8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Motivasi dan kinerja karyawan (kinerja kerja) adalah salah satu
bagian dari sumber daya manusia atau yang sering juga disebut dengan
manajemen personalia. Namun sebelum memasuki pembahasan lebih
lanjut, penulis akan membahas dahulu mengenai pengertian manajemen,
kemudian membahas pengertian manajemen sumber daya manusia sendiri
itu.
Berdasarkan
asal
katanya,
manajemen
berasal
dari
kata
management yang merupakan bentuk nouns dari kata kerja to manage
yang bermakna mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola,
sehingga manajemen adalah pengurusan, pengaturan, pelaksanaan,
pengelolaan. Kata sumber daya manusia merujuk pada pengertian manusia
sebagai sumber daya manusia dapat dijabarkan sebagai pengelolaan
manusia sebagai sumber daya.
Ahli manajemen pada awal abad ke dua puluh, Mary Parker Follet,
(2003:6) mendefinisikan “manajemen sebagai seni untuk menyelesaikan
segala sesuatu melalui orang.” Baru baru ini, ahli teori manajemen
terkemuka, Peter Drucker (2003:6), menyatakan bahwa “pekerjaan
manajer adalah untuk memberikan arahan kepada organisasi,memimpin,
8
dan memutuskan bagaimana harusnya menggunakan sumber daya untuk
mencapai tujuan tertentu, Menyelesaikan sesuatu melaluiorang dan sumber
daya lain, memberikan kepemimpinan, dan pengarahan merupakan hal
yang dilakukan oleh manajer”.
Sedangkan arti Manajemen dari buku manajemen management,
Richard L. daft “(management) adalah pencapaian tujuan organisasi
dengan
cara
yang
efektif
dan
efisien
melalui
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan engendalian sumber daya organisasi
manajemen”.
Mangkuprawira (2004) mengatakan bahwa, “Manajemen sumber
daya manusia merupakan penerapan pendekatan SDM dimana secara
bersama-sama terdapat dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu: (1) Tujuan
untuk perusahaan, dan (2) Untuk pegawai, keduanya adalah kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan”. Manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai
faktor produksi melainkan harus diperlakukan dengan emosi dan perasaan.
Wayne Mondy (2008) menjelaskan bahwa, “Manajemen sumber
daya manusia adalah pemanfaatan sejumlah individu untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi”.
Dari beberapa pengertian para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa manajemen sumber daya manusia
sebenarnya merupakan
serangkaian kegiatan perekrutan, pengembangan, pemeliharaan, serta
merupakan sebuah ilmu dan seni mengatur sebuah pemanfaatan sumber
daya manusia yang dikelola secara profesional guna mencapai tujuan
9
individu maupun organisasi secara terprogram dan terpadu serta
dilaksanakan secara efektif dan efisien agar menghasilkan sumber daya
manusia yang produktif dan berkualitas serta mempunyai etos kerja dan
loyalitas yang tinggi.
2.1.2
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Henry Fayol (2010:179) bahwa, “manajer menjalankan
fungsi manajemen, yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengoordinasi,
dan
mengendalikan.
Dan
biasa
juga
dengan:
perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian”.
Inilah tujuan funsi manajemen menurut Menurut Henry Fayol
(2010:180):
a.
Fungsi Manajerial:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai
dengan kebutuhan perusahaan dan efektif serta efisien dalam
membantu terwujudnya tujuan.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah kegiatn untuk mengorganisasikan
semua pegawai dengan menetapkan pembagian keja, hubungan
kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi.
10
3. Pengarahan (Directing)
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua pengawas
agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam
membantu tercapainya tujuan organisasi pegawai dan masyarakat.
4. Pengendalian (Controlling)
Pengendalaian adalah kegiatan mengendalikan semua
pegawai agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja
sesuai dengan rencana”.
b.
Fungsi Operasional:
1. Pengadaan (Procurement)
Pengadaan adalah proses penarikan seleksi penempatan
orientasi dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai
dengan kebutuhan organisasi.
2. Pengembangan (Development)
Pengembangan adalah proses peningkatan ketrampilan
teknis, teoritis. Konseptual dan moral pegawai melalui pendidikan
dan pelatihan.
3. Kompensasi (Compensation)
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan
tidak langsumg, uang atau barang kepada pegawai sebagai imbalan
jasa.
11
4. Pengintegrasian (Integration)
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan
kepentingan organisasi dan kebutuhan pegawai agar tercipta kerja
sama yang sesuai dan saling menguntungkan.
5. Pemeliharaan (Maintenance)
Pemeliharaan
adalah
kegiatan
untuk
memelihara/
peningkatan kondisi fisik, mental dan loyalitas pegawai agar
mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
6. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen Sumber Daya
Manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan, karena
tanpa disiplin yang baik sulit terwujudnya tujuan yang maksimal.
