Templat tesis dan disertasi

advertisement
DETEKSI KERUSAKAN AKROSOM SPERMATOZOA
DOMBA DENGAN TEKNIK HISTOKIMIA LEKTIN
SELAMA PROSES PEMBEKUAN
LISA DWI FANNESSIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Kerusakan
Akrosom Spermatozoa Domba dengan Teknik Histokimia Lektin selama Proses
Pembekuan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Lisa Dwi Fannessia
NIM B352120021
RINGKASAN
LISA DWI FANNESSIA. Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba
dengan Teknik Histokimia Lektin selama Proses Pembekuan. Dibimbing oleh
MOHAMAD AGUS SETIADI, NI WAYAN KURNIANI KARJA dan I KETUT
MUDITE ADNYANE.
Proses pembekuan dapat menyebabkan kerusakan pada membran plasma
dan akrosom spermatozoa sehingga dapat menurunkan fertilitas spermatozoa.
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi kerusakan akrosom dengan
menggunakan teknik histokimia lektin selama proses pembekuan. Semen
dikoleksi dari domba berumur 1-2 tahun dua kali dalam satu minggu
menggunakan vagina buatan. Segera setelah ditampung, semen dievaluasi
karakteristiknya kemudian diencerkan dengan medium Niwa dan Sasaki Freezing
(NSF).
Semen dikemas di dalam straw mini (0,25 ml) dan diekuilibrasi pada suhu
o
4 C selama dua jam. Straw kemudian dibekukan serta disimpan dalam tabung N2
cair. Evaluasi karakteristik spermatozoa (motilitas, viabilitas, dan membran
plasma utuh) dan status akrosom dilakukan selama proses pembekuan. Deteksi
status akrosom spermatozoa diamati dengan menggunakan metode pewarnaan
histokimia lektin yaitu metode Fluorescens isothiocyanate (FITC) dan AvidinBiotin-Complex (ABC). Data karakteristik spermatozoa dan status akrosom
spermatozoa dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA).
Persentase motilitas, viabilitas dan membran plasma utuh spermatozoa
sebelum pembekuan (83 ± 2,7%; 88,8 ± 2,6%; 88,2 ± 3,7%) mengalami
penurunan (P<0,05) setelah ekuilibrasi (71 ± 4,2%; 84,2 ± 5,0%; 76,2 ± 1,3%) dan
setelah thawing (40 ± 3,5%; 61,08 ± 3,3%; 51,2 ± 10,4%). Persentase akrosom
spermatozoa intak dengan metode FITC dan ABC selama proses pembekuan
masing-masing adalah 93,63 ± 2,73%; 88,04 ± 3,2% dan 81,73 ± 4,77% VS 94,54
± 0,26%; 88,17 ± 0,38% dan 79,38 ± 2,06%. Dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian menunjukkan terjadi penurunan kualitas spermatozoa selama proses
pembekuan. Lebih lanjut, status akrosom spermatozoa dapat dideteksi dengan
baik menggunakan kedua metode pewarnaan histokimia lektin.
Kata kunci: akrosom, spermatozoa, pembekuan, lektin
SUMMARY
LISA DWI FANNESSIA. Detection of Acrosomal Damage of Ram Spermatozoa
using Lectin Histhochemical Technique during Freezing Process. Supervised by
MOHAMAD AGUS SETIADI, NI WAYAN KURNIANI KARJA and I KETUT
MUDITE ADNYANE.
Freezing process caused damage of spermatozoa plasma membrane and
acrosome that leading to the decrease of spermatozoa fertility. Research was
conducted to evaluate acrosomal damage during freezing process by using lectin
histhochemical technique. Semen was collected twice a week using artificial
vagina from 1-2 years old ram. Immediately after collection, characteristic of
semen quality was evaluated then diluted with Niwa and Sasaki Freezing (NSF)
medium. Semen was loaded into 0.25 ml mini straws and equilibrated at 4oC for
two hours. Straws were then frozen and stored in liquid nitrogen. Evaluation of
sperm characteristic (motility, viability and plasma membrane integrity) and
acrosomal damage were done during freezing process.
Detection of acrosomal integrity was observed using Fluorescens
isothiocyanate (FITC) and Avidin-Biotin-Complex (ABC) staining methods. Data
of characteristic spermatozoa and acrosomal integrity were analyzed using
ANOVA. Result of the experiments showed that the percentage of motility,
viability and plasma membrane integrity of spermatozoa before freezing (83 ±
2.7%; 88.8 ± 2.6%; 88.2 ± 3.7%) were significantly decreased (P<0.05) after
equilibration (71 ± 4.2%; 84.2 ± 5.0%; 76.2 ± 1.3%) and after thawing (40 ±
3.5%; 61.08 ± 3.3%; 51.2 ± 10.4%).
The percentage of acrosomal intact spermatozoa using FITC and ABC
methods during freezing process were 93.63 ± 2.73%; 88.04 ± 3.2% and 81.73 ±
4.77% VS 94.54 ± 0.26%; 88.17 ± 0.38% and 79.38 ± 2.06% respectively. In
conclusion, the characteristic of spermatozoa were significantly decrease (P<0.05)
during freezing process. Furthermore, the integrity of acrosome spermatozoa
during freezing process can be well analyzed using lectin histhochemical staining
methods.
Key words: acrosome, spermatozoa, freezing, lectin
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DETEKSI KERUSAKAN AKROSOM SPERMATOZOA
DOMBA DENGAN TEKNIK HISTOKIMIA LEKTIN
SELAMA PROSES PEMBEKUAN
LISA DWI FANNESSIA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Reproduksi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Drh Iman Supriatna
Judul Tesis : Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba dengan Teknik
Histokimia Lektin selama Proses Pembekuan
Nama
: Lisa Dwi Fannessia
NIM
: B352120021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi
Ketua
Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP., PhD
Anggota
DDrh I Ketut Mudite Adnyane, MSi., PhD., PAVet
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 28 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah
Status Akrosom, dengan judul Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba
dengan Teknik Histokimia Lektin selama Proses Pembekuan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi
sebagai ketua komisi pembimbing, Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP., PhD dan
Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi., PhD., PAVet selaku anggota komisi
pembimbing atas bimbingan, juga perhatian dan nasehatnya.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua staf
pengajar dan karyawan Program Studi Biologi Reproduksi Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dan memberi dukungan kepada
penulis sampai selesainya penyusunan tesis ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan pada Program Studi BRP dan
IBH 2012.
Rasa hormat dan terima kasih penulis persembahkan kepada orang tua dan
seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Demikian pula kepada pihak yang
tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan perhatian, saran serta
kritik yang membangun penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Lisa Dwi Fannessia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
3
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Spermatozoa
Akrosom
Karbohidrat, Glikokonjugat dan Lektin
Kriopreservasi Spermatozoa
3
3
5
7
10
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Koleksi Semen
Kriopreservasi Spermatozoa
Evaluasi Karakteristik dan Deteksi Status Akrosom
Analisis Data
11
11
11
11
11
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Spermatozoa selama Proses Pembekuan
Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa
15
15
18
5 SIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1 Jenis lektin, sumber dan afinitasnya terhadap karbohidrat
9
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Spermatozoa dengan bagian-bagiannya
Skematik daerah kepala spermatozoa mamalia
Tahap perubahan spermatid
Spermatozoa dengan pewarnaan metode eosin-nigrosin
Gambaran integritas membran spermatozoa domba
Karakteristik spermatozoa domba selama proses pembekuan
Status akrosom spermatozoa domba dengan pewarnaan histokimia
lektin
8 Status akrosom spermatozoa rusak selama proses pembekuan
5
6
7
13
14
16
18
19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi medium Niwa dan Sasaki Freezing untuk kriopreservasi
spermatozoa
2 Prosedur pewarnaan histokimia lektin metode ABC (Avidin Biotin
Complex)
3 Prosedur pewarnaan histokimia lektin metode FITC (Fluorescens
isothiocyanate)
26
27
28
1 PENDAHULUAN
Spermatozoa/semen biasanya disimpan dalam bentuk beku sehingga dapat
digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Namun demikian,
spermatozoa mamalia sangat rentan mengalami kerusakan sel selama proses
pembekuan (Partyka et al. 2011). Pada umumnya masalah selama proses
pembekuan berkisar pada dua kejadian utama yaitu cold shock dan perubahanperubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berhubungan dengan
pembentukan kristal es. Kerusakan sel spermatozoa akibat adanya kejadian
tersebut diantaranya kerusakan akrosom, kerusakan organ intraseluler, perubahan
permeabilitas membran serta penurunan motilitas dan viabilitas (Gazali dan
Tambing 2002).
Partyka et al. (2010) dan Hernandez et al. (2012) melaporkan bahwa terjadi
kenaikan kerusakan akrosom spermatozoa selama proses pembekuan. Kerusakan
akrosom dapat digunakan sebagai indikator salah satu penyebab berkurangnya
fungsi spermatozoa (Esteves dan Verza Jr 2011). Spermatozoa harus mempunyai
akrosom dalam kondisi utuh guna memicu proses fertilisasi, karena akrosom
spermatozoa yang telah mengalami kerusakan tidak dapat membuahi sel telur
(Esteves et al. 2007). Oleh karena itu, diperlukan teknik untuk mendeteksi
kerusakan akrosom yang efektif dan akurat.
