Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak POTENSI RUMPUT HERMADA (Sorghum bicolor (L) Moench) UNTUK MENDUKUNG CROP LIVESTOCK SYSTEMS DI LAHAN KERING KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (The Potential of Hermada Grass (Sorghum bicolor (L) Moench) in Supporting The Crop Livestock Systems in Dry Land Gunungkidul Special Region Yogyakarta) SUPRIADI, SOEHARSONO dan HANO HANAFI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRACT The hermada grass (Sorghum Bicolor (L) Moench) belong to Graminae. Hermada grass was introduced from Japan. In Japan it was called Japaneese Style Broomm com. The hermada grass has triple function (seed as food and feed, hay used as feed and home industry). Conducting hermada grass in Gunungkidul estimated have reached above 100 ha which spread over District Playen, Saptosari and Semin. Once planted in rainy season can be harvested thrice (ratooning) and grow well at dry season, so that can support the availability of feed during dry season. In order to support Crop Livestock Systems, an assessment of introducing hermada grass type Japaneese Style Broomm com in Orchard Sawahan, Countryside Bleberan, District Playen, Gunungkidul was carried out at rainy season 2004. The research was a super imposed trial, which took place on the farmer’s field by width 600 m2 each. The study area was on forest of Eucalyptus sp. Covering 40 ha area. The planting system hermada grass was multiple cropping with the peanut and cassava in distance 40 cm x 60 cm, organic fertilizer 5 ton/ha and urea 100 kg/ha. Result indicate that crop height at harvest age of 65 day range from 220-251 cm, bar diameter 1,2-1,4 cm, length of straw 41,3-43 cm. The result of first and second crop obtained straw 1.252 kg/ha, seed 1373 kg/ha and hay 29920 kg/ha, which can support the requirement of hay of 7-8 cow during the planting season. Cash income during twice harvest equal to Rp 1.508.050,- /ha, when the price of straw was Rp 3.500 /kg. Key words: Hermada grass, pasture, dry season, crop livestock systems ABSTRAK Rumput hermada (Sorghum bicolor (L) Moench) merupakan jenis rumput dengan fungsi ganda (biji sebagai pangan maupun pakan, batang digunakan sebagai pakan dan malai sebagai bahan sapu atau hiasan dinding). Dalam satu kali tanam pada musim penghujan dapat dipanen tiga kali (ratooning) dan tumbuh baik pada saat musim kemarau, sehingga dapat mendukung ketersediaan pakan pada musim kemarau. Dalam rangka mendukung Crop Livestock Systems dilakukan pengkajian sistem budidaya rumput hermada jenis Japaneese Style Broomm com di Dusun Sawahan, Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul pada musim penghujan 2004. Pengkajian ini merupakan super inposed pada tiga lahan petani masing-masing seluas 600 m2 dalam hamparan lahan hutan kemasyarakatan tanaman kayu putih (Eucalyptus sp) seluas ± 40 ha. Rumput hermada ditanam secara tumpangsari dengan kacang tanah dan ubi kayu diantara tanaman kayu putih. Jarak tanam 40 cm x 60 cm, pupuk organik 5 ton/ha dan pupuk urea 100 kg/ha. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tinggi tanaman saat panen pada umur 65 hari berkisar antara 220–251 cm, diameter batang 1,2–1,4 cm, panjang malai 41,3–43 cm. Panen pertama dan kedua menghasilkan malai 1.252 kg/ha, biji 1373 kg/ha dan jerami 29920 kg/ha. Produksi jerami ini dapat mendukung kebutuhan hijauan pakan ternak sebanyak 7–8 ekor sapi selama musim tanam (65 hari). Keuntungan tunai petani selama dua kali panen sebesar Rp 1.508.050,- /ha dengan tingkat harga malai Rp 3.500,- . Kata kunci: Rumput hermada, hijauan, musim kemarau, crop livestock systems 533 Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak PENDAHULUAN MATERI DAN METODE Sorgum merupakan keluarga