BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brand)

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Merek (Brand)
2.1.1 Pengertian Merek
Merek atau brand sebenarnya sudah digunakan sejak lama. Asal kata
brand adalah “brandere” dalam bahasa Irlandia, atau artinya dibakar (burn).
Biasanya hewan ternak seperti sapi atau kuda di peternakan di Eropa atau
Amerika dicap paha atasnya dengan inisial tertentu. Tujuannya adalah agar tidak
tertukar dengan sapi atau kuda dari peternakan lain. Cap inilah yang pertama kali
disebut sebagai brand. Sesuai dengan perkembangan, cap atau brand ini mulai
diterapkan juga ke berbagai komoditi, seperti komoditi pertanian, toiletries, dan
sebagainya. Tetapi peran brand jauh lebih hebat dan kuat daripada sekedar sebuah
cap.
Dewasa ini, merek yang dapat dikenal dan dipercaya oleh pelanggan
merupakan aset yang tidak ternilai bagi perusahaan manapun. Pemasar profesional
dituntut
untuk
menciptakan,
menyampaikan,
menjaga,
melindungi,
dan
meningkatkan mereknya.
Aaker (1997:9) mendefinisikan merek sebagai nama atau simbol yang
bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, kemasan) dengan maksud
mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok
penjual tertentu. Selaras dengan pengertian Aaker, Kotler dalam Rangkuti (2004)
menyebutkan pengertian merek adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
“ a brand is name, term, sign, symbol or services of one seller of group of seller
and differentiate them from those competitor”. Dengan demikian, merek
membedakan penjual, produsen, atau produk dari penjual, produsen atau yang
lain. Merek dapat berupa nama, merek dagang, penjual diberi hak eksklusif untuk
menggunakan mereknya. Jadi merek berbeda dengan aktiva yang lain seperti
paten atau hak cipta yang mempunyai batas waktu (Rangkuti, 2004).
Selain membedakan satu produk dengan produk yang lain, merek juga
memberikan manfaat bagi konsumen, diantaranya mengidentifikasi manfaat yang
ditawarkan dan kualitas produk. Konsumen akan lebih mempercayai produk
dengan merek tertentu daripada produk tanpa merek meskipun manfaat yang
ditawarkan sama (Ferrinadewi, 2008:135).
Lamb, et al (2001:423) mengungkapkan bahwa ciri-ciri dari nama merek
yang efektif, yaitu:
1. Mudah diucapkan
2. Mudah dikenali
3. Mudah diingat
4. Pendek/singkat
5. Berbeda atau unik
6. Menggambarkan manfaat dari produk
7. Mempunyai konotasi yang positif
8. Memperkuat citra yang diinginkan
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Fondasi Merek
Merek sangatlah penting, tak hanya bagi konsumen namun juga bagi
produsen. Merek akan memudahkan konsumen dalam melakukan pembelian.
Konsumen tidak harus mengevaluasi semua produk yang ada setiap kali akan
melakukan pembelian. Merek dapat meyakinkan konsumen bahwa mereka akam
memperoleh suatu kualitas yang konsisten ketika mereka membeli suatu produk
dengan merek tertentu (Rangkuti, 2004:5). Berdasarkan hal tersebut, maka merek
harus meliputi:
1. Nama merek harus menujukan manfaat dan mutu produk tersebut.
2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, diingat. Nama yang singkat
akan sangat membantu.
3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas.
4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.
5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat
perlindungan hukum.
Membangun merek yang kuat tidaklah berbeda dengan membangun suatu
rumah. Jika kita menginginkan bangunan yang kokoh, maka diperlukan fondasi
yang kuat. Begitu juga halnya dengan membangun dan mengembangkan suatu
merek. Untuk membangun merek yang kuat, diperlukan pula fondasi yang kuat
(Rangkuti, 2004:5).
Universitas Sumatera Utara
Cara membangun suatu fondasi merek adalah sebagai berikut :
a. Memiliki positioning yang tepat
Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand
value (termasuk manfaat fungsional) secara spesifik dan konsisten sehingga
selalu menjadi nomor satu di dalam benak konsumen bersangkutan,
perusahaan, tingkat persaingan, kondisi pasar serta pelanggan. Keberhasilan
positioning suatu merek bukanlah hanya sekedar menemukan kata kunci
ataupun ekspresi dari core benefit saja. Positioning suatu merek harus bisa
menjembatani antara keinginan dan harapan pelanggan, sehingga mampu
memuaskan pelanggan.
b. Memiliki brand value yang tepat
Merek akan semakin kompetitif apabila positioning merek semakin tepat
di benak konsumen. Untuk mengelola hal tersebut kita perlu mengetahui
brand value yang akan membentuk brand personality yang mencerminkan
gejolak perubahan selera konsumen.
c. Memiliki konsep yang tepat
Pengembangan konsep merupakan proses kreatif karena berbeda dari
positioning. Konsep dapat terus menerus berubah sesuai dengan daur hidup
produk bersangkutan. Konsep yang baik adalah konsep yang dapat
mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan positioning yang
tepat, sehingga brand image dapat terus ditingkatkan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Elemen Merek
Menurut Durianto,dkk (2004:165) adapun elemen–elemen merek memiliki
tiga bagian penting, yaitu:
1. Brand Platform
Brand platform adalah suatu blue print perencanaan merek yang strategis yang
meliputi visi dan misi merek, serta wilayah kekuasaan dari suatu merek dan
lain-lain.
2. Brand Identity & Naming (Identitas Merek)
Brand identity mengidentifikasikan keunkan dan diferensiasi dari suatu merek,
sehingga suatu merek akan diidentifikasikan berbeda dengan merek pesaing.
Berikut adalah tugas penting dalam mengelola brand identity:
1) Mengembangkan
nama
merek
yang
tepat
dan
berbeda dan
mencerminkan strategi.
2) Mengembangkan sistem identifikasi visual yang komprehensif yang
meliputi grafik, lingkungan dan produk.
3) Mengembangkan brand identity dalam proses pembedaan dengan
merek pesaing terutama dikaitkan dengan brand association.
3. Brand Communication (Komunikasi Merek)
Suatu merek harus dapat dikomunikasikan dengan terencana dan stratejik,
artinya bahwa seluruh aspek kreatif dalam komunikasi harus disesuaikan
dengan platform merek, sehingga komunikasi merek in-line dengan platform
mereknya. Jadi, komunikasi harus diarahkan untuk melayani merek, bukan
Universitas Sumatera Utara
produknya
sehingga
tercipta
brand
differentiation,
bukan
product
differentiation.
