III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis meliputi pengetahuan, teori, dalil dan proposisi untuk menjawab tujuan penelitian. Kerangka teoritis juga digunakan dalam menanggapi kondisi aktual selama penelitian berlangsung. 3.1.1. Pengertian, Konsep Pemasaran dan Strategi Pemasaran Persyaratan pertama bagi pemasaran yang efektif dan berhasil pada organisasi manapun adalah organisasi tersebut mempunyai suatu pandangan yang jelas dan benar-benar mendalam tentang makna pemasaran dan yang dapat dilakukan pemasaran bagi organisasi. Untuk itu, penting untuk mengetahui pengertian pemasaran, konsep pemasaran dan strategi pemasaran. 3.1.1.1. Pengertian Pemasaran Saat ini pemasaran harus dipahami tidak dalam pemahaman kuno sebagai membuat penjualan “bercerita dan menjual” tetapi dalam pemahaman modern yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan. Bila pemasar memahami kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk dan jasa yang menyediakan nilai unggul bagi pelanggan, serta menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan produk dan jasa itu secara efektif; maka produk dan jasa itu akan mudah dijual (Kotler dan Armstrong 2008). Kotler dan Armstrong (2008) mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Cutlip et al (2005) mendefinisikan pemasaran sebagai fungsi manajemen yang mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan kemanusiaan, menawarkan produk dan jasa untuk memenuhi permintaan itu, dan menyebabkan transaksi yang memberikan produk dan jasa untuk dipertukarkan dengan sesuatu yang bernilai bagi si penyedia. Menurut Jefkins (1997), pemasaran lebih dari sekedar mendistribusikan barang dari para produsen pembuatnya ke para konsumen pemakainya. Pemasaran meliputi semua tahapan mulai dari penciptaan produk hingga ke pelayanan purnajual setelah transaksi penjualannya terjadi. Pemasaran didefinisikan sebagai 28 proses manajemen yang bertanggung jawab terhadap identifikasi, antisipasi, dan pemenuhan kebutuhan konsumen; serta dalam waktu bersamaan, menciptakan keuntungan bagi perusahaan. Dari seluruh definisi pemasaran yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah proses penciptaan nilai bagi pelanggan dengan menstimulasi kebutuhan, keinginan dan permintaan konsumen; menawarkan produk dan jasa untuk memenuhinya; serta memberikan pelayanan purnajual setelah transaksi penjualan berlangsung guna memuaskan pelanggan dan membentuk hubungan yang lebih erat dengan pelanggan. 3.1.1.2. Konsep Pemasaran Menurut Peter Drucker dalam Kotler dan Armstrong (2008), tujuan pemasaran adalah membuat penjualan tidak diperlukan lagi dengan cara menghasilkan nilai bagi pelanggan (dengan laba). Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen pemasaran berusaha merancang strategi pemasaran. Dalam merancangnya, organisasi perlu mengetahui konsep pemasaran yang berbeda dengan konsep penjualan. Kotler dan Armstrong (2008) membedakan konsep penjualan dan konsep pemasaran berdasarkan perspektifnya. Konsep penjualan mempunyai perspektif dari dalam ke luar. Konsep penjualan ini dimulai dari pabrik dengan menitikberatkan pada produk perusahaan yang sudah ada dan melakukan penjualan dan promosi besar-besaran untuk meraih penjualan yang menguntungkan. Fokus utama konsep ini adalah usaha untuk menaklukkan pelanggan dengan melakukan penjualan jangka pendek tanpa terlalu memperhatikan siapa yang membeli atau mengapa ia membeli. Konsep pemasaran memiliki perspektif dari luar ke dalam. Konsep pemasaran ini dimulai dari pasar yang terdefinisi dengan baik, fokus pada kebutuhan pelanggan, dan mengintegrasikan semua kegiatan pemasaran yang mempengaruhi pelanggan. Sebagai imbalannya, pemasaran mencapai keuntungan dengan menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan yang tepat, berdasarkan nilai dan kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong 2008). Jadi dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang menjalankan konsep pemasaran dituntut untuk mampu mendefinisikan pasar sasaran dengan baik 29 sesuai spesifikasi produk, memfokuskan perumusan dan pelaksanaan strategi pemasaran kepada kebutuhan pelanggan, serta mengintegrasikan semua strategi pemasaran untuk mempengaruhi dan menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan. 3.1.1.3. Strategi Pemasaran Dalam peranan strategisnya, pemasaran mencakup setiap usaha untuk mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam rangka mencari pemecahan atas masalah penentuan dua pertimbangan pokok. Pertama, bisnis apa yang digeluti perusahaan pada saat ini dan jenis bisnis apa yang dapat dimasuki di masa mendatang. Kedua, bagaimana bisnis yang telah dipilih tersebut dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar perspektif bauran pemasaran (produk, harga, promosi, dan distribusi) untuk melayani pasar sasaran (Tjiptono 2008). Menurut Corey dalam Dolan (1991), strategi pemasaran terdiri atas lima elemen yang saling berkait, yaitu: 1. Pemilihan pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani. Keputusan ini didasarkan pada faktor-faktor (Jain 1990): a. Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokkan teknologi yang dapat diproteksi dan didominasi. b. Keterbatasan sumber daya internal yang mendorong perlunya pemusatan (fokus) yang lebih sempit. c. Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial and error di dalam menanggapi peluang dan tantangan. d. Kemampuan khusus yang berasal dari akses terhadap sumberdaya langka atau pasar yang terproteksi. Pemilihan pasar dimulai dengan tahap segmentasi pasar yakni membagi pasar menjadi kelompok pembeli berbeda yang mempunyai kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda; dan yang mungkin memerlukan produk atau program pemasaran terpisah. Segmen pasar (market segment) meliputi konsumen yang merespon dengan cara yang sama terhadap sejumlah usaha pemasaran tertentu. Tahapan selanjutnya adalah memilih pasar sasaran yaitu proses mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen pasar dan memilih satu 30 atau lebih jumlah segmen yang dimasuki. Pasar sasaran dipilih yang paling memungkinkan untuk dilayani oleh perusahaan. Tahapan terakhir adalah melakukan positioning yang merupakan pengaturan suatu produk untuk menduduki tempat yang jelas, berbeda, dan diinginkan relatif terhadap produk pesaing dalam pikiran konsumen sasaran (Kotler dan Armstrong 2008). 2. Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang dijual, pembentukan lini produk, dan desain penawaran individual pada masing-masing lini. Produk itu sendiri menawarkan manfaat total yang dapat diperoleh pelanggan dengan melakukan pembelian. Manfaat tersebut meliputi produk itu sendiri, nama merek produk, ketersediaan produk, jaminan atau garansi, jasa reparasi, dan bantuan teknis yang disediakan penjual, serta hubungan personal yang mungkin terbentuk di antara pembeli dan penjual. 3. Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat mencerminkan nilai kuantitatif dari produk kepada pelanggan. 4. Sistem distribusi, yaitu saluran perdagangan yang dilalui produk hingga mencapai konsumen akhir yang membeli dan menggunakannya. 5. Komunikasi pemasaran (promosi), yang meliputi periklanan, personal selling, promosi penjualan, direct marketing, dan public relations. Jadi, strategi pemasaran merupakan strategi yang dihasilkan dari kelima elemen penting yang saling berkaitan yaitu pemilihan pasar (segmenting, targetting, dan positioning), perencanaan produk (product mix), penetapan harga (price mix), sistem distribusi (place mix), dan komunikasi pemasaran/promosi (promotion mix). Dari keseluruhan penyusun strategi pemasaran tersebut, penelitian ini mengkaji secara lebih mendalam pada komunikasi pemasaran dengan tetap memperhatikan kaitannya dengan elemen lainnya. 3.1.2. Unsur Pokok Komunikasi Pemasaran Komunikasi pemasaran adalah aspek penting dalam keseluruhan misi pemasaran serta penentu merupakan aktivitas suksesnya pemasaran pemasaran. Komunikasi pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan (Tjiptono 2008). 31 Menurut Tjiptono (2008), terdapat tiga unsur pokok komunikasi pemasaran yaitu pelaku komunikasi, media komunikasi, dan proses komunikasi. Pelaku komunikasi terdiri dari pengirim (sender) atau komunikator yang menyampaikan pesan dari penerima (receiver) atau komunikan pesan. Dalam hal ini, komunikatornya adalah produsen/perusahaan, sedangkan komunikannya adalah khalayak (pasar pribadi, pasar organisasi, masyarakat umum). Media komunikasi pemasaran yang digunakan adalah gagasan (materi pokok pengirim), pesan (message), media (pembawa pesan komunikasi), response (reaksi pemahaman pesan oleh penerima), feedback (umpan balik), gangguan/noise (hambatan dalam penyampaian pesan). Proses komunikasi merupakan proses penyampaian pesan (dari pengirim ke penerima) maupun pengiriman kembali respon (dari penerima ke pengirim) yang memerlukan dua kegiatan yaitu encoding (fungsi mengirim) dan decoding (fungsi menerima). Ketiga unsur pokok tersebut menjadi unsur penting dalam pelaksanaan bauran promosi produk dari suatu perusahaan. Jadi, komunikasi pemasaran merupakan aktivitas pengiriman pesan pemasaran (marketing message) dari pemasar (sender) kepada konsumen sasaran (receiver); dengan menyeleksi, memilih, dan menggunakan media tertentu ditinjau dari aspek biaya dan kesesuaiannya dalam upaya mendapatkan response dan feedback dari receiver, serta mengantisipasi dan menghadapi gangguan/noise yang mungkin terjadi selama pengiriman message tersebut berlangsung. 