Kajian Waktu Panen Dan Pemupukan Fosfor

advertisement
5
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban)
Botani
Tanaman
pegagan (Centella asiatica L. Urban) mempunyai sinonim
Hydrocotyle asiatica L. Pes, yang berasal dari Asia Tropik dan dikelompokkan
kedalam golongan tanaman Dicotyledonae, famili Umbelliferae atau Apiaceae
(Heyne 1987).
Pegagan berdasarkan klasifikasi taksonomi (Lembaga Biologi Nasional
1980) termasuk kedalam:
Divisi
: Spermatophyta
sub-divisi
: Angiospermae
kelas
: Dicotyledonae
ordo
: Umbillales
famili
:
genus
: Centella
spesies
: Centella asiatica (L). Urban, Hidrocotyle asiatica Linn
Umbilliferae (Apiaceae)
Nama daerah atau lokalnya adalah pegagan (Jakarta), antanan (Sunda), daun
kaki kuda (Sumatra), tikusan (Madura), taiduh (Bali), kori-kori (Halmahera),
gagan-gagan atau panigowang (Jawa), pegaga (Aceh), pegago (Minaokabau),
dogauke atau sandanan (Irian), gogauke (Papua), kalotidi manora (Maluku),
bebile (lombok) (Depertemen Kesehatan Republik Indonesia 1989, Santa dan
Bambang 1992; Lasmadiwati et al. 2004). Selain di Indonesia pegagan juga
dikenal di India dan Sri Lanka dengan nama Gotu Kola dan di Cina dikenal
dengan nama Ji Xue Cao yang digunakan untuk memperpanjang umur menurut
kepercayaan masyarakat di Cina. Di negara Perancis dikenal dengan nama
Bevilaque, Hydrocote d’Asie, Cotyiole Asiatique dan sudah ditetapkan sebagai
tanaman obat sejak tahun 1884. Di berbagai negara pegagan sudah secara turun
temurun digunakan sebagai obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit
(Winarto dan Surbakti 2005).
6
Tanaman pegagan merupakan herba menahun tidak berbatang dengan akar
rimpang pendek serta akar merayap (menjalar) stolon panjang bisa mencapai 2.5
m (Van Steenis 1997, De Padua et al. 1999). Akar terdapat pada buku yang
menyentuh tanah akarnya tunggal bercabang-cabang sedangkan akar serabut
tumbuh pada buku-buku stolon (geragih). Daun tunggal letak basalis atau roset
dengan 2-10 daun. Bentuk daun seperti ginjal (reniformis) ukuran 2-5 x 3-7 cm
tangkai dan daun tegak panjang 9 - 17 cm bagian tangkai daun berlubang. Tepi
daun bergerigi 1 - 7 cm dan kadang-kadang berambut (Wijayakusuma et al.
1994). Pangkal tangkai daun melengkuk ke dalam dan melebar seperti pelepah.
Tulang daun menjari (palmitus). Daun berwarna hijau dan hijau muda. Bunga
putih atau merah muda berbentuk payung tunggal atau 3-5 bunga secara bersama
keluar dari ketiak daun (Wijayakusuma et al. 1994), buah bertipe schyzorcapium,
berwarna kuning coklat atau merah muda kuning, berbelah - berbeluk dua (Van
Steenis 1997; Santa dan Bambang 1992; De Padua et al. 1999).
Manfaat
Pegagan merupakan sayuran yang disukai di beberapa negara-negara di
Asia Tenggara (kecuali Philipina) dan juga di Sri Langka. Daunnya; rasanya
agak pahit bisa dimakan mentah atau dimasak. Di Thailand, Vietnam, Kamboja,
dan Laos daun-daun pegagan banyak dikonsumsi dalam bentuk jus sebagai
minuman. Namun pegagan lebih terkenal sebagai sayuran dan bahan minuman
karena berkaitan dengan kandungan senyawa obat didalamnya (De Padua et al.
