- Universitas Tulang Bawang

advertisement
PROGRESS
JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Nomor : 31/Th XIII.JunV2008
ISSN:053-6678
1.
Skategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Masyarakat Pada Sektor
Pelayanan
Publik
1
Djoko Lelono
2.
Posisi Gubemur Sebagai
Wakil Pemerintah Pusat Di
Daerah
Dalam Perspektif Politik Lokal ( Haruskah dipilih Presiden atau
Dipilih Rakyat
Anwar
)
3. Peranan Komunikasi Kinesik
Dinas
.
.............
13
dan Proksemik Dalam Rapat
21
Hasan Basri
4.
Konsepsi Birokrasi Antara Idealisme dan
5.
Melacak Jejak Di Perlintasan
Komunikasi
Abdul Firman Ashaf& Ari
6.
Realitas
30
Rusdan
:
Tradisi Biologi Dalam Kajian
40
Junaedi
Pemanfaatan Energi Angin Sebagai Energi
Terbarukan
48
Samsuar
7. .Membangun Good Corporate Governance di BUMN
Hi. Achmad Zahruddin
57
8. Analsis Risk dan Return Pada Saham Biasa (Common Stock)
PT. Alfa Retailindo, Tbk. Dengan Menggunakan Capital
Asset Princing Model Periode 2004 - 2007
63
Soewito dan Diah Ay'u Ciptaning
9.
Ruang Publik Politis
Tabhita Carolina
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
LINIVERSITAS TULANG BAWANG (UTB) LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
76
PROGRESS
Pelindung / Penasehat
Rektor UTB Lampung
Pemimpin Umum
Drs. Pirhan Ismar, MM.
Ketua Penyunting
Drs. Rusdan, M.Si
Anggota penyunting
1. Drs.
Djoko Lelono, MM
2. Drs.
Hi. Achmad Zahruddin, MM
3. Drs. Hi. Achmad Mulyono,
4. Drs. Soewito,
MM
5. Drs, Hasan Basri, M.Si
6.
Drs. Soebandryo
7. Drs. Fachruddin,TA
Penyunting Pelaksana
1 Suhaimi,
S.Sos
2. Anwar, S.Sos
Tata Usaha
Rosidah S.Sos.
MII
76
RUANG PUBLIK POLITIS
Oleh : Thabita Carolina
itu di dalam masyarakat
kompleks seperti masyarakat Indonesia.
I. Pendahuluan
konsep klasik
Dalam demokasi maksimal konsep ruang
publik menduduki tempat sentral. Bila
demokrasi tidak sekadar diPahami
formalistis, ia harus memberikan
II. Pembahasan
kemungkinan kepada warga negara
mengungkapkan opini mereka secara
publik. Ruang tempat warga negara dapat
menyatakan opini, kepentingan, serta
kebutuhan mereka secara diskursif dan
bebas tekanan itu merupakan inti ide ruang
publik politis. Konsep ruang di sini
bukanlah metafor4 melainkan real, sejauh
kita tidak memahaminya sebagai ruang
geometris yang terukur dan berciri fisis.
Ruang sosial terbentuk lewat komunikasi,
yakni, seperti dikatakan Hannah Arend!
suatu lingkup bagi suatu "aku" untuk
menyatakan "kesiapaannya" di hadapan
suatu "kamu" sehingga suatu tindakan
bersama suatu "kita" menjadi mungkin.