3.1.3. Definisi Promosi dan Jenis - Jenis Bauran Promosi Dalam upaya merumuskan dan menganalisis strategi promosi, penting untuk mengetahui definisi promosi dan jenis-jenis bauran promosi. Kedua hal tersebut dijelaskan sebagai berikut. 3.1.3.1. Definisi Promosi Definisi promosi menurut Kotler dan Andreasan (1995) adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk menyampaikan manfaat dari produknya, serta membujuk dan mengingatkan para konsumen sasaran agar membeli produk tersebut. Bauran promosi merupakan penentu keberhasilan suatu strategi pemasaran; selain bauran produk, bauran harga, dan bauran distribusi. 32 Betapa pun berkualitasnya suatu produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan pernah membelinya. Tjiptono (2008) menyatakan bahwa promosi sangat penting untuk mendukung kegiatan pemasaran karena promosi bertujuan untuk menginformasikan, mempengaruhi, membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang produk dan perusahaan. Jadi promosi dapat didefinisikan sebagai salah satu aktivitas pemasaran yang memperkenalkan dan menginformasikan keberadaan produk dan perusahaan kepada konsumen sasaran; serta mempengaruhi, membujuk, dan mengingatkan mereka akan produk dan perusahaan tersebut. Selain itu dalam pelaksanaannya, bauran promosi berkaitan erat dengan pelaksanaan bauran pemasaran lainnya seperti bauran produk, bauran harga, dan bauran tempat/distribusi. 3.1.3.2. Jenis - Jenis Bauran Promosi Menurut Tjiptono (2008) terdapat lima jenis bauran promosi yaitu periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas, pemasaran langsung, dan penjualan pribadi. Berikut penjelasan dari masing-masing bauran promosi tersebut. 1) Periklanan (Advertising) Kebutuhan akan adanya periklanan berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kota-kota yang dipenuhi oleh banyak toko, restoran, dan pusat-pusat perdagangan besar. Hal lain yang turut mempengaruhi perkembangan periklanan adalah tumbuhnya pola-pola produksi secara massal di berbagai pabrik, terbukanya jaringan komunikasi darat (dalam bentuk jalan raya dan rel-rel kereta api) yang mengalirkan berbagai barang dari satu tempat ke tempat lain, serta terbitnya surat-surat kabar populer yang menjadi tempat menarik untuk memasang iklan (Jefkins 1997). Menurut Jefkins (1997), iklan adalah pesan penjualan produk (barang atau jasa) yang bersifat persuasif dan terarah kepada calon pembeli yang paling potensial dengan biaya yang serendah mungkin, sedangkan periklanan adalah proses komunikasi yang membawa konsumen ke informasi penting (iklan) yang memang perlu mereka ketahui. Periklanan meliputi cara menjual melalui 33 penyebaran informasi yang perlu dikemukakan karena tidak semua informasi merupakan iklan. Selain itu, periklanan pada umumnya bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi sikap-sikap konsumen; sedangkan periklanan yang komersial bertujuan untuk membujuk konsumen untuk membeli produk perusahaan bukan produk pesaing, serta mempromosikan produk perusahaan agar konsumen berminat membeli untuk untuk seterusnya (asumsi bahwa konsumen tidak akan sekaligus membeli produk perusahaan dan produk pesaing). Sementara menurut Tjiptono (2008), iklan adalah komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian; sedangkan periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan iklan. Selain itu, iklan memiliki empat fungsi utama yaitu menginformasikan kepada konsumen mengenai seluk beluk produk (informative), mempengaruhi konsumen untuk membeli (persuading), menyegarkan informasi yang telah diterima konsumen (reminding), dan menciptakan suasana yang menyenangkan sewaktu konsumen menerima dan mencerna informasi (entertainment). Sedangkan sifat-sifat iklan meliputi public presentation (memungkinkan setiap orang menerima pesan iklan yang sama), pervasiveness (pesan iklan yang sama diulang-ulang untuk memantapkan penerimaan informasi), amplified expressiveness (iklan mampu mendramatisasi perusahaan dan produknya melalui gambar dan suara untuk menggugah dan mempengaruhi perasaan konsumen), dan impersonality (iklan tidak memaksa konsumen untuk memperhatikan dan menanggapinya karena merupakan komunikasi monolog atau komunikasi satu arah). Dalam periklanan penting menerapkan prinsip-prinsip VIPS yang terdiri dari visibilitas, identitas, janji (promise), dan pikiran yang terarah (singlemindedness). Sebuah iklan harus visible yaitu mudah dilihat atau mudah menarik perhatian. Identitas pengiklan, serta produk barang dan jasanya harus dibuat sejelas mungkin dan tidak tertutup oleh pernak-pernik hiasan atau rancangan yang serampangan. Janji