Bilangan Kompleks dan Fasor oleh: Sudaryatno Sudirham 1. Bilangan Kompleks 1.1. Definisi Dalam buku Erwin Kreyszig kita baca definisi bilangan bilangan kompleks sebagai berikut [1] Bilangan kompleks z ialah suatu pasangan terurut (x,y) dari bilangan nyata x, y, yang kita tuliskan z = ( x, y ) Kita namakan x bagian nyata (real part) dari z dan y bagian khayal (imaginary part) dari z dan kita lambangkan Re z = x Im z = y Kita akan mencoba memahami definisi ini secara grafis, mulai dari pengertian tentang bilangan nyata. Bilangan yata. Kita mengenal bilangan nyata bulat seperti 1, 2, 3 dan seterusnya; bilangan nyata rasional ¼, ½, ¾ dan seterusnya, serta bilangan nyata irasional yang tidak dapat dinyatakan sebagai rasio bilangan bulat, seperti π yang nilainya adalah 3,14……., dengan angka desimal yang tak diketahui ujungnya. Secara grafis, bilangan nyata dapat digambarkan posisinya di suatu sumbu yang disebut sumbu nyata, seperti diperlihatkan oleh Gb.1.1. 1 | -2 | -1 | 0 | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 m Gb.1.1. Posisi bilangan nyata di sumbu nyata. Tinjaulah suatu fungsi y = x dengan x adalah bilangan bulat. Jika kita plot nilai fungsi y, kita akan mendapatkan gambar seperti Gb.1.2. 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gb.1.2. Plot y = x Pada Gb.1.2. ini sumbu mendatar adalah sumbu nyata di mana bilangan-bilangan nyata di posisikan. Sumbu tegak juga merupakan sumbu nyata di mana bilangan-bilangan nyata yang merupakan nilai y diposisikan. Bidang yang dibatasi oleh kedua sumbu–nyata ini disebut bidang-nyata. Kita lihat di bidang-nyata ini bahwa kita hanya dapat menggambarkan nilai y sampai pada x = 0, karena untuk x < 0 kita tidak mendapatkan nilai y yang berupa bilangan nyata. Walaupun kita tidak mendapatkan nilai y yang nyata untuk x negatif, namun x untuk x yang negatif dapat didefinisikan sebagai suatu bilangan imajiner (khayal). Jika didefinisikan bahwa 2 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor −1 = j (1.1). maka − 4 = − 1× 4 = − 1 × 4 = j 2 − 9 = − 1× 9 = j 3 − 81 = j 9 − 100 = j10 dst. Sekarang kita dapat memandang j sebagai sebuah operator; artinya jika j beroperasi pada bilangan nyata 5 misalnya, kita mendapatkan bilangan imajiner j5 dan jika beroperasi pada bilangan nyata b kita mendapatkan bilangan imajiner jb. Sumbu tegak pada Gb.1.2. dapat diubah menjadi sumbu imajiner untuk memosisikan bilangan imajiner sehingga sumbu-sumbu yang membatasi bidang sekarang adalah sumbu nyata (diberi tanda Re) dan sumbu imajiner (diberi tanda Im); bidang yang dibatasi oleh kedua sumbu ini disebut bidang kompleks. Jika setiap titik di bidang kompleks menunjukkan posisi bilangankompleks (x,,y) dengan x adalah komponen nyata dan y adalah komponen imajiner-nya sebagaimana dikatakan dalam pendefisian bilangan kompleks yang diberikan di awal sub-bab ini. 