Bab 3 SISTEM PERSAMAAN LINEAR

advertisement
Bab 3
SISTEM PERSAMAAN
LINEAR
Sejauh ini, hanya diperlakukan sistem persamaan linear yang terdiri dari
persamaan yang banyaknya sama dengan variabel, dan hanya mempunyai matriks
koefisien tak singular. Tepatnya, ini adalah sistem yang selalu mempunyai suatu
penyelesaian tunggal. Pada bab ini akan dipelajari permasalahan dalam menyelesaikan
suatu sistem linier m persamaan dalam n variabel. Kasus tidak tertutup untuk sistem
persegi panjang, m ¹ n, dengan matriks koefisien singular. Ide utama yang didasarkan
pada algoritma eliminasi Gauss untuk sistem tak singular dapat secara langsung
menyesuaikan diri dalam kasus tersebut. Secara sistematis digunakan operasi baris
elementer untuk memanipulasi matriks koefisien ke bentuk reduksi tertentu yang
berbentuk segitiga atas.
Pada bagian akhir bab ini diberikan beberapa aplikasi dari sistem linear seperti
pada sirkuit elektrik sederhana, jaringan lalu lintas, persamaan kimia, dan model ekonomi
untuk pertukaran barang.
3.1
Konsep Dasar
Suatu persamaan linear dalam n variabel, misalkan x1, x2, …, xn, adalah suatu
persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk
a1x1 + a2x2 + …+ anxn = b
dengan a1, a2, …, an, dan b adalah konstanta.
Secara geometris, misalkan x dan y berturut-turut merupakan nilai x1 dan
x2 maka persamaan linear 2x + 3y = 6 menyatakan garis yang melalui titik (3, 0)
dan (0, 2). Sejalan dengan itu, untuk x, y, z berturut-turut merupakan nilai x1, x2,
dan x3 maka persamaan linear 2x + 3y + 4z = 12 menyatakan garis yang melalui
titik (6, 0, 0), (0, 4, 0), (0, 0, 3).
Suatu sistem dari m persamaan linear dalam n variabel x1, x2, …, xn, atas suatu
field F, disebut sistem persamaan linear (SPL), adalah keluarga dari persamaanpersamaan linear berikut ini:
a11x1 + a12x2 + …+ a1nxn = b1
a21x1 + a22x2 + …+ a2nxn = b2
!
am1x1 + am2x2 + …+ amnxn =
51
b m.
© 2010 Didit B. Nugroho
52
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Sistem persamaan tersebut dapat dituliskan secara singkat dalam bentuk:
n
å aij x j = bi , untuk i = 1, 2, …, m.
j =1
Berdasarkan kesamaan dua matriks, sistem tersebut dapat dituliskan dalam bentuk
persamaan matriks tunggal, yaitu
é a11 x1 + a12 x 2 + ... + a1n x n ù é b1 ù
ê a x + a x + ... + a x ú ê b ú
22 2
2n n
ê 21 1
ú=ê 2ú
ê
ú ê ! ú
!
ê
ú ê ú
ëa m1 x1 + a m 2 x 2 + ... + a mn x n û ëbm û
dan ekuivalen dengan
é a11 a12 " a1n ù é x1 ù é b1 ù
êa
úê ú ê ú
ê 21 a 22 " a 2n ú ê x 2 ú = ê b2 ú .
ê !
!
! úê ! ú ê ! ú
ê
úê ú ê ú
ëa m1 a m 2 " a mn û ë x n û ëbm û
Relasi matriks di atas dapat dituliskan dalam bentuk yang singkat menjadi
AX = B,
dengan A adalah matriks koefisien (matrix of coefficients), X adalah matriks variabel
(matrix of variables), dan B adalah matriks konstanta (matrix of constants). Seringkali
diperlukan untuk mengeluarkan matriks variabel X dan akan menuliskan matriks
diperbesar (augmented matrix) dari sistem seperti
é a11 a12 ! a1n b1 ù
êa
a
! a 2 n b2 úú
.
[A B] = êê 21 22
"
"
"
" ú
ê
ú
ëa m1 a m 2 ! a mn bm û
Persamaan matriks dengan manfaat lain yang ekuivalen dengan SPL di atas yaitu
é a11 ù
é a12 ù
é a1n ù é b1 ù
êa ú
êa ú
êa ú êb ú
21
22
2n
2
x1 ê ú + x 2 ê ú + " + x n ê ú = ê ú .
ê ! ú
ê ! ú
ê ! ú ê!ú
ê ú
ê ú
ê ú ê ú
ë a n1 û
ëa n 2 û
ë a nn û ëbn û
CONTOH 3.1.1
Sistem
x+y+z
x–y+z
=
=
1
0
ekuivalen dengan persamaan matriks
é xù
é1 1 1ù ê ú é1ù
ê1 - 1 1ú ê y ú = ê0ú
ë
ûê z ú ë û
ë û
dan juga dengan persamaan
é1ù
é 1ù é1ù é1ù
xê ú + y ê ú + z ê ú = ê ú .
ë1û
ë- 1û ë1û ë0û
© 2010 Didit B. Nugroho
53
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
DEFINISI 3.1.1 Himpunan penyelesaian dari suatu SPL adalah himpunan semua
vektor yang memenuhi setiap persamaan. Dengan kata lain, himpunan tersebut adalah
irisan dari himpunan penyelesaian setiap persamaan.
Secara geometris, menyelesaikan suatu SPL dalam dua atau tiga variabel adalah
ekuivalen dengan menentukan apakah keluarga garis atau bidang mempunyai titik potong
ataukah tidak. Untuk SPL dalam dalam dua variabel x dan y, penyelesaian yang mungkin
dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 3.1.
Dua garis sejajar
Tidak ada titik potong
Singular
Tidak Bebas Linear
(a)
Dua garis berpotongan
Satu titik potong
Tak singular
Bebas Linear
(b)
Dua garis berhimpit
Tak berhingga titik potong
Singular
Tidak Bebas Linear
(c)
Gambar 3.1: Irisan garis
Gambar bagian (a) di atas mempunyai arti bahwa sistem tidak mempunyai penyelesaian,
sedangkan untuk gambar bagian (b) sistem mempunyai tepat satu penyelesaian yaitu pada
perpotongannya, dan gambar bagian (c) sistem mempunyai tak berhingga banyak
penyelesaian.
Untuk ruang dimensi 3, suatu persamaan linear tunggal ax + by + cz = d
mendefinisikan suatu bidang P. Penyelesaian untuk sistem tiga persamaan linear dalam
tiga variabel adalah irisan dari tiga bidang, yaitu P1 Ç P2 Ç P3. Seperti pada sistem dalam
dua variabel, tiga bidang beririsan dalam suatu titik tunggal terjadi jika hanya jika matriks
koefisien adalah tak singular. Kasus penyelesaian tak berhingga banyak terjadi ketika tiga
bidang beririsan pada suatu garis. Di sisi lain, bidang-bidang yang beririsan pada garisgaris sejajar, tidak mempunyai titik potong yang sama, dan ini merupakan kasus dari
suatu sistem yang tidak mempunyai penyelesaian. Lebih jauh lagi, tidak ada
kemungkinan lain yang terjadi, secara jelas tidak dapat dipunyai tiga bidang yang
mempunyai secara tepat dua titik dalam irisannya. Kemungkinan penyelesaian dalam
bentuk geometris diilustrasikan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2: Irisan bidang
DEFINISI 3.1.2 Diambil suatu baris tak nol dari suatu matriks. Masukan tak nol
pertama dari baris tersebut dinamakan poros (pivot) untuk baris tersebut.
© 2010 Didit B. Nugroho
54
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
DEFINISI 3.1.3 Pada matriks yang diperbesar dari sistem linear AX = B yang
mempunyai bentuk eselon baris (tereduksi), variabel-variabel yang berkorespondensi
dengan kolom-kolom yang memuat poros disebut variabel-variabel utama (basic
variables), sedangkan variabel-variabel yang berkorespondensi dengan kolom-kolom
yang tidak memuat poros disebut variabel-variabel bebas (free variables).
Secara umum, jika matriks koefisien m´n dari suatu sistem m persamaan linear
dalam n variabel mempunyai peringkat r, maka terdapat m – r baris nol dalam bentuk
eselon baris, dan m – r persamaan tersebut harus mempunyai nol pada ruas kanan agar
sistem mempunyai suatu penyelesaian. Lebih lanjut, terdapat sejumlah r variabel utama
dan n – r variabel bebas dan juga penyelesaian umum yang tergantung pada n – r
parameter.
Meringkas pembahasan di atas, diketahui bahwa terdapat tiga kemungkinan
untuk penyelesaian suatu sistem linear.
TEOREMA 3.1.1 Suatu sistem AX = B dari m persamaan linear dalam n variabel
mempunyai, salah satu dari: (i) tepat satu penyelesaian tunggal, (ii) tidak ada
penyelesaian, (iii) penyelesaian tak berhingga banyak.
Dalam Aljabar Linear, kita tidak hanya tertarik untuk menemukan satu
penyelesaian dari sistem persamaan linear.
DEFINISI 3.1.4 (Konsistensi) Sistem persamaan linear dikatakan konsisten
(consistent) jika mempunyai paling sedikit satu penyelesaian, dan dikatakan tidak
konsisten (inconsistent) jika tidak mempunyai penyelesaian.
CONTOH 3.1.1
Selesaikan persamaan
2x + 3y = 6.
Penyelesaian. Persamaan 2x + 3y = 6 ekuivalen dengan
x = 3 - 32 y
dengan y adalah sebarang. Jadi terdapat penyelesaian tak berhingga banyaknya.
CONTOH 3.1.2
Selesaikan sistem
x+y+z
= 1
x–y+z
= 0.
Penyelesaian. Jika persamaan pertama dikurangi persamaan kedua maka akan
diperoleh 2y = 1 atau y = 1 . Akibatnya diperoleh
2
x = y – z = 12 – z
dengan z adalah sebarang. Jadi terdapat penyelesaian tak berhingga banyaknya.
CONTOH 3.1.3
Tentukan suatu polinomial berbentuk
y = a 0 + a 1x + a 2x 2 + a 3x 3
yang melalui titik-titik (–3, –2), (–1, 2), (1, 5), dan (2, 1).
Penyelesaian. Dengan mensubstitusikan nilai x dan y dari setiap titik ke bentuk
polinomial, akan diperoleh empat persamaan sebagai berikut:
a0 – 3a1 + 9a2 – 27a3 = –2
a0 – a1 + a2 – a3 = 2
© 2010 Didit B. Nugroho
55
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
a0 + a1 + a2 + a3 =
a0 + 2a1 + 4a2 + 8a3 =
Sistem tersebut mempunyai penyelesaian tunggal yaitu
5
1.
a0 = 93 , a1 = 221 , a2 = - 23 , a3 = - 41 .
120
120
20
20
Jadi polinomial yang diminta adalah
y=
93
20
221 x - 23 x 2 - 41 x 3 .
+ 120
20
120
Perlu dicatat bahwa suatu sistem linear atas field tak hingga tidak pernah
mempunyai penyelesaian yang banyaknya berhingga selain 0 atau 1. Jadi, suatu sistem
linear yang mempunyai lebih dari satu penyelesaian secara otomatis mempunyai tak
berhingga banyak penyelesaian. Hasil ini tidak diaplikasikan untuk sistem tak linear
seperti suatu persamaan kuadratik real ax2 + bx + c = 0 yang dapat mempunyai sebanyak
2, 1, atau 0 penyelesaian real.
3.2
Eksistensi Penyelesaian
Sekarang akan dijawab pertanyaan yang ditentukan ketika suatu sistem
persamaan linear adalah konsisten.
LEMMA 3.2.1
Diberikan A Î Mm´n(F) dalam bentuk eselon baris, dan diambil
X Î Mn´1(F) sebagai matriks variabel. Sistem homogen AX = 0m´1, selanjutnya cukup
ditulis AX = 0, dari m persamaan dengan n variabel mempunyai (i) suatu penyelesaian
tunggal jika m = n, (ii) penyelesaian tak hingga banyak jika m < n.
Bukti. Jika m = n, maka A adalah suatu matriks segitiga persegi dengan elemen-elemen
diagonalnya tidak sama dengan 0. Karena itu
AX = 0 Þ X = A–10 = 0
yang berarti hanya terdapat penyelesaian tunggal X = 0 atau x1 = x2 = … = xm = 0, yang
disebut penyelesaian trivial.
Jika m < n, maka terdapat n – m variabel bebas. Dengan mengambil nilai
variabel-variabel tersebut adalah elemen-elemen di field, diperoleh penyelesaian ganda.
Jadi jika field mempunyai elemen tak berhingga banyak, diperoleh penyelesaian tak
berhingga banyak, dan jika field mempunyai k elemen, diperoleh sebanyak kn–m
penyelesaian. Diperhatikan bahwa dalam kasus ini dipunyai penyelesaian trivial, dan juga
penyelesaian lain yang disebut penyelesaian tak trivial.n
Yang perlu dicatat dari lemma di atas yaitu bahwa sistem persamaan linear
homogen selalu konsisten karena pasti mempunyai suatu penyelesaian trivial.
Dipunyai bahwa jika A adalah matriks persegi tak singular maka A ekuivalen
baris dengan suatu matriks eselon baris yang tidak memuat suatu baris nol. Tetapi jika A
adalah singular maka A ekuivalen baris dengan suatu matriks eselon baris yang memuat
suatu baris nol. Selanjutnya berdasarkan Lemma 3.2.1 diperoleh akibat di bawah ini.
AKIBAT 3.2.1
Diberikan A Î Mn(F) dan sistem homogen AX = 0.