Daiam teori-teori demokrasi klasik dikenal
konsep volonte generale (kehendak
umum), yaitu keputusan publik Yang
mencerminkan kepentingan seluruh
rakyat. Konsep kuno yang berasal dari
Jean-Jacques Rousseau ini tetap dianut
dalam praktik-praktik parlementarisme
modem meski konsep itu lahir dari
masyarakat berukuran kecil yang relatif
homogen: masyarakat kanton Swiss. Sulit
membayangkan realisasi volonte generale
dalam sebuah masyarakat majemuk
dengan keragaman orientasi nilai dan gaya
hidup dalam era globalisasi pasar dan
informasi dewasa ini. Ide tentang ruang
publik politis dapat menjelaskan relevansi
A. Makna dari ruang putrlik politis
Dalam masyarakat majemuk dewasa ini,
suatu identifikasi "kedaulatan rakyat"
dengan "perwakilan rakyat" dalam Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR),Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) menj adi
semakin sulit karena sistem politik
"hanyalah" salah satu subsistem di antara
subsistem lain di dalam sebuah masyarakat
kompleks. Karena itu, konsep kedaulatan
rakyat harus ditafsirkan secara baru. Jika
parlemen hanyalah salah satu subsistem
masyarakat kompleks, kedaulatan rakyat
seharusnya dibayangkan melampaui
sistem perwakilan itu, yang merupakan
intensitas interaksi diskursif di antara
berbagai subsistem di dalam masyarakat
majemuk. Dengan kata lain, kedaulatan
rakyat adalah "totalitas bentuk" dan "isi
komunikasi" tentang persoalan-persoalan
publik yang berlangsung, baik di dalam
sistem politik (eksekutifi legislatil dan
yudikatif) maupun di dalam masyarakat
luas. Jika interpretasi ini dapat diterima,
ruang publik politis yang berfungsi baik
dan kedaulatan rakyat adalah satu dan
sama. Konsep ruang publik politis
merupakan pemahaman baru atas konsep
kedaulatan rakyat agar konsep ini dapat
diterapkan di dalam masyarakat kompleks
di era globalisasi ini.
17
Dalam karya awalnya, Strukturwandel der
Oeffentlichkeit (Perubahan Struktur Ruang
Publik), Juergen Habermas menjelaskan
ruang publik politis sebagai kondisikondisi komunikasi yang memungkinkan
warga negara membentuk opini
dan
kehendak bersama secara diskursif (1).
Pertanyaannya sekarang, kondisi-kondisi
manakah yang diacu oleh Habermas?
Pertama, partisipasi dalam komunikasi
politis itu hanya mungkin jika kita
menggunakan bahasa yang sama dengan
semantik dan logika yang konsisten
digunakan. Semua warga negara yang
mampu berkomunikasi dapat berpartisipasi
di dalam ruang publik politis itu.
Kedu4 semua partisipan dalam
ruang
publik politis memiliki peluang yang sama
untuk mencapai suatu konsensus yang fair
dan memperlakukan mitra komunikasinya
sebagai pribadi otonom yang mampu
bertanggung jawab dan bukanlah sebagai
alat yang dipakai untuk tujuan-tujuan di
luar diri mereka.
Ketig4 harus ada aturan bersama yang
melindurigi proses komunikasi dari represi
dan diskriminasi sehingga partisipan dapat
memastikan bahwa konsensus dicapai
hanya lewat argumen yang lebih baik.
Singkatny4 ruang publik politis harus
"inklusif', "egaliter", dan "bebas tekanan"
(2). Kita dapat menambahkan ciri-ciri lain:
pluralisme, multikulturalisme, toleransi,
dan seterusnya. Ciri ini sesuai dengan isi
konsep kepublikan itu sendiri, yaitu dapat
dimasuki oleh siapa pun.
Di manakah lokus ruang inklusif, egaliter,
dan bebas tekanan itu di dalam masyarakat
majemuk? Jika kita, seperti analisis
Habermas, membayangkan masyarakat
kompleks dewasa ini sebagai tiga
komponen besar, yaitu sistem ekonomi
pasar (kapitalisme), sistem
birokrasi
(negara), dan solidaritas
sosial
(masyarakat), lokus ruang publik politis
terletak pada komponen solidaritas sosial.
Dia harus
dibayangkan sebagai suatu
ruang otonom yang membedakan diri, baik
dari pasar maupun dari negara.
