BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi semakin meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit Asma Bronkial. Asma Bronkial adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. (Medlinux, 2008) Asma Bronkial merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Pada 1997, terdapat 124 juta orang menderita Asma Bronkial atau sekitar 2,1 % dari jumlah penduduk dunia. Pada tahun 2010, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat dua kali lipat atau kurang lebih 221 juta orang. Dengan meningkatnya jumlah penderita, maka tugas dan kinerja tenaga medis, terutama perawat, semakin perlu ditingkatkan. Teknik perawatan yang sesuai dengan Asuhan Keperawatan dan penyuluhan kesehatan mengenai penyakit ini sangat perlu dipahami dan dikuasai oleh calon dan tenaga medis. Oleh karena itu penulis mencoba mengangkat kasus “Asma Bronkial pada klien Ny.A” sebagai judul makalah ini. 1.2 Tujuan A. Tujuan umum Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien Asma Bronkial di ruang Paru RSU dengan menggunakan proses keperawatan. B. Tujuan khusus 1. Mampu melakukan pengkajian pada Ny.A dengan Diagnosa medis Asma Bronkial di Ruang Paru. 2. Mampu membuat diagnosa keperawatan menurut prioritas pada pasien. 1 3. Mampu membuat rencana askep pada pasien Ny.A dengan Diagnosa medis Asma Bronkial di Ruang Paru. 4. Mampu menerapkan tindakan keperawatan pada pasien Ny.A dengan Diagnosa medis Asma Bronkial. 5. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah diterapkan 1.3 Manfaat 1. Bagi Institusi Rumah Sakit Sebagai masukan dan evaluasi dalam meningkatkan mutu keperawatan secara umum dan khususnya di Ruang Paru. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam bidang perawatan pasien Asma Bronkial dan sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan tentang kualitas asuhan keperawatan. 3. Bagi Peneliti Mengetahui bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Asma Bronkial. 2 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. 2.2 Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. 1. Faktor Predisposisi • Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2. Faktor Presipitasi • Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti : Debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. b. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti : Makanan dan obat-obatan. c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit Seperti : Perhiasan, logam dan jam tangan. • Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang 3 serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. • Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. • Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. • Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. 2.3 Gejala Klinis Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipnu), otot bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia. (Medicafarma,2008) 2.4 Patofisiologi Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan 4 udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma. 2.5 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah 1. Pneumotoraks, 2. Status asmatikus 3. Hipoksemia 4. Emfisema 5. Atelektasis, 6. Gagal nafas, 7. Bronkhitis, dan 8. Fraktur iga. 2.6 Klasifikasi Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen. Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1. Tingkat I a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. 2. Tingkat II 5 a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. 3. Tingkat III a. Tanpa keluhan. b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. 4. Tingkat IV 1. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. 2. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 5. Tingkat V a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. c. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, dan takikardi. 