Akrosom merupakan derivat dari apparatus Golgi yang terbentuk pada tahap
awal spermiogenesis, utamanya terjadi pada fase spermatid dan terletak pada
bagian anterior dari kepala spermatozoa serta terdiri dari enzim-enzim protease,
diantaranya proakrosin, hyaluronidase dan phospholipase (Toshimori dan Ito
2003; Florman et al. 2008; Esteves dan Verza Jr 2011). Akrosom memegang
peranan penting dalam proses fertilisasi. Inisiasi ikatan spermatozoa dengan zona
pelusida akan memicu terjadinya reaksi akrosom dan menyebabkan pelepasan
serta aktivasi dari enzim akrosom, sehingga spermatozoa mampu melakukan
penetrasi zona pelusida (Inoue et al. 2005; Miranda et al. 2009).
Spermatozoa dari kepala sampai ekor dilapisi oleh membran dengan struktur
yang sangat kompleks dalam susunan mosaik yang teratur dan memiliki peran
biologik spesifik pada permukaannya. Membran plasma spermatozoa diperkirakan
terdiri dari 300 protein yang berbeda dan sekitar 92% protein membran
ekstraseluler pada semua sel eukariotik berupa glikokonjugat (Schroter et al.
1999), termasuk yang terdapat pada membran akrosom luar spermatozoa.
Akrosom mengandung glikoprotein yang disekresikan oleh retikulum endoplasma
dan apparatus Golgi, demikian pula dengan enzim-enzim yang digunakan pada
saat penetrasi spermatozoa, seperti akrosin dan hyaluronidase (Curry dan Watson
1995).
Glikokonjugat merupakan residu karbohidrat yang berikatan baik dengan
lipid (glikolipid) dan protein (glikoprotein) atau dengan struktur molekul lainnya,
yang terdapat di bagian antara permukaan sel spermatozoa dengan lingkungan
ekstraseluler. Glikokonjugat berperan penting dalam berbagai proses sel seperti
maturasi, diferensiasi dan interaksi antar sel (Agungpriyono et al. 2009; Talaei et
al. 2010). Keberadaan glikokonjugat pada permukaan sel dapat dideteksi dengan
menggunakan teknik histokimia lektin untuk mengetahui status keutuhan
membran plasma spermatozoa termasuk status akrosomnya (Purohit et al. 2008).
2
Teknik histokimia lektin telah banyak digunakan untuk mendeteksi status
akrosom spermatozoa pada banyak spesies seperti babi (Siciliano et al. 2008),
tikus (Lybaert et al. 2009), ayam (Partyka et al. 2010), kuda (Cocchia et al. 2011),
sapi (Odhiambo et al. 2011), kambing (Batista et al. 2011) dan Canada goose
(Partyka et al. 2011). Pada penelitian ini dilakukan analisa kerusakan akrosom
spermatozoa domba selama proses pembekuan menggunakan dua metode
pewarnaan histokimia lektin yaitu metode Fluorescens isothiocyanate (FITC) dan
metode Avidin-Biotin-Complex (ABC). Metode FITC merupakan metode
pewarnaan single-step dimana lektin yang telah dilabel fluoresens akan berikatan
langsung dengan karbohidrat spesifik yang terdapat pada permukaan sel dan
diamati dengan menggunakan mikroskop fluoresens, sementara pada metode ABC
melibatkan afinitas terhadap molekul avidin-biotin membentuk ikatan kompleks
permanen untuk selanjutnya digunakan kromogen diamino benzidine (DAB)
sebagai substansi penanda membentuk kompleks dengan enzim peroksidase, dan
kompleks yang terbentuk dalam kromogen DAB menghasilkan warna coklat yang
dapat diamati menggunakan mikroskop cahaya (Hsu et al. 1981; Maji et al. 2010).
Kerangka Pemikiran
Pembekuan spermatozoa adalah suatu proses penghentian sementara
kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, reaksi metaboliknya berhenti
mendekati total. Dalam proses pembekuan semen, akan terbentuk kristal-kristal es,
terjadi penumpukan elektrolit dan bahan terlarut lainnya di dalam larutan atau di
dalam sel. Kristal es intraseluler dapat merusak spermatozoa secara mekanik,
sementara konsentrasi elektrolit yang berlebihan akan melarutkan selubung
lipoprotein dinding sel spermatozoa pada waktu thawing sehingga permeabilitas
membran sel spermatozoa akan berubah yang memicu terjadinya kerusakan,
termasuk mengakibatkan kerusakan akrosom spermatozoa. Lebih lanjut,
kerusakan akrosom spermatozoa menyebabkan kegagalan kemampuan
spermatozoa untuk membuahi ovum.
Permukaan membran ekstraseluler pada sel spermatozoa mengandung
glikokonjugat yang kaya karbohidrat. Begitu pula halnya, akrosom juga tersusun
dari banyak karbohidrat. Untuk mengetahui fungsi residu karbohidrat pada
glikokonjugat serta keutuhan membran plasma spermatozoa termasuk status
akrosomnya, maka dapat diketahui dengan melakukan pendeteksian keberadaan
glikokonjugat menggunakan teknik histokimia lektin. Lektin merupakan protein
atau glikoprotein yang dapat diisolasi dari tanaman dan hewan yang dapat
berikatan secara spesifik dengan residu karbohidrat pada glikokonjugat yang
terdapat di permukaan sel. Lektin mempunyai afinitas yang sangat kuat terhadap
residu monosakarida dari glikoprotein. Lektin Arachis hypogea (peanut
agglutinin; PNA) sudah digunakan untuk penilaian integritas akrosom pada
beberapa spesies mamalia. Lektin PNA akan berikatan dengan spermatozoa yang
masih mempunyai membran akrosom luar. Lektin PNA memiliki spesifitas
terhadap β-galaktosa yang terdapat pada membran akrosom luar, sehingga hal ini
dapat digunakan untuk penilaian status akrosom spermatozoa berkaitan dengan
kualitas spermatozoa. Dengan demikian, kemampuan lektin yang dapat berikatan
3
cukup kuat dan reversible pada permukaan sel tanpa masuk ke dalam sel, maka
lektin semakin diketahui mempunyai kemampuan untuk dapat mengevaluasi
struktur membran maupun fungsi glikokonjugat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kerusakan akrosom
spermatozoa dengan menggunakan teknik histokimia lektin selama proses
pembekuan.
Manfaat Penelitian
1.
2.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
Memberikan informasi metode terbaik untuk deteksi kerusakan akrosom
spermatozoa
Memberikan gambaran kualitas spermatozoa yang lebih spesifik dan akurat
selama proses pembekuan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Spermatozoa
Spermatozoa merupakan gamet jantan yang diproduksi oleh tubuli
seminiferi testis melalui proses yang disebut spermatogenesis. Struktur
spermatozoa terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan ekor (Gambar
1). Kepala spermatozoa sebagai pembawa materi inti berperan dalam
menerjemahkan informasi genetik. Bagian tengah ekor terdapat sejumlah
mitokondria yang dipercaya dapat memberikan energi untuk daya gerak. Bagian
ini mengandung sebagian besar mekanisme daya gerak spermatozoa dan memiliki
peranan yang sangat penting terhadap motilitas. Spermatozoa sebagai hasil akhir
proses spermatogenesis merupakan sel yang berbentuk memanjang dengan bagian
kepala sedikit pipih dan ekor yang panjang (Garner dan Hafez 2000). Lebih lanjut
untuk proses fertilisasi, spermatozoa harus mempunyai cukup energi untuk
pergerakan, protein dan senyawa lain yang penting selama berada dalam saluran
reproduksi betina sehingga dapat melakukan fertilisasi.
Kepala spermatozoa dilapisi oleh membran plasma yang tersusun atas dua
struktur utama yaitu nukleus dan akrosom. Bagian nukleus spermatozoa
mengandung kromosom deoxy ribonucleic acid (DNA). Pada bagian ujung depan
kepala ditutupi oleh akrosom, yaitu sebuah kantung tipis dengan membran ganda
yang mengandung acrosin, hyaluronidase dan enzim hidrolitik lain yang berperan
4
dalam penembusan corona radiata dan zona pellucida pada proses fertilisasi
(Toshimori dan Ito 2003; Bearden et al. 2004).
Ekor spermatozoa terdiri atas bagian leher (neck), tengah (middle), principal
dan ujung (end). Fungsi dari ekor spermatozoa adalah membuat spermatozoa
dapat bergerak di saluran reproduksi betina dan untuk penetrasi zona pelusida.
Komponen penyusun flagella adalah aksonema dan serabut pekat. Aksonema
spermatozoa mamalia dikelilingi sembilan serabut pekat dari akhir bagian leher
sampai ekor bagian utama. Fungsi aksonema belum diketahui dengan pasti karena
serabut ini tidak mempunyai protein kontraktil namun mempunyai ATPase dan
kalsium yang mungkin berperan dalam kontrol motilitas (Curry dan Watson
1995).
Bagian leher merupakan bagian yang paling pendek dan yang
menghubungkan antara kepala dengan ekor. Ekor spermatozoa mengandung
serabut-serabut fibril (axial filament) yang tersusun secara radial. Axial filament
ini tersusun mulai dari sentriol atas dan berjalan sampai dengan ujung ekor.