2.1.4. Strategi Merek
Menurut Simamora (2003:72), ada empat pilihan strategi merek yang
sering digunakan oleh perusahaan, yaitu :
1. Merek Baru (New Brand)
Menggunakan merek baru untuk kategori produk baru.
2. Perluasan Lini (Lini Extension)
Menggunakan merek lama untuk kategori produk lama.
3. Perluasan Merek (Brand Extension)
Menggunakan merek yang sudah ada untuk produk baru, atau strategi
menjadikan semua produk memiliki merek yang sama.
4. Multi-merek (Multibrand)
Menggunakan merek baru untuk kategori produk lama. Dalam pendekatan
ini produknya sama tetapi memiliki merek yang berbeda, sehingga sebuah
perusahaan bisa memiliki beberapa merek untuk produk yang sama.
2.1.5 Manfaat Merek
Kotler (2008:375) menyatakan bahwa “pemberian merek membawa
manfaat besar bagi pembeli, penjual, dan masyarakat sebagai keseluruhannya”.
1. Manfaat bagi pembeli
Nama merek menceritakan sesuatu kepada pembeli tentang mutu produk.
Pembeli yang selalu membeli merek yang sama akan tahu bahwa pada
setiap kali mereka membeli, mereka akan memperoleh mutu yang sama
Universitas Sumatera Utara
pula. Nama merek membantu menarik perhatian konsumen terhadap
produk-produk baru yang mungkin bermanfaat bagi mereka.
2. Manfaat bagi penjual
Nama merek memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri
masalah-masalah yang timbul. Nama merek dan merek dagang penjual
memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan (ciri khas) produk
yang unik yang tanpa perlindungan hukum akan mudah ditiru oleh para
pesaing.
3. Manfaat bagi masyarakat
Mereka yang menyukai pemberian merek mengemukakan bahwa
pemberian merek memungkinkan mutu produk akan lebih tinggi dan lebih
konsisten. Pemberian merek akan meningkatkan efisiensi pembeli karena
hal itu dapat menyediakan informasi lebih banyak tentang produk dan
tempat untuk memperolehnya.
2.2 Citra (Image)
2.2.1 Pengertian Citra
Citra (image) merupakan persepsi yang relatif konsisten dalam jangka
panjang
(Enduring
Perception)
(Simamora,
2003:21).
Pengertian
ini
menunjukkan bahwa dalam membentuk image sebah merek, konsumen akan
memasuki dunia persepsi. Image tidaklah mudah untuk dibentuk, tetapi sekali
terbentuk tidak mudah pula untuk mengubahnya. Perusahaan harus membentuk
image yang jelas, berbeda, dan secara relatif mengungguli pesaing.
Universitas Sumatera Utara
William J. Stanton (dalam Setiadi, 2003:160) mengemukakan bahwa
persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan
pengalaman masa lalu serta stimulus (rangsangan) yang kita terima melalui lima
indera. Sedangkan menurut Webster (dalam Setiadi, 2003: 160) persepsi adalah
proses bagaimana stimulus tersebut diseleksi, diorganisir, dan diinterpretasikan.
Dengan adanya persepsi, maka seseorang akan mempunyai gambaran tersendiri
terhadap produk yang berbeda dengan orang lain. Motif perilaku seseorang
seringkali didasarkan dari persepsi yang mereka rasakan, bukan berdasarkan fakta
atau realitas yang mereka lihat.
2.2.2 Proses Persepsi
Terdapat tiga proses persepsi yang menyebabkan seseorang dapat
memberikan persepsi yang berbeda terhadap rangsangan yang sama, antara lain
(Simamora, 2003:12-13) :
1. Perhatian yang selektif (Eksposure Selektif)
Perhatian yang selektif berarti harus mampu menarik perhatian konsumen,
dimana pesan yang akan disampaikan akan hilang bagi kebanyakan orang
yang tidak berada dalam pasar untuk produk tersebut, kecuali untuk pesan
yang menonjol atau dominan yang mengelilingi konsumen tersebut.
2. Gangguan yang selektif (Distorsi Selektif)
Distorsi selektif ini menggambarkan kecenderungan orang untuk meramu
informasi untuk kepentingan pribadi. Konsumen biasanya lebih suka
menafsirkan informasi dengan cara yang lebih mendukung daripada
menentang konsepsi-konsepsi yang telah dimilikinya. Dengan demikian,
Universitas Sumatera Utara
pemasar harus berupaya memahami susunan pemikiran konsumen dan
dampak serta interpretasi iklan dan produk mereka.
3. Mengingat kembali yang selektif (Retensi yang selektif)
Mengingat yang selektif berarti mereka akan mengingat apa yang akan
dikatakan sebagai unggulan suatu produk dan nmelupakan apa yang
dikatakan pesaing.
2.3 Citra Merek (Brand Image)
2.3.1 Pengertian Citra Merek
Brand image merupakan keseluruhan persepsi terhadap suatu merek yang
dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Brand
image dibangun berdasarkan pemikiran ataupun pengalaman yang dialami
seseorang terhadap merek yang bersangkutan (Setiadi, 2003:180).
Brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan
melekat dibenak konsumen (Rangkuti, 2004:244). Citra merek juga merupakan
keseluruhan dari persepsi konsumen mengenai merek tersebut, atau bagaimana
cara mereka memandangnya yang mungkin tidak serupa dengan identitas merek.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa citra
merek adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap
merek tertentu. Citra merek dapat disampaikan melalui setiap sarana komunikasi
yang tersedia.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Pengukuran Citra Merek
Menurut Aaker dalam Hasibuan (2012:33), terdapat 4 hal pokok yang
harus diperhatikan dalam membentuk sebuah brand yaitu:
1. Recognition, tingkat dikenalnya sebuah merek (brand) oleh konsumen.
2. Reputation, tingkat atau status yang cukup tinggi bagi sebuah merek
(brand) karena lebih terbukti mempunyai “track record” yang baik.
3. Affinity, semacam emotional relationship yang timbul antar sebuah merek
(brand) dengan konsumennya.
4. Brand loyalty, ukuran dari kesetiaan pelanggan terhadap suatu merek.
2.4 Bisnis Eceran
2.4.1 Pengertian Bisnis Eceran
Usaha ritel atau eceran adalah kegiatan yang terlibat dalam penjualan
barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan
pribadi dan bukan penggunaan bisnis (Utami, 2006:4). Peritel atau pengecer
adalah pengusaha yang menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat
sebagai konsumen (Ma’ruf, 2005:71). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
toko pengecer adalah segala usaha bisnis yang volume penjualannya terutama
berasal dari penjualan eceran.