rumputrumputan (Graminae). Di Pulau Jawa dikenal dengan nama “canthel”, jenis yang berasal dari negeri Jepang dikenal dengan nama Japaneese Style Broomm Com, dan di Indonesia secara umum dikenal dengan nama Rumput Hermada. Budidaya rumput hermada di Gunungkidul diperkirakan telah mencapai ±100 ha yang tersebar di Kecamatan Playen, Saptosari dan Umbulrejo. Dalam satu kali tanam dapat dipanen tiga kali (ratooning) dan tumbuh baik pada saat musim kemarau sehingga baik sekali untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak dimusim kemarau dalam rangka mendukung Crop Livestock System (CLS) khususnya di lahan kering. Rumput hermada bisa hidup di lahan yang tidak membutuhkan kelimpahan air. Selain itu tanaman ini mampu tumbuh di atas areal lahan kritis yang tidak produktif. Pembudidayaan rumput hermada memberi dampak ekologis yang positif bila dilakukan di lahan kritis tidak produktif. Pertanian abad 21 tidak lagi sematamata mengandalkan hasil produksi fisik, tetapi lebih banyak menitik beratkan kepada sistem pertanian yang berwawasan lingkungan untuk menuju pertanian yang lestari berkelanjutan (ANONIMUS, 2000). Budidaya rumput hermada langsung berhubungan dengan konsep pertanian terpadu (integrated farming). Keberadaan rumput ini semacam “the Rallying Point “ terhadap sub sistem yang lainnya. Biji rumput hermada sebagai bahan makanan baik untuk manusia di bawah usia 10 tahun maupun sebagai bahan pakan ternak, ikan dan unggas, merupakan peluang baru yang menarik untuk dikembangkan. Kajian penggunaan untuk pakan ternak (kambing/domba) telah membuahkan hasil antara lain dalam percepatan peningkatan bobot hidup dan percepatan kelahiran. (SUSANTI et al., 2002). Hasil batang dan daun per hektar bisa mencapai 4–6 kali jumlah volume panenan malai dan bijinya. Selama ini hasil batang-daun dan biji yang melimpah belum ditangani secara efektif. Penelitian ini dilakukan pada musim hujan 2004 di Dusun Sawahan, Desa Bleberan, Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul pada jenis tanah Vertisol. Ketinggian antara 50–100 meter dpl, pH tanah berkisar antara 6,5–7,5 dengan curah hujan rata-rata sekitar 2.098 mm per tahun dengan rata-rata hari hujan 9 hari per bulan. Pola curah hujan bulanan memperlihatkan bahwa musim kemarau dimulai bulan Juni sampai dengan bulan Oktober. Pengkajian ini merupakan kegiatan super imposed di tiga lahan garapan petani pada lahan hutan kemasyarakatan tanaman kayu putih masing-masing seluas 600 m2, adapun pengembangan rumput hermada yang lainnya di lakukan pada lahan hutan kemasyarakatan tanaman kayu putih seluas ± 40 hektar, yang menjadi bahan pengkajian produksi rumput hermada adalah penananam rumput hermada yang di tumpangsarikan dengan tanaman kacang tanah dan ubikayu diantara tananam kayu putih. Jarak tanaman rumput hermada adalah 40 cm x 60 cm, sedangkan jarak tanaman kacang adalah 20 cm x 20 cm, jarak tanaman ubikayu 3 m x 70 cm dan jarak tanam kayu putih 5 m x 4 m dengan ketinggian pohon kayu putih 1–1,5 m. Penanaman biji rumput hermada dan kacang tanah dengan cara ditugal, 2–3 biji rumput pada setiap lubang tanam. Pemupukan untuk rumput hermada adalah 5 ton/ha pupuk organik dan 100 kg/ha urea. Jumlah pupuk urea ini kurang lebih hanya setengah dari dosis yang dianjurkan untuk hijauan yaitu sebanyak 200 kg N/ha /th. (REKSOHADIPROJO, 1985). Pupuk organik diberikan pada saat tanam sebagai penutup lubang tanam setelah biji dimasukkan kedalam lubang tanam. Sedangkan pupuk urea diberikan dua kali yaitu pada umur 15 hari setelah tanam (hst) dan 30 hst dengan cara ditugal sejauh 7 cm dari tanaman rumput. Parameter yang diamati adalah 1). Aspek agronomi yang terdiri dari tinggi tanaman, diameter batang, panjang malai 2). Aspek produksi yang terdiri dari produksi malai, biji dan jerami, 3) Aspek ekonomi (analisis finansial). 