7. Pemberhentian (Separation)
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang
dari suatu perusahaan.
2.2
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
NO.
1.
NAMA
JUDUL
Ardi M.
Noer
Pengaruh
Budaya
Organisasi
dan Motivasi
12
PENDEKATAN
ILMIAH
Kuantitatif.
Dengan populasi
seluruh pegawai
administrasi UPI
HASIL
Budya Organisasi dan
Motivasi ini berpengaruh
secara simultan dan parsial
terhadap kepuasan kerja
NO.
NAMA
JUDUL
Kerja
Terhadap
Kepuasan
Kerja serta
Implikasinya
pada
Komitmen
Pegawai UPI
(2013)
2.
Triyoga
Agung
Wibowo
Analisis
Pengaruh
Budaya
Organisasi
dan
Kepuasan
Kerja
Terhadap
Motivasi
Kerja dan
Kinerja
Karyawan
PENDEKATAN
ILMIAH
Bandung
Kampus Bumi
Siliwangi yang
berstatus PNS.
Teknik analisa
yang digunakan
adalah Path
Analysis.
Populasi adalah
karyawan di
seluruh BRI Unit
Cabang
Semarang
Pattimura yang
berjumlah 189
orang karyawan,
jumlah sampel
yang dipakai
dalam penelitian
adalah jumlah
sampel minimum
yaitu, 125
responden.
Teknik analisa
yang digunakan
adalah Analisa
13
HASIL
Saran yang diberikan
adalah perlunya
rekonstruksi budaya
organisasi sehingga
sesuai dengan
tuntutan perubahan
kelembagaan,
membangun mind set
pegawai sehingga
selaras dengan
budaya perusahaan,
menyusun dan
memperbaiki
kebijakan yang
memihak kepada
peningkatan
kesejahteraan
karyawan.
Analisis penelitian
didapatkan bahwa
motivasi kerja dapat
dicapai melalui
budaya organisasi
dan kepuasan kerja
karyawan sehingga
dapat dicapai kinerja
karyawan yang lebih
tinggi
deskriptif,
analisa
inferensial,
indeks
modifikasi.
3.
Susandi
Prihayanto
Analisis
Pengaruh
Budaya
Organisasi
dan Motivasi
terhadap
Kepuasan
Kerja
Karyawan
(studi pada
Telkomsel
Regional IV
Yogyakarta)
14
Survey
Pengujian kausalitas
antar
variabel
memperoleh hasil:
Populasi
mencakup
seluruh pekerja • Pengaruh langsung
pada Telkomsel
yang terjadi bahwa
Regional
IV
terdapat
efek
Yogyakarta.
langsung
dari
Variabel Budaya
Pengambilan
Organisasi
sampel dengan
terhadap kepuasan
Quota Sampling
kerja
sebesar
Analisis
0,680,
variabel
menggunakan
Motivasi terhadap
SEM (Structural
Kepuasan
kerja
Equation
sebesar 1.462.
Modelling)
• Pengaruh
tidak
Uji
Hipotesis
langsung
dapat
menggunakan
dijelaskan sebagai
pengaruh
berikut: terdapat
kausalitas antar
pengaruh
tidak
variabel dengan
langsung
dari
uji F dan uji t.
variabel
Budaya
organisasi terhadap
variabel Kepuasan
Kerja
sebesar
0.994,
2.3
Motivasi
2.3.1
Pengertian Motivasi
Peranan manusia dalam mencapai tujuan tersebut sangat penting
dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk menggerakkan manusia agar
sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami
motivasi manusia bekerja pada suatu organisasi, karena motivasi inilah
yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja atau dengan kata
lain perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi.
Motivasi berasal dari bahasa latin Movere yang merupakan
dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada
manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut.
Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi
tertentu yang dihadapi. Menurut Nawawi (2005) menjelaskan bahwa,
”Kata dasar motivasi adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab
atau alasan seseorang melakukan sesuatu”. Dengan demikian motivasi
berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab sadar. Dari
pengertian tersebut berarti pula semua teori motivasi bertolak atau menjadi
sebab sadar. Dari pengertian tersebut berarti pula semua teori motivasi
bertolak dari prinsip utama bahwa, manusia (seseorang) hanya melakukan
suatu kegiatan yang menyenangkan untuk dilakukan.
Sedangkan menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip oleh
Soleh Purnomo (2004:36) menyatakan bahwa, ”Motivasi adalah daya
pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan
15
rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau
ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai
kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya,
dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang
telah ditentukan sebelumnya”.
Dari pengertian ini, jelaslah bahwa dengan memberikan motivasi
yang tepat, maka karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal
mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka akan meyakini bahwa
dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai
sasarannya, maka kepentingan-kepentingan pribadinya akan terpelihara
pula.
