III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis

advertisement
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis meliputi pengetahuan, teori, dalil dan proposisi untuk
menjawab tujuan penelitian. Kerangka teoritis juga digunakan dalam menanggapi
kondisi aktual selama penelitian berlangsung.
3.1.1. Pengertian, Konsep Pemasaran dan Strategi Pemasaran
Persyaratan pertama bagi pemasaran yang efektif dan berhasil pada
organisasi manapun adalah organisasi tersebut mempunyai suatu pandangan yang
jelas dan benar-benar mendalam tentang makna pemasaran dan yang dapat
dilakukan pemasaran bagi organisasi. Untuk itu, penting untuk mengetahui
pengertian pemasaran, konsep pemasaran dan strategi pemasaran.
3.1.1.1. Pengertian Pemasaran
Saat ini pemasaran harus dipahami tidak dalam pemahaman kuno sebagai
membuat penjualan “bercerita dan menjual” tetapi dalam pemahaman modern
yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan. Bila pemasar memahami kebutuhan
pelanggan, mengembangkan produk dan jasa yang menyediakan nilai unggul bagi
pelanggan, serta menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan
produk dan jasa itu secara efektif; maka produk dan jasa itu akan mudah dijual
(Kotler dan Armstrong 2008).
Kotler dan Armstrong (2008) mendefinisikan pemasaran (marketing)
sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan
membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap
nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Cutlip et al (2005) mendefinisikan
pemasaran sebagai fungsi manajemen yang mengidentifikasi kebutuhan dan
keinginan kemanusiaan, menawarkan produk dan jasa untuk memenuhi
permintaan itu, dan menyebabkan transaksi yang memberikan produk dan jasa
untuk dipertukarkan dengan sesuatu yang bernilai bagi si penyedia.
Menurut Jefkins (1997), pemasaran lebih dari sekedar mendistribusikan
barang dari para produsen pembuatnya ke para konsumen pemakainya. Pemasaran
meliputi semua tahapan mulai dari penciptaan produk hingga ke pelayanan
purnajual setelah transaksi penjualannya terjadi. Pemasaran didefinisikan sebagai
28
proses manajemen yang bertanggung jawab terhadap identifikasi, antisipasi, dan
pemenuhan kebutuhan konsumen; serta dalam waktu bersamaan, menciptakan
keuntungan bagi perusahaan.
Dari seluruh definisi pemasaran yang dikemukakan oleh para ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah proses penciptaan nilai bagi
pelanggan dengan menstimulasi kebutuhan, keinginan dan permintaan konsumen;
menawarkan produk dan jasa untuk memenuhinya; serta memberikan pelayanan
purnajual setelah transaksi penjualan berlangsung guna memuaskan pelanggan
dan membentuk hubungan yang lebih erat dengan pelanggan.
3.1.1.2. Konsep Pemasaran
Menurut Peter Drucker dalam Kotler dan Armstrong (2008), tujuan
pemasaran adalah membuat penjualan tidak diperlukan lagi dengan cara
menghasilkan nilai bagi pelanggan (dengan laba). Untuk mencapai tujuan
tersebut, manajemen pemasaran berusaha merancang strategi pemasaran. Dalam
merancangnya, organisasi perlu mengetahui konsep pemasaran yang berbeda
dengan konsep penjualan.
Kotler dan Armstrong (2008) membedakan konsep penjualan dan konsep
pemasaran berdasarkan perspektifnya. Konsep penjualan mempunyai perspektif
dari dalam ke luar. Konsep penjualan ini dimulai dari pabrik dengan
menitikberatkan pada produk perusahaan yang sudah ada dan melakukan
penjualan
dan
promosi
besar-besaran
untuk
meraih
penjualan
yang
menguntungkan. Fokus utama konsep ini adalah usaha untuk menaklukkan
pelanggan
dengan
melakukan
penjualan
jangka
pendek
tanpa
terlalu
memperhatikan siapa yang membeli atau mengapa ia membeli.
Konsep pemasaran memiliki perspektif dari luar ke dalam. Konsep
pemasaran ini dimulai dari pasar yang terdefinisi dengan baik, fokus pada
kebutuhan pelanggan, dan mengintegrasikan semua kegiatan pemasaran yang
mempengaruhi pelanggan. Sebagai imbalannya, pemasaran mencapai keuntungan
dengan menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan yang tepat,
berdasarkan nilai dan kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang menjalankan konsep
pemasaran dituntut untuk mampu mendefinisikan pasar sasaran dengan baik
29
sesuai spesifikasi produk, memfokuskan perumusan dan pelaksanaan strategi
pemasaran kepada kebutuhan pelanggan, serta mengintegrasikan semua strategi
pemasaran untuk mempengaruhi dan menciptakan hubungan jangka panjang
dengan pelanggan.
3.1.1.3. Strategi Pemasaran
Dalam peranan strategisnya, pemasaran mencakup setiap usaha untuk
mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam rangka
mencari pemecahan atas masalah penentuan dua pertimbangan pokok. Pertama,
bisnis apa yang digeluti perusahaan pada saat ini dan jenis bisnis apa yang dapat
dimasuki di masa mendatang. Kedua, bagaimana bisnis yang telah dipilih tersebut
dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar
perspektif bauran pemasaran (produk, harga, promosi, dan distribusi) untuk
melayani pasar sasaran (Tjiptono 2008).
Menurut Corey dalam Dolan (1991), strategi pemasaran terdiri atas lima
elemen yang saling berkait, yaitu:
1. Pemilihan pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani. Keputusan ini
didasarkan pada faktor-faktor (Jain 1990):
a. Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokkan teknologi yang dapat
diproteksi dan didominasi.
b. Keterbatasan sumber daya internal yang mendorong perlunya pemusatan
(fokus) yang lebih sempit.
c. Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial and error di dalam
menanggapi peluang dan tantangan.
d. Kemampuan khusus yang berasal dari akses terhadap sumberdaya langka
atau pasar yang terproteksi.
Pemilihan pasar dimulai dengan tahap segmentasi pasar yakni membagi pasar
menjadi kelompok pembeli berbeda yang mempunyai kebutuhan, karakteristik,
atau perilaku yang berbeda; dan yang mungkin memerlukan produk atau
program pemasaran terpisah. Segmen pasar (market segment) meliputi
konsumen yang merespon dengan cara yang sama terhadap sejumlah usaha
pemasaran tertentu. Tahapan selanjutnya adalah memilih pasar sasaran yaitu
proses mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen pasar dan memilih satu
30
atau lebih jumlah segmen yang dimasuki. Pasar sasaran dipilih yang paling
memungkinkan untuk dilayani oleh perusahaan. Tahapan terakhir adalah
melakukan positioning yang merupakan pengaturan suatu produk untuk
menduduki tempat yang jelas, berbeda, dan diinginkan relatif terhadap produk
pesaing dalam pikiran konsumen sasaran (Kotler dan Armstrong 2008).
2. Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang dijual, pembentukan lini
produk, dan desain penawaran individual pada masing-masing lini. Produk itu
sendiri menawarkan manfaat total yang dapat diperoleh pelanggan dengan
melakukan pembelian. Manfaat tersebut meliputi produk itu sendiri, nama
merek produk, ketersediaan produk, jaminan atau garansi, jasa reparasi, dan
bantuan teknis yang disediakan penjual, serta hubungan personal yang
mungkin terbentuk di antara pembeli dan penjual.
3. Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat mencerminkan nilai
kuantitatif dari produk kepada pelanggan.
4. Sistem distribusi, yaitu saluran perdagangan yang dilalui produk hingga
mencapai konsumen akhir yang membeli dan menggunakannya.
5. Komunikasi pemasaran (promosi), yang meliputi periklanan, personal selling,
promosi penjualan, direct marketing, dan public relations.
Jadi, strategi pemasaran merupakan strategi yang dihasilkan dari kelima
elemen penting yang saling berkaitan yaitu pemilihan pasar (segmenting,
targetting, dan positioning), perencanaan produk (product mix), penetapan harga
(price mix), sistem distribusi (place mix), dan komunikasi pemasaran/promosi
(promotion mix). Dari keseluruhan penyusun strategi pemasaran tersebut,
penelitian ini mengkaji secara lebih mendalam pada komunikasi pemasaran
dengan tetap memperhatikan kaitannya dengan elemen lainnya.
3.1.2. Unsur Pokok Komunikasi Pemasaran
Komunikasi pemasaran adalah aspek penting dalam keseluruhan misi
pemasaran
serta penentu
merupakan
aktivitas
suksesnya
pemasaran
pemasaran.
Komunikasi
pemasaran
yang berusaha menyebarkan
informasi,
mempengaruhi atau membujuk dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas
perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada
produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan (Tjiptono 2008).
31
Menurut Tjiptono (2008), terdapat tiga unsur pokok komunikasi
pemasaran yaitu pelaku komunikasi, media komunikasi, dan proses komunikasi.
Pelaku komunikasi terdiri dari pengirim (sender) atau komunikator yang
menyampaikan pesan dari penerima (receiver) atau komunikan pesan. Dalam hal
ini, komunikatornya adalah produsen/perusahaan, sedangkan komunikannya
adalah khalayak (pasar pribadi, pasar organisasi, masyarakat umum). Media
komunikasi pemasaran yang digunakan adalah gagasan (materi pokok pengirim),
pesan (message), media (pembawa pesan komunikasi), response (reaksi
pemahaman pesan oleh penerima), feedback (umpan balik), gangguan/noise
(hambatan dalam penyampaian pesan). Proses komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan (dari pengirim ke penerima) maupun pengiriman kembali
respon (dari penerima ke pengirim) yang memerlukan dua kegiatan yaitu
encoding (fungsi mengirim) dan decoding (fungsi menerima). Ketiga unsur pokok
tersebut menjadi unsur penting dalam pelaksanaan bauran promosi produk dari
suatu perusahaan.