1.2. Pernyataan Bilangan Kompleks Jika setiap bilangan-nyata mempunyai satu nilai, maka suatu bilangan-kompleks juga mempunyai satu nilai namun satu nilai ini terdiri dari dua komponen yaitu komponen nyata dan komponen imajiner. Jadi satu bilangan kompleks z merupakan jumlah dari komponen nyata dan komponen imajiner dan dituliskan z = a + jb (1.2) dengan a bilangan nyata, b juga bilangan nyata, dan jb adalah bilangan imajiner. Perhatikan Gb.1.3. yang merupakan plot dari satu bilangan kompleks z. 3 Im • z = a + jb jb ρ θ Re a Gb.1.3. Representasi grafis bilangan kompleks. Bentuk penulisan bilangan kompleks seperti (1.1) disebut bentuk sudut siku. Sebutan ini mudah difahami jika kita melihat Gb.1.3 di mana z merupakan sudut siku dari segitiga siku-siku dengan sisi a dan jb. Bilangan kompleks z juga dapat ditulis dengan cara lain, yaitu dengan melihat panjang penggal garis yang menghubungkan titik asal dengan z, yang dalam Gb.1.3. diberi nama ρ, dan sudut yang dibentuk oleh garis ini dengan sumbu nyata yang pada Gb.1.3. diberi tanda θ. Dari Gb.1.3. jelas terlihat bahwa a = ρ cos θ dan b = ρ sin θ (1.3) sehingga bilangan kompleks z dapat dituliskan sebagai z = ρ(cos θ + j sin θ) (1.4) Sudut θ disebut argumen (ditulis argz) dan penggal garis yang menghubungkan titik z ke titik awal disebut modulus. Dari Gb.1.3. jelas bahwa b arg z = θ = tan −1 a (1.5) sedangakan modulus z adalah ρ modulus z = ρ = a 2 + b 2 (1.6) Dengan demikian maka (1.2) dapat ditulis sebagai z = a 2 + b 2 (cos θ + j sin θ) 4 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor (1.7) COTOH: 1). Suatu bilangan kompleks dinyatakan dalam bentuk sudut siku z1 = 3 + j 4 Sudut dengan sumbu nyata adalah θ1 = tan −1 (4 / 3) ≈ 53,1o Pernyataan z1 dapat kita tuliskan ( z1 = 3 2 + 4 2 cos 53,1o + j sin 53,1o ( = 5 cos 53,1o + j sin 53,1o ) ) 2). Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai ( z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o ) Pernyataan ini dapat kita tuliskan ( z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o ) ≈ 10(0,94 + j 0,34) = 9,4 + j 3,4) Kesamaan Bilangan Kompleks. ρ = a 2 + b 2 merupakan nilai mutlak, karena ia adalah panjang penggal garis. Dua atau lebih bilangan kompleks bisa saja memiliki nilai ρ yang sama akan tetapi dengan sudut θ yang berbeda; atau sebaliknya mempunyai nilai θ sama akan tetapi memiliki ρ yang berbeda. Dua bilangan kompleks sama besar jika mereka mempunyai baik ρ maupun θ yang sama besar, atau dengan kata lain memiliki bagian nyata dan bagian imajiner yang sama besar.. egatif dari Bilangan Kompleks. Nilai negatif dari suatu bilangan kompleks adalah nilai negative dari kedua komponennya. Jadi jika z = a + jb maka − z = −a − jb . Perhatikan representasi grafis pada Gb.1.4. 