Dalam era globalisasi pasar dan informasi
dewasa ini, sulitlah membayangkan
adanya forum atau panggung komunikasi
politis yang bebas dari pengaruh pasar
aaupun negara. Kebanyakan seminar.
diskusi publik, demonstrasi, dan
seterusnya didanai, difasilitasi, dan
diformat oleh kekuatan finansial besar,
entah kuasa bisnis. partai. atau organisasi
intemasional dan seterusnya. Hampir tak
ada lagi lokus yang netral dari pengaruh
ekonomi dan politik. Jika demikian, ruang
publik politis harus dimengerti
secara
"normatif': ruang itu berada tidak hanya di
dalam forum resmi, melainkan di mana
saja warga negara bertemu dan berkumpul
mendiskusikan tema yang relevan untuk
masyarakat secara bebas dari intervensi
kekuatan-kekuatan di luar pertemuan itu.
Kita menemukan mang publik politis,
misalnya, dalam gerakan protes, dalam
aksi advokasi. dalam forum perjuangan
hak-hak asasi manusia, dalam
perbincangan politis interaktif di televisi
atau radio, dalam percakapan keprihatinan
di warung-warung, dan seterusnya.
Berbeda dari demokrasi dalam masyarakat
yang berukuran relatif kecil dan homogen,
demokasi di dalam masyarakat kompleks
yang berukuran gigantis seperti
masyarakat kita tidak dapat berfungsi
secara memuaskan hanya dengan
mengandalkan kinerja para wakil rakyat
dalam DPRiMPR. Subjek kedaulatan
rakyat dalam masyarakat majemuk tidak
boleh dibatasi pada aktor-aklor
parlementer. Subjek itu seharusnya adalah
78
para aktor dalam ruang publik politis, dan
mereka adalah apa yang kita sebut
masyarakat sipil. Mereka terdiri atas
perkumpulan, organisasi, dan gerakan
yang terbentuk spontan untuk menyimak,
memadatkan; dan menyuarakan keraskeras ke dalam ruang publik politis
problem sosial yang berasal dari wilayah
privat (3).
Masyarakat sipil bukan hanya pelaku,
melainkan juga penghasil ruang publik
politis. Seperti diteliti oleh J Cohen dan A
Arato, ruang publik politis yang dihasilkan
para aktor masyarakat sipil itu dicirikan
oleh
"pluralitas" (seperti
keluarga,
kelompok nonformal. dan organisasi
sukarela), "publisitas" (seperti media
massa dan institusi budaya), "privasi"
(seperti moral dan pengembangan diri),
dipersiapkan sebelumnya. Negara Orde
Baru adalah sebuah sistem administrasi
otoriter yang merintangi pembentukan
ruang publik politis dengan menciptakan
publik semu yang bertindak seolah-olah
mewakili volonte generale.
Negara Orde Baru tidak hanya tidak
memiliki sambungan pada sumber
loyalitas dan legitimitasnya, melainkan
juga kekurangan sensibilitas terhadap
masalah sosial yang nyata dihadapi. Tak
adanya sambungan inilah yang
menyebabkan rakyat menarik kembali
Iegitimitas pemerintahan Soeharto lewat
gerakan reformasi. Reformasi tak lain dari
membangun
yang
Janngan
menyambungkan sistem politik dengan
sumber legitimitasnya: rakyat.
dan "legalitas" (struknu hukum dan hak-
Dalam negara hukum demokatis, ruang
hak dasar) (4).
publik politis berfungsi sebagai sistem
alarm dengan sensor peka yang
B. Fungsi ruang publik politis
Di dalam rezim
Soeharto,
negara
mengintervensi pembentukan opini publik
dengan alasan pemeliharaan stabilitas
nasional, mengawasi media massa secara
ketat demi keamanan nasional, menstigma
para oposan, dan merintangi pembentukan
spontan kelompok-kelompok politis.