Jadi, komunikasi pemasaran merupakan aktivitas pengiriman pesan
pemasaran (marketing message) dari pemasar (sender) kepada konsumen sasaran
(receiver); dengan menyeleksi, memilih, dan menggunakan media tertentu
ditinjau dari aspek biaya dan kesesuaiannya dalam upaya mendapatkan response
dan feedback dari receiver, serta mengantisipasi dan menghadapi gangguan/noise
yang mungkin terjadi selama pengiriman message tersebut berlangsung.
3.1.3. Definisi Promosi dan Jenis - Jenis Bauran Promosi
Dalam upaya merumuskan dan menganalisis strategi promosi, penting
untuk mengetahui definisi promosi dan jenis-jenis bauran promosi. Kedua hal
tersebut dijelaskan sebagai berikut.
3.1.3.1. Definisi Promosi
Definisi promosi menurut Kotler dan Andreasan (1995) adalah berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk menyampaikan manfaat dari
produknya, serta membujuk dan mengingatkan para konsumen sasaran agar
membeli produk tersebut. Bauran promosi merupakan penentu keberhasilan suatu
strategi pemasaran; selain bauran produk, bauran harga, dan bauran distribusi.
32
Betapa pun berkualitasnya suatu produk, bila konsumen belum pernah
mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut akan berguna bagi mereka,
maka mereka tidak akan pernah membelinya. Tjiptono (2008) menyatakan bahwa
promosi sangat penting untuk mendukung kegiatan pemasaran karena promosi
bertujuan
untuk
menginformasikan,
mempengaruhi,
membujuk,
serta
mengingatkan pelanggan sasaran tentang produk dan perusahaan.
Jadi promosi dapat didefinisikan sebagai salah satu aktivitas pemasaran
yang memperkenalkan dan menginformasikan keberadaan produk dan perusahaan
kepada konsumen sasaran; serta mempengaruhi, membujuk, dan mengingatkan
mereka akan produk dan perusahaan tersebut. Selain itu dalam pelaksanaannya,
bauran promosi berkaitan erat dengan pelaksanaan bauran pemasaran lainnya
seperti bauran produk, bauran harga, dan bauran tempat/distribusi.
3.1.3.2. Jenis - Jenis Bauran Promosi
Menurut Tjiptono (2008) terdapat lima jenis bauran promosi yaitu
periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas, pemasaran
langsung, dan penjualan pribadi. Berikut penjelasan dari masing-masing bauran
promosi tersebut.
1) Periklanan (Advertising)
Kebutuhan
akan
adanya
periklanan
berkembang
seiring
dengan
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kota-kota yang dipenuhi oleh banyak
toko, restoran, dan pusat-pusat perdagangan besar. Hal lain yang turut
mempengaruhi perkembangan periklanan adalah tumbuhnya pola-pola produksi
secara massal di berbagai pabrik, terbukanya jaringan komunikasi darat (dalam
bentuk jalan raya dan rel-rel kereta api) yang mengalirkan berbagai barang dari
satu tempat ke tempat lain, serta terbitnya surat-surat kabar populer yang menjadi
tempat menarik untuk memasang iklan (Jefkins 1997).
Menurut Jefkins (1997), iklan adalah pesan penjualan produk (barang atau
jasa) yang bersifat persuasif dan terarah kepada calon pembeli yang paling
potensial dengan biaya yang serendah mungkin, sedangkan periklanan adalah
proses komunikasi yang membawa konsumen ke informasi penting (iklan) yang
memang perlu mereka ketahui. Periklanan meliputi cara menjual melalui
33
penyebaran informasi yang perlu dikemukakan karena tidak semua informasi
merupakan iklan. Selain itu, periklanan pada umumnya bertujuan untuk mengubah
atau mempengaruhi sikap-sikap konsumen; sedangkan periklanan yang komersial
bertujuan untuk membujuk konsumen untuk membeli produk perusahaan bukan
produk pesaing, serta mempromosikan produk perusahaan agar konsumen
berminat membeli untuk untuk seterusnya (asumsi bahwa konsumen tidak akan
sekaligus membeli produk perusahaan dan produk pesaing).
Sementara menurut Tjiptono (2008), iklan adalah komunikasi tidak
langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu
produk yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan
yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian; sedangkan
periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan iklan. Selain itu, iklan memiliki empat fungsi utama
yaitu menginformasikan kepada konsumen mengenai seluk beluk produk
(informative),
mempengaruhi
konsumen
untuk
membeli
(persuading),
menyegarkan informasi yang telah diterima konsumen (reminding), dan
menciptakan suasana yang menyenangkan sewaktu konsumen menerima dan
mencerna informasi (entertainment). Sedangkan sifat-sifat iklan meliputi public
presentation (memungkinkan setiap orang menerima pesan iklan yang sama),
pervasiveness (pesan iklan yang sama diulang-ulang untuk memantapkan
penerimaan informasi), amplified expressiveness (iklan mampu mendramatisasi
perusahaan dan produknya melalui gambar dan suara untuk menggugah dan
mempengaruhi perasaan konsumen), dan impersonality (iklan tidak memaksa
konsumen untuk memperhatikan dan menanggapinya karena merupakan
komunikasi monolog atau komunikasi satu arah).
Dalam periklanan penting menerapkan prinsip-prinsip VIPS yang terdiri
dari
visibilitas,
identitas,
janji
(promise),
dan
pikiran
yang
terarah
(singlemindedness). Sebuah iklan harus visible yaitu mudah dilihat atau mudah
menarik perhatian. Identitas pengiklan, serta produk barang dan jasanya harus
dibuat sejelas mungkin dan tidak tertutup oleh pernak-pernik hiasan atau
rancangan yang serampangan. Janji perusahaan kepada konsumen juga harus
dibuat sejelas mungkin. Untuk mencapai semua hal tersebut, maka kegiatan
34
periklanan harus berkonsentrasi sepenuhnya pada tujuan utama, dan tidak
terpancing untuk mengemukakan hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu (Jefkins
1997).
Klasifikasi iklan menurut Jefkins (1997) yaitu iklan lini atas (above the
line) dan iklan lini bawah (below the line). Iklan lini atas adalah iklan yang
mengharuskan adanya komisi, misalnya dengan memanfaatkan biro iklan. Media
iklan lini atas berupa media pers (surat kabar, majalah, jurnal, dan buku tahunan),
radio, televisi, televisi alternatif (televisi kabel, televisi satelit, video cassette
recorder, video games); bioskop; serta media iklan luar ruang dan iklan
transportasi (poster-poster di tempat pemberhentian alat transportasi maupun pada
alat transportasi itu sendiri).
Sementara iklan lini bawah merupakan iklan yang tidak menggunakan
pembayaran komisi. Media iklan lini bawah berupa literatur penjualan (leaflet,
folder, brosur, broadsheet, katalog, jadwal perjalanan atau timetable, kartu pos
bergambar, peralatan tulis menulis, sisipan atau stuffer, agenda, catatan nomor
telepon, kartu jaminan, kartu-kartu garansi, daftar harga dan formulir pemesanan,
serta formulir sayembara); benda-benda pajangan di tempat penjualan (alat peraga
bergerak, poster, stiker, contoh kemasan, produk sisa, stand kasa, jam dinding,
maskot/tokoh iklan, pajangan berlampu); media iklan di udara (seruan melalui
udara, proyeksi iklan di langit dengan sinar laser, pesawat, balon udara, atau balon
bercahaya); kalender (bergambar, gulung, kalender caturwulan); tas-tas iklan;
iklan tubuh (kaos, topi); bendera; media iklan buku; dan lencana (Jefkins 1997).
Jefkins (1997) mengemukakan bahwa dalam upaya menciptakan iklan dan
pemilihan media yang terbaik, maka beberapa tindakan penting yang perlu
diperhatikan sebelum iklan diterbitkan antara lain (1) meneliti pasar, produk,
nama atau merek, harga dan pengemasan, melalui kelompok diskusi yang
anggotanya dinilai mewakili seluruh konsumen sasaran sehingga hasil diskusi
diharapkan dapat menunjukkan contoh iklan yang paling menarik minat seluruh
konsumen, kemudian dilakukan uji contoh iklan di beberapa media dan
menemukan kelemahan dan kekuatan iklan misalnya dengan menyeleksi dan
mewawancarai pembaca koran yang membaca dan melihat iklan dimana mereka
dapat mewakili seluruh pembaca yang mencermati iklan; (2) meneliti survei-
35
survei yang berhubungan dengan apa, bagaimana, mengapa, dan dimana para
konsumen membeli untuk menemukan motif-motif pembelian yang tersembunyi;
(3) meneliti pergerakan stok persediaan barang untuk mengidentifikasi pengaruh
iklan terhadap penjualan produk.
