah gereja, akan tetapi apabila berbicara struktur keanggotaan secara formal, maka hal tersebut tidak dapat diterima karena seseorang yang mengikut Kristus dan percaya kepada-Nya haruslah menjadi anggota yang terdaftar di dalam keanggotaan sebuah gereja. Hal ini juga yang ditekankan oleh John Calvin dalam pemikirannya di dalam gereja tidak kelihatan. 4. Ke-kristenan bukan bersifat eksklusif dan pasif dan merasa lebih dari yang lain, tidak memandang orang lain diluar Kristen sebagai musuh. Ajaran keKristenan yang menekankan menjadi orang Kristen yang berbuah dengan baik, seperti yang tertulis di dalam Matius 7:18-20 : Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik mengahsilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak mengahsilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api, jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. 59 5. Kekurangan dalam ekklesia tak kasat mata Nabeel Jabbour dan ekklesia tidak kelihatan Calvin yaitu, sama-sama tidak memikirkan tentang keselamatan bagi ekositem lainnya. Pandangan mereka hanya bercokol dalam keselamatan bagi umat manusia saja, sehingga tidak kelihatan keselamatan bagi ciptaan yang lainnya. 6. Kekurangan Calvin, tidak memberikan ruang gerak bagi pemerintah untuk bekerja sama dalam persekutuan sebagai dua lembaga yang diberkati di dunia ini. Calvin seolah-olah membuat dinding dan jurang pembatas antara pemerintah dan gereja. 4.3. Kelebihan Ekklesia Nabeel Jabbour dan Calvin Beberapa Kelebihan dari Ekklesia Nabeel Jabbour dan Calvin yaitu: 1. Konteks kehidupan religi manusia yang lebih mengutamakan agama dan kepercayaan, membawa suatu kesepakatan agar dapat mewujudnyatakan kerajaan surga di bumi ini, walaupun pada dasarnya hal tersebut tidak diatur dan dipimpin oleh seorang pemimpin dalam suatu organisasi gereja, para umat dapat beragama dengan baik dan menghasilkan perbuatan yang baik di dalam kehidupan sosialnya. Agama yang di anut seseorang membawa keimananya untuk datang beribadah di rumah ibadah, sehingga ada kehadiran damai sejahtera bagi setiap orang yang beragama dan bertekun dalam ibadahnya. 60 2. Mengadakan pertobatan yang realistis bagi gereja untuk membuka diri bagi semua orang dengan tidak memaksakan orang lain dalam mengikut Kristus untuk meninggalkan agamanya semula. Dogma dan ajaran ke-Kristenan tidak menekankan konsep pemikiran tentang Kristenisasi bagi siapa saja yang mau meneladani Kristus tidak harus menjadi penganut agama Kristen, karena hal ini juga yang menjadi penekanan dalam pemikiran Nabeel Jabbour dalam gereja tidak kasat mata. 3. Nabeel Jabbour menghadirkan sebuah fakta yang mengejutkan dalam tulisannya yang mengatakan bahwa orang Kristen tidak bisa mempersalahkan begitu saja orang Muslim untuk berbagai tindakan kejahatan seperti teror, kekerasan, terorisme, bom bunuh diri. orang Kristen bukanlah malaikat dan orang Muslim bukanlah setan. Nabeel Jabbour menuliskan demikian : “Sebagaian besar orang Muslim sedang ditarik ke dua arah; mendekat kepada Kristus yakni kearah keterbukaan pikiran secara baik dan positif atau mendekat kepada sikap fanatisme (sikap hidup yang tertutup dan menimbulkan perpecahan dan permusuhan). Posisi dan sikap orang Kristen cukup berpengaruh untuk mengarahkan orang Islam memilih opsi yang pertama, agar mereka mendekat kepada Yesus Kristus sebagai pengikut-Nya, meskipun tetap dalam agamanya semula”. 4. Nabeel Jabbour dalam ekklesia tak kasat mata ingin mempersatukan kebersamaan dan persaudaraan yang bersifat universal, sehingga tidak ada unsur untuk saling menghujat, saling mencurigai dan menyalahkan antar umat Islam dan umat Kristen. Dengan demikian setiap umat dapat bergaul satu dengan yang lain tanpa harus membedakan agama, kepercayaan masingmasing. Mengenal Ke-kristenan tidak harus menjadi orang Kristen dan demikian juga sebaliknya. Ke-kristenan lebih menekankan tentang hubungan 61 sosial di dalam kasih. Seperti tertulis dalam Markus 12:30-31 Kasihilah Tuhan, Allah-Mu dengan segenap hatimu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini. 5. Ekklesia Nabeel Jabbour tentang gereja tidak kasat mata lebih fleksibel dibandingkan gereja yang tidak kelihatan versi Calvin, karena gereja tidak kasat mata lebih membuka diri dari dunia nyata dalam memberikan kesempatan untuk mengikut Yesus Kristus sebagai teladan tanpa harus meninggalkan agama semula, mengikuti sakramen, mengaku dalam iman percaya. Sedangkan Calvin lebih menegaskan dan menekankan tentang status keanggotaan dalam mengikut Yesus Kristus harus jelas dalam pengakuan iman percayanya, masuk dan terdaftar dalam kumunitas sebuah gereja. 62