2.7 Penatalaksanaan Medis Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronkial : 1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas. 2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma. 3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit. Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas : 1. Pengobatan dengan obat-obatan 2. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya : a. Oksigen 4-6 liter/menit. b. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan. c. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam. d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat. 3. Pemeriksaan Penunjang : Beberapa pemeriksaan penunjang seperti : a. Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. b. Tes provokasi : 1. Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. 6 2. Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri. 3. Tes provokasi bronkial seperti : Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata. 4. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh. c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum. d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat. f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah. g. Pemeriksaan sputum 2.8 Terapi 1. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan : a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin). Nama obat : • Orsiprenalin (Alupent) • Fenoterol (berotec) • Terbutalin (bricasma) Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup. b. Santin (teofilin) Nama obat : • Aminofilin (Amicam supp) • Aminofilin (Euphilin Retard) • Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya 7 dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). 2. Kromalin Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan. 3. Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberikan secara oral. 8 BAB III TINJAUAN KASUS 3.1 Biodata A. Identitas Pasien Nama : Ny.A Jenis kelamin : Perempuan Umur : 45 tahun Status perkawinan : Kawin Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Cunda, Lhokseumawe Tanggal masuk RS : 28 Agustus 2009 No. Register : 01.32.33.83 Ruang : Paru Gol. Darah :O Tanggal pengkajian : 28 Agustus 2009 Diagnosa medis : Asma Bronkial B. Penanggung Jawab 3.2 Nama : Tn.B Hub. dengan pasien : Suami Pekerjan : Wiraswasta Alamat : Cunda, Lhokseumawe Keluhan Utama : Pasien mengeluh sesak napas. 3.3 Riwayat kesehatan sekarang Pasien datang ke RS dengan keluhan nafas sesak sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas dirasakan pasien terutama jika pasien sedang membersihkan ruangan berdebu, sedang pilek dan bila sedang banyak pikiran. Pasien merasa sesak berkurang jika pasien duduk atau istirahat. 3.4 Riwayat kesehatan masa lalu Os memiliki penyakit alergi terhadap debu dan hipertensi. 3.5 Riwayat penyakit keluarga 9 Ibu kandung os juga menderita sesak napas. Genogram keluarga : Ayah Ibu P Keterangan : Laki-laki tanpa Asma Bronkial Perempuan tanpa Asma Bronkial Laki-laki penderita Asma Bronkial Perempuan penderita Asma Bronkial P 3.6 Pasien/Klien penderita Asma Bronkial Riwayat / keadaan psikososial Pasien mengatakan merasa sangat takut dan gelisah, peka rangsangan, ansietas, merasa tidak aman dan tertekan, dan ada perasaan malu terhadap penyakit yang diidapnya. 3.7 Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum : Sesak berat, frekuensi RR = 28 x/m b. Tanda-tanda vital - Suhu tubuh : 37 °C - TD : 150/90 mmHg - Nadi : 84 x/m - RR : 28 x/m - TB : 150 cm - BB : 45 kg c. Pemeriksaan kepala dan leher 1. Kepala dan rambut - Simetris - Kulit kepala bersih - Rambut hitam dan lurus - Penyebaran rambut merata 2. Wajah - Bentuk wajah lonjong 3. Mata 10 - Mata lengkap dan simetris - Pupil bulat isokor - Lingkaran pinggir mata tampak cekung - Bola mata tampak seperti menonjol 4. Hidung - Tulang, lubang dan cuping hidung normal - Dapat membedakan bau-bauan dengan baik - Septum lurus ditengah - Sekret (-) - Mukosa tidak hiperemis 5. Telinga - Bentuk telinga simetris - Ukuran telinga sedang - Pendengaran baik 6. Mulut dan faring - Bibir pucat, pecah-pecah dan kering - Lidah kotor - Ludah sangat kental - Papil eutrofi - Gigi lengkap - Mukosa tidak hiperemis - Gusi sering bengkak dan berdarah. 