Selama iklan diterbitkan, pemasar dapat mengetahui efektifitas iklan dalam
mempengaruhi penjualan produk yaitu dengan cara (1) membagi biaya ruang di
media dengan jumlah masuknya pertanyaan sehingga langsung dapat diketahui
biaya setiap pengulangan iklan dan hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan
angka biaya periklanan yang mengiringi setiap perubahan dalam penjualan; (2)
mengukur dan membandingkan data tentang jumlah penerimaan respon atau
pesanan baru atas produk pada saat sebelum dan setelah iklan diterbitkan; dan (3)
menganalisis informasi penjualan produk dari laporan audit berlangganan
perusahaan yang dibuat oleh agen penjualan pada saat sebelum dan setelah iklan
diterbitkan. Informasi yang diperoleh dari laporan audit agen penjual dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan sebuah grafik efek iklan selama masa
peredarannya. Berdasarkan data tersebut, perusahaan dapat menyusun target
penjualannya seperti memperkirakan persentase peningkatan total penjualan dan
perluasan pangsa pasar yang dapat dicapai oleh produk yang diiklankan,
dibandingkan merek pesaing (Jefkins 1997).
Kotler (1983) mengukur pengaruh iklan terhadap penjualan berdasarkan
pendekatan sejarah dan percobaan periklanan. Berdasarkan pendekatan sejarah,
anggaran iklan dan hasil penjualan di masa lalu dibandingkan dengan anggaran
iklan dan hasil penjualan saat ini. Percobaan periklanan dilakukan untuk
memperkirakan fungsi-fungsi reaksi penjualan untuk berbagai segmen pasar dan
wilayah-wilayah penjualan dalam mempengaruhi biaya iklan, misalnya dengan
membagi suatu wilayah dengan space iklan yang berbeda. Hasil dari percobaan
iklan biasanya menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran iklan yang paling tinggi
pada space iklan yang paling banyak berdampak pada peningkatan penjualan
dengan kecepatan yang berkurang (Kotler 1983).
Menurut Jefkins (1997), dampak dari iklan bukanlah hal yang konstan.
Setelah iklan selesai dilaksanakan, dampaknya cepat atau lambat akan mengalami
kemunduran karena setiap harinya konsumen sasaran dihadapkan pada begitu
36
banyak iklan sehingga mereka tidak dapat diharapkan untuk mengingat sebuah
iklan
secara
permanen.
Kondisi
tersebut
mendukung
pemasar
untuk
mempertahankan pemasangan iklan dalam jangka waktu relatif lama. Namun
perlu disadari bahwa iklan tidak mungkin diterbitkan terlalu lama karena iklan
yang sama diulang secara terus menerus akan mencapai tingkat kejenuhan dan
berakibat pada penurunan popularitas produk. Untuk itu, pemasar dituntut untuk
menentukan waktu yang tepat untuk menyiarkan iklan demi mencapai dampak
maksimal dan sejauh mungkin memperlambat penurunan dampak tersebut. Dalam
mengefektifkan biaya periklanan, pemasar dapat memilih teknik menyiarkan iklan
seperti teknik tetesan (disiarkan sedikit demi sedikit dalam waktu lama) atau
teknik ledakan (disiarkan secara mendadak dan besar-besaran).
Dari keseluruhan uraian mengenai periklanan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa periklanan adalah salah satu bentuk promosi yang
menggunakan komunikasi satu arah sehingga harus visible (menarik perhatian)
dan bersifat persuasif melalui pemilihan waktu, media, teknik penerbitan dan
tampilan iklan yang tepat; dengan memperhatikan kesesuaian iklan ditinjau dari
segi biaya pemasangan iklan, serta karakteristik dan motif-motif pembelian dari
konsumen sasaran. Peningkatan penjualan mungkin saja terjadi bukan karena
iklan tetapi adanya promosi penjualan seperti penawaran produk secara gratis,
yang dilaksanakan dalam waktu bersamaan.
2) Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan memiliki kesamaan dengan periklanan yaitu berdampak
pada rentang waktu jangka pendek dimana penjualan hanya meningkat selama
kegiatan promosi penjualan atau periklanan berlangsung. Namun promosi
penjualan menghasilkan tanggapan yang lebih cepat daripada iklan (Tjiptono
2008). Selain itu, dibandingkan dengan iklan, promosi penjualan merupakan suatu
bentuk komunikasi pemasaran yang sifatnya lebih personal (Jefkins 1992).
Tjiptono (2008) mendefinisikan promosi penjualan sebagai bentuk
persuasi langsung yang diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera
dan/atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan. Sementara Jefkins
(1997) mengemukakan bahwa promosi penjualan terdiri atas langkah-langkah
jangka pendek yang biasanya dilakukan saat penjualan berlangsung untuk
37
memperkenalkan produk baru, ataupun mempertahankan dan mempertinggi
volume penjualan. Perkembangan promosi penjualan yang pesat disebabkan oleh:
a. hasrat pemasang iklan untuk menemukan bentuk-bentuk promosi yang lebih
hemat biaya karena mahalnya media iklan (misalnya televisi) yang meningkat
jauh lebih pesat daripada laju inflasi;
b. meningkatnya kebutuhan untuk mendongkrak penjualan, baik untuk meraih
cashflow yang memuaskan para pengecer maupun untuk menyerap output
produksi pabrik yang bervolume tinggi;
c. promosi penjualan dilakukan lebih langsung dan lebih bersifat personal
sehingga dalam pelaksanaannya, pihak perusahaan/pabrik dan para pedagang
pengecer dituntut untuk saling membantu yang menjadikan lebih akrab;
d. dalam promosi penjualan biasanya terdapat unsur permainan dan hiburan yang
dapat dinikmati oleh para pembeli; dan
e. promosi penjualan dapat lebih merangsang seseorang untuk membeli atau
mencoba produk, khususnya produk berunit kecil dan harganya relatif murah;
Menurut Tjiptono (2008), melalui promosi penjualan, perusahaan dapat
menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk
baru, mendorong pelanggan membeli lebih banyak, menyerang aktivitas promosi
pesaing, meningkatkan impulse buying (pembelian tanpa rencana sebelumnya),
atau mengupayakan kerjasama yang lebih erat dengan pengecer. Selain itu, sifatsifat promosi penjualan antara lain komunikasi (mampu menarik perhatian dan
memberi informasi yang memperkenalkan produk kepada pelanggan), insentif
(memberi keistimewaan dan rangsangan yang bernilai bagi pelanggan), dan
invitation atau undangan (mengundang konsumen untuk membeli saat itu juga).
Aneka kegiatan promosi penjualan menurut Jefkins (1997) antara lain undian
tanpa syarat dan sayembara; penawaran harga cuci gudang; penawaran hadiah
lewat pos; hadiah dalam kemasan; kartu-kartu bergambar; kupon-kupon
berhadiah; hadiah uang tunai; pencocokan potongan kupon; voucher potongan
harga; produk ukuran jumbo atau ganda; produk gabungan; kemasan-kemasan
bertanda khusus; demonstrasi penggunaan produk di dalam toko; permainan yang
bersifat promosi; dan menawarkan harga promo untuk produk baru.
38
Jefkins (1997) mengemukakan bahwa kegagalan promosi penjualan
biasanya diakibatkan oleh (1) habisnya persediaan karena besarnya permintaan
yang melebihi perkiraan; (2) pengiriman barang yang tertunda atau diantar terlalu
lama; (3) cacatnya barang-barang yang diterima konsumen; dan (4) pengumuman
pemenang yang tidak efisien dalam undian berhadiah. Keterampilan utama yang
paling diperlukan dalam menjalankan promosi penjualan adalah kemampuan
untuk memperkirakan permintaan yang akan terjadi. Jika permintaan aktual lebih
tinggi dari perkiraan sehingga persediaan tidak mendukung, reputasi perusahaan
bisa terancam. Jika perkiraan permintaan lebih tinggi dari permintaan aktual
sehingga banyak stock yang tidak terjual, perusahaan bisa mengalami kerugian.
Jika promosi periklanan dilakukan melalui media cetak, maka daya jangkau media
tersebut terhadap pembaca yang menjadi konsumen sasaran juga harus
diperhitungkan.
Kegiatan promosi penjualan dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan
kehumasan karena dalam pelaksanaannya terkandung aspek kehumasan seperti
sambutan baik dari konsumen sasaran terhadap penawaran potongan harga,
penawaran harga khusus yang bisa dinikmati oleh konsumen sasaran, dan para
pembeli terhibur dengan mengikuti undian berhadiah. Namun promosi penjualan
dan humas jelas tidak bisa disamakan meskipun promosi penjualan mampu
membawa dampak positif seperti yang dihasilkan humas, yakni semakin dekatnya
produsen dengan konsumennya. Perbedaaannya adalah humas harus mampu
merebut kepercayaan konsumen agar bersedia menerima produk dan perusahaan
(Jefkins 1997).
Berdasarkan seluruh uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa promosi
penjualan adalah salah satu bentuk promosi yang dapat merangsang konsumen
sasaran dalam mengambil keputusan pembelian secara cepat ataupun membeli
lebih banyak sehingga meningkatkan penjualan dimana dampak tersebut biasanya
hanya berlaku dalam jangka waktu relatif pendek. Selain itu, meskipun promosi
penjualan mampu memberi dampak positif seperti humas, promosi penjualan
memiliki batas waktu dalam pelaksanaannya karena jika dilakukan terus menerus,
konsumen sasaran dapat meragukan kualitas produk. Sementara humas harus
dilakukan secara terus menerus dalam waktu jangka panjang dalam rangka
39
menciptakan kredibilitas produk dan perusahaan dalam benak konsumen sasaran
agar mereka bersedia menerima produk dan perusahaan.