1999). Tanaman pegagan termasuk herba yang berkhasiat sebagai anti infeksi,
anti racun, anti rematik, penghenti pendarahan, peluruh kencing, pembersih darah,
memperbanyak pengeluaran empedu, pereda demam, penenang, mempercepat
penyembuhan luka dan melebarkan pembuluh darah. Bagian tanaman yang dapat
dikonsumsi sebagai sayuran adalah daun, sedangkan yang berfungsi untuk obat
adalah seluruh bagian tanaman kecuali akar (Dalimartha 2000). Daun pegagan
juga dapat berfungsi sebagai aromatik namun aromanya akan cepat menghilang
seiring dengan proses pengeringannya (Wren 1956). Pegagan rasa manis bersifat
mendinginkan atau menyejukkan berfungsi membersihkan darah, antilepra,
antiradang, antibakteri, antialergi, tonikum, melancarkan peredaran darah,
7
penurunan panas (antipiretika), menghentikan perdarahan (haemostatika),
meningkatkan syaraf memori dan hiposensitif (Winarto dan Surbakti
2005).
Kandungan asiatikosida membuat pegagan berfungsi sebagai antiinflamasi
sehingga dapat diolah menjadi bahan baku salep untuk mengobati luka
(Lasmadiwati et al. 2005).
Pegagan bermanfaat sebagai tanaman obat karena mengandung komponen
fitokimia seperti: triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin, steroid dan glikosida. Zat
aktif yang terdapat dalam pegagan adalah antara lain asiatikosida, asiatic acid,
madekasid dan madekasoid (golongan triterpenoid), sitosterol dan stigmasterol
(golongan steroid) dan vallerin, brahmosida (golongan saponin). Kandungan
kimia yang terdapat pada pegagan yang lain yaitu asiaticoside, thankuniside,
isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahminoside, brahmic acid,
madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine,
tanin serta mempunyai kandungan
garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium dan besi mengandung fosfor, minyak atsiri (1%), pektin
(17.25%), asam amino dan vitamin (Santa dan Bambang 1992; Kusuma et al.
1994; Lasmadiwati et al. 2004)
Adaptasi/Lingkungan Tumbuh
Tanaman pegagan beradaptasi cukup luas ini terbukti mudah tumbuh di
berbagai tempatnya cocok. Pegagan menyukai lingkungan yang lembab, cukup
sinar matahari atau agak terlindung, tumbuh baik di dataran rendah pada
ketinggian sekitar 700 m dpl dan dapat tumbuh pada daerah sampai dengan
ketinggian 2500 m dpl (Dalimartha 2000). Januwati dan Yusron (2005)
melaporkan bahwa ketinggian tempat optimum untuk tanaman pegagan adalah
200 – 800 m dpl, akan tetapi diatas 1000 m dpl produksi biomas rendah,
sebaliknya kandungan asiatikosida diduga lebih tinggi. Secara empiris tanaman
pegagan mempunyai syarat tumbuh spesifik dalam kebutuhan intensitas cahaya
sehingga, yang akan mempengaruhi bentuk morfologi anatomi daun dan
kandungan bioaktifnya (Musyarofah 2006). Tanaman pegagan
memiliki
pertumbuhan roset dimana daun - daunnya tumbuh secara radial sangat rapat
8
dengan sesama daun lainnya, oleh sebab itu tidak memungkinkan pertumbuhan
daun di bawahnya lebih baik.
Pegagan tidak tahan terhadap tempat terlalu kering, curah hujan tinggi,
intensitas cahaya 30 – 40 % dan dapat tumbuh di semua jenis tanah. Pada jenis
tanah Latosol dengan kandungan liat sedang dapat tumbuh subur dan kandungan
bahan aktifnya cukup tinggi (Januwati dan Yusron (2005). Sedangkan pada jenis
tanah Andisols di dataran tinggi belum banyak diketahui respon pertumbuhan dan
produksinya.