Kotler dan Armstrong (2008:51) mendefinisikan bisnis ritel sebagai
kegiatan yang menyangkut penjualan barang atau jasa secara langsung kepada
konsumen untuk penggunaan pribadi dan non-bisnis. Bisnis ritel tidak hanya
menjual produk-produk di toko (store retailing) tetapi juga di luar toko (nonstore
retailing). Bisnis eceran di luar toko (nonstore retailing) dilakukan melalui pos,
Universitas Sumatera Utara
telepon, pintu ke pintu, mesin penjualan, internet, dan berbagai media elektronik
yang berkembang dengan sangat cepat.
2.4.2 Jenis Bisnis Eceran
Menurut Utami (2006: 11-13), jenis pengecer dikelompokkan kedalam dua
kategori, yaitu pengecer toko dan pengecer tanpa toko. Masing-masing pengecer
diuraikan sebagai berikut:
1) Pengecer Toko (Store Retailing)
Pengecer toko adalah usaha eceran yang menggunakan toko sebagai sarana
untuk memasarkan produk yang dijual. Pada umumnya usaha eceran
menggunakan toko yang disebut toko eceran. Toko eceran memiliki
berbagai macam bentuk dan ukuran. Seiring perkembangan zaman
semakin banyak toko eceran yang muncul dengan berbagai bentuk.
Secara umum jenis-jenis toko pengecer dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Toko Khusus (Specialty Store)
Toko khusus berkonsentrasi pada sejumlah kategori produk yang
terbatas dengan level layanan yang tinggi. Jenis toko ini dapat lebih
khusus lagi sesuai dengan barang dagangan yang dijual.
2. Department Store
Merupakan jenis eceran yang menjual variasi produk yang luas dan
berbagai jenis produk dengan menggunakan staf seperti layanan
pelanggan dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya dilakukan
pada masing-masing bagian pada satu arena belanja.
Universitas Sumatera Utara
3. Toko Konviniens (Convenience Store)
Toko pengecer ini memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas
dengan ukuran relatif kecil dan biasanya didefenisikan sebagai pasar
swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dan perputaran produk
yang relatif tinggi. Toko ini ditujukan kepada konsumen yang
membutuhkan pembelian cepat.
4. Toko Super (Super Store)
Merupakan toko pengecer dengan ukuran toko hampir dua kali luas
supermarket biasa dan menjual rangkaian produk yang luas yang
terdiri dari produk-produk makanan dan non makanan yang secara
rutin dibeli oleh konsumen.
5. Toko Kombinasi (Combination Store)
Merupakan toko yang aktivitasnya menjual kombinasi produk
makanan dan obat-obatan.
6. Pasar Hiper (Hypermarket)
Merupakan toko yang memiliki luas antara lebih dari 18.000 meter
persegi
lebih
mengkombinasikan
luas
dari
berbagai
toko
bentuk
kombinasi.
toko
Hypermarket
pengecer
seperti:
supermarket, toko diskon dan ware house. Toko ini menjual lebih
banyak produk yang rutin dibeli oleh konsumen seperti perlengkapan
rumah tangga, furnitur, pakaian dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
7. Toko Diskon (Discount Store)
Toko diskon merupakan jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi
produk dengan menggunakan layanan yang terbatas dan harga murah.
Toko diskon menjual produk dengan label atau merek itu sendiri.
8. Pengecer Potongan Harga (Off-prices Retailers)
Ritel off-price dapat menjual merek dan label produk dengan harga
yang lebih murah dari grosir. Cenderung menjual barang dagangan
yang berubah-ubah, sering merupakan sisa, tidak laku dan cacat yang
diperoleh dengan harga yang lebih murah dari produsen lainnya.
9. Ruang Pamer Katalog (Catalog showroom)
Jenis toko seperti ini menjual serangkaian luas produk dengan mark-up
yang tinggi merek ternama pada harga diskon. Ruang pamer katalog
memperoleh uang dengan memotong biaya marjin untuk menyediakan
harga yang rendah yang akan menarik penjualan bervolume tinggi.
2) Pengecer Tanpa Toko (Non-store Retailing)
Selain jenis pengecer yang menggunakan toko sebagai sarana memasarkan
produk, dalam pemasaran juga dikenal jenis pengecer yang tidak
menggunakan toko. Klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Ritel Elektronik (Electronic Retailing)
Merupakan format bisnis ritel atau ritel yang menggunakan
komunikasi dengan pelanggan mengenai produk, layanan dan
penjualan melalui internet guna mencapai cakupan konsumen yang
lebih luas.
Universitas Sumatera Utara
2. Katalog dan Pemasaran Surat Langsung
Pemasaran melalui katalog terjadi ketika perusahaan mengirimkan satu
atau lebih katalog produk kepada penerima yang terpilih. Perusahaan
mengirimkan katalog produk yang terpilih dan katalog yang
menginformasikan barang dagangan secara lengkap, yaitu keseluruhan
lini barang dagangan atau dengan memilih barang dagangan yang akan
menginformasikan secara terbatas dalam bentuk katalog konsumen
khusus dan katalog bisnis. Biasanya berbentuk cetakan, cd, video, atau
secara online.
3. Penjualan Langsung
Merupakan sistem pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau
lebih media iklan untuk menghasilkan tanggapan atau transaksi yang
dapat diukur pada suatu lokasi penjualan tertentu.
4. Television Home Shopping
Merupakan format ritel melalui televisi. Pelanggan akan melihat
program TV yang menayangkan demonstrasi produk dagangan dan
kemudian menyampaikan pesanan melalui telepon.
5. Vending Machine Retailing
Merupakan format non-store yang menyimpan barang dan jasa pada
suatu mesin dan menyerahkan barang ke pelanggan dimana pelanggan
memasukkan uang tunai atau kartu kredit ke dalam mesin.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kotler & Armstrong (2001:64), ragam pengecer utama terdiri :
1) Department Store
Menjual beberapa lini produk seperti pakaian, perabotan rumah, dan
barang-barang rumah tangga dengan masing-masing lini dioperasikan
sebagai satu departemen terpisah yang dikelola oleh seorang bagian
pembelian khusus.