3) Hubungan Masyarakat dan Publisitas (Public Relations)
Humas dan publisitas memang lebih banyak dibaca dan dipercayai
daripada periklanan. Selain itu, humas dan publisitas yang dikombinasikan dengan
promosi penjualan akan berdampak potensial pada penjualan dan keuntungan
yang besar (Kotler 1983).
Public Relation News dalam Cutlip et al (2005) mendefinisikan hubungan
masyarakat sebagai fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap konsumen,
mengenali perilaku organisasi dalam menanggapi kepentingan konsumen, dan
merencanakan
serta
melaksanakan
program-program
untuk
mendapatkan
pengertian dan penerimaan konsumen. Pada intinya, humas senantiasa berkenaan
dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui pengetahuan, dan melalui
kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan muncul suatu dampak yakni
perubahan ke arah yang diharapkan. PR adalah bentuk komunikasi yang berlaku
terhadap semua jenis organisasi, baik yang bersifat komersial maupun non
komersial, di sektor publik/pemerintah maupun privat/swasta (Jefkins 1992).
Menurut Effendy (1992), ciri-ciri humas yakni:
a. humas adalah kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi yang berlangsung
dua arah secara timbal balik;
b. humas merupakan penunjang tercapainya tujuan yang ditetapkan oleh
manajemen suatu organisasi;
c. publik yang menjadi sasaran kegiatan humas adalah publik internal (karyawan
perusahaan dan pemegang saham) dan publik eksternal (pelanggan, komunitas,
pemerintah dan media massa);
d. operasionalisasi humas adalah membina hubungan yang harmonis antara
organisasi dengan publik dan mencegah terjadinya rintangan psikologi, baik
yang timbul dari pihak organisasi maupun dari pihak publik.
Menurut Anggoro (2002), manfaat humas antara lain membangun
kesadaran produk (brand awareness), membangun pengetahuan produk (brand
knowledge), mengembangkan loyalitas merek, mencitrakan kredibilitas, sebagai
pelopor penjualan dan meningkatkan efektivitas promosi lainnya seperti iklan,
40
serta mendidik konsumen dan masyarakat mengenai manfaat produk atau jasa
yang ditawarkan. Humas juga membantu pemasaran dalam memotivasi para
tenaga penjual, distributor dan pengecer.
Menurut Jefkins (1992), humas bukan salah satu bentuk periklanan.
Humas menyangkut seluruh komunikasi yang berlangsung pada suatu organisasi,
sedangkan periklanan terbatas hanya pada bidang atau fungsi pemasaran yang
berkaitan dengan penjualan dan pembelian. Jika berita mengenai suatu perusahaan
atau lembaga muncul di halaman depan atau kolom editorial suatu surat kabar,
nilainya tidak dapat dihitung hanya berdasarkan tarif iklan per kolom. Iklan tidak
dilakukan oleh semua organisasi tetapi semua organisasi tidak dapat lepas dari
kehumasan. Namun dalam prakteknya terkadang humas memang menggunakan
iklan sebagai alatnya karena humas berfungsi menunjang pendidikan pasar
(market education) dengan menjadikan masyarakat mengetahui keberadaan serta
kegunaan produk perusahaan, dan hal ini sangat menentukan keberhasilan upayaupaya periklanan yang dijalankan oleh perusahaan.
Menurut Jefkins (1992), humas berbeda dengan publisitas meskipun
keduanya saling berkaitan erat. Pada dasarnya humas berfokus pada perilaku
seseorang, suatu organisasi, suatu perusahaan, dan suatu produk; sedangkan hasil
dari perilaku tersebut terkait erat secara timbal balik dengan baik-buruknya
publisitas. Namun meski berbeda, humas dan publisitas seringkali masih
disamakan karena keduanya saling mempengaruhi dan dalam aplikasinya
cenderung sulit dipisahkan.
Aktivitas humas menurut Cutlip (2005) diantaranya publikasi, press
agency, manajemen isu, dan lobi. Publikasi meliputi informasi dari sumber luar
yang digunakan oleh media karena informasi itu mempunyai nilai berita. Publikasi
merupakan metode penempatan pesan di media yang tidak dikendalikan karena
sumber tidak membayar media itu untuk penempatannya. Press agency yakni
agen pers yang menciptakan cerita dan peristiwa yang layak diberitakan untuk
menarik perhatian media dan mendapatkan perhatian publik. Manajemen isu yaitu
proses mengantisipasi, mengidentifikasi, mengevaluasi dan merespon isu-isu yang
mempengaruhi hubungan organisasi dengan publiknya. Lobi merupakan bagian
41
khusus dari humas yang membangun dan memelihara hubungan dengan
pemerintah dan lembaga lainnya yang berkaitan dengan perusahaan.
Menurut Jefkins (1992), penerapan riset pemasaran mampu mendukung
aktivitas humas. Media-media humas yang pokok meliputi media pers (press),
audio visual (slide, kaset video, dan film dokumenter), radio, televisi, penerbitan
buku khusus (sponsored books), pesan-pesan lisan (spoken word), pemberian
sponsor (sponsorship), jurnal organisasi (house journals), ciri khas dan identitas
perusahaan, serta pameran (exhibition). Pameran (exhibition) merupakan sarana
yang efektif untuk menyebarkan suatu pesan karena bersifat informatif dan
persuasif. Berdasarkan pendapat Jack Dove, seorang ahli Audio-Visual Aid
(AVA), konsumen akan memperoleh pengetahuan dari pameran lebih dari 90
persen karena pameran mampu menyajikan pengetahuan yang dapat diserap
dengan hampir semua indera (Effendy 1992).
Effendy (1992) mengemukakan bahwa pameran yang efektif disebabkan
oleh pengunjung dapat menyaksikan peragaan proses benda tertentu, dapat
bertanya sepuas hatinya, bahkan untuk benda-benda tertentu dapat mencobanya.
Oleh karena itu, banyak lembaga atau perusahaan yang memanfaatkan pameran
dalam rangka upaya mempromosikan produk atau jasanya. Klasifikasi pameran
berdasarkan lingkup geografisnya yaitu pameran lokal, pameran nasional, dan
pameran internasional.
Karakteristik pameran antara lain mudah menarik perhatian, banyak
memakan waktu, pertemuan tatap muka, demonstrasi dan pembagian contoh
produk (sample), serta suasana akrab dalam pameran (Jefkins 1992). Upaya-upaya
yang dapat dilakukan untuk membuat pameran menarik yaitu menciptakan bentuk
istimewa, memberi warna kontras, menyajikan suara keras, menciptakan alat
bergerak, dan menyebarkan wangi-wangian. Pengunjung yang mendatangi suatu
pameran tidak mudah diperkirakan jumlah dan bobotnya karena dipengaruhi oleh
jenis pameran itu sendiri (Effendy 1992).
Jefkins (1992) mengemukakan cara-cara mengukur keberhasilan humas
dan publisitas dalam mempengaruhi penjualan produk yaitu (1) berdasarkan
tingkat liputan, dengan membandingkan jumlah liputan dengan perubahan nilai
penjualan pada saat sebelum dan setelah humas berlangsung; (2) berdasarkan data
42
statistik dan jumlah penduduk, dengan mengkaji volume liputan media, jumlah
pembaca dan kualitasnya, dan bobot penekanan dalam menyampaikan pesan
seperti nada acuh tak acuh, penuh permusuhan, simpatik, atau netral;
(3) berdasarkan sumber, dengan menetapkan bobot atau nilai pada setiap media
yang meliput produk ataupun perusahaan untuk mengetahui total nilai untuk
setiap pesan humas yang disampaikan melalui masing-masing media dimana
media dengan bobot tertinggi yang paling efektif; (4) berdasarkan pengumpulan
pendapat, dengan mewawancarai sejumlah sampel dari populasi konsumen
sasaran yang relevan pada interval waktu tertentu misalnya enam bulan sekali
untuk diukur perubahan pendapat dan tingkat kesadaran mereka terhadap aktivitas
humas dan publisitas, kemudian dibandingkan antara target dan kondisi aktual
dimana jika kondisi aktual kurang dari target maka humas kurang berhasil,
sehingga suatu program humas dan publisitas hendaknya dibagi dalam beberapa
interval yang cukup banyak agar kegagalan yang terjadi di interval sebelumnya
dapat langsung dideteksi dan hasil interval selanjutnya dapat diusahakan menjadi
lebih baik; serta (5) berdasarkan umpan balik statistik secara langsung, dengan
mengidentifikasi apakah tingkat penjualan telah menjadi lebih baik dengan
dilancarkan program humas dan publisitas misalnya dengan mengukur efektivitas
humas berdasarkan jumlah pelanggan baru.
Dari keseluruhan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa humas adalah
salah
satu
bentuk
promosi
yang
berdampak
jangka
panjang
dengan
menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan kepentingan konsumen sasaran
sehingga membentuk pengertian dan hubungan baik antara kedua belah pihak
sekaligus mengupayakan penciptaan citra positif produk dan perusahaan dalam
benak konsumen sasaran. Publisitas merupakan hasil dari aktivitas humas yang
berupaya menjadikan produk dan perusahaan memiliki nilai berita guna menarik
minat pers untuk secara sukarela meliput produk dan perusahaan sehingga mampu
menekan biaya promosi produk dan perusahaan sekaligus meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap produk dan perusahaan. Meskipun humas dan
publisitas tidak secara langsung menawarkan produk seperti dalam pemasaran
langsung, aktivitas humas dan publisitas dapat merangsang pembelian dan
memperkuat positioning produk maupun perusahaan dalam benak konsumen
43
sasaran sehingga mampu mewujudkan hasil akhirnya yaitu meningkatkan
penjualan dan keuntungan.