(1) Jika A tidak singular, maka sistem hanya mempunyai penyelesaian trivial.
(2) Jika A adalah singular, maka sistem mempunyai penyelesaian tak trivial.
CONTOH 3.2.1
Sistem homogen berikut hanya mempunyai penyelesaian trivial.
x–y = 0
x + y = 0.
© 2010 Didit B. Nugroho
56
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
CONTOH 3.2.2
Sistem homogen
x–y+z
= 0
x+y+z
= 0
mempunyai penyelesaian trivial x = y = z = 0. Selain itu juga mempunyai penyelesaian
lengkap x = –z dan y = 0 untuk sebarang z. Secara khusus, diambil z = 1 maka suatu
penyelesaian tak trivialnya yaitu x = –1, y = 0, dan z = 1.
CONTOH 3.2.3
Diberikan sistem AX = 0 dengan
é1 2 3ù
A = êê1 0 1úú .
êë3 4 7úû
Matriks A adalah singular dan mempunyai bentuk eselon baris tereduksi
é1 0 1ù
ê0 1 1 ú .
ê
ú
êë0 0 0úû
Jadi sistem mempunyai suatu penyelesaian tak trivial yaitu x = –1, y = –1, z = –1.
TEOREMA 3.2.1 (Teorema Kronecker-Capelli)
Diambil A Î Mm´n(F), Y Î
Mm´1(F) sebagai matriks konstanta dan X Î Mn´1(F) sebagai matriks variabel. Sistem
persamaan AX = Y adalah konsisten jika hanya jika
rk(A) = rk([A|Y]).
Bukti. Diambil kolom-kolom dari [A|Y] yang dinotasikan dengan Ki, 1 £ i £ n. Diamati
bahwa [A|Y] Î Mm´(n+1)(F) dan kolom ke (n + 1) dari [A|Y] adalah
é x1a11 + x 2 a12 + ... + x n a1n ù
ê x a + x a + ... + x a ú n
1 21
2 22
n 2n
ú=
K n+1 = AX = ê
xi K i .
ê
ú å
!
i =1
ê
ú
ë x1a n1 + x2 a n 2 + ... + x n a nn û
n
Dengan membentuk K n+1 - å x j K j ® K n+1 pada [A|Y] = [A|AX], diperoleh [A|0]. Jadi
j =1
rk([A|Y]) = rk([A|0]) = rk(A).
Sekarang diandaikan bahwa r = rk(A) = rk([A|Y]). Ini berarti bahwa
menjumlahkan suatu kolom tambahan ke A tidak merubah peringkat, dan karena itu,
dengan serangkaian operasi kolom diperoleh [A|Y] ekuivalen dengan [A|0]. Diperhatikan
bahwa tidak ada operasi tersebut yang merupakan suatu permutasi dari kolom-kolom,
karena n kolom pertama dari [A|Y] dan [A|0] adalah sama. Ini berarti bahwa Y dapat
diperoleh dari kolom-kolom Ki, 1 £ i £ n, dari A. Selanjutnya
n
Y = å xi K i .
i =1
Jadi penyelesaiannya adalah
é x1 ù
êx ú
2
X = ê ú .n
ê!ú
ê ú
ë xn û
© 2010 Didit B. Nugroho
57
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Secara ringkas, berikut ini disajikan skema ketunggalan dan eksistensi penyelesaian
untuk suatu sistem linear.
AX = Y
Sistem konsisten jika
rk(A) = rk([A|Y])
Penyelesaian adalah tunggal
jika
rk(A) = banyak variabel
Sistem tidak konsisten jika
rk(A) < rk([A|Y])
Penyelesaian adalah
tak berhingga banyak jika
rk(A) < banyak variabel
Gambar 3.3: Skema ketunggalan dan eksistensi penyelesaian SPL
CONTOH 3.2.4
Tunjukkan apakah sistem AX = Y berikut ini adalah konsisten.
é 25 5 1ù é x1 ù é106,8 ù
ê 64 8 1ú ê x ú = ê177,2 ú .
ê
úê 2 ú ê
ú
êë144 12 1úû êë x3 úû êë279,2úû
Penyelesaian. Dibentuk matriks yang diperbesar dari sistem, yaitu
é 25 5 1 106,8 ù
[A Y ] = êê 64 8 1 177,2 úú .
êë144 12 1 279,2úû
Pada Contoh 2.2.1 diperoleh bahwa det(A) = –48 ¹ 0, karena itu rk([A|Y]) = 3 dan juga
rk(A) = 3. Karena rk(A) = rk([A|Y]) maka sistem tersebut adalah konsisten.
Diberikan dua sistem persamaan linear homogen dalam n variabel yang
mempunyai matriks koefisien A dan B. Jika setiap baris dari B adalah kombinasi linear
dari baris-baris A (yaitu jumlahan dari kelipatan baris-baris A) dan setiap baris A adalah
kombinasi linear dari baris-baris B, maka ini mudah dibuktikan bahwa dua sistem
mempunyai penyelesaian yang sama. Sebaliknya adalah benar tetapi tidak mudah untuk
dibuktikan. Sejalan dengan itu jika A dan B mempunyai bentuk eselon baris tereduksi
yang sama, maka kedua sistem mempunyai penyelesaian yang sama dan sebaliknya juga
benar.
Hal tersebut juga sejalan dalam kasus dua sistem yang tidak homogen, dengan
syarat bahwa dalam pernyataan yang sebaliknya diperlukan kondisi tambahan bahwa
kedua sistem adalah konsisten.
Lebih lanjut, untuk sistem linear konsisten yang berhubungan dengan dua atau
lebih persamaan diperlukan sekali suatu metode yang sistematis agar dapat ditemukan
semua penyelesaiannya. Penyelesaian sistem linear homogen maupun tak homogen yang
konsisten dapat dicari dengan bermacam-macam cara. Berikut ini akan dibahas cara
menyelesaikan sistem linear dengan menggunakan invers, aturan Cramer, eliminasi
Gauss-Jordan, dan dekomposisi LU.
© 2010 Didit B. Nugroho
58
3.3
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Menyelesaikan SPL Menggunakan Invers
Suatu sistem persamaan linier AX = Y dapat diselesaikan dengan menggunakan
invers matriks dan aturan Cramer jika A merupakan matriks persegi tak singular.
TEOREMA 3.3.1 Jika A adalah tak singular, maka sistem AX = Y mempunyai
penyelesaian tunggal X = A -1Y .
Bukti. Diandaikan bahwa A -1 ada.
1. (Ketunggalan) Diandaikan bahwa AX = Y, maka
(A A)X = A
-1
-1
Y
I n X = A -1Y
Û
2. (Eksistensi) Diambil X = A -1Y , maka
(
) (
Û
X = A -1Y .
)
AX = A A -1Y = AA -1 Y = I nY .n
CONTOH 3.3.1
Selesaikan sistem di bawah ini dengan menggunakan invers.
x+y+z = 6
2x + 3y + 4z = 20
4x + 2y + 3z = 17.
Penyelesaian. Dicari invers dari matriks koefisien sebagai berikut:
é1 1 1 1 0 0ù bb2 --42bb1 é 1
1 1
1 0 0ù b + 2b
3
1
ê
ú
ê
ú 3 1
[A|I3] = ê2 3 4 0 1 0ú
0
1
2
2
1
0
ê
ú
ê4 2 3 0 0 1ú
ê0 - 2 - 1 - 4 0 1ú
ë
û
ë
û
é1 1 1
1 0 0ù 1 b3 é1 1 1
1 0 0ù bb2--b2b3
ú 1 3
ê
ú 3 ê
0
1
2
2
1
0
0
1
2
2
1
0
ê
ú
ê
ú
8
2
1
ê
ê0 0 3 - 8 2 1ú
0 0 1 - 3 3 3ú
ë
û
ë
û
11 - 2 - 1 ù
1 -1
1ù
é1 1 0
é1 0 0
3
3
3 b1 -b2
3
3
3
ê
ú
ê
10 - 1 - 2
10 - 1 - 2 ú = [I |A–1].
0
1
0
3
ê0 1 0
ú
ê
3
3
3
3
3
3ú
2
1ú
2
1ú
ê0 0 1 - 8
ê0 0 1 - 8
3
3
3û
3
3
3û
ë
ë
Diperoleh
1ù 6
é x ù é 13 - 13
é1 ù
3 é ù
ê y ú = ê 10 - 1 - 2 ú ê20ú = ê2ú .
3
3 úê ú
ê ú ê 3
ê ú
2
1 ú ê17 ú
êë z úû ê- 83
êë3úû
3
3 ûë û
ë
®
®
®
®
®
3.4
Aturan Cramer
TEOREMA 3.4.1 (Aturan Cramer untuk 2 persamaan dalam 2 variabel)
Sistem
ax + by = e
cx + dy = f
mempunyai penyelesaian tunggal jika D = ad – bc ¹ 0, yaitu
Dy
Dx
x=
dan y =
,
D
D
e b
a e
dengan Dx =
dan Dy =
.
f d
c f
© 2010 Didit B. Nugroho
59
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
éa b ù
ú dan diandaikan D ¹ 0, maka
ëc d û
é d - bù
A -1 = D-1 ê
ú.
ë- c a û
Bukti. Diambil A = ê
Berdasarkan Teorema 3.3.1 diperoleh bahwa sistem mempunyai penyelesaian tunggal
é xù
1 é d - bù é e ù 1 é de - bf ù 1 é D x ù é D x D ù
-1 é e ù
=
=
A
ê f ú D ê- c a ú ê f ú = D ê- ce + af ú = D êD ú = êD D ú .
ê yú
ë û
ë
ûë û
ë û
ë
û
ë yû ë y û
D
D
Karena itu x = 1 dan y = 2 .n
D
D
AKIBAT 3.4.1
Sistem homogen
ax + by = 0
cx + dy = 0
hanya mempunyai penyelesaian trivial jika D = ad – bc ¹ 0.
CONTOH 3.4.1
Sistem
7x + 8y = 100
2x – 9y = 10
Dy
Dx
mempunyai penyelesaian tunggal x =
dan y =
dengan
D
D
100
8
7 100
D = 7(–9) – 2.8 = –79, Dx =
= –980, Dy =
= –130.
10 - 9
2 10
Jadi x =
980
130
dan y =
.
79
79
Secara umum, untuk sistem AX = Y dalam n persamaan dan n variabel x1, x2, …,
xn, dinotasikan D xi (i = 1,2, …n) adalah determinan untuk matriks yang diperoleh dari A
dengan mengganti kolom ke-i, yang berkorespondensi dengan variabel xi, dengan kolom
konstanta. Penyelesaian dari sistem adalah tunggal yang dirumuskan oleh
Dx
xi = i , untuk i = 1, 2, …, n,
D
dengan D adalah determinan dari matriks A.
CONTOH 3.4.2 Akan diselesaikan sistem pada Contoh 3.3.1 dengan
menggunakan aturan Cramer. Pertama kali dihitung dulu determinan dari A yaitu det(A) =
D = 3. Selanjutnya dari rumus Cramer di atas, diperoleh
6 1 1
1 6 1
1 1 6
D x = 20 3 4 = 3 , D y = 2 20 4 = 6 , dan D z = 2 3 20 = 9 .
17 2 3
4 17 3
Karena itu penyelesaian untuk sistem yaitu
6
3
9
x = = 1, y = = 2 , z = = 3 .
3
3
3
4 2 17
© 2010 Didit B. Nugroho
60
3.5
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Reduksi Baris
Jika matriks yang diperbesar dari SPL dibawa ke bentuk eselon baris (tereduksi)
dengan serangkaian operasi baris elementer, maka penyelesaian dari sistem dapat
diperoleh dari pengamatan.
CONTOH 3.5.1 Diberikan matriks yang diperbesar dari sistem dan sudah dibawa
ke bentuk eselon baris tereduksi yaitu
5ù
é1 0 0
ê0 1 0 - 2 ú .
ê
ú
êë0 0 1
1úû
Jika variabel-variabel sistem adalah x1, x2, dan x3 untuk kolom 1, 2, dan 3 secara
berurutan, maka penyelesaian untuk sistem di atas yaitu x1 = 5, x2 = –2, dan x3 = 1.
CONTOH 3.5.2 Diberikan matriks yang diperbesar dari sistem mempunyai
bentuk eselon baris tereduksi yaitu
é 1 0 0 4 - 1ù
ê0 1 0 2 6 ú .
ê
ú
êë0 0 1 3 2úû
Dimisalkan variabel-variabel sistem adalah x1, x2, x3, dan x4 untuk kolom 1, 2, 3 dan 4
secara berurutan. Sistem persamaan yang berkorespondensi yaitu
x1 + 4x4 = –1
x2 + 2x4 = 6
x3 + 3x4 = 2.
Karena kolom 1, 2, dan 3 memuat poros berarti variabel x1, x2, dan x3 sebagai variabel
utamanya, sedangkan x4 sebagai variabel bebasnya.
Selanjutnya dengan menyelesaikan sistem untuk variabel utama diperoleh
x1 = –1 – 4x4
x2 = 6 – 2x4
x3 = 2 – 3x4.
Diambil nilai tertentu untuk x4, misalkan k, diperoleh penyelesaian sistem yaitu
x1 = –1 – 4k, x2 = 6 – 2k, dan x3 = 2 – 3k.
CONTOH 3.5.3
baris tereduksi yaitu
Diberikan matriks yang diperbesar dari sistem berbentuk eselon
é1 0 0 0ù
ê0 1 2 0 ú .