2) Supermarket
Toko dengan ukuran relatif besar, berbiaya rendah, bermarjin rendah,
bervolume besar dan swalayan yang didesain untuk melayani beragam
kebutuhan konsumen akan makanan, pencuci pakaian, dan produk
perawatan rumah.
3) Toko barang kebutuhan harian
Toko dengan ukuran relatif kecil berlokasi di daerah pemukiman, jam
operasinya cukup lama (tujuh hari selama seminggu) dan menjual
barang-barang yang perputarannya cukup tinggi namun dalam jumlah
yang terbatas.
4) Superstore
Toko yang ukurannya lebih besar yang ditujukan untuk memenuhi
keseluruhan konsumen untuk bahan makanan dan bukan makanan
yang termasuk di dalamnya adalah super center, kombinasi
supermarket dan toko diskon yang menyediakan barang-barang lintas
jenis. Mereka juga di sebut dengan category killer yang menjual
barang-barang dengan tertentu dengan jenis yang sangat dalam. Variasi
Universitas Sumatera Utara
superstore
lainnya
adalah
hypermarket,
toko
raksasa
yang
mengkombinasikan supermarket, toko diskon, dan gudang eceran yang
menjual barang-barang belanjaan rutin di samping furniture, barangbarang rumah tangga besar kecil, pakaian dan barang-barang lainnya.
Toko diskon : menjual barang dagangan dengan standar harga yang
lebih rendah dengan menerima marjin yang lebih rendah dan menjual
dengan volume besar.
5) Hypermarket
Toko yang luasnya relatif lebih luas dari pada supermarket, yang juga
mempunyai desain gedung yang khusus, barang-barang yang dijual
pun relatif lebih lengkap dan harganya lebih murah dibandingkan
dengan harga supermarket atau toko-toko kecil.
2.4.3 Bauran Pemasaran Eceran (Retail Mix)
Konsumen atau pembeli adalah fokus utama setiap gerak dalam
perusahaan. Fokus usaha ritel harus tertuju pada pemuasan kebutuhan dan
keinginan
konsumen.
Pemasaran
memiliki
tugas
mengintegrasikan
dan
mengkoordinasikan program masing-masing unit perusahaan agar seirama dalam
menciptakan, mempromosikan, dan menyampaikan barang/jasa mereka kepada
kelompok konsumen mereka.
Para pakar ekonomi menyebut strategi ritel dengan istilah retail mix
(bauran pemasaran eceran) yang pada dasarnya mempunyai ciri-ciri yang sama
dengan bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran eceran terdiri dari
unsur-unsur strategis yang digunakan untuk mendorong pembeli melakukan
Universitas Sumatera Utara
transaksi usahanya dengan pedagang eceran tertentu. Penjabaran unsur-unsur dari
bauran pemasaran eceran (retail mix) dari masing-masing pakar berbeda satu
sama lain, tetapi jika dikaji lebih jauh akan tampak kesamaan konsep dan
tujuannya.
Ma’ruf (2005) menyatakan bauran pemasaran ritel terdiri dari unsur lokasi,
merchandising, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service.
2.4.3.1 Lokasi
Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel.
Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya
yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama,
oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama punya penataan
yang bagus. Lokasi toko juga sangat mempengaruhi tingkat profitabilitas dan
keberhasilan usaha dalam jangka panjang. Menurut Kotler (2004:446), “Retailing
are accustomed to saying that the three keys to success are location, location and
location“. Hal ini menyatakan bagaimana pentingnya keputusan lokasi terhadap
usaha ritel.
Lokasi akan mempengaruhi jumlah dan jenis konsumen yang akan tertarik
untuk datang ke lokasi yang strategis, mudah dijangkau oleh sarana transportasi
yang ada, serta kapasitas parkir yang memadai. Lokasi juga akan mempengaruhi
citra toko atau kepribadian toko dan kekuatan daya tarik yang dibuat oleh toko
tersebut terhadap pelanggan utamanya. Davidson (1988:234), mengatakan bahwa
bila semua faktor mempunyai nilai yang hampir sama dalam pemutusan pemilihan
toko, pada umumnya konsumen akan memilih toko yang paling dekat, karena hal
Universitas Sumatera Utara
itu akan memberikan kenyamanan yang lebih bagi konsumen dalam hal waktu dan
tenaga.
Pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan cermat terhadap
beberapa faktor berikut:
1. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana
transportasi umum.
2. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas
dari jarak pandang normal.
3. Lalu lintas (traffic), menyangkut dua pertimbangan utama berikut:
a) Banyaknya orang yang lalu lalang bisa memberikan peluang
besar terhadap terjadinya impulse buying, yaitu keputusan
pembelian yang seringkali terjadi spontan, tanpa perencanaan,
dan/atau tanpa melalui usaha-usaha khusus.
b) Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa menjadi hambatan,
misalnya terhadap pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran,
atau ambulans.
4.
Tempat parkir yang luas, nyaman, dan aman, baik untuk kendaraan
roda dua maupun roda empat.
5.
Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan
usaha di kemudian hari.
6.
Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang
ditawarkan.
7.
Kompetisi, yaitu lokasi pesaing.
Universitas Sumatera Utara
8.
Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang bengkel
bermotor terlalu berdekatan dengan pemukiman penduduk.
2.4.3.2 Merchandise (Produk)
Produk-produk yang dijual di dalam gerai, disebut merchandise, adalah
salah satu dari unsur bauran pemasaran ritel. Merchandising adalah kegiatan
pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk
disediakan dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai
sasaran toko atau perusahaan ritel.
1. Manajemen Merchandise
Manajemen merchandise, atau pengelolaan merchandise berkaitan dengan
pembelian atau pembelanjaan, penanganan, dan keuangannya. Hal-hal yang
berkenaan dengan manajemen merchandise adalah (Ma’ruf, 2005:138) :
a) Target Market
Untuk pengelolaan merchandise yang optimal, peritel harus mengetahui
segmen konsumen yang dituju, misalnya segmen berdasarkan usia (tua,
muda), kelas sosial (atas, menengah, bawah), perilaku (berhemat, suka
berbelanja), status (berkeluarga, lajang), gaya hidup (pencari hiburan,
kelompok modis, orang-orang praktis)
b) Jenis Gerai
Pengadaan dan persediaan merchandise disesuaikan dengan jenis gerai.
Misalnya department store akan memiliki keragaman kategori produk
yang ditawarkannya banyak dan masing-masing lengkap dengan itemnya.