Susunannya dari luar ke tengah adalah 9 filamen besar, 9 pasang filamen kecil dan
2 filamen kecil di pusat. Serabut-serabut ini bertanggung jawab terhadap
pergerakan spermatozoa (Garner dan Hafez 2000). Pada middle piece, bagian
badan spermatozoa mamalia dari ujung bawah bagian leher sampai annulus
(struktur pita yang melingkar antara bagian badan dan ekor utama). Karakteristik
utama dari bagian ini adalah dengan adanya mitokondria yang tersusun secara
heliks mengelilingi sumbu memanjang. Mitokondria merupakan tempat
metabolisme yang menghasilkan energi untuk pergerakan spermatozoa. Membran
mitokondria sangat stabil dan tahan terhadap tekanan selama pergerakan flagella.
Membran dalam mitokondria adalah bagian yang memproduksi energi untuk
spermatozoa dan posisi mitokondria mengelilingi flagella, yang siap untuk
mensuplai energi (ATP) ke aksonema untuk motilitas (Curry dan Watson 1995).
Pada principal piece, bagian terpanjang dari flagella, mulai dari annulus sampai
ujung atas dari bagian ujung ekor. Bagian ini ditandai dengan keberadaan
selubung serabut yang terdapat hanya 2 filamen pusat dikelilingi 9 pasang filamen
kecil. Sementara itu, pada end piece yang merupakan bagian akhir dari ekor hanya
mengandung 2 filamen pusat yang diselubungi membran (Curry dan Watson
1995; Bearden et al. 2004).
5
Gambar 1 Spermatozoa dengan bagian-bagiannya (Holstein et al. 2003)
Akrosom
Struktur dasar kepala spermatozoa biasanya mirip antar spesies mamalia
tetapi ukuran dan bentuk dari nukleus dan akrosom bervariasi serta bersifat
spesifik untuk masing-masing spesies (Esteves dan Verza Jr 2011). Pada manusia,
akrosom relatif kecil, menutupi dua pertiga kepala tetapi tidak memanjang di tepi
anterior. Kepala spermatozoa terbagi menjadi dua daerah bagian yaitu daerah
akrosom dan daerah post akrosom (Gambar 2). Akrosom berada pada setengah
bagian dari kepala spermatozoa dan dilapisi oleh membran akrosom dalam dan
membran akrosom luar. Membran akrosom bagian luar berada langsung dekat
dengan membran plasma. Membran akrosom melingkupi bagian kecil yang berisi
matriks akrosom. Matriks akrosom terdiri dari sejumlah enzim hidrolitik,
utamanya yaitu hyaluronidase dan acrosin serta beberapa enzim lainnya seperti
asam fosfatase, fosfolipase, N-asetilglukosaminidase dan kolagenase, termasuk
didalamnya juga terdapat banyak karbohidrat. Enzim akan dilepaskan saat terjadi
reaksi akrosom (Curry dan Watson 1995).
Lebih lanjut, daerah akrosom terbagi menjadi dua daerah bagian yaitu
daerah anterior akrosom dan daerah posterior akrosom (Toshimori dan Ito 2003).
Bagian ekuator terbentuk karena transisi dua bagian ini. Bagian ekuator akan tetap
6
utuh ketika reaksi akrosom terjadi. Membran plasma yang menutupi bagian
akrosom anterior berperan dalam dua proses utama yaitu sebagai sisi dari “spermegg recognition” atau pengenalan spermatozoa dengan oosit dan penetrasi zona
pelusida serta melakukan fusi dengan membran akrosom luar saat terjadi reaksi
akrosom. Inisiasi ikatan zona pelusida diperantarai oleh keberadaan glikokonjugat
yang terdapat pada membran anterior akrosom dan hal ini ditunjukkan dengan
adanya ikatan dengan lektin. Sementara itu, pada daerah post akrosom terdapat
selubung post akrosom (postacrosomal sheath) yang terletak diantara membran
plasma dan selaput inti (Curry dan Watson 1995).
Peri-acrosomal space
Plasma membrane
Outer acrosomal membrane
Inner acrosomal membrane
Sub-acrosomal space
Nuclear envelope
Posterior acrosome
Peri-postacrosomal
sheath space
Postacrosomal region
Sub-postacrosomal space
Postacrosomal sheath
Gambar 2 Skematik daerah kepala
(Toshimori dan Ito 2003)
Posterior ring
spermatozoa
mamalia.
N=Nucleus
Pembentukan akrosom terjadi pada tahap spermiogenesis dari
spermatogenesis. Spermiogenesis adalah proses metamorfosa yang terjadi selama
perubahan sel spermatid menjadi bentuk sel spermatozoa normal (Gambar 3).
Perubahan morfologik selama spermiogenesis meliputi pembentukan akrosom,
kepala, leher dan ekor spermatozoa. Spermiogenesis dibagi dalam tahap Golgi,
tahap tudung (capping), tahap akrosom dan tahap pematangan (maturation) (Hess
dan Franca 2005).
 Golgi
Tahap Golgi merupakan tahap pertama dari pembentukan akrosom. Pada
tahap ini terbentuk granula proakrosomal di gelembung Golgi yang selanjutnya
bergabung membentuk butir akrosom tunggal dalam gelembung akrosomal.
Sentriol proksimal akan bergerak dari sitoplasma ke dasar nukleus yang
nantinya akan menjadi leher antara kepala dan ekor, sedangkan sentriol distal
akan berkembang menjadi aksonema (flagella di ekor).
7
 Tudung
Butir akrosom pada tahap ini akan bergerak ke arah anterior inti. Butir-butir
akrosom akan memipih yang disebut akrosom dan terdapat membran. Ekor
akan terbentuk dari sentriol distal. Pada fase ini, spermatid akan bergerak ke
arah lumen tubuli seminiferi.
 Akrosom
Akrosom akan berkembang dan menutup hampir 2/3 area kepala. Kepala
dan sitoplasma akan memanjang dan inti mengalami kondensasi.
 Pematangan
Spermatid akan memanjang dan akan dilepaskan ke lumen sedangkan sisa
sitoplasma akan bergerak ke arah posterior. Mitokondria akan mengelilingi
flagella dari dasar inti sampai dengan 1/3 dari ekor.
Gambar 3 Tahap perubahan spermatid (Holstein et al. 2003)
Karbohidrat, Glikokonjugat dan Lektin
Karbohidrat tersebar di dalam jaringan tubuh. Senyawa ini terutama
ditemukan di permukaan sel, di dalam sitoplasma (bergantung pada aktivitas
fungsional sel) dan matriks ekstra sel, termasuk juga untuk spermatozoa,
karbohidrat mendominasi permukaan ekstraseluler pada membran. Karbohidrat
berperan penting dalam pengaturan pertumbuhan, pergerakan sel dan respon
imun. Pada sel spermatozoa, karbohidrat berperan dalam proses pengenalan sel
8
(terdapat pada membran akrosom luar) serta fertilisasi. Pada umumnya dapat
dijumpai sekitar tujuh karbohidrat yang ada di mamalia, seperti mannosyl (Man),
glucosyl (Glc), galactosyl (Gal), Fucosyl (Fuc), acetylgalactosyl (GalNAc),
acetylglucosaminyl (GlcNAc) dan sialic acid (Desantis et al. 2006).
Glikokonjugat merupakan karbohidrat yang berikatan secara kovalen pada
protein atau lipid. Glikoprotein adalah kompleks antara karbohidrat dengan
protein, sementara glikolipid adalah kompleks karbohidrat dengan lipid.
Glikoprotein adalah mukopolisakarida yang lebih banyak dan bervariasi
dibandingkan polisakarida dan proteoglikan. Perubahan atau modifikasi
glikokaliks spermatozoa seiring dengan penghilangan ataupun adanya protein
spesifik atau glikoprotein yang terdapat pada saluran reproduksi betina dapat
mengakibatkan terjadinya kapasitasi dan reaksi akrosom. Selanjutnya kapasitasi
maupun reaksi akrosom yang terjadi pada beberapa spesies mamalia diketahui
berperan dalam pengenalan gamet maupun fertilisasi (Purohit et al. 2008).
Glikokaliks terdapat di bagian antara permukaan sel spermatozoa dengan
lingkungan ekstraseluler. Begitu pun pada oosit juga mencakup matriks
glikokaliks, zona pelusida (ZP). Namun, tidak seperti zona pelusida pada oosit,
glikokaliks pada spermatozoa memiliki ketebalan 20-60 nm dan ini lebih tipis
dibandingkan dengan di zona pelusida oosit yaitu 1-2 µm pada marsupialia dan
mencapai 16 µm pada babi. Disamping itu, glikokaliks ini berbeda dengan
glikokaliks yang ditemukan pada oosit. Hanya ada tiga glikoprotein (ZP1, ZP2,
dan ZP3) yang merupakan bagian utama pada zona pelusida, sedangkan
glikokaliks yang ada di spermatozoa diperkirakan terdapat 50 sampai 150
glikokonjugat yang berbeda-beda. Selanjutnya, tidak seperti zona pelusida,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa permukaan spermatozoa tidaklah sama
tetapi terdiri dari area yang memiliki fungsi yang berbeda, dan hal ini
menggambarkan distribusi glikokonjugat pada area tertentu dari sel dapat
memberi dugaan yang berkaitan dengan kemungkinan fungsinya di lokasi
tersebut. Sejak adanya molekul yang terdapat pada permukaan sel spermatozoa
ketika spermatozoa memperoleh kemampuan untuk membuahi, maka hal ini
dikenal dengan “major maturation antigen”. Komposisi dari glikokaliks utamanya
berasal dari lektin spesifik, berikatan dengan rantai gula dengan tipe yang
berbeda, kemudian bersatu menyerupai gugus gula membentuk permukaan
spermatozoa (Schroter et al. 1999).