2.3.2
Faktor-Faktor Motivasi Kerja
Sunarti (2003:22) menyatakan bahwa, ”Ada 3 (tiga) faktor utama
yang mempengaruhi motivasi yaitu:
a.
Perbedaan Karakteristik Individu
b.
Perbedaan Karakteristik Pekerjaan
c.
Perbedaan Karakteristik Lingkungan Kerja.”
Dalam rangka mendorong tercapainya produktivitas kerja yang
optimal maka seorang manajer harus dapat mempertimbangkan hubungan
antara ketiga faktor tersebut dan hubungannya terhadap perilaku individu.
Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan
untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan
16
meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada
pencapaian tujuan dari organisasi.
2.3.3
Meningkatkan Motivasi Kerja
Adapun beberapa cara untuk meningkatkan motivasi kerja, antara
lain:
a.
Peran Pemimpin/Atasan
Ada dua cara untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu bersikap
keras (dengan memaksakan tenaga kerja untuk bekerja keras atau
dengan memberikan ancaman) dan memberikan tujuan yang
bermakna (bersama-sama dengan tenaga kerja yang bersangkutan
ditemukan
tujuan-tujuan
yang
bermakna,
sesuai
dengan
kemampuannya, yang dapat dicapai melalui prestasi kerja yang
tinggi).
b.
Peran Diri Sendiri
Dari dalam diri sendiri perlu mengubah diri menjadi tenaga kerja
dengan motivasi kerja yang proaktif.
c.
Peran Organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat menarik atau
mendorong motivasi kerja seorang tenaga kerja.
2.3.4
Tujuan Motivasi
Motivasi adalah hal yang sangat perlu diperhatikan oleh perusahaan
bila ingin melihat tujuan perusahaan tercapai, karena tujuan perusahaan
akan dapat tercapai bila didukung oleh kualitas kerja karyawan yang baik
17
yang didorong oleh kepuasan kerja. Untuk itu, maka diperlukan adanya
motivasi.
Adapun tujuan pemberian motivasi:
a. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan
b. Meningkatkan moran dan kepuasan kerja karyawan
c. Meningkatkan produktivitas karyawan
d. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan kerja karyawan
e. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan
f. Mengefektifkan pengadaan karyawan
g. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
h. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
i. Meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
2.3.5
Teori-teori Motivasi
Berikut ini akan dibahas mengenai teori-teori motivasi kerja
karyawan yang dapat diimplementasikan dalam manajemen sumber daya
manusia di lingkungan suatu organisasi atau perusahaan, yaitu:
a.
Hirarki Teori Kebutuhan (Hierarchical of Needs Theory)
Teori motivasi Maslow (Robbins, 2005) menyatakan bahwa,
“Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hierarki. Dimana tingkat
yang paling rendah adalah kebutuhan fisik dan tingkat yang paling
tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri. Dan kelima hierarki
tersebut, yaitu:
18
1) Kebutuhan Fisik (Physiological Needs)
Merupakan kebutuhan yang paling mendasar untuk
mempertahankan hidup, seperti makan, tempat tinggal, istirahat
dan sebagainya.
2) Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs)
Yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya,
pertentangan dan lingkungan hidup. Sebagai contoh ini
berkaitan dengan kebutuhan rasa aman, seperti perlengkapan
keselamatan kerja.
3) Kebutuhan Sosial (Social Needs)
Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan fisik dan rasa
aman terpenuhi. Kebutuhan sosial ini terdiri dari:
a) Sense of belonging, yaitu kebutuhan akan perasaan
diterima oleh orang lain dilingkungan ia hidup dan
bekerja.
b)
Sense of importance, yaitu kebutuhan akan perasaan
dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting.
c) Sense of achievement, yaitu kebutuhan akan perasaan ikut
serta.
4) Kebutuhan Harga Diri (Esteem Needs)
Merupakan kebutuhan akan penghargaan, seperti kebutuhan
untuk dihormati, prestise dan pengakuan.
5) Kebutuhan Aktualitasi Diri (Self Actualization Needs)
19
Merupakan kebutuhan akan aktualisasi diri dengan
menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal
untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan.”
Teori Maslow mengasumsikan bahwa tingkah laku
masing-masing karyawan pada saat tertentu biasanya ditentukan
oleh kebutuhan yang paling mendesak. Orang berusaha
memenuhi kebutuhan yang paling pokok sebelum mengarahkan
perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan
yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum
kebutuhan yang lebih tinggi seperti aktualisasi diri. Hal yang
penting dalam teori motivasi Maslow adalah bahwa kebutuhan
yang telah dipenuhi memberi motivasi.
Jadi bila
suatu
kebutuhan
mencapai
puncaknya,
kebutuhan ini akan berhenti menjadi motivasi utama dari
perilaku. Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi
walaupun kebutuhan telah terpuaskan, kebutuhan itu masih
mempengaruhi perilaku hanya intensitasnya yang lebih kecil.