Hara Fosfor (P) dan Tanah Andisols di Dataran Tinggi
Pada umumnya, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga
bagian. Fungsi pertama adalah sebagai penyusun makromolekul. Dua contoh
utama atau terpenting dari makromolekul yang melibatkan P adalah senyawa yang
berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada biomembran P
membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul lainya seperti
asam amino, amina, atau alkohol, membentuk fosfatidilikolin (lesitin) yang
menjaga intergritas membran. Fungsi Kedua adalah sebagai unsur pembentuk
senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa kaya energi yang
paling umum adalah ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP terletak pada ikatan
pirofosfat yang pemecahan akan melepaskan energi, yang dikenal proses
fosforilasi. ATP merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi
membutuhkan energi. Unsur P seperti halnya diperlukan dalam proses fotosintesis
yakni pada fotofosforilasi dan pembentukan ribulosa 1.5-bifosfat. Fungsi ketiga P
adalah sebagai regulator reaksi biokimia malalui fosforilasi yang dapat
mengaktivasi atau inaktivasi protein yang diangap sebagai faktor dalam transduksi
sinyal (Marschner 1995). Secara singkat bahwa pengaruh faktor lingkungan (air,
suhu dan cahaya) selanjutnya tanah dan hara berpengaruh langsung dan tidak
langsung pada produksi bahan kering, rasio tanaman dan kandungan bioaktif
terhadap produksi bioaktif.
Fosfor termasuk hara makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak
seperti halnya N, K, Ca, Mg dan S. Kadar P di dalam tanaman 0.1 – 0.4 % lebih
rendah dari kadar N dan K (Tisdale et al. 1985). Fosfor merupakan salah satu
unsur hara yang memiliki peranan cukup penting dalam pertumbuhan tanaman
9
selain nitrogen dan kalium (Soepardi 1983). Sebagian besar P terdapat pada kerak
bumi. Mineral utama yang mempunyai kadar P tinggi adalah apatit. Mineral ini
merupakan persenyawaan karbonat, flour, klor atau hidroksi apatit yang
mempunyai kadar P2O5 antara 15-30 % dan tidak larut dalam air. Dengan adanya
proses pelapukan mineral apatit akan mengalami perubahan yang kemudian akan
membebaskan P dalam ikatan Ca-P. Selanjutnya akan diperoleh bentuk Al-P dan
Fe-P dalam tanah yang jumlahnya tergantung dari tingkat hancuran iklim
(Leiwakabessy dan Sutandi 1998).
Fosfor dalam tanah dibedakan atas P-inorganik dan P-organik. Jumlah dari
kedua bentuk ini disebut P-total (Leiwakabessy 1988). Pada lapisan olah kadar Porganik untuk tanah mineral lebih tinggi dari lapisan di bawahnya karena adanya
penimbunan bahan organik (Tisdale et al. 1985). Fofor dalam tanah ada empat
bentuk yaitu: (1) terlarut dalam air (H2PO4-. HPO42-. dan PO43-), (2) terjerap oleh
liat (ristensi P), (3) terfiksasi dan/atau termobilisasi dan (4) P-organik
(Rosmarkam dan Yuwono 2001) dan Lagreid et al. (1999). Sebaliknya
Leiwakabessy (1988) melaporkan bahwa ion fosfat dalam larutan tanah yang
berasal dari mineral primer maupun dari bahan organik dan pupuk segera diubah
menjadi berbagai bentuk tergantung dari keadaan lingkungan.
Pergerakan hara P didalam tanah diserap oleh akar melalui proses difusi
yang didasarkan pada perbedaan konsentrasi unsur hara yang berada pada suatu
tempat dengan tempat yang lain di dalam bentuk larutan tanah. Penyerapan P
oleh tanaman dari tanah adalah penyerapan aktif karena melawan gradien
konsentrasi (Clarkson dan Grignon 1991). Pergerakan ion fosfat menuju akar
tanaman terdiri dari dua cara yakni aliran massa dan difusi (Tisdale et al. 1985).
Kadar P larutan tanah di luar sel akar umumnya hanya 1 µM atau kurang.
sedangkan kadar dalam sitoplasma adalah 103 sampai 104 lebih tinggi. Fosfor
yang diserap tanaman tidak mengalami reduksi akan tetapi tetap dalam bentuk
oksidatif tertinggi (Marschner 1995). Setelah diserap fosfat dapat tetap sebagai P
inorganik atau teresterifikasi (melalui gugus hidrosil) dengan rantai karbon (C-OP) sebagai ester sederhana (gula P) atau terikat dengan P lainnya dengan ikatan
pirofosfat kaya energi (ATP, ADP) atau diester (C-P-C).