Lektin merupakan molekul protein yang dihasilkan dari tanaman serta
hewan yang termasuk dalam golongan nonenzimatik tetapi tidak masuk dalam
golongan immunoglobulin. Lektin dapat ditemukan pada jaringan tubuh hewan
dan tumbuhan, terutama biji dari kacang-kacangan. Lektin termasuk protein besar
(BM 20.000-300.000) sehingga dimungkinkan untuk mengikat molekul kovalen
untuk beberapa grup asam amino bebas tanpa mengganggu ikatan karbohidrat
tersebut. Karena afinitas lektin terhadap residu monosakarida sangat spesifik,
maka lektin dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan maupun distribusi
glikokonjugat (Kiernan 1990).
Interaksi lektin dengan oligosakarida tidak termasuk dalam ikatan kovalen
tetapi prinsipnya hampir sama dengan ikatan antara antigen dan antibodi. Kiernan
(1990) mengklasifikasikan lektin menjadi lima kelompok berdasarkan afinitasnya
terhadap residu gula, masing-masing afinitas untuk glukosa dan manosa, Nasetilglukosamin, galaktosa dan N-asetilgalaktosamin, L-fukosa dan sialic acid
9
serta uronic acid. Glikokonjugat yang mengandung residu glukosa dan manosa
berperan dalam transport ion, sedangkan yang mengandung residu gula fukosa
terlibat dalam perlekatan antar sel dan pengaturan difusi substrat antar sel.
Glikokonjugat dengan residu gula N-asetil-D-glukosamin berperan dalam
transport cairan dan ion, sementara glikokonjugat dengan residu gula galaktosa
terlibat dalam perlekatan antar sel dan penanda dalam diferensiasi sel (Spicer dan
Schulte 1992). Jenis lektin, sumber dan afinitasnya terhadap karbohidrat
dirangkum pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis lektin, sumber dan afinitasnya terhadap karbohidrat (Aly dan SalemBekhit 2012)
No
Lectin group
Lectin source
(Latin name)
Common
name
Acronym
Sugar
specificity
Binding
inhibitor
Con A
α-D-Man>α-DGlc
Man
PNA
β-D-Gal-(1-3)D-GalNAc
Gal
GSA-I
Terminal α-Gal
Gal
1
D-Mannose (DGlucose)-binding
lectins
Canavalia
ensiformis
Agglutinin
Jack bean
2
D-Galactose-binding
lectins
Arachis
hypogaea
Agglutinin
Peanut
Griffonia
simplicifolia I
Agglutinin
Griffonia or
Bandeiraea
Erythrina
cristagalli
Agglutinin
Coral tree
ECA
α- D- Gal-(14)-GlcNAc
Gal
N-acetyl-Dgalactosamine
(GalNAc)-binding
lectins
Glycine max
Agglutinin
Soybean
SBA
D-GalNAc
GalNAc
Visea villosa
Agglutinin
Hairy vetch
VVA
D-GalNAc
GalNAc
4
N-acetyl-Dglucosamine
(GlcNAc)-binding
lectins
Triticum
vulgaris
Agglutinin
Wheat
germ
WGA
GlcNAc(β14GlcNAc)1-2,
NeuNAc
GlcNAc
5
L-Fucose-binding
lectins
Ulex
europaeus-I
Agglutinin
Gorse seed
UEA-I
α-L-Fuc
α-L-Fuc
Lotus
tetragonolobus
Agglutinin
Asparagus
pea
LTA
α-L-Fuc
α-L-Fuc
3
Man, mannose; Glc, glucose; GalNAc, N-acetylgalactosamine; GlcNAc. N-acetylglucosamine; NeuNAc, Nacetylneuraminic acid (sialic acid); α-L-Fuc, α-L-Fucose.
10
Kriopreservasi Spermatozoa
Fenomena utama selama proses kriopreservasi yang dapat menurunkan
viabilitas sel spermatozoa yaitu kejutan dingin (cold shock) dan perubahan
intraseluler akibat pengeluaran air yang berkaitan dengan pembentukan kristal es.
Selain itu ada faktor tambahan yakni peroksidasi lipid. Kerusakan umum pada sel
spermatozoa selama proses kriopreservasi akibat adanya fenomena tersebut adalah
kerusakan mekanik yang ditandai dengan kerusakan organel sitoplasma atau
pecah karena ekspansi es, konsentrasi larutan menjadi toksik dan tebal akibat
adanya dehidrasi dari suspensi media baik intra maupun ekstraseluler dan
perubahan fisik serta kimiawi diantaranya presipitasi, denaturasi, koagulasi dari
protein, disosiasi ion dan kehilangan sifat-sifat absorpsi atau sifat-sifat pengikat
air (Hu et al. 2006; Camara et al. 2011).
Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu secara mendadak di
bawah suhu 0°C. Hal ini berkaitan dengan fase transisi dari membran lipid yang
menyebabkan terjadinya fase pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas
selektif dan membran biologik sel hidup. Efek kejutan dingin pada spermatozoa
adalah penurunan aktivitas flagella, kerusakan organ intraseluler dan kerusakan
membran sel. Pengaruh utama kejutan dingin terhadap sel spermatozoa adalah
penurunan motilitas dan viabilitas, perubahan permeabilitas dan perubahan
komponen lipid pada membran. Jumlah spermatozoa motil mengalami penurunan
disertai pelepasan enzim, perpindahan ion melewati membran dan penurunan
kandungan lipid seperti fosfolipid dan kolesterol yang sangat berperan dalam
mempertahankan integritas membran plasma (Holt 2000).
Pembentukan kristal-kristal es selama proses kriopreservasi menyebabkan
terjadi penumpukan elektrolit di dalam sel yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan sel secara mekanik, dimana elektrolit yang menumpuk akan merusak
dinding sel sehingga pada waktu thawing, permeabilitas membran plasma akan
berubah dan sel akan mati. Pembentukan kristal-kristal es kemungkinan berkaitan
dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak mengalami
pembekuan (Watson 2000).
Perubahan fisik di dalam sel selama kriopreservasi ada hubungannya dengan
cooling rate atau derajat penurunan suhu. Jika cooling rate berlangsung lambat,
air akan banyak keluar dari sel untuk mencapai keseimbangan potensial kimiawi
air intra dan ekstraseluler serta terjadi dehidrasi untuk menghindari pembekuan
intraseluler, sedangkan jika cooling rate berlangsung terlalu cepat maka sel
kurang mengalami dehidrasi sehingga terjadi formasi es intraseluler dimana
mempunyai energi permukaan yang besar dan tidak stabil serta cenderung
membentuk kristal-krital es yang besar, akibatnya akan bersifat letal terhadap sel.
Prinsip utama derajat cooling rate adalah kecepatan optimal yang dapat memberi
kesempatan air keluar dari dalam sel secara bertahap sebagai respons sel terhadap
kenaikan konsentrasi larutan ekstraseluler yang semakin tinggi diantara kristalkristal es yang terbentuk (Watson 2000; Gazali dan Tambing 2002). Lebih lanjut,
efek pembentukan kristal-kristal es terhadap sel spermatozoa adalah penurunan
motilitas dan viabilitas spermatozoa, peningkatan pengeluaran enzim-enzim
intraseluler ke luar sel dan kerusakan pada organel-organel sel, seperti
mitokondria dan lisosom. Apabila mitokondria rusak menyebabkan putusnya
11
rantai oksidasi, sementara apabila lisosom pecah akan mengeluarkan asam
hidrolase sehingga akan mencerna bagian sel yang lain.
Radikal bebas yang merupakan senyawa oksigen reaktif atau Reactive
Oxygen Species (ROS) adalah molekul atau oksidan yang sangat reaktif walaupun
derajat kekuatannya berbeda-beda karena memiliki satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan dalam orbital luarnya, sehingga dapat bereaksi dengan molekul
sel dengan cara mengikat elektron dari molekul sel tersebut yang mengakibatkan
reaksi berantai yang dapat menghasilkan radikal bebas baru, seperti superoxide
dismutase (SOD) dan nitric oxide (NO). Dengan demikian, radikal bebas dapat
mengganggu integritas sel dan dapat bereaksi dengan komponen-komponen sel,
baik komponen struktural seperti molekul-molekul penyusun membran maupun
komponen fungsional, seperti enzim-enzim dan DNA. Tingginya komposisi
spermatozoa dengan asam lemak tidak jenuh memiliki konsekuensi yang tidak
menguntungkan karena menjadi rentan terhadap peroksidasi lipid (Meggiolaro et
al. 2003). Peroksidasi lipid menyebabkan kerusakan matrik struktur lipid yang
menyebabkan instabilitas membran karena terputusnya rantai asam lemak menjadi
senyawa yang bersifat toksik terhadap sel, seperti malonaldehide (MDA). Pada sel
spermatozoa efek toksik yang disebabkan oleh peroksidasi lipid mengakibatkan
rendahnya motilitas spermatozoa, kerusakan enzim intraseluler serta kerusakan
membran plasma spermatozoa terutama pada bagian akrosom sehingga juga
menurunkan fertilitasnya (Sarlos et al. 2002).