5 Im • z = a + jb jb ρ θ + 180 o θ a Re ρ − z = −a• − jb Gb.1.4. Negatif dari suatu bilangan kompleks. COTOH: 1). Jika z1 = 4 + j 6 maka z 2 = − z1 = −4 − j 6 2). Sudut dengan sumbu nyata θ1 = tan −1 (6 / 4) = 56,3 o θ 2 = 56,3 o + 180 o = 236,3 o 3). z1 dapat dinyatakan sebagai ( z1 = 4 2 + 6 2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o ( = 7,2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o ) ( ) − z1 = 7,2 cos(56,3 o + 180 o ) + j sin(56,3 o + 180 o ) = 7,2(− 0,55 − j 0,83) = −3,96 − j 6 ) Konjugat Bilangan Kompleks. Konjugat dari suatu bilangan kompleks z adalah bilangan kompleks z* yang memiliki komponen nyata sama dengan z tetapi komponen imajinernya adalah negatif dari komponen imajiner z. Jika z = a + jb maka z ∗ = a − jb Perhatikan Gb.1.5. 6 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor (1.8) Im jb • z = a + jb ρ θ −θ a Re • z ∗ = a − jb − jb Gb.1.5. Kompleks konjugat. COTOH: 1). Jika z = 5 + j 6 maka z ∗ = 5 − j 6 2). Sudut dengan sumbu nyata θ = tan −1 (6 / 5) = 50,2 o θ ∗ = −50,2 o 3). z dapat dinyatakan sebagai ( z = 5 2 + 6 2 cos 50,2 o + j sin 50,2 o ( = 7,8(cos 50,2 o o o − j sin 50,2 o = 7,8 cos 50,2 + j sin 50,2 z∗ ) ) ) 4). Jika z = −5 − j 6 maka z ∗ = −5 + j 6 7 Im z ∗ = −5 + j 6 • Re z = −5 − j 6 • 5). Jika z = 5 − j 6 maka z ∗ = 5 + j 6 Im • z∗ = 5 + j6 Re • z = 5 − j6 8 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor 2. Operasi-Operasi Aljabar Seperti halnya bilangan nyata, operasi aljabar juga dapat dilakukan pada bilangan kompleks 2.1. Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks Karena bilangan kompleks terdiri dari dua komponen maka operasi penjumlahan harus dilakukan pada kedua komponen. Hasil penjumlahan dua bilangan kompleks merupakan bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan jumlah komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan jumlah komponen imajiner. Demikian pula selisih dua bilangan kompleks adalah bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan selisih komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan selisih komponen imajiner. z1 + z 2 = (a1 + jb1 ) + (a 2 + jb2 ) = (a1 + a 2 ) + j (b1 + b2 ) (2.1) z1 − z 2 = (a1 + jb1 ) − (a 2 + jb2 ) = (a1 − a 2 ) + j (b1 − b2 ) COTOH: Jika s1 = 2 + j 3 dan s2 = 3 + j 4 maka s1 + s 2 = (2 + j 3) + (3 + j 4) = 5 + j7 s1 − s 2 = (2 + j 3) − (3 + j 4) = −1 − j1 9 2.2. Perkalian Bilangan Kompleks Perkalian dua bilangan kompleks dialksanakan seperti halnya kita melakukan perkalian jumlah dua bilangan, yaitu dengan malakukan perkalian komponen per komponen. ( z1 )( z 2 ) = (a1 + jb1 )(a 2 + jb2 ) = a1 a 2 + jb1a 2 + jb1a 2 − b1b2 (2.2) = a1 a 2 + 2 jb1a 2 − b1b2 Jika z 2 = z1∗ maka z1 × z1∗ adalah z1 × z1∗ = (a + jb)(a − jb) = a 2 − jba + jba + b 2 (2.3) = a2 + b2 COTOH: Jika z1 = 2 + j 3 dan z 2 = 3 + j 4 maka ( z1 )( z 2 ) = (2 + j 3)(3 + j 4) = 6 + j 9 + j 9 − 12 = −6 + j18 COTOH: Jika z1 = 2 + j 3 dan z 2 = z1∗ = 2 − j 3 maka ( z1 )( z1∗ ) = (2 + j 3)(2 − j 3) = 4 − j6 + j6 + 9 = −5 + 9 = 4 Jadi perkalian suatu bilangan kompleks dengan konjugatnya akan menghasilkan bilangan nyata. Sifat ini akan kita manfaatkan dalam melakukan pembagian bilangan kompleks. 