Gambar 2.1
Maslow’s Hierarchy of Human Needs
20
b.
Teori Motivasi Frederick Herzberg
Teori Hezberg ini lebih dikenal dengan istilah TwoFactor View. Menurut Herzberg
dan Anoraga (2006),
mengatakan bahwa, “Teori yang dikembangkan oleh Herzberg
dikenal dengan nama teori dua factor dimana teori ini
mengemukakan bahwa terdapat dua faktor
yang dapat
memberikan kepuasan dalam bekerja. Kedua faktor tersebut
adalah:
1) Faktor Kepuasan Kerja atau Perasaan Positif (Motivator)
Yaitu hal-hal pendorong berprestasi yang sifatnya
bersumber dari dalam diri seseorang yang mampu
memuaskan dan mendorong orang untuk baik, antara lain
adalah faktor prestasi (achievement), faktor pengakuan atau
penghargaan
(recognition),
21
faktor
tanggung
jawab
(responsibility),
perkembangan
faktor
memperoleh
dalam
bekerja
kemajuan
khususnya
dan
promosi
(advancement), dan faktor pekerjaan itu sendiri (the work it
self).
2) Faktor
Ketidakpuasan
Kerja
atau
Perasaan
Negatif
(Hygiene Factors)
Yaitu hal-hal yang bersumber dari luar diri
seseorang yang dapat menimbulkan rasa tidak puas pada
karyawan, antara lain faktor upah dan gaji (wages),
hubungan antara
pekerja (interpersonal supervision),
supervisi teknik (technical supervisor), kondisi kerja
(working
condition),
kebijaksanaan
dan
administrasi
perusahaan (company policy and administration).
Kebutuhan
akan
kesehatan
kerja
merupakan
kebutuhan yang berlangsung terus-menerus (continue),
karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah
dipenuhi.
Hilangnya
faktor
pemeliharaan
dapat
menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan tingkat absensi
serta turnover karyawan akan meningkat.”
c.
McClelland Theory of Needs
Menurut David McClelland (Mangkunegara, 2002)
dalam
teorinya
Mc.Clelland’s
Achievement
Motivation
Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan
22
untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam
penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan
bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial,
bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung
pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi
serta peluang yang tersedia.
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu
kebutuhan akan prestasi (achievement), kebutuhan kekuasaan
(power), dan kebutuhan afiliasi.
Model
motivasi
ini
ditemukan
diberbagai
lini
organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan
memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model
motivasi tersebut.
1) Kebutuhan akan Prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan
untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan
seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini
pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri
inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain
bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan
untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja
23
mereka,
keinginan
mendapatkan
tanggung
jawab
pemecahan masalah.
n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena
itu
karyawan
akan
berusaha
mencapai
prestasi
tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis
tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan.
Karyawan
perlu
lingkungannya
mendapat
sebagai
umpan
balik
dari
bentuk pengakuan terhadap
prestasinya tersebut.
2) Kebutuhan akan Kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan
untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara
dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan
berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari
individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang
lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara
kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi
diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan
kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk
mencapai suatu posisi kepemimpinan.
n-pow
Karyawan
adalah
memiliki
motivasi
motivasi
terhadap
untuk
kekuasaan.
berpengaruh
terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk
24
memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada
juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise
pribadi.
3)
Kebutuhan untuk Berafiliasi atau Bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk
berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai
hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap
persahabatan
dengan
pihak
lain.
Individu
yang
mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya
berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi
sosial yang tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang
memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya
akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja
atau mengelola organisasi.
Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala
Mcclelland:
a) Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
b) Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan
pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian
atau pengakuan.
25
c) Umpan balik sangat penting, karena merupakan
ukuran sukses (umpan balik yang diandalkan,
kuantitatif dan faktual).
Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan
bahwa kepuasan prestasi berasal dari pengambilan
prakarsa untuk bertindak sehingga sukses, dan bukannya
dari pengakuan umum terhadap prestasi pribadi. Selain
itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang
memiliki n-ach tinggi tidak begitu terpengaruh oleh
imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar
untuk mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas,
misal laba, besarnya pangsa pasar atau laju pertumbuhan
penjualan.
Berdasarkan ketiga teori motivasi diatas yaitu teori motivasi
Abraham A. Maslow, teori motivasi Frederick Herzberg dan teori motivasi
Mc.Clelland, penulis mengambil kesimpulan bahwa kepunyaan fisik dan
rohani merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja
seseorang untuk meraih prestasi dengan mengarahkan segala daya dan
potensi yang dimilikinya.
2.3.6
Motivasi Internal dan Motivasi Eksternal
a. Motivasi Internal
Motivasi internal merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri
seseorang. Efek motivasi terhadap kinerja karyawan akan tercipta jika
26
motivasi internal ini sudah ada. Motivasi internal berperan penting
dalam menciptakan prestasi kerja yang tinggi dan terus menerus.