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Mei
2014. Koleksi spermatozoa domba dilakukan di Unit Rehabilitasi Reproduksi,
Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sementara itu untuk
evaluasi spermatozoa dan kriopreservasi dilakukan di Laboratorium Fertilisasi In
Vitro, Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan
Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, serta evaluasi
pewarnaan histokimia lektin dilakukan di Laboratorium Histologi, Bagian
Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
12
Koleksi Semen
Semen segar dikoleksi dari domba lokal jantan yang sudah mencapai sexual
maturity berumur antara 1-2 tahun dengan bobot badan berkisar antara 25-30 kg.
Domba dipelihara secara intensif dalam kandang individual yang berada di Unit
Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pakan hijauan dan konsentrat sebagai sumber makanan pokok bagi domba,
sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Penampungan semen dilakukan
sebanyak dua kali seminggu dengan menggunakan vagina buatan.
Kriopreservasi Spermatozoa
Semen segar yang sudah dievaluasi karakteristiknya diencerkan dengan
medium Niwa dan Sasaki Freezing (NSF) untuk kemudian dibekukan (Kikuchi et
al. 1999; Karja et al. 2006). Hanya semen yang mempunyai karakteristik baik
dengan persentase motilitas minimal 70% digunakan proses pembekuan. Dalam
proses pembekuan, penambahan bahan pengencer dilakukan dengan metode two
step freezing yaitu dimulai dengan penambahan medium NSF I kemudian
dilakukan ekuilibrasi pada suhu 4°C selama 2 jam sebelum ditambahkan dengan
medium NSF II dan diekuilibrasi kembali pada suhu yang sama selama 5 menit.
Komposisi medium freezing I (NSF I) terdiri dari 20% (v:v) kuning telur, 8,8%
(w/v) laktosa (Merck, Germany) dan 20 mg/ml ampicillin, sedangkan medium
freezing II (NSF II) terdiri dari 92,52% (v:v) medium freezing I, 1,48% (v:v)
orvus ES paste dan 6% (v:v) gliserol (Lampiran 1). Perbandingan medium NSF I
dan NSF II adalah sebesar 1:1. Semen dikemas ke dalam straw berukuran 0,25 ml
(I.V.M., France) kemudian diletakkan pada Styrofoam plate dalam uap nitrogen
cair berjarak sekitar 4 cm dari permukaan nitrogen cair selama 20 menit kemudian
segera dimasukkan dalam kontainer nitrogen cair untuk penyimpanan.
Evaluasi Karakteristik dan Deteksi Status Akrosom
Evaluasi semen selama proses pembekuan (semen segar, setelah ekuilibrasi
dan setelah thawing) dilakukan terhadap karakteristik spermatozoa yang meliputi
persentase motilitas, viabilitas dan membran plasma utuh (MPU) spermatozoa
serta deteksi status akrosom dengan pewarnaan histokimia lektin. Thawing semen
beku dilakukan pada water bath dengan temperatur 32°C selama 30 detik.
1) Penilaian persentase motilitas
Pada penelitian ini, metode yang dipergunakan untuk melihat motilitas
spermatozoa dilakukan secara visual. Penilaian persentase motilitas spermatozoa
ditentukan dengan cara menempatkan satu tetes semen yang telah diencerkan
dengan larutan 0,9% NaCl pada gelas objek dan ditutup dengan gelas penutup.
Pengamatan terhadap spermatozoa yang bergerak progresif dilakukan secara
subjektif dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x. Penilaian yang diberikan
berkisar antara 0 sampai 100% dengan skala 5%.
13
2) Persentase spermatozoa hidup
Penentuan persentase viabilitas dari spermatozoa dilakukan dengan
menggunakan metode pewarnaan eosin-nigrosin (Cocchia et al. 2011). Sebanyak
10 µl sampel semen dan ditambah 40 µl eosin-nigrosin kemudian dicampur diatas
gelas objek dan dibuat preparat ulas. Setelah itu, dikeringkan menggunakan
heating table selama 15 detik sebelum dilakukan pengamatan dan sebanyak 100
spermatozoa diamati dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x. Spermatozoa
yang dikategorikan hidup adalah spermatozoa yang tidak menyerap zat warna
sehingga pada bagian kepala spermatozoa tidak terwarnai (putih), sedangkan
spermatozoa yang dikategorikan mati adalah spermatozoa yang menyerap zat
warna sehingga pada bagian kepalanya akan berwarna merah (Gambar 4).
a
b
Gambar 4 Spermatozoa dengan metode pewarnaan eosin-nigrosin.
Spermatozoa hidup (a) dan spermatozoa mati (b).
3) Penilaian keutuhan membran plasma
Penilaian persentase keutuhan membran plasma spermatozoa diperiksa
menggunakan teknik Hypoosmotic Swelling Test (HOS-Test) dengan komposisi
0,135 g fruktosa (Merck, Germany) dan 0,0737 g trisodium citrate 2H2O dalam
10 ml air mili-Q. Sampel semen sebanyak 20 μl diencerkan dengan 80 μl larutan
HOS dan dibiarkan selama 10 menit dalam water bath (37oC). Untuk keperluan
pengamatan, diteteskan 10 μl sampel semen pada gelas objek yang ditutup dengan
gelas penutup dan evaluasi dilakukan dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x
terhadap 100 spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh
ditandai oleh ekor yang melingkar atau menggelembung, sedangkan spermatozoa
yang memiliki membran plasma tidak utuh ditandai oleh ekor yang lurus (Gambar
5) (Perez-Llano et al. 2006).
14
U
Gambar 5
TU
Gambaran integritas membran spermatozoa domba dengan teknik
Hypoosmotic Swelling Test (HOS-Test). Spermatozoa dengan
membran plasma utuh ditandai dengan ekor melingkar (U),
sementara spermatozoa dengan membran plasma tidak utuh ditandai
dengan ekor lurus (TU).
4) Deteksi Status Akrosom
a. Teknik Pemeriksaan dengan Metode FITC
Sampel semen dibuat preparat ulas dan dikeringudarakan pada temperatur
ruangan kemudian difiksasi dalam etanol 96% selama 10 menit pada temperatur
ruang. Preparat sampel setelah dikeringudarakan diteteskan larutan lektin PNA
(Sigma, St. Luis MO) sebanyak 30 µl (100 µg/ml) kemudian diinkubasi pada suhu
37oC selama 30 menit. Preparat kemudian ditetesi propidium iodide (PI) (Sigma,
St. Luis MO) sebanyak 5 µl (1 µg/µl) dan diinkubasi selama 5 menit. Setelah
inkubasi, preparat kemudian dicuci dengan PBS (phosphate-buffered saline)
sebanyak tiga kali untuk membersihkan sisa pereaksi yang tidak berikatan,
kemudian ditutup menggunakan cover glass. Pemeriksaan status akrosom
dilakukan menggunakan mikroskop fluoresens (Nikkon, Eclipse E600, Japan)
pada panjang gelombang 380-420 nm. Jumlah spermatozoa yang diamati pada
setiap perlakuan adalah 200 spermatozoa. Hasil pemeriksaan dengan metode
FITC dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu spermatozoa dengan akrosom
berwarna hijau dikategorikan sebagai akrosom intak, sementara spermatozoa tidak
berwarna hijau dikategorikan sebagai akrosom rusak sesuai metode Cocchia et al.
(2011). Semua proses pewarnaan dilakukan dalam ruang gelap. Prosedur
pewarnaan histokimia lektin metode FITC secara garis besar tercantum pada
Lampiran 3.
15
b. Teknik Pemeriksaan dengan Metode ABC
Teknik ABC yang dipakai dalam penelitian ini sesuai dengan metode Hsu et
al. (1981) dengan beberapa modifikasi. Sampel semen dibuat preparat ulas
kemudian dikeringudarakan untuk selanjutnya difiksasi dalam larutan
glutaraldehyde 4% dan didiamkan pada suhu 4oC selama 3 hari. Preparat yang
sudah difiksasi kemudian dicuci dengan PBS selama 15 menit serta direndam
dengan larutan 0,3% H2O2 dalam metanol selama 30 menit untuk menghilangkan
peroksidase endogen dan kemudian dicuci kembali dengan PBS.
Preparat diinkubasi dengan lektin PNA (biotinylated PNA) (Vector Lab,
Inc., USA) selama satu malam. Setelah itu, preparat dicuci dengan PBS.
Selanjutnya, pada masing-masing preparat diteteskan ABC kit (Avidin-Biotin
Peroxidase Complex) (Vector Lab, Inc., USA) dan diinkubasi pada suhu 37oC
selama 30 menit untuk kemudian dicuci dengan PBS. Untuk visualisasi, preparat
ditetesi dengan larutan diamino benzidine (DAB) (Vector Lab, Inc., USA) dan
didiamkan dalam waktu 15 menit. Terakhir dilakukan pencucian preparat dengan
akuades, kemudian preparat didehidrasi, dilakukan clearing dan mounting. Reaksi
yang terjadi ditunjukkan dengan warna coklat pada bagian akrosom yang
mengindikasikan akrosom intak, sementara itu spermatozoa tidak berwarna
dikategorikan sebagai akrosom rusak. Jumlah spermatozoa yang diamati pada
setiap perlakuan adalah 200 spermatozoa. Prosedur pewarnaan histokimia lektin
metode ABC secara garis besar tercantum pada Lampiran 2.
Analisis Data
Data karakteristik spermatozoa serta evaluasi pewarnaan histokimia lektin
disajikan dalam bentuk persentase dan dianalisis dengan analisis sidik ragam
(ANOVA) dalam bentuk rancangan acak lengkap dengan lima kali ulangan.
Apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (Steel dan
Torrie 1993).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Spermatozoa Domba Selama Proses Pembekuan
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan kualitas spermatozoa
selama proses pembekuan (Gambar 6). Motilitas spermatozoa dari semen segar ke
tahap ekuilibrasi mengalami penurunan sebesar 12%, dan setelah thawing sebesar
31%. Dengan demikian, selama proses pembekuan terjadi penurunan persentase
motilitas spermatozoa sebesar 43%. Hal ini menunjukkan bahwa proses
pembekuan menyebabkan penurunan persentase motilitas spermatozoa yang
sangat drastis terutama terjadi saat spermatozoa terpapar oleh nitrogen cair.
16
100,0
90,0
Persentase (%)
80,0
Motilitas
88,8±2,59a
88,2±3,70a
84,2 ±4,97b
Viabilitas
83,0±2,75a
76,2±1,30b
MPU
70,0
71,0±4,18b
60,0
61,08±3,25c
50,0
51,2±10,43c
40,0
40,0±3,54c
30,0
20,0
10,0
SS
SE
Tahapan Kriopreservasi
ST
Gambar 6 Karakteristik spermatozoa domba selama proses pembekuan.
Superscript dengan huruf yang berbeda (a, b, c) pada line yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). SS = Semen Segar; SE
= Setelah Ekuilibrasi; ST = Setelah Thawing; MPU = Membran
Plasma Utuh.
Dalam proses pembekuan semen, adanya hambatan yang disebabkan oleh
kejutan dingin (cold shock) dan perubahan intraseluler akibat pengeluaran air dari
sel dan terbentuknya kristal-kristal es akan menyebabkan kerusakan sel. Pengaruh
utama dari kejutan dingin terhadap sel spermatozoa ialah penurunan motilitas dan
daya hidup, sedangkan pembentukan kristal es dalam proses kriopreservasi
menyebabkan menumpuknya elektrolit di dalam sel. Penumpukan elektrolit akan
merusak dinding sel spermatozoa saat pencairan kembali (thawing) sehingga
permeabilitas membran plasma menurun dan menyebabkan kematian sel (Watson
2000; Hu et al. 2006).
Pengaruh pembekuan-thawing selain dapat menyebabkan penurunan
motilitas juga dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan pada organel-organel sel
seperti mitokondria spermatozoa (Kasai et al. 2002; Partyka et al. 2010). Energi
berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP) yang merupakan hasil metabolisme di
dalam membran mitokondria diduga berperan untuk menggertak mikrotubul yang
menyebabkan terjadinya pergesekan diantara mikrotubul, sehingga spermatozoa
mampu bergerak secara bebas (Silva dan Gadella 2006). Lebih lanjut, Gadea et al.
(2007) menambahkan bahwa motilitas spermatozoa sangat bergantung pada suplai
energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP) hasil metabolisme yang akan
berlangsung dengan baik apabila membran plasma sel ada dalam keadaan yang
utuh, sehingga mampu dengan baik mengatur lalu lintas keluar masuk sel substrat
17
dan elektrolit-elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme. Pada
membran plasma sel terdapat banyak makromolekul seperti protein, lipoprotein,
glikoprotein, dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai enzim, reseptor, saluran
atau pembawa (carrier). Makromolekul-makromolekul inilah yang berfungsi
memfasilitasi lalu lintas keluar masuk seluruh substrat dan elektrolit pada sel.
Substrat dan elektrolit harus difasilitasi karena tidak dapat menembus secara
difusi bebas membran plasma sel spermatozoa yang bersifat semipermeabel.
Penurunan viabilitas spermatozoa juga terlihat setelah spermatozoa
mengalami proses pembekuan yaitu sebesar 27,72%, meskipun demikian
persentase viabilitas spermatozoa setelah thawing pada penelitian ini masih
memenuhi standar (61,08%), karena menurut Hernandez et al. (2012) selama
proses pembekuan-thawing hampir 50% spermatozoa mati. Tingginya persentase
viabilitas spermatozoa pada penelitian ini diduga terkait dengan penggunaan
medium NSF I dan NSF II yang mengandung Orvus ES Paste. Komponen aktif
pada Orvus ES Paste yaitu sodium dodecyl sulphate (SDS) dalam bahan
pengencer dapat meningkatkan viabilitas dan fluiditas membran plasma
spermatozoa, sehingga dapat mempertahankan viabilitas spermatozoa setelah
thawing seperti yang dilaporkan Alhaider dan Watson (2009). Lebih lanjut
dilaporkan bahwa Orvus ES Paste mampu meningkatkan daya hidup spermatozoa
setelah pencairan kembali (thawing) dengan bertindak sebagai surfaktan untuk
menstabilkan membran sel dan untuk melindungi spermatozoa dari efek toksik
gliserol selama proses pembekuan (Ponglowhapan dan Chatdarong 2008).
Integritas membran plasma harus tetap terjaga agar kelangsungan hidup
spermatozoa, motilitas dan kemampuan fertilisasi dapat dipertahankan. Hal
tersebut dikarenakan selain berfungsi sebagai pelindung secara fisik organelorganel sel spermatozoa termasuk akrosom, membran plasma juga berfungsi
dalam pengaturan keluar-masuknya zat-zat nutrisi dan ion-ion. Selain itu,
membran plasma juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan elektrolit intra dan
ekstraseluler. Rusaknya membran plasma akan mengakibatkan terganggunya
proses metabolisme dan proses fisiologis yang akan mengakibatkan kematian
spermatozoa (Zhu dan Liu 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
penurunan persentase membran plasma utuh spermatozoa setelah proses
pembekuan sebesar 37%, sehingga hanya tersisa 51,2% masih memiliki membran
plasma utuh.
Proses pendinginan pada kriopreservasi spermatozoa dapat menekan
aktivitas metabolisme dan meningkatkan sensitivitas kejutan dingin yang ditandai
dengan penurunan permeabilitas serta integritas membran plasma spermatozoa
secara irreversibel yang mengarah kepada gangguan dan kematian spermatozoa
(Esteves et al. 2000; Blesbois et al. 2005). Proses pembekuan-thawing dapat
menyebabkan kerusakan fungsional membran mencakup peningkatan fluiditas
membran dan terjadinya peningkatan tekanan osmotik pada membran yang terjadi
ketika sel mengalami dehidrasi ekstrim selama proses pendinginan (Nur et al.
2011). Keadaan ini diperburuk dengan terbentuknya peroksidasi lipid yang
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi pada membran sel spermatozoa
(Gadella 2008).
18
Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba
Keutuhan akrosom merupakan kunci keberhasilan terjadinya proses
fertilisasi, karena hanya spermatozoa dengan akrosom utuh yang mampu
melakukan penetrasi zona pelusida dan melakukan fusi dengan membran plasma
oosit (Celeghini et al. 2010). Status akrosom spermatozoa domba selama proses
pembekuan pada penelitian ini dideteksi dengan menggunakan dua teknik
pewarnaan histokimia lektin yaitu FITC dan ABC. Hasil yang diperoleh seperti
terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Status akrosom spermatozoa domba dengan pewarnaan histokimia
lektin metode FITC (A): Spermatozoa dengan akrosom berwarna hijau
dikategorikan sebagai akrosom intak (ai), sedangkan spermatozoa
tidak berwarna hijau dikategorikan sebagai akrosom rusak (ar). Status
akrosom spermatozoa domba dengan pewarnaan histokimia lektin
metode ABC (B): Spermatozoa dengan akrosom berwarna coklat
dikategorikan sebagai akrosom intak (ai), sedangkan spermatozoa
yang tidak berwarna dikategorikan sebagai akrosom rusak (ar). Skala
= 10 µm.
Lektin adalah protein, terutama berasal dari tumbuhan, yang tidak memiliki
sifat-sifat imunoglobulin tetapi mampu mengenali dan mengikat monosakarida
dan oligosakarida. Satu molekul lektin dapat mengikat dua atau lebih molekulmolekul glikoprotein pada permukaan luar sel, seperti Peanut agglutinin (PNA)
memiliki kekhususan atau spesifitas terhadap residu β-galaktosa (Odhiambo et al.
2011). Molekul lektin yang berikatan tidak melibatkan formasi ikatan kovalen,
tetapi lebih mirip dengan perlekatan antigen-antibodi spesifik (Kiernan 1990).
Afinitas lektin terhadap oligosakarida dari glikokonjugat bersifat sangat spesifik
(Baker et al. 2004) sehingga interaksi karbohidrat dengan lektin dapat digunakan
19
25
25
20
20
18,27±4,77c
15
11,96±3,21b
10
5
Persentase (%)
Persentase (%)
secara efektif untuk mengevaluasi status akrosom spermatozoa sehingga dapat
memberikan gambaran fertilitas dari spermatozoa.
Deteksi status akrosom spermatozoa dengan dua metode yang digunakan
pada penelitian ini (metode FITC dan ABC) menunjukkan hasil yang sama yaitu
terjadi peningkatan persentase akrosom spermatozoa rusak selama proses
pembekuan (P<0,05) (Gambar 8). Kenaikan akrosom spermatozoa rusak setelah
thawing terdeteksi dengan menggunakan metode FITC sebesar 11,9%, sementara
dengan metode ABC sebesar 15,16%.