ê
ú
êë0 0 0 1úû
Karena sistem memuat persamaan dengan bentuk 0x1 + 0x2 + 0x3 = 1 yang tidak pernah
mempunyai penyelesaian, maka sistem tersebut tidak konsisten.
Secara umum, SPL dengan m persamaan dalam n variabel dapat diselesaikan
dengan eliminasi Gauss (Jordan). Prosedur untuk menghasilkan bentuk eselon baris
dinamakan eliminasi Gauss, sedangkan prosedur untuk menghasilkan bentuk eselon
baris tereduksi dinamakan eliminasi Gauss-Jordan.
© 2010 Didit B. Nugroho
61
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
MULAI
Masukkan A, m, n
i = 1, j = 1
Apakah unsur-unsur dalam kolom
ke-j pada dan di bawah baris ke-i
semuanya nol ?
j=j+1
Ya
Tidak
Diambil apj sebagai unsur
pertama tak nol dalam kolom j
pada atau di bawah baris ke-i
Apakah p = i ?
Apakah j = n ?
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ditukarkan baris ke-p
dengan baris ke-i
Baris ke-i dibagi oleh aij
Baris ke-q dikurangi
aqj kali baris ke-i,
untuk q = 1, …, m (q ¹ i)
Dibentuk ci = j
i=i+1
j=j+1
Tidak
Apakah i = m ?
Ya
Cetak A,
c1, …, ci
Tidak
Apakah j = n ?
Ya
BERHENTI
Gambar 3.4: Algoritma Gauss-Jordan
© 2010 Didit B. Nugroho
62
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Berikut ini diberikan langkah-langkah eliminasi Gauss.
Langkah 1: Tentukan kolom tak nol paling kiri.
Langkah 2: Jika unsur yang paling atas/ puncak dari kolom yang ditentukan
dalam langkah pertama sama dengan nol, maka tukarkan baris atas dengan baris
lain sehingga unsur puncak dari kolom tersebut adalah tidak nol.
Langkah 3: Jika unsur yang sekarang berada di puncak dari kolom yang
ditentukan dalam langkah pertama tidak sama dengan nol, katakan a ¹ 0, maka
baris pertama dikalikan dengan 1a agar diperoleh 1 utama.
Langkah 4: Tambahkan kelipatan yang tepat dari baris teratas ke baris-baris di
bawahnya sehingga semua unsur di bawah 1 utama sama dengan nol.
Langkah 5: Tutup baris paling atas dari matriks tersebut dan lakukan mulai
langkah pertama lagi untuk matriks bagian yang tersisa.
CONTOH 3.5.4
Diberikan matriks
é0 0 - 2 0 7 12 ù
ê2 4 - 10 6 12 28ú .
ê
ú
êë2 4 - 5 6 - 15 - 1úû
Matriks tersebut dapat dibawa ke bentuk eselon baris dengan langkah :
1. Kolom tak nol paling kiri yaitu
0
2
2
2. Karena unsur puncak kolom tersebut adalah 0 maka baris pertama ditukar dengan
baris kedua menjadi
é2 4 - 10 6 12 28ù
ê0 0 - 2 0 7 12 ú .
ê
ú
êë2 4 - 5 6 - 15 - 1úû
3. Karena unsur puncak dari kolom pertama sama dengan 2, maka baris pertama dibagi
dua sehingga menjadi
é1 2 - 5 3 6 14 ù
ê0 0 - 2 0 7 12 ú
ê
ú
êë2 4 - 5 6 - 15 - 1úû
4. Unsur di bawah 1 utama pada kolom pertama dibuat sama dengan nol dengan cara
baris ketiga dikurangi dua kali baris pertama, sehingga menjadi
14 ù
é1 2 - 5 3 6
ê0 0 - 2 0 7
12 úú
ê
êë0 0 5 0 - 17 - 29úû
5. Dilakukan lagi seperti langkah pertama dan seterusnya dengan menutup baris
pertama:
14 ù - 1 b2 é1 2 - 5 3 6
14 ù b -5b
é1 2 - 5 3 6
2
ê0 0 - 2 0 7
ú
ê
ú 3 2
7
12
0
0
1
0
6
®
2
ê
ú
ê
ú
êë0 0 5 0 - 17 - 29úû
êë0 0 5 0 - 17 - 29úû
®
© 2010 Didit B. Nugroho
63
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
é1 2 - 5 3 6 14 ù 2b é1 2 - 5 3 6
ê
ú 3 ê
7
7
ê 0 0 1 0 - 2 - 6 ú ® ê0 0 1 0 - 2
ê0 0 0 0 1
êë0 0 0 0 1
1 úû
2
ë
Matriks yang terakhir sudah berbentuk eselon baris.
14 ù
- 6úú .
2 úû
Selanjutnya untuk mendapatkan bentuk eselon baris tereduksi (eliminasi GaussJordan) dari bentuk eselon baris, ditambahkan langkah berikut.
Langkah 6: Dimulai dari baris tak nol terakhir dan dikerjakan ke atas,
ditambahkan kelipatan yang sesuai dari baris tak nol tersebut ke baris di atasnya
untuk mendapatkan nilai nol di atas 1 utama.
CONTOH 3.5.5 Berikut ini dilanjutkan proses dari matriks eselon baris pada
Contoh 3.5.4 untuk memperoleh bentuk eselon baris tereduksi:
é1 2 - 5 3 6 14 ù b2 + 7 b3 é1 2 - 5 3 6 14ù b1 -6b3
2
ê0 0 1 0 - 7 - 6 ú
ê0 0 1 0 0 1 ú
®
2
ê
ú
ê
ú
êë0 0 0 0 1
êë0 0 0 0 1 2 úû
2 úû
é1 2 - 5 3 0 2ù b +5b é1 2 0 3 0 7 ù
ê0 0 1 0 0 1 ú 1 2 ê0 0 1 0 0 1 ú .
ê
ú
ê
ú
êë0 0 0 0 1 2úû
êë0 0 0 0 1 2úû
Matriks yang terakhir sudah berbentuk eselon barisan tereduksi.
®
®
CONTOH 3.5.6
Selesaikanlah sistem berikut dengan eliminasi Gauss-Jordan
x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 = 0
2x1 + 6x2 – 5x3 – 2x4 + 4x5 – 3x6 = –1
5x3 + 10x4 + 15x6 = 5
2x1 + 6x2 + 8x4 + 4x5 + 18x6 = 6.
Penyelesaian. Matriks yang diperbesar dari sistem tersebut adalah
0 2
0
0ù
é1 3 - 2
ê2 6 - 5 - 2 4 - 3 - 1ú
ê
ú.
ê0 0
5 10 0 15 5ú
ê
ú
0
8 4 18 6û
ë2 6
Selanjutnya dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan, bentuk matriks yang
diperbesar tersebut dibawa ke bentuk eselon baris tereduksi sebagai berikut:
0 2
0
0 ù b - 2b é 1 3 - 2
0 2
0
0ù
é1 3 - 2
ê2 6 - 5 - 2 4 - 3 - 1ú b24 -2b11 ê0 0 - 1 - 2 0 - 3 - 1ú - b2
ê
ú
ê
ú
ê0 0
ê0 0
5 10 0 15 5ú
5 10 0 15 5ú
ê
ú
ê
ú
0
8 4 18 6û
4
8 0 18 6û
ë2 6
ë0 0
é 1 3 - 2 0 2 0 0ù b -5b é 1 3 - 2 0 2 0 0ù
3
2
ê0 0
1 2 0 3 1úú b4 -4b2 êê0 0
1 2 0 3 1úú b3 « b4
ê
ê0 0
ê0 0
5 10 0 15 5ú
0 0 0 0 0ú
ê
ú
ê
ú
4 8 0 18 6û
0 0 0 6 2û
ë0 0
ë0 0
®
®
®
®
© 2010 Didit B. Nugroho
64
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
é 1 3 - 2 0 2 0 0ù
é 1 3 - 2 0 2 0 0ù
1b
ê0 0
ú
3 ê
6
1 2 0 3 1ú
1 2 0 3 1úú b2 -3b2
ê
ê0 0
ê0 0
0 0 0 6 2 ú ® ê0 0
0 0 0 1 13 ú ®
ê
ú
ê
ú
0 0 0 0 0û
0 0 0 0 0û
ë0 0
ë0 0
é 1 3 - 2 0 2 0 0ù
é 1 3 0 4 2 0 0ù
ê0 0
ú
ú
b1 + 2b2 ê
1 2 0 0 0ú
ê0 0 1 2 0 0 0 ú
ê
ê0 0
0 0 0 1 13 ú ® ê0 0 0 0 0 1 13 ú
ê
ú
ê
ú
0 0 0 0 0û
ë0 0 0 0 0 0 0 û
ë0 0
Matriks yang terakhir sudah berbentuk eselon baris tereduksi. Diperoleh sistem
persamaan yang berkorespondensi yaitu
x1 + 3x2 + 4x4 + 2x5 = 0
x3 + 2x4 = 0
x6 = 13 .
dan diselesaikan dalam variabel utama, diperoleh
x1 = –3x2 – 4x4 – 2x5
x3 = –2x4
x6 = 13 .
Selanjutnya dengan mengambil nilai sebarang x2 = r, x4 = s dan x5 = t maka diperoleh
penyelesaian untuk sistem dengan rumus
x1 = –3r – 4s – 2t, x3 = –2s, dan x6 = 13 .
Seringkali lebih disukai untuk menyelesaikan SPL dengan eliminasi Gauss.
Apabila eliminasi ini dikerjakan maka untuk menentukan penyelesaian akhir dari sistem
persamaan linear yang berkorespondensi digunakan teknik yang dinamakan substitusi
balik (back-substitution) yaitu
1. Diselesaikan persamaan untuk variabel utama.
2. Dimulai dari persamaan paling bawah dan dikerjakan ke atas secara berurutan
disubstitusikan setiap persamaan ke persamaan di atasnya.
3. Diambil sebarang nilai untuk variabel bebas, jika ada.
CONTOH 3.5.7
Pada Contoh 3.5.6 diperoleh matriks eselon baris yaitu
é 1 3 - 2 0 2 0 0ù
ê0 0
1 2 0 3 1úú
ê
.
ê0 0
0 0 0 1 13 ú
ê
ú
0 0 0 0 0û
ë0 0
Sistem persamaan yang berkorespondensi yaitu
x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 = 0
x3 + 2x4 + 3x6 = 1
x6 = 13 .
Sistem diselesaikan dengan subsitusi balik sebagai berikut.
Pertama kali dinyatakan dulu persamaan di atas dalam variabel utama yaitu
(1)
x1 = –3x2 + 2x3 – 2x5
(2)
x3 = –2x4 – 3x6
(3)
x6 = 13
© 2010 Didit B. Nugroho
65
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Dengan mensubstitusikan nilai x6 dari persamaan (3) ke persamaan (2), diperoleh
x3 = –2x4 – 3( 13 ) = –2x4 – 1.
Kemudian nilai x3 disubstitusikan ke persamaan (1), diperoleh
x1 = –3x2 + 2(–2x4 – 1) – 2x5 = –3x2 – 4x4 – 2x5 – 2.
Jika diambil sebarang nilai x2 = a, x4 = b dan x5 = c maka diperoleh penyelesaian akhir
untuk sistem yaitu
x1 = –3a – 4b – 2c – 2, x3 = –2b – 1, dan x6 = 13 .
DEFINISI 3.5.1 Dalam eliminasi Gauss (Jordan), kelipatan (bilangan) dari suatu
baris dikurangkan dari baris lainnya untuk memperoleh masukan nol disebut pengali
(multiplier). Sebagai contoh, suatu operasi b3 – 2b1 memberikan suatu pengali m31 = 2.
3.6
Penyelesaian Sistematis dari SPL
Diberikan suatu sistem m persamaan linear dalam n variabel x1, x2, …, xn yang
mempunyai matriks yang diperbesar M dan ekuivalen baris dengan matriks N yang
mempunyai bentuk eselon baris tereduksi melalui eliminasi Gauss-Jordan. Berdasarkan
hal tersebut maka M dan N berukuran m´(n+1). Diandaikan bahwa N mempunyai r baris
tak nol dan bahwa 1 utama pada baris i terdapat pada kolom ci, untuk 1 £ i £ r, maka
1 £ c1 < c2 < …< cr £ n + 1.
Diandaikan juga bahwa kolom sisanya adalah kolom cr+1, …, cn+1 dengan
1 £ cr+1 < cr+2 < …< cn £ n + 1.
Kasus 1: cr = n + 1. Sistem adalah tidak konsisten. Untuk baris tak nol terakhir
dari N yaitu (0, 0, …, 1) dengan persamaan yang berkorepondensi adalah
0x1 + 0x2 + … + 0xn = 1
tidak mempunyai penyelesaian. Akibatnya SPL tidak mempunyai penyelesaian.
Kasus 2: cr £ n. Sistem persamaan yang berkorespondensi dengan baris tak nol
dari B adalah konsisten. Perlu dicatat bahwa r £ n.
Jika r = n, maka c1 = 1, c2 = 2, …, cn = n dan
é1 0 ! 0 d1 ù
ê0 1 ! 0 d ú
2ú
ê
ê"
" ú
ê
ú
N = ê0 0 ! 1 d n ú .
ê0 0 ! 0 0 ú
ê
ú
" ú
ê"
ê0 0 ! 0 0 ú
ë
û
Dalam hal ini terdapat penyelesaian tunggal yaitu x1 = d1, x2 = d2, …, xn = dn.