4) Pemasaran Langsung (Direct Marketing)
Direct marketing adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif, yang
memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon
dan/atau transaksi di sembarang lokasi. Dalam direct marketing, komunikasi
promosi ditujukan langsung kepada konsumen individual, dengan tujuan agar
pesan-pesan tersebut ditanggapi konsumen yang bersangkutan (Tjiptono 2008).
Tjiptono (2008) mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan
perkembangan direct marketing antara lain: (1) terjadinya pengecilan pasar,
dimana semakin banyak ceruk pasar (market niche) dengan kebutuhan serta
pilihan yang sangat individual; (2) berkembangnya sarana komunikasi yang
mempermudah kontak dan transaksi dengan pasar melalui telepon atau surat; (3)
banyaknya wanita yang bekerja sehingga semakin berkurang waktu mereka untuk
berbelanja; (4) panjangnya antrian di kasir sehingga konsumen harus sabar
menunggu sekian lama baru dilayani padahal waktu mereka sangat terbatas; serta
(5) meningkatnya biaya transportasi, lalu lintas yang semakin padat, dan sulitnya
mencari tempat parkir menyebabkan orang malas berbelanja di toko-toko atau
supermarket.
Pemasaran langsung memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan
pemasaran langsung bagi konsumen yaitu penghematan waktu dalam berbelanja
dan dapat berbelanja secara rahasia; sedangkan bagi penjual yaitu dapat memilih
calon pembeli secara selektif, menjalin hubungan jangka panjang dengan
pelanggannya, dan memperoleh peluang baru yang menguntungkan. Kelemahan
pemasaran langsung diantaranya orang dapat merasa terganggu privasinya karena
penjualan yang agresif, timbulnya citra buruk bagi industri bila ada salah satu
direct marketer yang menipu pelanggannya, dan terkadang ada direct marketer
yang memanfaatkan atau mengeksploitasi pembeli yang kurang mengerti
teknologi (Tjiptono 2008). Jefkins (1992) mengidentifikasi berbagai bentuk
kegiatan pemasaran langsung antara lain penjualan katalog dan penjualan lewat
katalog; klub-klub pembeli; televisi; penjualan lewat telepon; dan pelayanan
telemarketing.
44
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemasaran langsung merupakan salah satu
bentuk promosi yang menawarkan produk secara langsung kepada setiap individu
dari seluruh konsumen sasaran potensial melalui media-media telekomunikasi
sehingga kesepakatan untuk bertransaksi pun dimungkinkan terjadi melalui media
tersebut (telepon atau internet) bahkan pembayaran pun dapat dilakukan melalui
transfer ke rekening perusahaan misalnya dengan menggunakan fasilitas ATM
mobile yang tersedia dalam layanan telepon selular dan internet saat ini. Namun
aktivitas pemasaran langsung dapat mengarah pada terganggunya privasi
konsumen sasaran dengan aktivitas pemasaran langsung yang terlalu gencar
sehingga pemasar perlu memperhatikan perubahan sikap konsumen sasaran
selama aktivitas direct marketing berlangsung.
5) Penjualan Secara Pribadi (Personal Selling)
Penjualan secara pribadi merupakan komunikasi langsung (tatap muka)
antara penjual dan pelanggan untuk memperkenalkan dan menawarkan suatu
produk kepada pelanggan, serta membentuk pemahaman pelanggan terhadap
produk sehingga pelanggan berminat untuk mencoba dan membelinya (Tjiptono
2008). Menurut Tjiptono (2008), personal selling memiliki sifat-sifat seperti
personal confrontation, cultivation, dan response. Personal confrontation, yaitu
adanya hubungan yang hidup, langsung, dan interaktif antara dua orang atau lebih.
Cultivation, yaitu sifat yang memungkinkan berkembangnya segala macam
hubungan, mulai dari sekedar hubungan jual beli sampai dengan suatu hubungan
yang lebih akrab. Response, yaitu situasi yang seolah-olah mengharuskan
pelanggan untuk mendengar, memperhatikan, dan menanggapi.
Penjual yang ditugaskan untuk melakukan personal selling harus
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut (Tjiptono 2008): (1) salesmanship
yaitu memiliki pengetahuan tentang produk dan menguasai seni menjual, seperti
cara mendekati pelanggan, memberikan presentasi dan demonstrasi, mengatasi
penolakan pelanggan, dan mendorong pembelian; (2) negotiating yaitu
mempunyai kemampuan untuk bernegosiasi tentang syarat-syarat penjualan; dan
(3) relationship marketing yaitu membina dan memelihara hubungan baik dengan
para
pelanggan.
Berdasarkan
tugas
dan
posisinya,
Tjiptono
(2008)
mengklasifikasikan penjual dalam personal selling menjadi enam macam tipe
45
yaitu: (1) deliverer (driver sales person) yaitu penjual yang mengantar produk ke
tempat konsumen; (2) order getter yaitu penjual yang mencari pembeli atau
mendatangi pembeli (sifat kerjanya di luar); (3) order taker yaitu penjual yang
melayani pelanggan di dalam outlet yang sifat kerjanya di dalam; (4) missionary
sales people (merchandiser, retailer) yaitu penjual yang mendidik, melatih dan
membangun goodwill dengan pelanggan atau calon pelanggan; (5) technical
specialist (technician) yaitu penjual yang memiliki atau memberikan pengetahuan
teknis kepada pelanggan; dan (6) demand creator yaitu penjual yang melakukan
kreativitas yang unik dan menarik dalam menjual produk guna menciptakan
permintaan pelanggan terhadap produk.
Kelebihan personal selling antara lain operasinya lebih fleksibel karena
penjual dapat mengamati reaksi pelanggan dan menyesuaikan pendekatannya,
usaha yang sia-sia dapat diminimalkan, pelanggan yang berminat biasanya
langsung membeli, dan penjual dapat membina hubungan jangka panjang dengan
pelanggannya. Sedangkan kelemahan metode ini diantaranya metode ini biasanya
mahal karena membutuhkan armada penjual yang relatif besar dan spesifikasi
penjual yang diinginkan perusahaan mungkin sulit dicari. Namun, personal selling
tetaplah penting dan biasanya dipakai untuk mendukung metode promosi lainnya
(Tjiptono 2008).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penjualan pribadi
merupakan salah satu bentuk promosi yang mengupayakan pelayanan maksimal
terhadap setiap konsumen sasaran secara individu dalam rangka menciptakan
hubungan kekerabatan yang lebih dekat antara perusahaan dan pelanggannya
sehingga pelanggan tidak akan sempat berpikir untuk beralih pada produk atau
perusahaan pesaing bahkan cenderung menjadi tidak peduli dengan aktivitas
promosi pesaing. Meskipun penjualan pribadi relatif mahal, loyalitas dan
kepuasan pelanggan relatif mampu meningkatkan penjualan dan keuntungan
karena pelanggan tersebut cenderung akan memotivasi rekannya untuk ikut
mengkonsumsi produk perusahaan dengan menonjolkan keunggulan produk dan
perusahaan serta menceritakan pengalamannya selama mengkonsumsi produk.
46
3.1.4. Evaluasi Aktivitas Promosi Susu Kuda Organik Asambugar
Untuk menyusun rekomendasi terbaik bagi DH Organik, perlu
dipertimbangkan penilaian konsumen terhadap aktivitas promosi produk susu
kuda organik Asambugar yang telah dijalankan oleh perusahaan. Dalam
memperoleh penilaian tersebut, digunakan kuesioner evaluasi untuk konsumen
sebagai responden sasarannya. Kesimpulan akhir dari evaluasi aktivitas promosi
susu kuda organik Asambugar ini adalah menggeneralisasikan jawaban responden
sehingga ditemukan satu pilihan jawaban yang menjadi rata-rata dari setiap
pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Oleh karena itu, peneliti harus
memilih skala yang dapat mengaplikasikan operasi matematika seperti rata-rata.
3.1.4.1. Skala Likert
Menurut Istijanto (2005), skala interval merupakan skala yang memiliki
urutan dan memiliki jarak yang sama di antara kategori atau titik-titik terdekatnya.
Kategori yang satu dan kategori lainnya memiliki suatu keterkaitan yaitu berupa
urutan seperti lebih besar atau lebih kecil dari kategori yang lain dengan jarak
yang sama terhadap kategori terdekatnya. Apabila pilihan “sangat setuju” diberi
angka 5, maka “setuju” diberi angka 4, dan seterusnya. Angka-angka tersebut
menunjukkan suatu urutan atau nilai sehingga operasi matematika seperti rata-rata
bisa diaplikasikan.
Skala yang digunakan dalam riset pemasaran adalah skala pembanding dan
skala bukan pembanding. Skala pembanding bertujuan untuk membandingkan
secara langsung, sedangkan dalam evaluasi ini peneliti hanya meneliti satu merek
dari perusahaan yang bersangkutan sehingga lebih sesuai menggunakan skala
bukan pembanding. Jenis-jenis skala bukan pembanding adalah skala likert, skala
semantik diferensial dan skala stapel. Dari ketiga skala tersebut, skala likert-lah
yang dapat menghasilkan skala interval dengan tingkatan intensitas sesuai dengan
pertanyaan yang diajukan (Istijanto 2005). Selain itu, data yang terkumpul
selanjutnya akan dirata-ratakan, dipersentasekan, dan diinterpretasikan dengan
menggunakan metode analisis deskriptif; sehingga paling sesuai menggunakan
skala likert.