7. Leher - Posisi trachea normal - Suara normal. d. Pemeriksaan integumen 1. Kebersihan : Baik 2. Kehangatan : Cukup 3. Warna : Sawo matang 4. Turgor : Baik 5. Kelembaban : Baik 6. Kelainan pada kulit : Tidak ada e. Pemeriksaan payudara dan ketiak − Tidak ada pemeriksaan f. Pemeriksaan thoraks/dada Thoraks depan 1. Inspeksi - Gerak nafas simetris, 11 - Bentuk dada normal - Ictus cordis tidak terlihat 2. Palpasi - Vokal fremitus kanan sama dengan yang kiri - Ictus cordis tidak teraba 3. Perkusi - Sonor pada seluruh lapangan paru - Batas paru – lambung : sela iga VIII garis axillaris anterior kiri - Batas paru – hepar : sela iga VI midklavikularis kanan - Peranjakan paru : 1 intercostal space - Batas atas jantung : sela iga III garis parasternal kiri - Batas kiri jantung : sela iga V garis midklavikular kiri - Batas kanan jantung : sela iga IV medial garis parasternal kanan 4. Auskultasi - Suara nafas vesikuler - Ronchi (-) - Wheezing (+) dibasal paru - Murmur (-) - Gallop (-) Thoraks belakang 1. Inspeksi - Bentuk simetris - Lordosis (-) - Kifosis(-) - Skoliosis (-) - Gerak nafas simetris saat statis dan dinamis 2. Palpasi - Vokal fremitus kanan sama dengan kiri 3. Perkusi - Batas bawah paru kanan : thorakal IX - Batas bawah paru kiri - Sonor di kedua lapangan paru : thorakal X 4. Auskultasi - Suara nafas vesikuler - ronchi (-) - wheezing (+) di basal paru 12 g. Pemeriksaan abdomen 1. Inspeksi abdomen - Datar - Dilatasi vena (-) 2. Palpasi - Supel - Turgor cukup - Tidak ada nyeri - Hepar dan lien tidak teraba membesar 3. Perkusi - Timpani di seluruh lapangan abdomen 4. Auskultasi - BU (+) normal h. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya − Tidak ada pemeriksaan i. Pemeriksaan muskuloskeletal 1. Otot simetris 2. Tidak ada edema 3. Otot tidak terasa kaku 4. Tidak ada kelainan pada ekstremitas j. Pemeriksaan Neurologi 1. Tingkat kesadaran : Composmentis 2. Meningeal sign : Kuduk agak kaku 3. Status mental a.Kondisi emosi dan perasaan : Labil b. Orientasi : Baik c.Proses berfikir : Normal d. Motivasi : Pasien memiliki kemauan yang besar untuk sembuh e.Bahasa : Pasien menggunakan bahasa Indonesia k. Nervus Cranialis − Tidak ada pemeriksaan l. Fungsi motorik − Normal m. Fungsi sensorik − Normal n. Reflek 13 − Tidak ada pemeriksaan 3.8 Pola kebiasaan sehari-hari a.Pola tidur 1. Waktu tidur : Pukul 23.00 wib 2. Waktu bangun : Pukul 04.00 WIB 3. Masalah tidur : Tidur dalam posisi duduk tinggi 4. Hal-hal yang mempengaruhi tidur : posisi, suasana dan tempat. 5. Hal-hal yang mempermudah tidur : posisi yang nyaman, suasana yang tenang, dan lingkungan yang bersih. b. Pola eliminasi 1. BAB a. Pola BAB : 2 hari sekali b. Karakter fese : Normal c. BAB terakhir : Kemarin d. Diare : Tidak diare e. Riwayat pendarahan : Tidak pernah 2. BAK a. Pola BAK : Rutin b. Karakter urine : Normal c. Nyeri/kesulitan BAK : Tidak pernah d. Inkontinentia : Tidak ada e. Retensi : Tidak pernah f. Riwayat penyakit ginjal : Tidak ada c.Pola makan dan minum 1. Gejala (subjek) a. Diet (type) : Makanan bergizi b. Jumlah : porsi sedang c. Pola diet : 3 kali sehari d. Mual-muntah : ada e. Nyeri uluhati : ada f. Alergi makanan : tidak ada g. BB biasa (sebelumnya) : 60-65 kg 2. Tanda (objek) a. BB sekarang : 45 kg 14 b. TB : 150 cm 3. Waktu pemberian makan 4. Masalah : Pagi, siang dan malam. : Anoreksia dan ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. 5. Upaya mengatasi masalah : Memberi makanan yang bergizi, sangat disukai dan enak rasanya. d. Personal hygiene 1. Pemeliharaan badan : Baik 2. Pemeliharaan gigi dan mulut : Baik 3. Pemeliharaan kuku : Baik e.Pola kegiatan dan aktivitas 1. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas. 2. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari. 3. Keterbatasan mobilitas fisik. 4. Adanya ketergantungan pada orang lain. 5. Penurunan libido seksualitas. 3.9 Hasil pemeriksaan penunjang / diagnostik Laboratorium • Hb : 13.30 g/dL • Ht : 39.3% • Ureum : 35 mg/dL • Creatinin : 1.3 mg/dL • Bilirubin total : 0.56 mg/dL • Bilirubin indirek : 0.29 mg/dL • Protein total : 7.3 g/dL • Leukosit : 66 x 102 mm-3 ( normal 11-14) • Eritrosit : 4.7 x 106 mm-3 ( normal : 3.8 x 106-5.8 x 106 mm-3) • Trombosit : 184 x 103 mm-3 • Gol.darah : O • Albumin : 3,5 g/dL • Globulin : 3,8 g/dL • Fosfatase Alkali : 361 u/L • Cholesterol total : 224 mg/dL • SGOT : 40 u/L • SGPT : 40 u/L 15 • GDS : 146 mg% Analisis Gas Darah • pH : 7,505 • pCO2 : 34,7 • pO2 : 64,5 • BE : 4,6 • HCO3- : 27,4 • Sat O2 : 94,2 • Na : 145 mmol/L • K : 3,9 mmol/L Foto Thorax • Cor : CTR <50% • Aorta • Pulmo : tidak ada elongasi : corakan bronkovaskuler normal. • Tidak tampak infiltrat di kedua paru • Sinus, diafragma dan tulang – tulang intak • Kesan : jantung dan pulmo dalam batas normal EKG : • Frekuensi : 75 x/menit • Gelombang P : teratur • Interval antara kompleks QRS teratur pada semua lead • Gelombang Q : terdapat di V1, V2, V3 • Segmen ST : depresi (-), elevasi (-) • Gelombang T : depresi (-) 3.10 Penatalaksanaan dan Terapi 16 No Cara Pemberian Nama obat Dosis Efek Terpenuhinya kebutuhan oksigen Cairan parenteral / pemenuhan nutrisi Mencegah asam lambung berlebih Menurunkan tekanan darah 1. Kateter nasal O2 4 L/menit 2. IVFD RL 8 tetes/menit 3. Injeksi (Bolus) Ranitidin 1 amp/8 jam 4. Sublingual Nifedipin 3 x 10 mg 5. Injeksi (Bolus) Cefotaxime 1 gr/12 jam Anti Biotik 6. Injeksi (Bolus) Dexamethason 1 amp/12 jam Anti Inflamasi 7. Inhalasi Ventolin 1 cc Membuka jalan nafas Analisa Data No 1. 2. 3. Data Etiologi Ds : Os mengaku sulit bernafas Do : Os tampak sesak nafas, Bronkospasme frekuensi RR = 32 x/m. Ds : Os mengatakan kurang nafsu makan Anoreksia Do : Porsi yang disediakan tidak dihabiskan, hanya 1/3 porsi. Ds : Os meminta keluarga dan perawat membantu Dyspnea aktifitasnya. Do : Aktifitas os dibantu. Masalah Jalan nafas efektif. tidak Kurangnya asupan nutrisi dalam tubuh Gangguan pola aktifitas. Diagnosa Keperawatan 1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d bronkospasme, ditandai dengan sesak nafas ; frekuensi RR = 32 x/menit 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, ditandai dengan makanan hanya dihabiskan 1/3 porsi dari yang diberikan. 17 3. Terganggunya pola aktivitas b/d dyspnea, ditandai dengan ketergantungan pasien terhadap bantuan keluarga dan perawat dalam melakukan aktifitas. Prioritas Utama 1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d bronkospasme, ditandai dengan sesak nafas ; frekuensi RR = 32 x/menit. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, ditandai dengan makanan hanya dihabiskan 1/3 porsi dari yang diberikan. 3. Terganggunya pola aktivitas b/d dyspnea, ditandai dengan ketergantungan pasien terhadap bantuan keluarga dan perawat dalam melakukan aktifitas Intervensi Keperawatan 1. Diagnosa Keperawatn : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d bronkospasme, ditandai dengan sesak nafas ; frekuensi RR = 32 x/menit. Tujuan jangka pendek : Sesak nafas berkurang. Tujuan jangka panjang : Sesak nafas hilang. No Intervensi No Rasional 1. Kaji / pantau frekuensi pernafasan, 1. Tachipnea biasanya ada pada catat rasio inspirasi / ekspirasi. beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut. 2. Tempatkan posisi yang nyaman pada 2. Peninggian kepala tempat tidur pasien. memudahkan fungsi pernafasan. 3. Pertahankan polusi lingkungan 3. Pencetus tipe alergi pernafasan dapat seminimum mungkin. menyebabkan episode akut. 4. Tingkatkan masukan cairan s.d. 4. Hidrasi membantu menurunkan 3000 ml/ hari sesuai toleransi kekentalan sekret, penggunaan cairan jantung dan memberikan air hangat. hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. 