perusahaan kepada konsumen juga harus dibuat sejelas mungkin. Untuk mencapai semua hal tersebut, maka kegiatan 34 periklanan harus berkonsentrasi sepenuhnya pada tujuan utama, dan tidak terpancing untuk mengemukakan hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu (Jefkins 1997). Klasifikasi iklan menurut Jefkins (1997) yaitu iklan lini atas (above the line) dan iklan lini bawah (below the line). Iklan lini atas adalah iklan yang mengharuskan adanya komisi, misalnya dengan memanfaatkan biro iklan. Media iklan lini atas berupa media pers (surat kabar, majalah, jurnal, dan buku tahunan), radio, televisi, televisi alternatif (televisi kabel, televisi satelit, video cassette recorder, video games); bioskop; serta media iklan luar ruang dan iklan transportasi (poster-poster di tempat pemberhentian alat transportasi maupun pada alat transportasi itu sendiri). Sementara iklan lini bawah merupakan iklan yang tidak menggunakan pembayaran komisi. Media iklan lini bawah berupa literatur penjualan (leaflet, folder, brosur, broadsheet, katalog, jadwal perjalanan atau timetable, kartu pos bergambar, peralatan tulis menulis, sisipan atau stuffer, agenda, catatan nomor telepon, kartu jaminan, kartu-kartu garansi, daftar harga dan formulir pemesanan, serta formulir sayembara); benda-benda pajangan di tempat penjualan (alat peraga bergerak, poster, stiker, contoh kemasan, produk sisa, stand kasa, jam dinding, maskot/tokoh iklan, pajangan berlampu); media iklan di udara (seruan melalui udara, proyeksi iklan di langit dengan sinar laser, pesawat, balon udara, atau balon bercahaya); kalender (bergambar, gulung, kalender caturwulan); tas-tas iklan; iklan tubuh (kaos, topi); bendera; media iklan buku; dan lencana (Jefkins 1997). Jefkins (1997) mengemukakan bahwa dalam upaya menciptakan iklan dan pemilihan media yang terbaik, maka beberapa tindakan penting yang perlu diperhatikan sebelum iklan diterbitkan antara lain (1) meneliti pasar, produk, nama atau merek, harga dan pengemasan, melalui kelompok diskusi yang anggotanya dinilai mewakili seluruh konsumen sasaran sehingga hasil diskusi diharapkan dapat menunjukkan contoh iklan yang paling menarik minat seluruh konsumen, kemudian dilakukan uji contoh iklan di beberapa media dan menemukan kelemahan dan kekuatan iklan misalnya dengan menyeleksi dan mewawancarai pembaca koran yang membaca dan melihat iklan dimana mereka dapat mewakili seluruh pembaca yang mencermati iklan; (2) meneliti survei- 35 survei yang berhubungan dengan apa, bagaimana, mengapa, dan dimana para konsumen membeli untuk menemukan motif-motif pembelian yang tersembunyi; (3) meneliti pergerakan stok persediaan barang untuk mengidentifikasi pengaruh iklan terhadap penjualan produk. Selama iklan diterbitkan, pemasar dapat mengetahui efektifitas iklan dalam mempengaruhi penjualan produk yaitu dengan cara (1) membagi biaya ruang di media dengan jumlah masuknya pertanyaan sehingga langsung dapat diketahui biaya setiap pengulangan iklan dan hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan angka biaya periklanan yang mengiringi setiap perubahan dalam penjualan; (2) mengukur dan membandingkan data tentang jumlah penerimaan respon atau pesanan baru atas produk pada saat sebelum dan setelah iklan diterbitkan; dan (3) menganalisis informasi penjualan produk dari laporan audit berlangganan perusahaan yang dibuat oleh agen penjualan pada saat sebelum dan setelah iklan diterbitkan. Informasi yang diperoleh dari laporan audit agen penjual dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sebuah grafik efek iklan selama masa peredarannya. Berdasarkan data tersebut, perusahaan dapat menyusun target penjualannya seperti memperkirakan persentase peningkatan total penjualan dan perluasan pangsa pasar yang dapat dicapai oleh produk yang diiklankan, dibandingkan merek pesaing (Jefkins 1997). Kotler (1983) mengukur pengaruh iklan terhadap penjualan berdasarkan pendekatan sejarah dan percobaan periklanan. Berdasarkan pendekatan sejarah, anggaran iklan dan hasil penjualan di masa lalu dibandingkan dengan anggaran iklan dan hasil penjualan saat ini. Percobaan periklanan dilakukan untuk memperkirakan fungsi-fungsi reaksi penjualan untuk berbagai segmen pasar dan wilayah-wilayah penjualan dalam mempengaruhi biaya iklan, misalnya dengan membagi suatu wilayah dengan space iklan yang berbeda. Hasil dari percobaan iklan biasanya menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran iklan yang paling tinggi pada space iklan yang paling banyak berdampak pada peningkatan penjualan dengan kecepatan yang berkurang (Kotler 1983). Menurut Jefkins (1997), dampak dari iklan bukanlah hal yang konstan. Setelah iklan selesai