Pemerintah saat itu membenarkan politik
represifnya dengan alasan bahwa negara
sudah diperlengkapi dengan DPR/MPR
untuk kanalisasi aspirasi publik, sementara
lembaga perwakilan ini berada di bawah
dominasi eksekutif.
Masih basah dalam ingatan kita bagaimana
pada setiap pemilihan presiden terjadi kor
setuju yang jadi ritual bagi terpilihnya
kembali Soeharto untuk kesekian kalinya.
Tak boleh ada beda pendapat. Aklamasi
menjangkau seluruh masyarakat. Pertama,
ia menerima dan merumuskan situasi
problem sosic-politis. Melampaui itu,
kedua" ia juga menjadi mediator antara
keanekaragaman gaya hidup dan orientasi
nilai dalam masyarakat di satu pihak dan
sistem politik serta sistem ekonomi di lain
pihak. Kita bisa membayangkan ruang
publik politis sebagai struktur intermedier
di antara masyarakat, negara, dan
ekonomi. Organisasi-organisasi sosial
berbasis agama, lembaga swadaya
masyarakat, perhimpunan cendekiawan,
paguyrban etnis, kelompok solidaritas,
gerakan inisiatif warga, dan masih banyak
Iainnya dalam ruang publik memberikan
isyarat problem mereka agar dapat
dikelola oleh negara.
Ruang publik berfungsi baik secara politis
secara "transparan" memantulkan
kembali persoalan yang dihadapi langsung
oleh yang terkena. Transparansi itu hanya
jika
7g
mungkin jika ruang p'rblik tersebut
otonom di hadapan kuasa birokatis dan
kuasa bisnis. Tuntutan normatif ini tentu
sulit didamaikan dengan fakta bahwa
media elektronik dan cetak di masyarakat
kita kerap menghadapi dilema yang tak
mudah dipecahkan di hadapan tekanan
politis maupun pemilik modal. Namun, itu
tak berarti bahwa para pelaku ruang publik
menyerah saja pada imperatif pasar dan
birokrasi. Tanpa memenuhi tr.mtutan
normatifnya, ruang publik hanya akan
menjadi "ekstensi" pasar dan negara
belaka.
Tentu sulit membayangkan ruang publik
sebagai ruang bebas kuasa. Sebaliknya,
ruang publik politis justru merupakan
jaringan kekuasaan yang sangat kompleks
karena setiap bentuk perhimpunan dalam
masyarakat
kita
membentuk
mengancam hak-hak komunikasi kita
sebagai warga negara dan menentang
setiap upaya merepresi kelompokkelompok minoritas dan marjinal.
Perkembangan ruang autentik ini akan
banyak ditentukan oleh civic courage dut
civic friendship yang tumbuh di antara
\{arga negara. Ini tampak, misalnya, dalam
keberanian sebuah media menyiarkan,
menerbitkan, atau menayangkan berita
yang menjadi hak publik untuk
mengetahuinya, tetapi menohok
kepentingan pemodal ataupun birokrasi:
dalam gerakan pemberantasan korupsi
misalnya. Multiplikasi aktor ataupun
lembaga yang memiliki civic virtues
seperti ini merupakan syarat pembentukan
ruang publik autentik.
Tipe kedua-"ruang publik tak autentik"-
ruang
publiknya sendiri yang ingin mendesakkan
adalah kekuatan pengaruh atas keputusan
para pemilih, konsumen, dan klien untuk
kebunrhannya. Kita dapat memakai hasil
analisis Habermas untuk membedakan dua
tipe ruang publik politis dalam masyarakat
kita (s).
memobilisasi loyalitas, daya beli, dan
perilaku mereka lewat media massa.
Berbeda dari yang pertam4 para aktor di
sini hanya "memakai" ruang publik yang
Tipe pertama-sebut saja "ruang publik
autentik"-adalah ruang publik yang terdiri
atas proses komunikasi
yang
diselenggarakan oleh institusi nonformal
yang mengorganisasikan dirinya sendiri.