Jika r < n, maka akan terdapat lebih dari satu penyelesaian. Untuk semua
penyelesaian yang diperoleh dengan mengambil variabel xc1 , …, x cr sebagai variabel
tak bebas dan menggunakan r persamaan yang berkorespondensi dengan baris tak nol di
N untuk menyatakan variabel tersebut dalam suku-suku dari variabel bebas sisanya yaitu
xcr +1 , …, xcn , maka dapat diambil nilai sebarang:
xc1 = b1,n+1 - b1,cr +1 xcr +1 - ! - b1,cn xcn
!
xcr = br ,n+1 - br ,cr +1 xcr +1 - ! - br ,cn xcn .
© 2010 Didit B. Nugroho
66
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Secara khusus, dengan mengambil xc = ... = xc = xc = 0 , atau secara berurutan
r +1
n -1
n
diambil 1, akan dihasilkan minimal dua penyelesaian untuk sistem.
CONTOH 3.6.1
Selesaikanlah sistem
x+y = 0
x–y = 1
4x + 2y = 1.
Penyelesaian. Matriks yang diperbesar dari sistem dan matriks reduksi barisnya,
secara berturut-turut, yaitu
1ù
é1 0
1 0ù
é1
2
ê
ú
N = ê0 1 - 12 ú .
M = êê 1 - 1 1úú ,
ê0 0
êë4
0úû
2 1úû
ë
Dari situ diperoleh penyelesaian tunggal x = 12 dan y = - 12 .
(Dalam hal ini n = 2, r = 2, c1 = 1, c2 = 2; cr = c2 = 2 < 3 = n + 1; r = n.)
CONTOH 3.6.2
Selesaikanlah sistem
2x1 + 2x2 – 2x3 = 5
7x1 + 7x2 + x3 = 10
5x1 + 5x2 – 3x3 = 5.
Penyelesaian. Matriks yang diperbesar dari sistem dan
secara berturut-turut, yaitu
é2 2 - 2 5ù
é1 1 0
ê
ú
M = ê7 7
1 10ú , N = êê0 0 1
êë 5 5 - 1 5úû
êë0 0 0
matriks reduksi barisnya,
0ù
0úú .
1úû
Dari situ diperoleh bahwa ternyata SPL tidak konsisten.
(Dalam hal ini n = 3, r = 3, c1 = 1, c2 = 3 dan juga cr = c3 = 4 = n + 1.)
CONTOH 3.6.3
Selesaikanlah sistem
x1 – x2 + x3 = 1
x1 + x2 – x3 = 2.
Penyelesaian. Matriks yang diperbesar dari sistem dan matriks reduksi barisnya,
secara berturut-turut, yaitu
é 1 0 0 32 ù
1 1ù
é1 - 1
,
.
M =ê
N =ê
1ú
1 - 1 2úû
ë1
êë0 1 - 1 2 úû
Diperoleh penyelesaian lengkap yaitu x1 = 23 , x2 = 12 + x3 dengan x3 adalah sebarang.
(Dalam hal ini n = 3, r = 2, c1 = 1, c2 = 2; cr = c2 = 2 < 4 = n + 1; r < n.)
CONTOH 3.6.4
Selesaikanlah sistem
6x3 + 2x4 – 4x5 – 8x6
3x3 + x4 – 2x5 – 4x6
2x1 – 3x2 + x3 + 4x4 – 7x5 + x6
6x1 – 9x2 + 11x4 – 19x5 + 3x6
Penyelesaian. Matriks yang diperbesar dari
secara berturut-turut, yaitu
© 2010 Didit B. Nugroho
= 8
= 4
= 2
= 1.
sistem dan matriks reduksi barisnya,
67
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
é 1 - 32 0 11
0 6 2 - 4 - 8 8ù
é0
- 19
0
6
6
ê
ê0
ú
1
2
0 3 1 - 2 - 4 4ú
0
0 1 3 -3 0
, N =ê
M =ê
ê0
ê2 - 3 1 4 - 7
1 2ú
0 0 0
0 1
ê
ê
ú
3 1û
0 0 0
0 0
ë6 - 9 0 11 - 19
ëê0
Penyelesaian lengkap SPL, dengan x2, x4, x5 adalah sebarang, yaitu
1 + 3 x - 11 x + 19 x ,
x1 = 24
2 2
6 4
6 5
x3 =
x6 =
5
3
1
4
1 ù
24
5ú
3ú.
1ú
4ú
0ûú
- 13 x 4 + 23 x5 ,
.
(Dalam hal ini n = 6, r = 3, c1 = 1, c2 = 3, c3 = 6; cr = c3 = 6 < 7 = n + 1; r < n.)
CONTOH 3.6.5 Tentukanlah bilangan rasional t agar sistem berikut ini konsisten
dan selanjutnya selesaikan sistem untuk nilai t tersebut.
x+y = 2
x–y = 0
3x – y = t.
Penyelesaian. Matriks yang diperbesar dari sistem dan matriks reduksi barisnya,
secara berturut-turut, yaitu
2 ù
é 1 1 2ù
é1 1
ê
ú
ê
M = ê 1 - 1 0ú ,
N = ê0 1
1 úú .
êë3 - 1 t úû
êë0 0 t - 2úû
Karena itu, jika t – 2 ¹ 0 atau t ¹ 2 maka sistem adalah tidak konsisten. Jika t = 2 maka
sistem adalah konsisten dan
é 1 0 1ù
é 1 1 2ù
ê
ú
ê
ú
N = ê0 1 1ú ® 0 1 1 ,
ê
ú
êë0 0 0úû
êë0 0 0úû
sehingga diperoleh penyelesaian untuk sistem yaitu x = 1 dan y = 1.
CONTOH 3.6.6 Tentukanlah bilangan rasional a dan b dari sistem di bawah ini agar
(i) tidak mempunyai penyelesaian, (ii) penyelesaiannya tunggal, (iii) penyelesaiannya tak
berhingga banyak.
x – 2y + 3z = 4
2x – 3y + az = 5
3x – 4y + 5z = b.
Penyelesaian. Dilakukan reduksi baris pada matriks yang diperbesar dari sistem:
3
4ù b - 2b é 1 - 2
3
4ù
é1 - 2 3 4ù bb2 --32bb1 é 1 - 2
3
2
ú
ê
ê 2 - 3 a 5 ú 3 1 ê0
1 a-6
- 3ú
1 a-6
- 3úú
ê
ú
ê
ê0
êë0
êë0
êë3 - 4 5 b úû
2
- 4 b - 12úû
0 8 - 2a b - 6úû
®
®
Kasus 1. Jika 8 – 2a ¹ 0 atau a ¹ 4 maka matriks dapat direduksi ke bentuk
é1 0 0
uù
ê
ú
vú
ê0 1 0
ê0 0 1 b - 6 ú
- 2 a +8 û
ë
dan diperoleh penyelesaian tunggal yaitu x = u, y = v, dan z =
b -6
- 2 a +8
.
© 2010 Didit B. Nugroho
68
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Kasus 2. Jika a = 4, maka diperoleh matriks
3
4ù
é1 - 2
ê0
1 -2
- 3úú .
ê
êë0
0
0 b - 6úû
Jika b – 6 ¹ 0 atau b ¹ 6 maka sistem tidak mempunyai penyelesaian. Sebaliknya
jika b = 6 maka diperoleh penyelesaian lengkap yaitu x = z – 2 dan y = 2z –3 untuk
sebarang z.
Berikut ini adalah prinsip yang umum untuk sistem AX = Y.
Suatu sistem linear adalah tidak konsisten jika bentuk eselon baris A memuat suatu
baris nol dan ruas kanan dari persamaan yang berkorespondensi tidak sama dengan
nol. Jika bentuk eselon baris dari matriks A tidak memuat suatu baris nol, maka
sistem selalu konsisten, dengan mengabaikan ruas kanan.
Jika setiap kolom pada bentuk eselon baris dari matriks koefisien memuat 1 utama
dari suatu baris, maka sistem linear tidak akan pernah mempunyai lebih dari satu
penyelesaian.
Di sisi lain, jika suatu kolom tidak memuat 1 utama untuk suatu baris, maka
variabelnya dapat berupa himpunan sebarang dan akibatnya jika terdapat suatu
penyelesaian, maka penyelesaian tersebut tak berhingga banyaknya.
Cara lain menyatakan prinsip kedua yaitu apakah suatu sistem linear dapat
mempunyai lebih dari satu penyelesaian atau tidak, tergantung pada apakah bentuk eselon
baris dari matriks koefisien mempunyai kolom yang lebih banyak daripada baris tak nol.
(Catat bahwa bentuk eselon baris tidak mungkin mempunyai kolom yang lebih sedikit
dari baris tak nol. (Kenapa?))
Secara khusus, jika matriks koefisien asli mempunyai kolom lebih banyak dari
baris, maka sistem tidak hanya mempunyai satu penyelesaian. Aplikasinya adalah Lemma
3.2.1 yang sudah dibicarakan lebih dulu.
3.7
Dekomposisi-LU
Sekarang diandaikan bahwa diperlukan untuk menyelesaikan AX = Y secara
berulang, untuk suatu matriks A berukuran n´n tetapi untuk ruas kanan Y berganda.
Dalam hal ini dapat dimanfaatkan faktorisasi (hasil kali matriks elementer). Asumsinya
yaitu bahwa A dapat direduksi ke bentuk eselon baris tanpa menukarkan baris. Alasan
untuk asumsi tersebut yaitu bahwa pengembangannya lebih sederhana.
Jadi dipunyai matriks elementer E1, E2, …, Ek, yang menyatakan jumlahan suatu
kelipatan sembarang baris i ke sembarang baris j, dengan i > j, sehingga EkEk–1 …E1A =
U, suatu matriks ekuivalen baris dalam bentuk eselon baris. Karena E i-1 ada untuk setiap
1 ≤ i ≤ k, maka A = E1-1 E 2-1 ...E k-1U . Berdasarkan aksi dari setiap matriks, dapat dilihat
bahwa setiap matriks tersebut adalah segitiga bawah, dan karena itu E i-1 juga segitiga
bawah. Pada kenyataannya, matriks Ei dan E i-1 adalah segitiga bawah satuan (unit lower
© 2010 Didit B. Nugroho
=
n´n
n´n
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
n´n
69
triangular), yang berarti bahwa semua masukan diagonal utamanya adalah 1. Diketahui
bahwa hasil kali matriks-matriks segitiga bawah satuan adalah segitiga bawah satuan,
sehingga diketahui juga bahwa E1-1 E 2-1 ...E k-1 adalah segitiga bawah satuan. Diambil L
yang menotasikan hasil kali tersebut, dipunyai A = LU, hasil kali dari suatu matriks
segitiga bawah dengan matriks segitiga atas. Faktorisasi dari A tersebut dikenal sebagai
dekomposisi LU (LU-decomposition) dari A.
Gambar 3.5: Dekomposisi LU dari matriks n´n
Selanjutnya, menyelesaikan AX = Y adalah ekuivalen dengan menyelesaikan LUX
= Y. Kenapa ini penting? Dapat diselesaikan LUX = Y dengan menyelesaikan serangkaian
sistem segitiga. Pertama kali diselesaikan LZ = Y menggunakan substitusi maju, atau
seringkali disebut eliminasi maju. Diselesaikan sistem persamaan yang berkorespondensi
dengan proses awal Y menggunakan operasi baris elementer yang sama dengan yang
digunakan untuk mereduksi A ke bentuk eselon baris. Sekarang diselesaikan UX = Z
dengan substitusi balik untuk memperoleh penyelesaian vektor X.
Sudah dilihat bahwa U adalah bentuk eselon baris dari A yang dihasilkan oleh
eliminasi Gauss, tetapi bagaimana menghitung L dalam prakteknya? Diketahui bahwa L
adalah segitiga bawah satuan, jadi masukan diagonal dan superdiagonal diketahui. Mulai
dari kiri ke kanan, dicatat informasi yang dibangun selama eliminasi, mulai kolom 1.
a
Untuk setiap i = 2, …, n, diambil mi1 = i1 . Selanjutnya baris i, 2 ≤ i ≤ n, dikurangi
a11
( )
dengan mi1 kali baris 1 untuk menghapus masukan (i,1). Dinotasikan A ( 2) = aij( 2)
sebagai matriks yang diperoleh dengan menghapus semua masukan kolom 1 di bawah
poros. (Ingat, bahwa asumsinya adalah tidak ada penukaran baris). Selanjutnya untuk
setiap i = 3, …, n, diambil mi 2 =
ai(22)
, dan baris i dikurangi dengan mi2 kali baris 2. Ini
( 2)
a 22
akan menghapus semua masukan kolom 2 di bawah poros. Dilanjutkan cara tersebut, dan
diakhiri sampai dengan
éa11 a12 ! ! a1n ù
ê 0 a ( 2) ! ! a ( 2) ú
22
2n ú
,
U =ê
ê "
"
" "
" ú
ê
(n) ú
! ! 0 a nn
ë 0
û
untuk memperoleh
0
0 !
!
0ù
é 1
êm
1
0 !
!
0úú
ê 21
!
0ú .
L = ê m31 m32 1 0
ê
ú
#
# #
"
0ú
ê #
ê mn1 mn 2 ! ! mn,n -1 1ú
ë
û
© 2010 Didit B. Nugroho
70
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
CONTOH 3.7.1
Tentukan dekomposisi LU dari matriks
é1 1 1 ù
A = êê2 3 4úú .
êë4 2 3úû
Penyelesaian. Pertama kali, faktorisasi dari matriks A dimisalkan oleh
0 0ù éu11 u12 u13 ù
é1 1 1 ù é 1
ê
ú
ê
A = ê2 3 4ú = êm21 1 0úú êê 0 u 22 u 23 úú = LU .