10
Tanaman menyerap unsur hara fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer
(H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-) atau fosfor diserap terutama dalam
bentuk ion bervalensi tunggal H2PO4- dan kadang dalam bentuk ion bervalensi
dua HPO42- (Gardner et al. 1991). Menurut Tisdale et al. (1985) kemungkinan
fosfor masih dapat diserap dalam bentuk lain yaitu pirofosfat dan metafosfat.
Mekanisme yang terjadi setelah P diserap oleh akar, mula-mula diangkut ke daun
muda, kemudian dipindah ke daun yang lebih tua. Sebagian besar ester fosfat
merupakan senyawa intermediet dalam mekanisme sebagai biosintesis ataupun
pemecah (Morard 1970 dalam Rosmarkan dan Yuwona 2002).
Perubahan fosfor di akar tanaman dibedakan menjadi tiga fase; pertama
adalah perubahan P anorganik yang baru diserap tanaman menjadi bentuk
senyawa organik. Kedua adalah perubahan P dari ATP (Adenosin Trifosfat)
menjadi ADP (Adenosin Difosfat). Ketiga adalah pemecahan dari pirofosfat atau
fosfat secara hidrolisis (Tisdale 1985).
Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah
menjadi senyawa fosfor organik setelah diserap dalam bentuk H2PO4- umumnya
cepat diesterifikasi melalui gugusan hidroksil berantai C menjadi fosfat berenergi
tinggi (misalnya ATP). Perubahan P anorganik menjadi P organik hanya
memerlukan waktu beberapa menit (Marschner 1986). Walapun P organik ini
cepat dilepas menjadi P anorganik lagi ke dalam jaringan xilem tanaman. Unsur
hara P yang relatif stabil adalah apabila P berada dalam dua ester (C-P-C). Pada
proses glikolisis, respirasi atau fotosintesis energi dilepas dan digunakan untuk
menyusun ikatan pirofosfat yang kaya energi. Fosfor merupakan senyawa
penyusun jaringan tanaman seperti: asam nukleat, fosfolipida dan fitin. Fosfor ini
bersifat mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman. Kadar optimum fosfor
dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif berkisar antara 0.3 – 0.5 % dari
berat kering tanaman (Rosmarkan dan Yuwona 2002).
Sumber pupuk yang digunakan dalam penelitian ini berupa pupuk fosfor
(SP-36) yang diproduksi dalam bentuk pupuk anorganik dengan kandungan P2O5
36 %. Walaupun, industri obat cenderung mensyaratkan budidaya tanaman obat
menggunakan bahan alami saja, sehingga perlu perimbangan
pupuk organik
seperti pupuk kandang atau kompos. Pupuk anorganik bertujuan supaya akar
11
tanaman lebih mudah menyerap, sehingga mendukung pertumbuhan awal yang
baik. diharapkan produksi biomas tinggi dan akhirnya didapatkan kandungan
bioaktif tinggi pula.
Tanah Andisols merupakan tanah yang berkembang dari bahan vulkanik
seperti lahar, abu vulkan, batu apung, sinder dan lava (Tan 1984). Menurut
Rachim dan Suwardi (1999) tanah Andisols adalah tanah yang berwarna hitam
kelam sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan.
Karakteristik tanah Andisols diantaranya adalah memiliki kandungan bahan
organik yang tinggi, bobot isi rendah, daya menahan air tinggi, mempunyai
konsistensi gembur, kurang plastis dan tidak lengket. Selain itu umumnya tanah
Andisols dicirikan oleh tektur lempung berpasir sampai dengan lempung dan
memiliki reaksi tanah masam sampai dengan agak masam (Tan 1984). Tanah
Andisols memiliki kejenuhan basa rendah, kapasitas tukar kation dan kapasitas
tukar anion tinggi, serta kadar fosfor rendah. karena terfiksasi kuat (Rachim dan
Suwandi 1999). Berdasarkan klasifikasi
tanah
Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat (1982), klasifikasinya hampir mirip dengan sistem FAO/UNESCO.