10 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor 2.3. Pembagian Bilangan Kompleks Hasil bagi suatu pembagian tidak akan berubah jika pembagian itu dikalikan dengan 1. Dalam mencari hasil bagi dua bilangan kompleks, kita kalikan pembagian ini dengan 1 dan bilangan 1 ini kita pilih sama dengan rasio konjugat bilangan kompleks pembagi dengan dirinya sendiri. Dengan cara demikian kita akan memperoleh suatu pembagian di mana bilangan pembaginya adalah bilangan nyata. z1 a + jb1 a2 − jb2 = 1 × z2 a2 + jb2 a2 − jb2 = (a1a2 + b1b2 ) + j (b1a2 − b2 a1 ) (2.3) a22 + b22 COTOH: Jika z1 = 2 + j 3 dan z 2 = 3 + j 4 maka z1 2 + j 3 3 − j 4 (6 + 12) + j (−8 + 9) 18 1 = × = = +j 2 2 25 25 z2 3 + j4 3 − j4 3 +4 2.4. Pernyataan Bilangan Kompleks Bentuk Polar Pernyataan bilangan kompleks bentuk sudut siku adalah seperti yang kita pakai untuk menyatakan definisi bilangan kompleks, yaitu z = a + jb . Bentuk polar diturunkan dari bentuk sudut siku melalui relasi geometri sederhana. Relasi (1.3), (1.5), dan (1.6), yaitu σ = ρ cos θ dan ρ = σ 2 + ω2 ω = ρ sin θ dan ω θ = tan −1 σ Memungkinkan pengubahan dari bentuk sudut siku ke bentuk polar dan juga sebaliknya. Bentuk polar diturunkan dari fungsi eksponensial kompleks yang akan kita lihat lebih dulu. 11 Fungsi Eksponensial Kompleks. Kita telah mengenal fungsi eksponensial nyata. Jika x adalah bilangan nyata maka fungsi ekponensial y = ex merupakan fungsi ekponensial nyata; y memiliki nilai nyata. Jika z adalah bilangan kompleks z = σ + jθ maka didefinisikan fungsi eksponensial kompleks e z = e ( σ+ jθ) = e σ (cos θ + j sin θ) ; dengan e σ adalah fungsi eksponensial riil` (2.4) Melalui identitas Euler, e jθ = cos θ + j sin θ fungsi exponensial kompleks (2.4) dapat kita tuliskan e z = e σ e jθ (2.5) Bentuk Polar. Relasi (2.5) memberikan memberikan jalan untuk representasi bilangan kompleks dalam bentuk polar z = ρe jθ (2.6) Modulus z (nilai absolut) adalah ρ, ditulis | z | = ρ = σ 2 + θ 2 dan argumen z kita dituliskan juga sebagai ∠z. Perhatikan representasi grafis Gb.2.1. Im •z ρ θ Re Gb.2.1. z = ρe jθ ; arg z = ∠z = θ . 12 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor COTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 10 e j0,5. Modulus bilangan kompleks ini adalah |z| = 10 dan argumennya ∠z = 0,5 rad. Bentuk sudut sikunya adalah: z = 10 (cos 0,5 + j sin 0,5) = 10 (0,88 + j 0,48) = 8,8 + j 4,8 Im 10 • z = 5e j 0,5 0,5 rad Re COTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 3+ j4. Modulus z adalah | z | = ρ = 3 2 + 4 2 = 5 Argumennya adalah ∠z = θ = tan −1 4 = 0,93 rad . 