Skala likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert itu merupakan skala
rating yang terdiri dari pernyataan yang menyatakan sikap menyenangkan
47
maupun tidak menyenangkan atas obyek yang diamati. Dalam hal itu, partisipan
diminta untuk menyetujui atau tidak menyetujui setiap pernyataan (Cooper dan
Schindler 2006). Hasil dari evaluasi kemudian dibahas dengan teori-teori perilaku
konsumen yang mendukung.
3.1.4.2. Karakteristik Konsumen
Karakteristik individual menyebabkan pandangan umum tentang aktivitas
yang terlibat dalam perilaku konsumsi. Para pemasar mempengaruhi aktivitas
tersebut dengan strategi promosi. Dalam menggambarkan karakteristik konsumen,
biasanya digunakan demografi (Engel et al 1995).
Para pemasar paling berhasil ketika mereka telah mampu menjangkau
pangsa pasar tertentu. Jika perusahaan-perusahaan memahami karakteristik
pelanggan inti mereka dengan faktor demografinya, maka tempat penjualan yang
bersangkutan dapat memaksimumkan daya tariknya melalui produk dan bauran
pelayanannya (Samli dalam Engel et al 1995).
Engel et al (1995) mengemukakan bahwa faktor demografi yang seringkali
digunakan adalah usia, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, dan pendidikan.
Usia sering digunakan karena dapat menentukan motivasi dan minat, serta setiap
kelompok usia dapat dijangkau secara tepat dan ekonomis dengan media massa
yang ditargetkan secara khusus untuk mereka.
Pengelompokan usia menurut Badan Pusat Statistik (2008) terdiri atas usia
0 – 14 tahun yang termasuk belum produktif, usia 15 – 64 tahun yang termasuk
produktif, dan usia lebih dari 65 tahun yang termasuk tidak produktif. Menurut
Sujanto A et al (2004), perkembangan pribadi menurut usia dan jenjang
pendidikan meliputi usia 0 – 6 tahun adalah masa kanak-kanak di Taman Kanakkanak, usia 7 – 12 tahun adalah masa anak di Sekolah Dasar, usia 13 – 18 tahun
adalah masa pubertas di Sekolah Lanjutan, dan usia 19 – 24 tahun adalah masa
dewasa di Perguruan Tinggi yang telah dapat bertanggung jawab sendiri dalam
segala tindakan dan perbuatannya. Menurut Erikson dalam Semiun Y (2006),
masa dewasa terdiri atas masa dewasa awal, masa dewasa menengah, dan masa
dewasa akhir.
Dalam tahap kehidupan utama rumah tangga menurut Engel et al (1994),
usia di bawah 45 tahun termasuk pasangan/orang tua muda, usia 46 – 64 tahun
48
termasuk orang tua/rumah tangga separuh baya, sedangkan usia lebih dari 65
tahun termasuk rumah tangga tua. Tahapan perkembangan kehidupan keluarga
juga diklasifikasikan oleh Patmonodewo S (2001) menjadi lima tahap yaitu
pengantin baru, keluarga dengan anak kecil, keluarga dengan anak remaja,
melepas anak, dan keluarga usia lanjut.
Walaupun pendapatan relatif rendah, mereka yang belum menikah (single)
umumnya memiliki pendapatan bebas yang besar. Mereka cenderung lebih
mengikuti trend dan berorientasi pada rekreasi (Engel et al 1994). Delphy dan
Leonard dalam Lury (1998) mengemukakan bahwa dalam suatu rumah tangga,
para anggota keluarga dipelihara oleh kepala keluarga sehingga mereka memiliki
pilihan lebih sedikit (terbatas) dan sesuatu yang disediakan untuk mereka
seringkali disetujui terlebih dahulu oleh kepala keluarga.
Konsumsi individu dibentuk oleh kondisi sosial yang meliputi seperangkat
hubungan sosial dalam menghasilkan ketidak-setaraan pola gender antara laki-laki
dan perempuan. Dunia pemasaran dan periklanan mengakui bahwa peran
konsumen dibangun oleh peran feminim. Secara tipikal, wanitalah yang
melakukan kegiatan berbelanja artinya wanitalah yang sebenarnya membeli
sebagian besar barang dan melakukan pekerjaan konsumsi (Lury 1998). Jadi,
kaum wanita memang relatif lebih senang berbelanja dibandingkan kaum pria
terutama untuk wanita yang telah berkeluarga. Hal itu didukung oleh peran
feminim yang dimiliki oleh kaum wanita serta kepedulian yang lebih tinggi
terhadap kesehatannya maupun keluarganya sehingga keputusan konsumsi
sebagian besar dilakukan oleh kaum wanita.
Menurut Engel et al (1995), perbedaan geografi juga seringkali digunakan
dalam memahami karakteristik konsumen. Perbedaan geografi meliputi luas
wilayah, kepadatan, dan iklim. Rencana pemasaran khususnya program promosi
biasanya dilaksanakan di dalam unit-unit geografis. Media iklan seperti televisi,
radio, dan surat kabar biasanya dibeli berdasarkan geografi. Media cetak bergerak
ke arah edisi yang didasarkan pada pembagian geografi yang spesifik hingga kode
wilayah. Majalah-majalah nasional memiliki bagian iklan regional yang dijual
berdasarkan negara bagian atau kota.
49
3.1.4.3. Kriteria Kualitas Pelayanan
Dalam aktivitas promosi, setiap perusahaan berupaya memberikan
pelayanan yang berkualitas. Kriteria kualitas tersebut meliputi (1) keterandalan
(reliability) yakni ketepatan dan kesesuaian antara pesan yang disampaikan dalam
promosi dengan kinerja produk yang ditawarkan; (2) kesigapan (responsiveness)
yakni kesiapan dan kesigapan tenaga promosi dalam memberikan jawaban yang
terpercaya atas pertanyaan konsumen, termasuk menangani keluhan dari
konsumen; (3) jaminan (assurance) yakni keramahan, perhatian, kesopanan dari
tenaga promosi, termasuk prestasi dan reputasi perusahaan maupun produknya;
(4) empati (empathy) yakni kemudahan konsumen dalam menghubungi
perusahaan dan kemampuan tenaga promosi dalam berkomunikasi dengan
konsumen; dan (5) nyata (tangibles) yakni penampilan tenaga promosi seperti
kerapihan dan memakai seragam, serta penampilan fisik outlet penjualan maupun
tempat produksi seperti kebersihan dan kerapihannya (Engel et al 1995).
3.1.4.4. Atribut Toko untuk Menarik Perhatian
Dalam
merancang
dan
menerapkan
aktivitas
promosinya,
setiap
perusahaan dituntut untuk mampu menarik perhatian konsumen sasarannya
dengan merancang dan menerapkan kreativitas. Kreativitas tersebut berupa kreasi
atau daya cipta pada atribut-atribut toko diantaranya atribut fisik toko, pelayanan
yang ditawarkan, dan atmosfer toko. Atribut toko meliputi fasilitas-fasilitas toko
yang penting dalam citra dan pilihan toko. Pelanggan menginginkan pelayanan
dan kepuasan sesudah penjualan, serta laba yang semakin besar akan
membutuhkan perhatian yang lebih besar dalam memenuhi harapan pelanggan
akan pelayanan yang memuaskan. Atmosfer toko merupakan perancangan secara
sengaja
atas
ruang
untuk
menciptakan
efek
tertentu
pada
pembeli
(Engel et al 1995).
3.1.4.5. Komponen Sikap Terhadap Obyek
Perbedaan karakteristik konsumen menunjukkan perbedaan sikap terhadap
suatu obyek, dalam hal ini adalah produk Asambugar. Sikap tersebut merupakan
salah satu bentuk respon konsumen terhadap aktivitas promosi yang dijalankan
oleh perusahaan. Sikap terdiri atas tiga komponen yang terdiri atas (1) kognitif
yaitu pengetahuan dan keyakinan terhadap suatu obyek; (2) afektif yaitu perasaan
50
menyukai obyek; dan (3) konatif yaitu kecenderungan melakukan sesuatu
terhadap obyek, misalnya ‘akan membeli’ obyek tersebut. Dari ketiga komponen
tersebut, afektif menciptakan kondisi dimana seseorag menyukai obyek tertentu
(Engel et al 1995).
Menurut Engel et al (1995), keragaman respon afektif (perasaan dan emosi
yang dihasilkan oleh stimulus) membentuk tiga respon utama yaitu (1) riang
seperti berminat, antusias, bergairah, humor, bersemangat, tertarik, bangga, dan
terangsang; (2) negatif seperti marah, jenuh, tak berminat, ragu-ragu, tersinggung,
menyesal, sedih, dan curiga; (3) hangat seperti tenang, peduli, damai, merenung,
terharu, dan ramah. Ketiga dimensi utama tersebut terbentuk sebagai hasil dari
aktivitas promosi yang dilakukan oleh perusahaan.