Komunikasi di sini terjalin secara
horizontal, inklusii dan diskursif. Para
alrtor dalam tipe pertama ini berasal dari
publik itu sendiri, hidup dari kekuatan
mereka sendiri, dan berpartisipasi dalam
diseminasi, multiplikasi, dan proteksi
ruang publik. Gerakan mahasiswa yang
mendorong reformasi adalah contoh tipe
pertama ini. Dalam gerakan inilah kita
menyaksikan lahimya ruang publik politis
di negeri kita.
Para aktor ruang publik autentik memiliki
kepekaan atas bahaya-bahaya yang
sudah ada dengan bantuan sumber-sumber
dari luar mereka, yakni uang dan kuasa.
Partai politik dan asosiasi bisnis dalam
masyarakat kita tercakup dalam tipe kedua
ini. Ruang publik macam inilah yang
dominan di dalam masyarakat yang
menj alankan kesehariannya.
Setelah gerakan mahasiswa
ikut
mendorong delegitimasi rezim Soeharto di
tahun 1998, ruang publik yang terbuka
segera diduduki oleh kekuatan pasar dan
birokrasi. Menumbuhkan ruang publik
berarti tidak hanya multiplikasi ruang
publik autentik, melainkan juga terus
mengontrol kiprah para pelaku ruang
publik tak autentik. Masyarakat harus
membebaskan diri dari budaya bungkam
ke budaya kritis, dari indeferensi ke
80
partisipasi politis, dari watak massa ke
komunitas.
Di
dalam negara hukum demokratis,
media massa merupakan
kekuatan
keempat setelah eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Media massa dapat berfungsi
secara benar dalam ruang publik politis
jika otonom tidak hanya dari negara dan
pasar, melainkan juga dari para aktor
ruang publik itu sendiri. Ia harus mampu
menetralkan pengaruh uang dan kekuasaan
yang dapat memanipulasi ruang publik
politis. Ia memang tak mungkin lepas
sama sekali dari para aktor tipe kedua,
tetapi ia dapat dan seharusnya menangkap
dan melontarkan suara-suara yang
mencermilkan kepublikan seluas-luasnya.
C. Komunikasi antara ruang publik dan
sistem politik
seterusnya yang diwakili oleh organisasi
nonformal dengan sistem politik. Model
diskursivitas antara ruang publik dan
sistem politik dapat menjelaskan itu.
Dalam ruang publik politis, masyarakat
sipil melangsungkan diskursus publik
dalarn berbagai bentuk dan isi. Pluralisme
keyakinan dan pendapat ini sering
berkontroversi satu sarna lain, dari yang
memiliki niveau yang rendah sampai yang
tinggi. Suara-suara dalam ruang publik
politis berciri anarkis dan tak terstruktur.
Ruang publik politis adalah lokus baik
bagi komunikasi yang manipulatif maupun
komunikasi yang tak terbatas. Meski
demikian, bukan berarti bahwa suara-suara
itu dapat diterima begitu saja sebagai opini
publik. Andaikata semua suara memiliki
akses dalam proses pengambilan
keputusan pubiik tanpa saringan, kiranya
pemerintahan semacarn itu tidak hanya
buruk, melainkan juga dapat dianggap tak
ada.
Sudah dikatakan di atas bahwa reformasi
tak lain daripada upaya membuka kanal-
kanal komunikasi politis
dalam
masyarakat majemuk, Sementara dalam
revolusi bisa saja sistem negara berubah,
dalam reformasi sistem negara hukum
yang telah ada diradikalkan
secara
komunikatif. Reformasi tak lain daripada
menyingkirkan rintangan komunikasi
politis antara sistem politik (eksekutif,
legislatil dan ludikatif) dan ruang publik
politis.