Tanah Andisols adalah tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon
mollik atau umbrik) dan mempunyai horison kambik, bulk density kurang dari
0.85 g/cm3 banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60 % terdiri dari abu
vulkanik vitrik cinders atau bahan pyroklastik (Hardjowigeno 2003). Sifat
tanahnya merupakan tanah masih muda dengan kadar P, K dan Al tinggi dan
banyak ditemukan di daerah gunung berapi dataran tinggi. Kandungan fosfor (P)
total tanah Andisols kategori tinggi, namun P kurang tersedia bagi tanaman
karena terfiksasi oleh Al-hidroksida tinggi, Al larut sangat reaktif terhadap anion
seperti fosfat, sulfat atau silikat. Hal yang sama ditegaskan oleh Swastika et al.
(2005) P diikat oleh mineral liat amort dan diikat oleh Al+3. Harborne (1987)
menyebutkan bahwa ragam kandungan fitokimia tanaman dipengaruhi oleh faktor
lingkungan antara lain: faktor iklim (suhu, intensitas cahaya, panjang hari,
kelembaban dan musim), faktor tanah. bahan polusi yang tidak wajar (ozon, gas gas industri, asap kendaraan maupun pestisida) dan kompetisi dengan tanaman
lain.
12
Metabolit Sekunder Tanaman, Pemupukan dan Waktu Panen
Metabolit sekunder atau dikatakan sebagai bahan alami merupakan
senyawa yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah relatif besar, namun tidak
memiliki fungsi langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan suatu
tanaman (Taiz and Zeiger 2002). Metabolit sekunder sangat diperlukan bagi
tumbuhan beberapa diantaranya bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan dalam
melawan serangan bakteri, virus, dan jamur sehingga dapat dianalogikan seperti
sistem kekebalan tubuh (Vickery dan Vickery 1981). Penyebaran metabolit
sekunder terbatas, terdapat terutama pada tumbuhan dan mikroorganisme serta
memiliki karakteristik untuk tiap generasi, spesies, dan strain tertentu. Metabolit
sekunder dibentuk dari metabolit primer antara lain asam animo, asetil koenzim
A, asam mevalonat, dan intermediate dari lintasan shikimat (Herbert 1995).
Metabolit sekunder dibagi menjadi kelompok terpenoid, alkaloid, shikimat dan
poliketida berdasarkan pentingnya material pembentukannya (Sell 2005).
Pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain: suhu, pH, aktivitas air dan intensitas cahaya. Laju reaksi thermal (non foto
kimia) peka terhadap suhu dan beberapa laju reaksi akan meningkat seiring
dengan peningkatan suhu 100C. Lahan yang relatif kering, pH dan kelembaban
tanah adalah merupakan parameter yang relevan untuk terbentuknya metabolisme
sekunder. Metabolit dibentuk melalui
lintasan (pathway) yang khusus dari
metabolit primer (Gambar 1).
carbohydrate
pentose phosphate
pathway
glycolysis
carbon dioxide
+
water
aromatic
compoound
shikimic acid
pathway
transamintion
pyruvic acid
ammonia
acetyl CoA
acetate-malonate
pathway
fatty acid
amino acid
tricarboxylic
acid cycle
acetate
mevalonate
pathway
polyketides
terpenoids
aromatic
compoound
steroids
protein
alkaloids
nucleic
acids
Gambar 1 Lintasan biosintesis metabolit di dalam tanaman (Vickery dan Vickery
1981)
13
Semua reaksi hidrolisis atau kondensasi dan reaksi hidrasi/dehidrasi
merupakan katalis asam dan reaksi hidrolisis merupakan katalis basa. Air
diperlukan untuk hidrolisis (amida dan ester) dan reaksi hidrasi. Laju reaksi akan
menjadi lambat jika aktivitas air rendah. Sedangkan peningkatan intensitas cahaya
akan meningkatkan laju dari semua reaksi oksidasi dan dekarboksilasi (Alphastep
2003).
Senyawa metabolit sekunder yang paling banyak dikandung tanaman
pegagan adalah dari kelompok triterpenoid. Sedangkan geranyl pyrophosphate
menjadi prekursor dari diterpenoid dan carotenoid (Vickery dan Vickery 1981).
