BAB I - ETD UGM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Total goiter rate (TGR) Indonesia tingkat nasional mencapai angka
11,7%. Hasil pemeriksaan urin didapatkan kadar iodium dalam urin > 300mg/L
yang artinya masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita hipertiroid
(Supadmi dkk., 2007). Hipertiroid merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan konsentrasi hormon tiroid dalam sirkulasi tetapi terjadi penurunan
konsentrasi thyroide stimulating hormone (TSH). Hipertiroid menyebabkan
peningkatan laju metabolisme, penurunan berat badan, keseimbangan nitrogen
berkurang, peningkatan produksi panas, peningkatan output cardiac, dyspnea,
tremor, kelelahan, exophtalmus, dan goiter (Costanzo, 2003).
Hipertiroid menyebabkan gangguan fertilitas pada wanita usia reproduksi
dan oligomenore. Hipertiroid pada laki-laki dapat menyebabkan penurunan jumlah
spermatozoa dan impotensi. Tingginya kadar hormon tiroid dalam darah
menyebabkan peningkatan konversi androgen menjadi estrogen sehingga
mengakibatkan ginekomasti. Kondisi hipertiroid juga akan meningkatkan sex
hormone binding globuline (SHBG) sehingga menyebabkan peningkatan kadar
total testosteron dan estradiol (Pranoto, 2012).
Pengobatan kimia untuk mengobati hipertiroid dengan menggunakan obat
antitiroid. Obat-obatan antitiroid yang sering digunakan seperti Propylthiouracil
dan Metamazol. Obat-obat tersebut bekerja menghambat sintesis hormon tiroid
dengan menghalangi coupling iodotirosin melalui penghambatan kerja enzim
1
2
tiroperoksidase (Faizi dan Netty, 2006). Propylthiouracil mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan Metamazol yaitu dapat menghambat sebagian konversi
tiroksin menjadi triidiotironin sehingga efektif menurunkan hormon tiroid.
Pengobatan dengan antitiroid mempunyai dampak negatif seperti agranulositosis
dan reaksi alergi berupa rash (Anwar, 2005).
Pengobatan kimia bukan satu-satunya pilihan untuk mengobati
hipertiroid. Pengobatan alternatif saat ini menjadi pilihan dan sudah banyak
dilakukan. Salah satu pengobatan alternatif dengan mengonsumsi produk olahan
kedelai. Kedelai mengandung isoflavon yang merupakan salah satu golongan
flavonoid yang berperan dalam penghambatan sintesis hormon. Isoflavon bekerja
dengan cara menghambat kerja enzim tiroperoksidase pada proses organifikasi.
Proses organifikasi merupakan proses oksidasi dan pengikatan iodida dengan
tirosin menjadi monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT). Senyawa
tersebut merupakan senyawa utama dalam pembentukan hormon tiroid aktif
(Dewi, 2015).
Kandungan isoflavon dalam kedelai sekitar 2mg/g sampai 4mg/g.
Senyawa isoflavon mempunyai struktur molekul yang mirip estrogen sehingga
isoflavon dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Isoflavon menghambat kerja
enzim 17β-hidroksisteroidoksidoreduktase yang berperan dalam sintesis hormon
testosteron. Isoflavon juga dapat menimbulkan efek antiandrogenik yang
menyebabkan penghambatan sekresi luteinizing hormone (LH) di hipofisis
anterior sehingga mengakibatkan penurunan sekresi testosteron (Sinaga, 2012).
3
Berdasarkan fakta-fakta di atas, perlu adanya kajian mengenai efek
pengobatan hipertiroid dengan Propylthiouracil dan ekstrak kedelai terhadap
fungsi reproduksi. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi data dukung saat akan
melakukan pengobatan hipertiroid.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan potensi
Propylthiouracil dengan ekstrak kedelai dalam menurunkan kadar testosteron
tikus hipertiroid.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat di bidang veteriner dalam
menambah pengetahuan mengenai pengaruh pengobatan hipertiroid dengan
Propylthiouracil dan ekstrak kedelai terhadap kadar testosteron pada tikus jantan
yang mengalami hipertiroid.
Download