Menurut Habermas, negara hukum modem
berciri demokratis jika terjadi komunikasi
politis intensif antara luang publik dan
sistem politik (6). Habermas, menurut
hemat saya, berhasii menjelaskan suatu
persoalan besar yang dicari para aktivis
sosial dan politis di dalam rnasyarakat kita,
yaitu bagaimana menyambungkan aspirasi
masyarakat luas, korban, minoritas, dan
Di sini kita
bisa membayangkan adanya
dua macam filter dalam prosedur
demokratis: filter dalam ruang publik
politis itu sendiri dan filter sistem politik.
Suatu opini memiliki kualitas sebagai
opini publik jika lolos dari filter ruang
publik. Publik pembaca dan pendengar
bisa saja dimanipu)asi
ataupun
diintimidasi untuk menerima sebuah opini,
tetapi opini macam itu tetap
akan
dipersoalkan autentisitasnya selama publik
tetap mendapat akses untuk menguji
kesahihannya.
Segala yang terbukti sebagai hasil
manipulasi dan intim jdasi-jika pcnguj ian
publik dibuka-tidak dapat dihilung sebagai
opini publik. Tentu saja manipulasi dan
intimidasi bisa sangat teranoang secara
sistemis, seperti misalnya dalam rezim
Nazi atau rezim komunis. Namun, sekali
"sistem dusta" ini terbongkar dan terbuka
di mata publik, segala keyakinan yang
selama rezim teror itu dipegang teguh
dalam pemerintahan demokratis akan
terbukti sebagai manipulasi.
Tidak dapat disangkal bahwa kekuasaan
sosial dan kerap juga kekuasaan politis
ikut bermain menentukan proses
penyaringan opini dalam ruang publik
politis itu. Tidak hanya ada figur-figur
berpengaruh, melainkan juga lembagalembaga yang disegani dan memiliki
kekuasaan. Namun, sekali lagi, selama
peranan kekuasaan ini dapat diperiksa
secara publik, opini yang dipengaruhi oleh
kekuasaan itu tidak imun terhadap kritik
publik.
Kita menyaksikan sendiri
dalam
masyarakat kita bagaimana korupsi hanya
bisa dibasmi jika publik ikut berperan
sebab korupsi-seperti juga dusta dan
rahasia-menyembunyikan diri dari sorotan
publik. Rapat atau longgamya fi1ter dalam
ruang publik itu banyak ditentukan oleh
publik itu sendiri. Semakin kritis dan vital
suatu masyarakat, semakin rinci publik
dalam masyarakat itu mengembangkan
filtemya. Koran-koran yang provokatif
memang dibiarkan, tetapi jika provokasi
politis dikenali sebagai provokasi belaka,
koran-koran macam itu akan ditinggalkan
dan gairah mencari sensasi
berimigrasi ke bidang-bidang
mendapatkan mayoritas suara atau tidak,
akan banyak ditentukan oleh kualitas
publik itu sendiri.
Perjuangan mendapat pengakuan publik
itu akan memasuki tahap politisnya jika
suatu opini publik masuk ke dalam filter
sistem politik. Daiam sistem politik
terdapat juga suatu publik. Publik di sini
memiliki kualitas berbeda daripada publik
dalam ruang publik politis. Berbeda dari
yang terakhir ini, publik dalam sistem
politik tersebut kuat karena kedekatan
akses mereka dalam pengambilan
keputusan publik: wakil rakyat, presiden,
kabinet, lembaga ludikatif, dan
seterusnya.
Filter sistem politik terdiri dari sistem atau
prosedur hukum: konstitusi dan produk
perundang-undangannya. Prosedur legal
ini dapat diasalkan dari hasil komunikasi
politis sebelumnya antara ruang publik
politis dan sistem politik. Dengan kata
lain, filter sistem politik tersebut juga tidak
boleh dijauhkan dari pengujian diskursif
publik. Opini publik yang masuk ke dalam
filter itu dan meraih mayoritas di dalam
sistem legislatif akan berubah kualitasnya
menjadi keputusan publik: produk hukum.