Banyak perlakuan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan
motivasi internal, antara lain memberikan penghargaan kepada
karyawan yang berprestasi. Memberikan kesempatan melanjutkan
pendidikan serta membuka peluang bagi promosi karir, dan
sebagainya.
b. Motivasi Eksternal
Motivasi eksternal menjelaskan kekuatan yang ada di dalam
individu yang dipengaruhi oleh faktor internal yang dikendalikan oleh
manajer, yaitu meliputi penghargaan, kenaikan pangkat dan tanggung
jawab. Motivasi eksternal meliputi faktor pengendalian oleh manajer
yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan seperti halnya
gaji atau upah, keadaan kerja dan kebijaksanaan perusahaan dan
pekerjaan
yang
mengandung
hal-hal
seperti
penghargaan,
pengembangan dan tanggung jawab. Manajer perlu mengenal motivasi
eksternal
untuk
mendapatkan
tanggapan
yang
positif
dari
karyawannya. Tanggapan yang positif ini menunjukkan bahwa
bawahan sedang bekerja demi kemajuan perusahaan. Manajer dapat
menggunakan motivasi eksternal yang positif maupun negatif.
Motivasi positif merupakan penghargaan atas prestasi yang sesuai,
sedangkan motivasi negatif mengenakan sanksi jika prestasi tidak
dapat dicapai.
27
c. Perbandingan Motivasi Internal dan Motivasi Eksternal
Tabel 2.2
Perbedaan Motivasi Internal dan Motivasi Eksternal dalam
Lingkungan Kerja
Lingkungan Kerja:
1. Pekerjaan yang sesuai dengan
keinginannya
atau
menyenangkan.
2. Pekerjaan yang menarik.
3. Pekerjaan yang menantang.
Motivasi Internal
Lingkungan Kerja:
1. Upah gaji yang baik dan
layak.
2. Kondisi kerja yang baik.
3. Supervisi yang baik.
Motivasi Eksternal
Sumber: William dan Devis (2008)
Pada tabel diatas adalah pandangan dari William dan Devis (2008)
yang membedakan lingkungan kerja motivasi eksternal dan internal,
Berikut aspek-aspek dari lingkungan kerja diatas terdiri dari:
1) Motivasi Internal
a) Pekerjaan yang menyenangkan, pekerjaan yang bebas dari
tekanan dan paksaan, disamping mudah atau tidak rumit
melaksanakannya. Namun pekerjaan yang berat dan komplek
juga akan menyenangkan, jika dikerjakan dalam suasana kerja
yang saling bantu membantu dan tolong menolong atau dalam
suasana kerjasama yang efektif dan efisien.
28
b) Pekerjaan yang menarik, setiap SDM akan menyenangi bekerja
dalam bidang yang sesuai dengan potensi, latar belakang
pengalaman, pendidikan, keterampilan dan keahlian atau
profesionalisme yang dikuasainya. Kesesuaiannya itu membuat
pekerjaannya dirasakan menarik karena mencakup sesuatu
yang sudah dikenal dan dipahaminya.
c) Pekerjaan yang menantang, motivasi kerja tidak saja timbul
karena pekerjaan yang menyenangkan, tetapi juga yang
menantang untuk mencapai suatu prestasi, sebagai sukses yang
diinginkan oleh setiap pekerja (SDM). Dengan kata lain
pekerjaan yang menantang cenderung akan menimbulkan
motivasi berprestasi melalui kemampuan berkompentisi secara
sehat dalam arti jujur dan sportif, sejalan dengan kemampuan
bekerjasama yang efektif dan efisien.
2) Motivasi Eksternal
a) Pemberian upah/gaji untuk memenuhi kebutuhan fisik minimal
maupun untuk kebutuhan hidup minimal. Tanpa upah/gaji yang
layak sulit untuk mengharapkan atau bahkan memaksa SDM
agar memberikan kontribusi maksimal dalam melaksanakan
tugas pokoknya.
b) Kondisi kerja yang baik, perasaan puas dan senang dalam
bekerja dilingkungan organisasi, sangat dipengaruhi oleh
kondisi kerja, baik yang bersifat fisik/material maupun
29
psikis/non material.
Kondisi kerja
yang bersifat
fisik
menyangkut factor sarana dan prasarana, seperti luas ruangan
termaksut penataan dalam ruangan, ketersedian perlengkapan
dan peralatan kerja yang mutahir dan lain-lain. Sedangkan
factor psikis/non material mengenai antara hubungan atasan
dengan bawahan yang lain.
c) Supervisi yang baik sebagai kegiatan mengamati, menilai dan
membantu SDM agar bekerja secara efektif dan efisien,
merupakan salah satu kegiatan prilaku organisasi, karena tujuan
untuk
terus
menerus
memperbaiki,
meningkatkan
dan
menyempurnakan keterampilan dalam bekerja.