êë4 2 3úû êëm31 m32 1úû êë 0
0 u33 úû
Dicari matriks U dengan menerapkan eliminasi Gauss pada matriks A:
1 ù b -( -2b ) é1 1 1 ù
é1 1 1 ù bb2 --42bb1, é1 1
3
1
3
2
ê
ú
ê
A = ê 2 3 4 ú ® ê0 1
2 úú ® êê0 1 2úú = U .
êë4 2 3úû
êë0 - 2 - 1úû
êë0 0 3úû
Selanjutnya diperhatikan langkah-langkah eliminasi Gauss di atas untuk
menentukan unsur-unsur m21, m31, dan m32 pada matriks L, yaitu :
(i)
unsur m21 berkorespondensi dengan a21 = 2 yang pengali pembuat nolnya adalah 2
(b2 ® b2 – 2b1), karena itu m21 = 2,
(ii) unsur m31 berkorespondensi dengan a31 = 4 yang pengali pembuat nolnya adalah 4
(b3 ® b3 – 4b1), karena itu m31 = 4, dan
(iii) unsur m32 berkorespondensi dengan –2 yang pengali pembuat nolnya adalah –2 (b3
® b3 – (–2b2)), karena itu m32 = –2.
Jadi, dekomposisi LU untuk matriks A yaitu
0 0ù é1 1 1ù
é1 1 1ù é 1
ê 2 3 4ú = ê 2
1 0úú êê0 1 2úú .
ê
ú ê
êë4 2 3úû êë4 - 2 1úû êë0 0 3úû
Secara ringkas, langkah-langkah untuk mendapatkan penyelesaian dari SPL
dengan menggunakan metode dekomposisi LU adalah sebagai berikut :
1. Dibentuk sistem AX = Y.
2. Ditentukan A = LU.
3. Diselesaikan persamaan LZ = Y dengan Z = [z1 z2 … zn]T.
4. Diselesaikan persamaan UX = Z.
CONTOH 3.7.2
Selesaikan SPL berikut dengan metode dekomposisi LU
x1 + x2 + x3 = 6
2x1 + 3x2 + 4x3 = 20
4x1 + 2x2 + 3x3 = 17
Penyelesaian.
Langkah 1. Dibentuk sistem AX = Y sebagai berikut
é1 1 1ù é x1 ù é 6 ù
ê2 3 4ú ê x ú = ê20ú .
ê
úê 2 ú ê ú
êë4 2 3úû êë x3 úû êë17 úû
Langkah 2. Ditentukan A = LU (ini sudah diperoleh di Contoh 3.7.1).
Langkah 3.
Dimisalkan Z = [z1 z2 z3]T dan dibentuk persamaan LZ = Y yaitu
© 2010 Didit B. Nugroho
71
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
0 0ù é z1 ù é 6 ù
z1
é1
é
ù é6ù
ê2
ú
ê
ú
ê
ú
ê
1 0ú ê z 2 ú = ê20ú ® ê 2 z1 + z 2 úú = êê20úú .
ê
êë4 - 2 1úû êë z 3 úû êë17 úû
êë4 z1 - 2 z 2 + z 3 úû êë17 úû
Diperoleh z1 = 6, z2 = 20 – 2.6 = 8, dan z3 = 17 – 4.6 + 2.8 = 9.
Langkah 4. Dibentuk persamaan UX = Z dan diselesaikan sebagai berikut
é1 1 1ù é x1 ù é6ù
é x1 + x2 + x3 ù é6ù
ê0 1 2ú ê x ú = ê8ú ® ê x + 2 x ú = ê8ú .
3 ú
ê
úê 2 ú ê ú
ê 2
ê ú
êë0 0 3úû êë x3 úû êë9úû
êë
úû êë9úû
3 x3
Dari persamaan yang terakhir diperoleh penyelesaian sistem yaitu
x3 = 3, x2 = 8 – 2.3 = 2, dan x1 = 6 – 2 – 3 = 1.
3.8
Aplikasi Sistem Persamaan Linear
3.8.1 Sirkuit elektrik (electric circuits)
Satu aplikasi penting aljabar linear untuk elektronika adalah menganalisa sirkuit
elektrik. Sasarannya yaitu menghitung arus yang mengalir dalam setiap cabang sirkuit
atau menghitung tegangan di setiap titik sirkuit. Terdapat dua analisa, yaitu analisa
simpul (loop analysis) untuk menemukan arus secara langsung, dan analisa titik (nodal
analysis) untuk menemukan tegangan secara langsung.
Dalam aplikasi ini diperlukan konsep-konsep dari elektronika:
1.
Istilah dan simbol sirkuit elektrik:
•
Simbol
untuk sumber tegangan (yang menyebabkan arus elektrik
mengalir dalam sirkuit).
•
Simbol
untuk resistor (alat penghambat aliran arus elektrik).
•
Simbol
untuk kabel (diasumsikan tidak mempunyai hambatan).
2.
Titik utama dan cabang:
•
Simbol
untuk suatu titik utama (principal node), yaitu suatu titik
dengan 3 atau lebih kabel bertemu.
•
Cabang: suatu lintasan (path) dalam sirkuit yang mempunyai suatu titik pada
setiap ujung dan memuat minimal satu sumber tegangan atau resistor tetapi
titik memuat titik lainnya.
3.
Hukum Arus Kirchoff: jumlah arus yang mengalir ke suatu titik sama dengan
jumlah arus yang mengalir keluar dari titik.
4.
Persamaan Hukum Ohm: V = IR, dengan V adalah beda tegangan antara dua ujung
resistor yang diukur dalam volt, I adalah arus yang melalui resistor diukur dalam
ampere, dan R adalah resistansi resistor diukur dalam ohm.
5.
Hukum Tegangan Kirchoff: di sekitar suatu lintasan tertutup (closed path) dalam
suatu sirkuit elektrik, jumlah kenaikan tegangan melalui sumber tegangan sama
dengan jumlah penurunan tegangan yang melalui resistor.
Analisa arus simpul sirkuit elektrik
Dalam metode ini, dibentuk dan diselesaikan suatu sistem persamaan dalam
variabel-variabel arus simpul. Arus dalam berbagai cabang sirkuit mudah ditentukan dari
arus simpul.
Langkah-langkah dalam metode arus simpul:
1.
Dihitung banyaknya arus simpul yang diperlukan, katakan m.
© 2010 Didit B. Nugroho
72
2.
3.
4.
5.
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Dipilih m arus simpul yang saling bebas, namakan I1, I2, …, Im, dan dituliskan pada
diagram sirkuit
Diaplikasikan Hukum Tegangan Kirchoff untuk setiap simpul. Hasilnya adalah
sistem m persamaan linear dalam m variabel arus simpul berbentuk:
ì R11I1 + R12 I 2 + ... + R1m I m = V1
ï R I + R I + ... + R I = V
ï 21 1
22 2
2m m
2
í
!
ï
ïî Rm1 I1 + Rm 2 I 2 + ... + Rmm I m = Vm
dengan R11, R12, …, Rmm dan V1, V2, …, Vm adalah konstanta.
Selesaikan sistem persamaan untuk m arus simpul I1, I2, …, Im menggunakan
metode yang sudah dipelajari.
Susun kembali arus-arus cabang dari arus simpul.
CONTOH 3.8.1
di bawah ini.
Tentukan arus yang mengalir dalam setiap cabang sirkuit elektrik
Penyelesaian.
Langkah 1.
Ditentukan banyaknya arus simpul yang diperlukan, yaitu 3.
Langkah 2.
Dipilih arus simpul seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Langkah 3.
Langkah 4.
Dinyatakan Hukum Tegangan Kirchoff untuk setiap simpul. Hasilnya
adalah sistem persamaan berikut:
ì1I1 + 25( I1 - I 2 ) + 50( I1 - I 3 ) = 10
ï
í25( I 2 - I1 ) + 30I 2 + 1( I 2 - I 3 ) = 0 .
ï50( I - I ) + 1( I - I ) + 55I = 0
3
1
3
2
3
î
Setelah disederhanakan menjadi:
ì76I1 - 25I 2 - 50I 3 = 10
ï
í- 25I1 + 56I 2 - 1I 3 = 0 .
ï- 50I - 1I + 106 I = 0
1
2
2
î
Diselesaikan sistem persamaan menggunakan metode yang sudah
dipelajari untuk memperoleh arus (semua diukur dalam ampere):
I1 = 0,245; I2 = 0,111 dan I3 = 0,117.
© 2010 Didit B. Nugroho
0,245
0,245
0,006
0,134 0,117
0,128 0,111
73
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Langkah 5.
Disusun kembali arus cabang dari arus simpul yang memberikan hasil
seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.
CONTOH 3.8.2
bawah ini.
Tentukan arus yang mengalir dalam setiap cabang sirkuit di
Penyelesaian.
Langkah 1.
Banyaknya arus simpul yang diperlukan adalah 3.
Langkah 2.
Dipilih arus simpul seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Langkah 3.
Dinyatakan Hukum Tegangan Kirchoff untuk setiap simpul. Hasilnya
adalah sistem persamaan berikut:
ì10I1 + 20( I1 + I 2 ) + 30I1 = 1000 - 1000
ï
í15I 2 + 20( I 2 + I1 ) + 40I 2 + 5( I 2 + I 3 ) = 2000 - 1000
ï25I + 35I + 5( I + I ) = 2000 - 2000
3
3
2
î 3
Sistem disederhanakan menjadi:
ì60I1 + 20I 2 + 0 I 3 = 0
ï
í20I1 + 80I 2 + 5I 3 = 1000
ï0 I + 5I + 65I = 0
2
3
î 1
© 2010 Didit B. Nugroho
74
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Langkah 4.
Langkah 5.
Diselesaikan sistem persamaan menggunakan metode yang sudah
dipelajari untuk memperoleh arus (semua diukur dalam ampere):
I1 = –4,57; I2 = 13,7 dan I3 = –1,05
Disusun kembali arus cabang dari arus simpul yang memberikan hasil
seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Analisa tegangan titik dari sirkuit elektrik
Dalam metode ini dibentuk dan diselesaikan suatu sistem persamaan dengan
variabelnya adalah tegangan pada titik utama sirkuit.
Langkah-langkah dalam metode analisis titik:
1.
Dihitung banyaknya titik utama dalam sirkuit, misalkan n.
2.
Ditetapkan titik N1, N2, …, Nn dan dinyatakan pada diagram sirkuit. Tegangan pada
titik tersebut berturut-turut dinamakan V1, V2, …, Vn.
3.
Dipilih satu titik untuk menjadi titik acuan dan disyaratkan tegangannya 0.
4.
Untuk setiap titik kecuali titik acuan, dinyatakan Hukum Arus Kirchoff dalam
bentuk jumlahan aljabar dari arus yang mengalir keluar dari suatu titik sama dengan
nol.
Diperhatikan gambar-gambar di bawah ini.
(a)
(b)
(c)
(d)
Sebagai contoh, untuk titik N pada gambar (a) di atas akan dihasilkan
persamaan:
Ia + Ib + Ic = 0.
Arus dalam setiap cabang dinyatakan dalam suku-suku tegangan titik pada
setiap akhir cabang menggunakan hukum Ohm (I = V/R). Sebagai contoh, untuk
gambar (b) arus yang mengalir ke bawah dari titik N1 tergantung pada beda
tegangan V1 – V3 dan hambatan dalam cabang.
Dalam kasus gambar (c), beda tegangan yang melewati hambatan adalah
V1 – V2 kurang dari tegangan yang melewati sumber tegangan. Jadi arus yang
mengalir ke bawah adalah seperti yang ditunjukkan.
Dalam kasus gambar (d), beda tegangan yang melewati hambatan harus
100 volt lebih besar dari pada V1 – V2. Jadi arus yang mengalir adalah seperti
ditunjukkan.
© 2010 Didit B. Nugroho
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
5.
75
Hasil, setelah disederhanakan, adalah suatu sistem m persamaan linear
dalam m variabel tegangan titik (dengan m = n – 1):
ìG11V1 + G12V2 + ... + G1mVm = I 1
ïG V + G V + ... + G V = I
ï 21 1
22 2
2m m
2
í
ï!
ïîG m1V1 + G m 2V2 + ... + G mmVm = I m
dengan G11, G12, …, Gmm dan I1, I2, …, Im adalah konstanta.
Diselesaikan sistem persamaan untuk m titik tegangan V1, V2, …, Vn.
CONTOH 3.8.3 Gunakan analisa titik untuk menemukan tegangan dari setiap
titik pada sirkuit di bawah ini.
Penyelesaian.
Langkah 1.
Dicatat bahwa ”pasangan titik” pada bagian bawah sebenarnya adalah 1
titik. Jadi banyaknya titik utama sirkuit adalah 3.
Langkah 2.
Ditetapkan titik utama pada diagram sirkuit.
Langkah 3.
Langkah 4.
Langkah 5.
Dipilih titik N2 sebagai titik acuan dan disyaratkan tegangannya nol.
Diaplikasikan Hukum Arus Kirchoff untuk setiap titik.
Dimisalkan V1 adalah tegangan pada titik N1, dan V3 adalah tegangan
pada titik N3, serta diingat bahwa V2 = 0. Diperoleh sistem persamaan:
ì V1 V1 - 100 V1 - V3
+
=0
ï 30 +
5
10
.
íV - V V V
ï 3 1 + 3 + 3 =0
10 20
î 10
Persamaan pertama dihasilkan dari Hukum Arus Kirchoff yang
diaplikasikan pada titik N1 dan persamaan kedua dihasilkan dari Hukum
Arus Kirchoff pada titik N3. Dikumpulkan suku-suku tersebut menjadi:
ìæ 1 1 1 ö
æ1ö
ïïç 30 + 5 + 10 ÷V1 - ç 10 ÷V3 = 20
è
ø
è ø
.