3 Representasi polar adalah: z = 5e j0,93 Im • z = 5e j 0,93 5 0,93 rad Re 13 COTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = −2 + j 0 . Modulus z adalah | z | = ρ = 4 + 0 = 2 . Argumen θ = tan −1 (0 / − 2 ) = ± π tidak bernilai tunggal. Kita harus berhati-hati menentukan argumennya. Di sini kita harus memilih θ = π rad karena komponen imajiner 0 sedangkan komponen nyata −2. Representasi polar adalah z = 2e jπ . Im z = 2e j π • −2 Re COTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 0 − j 2 . Modulus z adalah | z | = ρ = 0 + 4 = 2 . Argumen θ = tan −1 (− 2 / 0 ) = −π / 2 ; sedangkan komponen nyata −2. komponen imajiner Representasi polar adalah z = 2e − jπ / 2 . Im Re − jπ / 2 − j 2 • z = 2e 14 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor 0 2.5. Manfaat Bentuk Polar Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks. Representasi polar dari bilangan kompleks mempermudah operasi perkalian dan pembagian. ( z1 )( z 2 ) = ρ1e jθ1 ρ 2 e jθ2 = ρ1ρ 2 e j (θ1 + θ2 ) (2.7) jθ1 ρ ρ e z1 = 1 e j (θ1 −θ2 ) = 1 z 2 ρ 2 e jθ2 ρ 2 COTOH: Misalkan bilangan kompleks z1 = 10 e j0,5 dan z2 = 5 e j0,4. z1 z 2 = 10e j 0,5 × 5e j 0,4 = 50e j 0,9 z1 10e j 0,5 = = 2e j 0,1 z2 5e j 0,4 Konjugat Kompleks. Konjugat dari suatu bilangan kompleks yang dinyatakan dalam bentuk sudut siku, diperoleh dengan mengganti j dengan −j seperti diperlihatkan secara grafis pada Gb.2.2.a; hal ini telah kita pelajari. Im • z = σ + jθ Re Im • z = ρe j θ θ −θ • z ∗ = σ + jθ a) Re • z ∗ = ρ e − jθ b) Gb. 2.2. Bilangan kompleks konjugat. 15 Jika dinyatakan dalam bentuk polar, sudut argumen konjugat berlawanan dengan argumen bilangan kompleks asalnya, seperti diperlihatkan secara grafis oleh Gb.2.2.b. Relasi-relasi antara suatu bilangan kompleks dengan konjugatnya adalah sebagai berikut. ( z )( z*) =| z |2 atau |z| = s s * [z1 z2 ]* = (z1* )(z*2 ) (2.7) * z1 z1* = * z2 z2 COTOH: z1 = 10e j 0,5 1). z 2 = 5e j 0,4 dan z1 z1∗ = 10e j 0,5 × 10e − j 0,5 = 100 z 2 z 2∗ = 25 2). [z1 z2 ]∗ = [10e j 0,5 × 5e j 0,4 ] 3). ∗ 10e j 0,5 z1 j 0,1 ∗ = 50e − j 0,1 = j 0 , 4 = 2e z 5e 2 ∗ [ = 50e j 0,9 ] = 50e ∗ − j 0,9 = 10e − j 0,5 × 5e − j 0,4 = 50e − j 0,9 ∗ = 10e − j 0,5 5e − j 0, 4 [ ] = 2e − j 0,1 16 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor 3. Bilangan Kompleks untuk Menyatakan Fugsi Sinus Berikut ini kita akan melihat pemanfaatan bilangan kompleks untuk menyatakan fungsi sinus. Tindakan demikian ini kita jumpai dalam analisis rangkaian listrik. 