ABSTRAKSI Semua orang sepakat, bahwa menjalani kehidupan rumah tangga bukanlah perkara mudah. Dengan menikah, secara otomatis akan muncul tanggung jawab dan kebutuhan baru yang pastinya lebih kompleks. Karenanya dibutuhkan kesiapan maksimal, baik dalam hal fisik, mental, maupun material. Namun sangat ironis, pernikahan yang katanya tidak mudah dijalani tersebut menjadi pilihan anak-anak perempuan yang masih sangat belia. Mereka telah berani dan bersedia menikah dini, meskipun ada beberapa persiapan atau kematangan belum mereka miliki. Bahkan lebih menariknya lagi, data statistik mengungkapkan bahwa angka pernikahan dini anak perempuan kian hari kian meningkat dengan usia yang kian belia. Pernikahan dini ini pun menunjukkan kecenderungan lebih banyak dilakukan oleh anak perempuan daripada laki-laki. Sehingga perlu dilihat lebih dalam, alasan apa yang ada di balik kecenderungan anak perempuan menikah dini dan dan bagaimana interpretasi anak perempuan terhadap pengalaman pernikahan dininya. Untuk menampilkan analisis sosiologis mengenai praktik pernikahan dini tersebut, maka digunakanlah teori agensi yang diperkenalkan oleh sosiolog Pierre Bourdieu. Dengan konsep habitus Bourdieu, dapat dijelaskan bahwa segala pikiran dan tindakan individu dibentuk oleh struktur sosial. Namun tindakan individu bukanlah tindakan bebas, tetapi disesuaikan dengan prinsip dan kondisi yang dihadapi oleh individu. Dalam hal ini, praktik pernikahan dini dipengaruhi oleh struktur objektif yang kemudian melekat pada kehidupan individu sehari-hari melalui sosialisasi. Pernikahan dini ini juga dibingkai dengan teori gender, dimana di dalamnya berkaitan dengan peran suami istri yang tidak lepas dari konstruksi sosial. Selain itu, teori gender juga dipergunakan untuk melihat bagaimana relasi yang tercipta antara suami dan istri. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi atau deskripsi mendalam (thick description). Metode ini dipilih karena dapat menguak bagaimana subjek penelitian berpikir, berperilaku, dan menginterpretasikan pengalaman hidupnya. sehingga didapatkan pemahaman mengenai budaya subjek secara menyeluruh. Untuk mendapatkan pemahaman secara menyeluruh tersebut, dilakukan observasi dan partisipasi peneliti ke dalam kehidupan subjek penelitian. Sehingga tidak ada bagian kebiasaan atau budaya masyarakat yang terlewatkan. Temuan lapangan mengungkapkan bahwa praktik pernikahan dini tidak sepenuhnya merugikan. Pernikahan dini cenderung dianggap oleh anak perempuan sebagai lompatan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Hal ini dikarenakan rata-rata subjek penelitian bukanlah berasal dari keluarga yang berkecukupan. Di tengah minimnya modal (pendidikan, ekonomi) yang mereka miliki, dapat dikatakan menikah adalah satu-satunya cara untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Meskipun demikian, pernikahan dini tetap mengandung resiko bagi anak perempuan. Pernikahan dini yang identik dengan ketidaksiapan baik itu mental maupun ekonomi kerap mengundang hambatan, gangguan, dan semakin besarnya resiko yang dihadapi dalam rumah tangga. Sehingga apabila hal ini terjadi, yang kemudian muncul adalah penyesalan terhadap pernikahan dini dan bahkan perceraian. Jadi, dapat dikatakan bahwa pernikahan dini adalah pisau yang bermata dua, menguntungkan bila tahu penggunaannya dan senantiasa dijaga ketajamannya, namun dapat merugikan bila tidak tepat dalam menyikapi dan menggunakannya. Kata kunci: pernikahan dini, habitus, struktur objektif, modal x