dilaksanakan, dampaknya cepat atau lambat akan mengalami kemunduran karena setiap harinya konsumen sasaran dihadapkan pada begitu 36 banyak iklan sehingga mereka tidak dapat diharapkan untuk mengingat sebuah iklan secara permanen. Kondisi tersebut mendukung pemasar untuk mempertahankan pemasangan iklan dalam jangka waktu relatif lama. Namun perlu disadari bahwa iklan tidak mungkin diterbitkan terlalu lama karena iklan yang sama diulang secara terus menerus akan mencapai tingkat kejenuhan dan berakibat pada penurunan popularitas produk. Untuk itu, pemasar dituntut untuk menentukan waktu yang tepat untuk menyiarkan iklan demi mencapai dampak maksimal dan sejauh mungkin memperlambat penurunan dampak tersebut. Dalam mengefektifkan biaya periklanan, pemasar dapat memilih teknik menyiarkan iklan seperti teknik tetesan (disiarkan sedikit demi sedikit dalam waktu lama) atau teknik ledakan (disiarkan secara mendadak dan besar-besaran). Dari keseluruhan uraian mengenai periklanan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa periklanan adalah salah satu bentuk promosi yang menggunakan komunikasi satu arah sehingga harus visible (menarik perhatian) dan bersifat persuasif melalui pemilihan waktu, media, teknik penerbitan dan tampilan iklan yang tepat; dengan memperhatikan kesesuaian iklan ditinjau dari segi biaya pemasangan iklan, serta karakteristik dan motif-motif pembelian dari konsumen sasaran. Peningkatan penjualan mungkin saja terjadi bukan karena iklan tetapi adanya promosi penjualan seperti penawaran produk secara gratis, yang dilaksanakan dalam waktu bersamaan. 2) Promosi Penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan memiliki kesamaan dengan periklanan yaitu berdampak pada rentang waktu jangka pendek dimana penjualan hanya meningkat selama kegiatan promosi penjualan atau periklanan berlangsung. Namun promosi penjualan menghasilkan tanggapan yang lebih cepat daripada iklan (Tjiptono 2008). Selain itu, dibandingkan dengan iklan, promosi penjualan merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran yang sifatnya lebih personal (Jefkins 1992). Tjiptono (2008) mendefinisikan promosi penjualan sebagai bentuk persuasi langsung yang diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan/atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan. Sementara Jefkins (1997) mengemukakan bahwa promosi penjualan terdiri atas langkah-langkah jangka pendek yang biasanya dilakukan saat penjualan berlangsung untuk 37 memperkenalkan produk baru, ataupun mempertahankan dan mempertinggi volume penjualan. Perkembangan promosi penjualan yang pesat disebabkan oleh: a. hasrat pemasang iklan untuk menemukan bentuk-bentuk promosi yang lebih hemat biaya karena mahalnya media iklan (misalnya televisi) yang meningkat jauh lebih pesat daripada laju inflasi; b. meningkatnya kebutuhan untuk mendongkrak penjualan, baik untuk meraih cashflow yang memuaskan para pengecer maupun untuk menyerap output produksi pabrik yang bervolume tinggi; c. promosi penjualan dilakukan lebih langsung dan lebih bersifat personal sehingga dalam pelaksanaannya, pihak perusahaan/pabrik dan para pedagang pengecer dituntut untuk saling membantu yang menjadikan lebih akrab; d. dalam promosi penjualan biasanya terdapat unsur permainan dan hiburan yang dapat dinikmati oleh para pembeli; dan e. promosi penjualan dapat lebih merangsang seseorang untuk membeli atau mencoba produk, khususnya produk berunit kecil dan harganya relatif murah; Menurut Tjiptono (2008), melalui promosi penjualan, perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk baru, mendorong pelanggan membeli lebih banyak, menyerang aktivitas promosi pesaing, meningkatkan impulse buying (pembelian tanpa rencana sebelumnya), atau mengupayakan kerjasama yang lebih erat dengan pengecer. Selain itu, sifatsifat promosi penjualan antara lain komunikasi (mampu menarik perhatian dan memberi informasi yang memperkenalkan produk kepada pelanggan), insentif (memberi keistimewaan dan rangsangan yang bernilai bagi pelanggan), dan invitation atau undangan (mengundang konsumen untuk membeli saat itu juga). Aneka kegiatan promosi penjualan menurut Jefkins (1997) antara lain undian tanpa syarat dan sayembara; penawaran harga cuci gudang; penawaran hadiah lewat pos; hadiah dalam kemasan; kartu-kartu bergambar; kupon-kupon berhadiah; hadiah uang tunai; pencocokan potongan kupon; voucher potongan harga; produk ukuran jumbo atau ganda; produk gabungan; kemasan-kemasan bertanda khusus; demonstrasi penggunaan produk di dalam toko; permainan yang bersifat promosi; dan menawarkan harga promo untuk produk baru. 38 Jefkins (1997) mengemukakan bahwa kegagalan promosi penjualan biasanya diakibatkan oleh (1) habisnya