Triterpenoid merupakan senyawa yang memiliki struktur molekuler yang
mengandung rangka karbon dan membentuk isoprene (2-methylbuta-1.3-diene).
Isoprene mempunyai lima atom karbon, sedangkan jumlah atom karbon pada
masing-masing senyawa terpenoid merupakan kelipatan lima karbon (isoprene)
(Sell 2005). Secara jelas
biosintesis senyawa triterpenoid ditunjukkan pada
Gambar 2.
H2C-CO~SCOA
H2C-CO~SCOA
acetyl-CoA
COAS~
O
CH3
C
O
CH3
CH2-CO~SCOA
HO
HOOC
CH3
CH2-CH2OH
H3C
C
C
H2C
mevalonic acids
C
CH2
H3C
acetoacyl- CoA
C
C
CH2O-PP
CH
dimethyl-allyl-PP
H2C
Geranyl-PP
CH2
hemiterpenes
CH2O-PP
isopentenyl-PP
CH2O-PP
monoterpenes
sesquiterpene
Farnesyl-PP
Zx, Tail-to-tail
CH2O-PP
triterpenes
diterpenes
Geranylgeranyl-PP
CH2O-PP
tetraterpenes
Zx, Tail-to-tail
polyprenyl-PP
polyterpenes
Gambar 2 Biosintesis senyawa terpenoid (Hess 1986)
Faktor yang menentukan tinggi rendahnya kuantitas dan kualitas produksi
adalah penentuan waktu panen yang tepat. Banyak komoditas ekonomis seperti
bawang merah, kentang dan tanaman pangan mengalami kehilangan hasil akibat
14
waktu panen kurang tepat. Pantastico (1986) dan Wibowo (1990) menyimpulkan
bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen merupakan
salah satu aspek penting dalam upaya memperoleh produk yang berkualitas tinggi.
Mekanisme Fosfor dalam Meningkatkatkan Kandungan Bioaktif
Fosfor berfungsi sebagai merangsang pembentukan akar lebih baik untuk
penyerapan hara dan air, peningkatan jumlah klorofil daun dapat berfotosintesis
baik untuk menghasilkan fotosintat, sehingga senyawa yang kaya energi diserap
oleh akar diangkut melalui xilem menuju tajuk di duga dapat meningkatkan
kandungan senyawa asiatikosida. Salisbury (1995) yang menyimpulkan bahwa
fosfor tak pernah direduksi di dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat (baik
dalam bentuk bebas maupun terikat) pada senyawa organik sebagai ester. Ester
fosfat terbentuk dengan gula, alkohol, asam, atau fosfat lain (polifosfat). Senyawa
kaya energi itu dapat diduga sebagai intermedete lintasan pentose phosphate
(pathway) dari metabolit primer dan diturunkan dari prekursor ke metabalit
sekunder. Tanaman pegagan mengandung paling banyak adalah senyawa
golongan tirterpenoid. Triterpenoid merupakan senyawa turunan dari prekursor
metabolit primer yang dibiosintesis oleh lintasan
acetate mevanolate, akan
menghasilkan geranyl-geranyl pyrophosphate merupakan metabolit primer yang
membentuk monoterpenoid dan turunannya, sedangkan farnesyl pyrophosphate
meningkatkan pembentukan sesquiterpenoid dan konversi dari squalene menjadi
triterpenoid dan steroid. Sedangkan geranyl pyrophosphate menjadi prekursor dari
diterpenoid dan carotenoid (Vickery and Vickery 1981) dan Hess (1986).
Proses pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pengaruh iklim mikro.
Lal (1974) melaporkan bahwa pertumbuhan tanaman jagung muda berjalan
lambat pada suhu permukaan tanah di atas 35 oC, kondisi ini sering terjadi di
daerah tropis, khususnya bila permukaan tanah kering. Alvim dalam Lal (1974)
menyatakan bahwa temperatur dau kopi kadang-kadang melampaui temperatur
udara sampai 20
o
C. Berdasarkan hasil analisis ketergantungan, laju suhu
seringkali diekspresikan dalam Q10, yaitu laju akan meningkat bila suhu
meningkat atau bertambah 10 oC. Di samping itu beberapa proses tanaman Q10
muncul menjadi 2 sampai 3 ketika rata-rata suhu dari percobaan antara 15 – 25 oC.