3.1. Fungsi Sinus Sinyal listrik sebagai fungsi waktu adalah yang berbentuk sinusoidal y = A sin(ωt ) (3.1) dengan A adalah amplitudo (simpangan maksimum), ω adalah frekuensi sudut ω = 2πf dengan f frekuensi siklus. Namun pernyataan sinyal sinus sering dilakukan menggunakan fungsi cosinus yaitu bentuk pernyataan yang dianggap normal: y = A cos(ωt − θ) jika puncak pertama fungsi terjadi pada ωt > 0 dan θ disebut sudut fasa. (3.2) seperti terlihat pada Gb.3.1. A y y A 0 0 0 ωt −A −A a) y = A cos ωt 0θ ωt b) y = A cos(ωt − θ) Gb.3.1. Fungsi sinusoidal dinyatakan dengan fungsi cosinus. Dengan bentuk normal ini maka fungsi y = A sin(ωt ) dituliskan sebagai y = A cos(ωt − π / 2) di mana θ = π/2 pada Gb.3.1.b. 17 3.2. Fasor Kita mengenal pernyataan suatu bilangan kompleks yang berbentuk z = Ae jθ = A(cos θ + j sin θ) (3.3) Dengan pernyataan bilangan kompleks ini maka fungsi cosinus dan sinus dapat dinyatakan sebagai fungsi eksponensial kompleks, yaitu A cos θ = Re Ae jθ = komponen nyata dari z, dan A sin x = Im Ae jx = komponen imajiner dari z (3.4) Karena sinyal sinus dalam analisis rangkaian listrik dituliskan dalam bentuk normal sebagai fungsi cosinus, dapat ditetapkan bahwa hanya bagian riil dari bilangan kompleks Aejx saja yang diambil untuk menyatakan sinyal sinus. Oleh karena itu sinyal sinus y = Acos(ωt+θ) dapat kita tulis sebagai y = A cos(ωt + θ) = Re Ae j (ωt +θ) = Re Ae jθ e jωt = Ae jθ e jωt (3.5) tanpa harus menuliskan keterangan Re lagi. Jika kita bekerja pada suatu frekuensi ω tertentu untuk seluruh sistem rangkaian, maka faktor ejωt pada pernyataan fungsi sinus (3.5) tidak perlu dituliskan lagi. Kita dapat menyatakan fungsi sinus cukup dengan mengambil besar dan sudut fasa-nya saja. Jadi sinyal sinus v = A cos( ω t + θ) dinyatakan dengan V = Ae (3.6) jθ Pernyataan sinyal sinus dengan bilangan kompleks ini disebut fasor yang biasa dituliskan dengan huruf tebal dengan garis di atasnya. Fasor ini merupakan bilangan kompleks dan dapat digambarkan secara grafis seperti terlihat pada Gb.3.2. Gambar grafis seperti ini disebut diagram fasor. 18 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor Im V |A| θ Re Gb.3.1. Fasor V = Ae jθ Jadi dengan notasi fasor, kita hanya memperhatikan amplitudo dan sudut fasa dari suatu sinyal sinus, dengan pengertian bahwa frekuensinya sudah tertentu. Karena kita hanya memperhatikan amplitudo dan sudut fasa saja, maka fasor dapat kita tuliskan dengan menyebutkan besarnya dan sudut fasanya. Pengertian ini ekivalen dengan modulus dan argumen pada bilangan kompleks. Jadi penulisan fasor dalam bentuk yang juga kita sebut bentuk polar adalah V = Ae jθ ditulis sebagai V = A∠θ (3.7) Fasor V = A∠θ kita gambarkan dalam bidang kompleks, seperti terlihat pada Gb.3.1. Panjang fasor adalah nilai mutlak dari amplitudo A. Penulisan fasor dalam bentuk polar, dapat diubah ke bentuk sudut-siku, yaitu : V = A∠θ = A (cos θ + j sin θ) (3.8) Sebaliknya, dari pernyataan dalam bentuk sudut-siku dapat diubah ke bentuk polar b V = a + jb = a 2 + b 2 ∠ tan −1 a (3.9) Transformasi timbal balik antara pernyataan dalam bentuk sudutsiku dan bentuk polar, memudahkan kita dalam melakukan operasioperasi fasor yang akan kita lihat berikut ini, yang pada hakekatnya sama seperti operasi aljabar pada bilangan kompleks yang sudah kita pelajari. 