Kualitas barang yang ditawarkannya bervariasi dari yang rata-rata hingga
Universitas Sumatera Utara
yang berkelas. Hypermarket sebagai gerai raksasa menawarkan ragam
kategori yang lengkap hingga mencakup juga produk kesehatan dan
kecantikan.
c) Lokasi Gerai
Lokasi dimana gerai berada turut memengaruhi macam produk yang
dijual. Perumahan kelas menengah mempunyai selera dan kebiasaan
belanja yang berbeda dari perumahan kelas atas atau kelas bawah.
d) Value Chain
Peritel-peritel kecil dengan gerai minimarket yang bergabung dalam suatu
kelompok memiliki peluang lebih baik dibandingkan peritel-peritel kecil
lainnya yang mandiri,
yaitu jaminan penyediaan barang secara
berkesinambungan.
e) Kemampuan Pemasok
Kemampuan pemasok mengirim barang akan memengaruhi jenis barang
yang dijual oleh peritel. Pemasok yang ideal adalah yang mampu
mengirim barang sesuai jumlah, jenis, dan harga yang diminta peritel.
Permintaan peritel disini tentunya yang wajar sesuai dengan norma pasar
yang berlaku.
f) Biaya
Biaya pembelian barang dari pemasok akan menjadi komponen harga
pokok penjualannya peritel. Jika ada dua barang yang berkualitas sama
dan sama-sama dapat disediakan secara berkesinambungan tetapi yang
Universitas Sumatera Utara
satu lebih mahal dari yang juga harus disertai harga yang stabil supaya
daya saing peritel tetap terjaga.
Citra sebuah toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik
barang dagangan yang dipajang atau ditawarkan untuk dibeli pelanggan. Ritel
harus memutuskan karakteristik barang dagangan yang dipilih untuk ditawarkan
pada pelanggan. Barang dagangan dapat dipasarkan sebagai convenience good
(barang kebutuhan sehari-hari), shopping good (barang dagangan yang
membutuhkan proses evaluasi lebih dibandingkan dengan saat membeli consumer
good seperti pakaian), atau impulse good (yaitu pembelian barang dagangan yang
sering kali tanpa rencana). Dengan demikian karakteristik barang dagangan
seperti (hard, soft, basic, fashion) akan membantu ritel untuk menentukan
bagaimana membangun citra dan reputasi bisnisnya.
2.4.3.3 Harga
Penetapan harga merupakan keputusan yang krusial dan sulit diantara
unsur-unsur dalam bauran pemasaran ritel. Harga adalah satu-satunya unsur dalam
bauran pemasaran ritel yang akan mendatangkan laba bagi peritel, sementara yang
lainnya merupakan biaya. Menurut Kotler dan Armstrong (2001:439) harga
adalah jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena
memiliki atau menggunakan produk/jasa.
Menurut Gilbert (2003: 113),”the price is related to a perception of value
based upon the way the whole of the retail mix creates an image of the transaction
experience”. Dapat disimpulkan bahwa harga sangat berhubungan dengan nilai dasar
dari persepsi konsumen berdasarkan dari keseluruhan unsur retail mix dalam
menciptakan suatu gambaran dan pengalaman bertransaksi. Tingkat harga pada suatu
Universitas Sumatera Utara
toko dapat mempengaruhi cara berpikir konsumen terhadap unsur-unsur lain dari
retail mix. Contohnya: tingkat harga seringkali dianggap dapat mencerminkan
kualitas dari barang dagang dan pelayanan yang diberikan. Sehingga pada akhirnya
juga akan mempengaruhi konsumen dalam menentukan pilihannya untuk berbelanja
di sebuah supermarket.
Bagi perusahaan, penetapan harga suatu barang dan jasa memberikan
pengaruh yang tidak sedikit, karena:
1. Harga merupakan penentu bagi permintaan pasar.
2. Harga dapat mempengaruhi posisi persaingan suatu usaha.
3. Harga akan memberikan hal yang maksimal dengan menciptakan
sejumlah pendapatan dan keuntungan bersih.
Menurut Simamora (2001:200), langkah-langkah yang dapat dilakukan
dalam penetapan harga adalah :
1. Analisis keadaan pasar, yakni memahami hubungan permintaan dan
harga, karena perubahan harga dapat memberikan pengaruh besar
terhadap permintaan.
2. Identifikasi faktor-faktor pembatas adalah faktor yang membatasi
perusahaan dalam menetapkan harga.
3. Menetapkan sasaran yang menjadi sasaran umum adalah memperoleh
keuntungan untuk harga harus lebih tinggi dari biaya rata-rata
operasional.
4. Analisis potensi keuntungan. Suatu usaha perlu mengetahui beberapa
keuntungan yang ingin mereka peroleh.
Universitas Sumatera Utara
5. Penentuan harga awal harus disepakati bahwa harga awal bagi produk
baru yang pertama kali diluncurkan berdasarkan kesepakatan bersama.
6. Penetapan harga disesuaikan dengan keadaan lingkungan yang selalu
berubah, oleh karena itu, harga harus disesuaikan.
2.4.3.4 Promosi
Menurut Lupoyadi (2001:10) promosi adalah salah satu variabel dalam
bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam
memasarkan produk atau jasa. Gilbert (2003: 113 menyatakan bahwa “the
promotion is the means by which the retail offer is communicated to the target
groups is order to infor and persuade different of the benefits of utilizing specific
retailer’s outlet or to make a purchase”.
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu strategi
pemasaran. Promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi antara
perusahaan dengan konsumen, melainkan juga untuk mempengaruhi konsumen
dalam kegiatan pembelian/ penggunaan jasa sesuai dengan keinginan dan
kebutuhannya. Meskipun suatu produk sangat berkualitas, apabila konsumen tidak
pernah mendengarnya dan tidak yakin apakah produk tersebut akan berguna bagi
mereka, maka konsumen tidak akan pernah membelinya.
Menurut Alma (2004) tujuan dari promosi adalah menginformasikan,
mempengaruhi dan membujuk, serta mengingatkan konsumen sasaran tentang
perusahaan dan bauran pemasarannya.
1. Menginformasikan (informing), dapat berupa menginformasikan kepada pasar
mengenai keberadaan suatu produk baru, memperkenalkan cara pemakaian
Universitas Sumatera Utara
yang baru dari suatu produk, menyampaikan perubahan harga kepada pasar,
menjelaskan cara kerja suatu produk, menginformasikan jasa-jasa yang
disediakan oleh perusahaan, meluruskan pesan yang keliru, mengurangi
ketakutan dan kekuatiran konsumen, dan membangun citra perusahaan.