534 Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan rumput hermada Lokasi penelitian sebagaian besar merupakan wilayah formasi dataran Wonosari dengan jenis tanah didominasi oleh Vertisol. Keadaan curah hujan selama berlangsung penelitian tidak merata seperti disajikan pada Gambar 1. Pada awal pelaksaan penelitian curah hujan tidak terlalu tinggi, kondisi ini cukup baik untuk awal pertumbuhan rumput hermada, karena awal pertumbuhan rumput hermada tidak menghendaki curah hujan yang terlalu tinggi, apalagi hingga tergenang dalam waktu lama karena dapat menyebabkan terjadinya kematian (ANONIMUS, 2000). Umur tanaman hermada berkisar antara 140–155 hari, dengan tiga kali panen (MAHALDASWARA, 2003), panen pertama dilakukan pada umur 60–65 hari, panen berikutnya dilakukan dengan selang waktu antara 50–55 hari. Data tinggi tanaman, diameter batang dan panjang malai dapat dilihat pada Gambar 2. Tinggi tanaman hermada diukur dari permukaan tanah hingga kepuncak malai tertinggi, tinggi tanaman berkisar antara 220–251 cm. Tanaman hermada memiliki ketinggian sekitar 1,5–2,5 m (rumput hermada Jepang) dan 3–4 m (rumput hermada Amerika) dengan jumlah daun antara 14–18 lembar (MAHELDASWARA, 2003). Ciri lain dari pertumbuhan adalah bertambah besar diameter batangnya, diameter batang berkisar antara 1,3–1,4 cm, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan SUSANTI et al. (2002) bahwa diameter rumput hermada Jepang berkisar antara 0,5–1 cm. Panjang malai berkisar antara 39,4–43 cm, panjang malai rumput hermada Jepang di tempat lain menurut MAHELDASWARA (2003) berkisar antara 30–60 cm. Salah satu kegunaan tanaman hermada adalah malainya dapat diproses menjadi berbagai kerajinan seperti sapu, keranjang, hiasan dinding dan lain sebagainya. Untuk bahan baku sapu kualitas ekspor panjang malai harus 40 cm keatas dan tidak bercabang (kualitas A). Sedangkan malai yang memiliki panjang kurang dari 40 cm dan bercabang (kualitas B/C) digunakan untuk kerajinan yang lain. Malai kualitas A biasanya dihasilkan dari batang yang memiliki diameter 1,3 cm keatas sedangkan batang yang kecil biasanya malainya berkualitas B atau C, sehingga ada hubungan antara pertumbuhan vegetatif dengan kualitas malai yang akan dihasilkan. Ditinjau dari data pertumbuhan rumput hermada di wilayah Kabupaten Gunungkidul, maka wilayah ini berpeluang sebagai wilayah pengembangan rumput hermada. 385 400 Curah hujan (ml) 345.2 Hari hujan 350 Rata - rata 300 305.3 254.4 240.4 250 200 150 100 50 19 25 Nopember Desember 24 26 25 0 Januari Pebruari Maret Bulan Gambar 1. Grafik pola curah hujan pada musim hujan selama penelitian (ml) 535 Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak 41.3 45 40 Rata - rata 35 23.1 30 25 20 15 1.4 10 5 0 Tinggi tanaman (cm x Diameter batang (cm) 10) Panjang malai (cm) Gambar 2. Pertumbuhan rumput hermada setelah 65 hari Produksi rumput hermada Budidaya rumput hermada langsung berhubugan dengan konsep pertanian terpadu. Keberadaan rumput ini dapat memacu tumbuhnya sub sistem produksi yang lain selain dari produksi sapu, seperti pengolahan biji rumput hermada untuk bahan baku pengganti gandum atau sebagai bahan baku pakan konsentrat. Selain itu batang dan daun hermada dapat langsung digunakan sebagai hijauan makanan ternak (HMT) dengan dicacah terlebih dahulu. Dengan demikian hampir seluruh bagian tanaman hermada dapat dimanfaatkan oleh ternak mulai dari biji, batang dan daunnya. Produksi biji, malai dan jerami rumput hermada terlihat pada Tabel 1. Kemampuan produksi malai di wilayah Gunungkidul tergolong sangat rendah. Produksi malai pada panen pertama adalah 2 ton kering dan pada panen kedua 3,2 ton dengan kualitas A, B dan C. (SUSANTI