2.4
Budaya Organisasi
Budaya dan/atau
kebudayaan yang hanya terdapat dalam
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan/atau makhluk budaya.
Dengan kata lain kebudayaan hanya terdapat dalam kehidupan sosial atau
kehidupan bersama dalam kebersamaan yang disebut masyarakat. Dalam
kenya-taannya tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan dan tidak ada
kebudayaan diluar sebuah masyarakat. Sehubungan dengan itu Edgar
Schein dalam Fred Luthans (2006:124) menyatakan bahwa budaya
organisasi adalah: Pola asumsi dasar diciptakan atau dikembangkan oleh
kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri dengan masalahmasalah eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup baik
30
serta dianggap berharga, dan karena itu diajarkan pada anggota baru
sebagai cara yang benar untuk menyadari, berpikir dan merasakan
hubungan dengan masalah tersebut. Sutrisno (2010: 2) mendefinisikan
budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinankeyakinan (beliefs) atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati
dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku
dan pemecahan masalah-masalah organisasi.
Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Sudarmanto (2009:116)
bahwa budaya organisasi merupakan bagian nilai-nilai dan kepercayaan
yang mendasari atau menjadi identitas perusahaan atau organisasi.
Pada saat ini istilah budaya organisasi banyak digunakan dalam
organisasi perusahaan, bahkan beberapa perusahaan memasang tulisan
yang menunjukkan budaya organisasi mereka di tempat-tempat yang
menarik perhatian. Misalnya di depan pintu masuk kantor, atau di dekat
tempat para karyawan melayani pelanggan. Konsep budaya organisasi
mulai berkembang sejak awal tahun 1980-an. Konsep budaya organisasi
diadopsi dari konsep budaya yang lebih dahulu berkembang pada disiplin
ilmu antropologi (Sobirin, 2007:128-129).
Budaya organisasi menurut Schein dalam Sobirin (2007:132)
adalah pola asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang
setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola
asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga pola
31
asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru
sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkan
perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi.
Tidak berbeda dengan budaya yang mempengaruhi masyarakatnya,
maka budaya organasasi juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku
semua anggota organisasi tersebut. Budaya yang kuat dalam organisasi
dapat memberikan paksaan atau dorongan kepada para anggotanya untuk
bertindak atau berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi.
Dengan adanya ketaatan atas aturan dan juga kebijakan – kebijakan
perusahaan tersebut maka diharapkan bisa mengoptimalkan kinerja dan
produktivitas para karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.
2.4.1
Pengertian Budaya Organisasi
Ada begitu banyak definisi mengenai budaya yang pada
hakekatnya tidak jauh berbeda antara satu ahli dengan ahli lainnya.
Robbin (2003) menyatakan bahwa budaya merupakan suatu sistem
makna bersama yang dianut oleh angota-anggota organisasi yang
membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lainnya.
Budaya organisasi menurut Schein dalam Sobirin (2007:132)
adalah pola asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang
setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola
asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga pola
asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru
32
sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkan
perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi.
2.4.2 Proses Budaya Organisasi
Robbins (2003:729) menyatakan bahwa proses penciptaan budaya
organisasi terjadi dalam tiga cara. Pertama, para pendiri hanya
memperkerjakan dan mempertahankan karyawan yang memiliki pola pikir
sama dan sependapat dengan cara-cara yang mereka tempuh. Kedua,
mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini
dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi
berhasil, maka visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama
keberhasilan. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi
tertanam ke dalam budaya organisasi.
Robbins (2003:724) membedakan budaya yang kuat dan budaya
yang lemah. Budaya yang kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada
perilaku karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengutangan turnover karyawan. Dalam budaya yang kuat, nilai inti organisasi dipegang
secara mendalam dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak
anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka
pada nilai-nilai tersebut, maka makin kuat budaya tersebut. Budaya yang
kuat juga memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota
mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi. Kebulatan maksud
tersebut selanjutnya membina keakraban, kesetiaan, dan komitmen
organisasi.
33
2.4.3
Pembentukan Budaya Organisasi
Pada dasarnya untuk membentuk budaya organisasi yang kuat
memerlukan waktu yang cukup lama dan bertahap. Didalam perjalanannya
sebuah organisasi mengalami pasang surut, dan menerpakan budaya
organisasi yang berbeda dari satu waktu ke waktu lain.
Budaya bisa dilihat sebagai suatu hal yang mengelilingi kehidupan
orang banyak dari hari ke hari, bisa direkayasa dan dibentuk. Jika budaya
dikecilkan cakupannya ke tingkat organisasi atau bahkan kelompok yang
lebih kecil, akan dapat terlihat bagaimana budaya terbentuk, ditanamkan,
berkembang, dan akhirnya direkayasa, diatur dan diubah (Robbins, 2003).