3.1.4.6. Tahapan dalam Pemrosesan Informasi
Informasi yang diberikan selama aktivitas promosi berlangsung akan
diproses oleh konsumen sasaran dalam beberapa tahapan untuk kemudian
direspon sesuai dengan proses tersebut. Tahapan dalam pemrosesan informasi
oleh William McGuire dalam Engel et al (1995) terdiri atas (1) pemaparan seperti
penyeleksian media promosi baik antarpribadi maupun massal yang menjangkau
target pasar dan penyampaian pesan; (2) perhatian seperti menambah ukuran iklan
di media cetak, memakai warna yang mencolok, memposisikan produk dan outlet
pada tempat yang mudah dilihat, menjadikan tenaga penjualan sebagai juru bicara
yang menarik dan interaktif; (3) pemahaman seperti menggunakan bahasa seharihari sesuai budaya wilayah setempat, menggunakan kalimat aktif untuk
meminimasi potensi kesalahpahaman, memotivasi calon pembeli untuk membeli,
memberikan pengetahuan, dan membentuk persepsi positif responden terhadap
produk; (4) penerimaan seperti mengemukakan argumen pendukung ataupun
kontraargumen yang menunjukkan respon keingintahuan yang akan berdampak
pada terbentuknya niat pembelian ataupun memutuskan langsung membeli; dan
(5) retensi seperti memindahkan stimulus dari suatu pesan atau obyek dalam
ingatan jangka panjang.
51
3.1.5. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Merumuskan Alternatif
Strategi Promosi Produk Asambugar
Terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan dapat memberikan
pengaruh dalam perumusan alternatif strategi promosi produk susu kuda
Sumbawa organik Asambugar yang sesuai dijalankan oleh DH Organik. Faktorfaktor tersebut meliputi:
1. Tujuan promosi.
Tjiptono
(2008)
mengemukakan
bahwa
promosi
bertujuan
untuk
menginformasikan, mempengaruhi, membujuk, serta mengingatkan pelanggan
sasaran tentang produk dan perusahaan. Tujuan promosi DH Organik saat ini
antara lain meningkatkan image positif perusahaan; meningkatkan penjualan;
memberikan informasi mengenai keberadaan produk; memperluas pangsa
pasar; dan menghadapi pesaing.
2. Perusahaan.
Perusahaan adalah suatu organisasi berbadan hukum yang menyediakan
barang atau jasa untuk mendapatkan keuntungan. Perusahaan Dr. Diana
Hermawati saat ini masih termasuk perusahaan perseorangan. Perusahaan
perseorangan (sole proprietory) adalah bentuk organisasi bisnis legal
(berbadan hukum) yang sumber invenstasinya berasal dari pemilik perusahaan
yaitu Dr. Diana Hermawati. Beliau mendaftarkan perusahaannya sebagai
perusahaan perseorangan karena biaya awalnya relatif rendah, harus mendaftar
hanya kepada pemerintah (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Bogor) untuk memastikan bahwa tidak ada bisnis lain dengan nama yang
sama, serta biaya legalnya juga relatif rendah. Namun kelemahan bentuk
perusahaan ini adalah pemilik tunggal secara pribadi menanggung semua
hutang dan biaya operasional dalam perusahaannya (Griffin dan Ebert 2003).
Perusahaan Dr. Diana Hermawati saat ini masih memiliki struktur organisasi
yang sederhana, dan fasilitas perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan saat
ini relatif lengkap untuk skala usaha perseorangan terutama dengan adanya
laboratorium khusus untuk kontrol mutu dan keamanan produk.
52
3. Karakteristik produk.
Produk dapat berupa barang atau jasa. Produk (product) adalah segala sesuatu
yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian; akuisisi,
penggunaan, atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau
kebutuhan (Kotler dan Armstrong 2008). Karakteristik produk dapat dilihat
pengaruhnya dari sifat, mutu, harga, kemasan, dan daur hidup produk
Asambugar saat ini.
4. Perusahaan pesaing.
Perusahaan pesaing adalah perusahaan yang memicu perlombaan antar bisnis
untuk mendapatkan sumberdaya atau pelanggan yang sama (Griffin dan Ebert
2003). Perusahaan pesaing produk Asambugar dilihat pengaruhnya dari
aktivitas promosi, merek pesaing (keragaman dan kekuatannya), dan jumlah
pesaing yang ada saat ini.
5. Konsumen.
Konsumen adalah individu atau organisasi yang menggunakan dan
menghabiskan manfaat dari suatu produk tertentu. Konsumen produk
Asambugar dapat dilihat pengaruhnya dari karakteristik, loyalitas, dan
kesiapan konsumen sasaran saat ini.
6. Dana promosi.
Dana adalah modal yang dibutuhkan untuk menciptakan dan menjalankan
perusahaan (Griffin dan Ebert 2003). Dana promosi merupakan dana yang
dialokasikan
untuk
menjalankan
aktivitas
promosi
produk
ataupun
perusahaan. Dana promosi produk Asambugar dapat dilihat pengaruhnya dari
jumlah dan sumber dana untuk membiayai seluruh aktivitas promosi saat ini.
7. Distribusi.
Distribusi adalah kegiatan penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada
konsumen (Tjiptono 2008). Distribusi produk Asambugar dapat dilihat
pengaruhnya dari area dan saluran distribusi produk yang dijangkau dan
dikelola oleh DH Organik saat ini.
8. Lembaga pendukung.
Lembaga pendukung adalah lembaga-lembaga yang mendukung upaya
pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan. Peran lembaga pendukung dalam
53
promosi produk Asambugar dapat dilihat pengaruhnya dari peran lembaga
pemerintah, swasta dan lembaga sosial masyarakat yang mendukung aktivitas
promosi produk saat ini.
9. Karakteristik pasar.
Pasar (market) adalah kumpulan semua pembeli aktual dan potensial dari
suatu produk atau jasa. Setiap jenis pasar memiliki karakteristik khusus yang
membutuhkan perlakuan yang berbeda (Kotler dan Armstrong 2008).
Karakteristik pasar produk Asambugar dapat dilihat pengaruhnya dari trend
pasar, target pasar, dan ceruk pasar produk Asambugar saat ini.
10. Manajemen produksi.
Manajemen produksi adalah pengaturan produksi sesuai dengan prosedur dan
standar operasional produksi yang ditetapkan oleh perusahaan. Manajemen
produksi DH Organik dapat dilihat pengaruhnya dari kontinuitas dan kapasitas
produksi produk Asambugar saat ini.
11. Sumberdaya manusia (SDM).
Sumberdaya manusia (tenaga kerja) adalah kemampuan fisik dan mental
orang-orang sewaktu mereka berkontribusi pada suatu organisasi atau
perusahaan. Tenaga kerja DH Organik dapat dilihat pengaruhnya dari kualitas
dan kuantitas SDM yang tersedia saat ini dalam mempromosikan produk
Asambugar.
Keseluruhan
memformulasikan
faktor
dan
tersebut
menetapkan
menjadi
alternatif
pertimbangan
strategi
dalam
promosi.
upaya
Dengan
keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, maka pihak manajemen DH Organik
harus menentukan prioritas atas berbagai alternatif strategi promosi secara tepat.
Menurut Firdaus (2008), alat-alat analisis untuk menentukan prioritas terdiri atas
analisis konjoin dan proses hirarki analitik (PHA).
Dalam analisis konjoin, setiap atribut yang dipertimbangkan dalam
penggunaan alat analisis ini bersifat setara (berada pada level yang sama) tetapi
tingkat
kepentingan
atau
preferensinya
berbeda
sehingga
perlu
untuk
diprioritaskan. Alat analisis ini tidak membutuhkan penyusunan hirarki dan
penilai cenderung kurang berkepentingan terhadap hasil analisis ini.
54
Berbeda dengan analisis konjoin, PHA digunakan pada kondisi dimana
terdapat proses pengambilan keputusan secara kompleks yang melibatkan
berbagai kriteria seperti pilihan instrumen promosi maupun pilihan prioritas di
antara beberapa alternatif kebijakan dan sasaran. Setiap atribut yang
dipertimbangkan dalam PHA tidak seluruhnya bersifat setara artinya ada atribut
yang berada pada tingkatan level yang berbeda. Selain itu, setiap atribut tersebut
memiliki tingkat kepentingan atau preferensinya yang berbeda. Alat analisis ini
membutuhkan penyusunan hirarki dan penilai cenderung berkepentingan terhadap
hasil analisis ini.
DH Organik melakukan proses pengambilan keputusan yang kompleks
dengan melibatkan beberapa faktor dan subfaktor yang dipertimbangkan dan
diukur
tingkat
kepentingannya
dalam
merencanakan,
menetapkan,
dan
melaksanakan strategi promosi produk Asambugar. Dalam hal ini, responden yang
dilibatkan adalah orang yang ekspert yaitu orang yang dipandang mengerti benar
atas masalah yang diajukan, merasakan akibat dari masalah tersebut, atau
berkepentingan terhadap masalah tersebut. Oleh karena itu, PHA dipilih sebagai
alat analisis dalam merumuskan alternatif strategi promosi yang tepat untuk
direkomendasikan kepada DH Organik dengan mempertimbangkan tingkat
kepentingan faktor-faktor dan subfaktor yang mempengaruhinya.
3.1.6. Proses Hirarki Analitik
Proses hirarki analitik (PHA) atau analytical hierarchy process (AHP)
merupakan teknik yang dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty, ahli matematika
dari Universitas Piitsburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an, juga seorang
profesor di Wharston School of Business. Perangkat lunak Expert Choice yang
dirancang untuk membantu aplikasi PHA dibuat oleh Saaty dan Dr. Ernest
Forman, profesor manajemen di George Washington University pada tahun 1983
(Firdaus 2008).
Menurut Saaty (1991), PHA adalah suatu model yang fleksibel dan
memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun
gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi
mereka masing-masing serta memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya.