et al., 2002). Sedangkan di Gunungkidul hanya mencapai 534–718 kg/ha. Hal ini disebabkan adanya jarak tanam yang lebih lebar sehingga populasi tanaman jauh lebih sedikit. Menurut SUSANTI et al. (2002) jarak tanamnya adalah 60 cm x 5 cm sedangkan pada percobaan ini adalah 40 cm x 60 cm. 536 Tabel 1. Produksi biji, malai dan jerami rumput hermada dari hasil panen pertama dan kedua Panen (kg /ha) Parameter Malai Biji Jerami 1 2 Jumlah 534 718 1.252 584 791 1.373 11.573 18.347 29.920 Hal yang sama juga terjadi pada produksi biji baik pada panen pertama maupun pada panen kedua hanya dapat mencapai 594 dan 791 kg atau 50% dari kemampuannya. Selain karena perbedaan populasi tanaman mungkin juga disebabkan oleh kurangnya perawatan terutama pada pencegahan penyakit, karena di beberapa tempat terlihat ada serangan hama kutu daun dan penyakit putih bergaris pada daun muda. Produksi jerami tidak dibahas pada beberapa literatur, namun tanaman hermada di Gunungkidul pada panen pertama dan kedua dapat memproduksi sebanyak 29.920 kg. Jerami ini oleh petani langsung diberikan pada sapi dengan dicacah terlebih dahulu. Perhitungan kasar menunjukan, apabila sapi seberat 300 kg memerlukan hijauan sebanyak 10% dari bobot hidup, maka produksi hijuan rumput hermada untuk sekali panen dapat mendukung kebutuhan hijauan Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak pakan sebanyak 7–8 ekor selama satu musim tanam (65 hari). Biji hermada mengandung pati yang terdiri atas amilosa yang memiliki rantai lurus dan amilopektin yang memiliki rantai bercabang. Hermada jenis pera memiliki tingkat amilosa hingga 21-28% (TILLMAN et al., 1983). Protein biji hermada berkisar antara 9,38–11,27, kadar terendah protein terdapat pada pusat endosperm. Kadar lemak biji hermada sekitar 4,16–5,19, sekitar 80% lemak hermada terdapat dalam bentuk asam lemak tidak jenuh, terutama asam linoleat 49,0% dan asam oleat 31,0% dan sisanya asam lemak jenuh. Perbandingan nilai nutrisi bahan pakan ternak antara batang dan daun rumput hermada dengan bahan pakan hijauan yang lain tertera pada Tabel 3. Batang dan daun rumput hermada dilihat dari kandungan zat-zat makanan yang terkandung di dalamnya lebih rendah dari pada yang terdapat dalam bahan hijauan yang lainnya. Namun demikian hijauan rumput hermada atau jerami rumput hermada dapat dijadikan salah satu sumber hijauan pakan ternak. Komposisi kimia rumput hermada Pakan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi komposisi tubuh, faktor breeding dan kelamin juga merupakan faktor penentu (TILLMAN et al., 1983). Namun pakan yang tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkualitas tinggi merupakan salah satu faktor penentu yang kuat terutama dalam percepatan pertumbuhan. Di dalam rumput hermada terdapat kandungan nutrisi di hampir seluruh bagian tanaman mulai dari biji batang dan daun. Biji hermada mengandung sekitar 28,15% amilosa, 9,72% protein dan 3,57% lemak. Hasil analisa kandungan bahan yang menyusun biji hermada terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan bahan utama dalam biji hermada Biji hermada Amerika Biji hermada Jepang Kadar air (%) 48.09 39,11 Lemak (%) 5,19 4,16 Serat kasar (%) 8,53 8,26 Protein (%) 11,27 9,38 Gula total (%) 56,50 63,37 Abu 3,35 3,79 Parameter Analisis finansial Perhitungan analisis ekonomi dilakukan dengan perhitungan sederhana berdasarkan input-output dari biaya tunai, baik yang diterima maupun yang dibelanjakan. Pendapatan tunai hanya dari penjualan malai, sedangkan produksi yang lainnya seperti biji dan jerami belum dimasukkan kedalam penerimaan, seperti terlihat pada Tabel 4. Sumber: BPPT, 1999, dalam MAHELDASWARA, 2003, SUSANTI, 2002 Tabel 3. Perbandingan kandungan bahan utama beberapa hijuan pakan dalam prosentase