í
1
1
1
1
æ
ö
æ
ö
ï- ç ÷V1 + ç + + ÷V3 = 0
ïî è 10 ø
è 10 10 20 ø
Diselesaikan sistem untuk memperoleh: V1 = 68,2 volt dan V3 = 27,3 volt.
© 2010 Didit B. Nugroho
76
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
CONTOH 3.8.4 Gunakan analisa titik untuk menemukan tegangan dari setiap
titik pada sirkuit di bawah ini.
Penyelesaian.
Langkah 1.
Ditentukan banyaknya titik utama yaitu 4.
Langkah 2.
Ditetapkan titik utama pada diagram sirkuit.
Langkah 3.
Langkah 4.
Langkah 5.
Dipilih titik N2 sebagai titik acuan dan disyaratkan tegangannya nol.
Diaplikasikan Hukum Arus Kirchoff untuk setiap titik. Dimisalkan V1
tegangan pada titik N1, V3 tegangan pada titik N3, V4 tegangan pada titik
N4, dan diingat bahwa V2 = 0. Hasilnya adalah sistem persamaan berikut:
ìV1 V1 - 200 V1 - V3 + 250
=0
ï15 + 90 +
30
ïV - V - 250 V - V
V - V4 + 120
ï 3 1
4
+ 3
+ 3
=0 .
í
30
20
100
ï
ïV4 - V3 + V4 + V4 - V3 - 120 + V4 + 300 = 0
ïî 20
20
100
60
Persamaan pertama, kedua, dan ketiga dihasilkan dari Hukum Arus
Kirchoff yang diaplikasikan berturut-turut pada titik N1, N3, dan N4.
Suku-suku persamaan tersebut dikumpulkan menjadi:
ìæ 1
1
1 ö
1
200 250
ïç 15 + 90 + 30 ÷V1 - 30 V3 = 90 - 30
ø
ïè
1
1
1
1 ö
1 ö
250 120
ï
æ
æ 1
.
+
÷V3 - ç +
÷V4 =
í- V1 + ç +
30 100
è 30 20 100 ø
è 20 100 ø
ï 30
1 ö
1
1
1 ö
120 300
æ 1
ï æ 1
ï- ç 20 + 100 ÷V3 + ç 20 + 20 + 100 + 60 ÷V4 = 100 - 60
ø
è
ø
î è
Diperoleh: V1 = –35.88 volt, V3 = 63.74 volt, dan V4 = 0.19 volt.
© 2010 Didit B. Nugroho
77
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
CONTOH 3.8.5 Gunakan analisa titik untuk menemukan tegangan setiap titik
pada sirkuit di bawah ini.
Penyelesaian.
Langkah 1.
Ditentukan banyaknya titik utama yaitu 4.
Langkah 2.
Ditetapkan titik utama pada diagram sirkuit.
Langkah 3.
Langkah 4.
Langkah 5.
Dipilih titik N4 sebagai titik acuan dan disyaratkan tegangannya nol.
Diaplikasikan Hukum Arus Kirchoff untuk setiap titik. Dimisalkan V1
tegangan pada titik N1, V2 tegangan pada titik N2, V3 tegangan pada titik
N3, dan diingat bahwa V4 = 0. Hasilnya adalah sistem persamaan berikut:
ìV1 - V2 - 1000 V1 - V2 - 1000 V1 - V3
+
+
=0
ï
20
40
15
ïïV - V + 1000 V - V + 1000 V
2
1
1
.
+ 2
+ 2 =0
í
20
40
40
ï
ïV3 - V1 + V3 - 2000 + V3 - 2000 = 0
ïî 15
5
60
Persamaan pertama, kedua, dan ketiga dihasilkan dari Hukum Arus
Kirchoff yang diaplikasikan berturut-turut pada titik 1, 2, dan 3.
Dikumpulkan suku-suku tersebut menjadi:
ìæ 1
1
1ö
1 ö
1
1000 1000
æ 1
ïç 20 + 40 + 15 ÷V1 - ç 20 + 40 ÷V2 - 15 V3 = 20 + 40
ø
è
ø
ïè
1 ö
1
1 ö
1000 1000
ï æ 1
æ 1
.
+ ÷V2 = í- ç + ÷V1 + ç +
20
40
20
40
40
20
40
è
ø
è
ø
ï
2000 2000
æ1 1 1 ö
ï 1
ï- 15 V1 + ç 15 + 5 + 60 ÷V3 = 5 + 60
è
ø
î
Diselesaikan sistem di atas untuk memperoleh:
V1 = 1731 volt, V2 = 548 volt, dan V3 = 1937 volt.
© 2010 Didit B. Nugroho
400
800
x
A
78
v
600
B
y
C
600
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
u
z
w
t
1600
3.8.2
Jaringan lalu lintas (traffic network)
F
D
E
Jaringan di bawah ini menggambarkan arus lalu lintas yang melalui suatu
400 dinyatakan oleh rata-rata arus ke dalam dan ke
kompleks
jalan tertentu. (Banyaknya arus
400
luar jaringan pada saat puncak kesibukan lalu lintas)
Dengan Hukum Arus Kirchoff, dihasilkan sistem sebagai berikut:
800 = x + v
(A)
u + x = y + 400 (B)
y = z + 600 (C)
1600 + z = t + 400 (D)
t = u+w
(E)
u + w = 1000
(F).
Matriks yang diperbesar dari sistem adalah
800 ù
é1 0 0 0 1 0 0
ê1 -1 0 1 0 0 0
400 úú
ê
ê0
1 -1 0 0 0 0
600 ú
ê
ú.
1 0 0 0 - 1 - 1200ú
ê0 0
ê0 0 0 1 0 1 - 1
0ú
ê
ú
1000ûú
ëê0 0 0 0 1 1 0
yang ekuivalen baris dengan
1 0 0
800 ù
é1 0 0 0
ê0 1 0 - 1 1 0 0
400 úú
ê
ê0 0 1 - 1 1 0 0 - 200 ú
ê
ú.
1 - 1 0 - 1 - 1000ú
ê0 0 0
ê0 0 0 0
1 1 0
1000ú
ê
ú
0ûú
ëê0 0 0 0 0 0 0
Lebih lanjut penyelesaiannya yaitu
x = w – 200
y = t – 600
z = t – 1200
u = t –w
v = 1000 – w.
Sebagai contoh, jika w = 300 dan t = 1300 (kendaraan per jam), maka
x = 100, y = 700, z = 100, u = 1000, dan v = 700.
© 2010 Didit B. Nugroho
79
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Sekarang diandaikan bahwa jalan dari A ke B dan dari B ke C harus ditutup
(misalnya untuk perbaikan), berarti x = 0 dan y = 0. Bagaimana kemungkinan lalu
lintasnya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, ditetapkan x = y = 0 dalam penyelesaian di atas,
diperoleh w = 200, t = 600, z = –600, u = 400, dan v = 800. Tentu saja, nilai negatif untuk
z adalah tidak normal. Dihindari arus negatif, sehingga harus dibalik arah jalan yang
menghubungkan C dan D, dan diubah menjadi z = 600.
3.8.3 Persamaan-persamaan kimia
Aplikasi sistem linear untuk kimia adalah keseimbangan suatu persamaan kimia.
Alasan pemikiran ini adalah hukum kekekalan massa yang dinyatakan sebagai berikut:
”Massa tidak diciptakan atau dimusnahkan dalam reaksi kimia yang manapun.
Oleh karena itu penyeimbangan persamaan memerlukan jumlah atom yang sama
pada kedua sisi dari suatu reaksi kimia. Massa dari semua komponen reaktan
(unsur yang memasuki suatu reaksi) harus sama dengan massa dari produk
(unsur yang dihasilkan oleh reaksi).”
Sebagai contoh, diberikan persamaan kimia sebagai berikut
C2H6 + O2 ® CO2 + H2O.
Menyeimbangkan reaksi kimia tersebut sama artinya dengan mencari nilai x, y, z, dan t
sehingga banyaknya atom dari setiap unsur adalah sama pada kedua sisi persamaan:
xC2H6 + yO2 ® zCO2 + tH2O.
Diperoleh sistem persamaan linear:
2x = z
6x = 2t
2y = 2z + t.
Penyelesaian umum dari sistem di atas adalah
y
=
7x
2
z = 2x
t = 3x.
Dipilih x = 2 dan diperoleh y = 7, z = 4, t = 6. Persamaan yang seimbang adalah:
2C2H6 + 7O2 ® 4CO2 + 6H2O.
3.8.4 Model ekonomi untuk pertukaran barang
Dalam rangka memahami dan mampu menggerakkan ekonomi suatu negara atau
suatu daerah, orang harus sampai pada suatu model tertentu berdasarkan berbagai sektor
ekonomi. Model Leontief adalah suatu usaha dalam arah ini. Didasarkan pada asumsi
bahwa setiap industri dalam ekonomi mempunyai dua jenis permintaan: permintaan
eksternal (dari luar sistem) dan permintaan internal (permintaan pada satu industri oleh
yang lainnya tetapi dalam sistem yang sama), model Leontief menggambarkan ekonomi
sebagai sistem persamaan linier. Model Leontief ditemukan oleh Profesor Wassily
Leontief yang mengembangkan suatu model ekonomi yang menyangkut ekonomi
Amerika Serikat dengan membaginya ke dalam 500 sektor ekonomi. (Pada tanggal 18
Oktober 1973, Profesor Leontief mendapatkan penghargaan Nobel dalam ekonomi.)
© 2010 Didit B. Nugroho
80
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Model Leontief Tertutup
Dipertimbangkan suatu ekonomi yang terdiri dari n industri (sektor) yang saling
tergantung S1, S2, …, Sn. Ini berarti bahwa setiap industri memakai beberapa barang yang
diproduksi oleh industri lain, termasuk dari dirinya sendiri. Suatu ekonomi dikatakan
tertutup jika terpenuhi dari kebutuhannya sendiri, berarti tidak ada barang yang keluar
atau masuk sistem. Diambil mij adalah banyaknya unit yang diproduksi oleh industri Si
dan dipakai untuk memproduksi satu unit dari industri Sj. Jika pj adalah tingkat produksi
dari industri Sj, maka mijpj menyatakan banyaknya unit yang diproduksi oleh industri Si
dan dipakai oleh industri Sj. Jadi jumlah total unit yang diproduksi oleh industri Si adalah
p1mi1 + p2mi2 + … + pnmin.
Untuk menyeimbangkan ekonomi, total produksi dari setiap industri harus sama dengan
total pemakaian. Diperoleh sistem linear:
m11p1 + m12p2 + … + m1npn
= p1
m21p1 + m22p2 + … + m2npn
= p2
mn1p1 + mn2p2 + … + mnnpn
!
=
p n.
Jika diambil
é m11 m12 ! m1n ù
êm
m 22 ! m 2 n úú
A = ê 21
ê "
"
"
" ú
ê
ú
ë m n1 m n 2 ! m nn û
maka sistem dapat dituliskan sebagai AP = P, dengan
é p1 ù
êp ú
P = ê 2ú,
ê ! ú
ê ú
ë pn û
dan A disebut matriks masukan-keluaran (input-output matrix).
Selanjutnya dilihat vektor kolom P yang memenuhi AP = P dan unsur-unsurnya
tak negatif.
CONTOH 3.8.6 Diandaikan bahwa ekonomi suatu daerah tertentu tergantung
pada tiga industri: pelayanan, elektrisitas, dan produksi minyak. Berdasarkan pengawasan
operasi terhadap tiga industri tersebut atas periode satu tahun diperoleh pengamatan
sebagai berikut:
1.
Untuk memproduksi 1 unit pelayanan, industri pelayanan harus memakai 0,3 unit
dari produknya sendiri, 0,3 unit elektrisitas dan 0,3 unit minyak untuk menjalankan
operasinya.
2.
Untuk memproduksi 1 unit elektrisitas, pabrik pembangkit daya harus membeli 0,4
unit pelayanan, 0,1 unit dari produksinya sendiri, dan 0,5 unit minyak.
3.
Terakhir, perusahaan yang memproduksi minyak memerlukan 0,3 unit pelayanan,
0,6 unit elektrisitas dan 0,2 unit dari produksinya sendiri untuk memproduksi 1 unit
minyak.
Tentukan tingkat produksi dari setiap industri tersebut dalam rangka memenuhi
permintaan internal dan eksternal dengan asumsi bahwa model di atas adalah tertutup.
Penyelesaian.
Diambil variabel-variabel sebagai berikut:
1.
p1 = tingkat produksi untuk industri pelayanan.
© 2010 Didit B. Nugroho
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
81
2.
p2 = tingkat produksi untuk pabrik pembangkit daya (elektrisitas).
3.
p3 = tingkat produksi untuk perusahaan yang memproduksi minyak.
Karena model adalah tertutup, maka total pemakaian dari setiap industri harus sama
dengan total produksi. Diperoleh sistem linear sebagai berikut:
0,3p1 + 0,3p2 + 0,3p3
= p1
0,4p1 + 0,1p2 + 0,5p3
= p2
0,3p1 + 0,6p2 + 0,2p3
= p 3.
Matriks masukan-keluaran adalah
é 0,3 0,3 0,3ù
A = êê0,4 0,1 0,5úú
êë 0,3 0,6 0,2úû
dan selanjutnya sistem dapat dituliskan sebagai (A – I)P = 0. Matriks yang diperbesar dari
sistem homogen adalah
0,3
0,3 0ù
é- 0,7
ê 0,4 - 0,9
0,5 0úú
ê
êë 0,3
0,6 - 0,8 0úû
yang dapat direduksi menjadi
é 1 0 - 0,82 0ù
ê0 1 - 0,92 0ú .