PHA merupakan alat analisis yang handal untuk mengatasi berbagai permasalahan
55
politik dan sosial ekonomi yang kompleks. PHA memasukkan pertimbangan dan
nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini tergantung pada imajinasi, pengalaman
dan pengetahuan untuk menyusun hirarki dari suatu masalah; serta pada logika,
intuisi dan pengalaman untuk memberikan pertimbangan.
Terdapat dua macam hirarki yaitu hirarki struktural dan fungsional. Pada
hirarki struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen
pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat strukturalnya; sedangkan hirarki
fungsional menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen-elemen pokoknya
menurut hubungan esensialnya. AHP menggunakan hirarki fungsional karena
hirarki ini sangat membantu untuk membawa sistem ke arah tujuan yang
diinginkan (Saaty 1991).
Menurut Permadi (1992), peralatan utama dari AHP adalah sebuah hirarki
fungsional, dengan input utamanya yaitu persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu
masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam kelompokkelompoknya dan kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu
bentuk hirarki. Model PHA memakai persepsi manusia yang dianggap expert,
yakni orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat
suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut.
Penyusunan hirarki bergantung pada jenis keputusan yang perlu diambil.
Jika persoalannya adalah memilih alternatif, dapat dimulai dari tingkat dasar
dengan menderetkan semua alternatif itu. Tingkat berikutnya terdiri atas kriteriakriteria untuk mempertimbangkan berbagai alternatif tersebut. Namun terkadang
kriteria-kriteria tersebut harus diperiksa secara rinci sehingga suatu tingkatan
subkriteria perlu disisipkan di antara kriteria dan alternatif. Selanjutnya tingkat
puncak harus satu elemen yaitu fokus atau tujuan menyeluruh. Dalam kriteriakriteria itu dapat dibandingkan menurut pentingnya kontribusi masing-masing
kriteria (Saaty 1991).
PHA sering ditemukan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria,
perencanaan (prediksi), alokasi sumber daya, dan penentuan prioritas dari strategi
– strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik (Mulyono 1991). Terdapat
tiga prinsip yang mendasari PHA (Saaty 1991), yaitu:
56
1. Menyusun hirarki.
Untuk memperoleh pengetahuan yang spesifik, pikiran akan menyusun realitas
yang kompleks ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, kemudian
bagian ini dibagi ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara
hirarki. Dengan membagi-bagi realitas menjadi beberapa gugusan yang
homogen dan membagi lagi gugusan ini menjadi gugusan-gugusan yang lebih
kecil, akan dapat memadukan sejumlah besar informasi ke dalam struktur
suatu masalah yang membentuk gambaran lengkap dari keseluruhan sistem.
2. Menentukan prioritas.
Dalam menetapkan hubungan elemen dari setiap tingkatan hirarki, dapat
dilakukan dengan membandingkan elemen itu dalam pasangan. Hubungannya
menggambarkan pengaruh relatif elemen pada tingkat hirarki tertentu terhadap
setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi. Hasil dari proses pembedaan ini
adalah suatu vektor prioritas, atau relatif pentingnya elemen terhadap elemen
lainnya.
3. Konsistensi logis.
Konsistensi berarti pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan menurut
homogenitas dan relevansinya; dan intensitas relasi antargagasan atau
antarobyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu, saling membenarkan
secara logis. Dalam mempergunakan prinsip ini, PHA memasukkan baik
aspek kualitatif maupun kuantitatif pikiran manusia yakni aspek kualitatif
untuk mendefinisikan persoalan dan hirarkinya; sedangkan aspek kuantitatif
untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat.
Hal yang diutamakan dalam data yang diterapkan pada analisis PHA
adalah kualitas dari responden, bukan kuantitas responden. Dengan demikian
metode PHA dapat dilakukan hanya berdasarkan penilaian orang yang ahli pada
bidang yang dipermasalahkan. Walaupun hanya didasarkan pada penilaian satu
orang, metode PHA mampu menyajikan analisis kuantitatif dan kualitatif yang
memadai (Permadi 1992).
PHA merupakan alat analisis yang memiliki kelebihan dan kekurangan.
Permadi (1992) mengidentifikasi kelebihan menggunakan PHA antara lain: (1)
struktur yang hirarkis, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai
57
kepada sub-sub kriteria yang paling dalam; (2) memperhitungkan validitas sampai
pada batas toleransi konsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh
para pengambil keputusan; (3) mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor
pada sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan
mereka; dan (4) mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang
multikriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi atau kepentingan
dari setiap elemen hirarki.
Sedangkan kelemahan dari metode PHA adalah ketergantungan model
PHA pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga
dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli. Selain itu, model PHA dapat
menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. Hal ini
dapat diatasi dengan benar-benar memilih orang yang ahli atau pakar di bidang
yang akan diteliti (Permadi 1992).
3.2. Kerangka Operasional Penelitian
Kerangka pemikiran penelitian yang mendasari pengoperasian penelitian
ini dimulai dengan perkembangan gaya hidup back to nature dalam menciptakan
trend pangan organik dan pengobatan alternatif secara alami. Hal tersebut
menjadikan susu kuda organik Asambugar menguntungkan untuk diusahakan
karena berfungsi sebagai obat alternatif yang alami dan termasuk organik.
DH Organik dengan visi dan misi, berada dalam lingkungan persaingan
industri susu kuda liar. Keterbatasan sumberdaya yang tersedia masih membatasi
perusahaan ini dalam mengoptimalkan upaya pemasarannya terutama promosi
yang disadari masih kurang. Upaya promosi produk susu kuda organik
Asambugar penting dilakukan agar produk dikenal, diingat dan diminati oleh
konsumen sasarannya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi aktivitas promosi produk Asambugar dan mengidentifikasi bauran
promosi yang telah dilakukan oleh DH Organik, serta merumuskan dan
menganalisis alternatif strategi promosi produk Asambugar yang sesuai dengan
kondisi DH Organik saat ini untuk selanjutnya direkomendasikan kepada
perusahaan tersebut.
Dalam mengevaluasi aktivitas promosi produk susu kuda organik
Asambugar yang telah dilakukan oleh DH Organik, peneliti menggunakan metode
58
analisis deskriptif. Metode ini dipilih karena nilai yang dihasilkannya bisa
diwakili oleh mean (rata-rata), median, modus, tabel frekuensi, atau persentase;
sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan dalam bentuk informasi yang
lebih ringkas. Hasil evaluasi yang diperoleh akan direkomendasikan kepada
perusahaan tersebut sebagai bahan pertimbangan sekaligus pembelajaran dalam
mengetahui dan memahami respon pelanggannya terhadap aktivitas promosi
produk Asambugar.
Penelitian ini juga berupaya untuk mengidentifikasikan bauran promosi
yang telah dilakukan oleh DH Organik sehingga diharapkan mampu membantu
perusahaan ini dalam mengetahui kelebihan dan kelemahan dari setiap jenis
bauran promosi yang dilaksanakannya, sekaligus membantu perusahaan ini dalam
merumuskan strategi promosi yang tepat di masa mendatang. Selain itu,
diidentifikasikan pula faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam perumusan
strategi promosi produk Asambugar.
Meskipun penelitian ini mengkaji evaluasi aktivitas promosi, tetapi lebih
difokuskan kepada perumusan dan analisis alternatif strategi promosi produk susu
kuda organik Asambugar yang sesuai dengan kondisi DH Organik saat ini. Hal ini
disebabkan oleh tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
perumusan dan penetapan alternatif strategi promosi untuk meningkatkan
penjualan produk Asambugar.
Dalam merumuskan dan menganalisis urutan prioritas strategi promosi
produk Asambugar, peneliti menggunakan metode Proses Hirarki Analitik (PHA).
Metode ini dipilih karena dinilai mampu memformulasikan alternatif strategi
promosi produk berdasarkan pertimbangan beberapa faktor dan subfaktor pada
tingkatan atau level yang berbeda dalam sebuah hirarki untuk diolah
menggunakan PHA. Alternatif strategi dengan bobot tertinggi merupakan prioritas
pertama yang direkomendasikan kepada DH Organik.
Keseluruhan hasil yang akan direkomendasikan bagi DH Organik meliputi
hasil evaluasi aktivitas promosi, serta hasil perumusan dan analisis alternatif
strategi promosi. Keseluruhan proses tersebut digambarkan secara sistematis
dalam kerangka operasional penelitian (Gambar 3).
59
Gaya hidup back to nature menciptakan trend pangan organik dan
pengobatan alternatif secara alami; yang menjadikan Asambugar
memiliki peluang usaha yang menguntungkan sebagai obat alternatif
sekaligus menjaga stamina.
Persaingan
DH Organik dengan visi, misi dan
keterbatasan sumberdaya
Promosi produk susu kuda organik Asambugar
Evaluasi aktivitas promosi produk
Asambugar
Pengisian
kuesioner
Analisis
Deskriptif
Interpretasi
Hasil
Identifikasi
bauran promosi & identifikasi faktor-faktor
yang dipertimbangkan dalam
perumusan
strategi
promosi
Perumusan dan penetapan
alternatif strategi promosi yang
sesuai bagi DH Organik dengan
keterbatasan sumberdaya yang
dimilikinya saat ini
Proses Hirarki Analitik
Interpretasi Hasil Perumusan
Alternatif Strategi Promosi
Rekomendasi bagi Perusahaan Dr. Diana Hermawati (DH Organik)
Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian
60
Download