5. Kolaborasi tim medis dengan 5. Merelaksasikan otot halus dan memberikan obat sesuai dengan menurunkan spasme jalan nafas, indikasi bronkodilator mengi, dan produksi mukosa. 2. Diagnosa keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, ditandai dengan makanan hanya dihabiskan 1/3 porsi dari yang diberikan. Tujuan jangka pendek : Makanan dihabiskan 1 porsi dalam waktu 24 jam Tujuan jangka panjang : Nutrisi terpenuhi No Intervensi No Rasional 1. Kaji kebiasaan dan kesukaan makan 1. Jenis makanan yang disukai akan klien. membantu meningkatkan nafsu 18 2. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit 2. tapi sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat dalam keadaan hangat Anjurkan klien minum air hangat 3. saat makan. Berikan oksigen tambahan selama 4. makan sesuai indikasi. 3. 4. 5. Kolaborasi tim medis pemberian vitamin. 3. Diagnosa keperawatan untuk 5. makan klien Dapat meningkatkan intake nutrisi. Air hangat dapat mengurangi mual. Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan. Mencegah kekurangan vitamin karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak : Terganggunya pola aktifitas b/d dyspnea, ditandai dengan ketergantungan pasien terhadap bantuan keluarga dan perawat dalam melakukan aktifitas. Tujuan jangka pendek : membantu os melakukan aktifitas. Tujuan jangka panjang : Os dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri. No 1. Evaluasi aktivitas. 2. 3. 4. Intervensi respon os No Rasional terhadap 1. Menetapkan kebutuhan/ kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. Istirahat dapat menurunkan kebutuhan Jelaskan pentingnya istirahat dalam 2. metabolik, menghemat energi untuk rencana pengobatan dan perlunya penyembuhan. keseimbangan aktivitas dan istirahat. Bantu aktivitas keperawatan diri Meminimalkan kelelahan dan membantu yang diperlukan. Berikan kemajuan 3. keseimbangan suplai dan kebutuhan peningkatan aktivitas selama fase oksigen penyembuhan. Berikan lingkungan tenang dan Menurunkan stress dan rangsangan batasi pengunjung selama fase akut 4. berlebihan. sesuai indikasi Implementasi dan Evaluasi 19 Hari/ No. tanggal Selasa, 13 Agust 2013 Diagnosa 1 2 Rabu, 14 Agust 2013 Implementasi • Mengatur posisi pasien dalm posisi semi fowler • Memasang O2 pada Os sebanyak 3 liter/menit • Memasang cairan infus RL 10 tts/menit. • Memberikan Ventolin melalui pemasangan nebulizer • Menganjurkan untuk makan bubur kacang hijau sedikit demi sedikit makan sambil memberi air hangat • Memberikan Ventolin melalui pemasangan nebulizer • Menurunkan volume O2 menjadi 2 L/menit • Memberi injeksi Cefotaxime 1 2 Evaluasi S : Os mengatakan sudah merasa agak nyaman O : Os mulai tampak tenang, Frekuensi RR = 28 x/m A : Masalah teratasi sebagian. P : Intervensi di lanjutkan I : - Berikan Ventolin - Berikan O2 sebanyak 2 L/m. - Berikan Injeksi Cefotaxime S : Os mengatakan kurang selera makan O : Porsi makanan hanya di habiskan 1/2 porsi A: Masalah belum teratasi P: Tindakan di lanjutkan I : - Anjurkan untuk Meningkatkan jumlah porsi makanan yang diberikan dengan makanan yang tinggi protein dan kalori serta yang disukai os. S : Os mengatakan sudah merasa agak lega ketika bernafas O : Os tampak tenang, RR = 25 x/m A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan I : - Berikan ventolin sesuai instruksi dokter. - Lepas pemasangan O2 S : Os mengatakan • Menganjurkan untuk sudah nafsu makan meningkatkan jumlah O : Os tampak segar dan porsi makanan yang makanan dihabiskan diberikan dengan 1/2 porsi makanan yang tinggi A : Masalah belum protein dan kalori serta teratasi yang disukai os P : Intervensi dilanjutkan I : Anjurkan untuk Meningkatkan jumlah porsi makanan yang diberikan dengan makanan yang tinggi 20 21