PENDAHULUAN Indonesia dikelilingi oleh 17 000 pulau dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Hampir 60% wilayahnya tertutup oleh hutan, sehingga menjadi rumah bagi sekitar 90% spesies tanaman obat di kawasan Asia Tenggara (Handa et al. 2006). Berbagai macam tanaman obat telah diteliti untuk diketahui aktivitasnya terhadap berbagai macam penyakit. Salah satu penyakit yang mengancam masyarakat sekarang ini adalah hipertensi. Obat antihipertensi yang sekarang ini banyak digunakan adalah inhibitor enzim pengubah angiotensin I (ACE). Inhibitor ACE bekerja dengan cara menurunkan atau mencegah pembentukan angiotensin II yang dapat meningkatkan tekanan darah. Hansen et al. (1995) meneliti berbagai tanaman obat yang berasal dari India, Cina, dan Cili melalui pendekatan terhadap ACE, begitu pula Yingsukpisarn (2005) yang meneliti berbagai tanaman di Thailand. Tanaman lain yang juga telah diteliti sebagai inhibitor ACE antara lain Ruellia praetermissa oleh Salah et al. (2001) dan Lee et al. (2004) yang meneliti sejenis jamur Tricholoma giganteum sebagai inhibitor ACE. Pegagan, kumis kucing, sambiloto, dan tempuyung telah dikenal sebagai obat-obatan herbal alami. Kumis kucing dan sambiloto telah lama digunakan oleh masyarakat Asia sebagai tanaman obat tradisional untuk mengobati hipertensi (Hembing 1997; Jarukamjorn dan Nemoto 2008; BIT-LIPI 2009). Pegagan serta tempuyung juga telah diteliti oleh Darusman et al. (2009) sebagai tanaman yang berpotensi menjadi obat antihipertensi. Oleh karena itu, keempat tanaman tersebut dipilih untuk diteliti daya inhibisinya terhadap ACE. Selain telah dipercaya sebagai antihipertensi, tanaman ini mengandung senyawa golongan flavonoid (Olah et al. 2003; Krishnaiah et al. 2009; Roy et al. 2010; Sriningsih et al. 2005). Pendekatan aktivitas senyawa golongan flavonoid terhadap ACE belum banyak diteliti di Indonesia. Sementara hasil penelusuran dokumen paten di Kantor Paten pada tanggal 6 Juli 2010 menunjukkan telah terdapat paten mengenai senyawaan flavonoid sebagai antihipertensi, di antaranya kuersetin (Jalili 2004), flavonoid dari tanaman Passiflora sp. (Foo et al. 2006), dan flavonol glikosida (Verhoeyen dan Wiseman 2008). Penelitian Darusman et al. (2009) terhadap tanaman pegagan dan tempuyung merupakan yang pertama kalinya di Indonesia. Daya inhibisi yang diperoleh masih relatif rendah, sehingga perlu dilakukan kembali penelitian berbagai tanaman obat sebagai inhibitor ACE, dengan terlebih dahulu melakukan uji kuantitatif senyawa flavonoid. Dalam penelitian ini, daya inhibisi ekstrak etanol dari kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan tempuyung yang mempunyai kandungan flavonoid tertinggi terhadap enzim ACE diuji secara in vitro. TINJAUAN PUSTAKA Hipertensi Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah kenaikan tekanan arteri melebihi normal dan tekanan itu bertahan. Menurut WHO, definisi hipertensi ialah arus tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau arus tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai “the silent killer” dan tanpa disadari, penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak, atau ginjal. Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor 3 setelah strok dan tuberkulosis, yakni mencapai 6.7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes RI 2009). Flavonoid merupakan senyawa kimia polifenol yang dapat dicirikan melalui aktivitas farmakologi seperti antioksidan, antihelmintik, antiradang, antivirus, dan antitumor. Kebanyakan aktivitas tersebut karena kemampuan flavonoid untuk menghambat enzim seperti tripsin, protein kinase, dan topoisomerase (Barolli et al. 2000). Penelitian-penelitian lain secara umum memperlihatkan bahwa senyawa aktif untuk antihipertensi berasal dari senyawa golongan flavonoid, di antaranya flavan-3-ol dan prosianidin (Actis-Goretta et al. 2003). Senyawa aktif kuersetin menjadi salah satu senyawa flavonoid yang telah diuji antihipertensi secara in vitro (Duarte et al. 2001; Perez-Viscaino et al. 2009). Enzim Pengubah Angiotensin I (ACE) Enzim pengubah angiotensin I (ACE) adalah glikoprotein peptidildipeptida hidrolase dan termasuk kelas zink protease yang membutuhkan zink dan klorida agar menjadi aktif. ACE berperan di dalam tubuh pada proses pengaturan tekanan darah. Jenis peptida ini pada dasarnya mengatalisis reaksi angiotensin I menjadi angiotensin II, dengan memecah dipeptida histidil-leusina dari ujung˗C angiotensin I menghasilkan angiotensin II dan asam hipurat (Gambar 1) (Actis-Goretta et al. 2003). Jika hidrolisis angiotensin I berlebihan, maka tekanan darah akan meningkat (Shalaby et al. 2004). Gambar 1 Reaksi yang dikatalisis oleh ACE (Chusman dan Cheung 1971). Potensi inhibitor ACE sebelumnya telah dilaporkan oleh Salah et al. (2001) pada tanaman R. praetermissa, oleh Lee et al. (2004) pada sejenis jamur yaitu, T. giganteum, dan secara in vivo oleh Zhao et al. (2007) pada hidrolisat gelatin yang berasal dari timun laut. Di Indonesia sendiri penelitian tentang inhibisi ACE telah dilakukan oleh Darusman et al. (2009) pada tanaman pegagan dan tempuyung. polifenol, yaitu sinesetin, eufatorin, rosmarinat, kikhorat, dan asam kafeat. Berdasarkan pengujian farmakologi, ekstrak etanol 50% memiliki kemampuan yang lebih baik sebagai diuretik dan urikosurik. Penelitian untuk membandingkan kumis kucing dengan tanaman lain juga telah dilakukan. Tanaman kumis kucing dibandingkan dengan tanaman dalam famili yang sama, tanaman ground ivy atau Glechoma hederacea L, dalam hal kemampuan sebagai antioksidan. Kedua tanaman ini diuji dalam bentuk ekstrak kasar maupun fraksi menggunakan berbagai pelarut. Hasil yang diperoleh menunjukkan keduanya merupakan antioksidan yang efisien. Tanaman kumis kucing bekerja lebih baik dalam bentuk ekstrak kasar dibandingkan dengan tanaman ground ivy yang perlu melalui tahapan fraksionasi untuk meningkatkan kemampuannya sebagai antioksidan (Matkowski 2008). Pegagan Kumis Kucing Tanaman pegagan (Gambar 3) berdasarkan ilmu taksonomi termasuk famili Apiaceae, marga Centella, dan jenis Centella asiatica L. Tanaman ini biasa digunakan sebagai sayuran tradisional di Cina, India, Srilanka, dan Indonesia, dan telah dibudidayakan di berbagai negara berkembang. Kumis kucing (Gambar 2) termasuk famili Lamiaceae dengan marga Orthosiphon dan memiliki nama Latin Orthosiphon stamineus Benth. Tanaman kumis kucing adalah salah satu tanaman obat yang populer, digunakan secara turun-temurun di kawasan Asia Tenggara dalam pengobatan bermacammacam penyakit. Gambar 3 Tanaman pegagan. Gambar 2 Tanaman kumis kucing. Olah et al. (2003) melakukan penelitian untuk mengetahui komponen-komponen utama yang terkandung di dalam tanaman kumis kucing dengan menggunakan 2 pelarut yang berbeda, etanol 50% dan etanol 70%. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada kedua ekstrak terdapat senyawa Krishnaiah et al. (2009) telah meneliti komponen-komponen yang terdapat pada 6 tanaman obat, salah satunya pegagan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pegagan mengandung alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan fenol. Zainol et al. (2008) meneliti lebih jauh lagi kandungan senyawa aktif yang terdapat pada tanaman pegagan, dan diketahui tanaman tersebut mengandung senyawa aktif utama asiatikosida, madekasosida, dan asam asiatat. Pegagan berperan antara lain sebagai antimikrob dan antioksidan. Ullah et al. (2009) menyatakan bahwa hasil fraksionasi tanaman pegagan berpotensi sebagai antioksidan, dan juga berpotensi sebagai antimikrob serta antifungi. Sambiloto Sambiloto (Gambar 4) termasuk famili Acanthaceae, marga Andrographis, dan jenis Andrographis paniculata Nees. Bagian yang digunakan umumnya seluruh bagian tanaman. Sifat khas tanaman ini adalah pahit, mendinginkan dan membersihkan darah. Gambar 4 Tanaman sambiloto. Andrografolida merupakan senyawa aktif pada sambiloto yang berpotensi sebagai antibakteri dan antidiabetes. Peranan sambiloto sebagai antioksidan juga telah banyak diteliti, salah satunya oleh Ojha et al. (2009) dengan menggunakan pelarut metanol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan sambiloto memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Sambiloto dalam ekstrak kloroform menunjukkan fungsi sebagai antimikrob, antara lain pada Escherichia coli dan Salmonella typhymurium. Berdasarkan hasil tersebut, dilakukan analisis komponen yang terkandung pada ekstrak tanaman sambiloto, dan diketahui tanaman tersebut mengandung senyawa fenol, asam karboksilat aromatik, dan ester (Roy et al. 2010). Tempuyung Tempuyung (Gambar 5) termasuk tanaman obat asli Indonesia dari famili Asteraceae, marga Sonchus, dan jenis Sonchus arvensis L. Tempuyung tumbuh liar di tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung. Tumbuhan yang berasal dari Eurasia ini bisa ditemukan pada daerah yang banyak turun hujan pada ketinggian 50˗1.650 m dpl (BIT-LIPI 2009). Tempuyung mengandung banyak senyawa kimia, seperti golongan flavonoid, kumarin, taraksasterol, dan asam fenolat bebas. Pustaka lain menyebutkan daun tempuyung mengandung senyawa kimia antara lain luteolin, flavon, flavonol, dan auron. Gambar 5 Tanaman tempuyung. Sriningsih et al. (2005) meneliti herba tempuyung untuk mengetahui jenis flavonoid yang terkandung di dalamnya menggunakan pelarut metanol. Hasil yang diperoleh menunjukkan kandungan senyawa flavonoid golongan flavon, yakni 7,4’-hidroksiflavon. Tanaman tempuyung dikenal memiliki efek diuretik. Pada tahun 2006, Imelda dan Andani meneliti efek diuretik tanaman ini dibandingkan dengan furosemida. Furosemida merupakan obat diuretik kuat yang telah teruji secara medis ilmiah dengan kemampuan 60% lebih tinggi dibandingkan dengan diuretik yang lain, dan hasil penelitian tersebut membuktikan tanaman tempuyung mempunyai efek diuretik yang lebih baik daripada furosemida pada dosis tertentu. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah simplisia pegagan, sambiloto, kumis kucing, dan tempuyung yang diperoleh dari 3 tempat berbeda, yaitu Bogor (Kebun Percobaan Biofarmaka), Sukabumi (Kebun Percobaan Cicurug), dan Bandung (Kebun Percobaan Manoko), etanol 96%, aseton, HCl, AlCl 3, air, etanol 30%, telur udang Artemia salina, air laut, Tween-80, hipuril-L-histidil-L-leusina (Sigma), NaCl, NaOH, bufer HEPES (Sigma), ACE (Sigma), kaptopril, dan etil asetat. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) Hitachi, penguap putar, oven, pengering vakum, vial uji, dan inkubator. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan terdiri dari 5 tahap, yakni analisis kandungan flavonoid secara kuantitatif, penetapan kadar air, ekstraksi sampel yang memiliki kandungan flavonoid tertinggi, pengujian toksisitas ekstrak (LC50), dan pengujian daya inhibisi ekstrak terhadap aktivitas ACE.