ê
ú
êë0 0
0 0úû
Untuk menyelesaikan sistem, diambil p3 = t (suatu parameter), maka penyelesaian
umumnya adalah
p1 = 0,82t
p2 = 0,92t
p3 = t.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa nilai dari variabel-variabel dalam sistem
harus tak negatif, karena itu t ³ 0. Sebagai contoh, diambil t = 100 akan menghasilkan
penyelesaian p1 = 82 unit, p2 = 92 unit, dan p3 = 100 unit.
Model Leontief Terbuka
Model Leontief yang pertama memperlakukan kasus tidak ada barang yang
masuk atau keluar sistem, tetapi dalam kenyataannya ini sering tidak terjadi. Biasanya,
suatu ekonomi tertentu harus memenuhi suatu permintaan luar. Dalam kasus ini, jika
diambil di sebagai permintaan dari industri luar pada Si, sedangkan pi dan mij seperti
dalam model tertutup, maka
pi = mi1p1 + mi2p2 + … + minpn + di
untuk setiap i. Diperoleh sistem linear sebagai berikut:
P = AP + d
dengan d = [d1 d 2 ! d n ]T disebut vektor permintaan.
Suatu cara untuk menyelesaikan sistem adalah
P = AP + d
Þ
(I – A)P = d
Þ
P = (I – A)–1d.
Tentu saja diperlukan bahwa matriks I – A harus inversibel, yang mungkin tidak selalu
terjadi dalam kasus ini. Jika (I – A)–1 mempunyai masukan tak negatif, maka unsur dari
vektor P adalah tak negatif dan karena itu dapat diterima sebagai penyelesaian untuk
model ini. Dalam kasus ini dikatakan bahwa matriks A adalah produktif.
© 2010 Didit B. Nugroho
82
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
CONTOH 3.8.7 Diberikan suatu ekonomi terbuka yang terdiri dari tiga industri:
penambangan batu bara, pabrik pembangkit listrik, dan pabrik perakit mobil. Untuk
memproduksi 1 unit batu bara, operasi penambangan harus membeli 0,1 unit dari
produksinya sendiri, 0,3 unit dari elektrisitas, dan 0,1 unit mobil untuk transportasi.
Untuk memproduksi 1 unit elektrisitas, diperlukan 0,25 unit batu bara, 0,4 unit
elektrisitas, dan 0,15 unit mobil. Terakhir, untuk memproduksi 1 unit mobil, pabrik mobil
harus membeli 0,2 unit batu bara, 0,5 unit elektrisitas, dan memerlukan 0,1 unit mobil.
Diasumsikan bahwa dalam suatu periode satu minggu, ekonomi mempunyai permintaan
luar 50.000 unit batu bara, 75.000 unit elektrisitas, dan 125.000 unit mobil. Tentukan
tingkat produksi dari setiap industri dalam periode satu minggu untuk memenuhi secara
tepat permintaan dalam dan luar.
Penyelesaian.
Matriks masukan-keluaran dan vektor permintaan dari ekonomi ini, secara berturut-turut,
adalah
é0,1 0,25 0,2ù
é 50.000ù
ê
ú
A = ê0,3 0,4 0,5 ú , d = êê 75.000úú .
êë0,1 0,15 0,1 úû
êë125.000úû
Dibentuk persamaan
P = (I – A)–1d,
dengan
0,25
0,2ù
é- 0,9
ê
I - A = ê 0,3 - 0,60
0,5úú .
êë 0,1
0,15 - 0,9úû
Menggunakan rumus invers, diperoleh
( I - A)
-1
é1,464 0,803 0,771ù
= êê1,007 2,488 1,606 úú .
êë0,330 0,503 1,464 úû
Karena itu
é1,464 0,803 0,771ù é 50.000 ù é 229921,59 ù
P = ê1,007 2,488 1,606 ú ê 75.000 ú = ê437795,27ú .
ê
úê
ú ê
ú
êë0,330 0,503 1,464 úû êë125.000 úû êë 237401,57 úû
Jadi, total pengeluaran dari operasi penambangan batu bara haruslah 229.921,59 unit,
total pengeluaran untuk pabrik pembangkit listrik adalah 437.795,27 dan total
pengeluaran untuk pabrik pembuat mobil adalah 237.401,57 unit.
© 2010 Didit B. Nugroho
83
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
SOAL-SOAL UNTUK BAB 3
1.
2.
Tuliskan kembali sistem persaman berikut sebagai persamaan matriks.
(a)
x1 – 2x2 + x3 = 0
(b)
x1 – 2x2 + x3 =
2x1 + x2 – x3 = 1
2x1 + x2 – x3 =
x1 + x2 + x3 = 6
x1 + x2 + x3 =
2x1 – x2 + x3 =
(c)
x1 + x2 = 4
(d)
2x1 – 3x2 =
x1 – 2x2 = 1
x1 + x2 =
(e)
x1 – x2 + x3 = 1
(f)
x1 – 2x2 + 3x3 =
3x1 + 2x2 – 4x3 = 1
x1 – x2 – x3 =
x1 + 2x2 + x3 = 4
3x1 – 2x2 – 3x3 =
(g)
x1 + x3 = 2
(h)
5x1 + x2 – 4x3 =
x1 – x2 + x3 = 2
x1 – x3 =
x2 + 3x3 = 3
x2 + 2x3 =
Nyatakan apakah sistem linear di bawah ini tidak mempunyai penyelesaian,
mempunyai satu penyelesaian atau tak berhingga banyak penyelesaian.
1 2ù
é1 0 0
é 1 2 0 1 2ù
ê
ú
ê0 0 1 0 0 ú
(a)
(b)
ê0 1 0 2 1ú
ê
ú
êë0 0 1 - 1 3úû
êë0 0 0 0 1úû
(c)
(e)
(g)
3.
4.
0
1
6
3
2
6
2
2
2
2
0
3
é 1 0 0 0 1ù
ê0 1 0 0 3ú
ê
ú
êë0 0 1 0 4úû
3
é1 0 1 2
ê0 1 0 1 - 1
ê
êë0 0 0 0 0
1ù
é1 0 0 0
ê0 1 0 0
3úú
ê
ê0 0 1 0 - 3ú
ê
ú
ë0 0 0 1 - 1û
(d)
2ù
1úú
0úû
(f)
(h)
é 1 0 0 1ù
ê0 1 0 0 ú
ê
ú
êë0 0 1 2úû
3 2ù
é1 0 1 2
ê0 1 0 1 - 1 1ú
ê
ú
êë0 0 0 0 0 1úû
é0 1 0 0 2 1ù
ê0 1 0 1 - 1 1ú
ê
ú
ê1 0 0 2
1 2ú
ê
ú
ë0 0 0 0 0 0 û
é 2 4ù
é 2ù
Diberikan A = ê
dan Y = ê ú . Selesaikan AX = Y menggunakan aturan
ú
ë - 1 2û
ë- 5û
Cramer.
é1 1 0ù
é- 1ù
ê
ú
Diberikan A = 3 1 4 dan Y = ê 13 ú . Selesaikan AX = Y menggunakan aturan
ê
ú
ê ú
êë2 3 5úû
êë 11 úû
Cramer.
© 2010 Didit B. Nugroho
84
5.
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Selesaikan sistem persamaan linear
x + 3y – 2z =
2x + 7y + 2z =
6.
7.
4
10.
Diberikan sistem persamaan linear
2x1 + 5x2 + 8x3 = 2
x1 + 2x2 + 3x3 = 4
3x1 + 4x2 + 4x3 = 1.
(a) Tuliskan matriks yang diperbesar untuk sistem di atas.
(b) Reduksi matriks yang diperbesar dengan operasi baris elementer ke bentuk
eselon baris.
(c) Gunakan jawaban bagian (b) untuk menyelesaikan sistem linear.
Diberikan sistem persamaan linear
4x1 + 5x2 + 8x3 = 0
x1
+ 3x3 = 6
3x1 + 4x2 + 6x3 = 9.
(a) Tuliskan matriks yang diperbesar untuk sistem di atas.
(b) Reduksi matriks yang diperbesar dengan operasi baris elementer ke bentuk
eselon baris.
(c) Gunakan jawaban bagian (b) untuk menyelesaikan sistem linear.
8.
Diberikan sistem persamaan linear
x1 – x2 – 7x3 + 7x4 = 5
–x1 + x2 + 8x3 – 5x4 = –7
3x1 – 2x2 – 17x3 + 13x4 = 14
2x1 – x2 – 11x3 + 8x4 = 7
(a) Tuliskan matriks yang diperbesar untuk sistem di atas.
(b) Reduksi matriks yang diperbesar dengan operasi baris elementer ke bentuk
eselon baris.
(c) Gunakan jawaban bagian (b) untuk menyelesaikan sistem linear.
9.
Reduksi setiap matriks
eselon baris tereduksi:
é1 2 3 4 5 ù
ê 0 2 3 4 5ú
ê
ú
(a)
ê 0 0 3 4 5ú
ê
ú
ë 0 0 0 4 5û
é1 11 21 31
ê2 12 22 32
(c)
ê
êë3 13 23 33
10.
di bawah ini dengan operasi baris elementer ke bentuk
(b)
é1
ê0
ê
ê0
ê
ë0
1 0 0 0ù
1 1 0 0úú
0 1 1 0ú
ú
0 0 1 1û
41 51ù
42 52úú
43 53úû
Untuk setiap matriks yang diperbesar berikut ini, reduksi matriks ke
baris dan eselon baris tereduksi, dan selesaikan sistem linear.
2 1 5ù
é1 1
2
3 -3
é1
ê 3 2 - 1 3 6ú
ê
ê
ú
(a)
(b)
ê2 - 5 - 3 12
ê4 3
1 4 11ú
êë7
1
8
5
ê
ú
ë2 1 - 3 2 1û
© 2010 Didit B. Nugroho
bentuk eselon
1ù
2úú
7úû
85
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
11.
12.
13.
Diperhatikan suatu sistem persamaan linear dalam variabel-variabel x1, x2, x3, x4,
dan x5, yang dinyatakan dalam persamaan matriks berbentuk AX = Y. Diandaikan
bahwa matriks [A|Y] dapat direduksi ke bentuk eselon baris:
é1 3 2 0 6 4ù
ê0 0 1 1 2 1 ú
ê
ú.
ê0 0 0 1 1 7 ú
ê
ú
ë0 0 0 0 0 0 û
(a) Manakah variabel-variabel utama dan manakah variabel-variabel bebas?
(b) Tentukan semua penyelesaian untuk sistem linear.
Diperhatikan suatu sistem persamaan linear dalam variabel-variabel x1, x2, x3, x4,
dan x5, yang dinyatakan dalam persamaan matriks berbentuk AX = Y. Diandaikan
bahwa matriks [A|Y] dapat direduksi ke bentuk eselon baris:
é1 2 0 3 1 5ù
ê0 1 3 1 2 3 ú
ê
ú.
ê0 0 0 1 1 4 ú
ê
ú
ë0 0 0 0 0 0 û
(a) Manakah variabel-variabel utama dan manakah variabel-variabel bebas?
(b) Tentukan semua penyelesaian untuk sistem linear.
Selesaikanlah SPL berikut dengan mereduksi matriks yang diperbesar ke bentuk
eselon baris tereduksi.
(a)
x+y+z = 2
(b)
x1 + x2 – x3 + 2x4 = 10
2x + 3y – z = 8
3x1 – x2 + 7x3 + 4x4 = 1
x – y – z = –8
–5x1 + 3x2 – 15x3 – 6x4 = 5
(c)
3x – y + 7z = 0
(d)
2x2 + 3x3 – 4x4 = 1
1
2x – y + 4z = 2
2x3 + 3x4 = 4
x–y+z =
6x – 4y +10 z =
14.
1
3
2x1 + 2x2 – 5x3 + 2x4 =
2x1 – 6x3 + 9x4 =
4
7
Selesaikan SPL berikut ini dengan mereduksi baris matriks yang diperbesar.
(a)
2x1 + 3x2 – x3 = 4
(b)
x1 + 2x2 – x3 = 2
4x1 + 5x2 – 4x3 = 5
2x1 + 3x2 + x3 = 1
x1 + 2x2 + x3 = 4
–x1 + x2 + x3 = –2
1 x +x –x
(c)
=
2
(d)
x
0
2
3
1 + 2x2 + 4x3 =
2 1
(e)
3x1 + 3x2 – x3 =
5
2x1 + 2x2 – x3 =
1 x+ 1y+z =
2
3
7
2
x + y + 12 z =
0
1
4
(g)
x+y+
1
4
1x
2 1
(f)
3
x1 + x2 + x3 = 2
–x + y – 2z = –1
x+y–z =
z = –2
3x1 – 3x2 – 6x3 = 3
2x1 + x2 – 3x3 = –1
–x1 + 4x2 – 2x3 = 5
+ x2 – x3 =
0
2x – 3y + z = –1
(h)
3x1 + x2 – 3x3 = 1
2x1 + x2 – x3 = 2
–3x1 – x2 + 2x3 = –2
© 2010 Didit B. Nugroho
86
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
15.
Tentukan semua penyelesaian untuk sistem linear yang diberikan berikut ini.