19 3.3. Operasi Fasor Perkalian Fasor. Perkalian fasor mudah dilakukan bila fasor dituliskan dalam bentuk polar. Jika A = A ∠θ1 dan B = B∠θ 2 maka C = A B = AB∠(θ1 + θ 2 ) (3.10) Hal ini mudah difahami, karena jika kita menuliskan A = Ae jθ1 maka dan B = Be jθ2 C = Ae jθ1 Be jθ2 = ABe j (θ1 + θ2 ) = AB∠(θ1 + θ 2 ) Pembagian Fasor. Pembagian fasor mudah dilakukan bila fasor dituliskan dalam bentuk polar. Jika A = A∠θ1 D= dan B = B∠θ 2 maka A A∠θ1 A = = ∠(θ1 − θ 2 ) B B∠θ 2 B (3.11) Hal ini juga mudah difahami. Jika kita menuliskan A = Ae jθ1 maka D= dan B = Be jθ2 Ae jθ1 Be jθ 2 = A jθ1 − jθ2 A j (θ1 −θ2 ) A e e = e = ∠(θ1 − θ 2 ) B B B Penjumlahan dan Pengurangan Fasor. Operasi penjumlahan ataupun pengurangan lebih mudah dilakukan jika kita menuliskan fasor dalam bentuk sudut-siku. 20 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor A = a1 + jb1 Jika B = a2 + jb2 dan C = A + B = (a1 + a2 ) + j (b1 + b2 ) maka = (a1 + a2 )2 + (b1 + b2 )2 ∠ tan −1 b1 + b2 a1 + a2 (3.12) D = A − B = (a1 + jb1 ) − (a2 + jb2 ) = (a1 − a2 )2 + (b1 − b2 )2 ∠ tan −1 b1 − b2 a1 − a2 Jika fasor dinyatakan dalam bentuk polar, kita ubah dulu ke bentuk sudut siku untuk mudah dijumlahkan / dikurangkan Jika A = A∠θ1 B = B∠θ 2 maka dan C = A+B = ( A cos θ1 + B cos θ 2 ) + j ( A sin θ1 + B sin θ 2 ) (3.13) D = A−B = ( A cos θ1 − B cos θ 2 ) + j ( A sin θ1 − B sin θ 2 ) Fasor egatif dan Fasor Konjugat. Jika dituliskan dalam bentuk sudut-siku, nilai negatif fasor adalah negatif dari masing-masing komponen riil dan imajiner. Im A A θ Re A∗ −A Gb.12.2. Fasor dan negatifnya serta konjugatnya Jika A = a1 + jb1 − A = −a1 − jb1 maka * Jika A = a1 + jb1 maka A = a1 − jb1 21 Dalam bentuk polar, Jika A = A∠θ maka ( ) = A∠( θ − 180 ) dan A − A = A∠ θ + 180 o o (3.14) * = A∠ − θ Fasor Dengan Sudut Fasa 90o dan 0o. Bentuk sudut-siku dari fasor dengan sudut 90o dan 0o adalah A = A∠90 o = jA ; B = B∠ − 90 o = − jB ; (3.15) o C = C∠0 = C COTOH: a). v1 (t ) = 10 cos(500t − 45 o ) Pernyataan fasor sinyal sinus ini dalam bentuk polar dan bentuk sudut siku adalah V1 = 10∠ − 45 o atau o V1 = 10 cos(−45 ) + j10 sin(−45 o ) = 7,07 − j 7,07 b). v 2 (t ) = 15 cos(500t + 30 o ) Pernyataan fasor sinyal sinus ini dalam bentuk polar dan bentuk sudut siku adalah V2 = 15∠30 o atau o V2 = 15 cos(30 ) + j15 sin(30 o ) = 12,99 + j 7,5 c). i1 (t ) = −4 cos 1000t Pernyataan fasor dalam bentuk polar dan bentuk sudut siku adalah I1 = −4∠0 o atau I1 = −4 cos(0 o ) − j 4 sin(0 o ) = −4 22 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor d). i 2 (t ) = 3 cos(1000t − 90 o ) Pernyataan fasor dalam bentuk polar dan bentuk sudut siku adalah I 2 = 3∠ − 90 o atau I 2 = 3 cos(−90 o ) + j 3 sin(−90 o ) = − j 3 e). I 3 = I1 + I 2 dari c) dan d) Fasor hanya dapat dijumlahkan jika frekuensinya sama. Karena kedua arus dalam