Menurut Robbins (2003), budaya organisasi dapat dibentuk melalui
beberapa cara yaitu :
a. Seseorang (pendiri) mempunyai sejumlah ide atau gagasan tentang
suatu pembentukan organisasi.
b. Pendiri membawa satu atau lebih orang-orang kunci yang merupakan
para pemikir dan membentuk sebuah kelompok inti yang mempunyai
visi yang sama dengan pendiri.
c. Kelompok tersebut memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan
sebuah organisasi. Mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat
usaha, dan lain-lain mengenai suatu hal yang relevan.
d. Langkah terakhir yaitu orang-orang lain dibawa masuk kedalam
organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok
inti dan pada akhirnya memulai sebuah pembentukan sejarah bersama.
34
2.4.4
Karakteristik Budaya Organisasi
Adapun karakteristik dari budaya organisasi adalah inovasi dan
pengambilan resiko, perhatian kerincian, orientasi hasil, orientasi orang,
orientasi
tim,
keagresifan,
kemantapan.
Disini
dasar
pemilihan
karakteristik-karakteristik tersebut karena karakter yang dipilih dianggap
sudah mewakili atau sudah menangkap hakikat budaya oraganisasi.
Menurut Robbins (2003), ada tujuh karakteristik utama yang secara
keseluruhan, mencakup isi dari budaya organisasi. Ketujuh karakteristik
tersebut adalah:
a. Inovasi dan pengambilan resiko, yaitu sejauh mana para karyawan
didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
b. Perhatian dan kerincian, yaitu sejauh mana para karyawan diharapkan
memperlihatkan presisi (kecermatan) analisis dan perhatian kerincian.
c. Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen memusatkan pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai
hasil itu.
d. Oreintasi
orang,
memperhitungkan
yaitu
efek
sejauh
hasil-hasil
mana
pada
keputusan
manajemen
orang-orang
didalam
organisasi tertentu.
e. Orientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar
tim-tim, bukannya individu-individu.
f. Keagresifan, yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif
bukannya santai-santai.
35
g. Kemantapan,
sejauh
mana
kegiatan
organisasi
menekankan
dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
2.5
Kepuasan Kerja
2.5.1
Pengertian Kepuasan Kerja
“Kepuasan kerja didefinisikan dengan sejauh mana individu
merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi
dari tugas-tugas dalam pekerjaannya” (Hariandja, 2007). “Kepuasan kerja
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja” (Hasibuan, 2008). “Kepuasan
kerja itu sendiri dapat diartikan sebagai hasil kesimpulan yang didasarkan
pada perbandingan mengenai apa yang secara nyata diterima oleh pegawai
dari pekerjaannya dibandingkan dengan apa yang diharapkan, diinginkan
dan dipikirkan sebagai hal yang pantas atau berhak baginya” (Gomes,
2003).
Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang
dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,
penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang
baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam
pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya dari pada balas jasa
walaupun balas jasa itu penting. Kepuasan di luar pekerjaan adalah
kepuasan kerja karyawan yang dinikmati diluar pekerjaan dengan besarnya
balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dia dapat membeli
36
kebutuhan-kebutuhannya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar
pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional
yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Karyawan yang lebih menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar
pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil
dan layak.
2.5.2
Teori-Teori Tentang Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005) bahwa teori-teori
tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu
yang disebut sebagai a) Disperancy theory, b) Equity theory, dan c) Two
factor theory:
a. Disperancy Theory (Teori Perbedaan)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur
kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (difference between how
much of something there should be and how much there “is now”).
Locke juga menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung
pada perbedaan (disperancy) antara nilai dari harapan yang diinginkan,
dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya yang telah dicapai
atau diperoleh dari pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa
puas bila tidak ada perbedaan yang diinginkan dengan persepsinya atas
kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah tercapai.
Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari yang diinginkan, maka
37
orang akan menjadi puas lagi walaupun terdapat perbedaan
(disperancy), tetapi merupakan perbedaan yang positif. Sebaliknya
semakin jauh kenyataan yang dirasakan tersebut di bawah standar
minimum maka akan terjadi perbedaan negatif (negative disperancy),
dan akan semakin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap
pekerjaan.