(a)
x1 – x2 + x3 – x4 = 1
(b)
x1 + 2x2 + 2x3 – x4 = 0
x1 – x3 + 2x4 = 1
x1 – x2 + x3 – x4 = 1
x2 + x3 + x4 = 3
2x1 – x2 + x3 + x4 = 6
2x1 + x3 + 2x4 = 4
2x1 + 2x2 + 3x3 – 3x4 = 4
(c)
x1 – x2 + x3 – x4 = 1
(d)
x1 + 2x2 + 2x3 – x4 = 0
x1 – x3 + 2x4 = 1
x1 – x2 + 3x4 = 7
x2 + x3 + x4 = 3
2x1 – x2 + x3 + x4 = 6
2x1 + x3 + 2x4 = 5
2x1 + 2x2 + 3x3 – 3x4 = –1
(e)
x1 + 2x2 + x3 + x4 = 0
(f)
x1 + 2x2 – x3 – x4 = 0
x1 + x2 + x4 = 0
3x1 + x2 – x3 – 2x4 = 0
2x1 + x2 – x3 = 0
2x1 – x2 – x4 = 0
(g)
x1 + 2x2 + x3 + x4 = 2
(h)
x1 + 2x2 – x3 – x4 = 1
x1 + x2 + x4 = 2
3x1 + x2 – x3 – 2x4 = 1
2x1 + x2 – x3 = 2
2x1 – x2 – x4 = 0
16.
Tunjukkan bahwa sistem linear di bawah ini adalah konsisten jika hanya jika c = 2a
– 3b, dan selesaikanlah sistem dalam kasus tersebut.
2x – y + 3z = a
3x + y – 5z = b
–5x – 5y + 21z = c.
17.
Tentukan nilai t agar sistem berikut adalah konsisten dan selesaikan sistem untuk
nilai t tersebut.
x+y = 1
tx + y = t
(1 + t)x + 2y = 3.
18.
Diberikan sistem persamaan linear
x1 + lx2 – x3 = 1
2x1 + x2 + 2x3 = 5l + 1
x1 – x2 + 3x3 = 4l + 2
x1 – 2lx2 + 7x3 = 10l – 1.
(a) Reduksi matriks yang diperbesar ke bentuk eselon baris.
(b) Cari suatu nilai l untuk sistem mempunyai penyelesaian. Selesaikan sistem.
19.
Selesaikan sistem homogen
–3x1 + x2 + x3 + x4
x1 – 3x2 + x3 + x4
x1 + x2 – 3x3 + x4
x1 + x2 + x3 – x4
=
=
=
=
0
0
0
0.
20.
Tentukan l Î Q agar sistem berikut ini mempunyai penyelesaian nontrivial.
x + (l – 3)y = 0
(l – 3)x + y = 0
21.
Selesaikan sistem homogen
3x1 + x2 + x3 + x4 =
5x1 – x2 + x3 – x4 =
© 2010 Didit B. Nugroho
0
0.
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
22.
87
Diandaikan bahwa A adalah matriks koefisien dari sistem homogen dalam n
persamaan dan n variabel berikut ini:
(1 – n)x1 + x2 + … + xn = 0
x1 + (1 – n)x2 + … + xn = 0
!
x1 + x2 + … + (1 – n)xn = 0.
Tentukan bentuk eselon baris tereduksi dari A dan selanjutnya buktikan bahwa
penyelesaian dari sistem adalah x1 = x2 = … = xn.
23.
éa b ù
Diberikan matriks A = ê
ú . Buktikan bahwa A adalah ekuivalen baris dengan
ëc d û
é1 0ù
ê0 1ú jika ad – bc ¹ 0, tetapi ekuivalen baris terhadap suatu matriks yang baris
ë
û
keduanya adalah nol jika ad – bc = 0.
24.
Untuk bilangan rasional a yang manakah agar sistem di bawah ini (a) tidak
mempunyai penyelesaian (b) tepat satu penyelesain (c) tak berhingga banyak
penyelesaian ?
x + 2y – 3z = 4
3x – y + 5z = 2
4x + y + (a2 – 14)z = a + 2.
25.
Jika (a1, a2, …, an) dan (b1, b2, …, bn) adalah penyelesaian dari suatu sistem
persamaan linear, buktikan bahwa
(1 - t )α1 + tβ1 ,..., (1 - t )αn + tβn
juga merupakan penyelesaian.
26.
Jika (a1, a2, …, an) adalah penyelesaian dari suatu SPL, buktikan bahwa
penyelesaian lengkapnya adalah x1 = a1 + y1, …, xn = an + yn, dengan (y1, y2, …, yn)
adalah penyelesaian umum dari sistem homogen yang berkaitan.
27.
Tentukan nilai a dan b agar sistem berikut ini konsisten dan juga tentukan
penyelesaian lengkap untuk a = b = 2.
x+y–z+w = 1
ax + y + z + w = b
3x + 2y + aw = 1 + a.
28.
Diberikan sistem persamaan:
(a)
(b)
(c)
x + 2y + z = b
2x + y + 2z = 2
3x + 3y + az = 3.
Tentukan nilai a dan b, jika ada, agar sistem mempunyai suatu penyelesaian
tunggal. Berikan penyelesaian untuk sebarang a dan b.
Tentukan nilai a dan b, jika ada, agar sistem tidak mempunyai penyelesaian.
Tentukan nilai a dan b, jika ada, agar sistem mempunyai tak berhingga
banyak penyelesaian.
© 2010 Didit B. Nugroho
88
29.
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Diberikan sistem persamaan:
(a)
(b)
(c)
30.
Diberikan sistem persamaan:
(a)
(b)
(c)
31.
x+z = 1
2x + ay + z = 1
2x – y = b.
Tentukan nilai a dan b, jika ada, agar sistem mempunyai suatu penyelesaian
tunggal. Berikan penyelesaian untuk sebarang a dan b.
Tentukan nilai a dan b, jika ada, agar sistem tidak mempunyai penyelesaian.
Tentukan nilai a dan b, jika ada, agar sistem mempunyai tak berhingga
banyak penyelesaian.
x – 2y + az = 2
x+y+z = 0
3y + z = 2.
Tentukan nilai a, jika ada, agar sistem mempunyai suatu penyelesaian
tunggal. Berikan penyelesaian untuk sebarang nilai a.
Tentukan nilai a, jika ada, agar sistem tidak mempunyai penyelesaian.
Tentukan nilai a, jika ada, agar sistem mempunyai tak berhingga banyak
penyelesaian.
Diberikan persamaan:
2x + ay – 2z =
x + by – 12 z =
(a)
(b)
(c)
32.
1
2
x + 2y + 3z = 0.
Tentukan nilai a dan b, jika ada, agar sistem mempunyai suatu penyelesaian
tunggal. Berikan penyelesaian untuk sebarang a dan b.
Tentukan nilai a dan b, jika ada, agar sistem tidak mempunyai penyelesaian.
Tentukan nilai a dan b, jika ada, agar sistem mempunyai tak berhingga
banyak penyelesaian.
Diberikan sistem persamaan:
(a)
(b)
(c)
x – 2y + z = 3
2x + y + 3z = a
3x + ay – z = 5.
Tentukan nilai a, jika ada, agar sistem mempunyai suatu penyelesaian
tunggal. Berikan penyelesaian untuk sebarang nilai a.
Tentukan nilai a, jika ada, agar sistem tidak mempunyai penyelesaian.
Tentukan nilai a, jika ada, agar sistem mempunyai tak berhingga banyak
penyelesaian.
33.
Di antara sistem di bawah ini, manakah yang mempunyai penyelesaian tunggal.
Dalam kasus tersebut, tentukanlah penyelesaian tunggalnya.
(a)
2x – 3y – w = 2
(b)
x + 2y – z = 2
y+z+w = 2
2x – y + 2z = 1
–x + 2y + z + w = 1
x + 2y = 0
3x – 2y + w = 0
34.
Tentukan apakah sistem di bawah ini tidak mempunyai penyelesaian, mempunyai
satu penyelesaian, atau mempunyai tak berhingga banyak penyelesaian. Jika
terdapat penyelesaian tunggal, sebutkanlah.
© 2010 Didit B. Nugroho
89
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
(a)
35.
36.
2x – y
–x + 2y – z
x – y + 3z – w
y + 2w
=
=
=
=
0
1
0
0
(b)
2x + 2y + z =
x+z =
x + 2y =
0
1
5
é 4 3ù
é 0ù
Diberikan A = ê
dan Y = ê ú . Tentukan faktorisasi LU dari A dan gunakan
ú
ë7 6 û
ë- 3û
faktorisasi tersebut untuk menyelesaikan AX = Y.
é 1 2 4ù
é1ù
ê
ú
Untuk matriks A = 2 5 1 dan Y = ê1ú , tentukan matriks segitiga bawah L dan
ê
ú
êú
êë 1 1 1úû
êë1úû
matriks reduksi baris U sehingga A = LU. Selesaikan LZ = Y dan persamaan UX = Z
untuk mendapatkan penyelesaian dari sistem AX = Y.
37.
Tentukan faktorisasi LU dari A dan gunakan faktorisasi tersebut untuk
menyelesaikan AX = Y, jika diketahui:
é1 1 0 ù
é1ù
é2 3 - 1ù
é 3ù
ê
ú
ê
ú
ê
ú
(a)
(b)
A = ê3 1 4ú dan Y = ê3ú
A = ê2 4
3ú dan Y = êê - 6úú
êë2 3 5úû
êë9úû
êë6 1 7 úû
êë - 3úû
38.
Untuk matriks
é 1 2 - 1ù
A = êê2 - 1 2úú ,
êë 1 2
0úû
tentukan matriks segitiga bawah L dan matriks reduksi baris U sehingga A = LU.
é1 ù
Selesaikan LZ = Y untuk Y = ê0ú , dan persamaan UX = Z untuk mendapatkan
ê ú
êë2úû
penyelesaian sistem dari AX = Y.
39.
Diberikan sirkuit elektrik seperti berikut ini:
5V
20 ohm
I1
I2
10 ohm
I3
10 ohm
(a)
(b)
10 V
Tentukan arus I1, I2, dan I3 dengan menggunakan analisa simpul.
Tentukan tegangan di setiap titik utama sirkuit dengan menggunakan analisa
titik.
© 2010 Didit B. Nugroho
90
40.
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Tentukan arus yang mengalir di setiap cabang dan juga tentukan tegangan di setiap
titik utama sirkuit-sirkuit elektrik di bawah ini.
(a)
(b)
10 V I1
2 ohm
16 V
I
1
41.
I2
2 ohm
I3
3 ohm
2 ohm
I2 20 V
I3
4 ohm
2 ohm
Tentukan arus di setiap cabang pada sirkuit-sirkuit elektrik di bawah ini:
(a)
(b)
8W
8W
A
I1
I3
I2
4 W 20 W
20 V
A
I1
I3
6W
20 V
8W
I2
B
B
5W
16 V
(c)
30 V
(d)
A
I1
A
I3
I2
10 W
5W
I1
I3
1W
8W
6W
8W
I2
B
20 V
40 V
60 V
B
20 V
(e)
8W A
I1
I2
50 V
20 W
I3 I
5
5W
5W
I4
C
42.
B
I6
10 V
D
Tentukan nilai-nilai x1, x2, x3, dan x4 untuk menyeimbangkan persamaan kimia yang
berbentuk:
x1 C6H6 + x2 O2 ® x3 C + x4 H2O.
© 2010 Didit B. Nugroho
91
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
43.
Tentukan nilai-nilai x1, x2, x3, x4 untuk diagram arus lalu lintas berikut ini.
380
x4
x1
430
x2
420
x3
540
420
44.
450
400
470
Tinjau diagram arus lalu-lintas berikut ini dengan a1, a2, a3, a4, b1, b2, b3, b4 adalah
bilangan-bilangan bulat positif.
a1
b4
x1
b1
x2
a4
x4
x3
a2
b2
b3
a3
Susunlah suatu sistem linear dalam variabel-variabel x1, x2, x3, x4 dan tunjukkan
bahwa sistem yang terbentuk akan konsisten jika hanya jika:
a 1 + a 2 + a 3 + a 4 = b 1 + b 2 + b 3 + b 4.
Apa yang dapat disimpulkan mengenai banyaknya mobil yang masuk dan
meninggalkan jaringan lalu-lintas tersebut?
45.
Diandaikan terdapat tiga jenis masyarakat, yaitu petani, tukang kayu, dan penjahit.
Proporsi makanan, rumah, dan pakaian yang dikonsumsi oleh tiga jenis masyarakat
tersebut diringkas dalam tabel berikut ini.
Masyarakat
Makanan
Rumah
Pakaian
Petani
7/16
1/2
3/16
Tukang kayu
5/16
1/16
5/16
Penjahit
1/4
1/3
1/2
Diandaikan P1, P2, P3 adalah biaya total makanan, rumah, dan pakaian, secara
berturut-turut. Ekonomi mencapai suatu keadaan equilibrium jika biaya yang dapat
dihasilkan penduduk sama dengan biaya yang dapat mereka konsumsi.
Tentukan biaya total P1, P2, P3.
© 2010 Didit B. Nugroho
INDEKS
A
Algoritma
Gauss-Jordan,61
C
Cramer,58
D
dekomposisiLU,69
E
eliminasi
Gauss,60
Gauss-Jordan,60
K
konsisten,54
M
matriks
diperbesar,52
koefisien,52
konstanta,52
masukan-keluaran,80
variabel,52
model
Leontiefterbuka,81
Leontieftertutup,80
P
pengali,65
penyelesaian,53
trivial,55
poros,53
produktif,81
S
sistem
homogen,55
persamaanlinear,51
substitusi
balik,64
54
T
teorema
Kronecker-Capelli,56
V
variabel
bebas,54
utama,54
© 2010 Didit B. Nugroho
Bab 3 Sistem Persamaan Linear
Download