Bahasa sehari-hari yang digunakan dalam
ruang publik politis diterjemahkan ke
dalam bahasa hukum yang bersifat resmi.
akan
lain,
misalnya seni. gal a hidup. atau erotisme.
IIL Penutup
Jika publik itu cerdas, akan terj adi seleksi
rasional di anlata argumen-argumen
dengan kemenangan argumen yang lebih
baik, yang lalu mendapat kualitas sebagai
opini publik. Karena komunikasi publik
mengikuti norma argumen yang lebih
baik, kualitas suara akan lebih menentukan
daripada kuantitasnya. Apakah sebuah
argumen yang lebih baik akan
Suatu masyarakat majemuk yang memiliki
ruang publik politis yang vital dapat kita
sebut sebagai masyarakat kuat.
Masyarakat kuat semacam ini harus
diimbangi dengan pemerintahan yang kuat
juga. Suatu masyarakat yang memiliki
gairah demokatisasi yang kuat, tetapi
sistem politiknya lemah, tak akan sanggup
82
menyaring desakan kekuasaan massa yang
masuk untuk memaksakan kehendaknya.
Ini te{adi dalam "anarkisme". Sebaliknya,
suatu sistem politik yang otonom dari
masyarakatnya dan cenderung berjalan
menurut logika kekuasaannya
akan
melenyapkan ruang publik politis itu. Ini
terj adi dalam totalitarianisme.
Sebuah negara hukum demokratis harus
memiliki masyarakat yang kuat maupun
kepemimpinan yang kuat. Sistem politik
tidak boleh menjadi independen dari ruang
publik politis. Ia harus terus mendapatkan
makanan dan hidupnya dari ruang publik
itu karena dari situ pulalah ia meraih
sumber loyalitas dan legitimitasnyaPemerintahan yang kuat dalam arti ini
adalah pemerintahan yang
Daftar Pustaka
Habermas,
J,
Strukturwandel
der
Oeffenlichkeit, STW, Frankfufi aM,
1990
Budi Hardiman, F, Demokratie
als
Diskurs, Munich, 1996
mampu
memperlancar komunikasi politis antara
sistem politik dan masyarakal sipil dalam
ruang publik politis.
Ide tentang ruang publik politis,
sebagaimana diulas di atas, dapat
merekonstruksi konsep klasik tentang
kedauiatan rakyat. Kedaulatan ralfat
bukanlah demokrasi langsung dalam arti
aksi-aksi massa untuk
memaksakan
kehendak kepada sistem politik. Di dalam
negara hukum demokratis batas-batas
antata negata dan masyarakat harus
dihormati, tetapi batas-batas itu tidak
boleh dijaga terlalu kaku. Respek terhadap
batas-batas antara masyarakat dan negara
harus disertai upaya-upaya untuk
mencairkan proses komunikasi di antara
keduanya.
Pemahaman tentang ruang publik politis
mengambil jarak terhadap ide demokasi
langsung. Jika kita menerima ide ruang
publik politis, kita harus menerima suatu
demokrasi rePresentatif
sebagaimana biasanya dilaksanakan dalam
negara-negara hukum modem. Namun,
model
demokrasi representatif itu berada dalam
kontrol publik dengan j aringan-j aringan
kerjanya. Kontrol publik lalu bersifat tidak
langsung, yaitu lewat dikursivitas.
Diskursivitas antara ruang publik politis
dan sistem politik itulah realisasi ide
kedaulatan rakyat di dalam masyarakat
majemuk.
J,
Faktizitaet und Geltung,
Shurkamp, Frankfrt aM, 1992
Habermas,
Habermas,
J,
Strukturwandel der
Oeffentlichkeit, STW Frankfuft aM,
1990
Download