persediaan karena besarnya permintaan yang melebihi perkiraan; (2) pengiriman barang yang tertunda atau diantar terlalu lama; (3) cacatnya barang-barang yang diterima konsumen; dan (4) pengumuman pemenang yang tidak efisien dalam undian berhadiah. Keterampilan utama yang paling diperlukan dalam menjalankan promosi penjualan adalah kemampuan untuk memperkirakan permintaan yang akan terjadi. Jika permintaan aktual lebih tinggi dari perkiraan sehingga persediaan tidak mendukung, reputasi perusahaan bisa terancam. Jika perkiraan permintaan lebih tinggi dari permintaan aktual sehingga banyak stock yang tidak terjual, perusahaan bisa mengalami kerugian. Jika promosi periklanan dilakukan melalui media cetak, maka daya jangkau media tersebut terhadap pembaca yang menjadi konsumen sasaran juga harus diperhitungkan. Kegiatan promosi penjualan dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan kehumasan karena dalam pelaksanaannya terkandung aspek kehumasan seperti sambutan baik dari konsumen sasaran terhadap penawaran potongan harga, penawaran harga khusus yang bisa dinikmati oleh konsumen sasaran, dan para pembeli terhibur dengan mengikuti undian berhadiah. Namun promosi penjualan dan humas jelas tidak bisa disamakan meskipun promosi penjualan mampu membawa dampak positif seperti yang dihasilkan humas, yakni semakin dekatnya produsen dengan konsumennya. Perbedaaannya adalah humas harus mampu merebut kepercayaan konsumen agar bersedia menerima produk dan perusahaan (Jefkins 1997). Berdasarkan seluruh uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa promosi penjualan adalah salah satu bentuk promosi yang dapat merangsang konsumen sasaran dalam mengambil keputusan pembelian secara cepat ataupun membeli lebih banyak sehingga meningkatkan penjualan dimana dampak tersebut biasanya hanya berlaku dalam jangka waktu relatif pendek. Selain itu, meskipun promosi penjualan mampu memberi dampak positif seperti humas, promosi penjualan memiliki batas waktu dalam pelaksanaannya karena jika dilakukan terus menerus, konsumen sasaran dapat meragukan kualitas produk. Sementara humas harus dilakukan secara terus menerus dalam waktu jangka panjang dalam rangka 39 menciptakan kredibilitas produk dan perusahaan dalam benak konsumen sasaran agar mereka bersedia menerima produk dan perusahaan. 3) Hubungan Masyarakat dan Publisitas (Public Relations) Humas dan publisitas memang lebih banyak dibaca dan dipercayai daripada periklanan. Selain itu, humas dan publisitas yang dikombinasikan dengan promosi penjualan akan berdampak potensial pada penjualan dan keuntungan yang besar (Kotler 1983). Public Relation News dalam Cutlip et al (2005) mendefinisikan hubungan masyarakat sebagai fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap konsumen, mengenali perilaku organisasi dalam menanggapi kepentingan konsumen, dan merencanakan serta melaksanakan program-program untuk mendapatkan pengertian dan penerimaan konsumen. Pada intinya, humas senantiasa berkenaan dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui pengetahuan, dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan muncul suatu dampak yakni perubahan ke arah yang diharapkan. PR adalah bentuk komunikasi yang berlaku terhadap semua jenis organisasi, baik yang bersifat komersial maupun non komersial, di sektor publik/pemerintah maupun privat/swasta (Jefkins 1992). Menurut Effendy (1992), ciri-ciri humas yakni: a. humas adalah kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi yang berlangsung dua arah secara timbal balik; b. humas merupakan penunjang tercapainya tujuan yang ditetapkan oleh manajemen suatu organisasi; c. publik yang menjadi sasaran kegiatan humas adalah publik internal (karyawan perusahaan dan pemegang saham) dan publik eksternal (pelanggan, komunitas, pemerintah dan media massa); d. operasionalisasi humas adalah membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publik dan mencegah terjadinya rintangan psikologi, baik yang timbul dari pihak organisasi maupun dari pihak publik. Menurut Anggoro (2002), manfaat humas antara lain membangun kesadaran produk (brand awareness), membangun pengetahuan produk (brand knowledge), mengembangkan loyalitas merek, mencitrakan kredibilitas, sebagai pelopor penjualan dan meningkatkan efektivitas promosi lainnya seperti iklan, 40 serta mendidik konsumen dan masyarakat mengenai manfaat produk atau jasa yang ditawarkan. Humas juga membantu pemasaran dalam memotivasi para tenaga penjual, distributor dan pengecer. Menurut Jefkins (1992), humas bukan salah satu bentuk periklanan. Humas menyangkut seluruh komunikasi yang berlangsung pada suatu organisasi, sedangkan periklanan terbatas hanya pada bidang atau fungsi