2. Membujuk pelanggan sasaran (persuading) untuk: membentuk pilihan merek,
mengalihkan perhatian ke merek tertentu, mengubah persepsi pelanggan
terhadap atribut produk, mendorong pembeli untuk berbelanja saat itu juga,
dan mendorong konsumen untuk menerima kunjungan wiraniaga (salesman).
3. Mengingatkan (reminding) dapat berupa : mengingatkan konsumen bahwa
produk yang bersangkutan dibutuhkan dalam waktu dekat, mengingatkan
pembeli akan tempat-tempat yang menjual produk perusahaan, membuat
pembeli tetap ingat walaupun tidak ada kampanye iklan dan menjaga agar
ingatan pertama pembeli jatuh pada produk perusahaan.
Adapun jenis-jenis promosi menurut Gilbert (2003) adalah :
1. Advertising
Segala bentuk persentasi non-personal dan promosi dari barang-barang,
pelayanan, oleh sebuah sponsor tertentu. Dapat dilakukan melalui berbagai
media seperti televisi, radio, majalah, surat kabar, katalog dan media lainnya.
2. Personal Selling
Bentuk presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan satu atau beberapa
orang calon pembeli dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan pembelian.
Cara ini biasanya dilakukan dengan menggunakan tenaga wiraniaga.
Universitas Sumatera Utara
3. Sales Promotion
Merupakan aktifitas yang dapat merangsang konsumen untuk membeli yang
meliputi display, pameran, pertunjukan, demonstrasi. Bentuk promosi
penjualan antara lain dengan pemberian sampel dan kupon hadiah.
2.4.3.5. Atmosfer dalam Gerai
Suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli,
membuat nyaman pembeli dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan
pembeli produk apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun
untuk keperluan rumah tangga. Suasana yang dimaksud adalah dalam arti
atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur desain toko/gerai,
perencanaan toko, komunikasi visual, dan merchandising.
Suasana toko merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko, seperti
arsitektur, tata letak, pencahayaan, warna, temperatur, music, serta aroma yang
secara menyekuruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen. Melalui
suasana toko yang sengaja diciptakan, ritel berupaya untuk mengkomunikasikan
infromasi yang terkait dengan layanan, harga maupun, ketersediaan barang
dagangan yang bersifat fashionable (Utami,2006:217).
Ada dua macam perilaku berbelanja yang menjadi titik perhatian peritel
dalam rangka menyiapkan suasana dalam gerai yang sesuai. Pertama adalah
kelompok yang berorientasi ”belanja adalah belanja”. Kelompok ini lebih
mementingkan aspek fungsional. Meskipun demikian, syarat minimal gerai yang
kelompok ini pilih adalah yang tertata baik, bersih, dan berpendingin udara. Daya
tarik visual dan fasilitas tambahan bukanlah hal yang penting bagi kelompok ini.
Universitas Sumatera Utara
Bagi kelompok kedua, yaitu orang-orang yang berorientasi ”rekreasi”,
faktor ambience, visual merchandising, dan fasilitas-fasilitas yang lengkap
menjadi aspek penentu dalam keputusan mereka mengunjungi suatu pusat
perbelanjaan. Dikaitkan dengan perilaku konsumen Indonesia, maka kebanyakan
mereka saat ini berorientasi rekreasi. Sehingga menjadi semacam keharusan bagi
semua peritel dan pemilik pusat perbelanjaan untuk mendandani tempat belanja
dengan semenarik mungkin (Ma’ruf, 2005:202).
Atmosfer dan ambience dapat tercipta melalui aspek-aspek berikut ini:
1. Visual, yang berkaitan dengan pandangan : warna, brightness (terang
tidaknya), ukuran, bentuk.
2. Tactile, yang berkaitan dengan sentuhan tangan atau kulit : softness,
smoothness, temperatur.
3. Olfactory, yang berkaitan dengan bebauan/aroma : scent, freshness.
4. Aural, yang berkaitan dengan suara : volume, pitch, tempo.
Penyajian merchandise berkenaan dengan teknik penyajian barang-barang
dalam gerai untuk menciptakan situasi dan suasana tertentu. Penyajian
merchandise sering kali dikaitkan dengan teknik visual merchandising. Teknik
penyajian berupa cara-cara menyajikan atau men-display barang-barang.
Sedangkan visual merchandising adalah gabungan unsur-unsur desain lingkungan
toko, penyajian merchandise, dan komunikasi dalam toko.
Salah satu contoh visual marketing adalah display harga, khususnya harga
yang menciptakan citra ritel dan suasana ritel di benak pelanggan. Harga yang di
diskon diletakkan pada tempat yang tepat dan dalam ukuran huruf yang cukup
Universitas Sumatera Utara
besar akan menarik perhatian. Penempatan konter kasir juga turut menentukan.
Toko yang berbasis diskon menempatkan konter kasir di tempat yang mudah
terlihat dari segala arah dalam gerai, sementara toko bergengsi akan menempatkan
konten kasir secara agak tersembunyi, misalnya akan ke belakang atau di balik
tiang.
Adapun teknik penyajian atau display adalah sebagai berikut :
1. Display terbuka, yaitu penataan yang dimaksudkan untuk menciptakan
kedekatan antara konsumen dan merchandise. Konsumen cenderung berhenti
untuk melihat dan menyentuh sehingga kemungkinannya mereka berbelanja
menjadi meningkat.
2. Display gabungan, yaitu menyajikan banyak ragam merchandise.
3. Display lengkap, yaitu menyajikan secara lengkap produk-produk yang saling
berkaitan dan saling mendukung.
4. Display tema, yaitu memperagakan produk yang dikaitkan dengan tema-tema
yang sedang berlangsung dan diciptakan untuk memproyeksikan suasana
terkait.
5. Display gaya hidup, ini berkaitan dengan segmen pasar tertentu yang menjadi
target peritel.
6. Display terkoordinasi, yaitu suatu display yang melengkapi item utama yang
di-display dengan item-item terkait sehingga membentuk suatu rangkaian
yang lengkap dan utuh.
7. Display yang didominasi kategori produk, yaitu display yang mencakup segala
ukuran, segala warna atau jenis gunanya untuk memberi kesan peritel yang
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan memiliki keragaman dan kedalaman kategori produk yang
dijualnya.
8. Power aisles, yaitu sedikit item tetapi dalam jumlahnya besar ditempatkan di
suatu gang untuk memberi kesan bahwa harga item itu rendah.