20,62±2,06c
15
10
11,83±0,38b
5
6,37±2,73a
5,46±0,26a
0
0
SS
SE
ST
Tahapan Kriopreservasi
A
SS
SE
ST
Tahapan Kriopreservasi
B
Gambar 8 Status akrosom spermatozoa rusak selama proses pembekuan dengan
metode FITC (A) dan metode ABC (B). Superscript dengan huruf
yang berbeda (a, b, c) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
SS = Semen Segar; SE = Setelah Ekuilibrasi; ST = Setelah Thawing.
Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan persentase akrosom
spermatozoa yang rusak masih dalam batas normal. Hal ini didukung oleh
Hernandez et al. (2012) yang melaporkan bahwa kerusakan akrosom spermatozoa
yang terjadi selama proses pembekuan melebihi 50% akan kehilangan
kemampuan fertilitasnya. Rendahnya persentase akrosom spermatozoa yang rusak
pada penelitian ini diduga terkait dengan kandungan Orvus ES Paste dalam bahan
pengencer yang digunakan. Orvus ES Paste dengan komponen aktif sodium
dodecyl sulphate (SDS) dapat melindungi keutuhan akrosom spermatozoa setelah
thawing (Tsutsui et al. 2000) serta mampu melindungi integritas membran plasma
spermatozoa saat thawing dengan cara mengontrol Ca2+ ektraselular yang masuk
ke dalam sel selama proses pembekuan, sehingga membran tidak akan mengalami
depolarisasi maupun induksi reaksi meyerupai kapasitasi yang berakibat pada
kematian sel (Alhaider dan Watson 2009).
20
Menurut Mizutani et al. (2010) menyatakan bahwa sodium dodecyl sulphate
(SDS) merupakan cairan deterjen anionik terlarut yang berperan mempertahankan
dan melarutkan membran protein pada konsentrasi tinggi, sehingga dapat
melindungi spermatozoa melawan cold shock serta meningkatkan kemampuan
bertahan spermatozoa selama proses pembekuan. Mekanisme kerja dari Orvus ES
Paste dengan komponen aktif SDS dalam melindungi tudung akrosom
spermatozoa belum diketahui secara spesifik, namun demikian beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa penambahan Orvus ES Paste ke dalam bahan
pengencer mampu melindungi akrosom spermatozoa setelah thawing. Hasil
penelitian Mizutani et al. (2010) menunjukkan bahwa persentase status akrosom
spermatozoa kucing dengan akrosom spermatozoa intak setelah thawing yang
diberi penambahan Orvus ES Paste lebih tinggi (20,6±1,2%) dibandingkan dengan
tanpa penambahan Orvus ES Paste (12,2±1,7%). Hasil serupa juga dilaporkan
Tsutsui et al. (2000) yang menyatakan bahwa penambahan Orvus ES Paste dalam
metode pembekuan pada babi dan anjing menunjukkan bahwa Orvus ES Paste
mampu melindungi tudung akrosom spermatozoa.
Menurut Morton (2010), SDS tidak bekerja secara langsung pada membran
plasma spermatozoa, melainkan akan memodifikasi partikel kuning telur dengan
melarutkan komponen lipid dari kuning telur yang dapat melindungi membran
plasma. Tsutsui et al. (2000) juga menambahkan bahwa efek proteksi SDS
sebagai cairan deterjen anionik terlarut adalah untuk melarutkan dan menambah
dispersi dari lipoprotein kuning telur serta memperkuat ikatan antara kuning telur
dan membran plasma spermatozoa, sehingga kuning telur yang awalnya tidak
larut secara penuh dapat terdispersi secara lebih baik dan mampu melindungi
membran plasma spermatozoa, termasuk melindungi keutuhan akrosom
spermatozoa.
5 SIMPULAN
Status akrosom spermatozoa dapat dideteksi menggunakan lektin PNA
metode FITC dan metode ABC dengan efektifitas yang sama sehingga dapat
digunakan untuk penilaian terhadap kualitas dan fertilitas spermatozoa.
DAFTAR PUSTAKA
Agungpriyono S, Kurohmaru M, Kimura J, Wahid AH, Sasaki M, Kitamura N,
Yamada J, Fukuta K, Zuki AB. 2009. Distribution of lectin-bindings in the
testis of the Lesser Mouse Deer, Tragulus javanicus. Anat Histol Embryol
38: 208-213.
Alhaider AK, Watson PF. 2009. Cryopreservation of dog semen: The effects of
Equex STM paste on plasma membrane fluidity and the control of
intracellular free calcium. Anim Reprod Sci 110: 147-161.
21
Aly K, Salem-Bekhit MM. 2012. Histochemical mapping of glycoconjugates in
the eyeball of the one Humped Camel (Camellus dromedarius). J Pharm
Biomed Sci 2(4): 33-46.
Bag S, Joshi A, Naqvi SMK, Rawat PS, Mittal JP. 2002. Effect of freezing
temperature, at which straws were plunged into liquid nitrogen, on the postthaw motility and acrosomal status of ram spermatozoa. Anim Reprod Sci
72: 175-183.
Baker SS, Thomas M, Thaler CD. 2004. Sperm membrane dynamics assessed by
changes in lectin fluorescence before and after capacitation. J Androl 25(5):
744-751.
Batista AM, Silva SV, Soares AT, Monteiro Jr PLJ, Wischral A, Guerra MMP.
2011. Comparison of capripure and percoll density gradients for sperm
separation of frozen thawed goat spermatozoa. Anim Reprod 8: 81-84.
Bearden HJ, Fuquay JW, Willard ST. 2004. Applied Animal Reproduction. 6th Ed.
New Jersey: Pearson education Inc.
Blesbois E, Grasseau I, Seigneurin F. 2005. Membrane fluidity and the ability of
domestic bird spermatozoa to survive cryopreservation. Reproduction 129:
371-378.
Camara DR, Silva SV, Almeida FC. Nunes JF, Guerra MMP. 2011. Effects of
antioxidants and duration of pre-freezing equilibration on frozen-thawed
ram semen. Theriogenology 76: 342-350.
Celeghini ECC, de Andrade AFC, Raphael CF, Nascimento J, Ticianelli JS, de
Arruda RP. 2010. Damage assessment of the equine sperm membranes by
fluorimetric technique. Braz Arch Biol Technol 53(6): 1285-1292.
Cocchia N, Pasolini MP, Mancini R, Petrazzuolo O, Cristofaro I, Rosapane I, Sica
A, Tortora G, Lorizio R, Paraggio G, Mancini A. 2011. Effect of SOD
(superoxide dismutase) protein supplementation in semen extenders on
motility, viability, acrosome status and ERK (extracelluler signal-regulated
kinase) protein phosphorylation of chilled stallion spermatozoa.
Theriogenology 75: 1201-1210.
Curry MR dan Watson PF. 1995. Sperm structure and function. Di dalam:
Grudzinkas JG dan Yovich JL, Editor. Gametes-The Spermatozoon.
Cambridge: Cambridge University Press.
Desantis S, Ventriglia G, Zubani D, Deflorio M, Megalofonou P, Acone F, Zarrili
A, Palmieri G, De Metrio G. 2006. Histochemical analysis of
glycoconjugates in the domestic cat testis. Histol Histopathol 21: 11-22.
Esteves SC, Sharma RK, Thomas AJ Jr, Agarwal A. 2000. Improvement in
motion characteristic and acrosome status in cryopreseved human
spermatozoa by swim-up processing before freezing. Hum Reprod 15: 21732179.
22
Esteves SC, Sharma RK, Thomas Jr AJ, Agarwal A. 2007. Evaluation of
acrosomal status and sperm viability in fresh and cryopreserved specimens
by the use of fluorescent peanut agglutinin lectin in conjuction with hypoosmotic sweeling test. Int Braz J Urol 33(3): 364-376.
Esteves SC, Verza Jr S. 2011. Relationship of in vitro acrosome reaction to sperm
function: An Update. The open Reproductive Science Journal 3: 72-84.
Florman HM, Jungnickel MK, Sutton KA. 2008. Regulating the acrosome
reaction. Int J Dev Biol 52(5-6): 503-510.
Gadea J, Gumbao D, Novas SC, Zquez FAZ, Grullo LA. 2007. Supplementation
of the dilution medium after thawing with reduced glutathione improves
function and the in vitro fertilizing ability of frozen-thawed bull
spermatozoa. Andrology 7: 1-10.
Gadella BM. 2008. Sperm membrane physiology and relevance for fertilization.
Anim Reprod Sci 107: 229-236.
Gazali M, Tambing SN. 2002. Kriopreservasi sel spermatozoa. Hayati 9(1): 27-32.
Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and seminal plasma. In: Hafez ESE,
Hafez B, 7th Ed. Reproduction in farm animals. USA: Lippincott Williams
& Wilkins.
Hernandez PJE, Fernandez RF, Rodriguez SJL, Soto MYG, Verona JEH, Garcia
RAD. 2012. Post-thaw acrosomal viability and reaction in sperm obtained
from equine epididymis tail. Rev Salud Anim 34(2): 84-88.
Hess R, Franca LR. 2005. History of the sertoli cell discovery. In: Griswold M,
Skinner M, Ed. Sertoli cell biology. New York: Academic Press.
Holstein AF, Schulze W, Davidoff M. 2003. Understanding spermatogenesis is a
prerequisite for treatment. Reprod Biol Endocrinol 1(107): 1-16.
Hsu S, Raine L, Fanger, H. 1981. Use of avidin-biotin-peroxidase complex (ABC)
in immunoperoxidase techniques: a comparison between ABC and
unlabeled antibody (PAP) procedures. J Histochem Cytochem 29(4): 577580.