pemasaran yang berkaitan dengan penjualan dan pembelian. Jika berita mengenai suatu perusahaan atau lembaga muncul di halaman depan atau kolom editorial suatu surat kabar, nilainya tidak dapat dihitung hanya berdasarkan tarif iklan per kolom. Iklan tidak dilakukan oleh semua organisasi tetapi semua organisasi tidak dapat lepas dari kehumasan. Namun dalam prakteknya terkadang humas memang menggunakan iklan sebagai alatnya karena humas berfungsi menunjang pendidikan pasar (market education) dengan menjadikan masyarakat mengetahui keberadaan serta kegunaan produk perusahaan, dan hal ini sangat menentukan keberhasilan upayaupaya periklanan yang dijalankan oleh perusahaan. Menurut Jefkins (1992), humas berbeda dengan publisitas meskipun keduanya saling berkaitan erat. Pada dasarnya humas berfokus pada perilaku seseorang, suatu organisasi, suatu perusahaan, dan suatu produk; sedangkan hasil dari perilaku tersebut terkait erat secara timbal balik dengan baik-buruknya publisitas. Namun meski berbeda, humas dan publisitas seringkali masih disamakan karena keduanya saling mempengaruhi dan dalam aplikasinya cenderung sulit dipisahkan. Aktivitas humas menurut Cutlip (2005) diantaranya publikasi, press agency, manajemen isu, dan lobi. Publikasi meliputi informasi dari sumber luar yang digunakan oleh media karena informasi itu mempunyai nilai berita. Publikasi merupakan metode penempatan pesan di media yang tidak dikendalikan karena sumber tidak membayar media itu untuk penempatannya. Press agency yakni agen pers yang menciptakan cerita dan peristiwa yang layak diberitakan untuk menarik perhatian media dan mendapatkan perhatian publik. Manajemen isu yaitu proses mengantisipasi, mengidentifikasi, mengevaluasi dan merespon isu-isu yang mempengaruhi hubungan organisasi dengan publiknya. Lobi merupakan bagian 41 khusus dari humas yang membangun dan memelihara hubungan dengan pemerintah dan lembaga lainnya yang berkaitan dengan perusahaan. Menurut Jefkins (1992), penerapan riset pemasaran mampu mendukung aktivitas humas. Media-media humas yang pokok meliputi media pers (press), audio visual (slide, kaset video, dan film dokumenter), radio, televisi, penerbitan buku khusus (sponsored books), pesan-pesan lisan (spoken word), pemberian sponsor (sponsorship), jurnal organisasi (house journals), ciri khas dan identitas perusahaan, serta pameran (exhibition). Pameran (exhibition) merupakan sarana yang efektif untuk menyebarkan suatu pesan karena bersifat informatif dan persuasif. Berdasarkan pendapat Jack Dove, seorang ahli Audio-Visual Aid (AVA), konsumen akan memperoleh pengetahuan dari pameran lebih dari 90 persen karena pameran mampu menyajikan pengetahuan yang dapat diserap dengan hampir semua indera (Effendy 1992). Effendy (1992) mengemukakan bahwa pameran yang efektif disebabkan oleh pengunjung dapat menyaksikan peragaan proses benda tertentu, dapat bertanya sepuas hatinya, bahkan untuk benda-benda tertentu dapat mencobanya. Oleh karena itu, banyak lembaga atau perusahaan yang memanfaatkan pameran dalam rangka upaya mempromosikan produk atau jasanya. Klasifikasi pameran berdasarkan lingkup geografisnya yaitu pameran lokal, pameran nasional, dan pameran internasional. Karakteristik pameran antara lain mudah menarik perhatian, banyak memakan waktu, pertemuan tatap muka, demonstrasi dan pembagian contoh produk (sample), serta suasana akrab dalam pameran (Jefkins 1992). Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk membuat pameran menarik yaitu menciptakan bentuk istimewa, memberi warna kontras, menyajikan suara keras, menciptakan alat bergerak, dan menyebarkan wangi-wangian. Pengunjung yang mendatangi suatu pameran tidak mudah diperkirakan jumlah dan bobotnya karena dipengaruhi oleh jenis pameran itu sendiri (Effendy 1992). Jefkins (1992) mengemukakan cara-cara mengukur keberhasilan humas dan publisitas dalam mempengaruhi penjualan produk yaitu (1) berdasarkan tingkat liputan, dengan membandingkan jumlah liputan dengan perubahan nilai penjualan pada saat sebelum dan setelah humas berlangsung; (2) berdasarkan data 42 statistik dan jumlah penduduk, dengan mengkaji volume liputan media, jumlah pembaca dan kualitasnya, dan bobot penekanan dalam menyampaikan pesan seperti nada acuh tak acuh, penuh permusuhan, simpatik, atau netral; (3) berdasarkan sumber, dengan menetapkan bobot atau nilai pada setiap media yang meliput produk ataupun perusahaan untuk mengetahui total nilai untuk setiap pesan humas yang disampaikan melalui masing-masing media dimana media dengan bobot tertinggi yang paling efektif; (4) berdasarkan pengumpulan pendapat, dengan mewawancarai sejumlah sampel dari populasi konsumen sasaran yang relevan pada interval waktu