9. Nama atau konsesi, yaitu display yang menawarkan koleksi produk merek
tertentu atau merek private.
10. Display lemari, semacam rak barang tapi untuk jenis seperti CD musik, buku,
barang-barang besar.
11. Display keaslian packaging, yaitu kotak atau dus tempat barang yang dipotong
sebagiannya dan dijadikan sebagai display.
12. Teknik tertentu seperti penempatan produk pada posisi yang favorit display di
ujung jalan, posisi sebatas tinggi mata, dan di konten kasir.
2.4.3.6 Retail Service (Pelayanan)
Menurut Gilbert (2003: 113) “services are defined as activities, benefit or
satisfaction that are offered for sale”. Dapat disimpulkan bahwa pelayanan
didefinisikan sebagai aktifitas, manfaat, kepuasan dari sesuatu yang ditawarkan
dalam penjualan. Para pengusaha harus dapat menyesuaikan jenis layanan yang
ditawarkan dengan unsur-unsur lainnya dalam retail mix. Contohnya toko yang
menetapkan harga jual di atas pesaing harus memberikan pelayanan yang benarbenar sesuai dengan harga yang dibayar oleh konsumen.
Retail service bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja
di gerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan
pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang
Universitas Sumatera Utara
mudah, layanan keuangan berupa penjualan dengan kredit, dan fasilitas-fasilitas
seperti contoh toilet, tempat mengganti pakaian bayi, food court, telepon umum,
dan sarana parkir.
1. Pengertian Layanan
Layanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak
yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun. Produksi layanan bisa berhubungan dengan produk fisik maupun
tidak (Simamora, 2001:172). Pelayanan diberikan sebagai tindakan atau
perbuatan seseorang atau organisasi unutk memberikan kepuasan kepada
pelanggan. Tindakan tersebut dapat dilakukan melalui cara langsung melayani
pelanggan.
Faktor utama dari pelayanan adalah kesiapan sumber daya manusia dan
melayani pelanggan atau calon pelanggan. Oleh karena itu, sumber daya
manusia perlu dipersiapkan secara matang sebelumnya hingga mampu
memberikan pelayanan yang optimal kepada calon pelanggannya.
2. Jenis-Jenis Pelayanan
a) Customer Service :
1) Pramuniaga dan staf lain (seperti kasir dan SPG/sales promotion girl)
yang terampil dengan cara pelayanan dan kesigapan membantu.
2) Personel shopper, yaitu staf perusahaan ritel yang melayani pembeli
melalui telepon dan menyiapkan barang pesanan yang nantinya tinggal
di ambil oleh pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
b) Terkait fasilitas gerai :
1. Jasa pengantaran (delivery)
2. Gift wrapping
3. Gift certificates (voucher)
4. Jasa pemotongan pakaian jadi (atau perbaikan)
5. Cara pembayaran dengan credit card atau debit card
6. Fasilitas tempat makan (food court)
7. Fasilitas kredit
8. Fasilitas kenyamanan dan keamanan berupa tangga jalan dan tangga
darurat.
9. Fasilitas telepon dan mail orders, dll.
c) Terkait jam operasional toko :
1. Jam buka yang panjang atau buka 24 jam
d) Fasilitas-fasilitas lain :
1. Ruang/ lahan parkir
2. Gerai laundry
3. Gerai cuci cetak film
2.5 Perilaku Konsumen
Keputusan pembelian merupakan suatu tindakan yang dilakukan
konsumen dikarenakan adanya dorongan-dorongan atau motif-motif yang
dirasakan sehingga menimbulkan minat atau dorongan untuk memenuhi
kebutuhan. Karena konsumen memiliki arti yang penting bagi suatu perusahaan
yaitu sebagai pembeli, maka dalam memenuhi kebutuhan konsumen pemasar
Universitas Sumatera Utara
harus mengetahui apa saja yang diinginkan dan dibutuhkan. Dengan mengetahui
hal-hal tersebut perusahaan dapat menciptakan produk seperti yang diinginkan
dan dibutuhkan oleh konsumen, yang nantinya akan mendorong konsumen untuk
membeli produk kita.
Perilaku konsumen merupakan salah satu aspek penting dalam pemasaran,
karena melalui pemahaman tentang perilaku kosumen, pemasar dapat memahami
harapan pelanggan tentang produknya, sehingga perilaku pelanggan sebagai fokus
bisnis saat ini dapat lebih dipahami oleh pemasar (Tjiptono, 2003:38). Istilah
perilaku erat hubungannya dengan permasalahan manusia. Perilaku konsumen
adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan
menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan
menyusuli tindakan ini (Setiadi, 2003:3).
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:158), perilaku pembelian konsumen
(consumer buyer behavior) mengacu pada pembelian konsumen akhir,
perorangan, dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi
pribadi. Semua konsumen akhir ini bergabung membentuk pasar konsumen
(consumer market). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
tersebut adalah faktor sosial, budaya, pribadi dan kekuatan psikologis.
2.5.1 Perilaku Konsumen dalam Ritel
Bagi konsumen ritel, terdapat pola perilaku tertentu dalam pembelian.
Menurut Peter dan Olson (dalam Simamora, 2003:163) perilaku ini terbagi dalam
tujuh kategori yang dapat berubah urutannya. Pola perilaku tersebut digambarkan
sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Consumption Stage
Prepurchase
Types of behavior
Information
Contact
Examples of behavior
-Membaca koran,
majalah, iklan
-Mendengar dari
l
Funds
Access
-Mengambil uang
dari bank, ATM
-Menggunakan
d
Store
Contact
-Mencari lokasi
belanja
-Pergi dan masuk ke
l k
Purchase
Product
Contact
d
b l
-Mencari produk di
dalam toko
-Menemukan dan
b
Transaction
Usage
Consumption
Communication
d k
-Pembayaran
-Membawa ke
lokasi pemakaian
-Menggunakan dan
membuang sisa
produk
-Pembelian ulang
Memberi informasi
kepada orang lain
mengenai produk
Sumber: Peter & Olson dalam Simamora, 2003
Gambar 2.1: Skema Perilaku Pembelian Konsumen Ritel
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Keputusan Pembelian
Keputusan belanja dipengaruhi oleh kepercayaan, sikap dan nilai-nilai
pelanggan, serta berbagai faktor dalam lingkungan sosial pelanggan. Proses
keputusan memilih barang atau jasa dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor
pribadi di dalam diri seseorang (Utami, 2006:45).