b. Equity Theory (Teori Keseimbangan)
Equity theory pertama kali dikembangkan oleh Adam dalam Yuli
(2005). Prinsip Teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau
tidak puas, tergantung apakah ia akan merasakan adanya keadilan
(equity) atau tidak atas suatu situasi yang diperoleh dengan
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor
maupun di tempat lain. Elemen-elemen dari teori ini dapat
dikelompokkan
menjadi
tiga,
yaitu
elemen
input,
outcome,
comparison, dan equity-in-equity. Yang dimaksud dengan input
menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005) adalah sebagai berikut;
input is anything of value that and employee perceives that he
contributes to his job (input adalah segala sesuatu yang sangat
berharga yang dirasakan oleh karyawan sebagai sumbangan terhadap
pekerjaan atau semua nilai yang diterima pegawai
yang dapat
menunjang pelaksanaan kerja. Sebagai contoh input adalah pendidikan,
pengalaman, skill, usaha, peralatan, dan lain-lain). Outcome is anything
of value that the employee perceives he obtain from the job (semua
38
nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai sebagai hasil dari
pekerjaannya, misalnya upah, keuntungan tambahan status simbol,
pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau
ekspresi diri. Sedangkan comparison person dapat diartikan sebagai
perasaan seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau
bisa juga dengan dirinya sendiri di waktu lampau (the comparison
person may be someone in a different organization, or even the person
himself in a previous job).
c. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor)
Teori Dua Faktor yaitu faktor yang membuat orang merasa puas
dan faktor yang membuat orang merasa tidak puas. Dalam pandangan
lain dua faktor yang dimaksud dalam teori ini adalah adanya dua
rangkaian kondisi, pertama kondisi yang menyebabkan orang merasa
tidak puas, jika kondisi itu ada dan tidak diperhatikan, maka orang itu
tidak akan termotivasi. Kondisi kedua digambarkan Hezberg dalam
Yuli (2005) sebagai serangkaian kondisi intrinsik, apabila kepuasan
kerja terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi
kerja yang kuat, sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik.
Apabila kondisi tersebut tidak ada, maka kondisi tersebut ternyata
tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor-faktor
motivator yang perlu diperhatikan kepada bawahan:
1) Keberhasilan pelaksanaan (achievement)
2) Tanggung jawab (responsibilities)
39
3) Pengakuan (recognition)
4) Pengembangan (advancement)
5) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
Menurut Yuli (2005), faktor-faktor utama yang mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan berdasarkan teori motivasi Hezberg antara
lain dipengaruhi oleh:
1) Pendapatan atau Kompensasi
Kompensasi adalah
seluruh imbalan
yang
diterima
karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi.
Kompensasi bisa berupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung
dan diberikan kepada karyawan sesuai dengan pengorbanan yang
telah diberikannya kepada organisasi atau perusahaan tempat ia
bekerja. (Panggabean, 2004).
2) Aktivitas Kerja
Aktivitas kerja merupakan kegiatan atau rutinitas kerja
yang dilakukan karyawan, yang terdiri dari tugas dan tanggung
jawab dalam bekerja sesuai dengan uraian kerja yang ditetapkan
(Yuli, 2005).
3) Pengawasan
Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh
pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai
dengan hasil yang direncanakan (Winardi, 2006). Sedangkan
menurut Swastha (2005) Pengawasan merupakan fungsi yang
40
menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti
yang diinginkan.
4) Promosi Karir
Promosi karir adalah perencanaan karir seseorang pada
pekerjaan yang lebih baik dalam bentuk bertanggung jawab yang
lebih besar, status yang lebih, skill yang lebih tinggi berdasarkan
ukuran kinerja yang ditetapkan. (Yuli, 2005).
5) Hubungan dalam Kelompok Kerja
Interaksi
karyawan
dalam
lingkungan
perusahaan/organisasi/instansi merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan yang mana akan menimbulkan tingkat kepuasan kerja
karyawan. Situasi lingkungan perusahaan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya antara karyawan yang satu dengan yang lain
tidak terlepas dari interaksi satu sama lainnya demi kelancaran dan
keharmonisan kerja. Dengan sarana hubungan yang nyaman akan
lebih betah dan senang dalam menyelesaikan tugas.
6) Kondisi Kerja
Kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis
kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
dan pencapaian produktivitas kerja (Mangkunegara, 2006).
41
2.6
Kerangka Konseptual
Kepuasan kerja merupakan kesimpulan yang didasarkan pada
perbandingan mengenai apa yang secara nyata diterima oleh karyawan dari
pekerjaannya dibandingkan dengan apa yang diharapkan. Karyawan akan
merasakan kepuasan dalam bekerja jika yang didapatkannya dari
pekerjaannya sama bahkan lebih dari apa yang diharapkannya.
Semakin tinggi motivasi dalam kerja maka akan berdampak
terhadap kepuasan kerja karyawan. Variabel yang paling dominan
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan adalah motivasi, alasannya
karena untuk motivasi memiliki nilai yang paling besar,jika dibandingkan
dengan nilai untuk produktivitas kerja karyawan. Berdasarkan penjabaran
tersebut maka dibentuk kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
H1
Motivasi (X1):
a. Motivasi Internal
b. Motivasi Eksternal
H3
Kepuasan Kerja (Y)
Budaya Organisasi (X2)
a. Inisiatif Individual
b. Toleransi terhadap Tindakan Beresiko
c. Pengarahan
d. Integrasi
e. Dukungan Manajemen
42
H2
Download