soal e) ini berfrekuensi sama maka fasornya dapat kita jumlahkan I 3 = I1 + I 2 = −4 − j 3 . Hasil penjumlahan ini dapat kita ubah kembali dalam bentuk polar menjadi −3 o I 3 = (−4) 2 + (−3) 2 ∠ tan −1 = 5∠ 216,9 −4 f). S1 = V1I1* ; S 2 = V2 I *2 S1 = V1I1* = (10∠ − 45 o ) × (−4∠0 o ) = −40∠ − 45 o S 2 = V2 I *2 = (15∠30 o ) × (3∠90 o ) = 45∠120 o g). Z1 = V1 I1 Z1 = V1 Z2 = V2 I1 I2 ; Z2 = = V2 I2 10∠ − 45 o = − 4∠0 o 15∠30 o 3∠90 o = −2.5∠ − 45 o ; = 5∠ − 60 o 23 3.3. Konsekuensi Pernyataan Sinyal Sinus dalam Fasor Karakteristik piranti dalam rangkaian listrik dinyatakan oleh hubungan antara arus dan tegangannya. Untuk resistor , induktor, dan kapasitor hubungan tersebut adalah: Resistor : v R = Ri R di L dt dvC 1 Kapasitor : iC = C atau v C = iC dt dt C Induktor : v L = L (3.16) ∫ R, L, dan C berturut-turut adalah resistansi, induktansi, dan kapasitansi dari piranti yang bersangkutan. Relasi-relasi ini adalah relasi di mana tegangan maupun arus merupakan fungsi waktu. Jika tegangan dan arus dinyatakan dalam bentuk fasor maka harus dilakukan penyesuaian pada relasi tegangan-arus elemen tersebut. Resistor. Jika arus pada resistor adalah i R (t ) = I Rm cos(ωt + θ) = I Rm e j ( ωt + θ) maka tegangannya adalah v R (t ) = Ri R (t ) = RI Rm e j ( ωt + θ) Jika dinyatakan dalam fasor maka V R = RI R (3.17) Hubungan arus dan tegangan resistor ini mirip dengan hubungan tegangan dan arus jika dinyatakan sebagai fungsi waktu. Induktor. Untuk induktor, jika arus induktor adalah i L (t ) = I Lm cos(ωt + θ) = I Lm e j ( ωt + θ) maka tegangan induktor adalah v L (t ) = L ( ) d I Lm e j ( ωt + θ) di L (t ) =L = jωL( I m e j ( ωt + θ) ) dt dt 24 Sudaryatno Sudirham: Bilangan Kompleksdan Fasor Dalam bentuk fasor, VL = jωL I L = jX L I L = Z L I L dengan : X L = ωL dan Z L = jωL (3.18) Jadi dengan pernyataan sinyal dalam fasor, hubungan tegangan dan arus induktor tidak lagi berbentuk hubungan diferensial, melainkan berbentuk linier dengan faktor proporsionalitas sebesar ZL = jXL ; XL disebut reaktansi induktif , ZL disebut impedansi induktor. Kapasitor. Untuk kapasitor, jika tegangan kapasitor adalah v C (t ) = VCm cos(ωt + θ) = VCm e j ( ωt + θ) maka arus kapasitor adalah i C (t ) = C ( ) dv C d (VCm e j ( ωt + θ) =C = jωC (VCm e j ( ωt + θ) ) dt dt yang dalam bentuk fasor dapat kita tuliskan sebagai I C = jωC VC atau j 1 IC = − I C = jX C I C = Z C I C jωC ωC j 1 dengan : X C = dan Z C = − ωC ωC VC = (3.19) Seperti yang kita peroleh pada induktor, hubungan tegangan dan arus kapasitor tidak lagi berupa hubungan integral, melainkan berupa hubungan linier dengan faktor proporsionalitas sebesar ZC = jXC ; XC kita sebut reaktansi kapasitif, ZC kita sebut impedansi kapasitor. Pembaca dapat mempelajari lebih lanjut analisis rangkaian listrik dengan buku ”Analisis Rangkaian Listrik Jilid 1” oleh Sudaryatno Sudirham. 25