2.5.3 Tahap-Tahap Keputusan Pembelian
Konsumen sebelum melakukan pembelian biasanya melewati tahapantahapan sebagai berikut:
1. Pengenalan Kebutuhan
Tahap pertama proses keputusan pembeli, di mana konsumen
menyadari suatu masalah atau kebutuhan.
2. Mencari Informasi
Tahap proses keputusan pembeli di mana konsumen ingin mencari
informasi lebih banyak dan konsumen mungkin hanya memperbesar
perhatian atau melakukan pencarian informasi secara aktif.
3. Evaluasi Alternatif
Tahap proses keputusan pembeli di mana konsumen menggunakan
informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam sekelompok
pilihan.
4. Keputusan Pembelian
Keputusan pembeli tentang merek mana yang dibeli.
Universitas Sumatera Utara
5. Perilaku Pascapembelian
Tahap proses keputusan pembeli di mana konsumen mengambil
tindakan selanjutnya setelah pembelian, berdasarkan kepuasan atau
ketidakpuasan mereka (Kotler dan Amstrong, 2008:179-181).
Pengenalan
Kebutuhan
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku Pasca
Pembelian
Sumber: Kotler dan Amstrong (2008:179)
Gambar 2.2 : Skema Tahapan Pembelian
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian Dinawan (2010) berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keputusan Pembelian (Studi Kasus Pada Konsumen Yamaha Mio
PT Harpindo Jaya Semarang)”. Metode penelitian yang dilakukan adalah
penelitian explanatory, dimana variabel diukur dengan skala likert. Pengolahan
data menggunakan perangkat lunak. Alat analisisnya menggunakan analisis
deskriptif dan pengujian hipotesis analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa variabel citra merek, kualitas, dan harga kompetitif
berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian Yamaha Mio
pada konsumen PT Harpindo Jaya Semarang dan secara parsial variabel citra
merek mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keputusan pembelian
Yamaha Mio pada konsumen PT Harpindo Jaya.
Penelitian Sebayang (2012) berjudul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Kaum Ibu Melakukan Pembelian di Matahari Department Store Plaza Medan Fair
Medan”. Penelitian ini adalah penelitian kausualitas yang bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara elemen bauran ritel yaitu antara lain: harga,
Universitas Sumatera Utara
produk, promosi, pelayanan, fasilitas fisik dan lokasi berpengaruh positif terhadap
kaum ibu melakukan pembelian di Matahari Department Store Plaza Medan Fair
Medan. Variabel diukur dengan menggunakan skala likert. Alat analisisnya
menggunakan analisis deskriptif dan pengujian hipotesis analisis regresi linear
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga, produk, promosi,
pelayanan, fasilitas fisik, dan lokasi secara serempak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pembelian kaum ibu di Matahari Department Store Plaza
Medan Fair Medan dan secara parsial variabel pelayanan merupakan variabel
yang paling dominan mempengaruhi kaum ibu melakukan pembelian pada
Matahari Department Store Plaza Medan Fair Medan, kemudian disusul dengan
variabel fasilitas fisik dan variabel produk sedangkan pengaruh paling sedikit
justru adalah variabel harga dan variabel promosi.
Penelitian Hasibuan (2012) berjudul “Pengaruh Harga, Kualitas Produk,
dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Kecap Manis Merek Bango
(Studi Kasus Pada Ibu Rumah Tangga di Komplek Villa Mutiara Johor II dan
Taman Johor Mas). Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif dan metode analisis regresi linier berganda. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kausal komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
simultan harga, kualitas produk, dan citra merek berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pembelian pada ibu rumah tangga di Komplek Villa Mutiara Johor II
dan Taman Johor Mas. Secara parsial, harga tidak berpengaruh signifikan,
sedangkan kualitas produk dan citra merek berpengaruh signifikan. Citra merek
Universitas Sumatera Utara
merupakan variabel yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian pada ibu
rumah tangga di Komplek Villa Mutiara Johor II dan Taman Johor Mas.
2.7 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan dari beberapa
variabel yang diteliti yang disusun dari beberapa teori yang dideskripsikan.
Kerangka konseptual merupakan dasar pembuatan hipotesis (Sugiyono, 2005:49).
Kaitan antara citra merek dengan minat beli dikemukakan Habul (1991)
dalam Dinawan (2010) bahwa citra merek akan berpengaruh langsung terhadap
tingginya minat beli terhadap suatu perkembangan produk. Gaeff (1996) juga
menyatakan bahwa perkembangan pasar yang demikian pesat mendorong
konsumen untuk lebih memperhatikan citra merek dibandingkan karakteristik
fisik suatu produk dalam memutuskan pembelian. Menurut Aaker dalam Hasibuan
(2012), terdapat 4 hal pokok yang harus diperhatikan dalam membentuk sebuah
brand, yaitu recognition, reputation, affinity, dan brand loyalty. Dalam penelitian
ini penulis akan menggunakan dimensi recognition, yaitu tingkat dikenalnya
merek (brand) Brastagi Supermarket oleh konsumen dan reputation yaitu tingkat
atau status yang cukup tinggi bagi merek Brastagi Supermarket.
Peritel adalah pengusaha yang menjual barang atau jasa secara eceran
kepada masyarakat sebagai konsumen (Ma’ruf, 2005:71). Para peritel ini
menggabungkan unsur-unsur bauran eceran untuk menarik pasar sasaran dan
dapat memenuhi harapan-harapan para pelanggan, sehingga akan menciptakan
kepuasan bagi pelanggan. Bauran pemasaran ritel terdiri dari lokasi,
merchandising, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pra survei (2013), didapati dua unsur yang berpengaruh besar bagi
konsumen untuk melakukan keputusan pembelian di Brastagi Supermarket, yaitu
retail service dan merchandise.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka kerangka konseptual penelitian ini
dapat dibuat secara sistematis sebagai berikut:
Citra Merek (Brand Image) (X1)
Pelayanan (Retail Service) (X2)
Keputusan
Pembelian ( Y)
Produk (Merchandise) (X3)
Sumber: Rao dan Monroe (1989) dan Habul (1991) dalam Dinawan (2010), Ma’ruf (2005)
Gambar 2.3: Kerangka Konseptual Penelitian
2.8 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara berdasarkan
rumusan masalah yang kebenarannya akan diuji dalam pengujian hipotesis
(Sugiyono, 2005:306). Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis
penelitian adalah citra merek (brand image), pelayanan (retail service), dan
produk (merchandise) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian pada Brastagi Supermarket Medan.
Universitas Sumatera Utara
Download