15
Secara umum jenis, fungsi dan golongan fitokimia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis fitokimia, fungsi dan golongan
Jenis
fitokimia
Alkaloid
Saponin
Fungsi
Golongan
Sumber pustaka.
Sebagai obat.
Zat racun,reaksi detoksifikasi hasil
metabolisme, faktor pengatur
pertumbuhan dan penyedia unsur
nitrogen yang diperlukan bagi
tumbuhan.
Toksisitas pada hewan berdarah
dingin
Menimbulkan iritasi yang dapat
menyebabkan muntah dan diare.
Untuk bactericidal, fungicidal
jamur,
ameobaccidal
dan
pembrantas serangga
Piridin, tropen, kinolin,
isokinolin, indol,
imidazol, purin, amin
dan steroid. (Mursyidi
1990)
(Mursyidi 1990)
Brahmoside,
brahminoside dan
madecassoside
(Vickery dan Vickery
1981)
Vickery dan
Vickery (1981)
Vickery dan
Vickery (1981)
(www.alternativ
ehealth com.au
2005),
Untuk bahan anaestesi
Flavonoid
Obat penenang dan pereda
kegelisahan (antianxiety)
Madecocassoside dapat memacu
produksi kolagen. Adapun fungsi
kolagen sangat besar peranannya
dalam regenerasi sel kulit termasuk
sel telur (ovum) pada wanita dan
sel sperma pada pria
Penyaring cahaya ultraviolet
Melindungi sel dari radiasi
ultraviolet B (280-320 nm)
Melindungi kerusakan jaringan
daun
Steroid
Energi mikroorganisme dan
aktivitas hormonal pada hewan.
Oestrogenic dan stigmasserol
sebagai vitamin atau antistiffness
factor.
Triterpenoid
Anti lepra atau kusta
Merangsang pembentukan lemak
dan protein penting untuk ksehatan
kulit.
Merubah alanine dan prolin
menjadi stuktur kolagen sebagai
perawatan gangguan kulit
Mempercepat penyembuhan luka
pasca operasi, jerawat, flek hitam
pada kulit
(www.pioneerhe
rbs.com 2005),
(www.uspharma
cist.com 2005)
(www.mediaseh
at.com 2006).
Kaempferol, quercetin,
glikosida (3glucosylquercetin dan
3-glucosylkaemferol
(Wren 1956) Flvonoid
O-glikosid dan Cglikosid
Trtrasiklik triterpenoid,
campesterol, sitosterol
dan stigmasterol
(Vickery dan Vickery
(1981).
Asiaticoside, asiatic
acid, madecassic
Vickery dan
Vickery (1981)
Taiz dan Zeiger
(2002)
Musyarowah
(2007)
Vickery dan
Vickery (1981)
Vickery dan
Vickery (1981)
Dalimartha
(2000)
www.iridologyaustralia.com
2005.
www.iridologyaustralia.com
2005.
www.iridologyaustralia.com
2005.
16
Akan tetapi Q10 hampir selalu berkurang sejalan dengan bertambahnya temperatur
akhirnya hubungan antara laju pertumbuhan dengan suhu lebih sering secara linier
daripada logaritma. Hubungan yang linier muncul secara signifikan seringkali
dapat diamati ketika laju pertumbuhan kurang dari 20 % dari laju maksimum
pada suhu optimum, di bawah temperatur optimum laju berkurang sangat cepat
seiring meningkatnya suhu. Temperatur optimum seperti halnya untuk proses
yang baik di daerah temperate maupun tropik berkisar antara 20 sampai 25 oC,
akan tetapi tanaman di daerah suhu rendah atau dataran tinggi pada umumnya
tanaman dapat tumbuh kisaran suhu 5 – 30 oC. Sebaliknya kisaran suhu untuk
beberapa spesies tropik antara 10 sampai 35oC atau 15 sampai 40oC (James 1953).
Download