Hu Jian-hong, Li Qing-Wang, Gang-Li, Chen Xiao-Yu, Hai-Yang, Zhang ShuShan, Wang Li-Qiang. 2006. The cryoprotective effect on frozen-thawed
boar semen of egg yolk low density lipoproteins. J Anim Sci 19(4): 486-494.
Holt WV. 2000. Basic aspects of frozen storage of semen. Anim Reprod Sci 62: 322.
Inoue N, Ikawa M, Isotani A, Okabe M. 2005. The immunoglobulin superfamily
protein izumo is required for sperm to fuse with eggs. Nature 434: 234-238.
Karja NWK, Otoi T, Wongsrikeao P, Murakami M, Agung B, Fahrudin M, Nagai
T. 2006. In vitro development and post-thaw survival of blastocysts derived
from delipidated zygotes from domestic cats. Theriogenology 65: 415-423.
23
Kasai T, Ogawa K, Mizuno K, Nagai S, Uchida Y, Ohta S, Fujie M, Suzuki K,
Hirata S, Hoshi K. 2002. Relationship between sperm mitochondrial
membrane potential, sperm motility and fertility potential. Asian J Androl 4:
97-103.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory & Practice
2nd Ed. New York: Pergamon Press.
Kikuchi K, Kashiwazaki N, Nagai T, Shimada A, Takahashi R, Hirabayashi M,
Shino M, Ueda M, Kaneko H. 1999. Reproduction in pigs using frozen–
thawed spermatozoa from epididymis stored at 4°C. J Reprod Dev 45(5):
345-350.
Lybaert P, Danguy A, Leleux F, Meuris S, Lebrun P. 2009. Improved
methodology for the detection and quantification of the acrosome reaction in
mouse spermatozoa. Histol Histopathol 24: 999-1007.
Maji S, Datta U, Hembram ML. 2010. Cell surface changes associated with in
vitro capacitation and acrosome reaction of goat epididymal sperm by a
marine bio-active compound from the snail Telescopium telescopium. Vet
Arhiv 80(5): 561-570.
Meggiolaro D, Porcelli F, Consiglio AL, Carnevali A, Crepaldi P, Molteni L,
Ferrandi B. 2003. Effect of lipid peroxidation on the immunocythochemical
detection of a leukocyte antigenic determinant in fresh and cryopreserved
bovine spermatozoa. J Anim Sci 2: 255-263.
Miranda PV, Allaire A, Sosnik J, Visconti PE. 2009. Localization of low-density
detergent-resistant membrane proteins in intact and acrosome-reacted mouse
sperm. Biol Reprod 80: 897-904.
Mizutani T, Sumigama S, Nagakubo K, Shimizu N, Oba H, Hori, Tsutsui T. 2010.
Usefulness of addition of orvus ES paste and sodium lauryl sulfate to frozen
feline semen. Theriogenology 72(1): 23-27.
Morton KM, Evans G, Maxwell WMC. 2010. Effect of glycerol concentration,
Equex-STM supplementation and liquid storage prior to freezing on the
motility and acrosome integrity of frozen-thawed epididymal alpaca
(Vicugna pacos) sperm. Theriogenology 74: 311-316.
Nur Z, Zik B, Ustuner B, Tutuncu S, Sagirkaya H, Ozguden CG, Gunay U, Dogan
I. 2011. Effect of freezing rate on acrosome and chromatin integrity in ram
semen. Ankara Univ Vet Fak Derg 58: 267-272.
Odhiambo JF, Sutovsky M, DeJarnette JM, Marshall C, Sutovsky P. 2011.
Adaptation of ubiquitin-PNA based sperm quality assay for semen
evaluation by a conventional flow cytometer and a dedicated platform for
flow cytometric semen analysis. Theriogenology 76: 1168-1176.
Partyka A, Ni-zanski W, Lukaszewicz E. 2010. Evaluation of fresh and frozenthawed fowl semen by flow cytometry. Theriogenology 74: 1017-1027.
Partyka A, Lukaszewicz E, Ni-zanski W, Twardon J. 2011. Detection of lipid
peroxidation in frozen-thawed avian spermatozoa using C11-BODIPY.
Theriogenology 75: 1623-1629.
24
Perez-Llano B, Enciso M, Garcia-Casado P, Sala R, Gosalvez J. 2006. Sperm
DNA fragmentation in boars is delayed or abolished by using sperm
extenders. Theriogenology 66: 2137-2143.
Ponglowhapan S, Chatdarong K. 2008. Effects of Equex STM Paste on the quality
of frozen-thawed epididymal dog spermatozoa. Theriogenology 69: 666672.
Purohit S, Laloraya M, Kumar PG. 2008. Distribution of N- and O-linked
oligosaccharides on surface of spermatozoa from normal and infertile
subjects. Andrologia 40(1): 7-12.
Sarlos P, Molnar A, Kokai M, Gabor Gy, Ratky J. 2002. Comparative evaluation
of the effect of antioxidants in the conservation of ram semen. Acta Vet
Hung 50(2): 235-245.
Schroter S, Osterhoff C, McArdle W, Ivell R. 1999. The glycocalyx of the sperm
surface. Hum Reprod 5(4): 302-313.
Siciliano L, Maeciano V, Carpino A. 2008. Proteosome-like vesicles stimulate
acrosome reaction of pig spermatozoa. Reprod Biol Endocrinol 6(5): 1-7.
Silva PFN, Gadella BM. 2006. Detection of damage in mammalian sperm cells.
Theriogenology 65: 958-978.
Spicer SS, Schulte BA. 1992. Diversity of cell glycoconjugates shown
histochemically: a perspective. J Hictochem Cytochem 40(1): 1-38.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Talaei T, Esmaeelpour T, Aekiyash F, Bahmanpour S. 2010. Effects of
cryopreservation on plasma membrane glycoconjugates of human
spermatozoa. Iran J Reprod Med 8(3): 119-124.
Toshimori K, Ito C. 2003. Formation and organization of the mammalian sperm
head. Arch Histol Cytol 66(5): 383-396.
Tsutsui T, Hase M, Hori T, Ito T, Kawakami E. 2000. Effects of orvus ES paste
on canine spermatozoal longevity after freezing and thawing. J Vet Med Sci
62(5): 533–535.
Watson PF. 2000. The causes of reduced fertility with cryopreserved semen. Anim
Reprod Sci 60-61: 481-492.
Zhu WJ, Liu XG. 2000. Cryodamage to plasma membrane integrity in head and
tail regions of human sperm. Asian J Androl 2:135-138.
25
LAMPIRAN
26
Lampiran 1 Komposisi medium Niwa dan Sasaki Freezing (NSF) untuk
kriopreservasi spermatozoa
1. Medium Freezing NSF I
Komponen
Jumlah
Laktosa
8,8%
Kuning Telur
20%
Distilled Water
80%
Ampicilin
20 mg/ml
2. Medium Freezing NSF II
Komponen
Jumlah
Medium Freezing NSF I
92,52%
Orvus ES Paste
1,48%
Gliserol
6%
27
Lampiran 2 Prosedur pewarnaan histokimia lektin metode ABC (Avidin Biotin
Complex)
Pewarnaan Histokimia Lektin untuk Akrosom Spermatozoa
Metode ABC (Avidin Biotin Complex)
1.
2.
3.
4.
Sediaan spermatozoa dibuat preparat ulas
Fiksasi glutaraldehyde 4%
PBS 0,01 M (3x)
Blocking „endogenous peroxidase‟
Larutan 0,3% H2O2 dalam metanol
5. PBS 0,01 M (3x)
6. Lektin PNA (biotinylated PNA) @ 30 µl
7. PBS 0,01 M (3x)
8. ABC Kit @ 60 µl
9. PBS 0,01 M (3x)
10. DAB (diaminobenzidine)
11. Cuci dengan akuades
12. Dehidrasi, clearing, mounting
3 hari (refrigerator 4oC)
@ 5 menit
30 menit
@ 5 menit
1 malam (refrigerator 4oC)
@ 5 menit
30 menit (inkubator 37oC)
@ 5 menit
1-15 menit*
Keterangan:
* Pengamatan reaksi positif yang berwarna coklat pada akrosom spermatozoa
28
Lampiran 3 Prosedur pewarnaan histokimia lektin metode FITC (Fluorescens
isothiocyanate)
Pewarnaan Histokimia Lektin untuk Akrosom Spermatozoa
Metode FITC (Fluorescens isothiocyanate)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sediaan spermatozoa dibuat preparat ulas
Fiksasi etanol 96%
Lektin PNA @ 30 µl
PI (Propidium Iodide) @ 5 µl
PBS 0,01 M (3x)
Keringkan dan tutup cover glass
10 menit
30 menit (inkubator 37oC)
5 menit
@ 5 menit
29
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Agustus 1989 sebagai anak
kedua dari pasangan bapak Khairuman Esa Wijaya (Alm) dan ibu Lili Muslikhah.
Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun yang sama penulis diterima di
Program Studi Biologi Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan pada Program
Pascasarjana IPB. Beasiswa Program Pascasarjana diperoleh dari Beasiswa
Unggulan DIKTI 2012.
Karya ilmiah dengan judul “Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa
Domba dengan Teknik Histokimia Lektin selama Proses Pembekuan” telah
diajukan pada Jurnal Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,
Bali. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program master penulis yang
diharapkan dapat bermanfaat, terutama bagi penulis sendiri, akademisi serta
masyarakat pada umumnya.
Download