terhadap bahan kering (%) Parameter Batang hermada 1 Daun hermada1 Rumput gajah 2 Jerami padi 3 Jerami kacang 3 Jerami jagung 4 Pucuk tebu 2 Jerami kedelai 2 Kadar air 61,04 57,35 78,3 60,2 70,7 61,1 67,5 15,2 Lemak 0,05 1,23 2,43 0,87 - 1,73 - 1,8 Serat kasar 11,64 10,51 38,0 28,1 24,7 24,4 23,5 42,2 Protein 1,35 3,76 10,1 5,5 13,9 7,6 8,5 7,7 5,61 7,11 9,46 23,8 18,4 10,6 9,3 8,6 Abu 1 2 3 4 Sumber: ANONIMUS (2000), SUTARTI et al. (1976), REKSOHADIPRODJO (1979), SUTARDI (1979) 537 Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Tabel 4. Analisis finansial penanaman rumput hermada di Dusun Sawahan, Desa Bleberan Gunungkidul Komponen biaya Bibit Pupuk kandang Penanaman /panen I Panen II Volume Rupiah Volume 10 (kg) 6.000 - Rp 5 ton 200.000 5 ton 200.000 100 kg 115.000 100 kg 115.000 Pengolahan tanah 50 HOK 450.000 - Pembuatan lubang tanam + pupk dasar 20 HOK 180.000 - Penanaman 20 HOK 180.000 - Penyiangan 40 HOK 360.000 30 HOK Pemupukan urea 10 HOK 90.000 10 HOK 90.000 Panen malai 10 HOK 90.000 10 HOK 90.000 2.199.050 Urea Jumlah A 1.725.000 765.000 Hasil malai 514 kg 1799.000 628,3 Jumlah B 514 kg 1799.000 628,3 Keuntungan B - A Pengeluaran biaya paling tinggi terjadi pada saat penanaman pertama/panen pertama, sedangkan pada panen kedua hanya sebagian komponen biaya yang dibutuhkan seperti pembelian pupuk, biaya penyiangan dan pemanenen. Pengeluaran biaya untuk pengolahan tanah sekaligus untuk keperluan penanaman kacang tanah dan ubikayu. Uang tunai yang diperoleh petani adalah dari hasil penjualan malai. Penjualan malai yang didapat dari panen pertama dan kedua sebanyak 1142,3 kg per hektar dengan harga rata-rata Rp 3.500,00 per kg diperoleh uang tunai sebanyak Rp 3. 998.300,00. Keuntungan petani setelah dikurangi pengeluaran adalah Rp 3.998.050,00 - Rp 1.725.00,00 - Rp 765.00,00 = Rp 1.508.050,00/ha. Produksi dari rumput hermada bukan hanya dari malai namun ada pula produksi sampingannya berupa biji dan jerami, untuk sementara ini produksi biji dan jermi digunakan untuk pakan ternak milik sendiri. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rumput hermada berpotensi untuk dikembangkan di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Nilai nutrisi yang terkandung di dalam biji, batang dan daun rumput hermada 538 270.000 74.000 2.199.050 1.434.050 dapat disejajarkan dengan bahan hijauan pakan yang lainya sebagai pakan. Penjualan malai sebagai produk utama dari rumput hermada dapat memberikan keuntungan tunai hingga Rp. 1.508.050,00/ha dalam dua kali panen. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2000. Teknik Budidaya Sorghum Jepang dan Amerika. CV. Raditya Multi Jaya. MAHALDASWARA. D. 2003. Budidaya Rumput Hermada di Lahan Kering dan Kritis. Kanisius. Yogyakarta. REKSOHADIPRODJO, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropis. BPFE. Univ. Gajah Mada. Yogyakarta. REKSOHADIPRODJO, S., L. SUKAMTO, P. SUBUR dan U. Ristianto. 1979. Nilai makanan limbah pertanian untuk ruminansia. Proc. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Peneltian Peternakan. Bogor. SUTARDI. T. 1979. Ketahanan protein bahan terhadap degradasi oleh Mikrobo rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Proc. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Peneltian Peternakan. Bogor. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak SUTARTI. H, J. ANDI, R. ABDUR dan T. MANURUNG. 1976. Hasil analisa bahan makanan ternak. Lembaga Penelitian Peternakan–Laporan Khusus No 3. Bogor. TILLMAN, A.D., H. HANTADI, R. SOEDOMO, P. SOEHARTO dan L. SOEKANTO. 1983. Ilmu Makan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakulas Peternakan UGM. SUSANTI, P., P. SINGGIL dan J. RUMRAWI. 2002. Agribisnis Hermada Menjanjikan. Kharisma Promosindo. Jakarta. 539