tertentu misalnya enam bulan sekali untuk diukur perubahan pendapat dan tingkat kesadaran mereka terhadap aktivitas humas dan publisitas, kemudian dibandingkan antara target dan kondisi aktual dimana jika kondisi aktual kurang dari target maka humas kurang berhasil, sehingga suatu program humas dan publisitas hendaknya dibagi dalam beberapa interval yang cukup banyak agar kegagalan yang terjadi di interval sebelumnya dapat langsung dideteksi dan hasil interval selanjutnya dapat diusahakan menjadi lebih baik; serta (5) berdasarkan umpan balik statistik secara langsung, dengan mengidentifikasi apakah tingkat penjualan telah menjadi lebih baik dengan dilancarkan program humas dan publisitas misalnya dengan mengukur efektivitas humas berdasarkan jumlah pelanggan baru. Dari keseluruhan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa humas adalah salah satu bentuk promosi yang berdampak jangka panjang dengan menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan kepentingan konsumen sasaran sehingga membentuk pengertian dan hubungan baik antara kedua belah pihak sekaligus mengupayakan penciptaan citra positif produk dan perusahaan dalam benak konsumen sasaran. Publisitas merupakan hasil dari aktivitas humas yang berupaya menjadikan produk dan perusahaan memiliki nilai berita guna menarik minat pers untuk secara sukarela meliput produk dan perusahaan sehingga mampu menekan biaya promosi produk dan perusahaan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk dan perusahaan. Meskipun humas dan publisitas tidak secara langsung menawarkan produk seperti dalam pemasaran langsung, aktivitas humas dan publisitas dapat merangsang pembelian dan memperkuat positioning produk maupun perusahaan dalam benak konsumen 43 sasaran sehingga mampu mewujudkan hasil akhirnya yaitu meningkatkan penjualan dan keuntungan. 4) Pemasaran Langsung (Direct Marketing) Direct marketing adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif, yang memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon dan/atau transaksi di sembarang lokasi. Dalam direct marketing, komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen individual, dengan tujuan agar pesan-pesan tersebut ditanggapi konsumen yang bersangkutan (Tjiptono 2008). Tjiptono (2008) mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan direct marketing antara lain: (1) terjadinya pengecilan pasar, dimana semakin banyak ceruk pasar (market niche) dengan kebutuhan serta pilihan yang sangat individual; (2) berkembangnya sarana komunikasi yang mempermudah kontak dan transaksi dengan pasar melalui telepon atau surat; (3) banyaknya wanita yang bekerja sehingga semakin berkurang waktu mereka untuk berbelanja; (4) panjangnya antrian di kasir sehingga konsumen harus sabar menunggu sekian lama baru dilayani padahal waktu mereka sangat terbatas; serta (5) meningkatnya biaya transportasi, lalu lintas yang semakin padat, dan sulitnya mencari tempat parkir menyebabkan orang malas berbelanja di toko-toko atau supermarket. Pemasaran langsung memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan pemasaran langsung bagi konsumen yaitu penghematan waktu dalam berbelanja dan dapat berbelanja secara rahasia; sedangkan bagi penjual yaitu dapat memilih calon pembeli secara selektif, menjalin hubungan jangka panjang dengan pelanggannya, dan memperoleh peluang baru yang menguntungkan. Kelemahan pemasaran langsung diantaranya orang dapat merasa terganggu privasinya karena penjualan yang agresif, timbulnya citra buruk bagi industri bila ada salah satu direct marketer yang menipu pelanggannya, dan terkadang ada direct marketer yang memanfaatkan atau mengeksploitasi pembeli yang kurang mengerti teknologi (Tjiptono 2008). Jefkins (1992) mengidentifikasi berbagai bentuk kegiatan pemasaran langsung antara lain penjualan katalog dan penjualan lewat katalog; klub-klub pembeli; televisi; penjualan lewat telepon; dan pelayanan telemarketing. 44 Jadi dapat disimpulkan bahwa pemasaran langsung merupakan salah satu bentuk promosi yang menawarkan produk secara langsung kepada setiap individu dari seluruh konsumen sasaran potensial melalui media-media telekomunikasi sehingga kesepakatan untuk bertransaksi pun dimungkinkan terjadi melalui media tersebut (telepon atau internet) bahkan pembayaran pun dapat dilakukan melalui transfer ke rekening perusahaan misalnya dengan menggunakan fasilitas ATM mobile yang tersedia dalam layanan telepon selular dan internet saat ini. Namun aktivitas pemasaran langsung dapat mengarah pada terganggunya privasi konsumen sasaran dengan aktivitas pemasaran langsung yang terlalu gencar sehingga pemasar perlu memperhatikan perubahan sikap konsumen sasaran selama aktivitas direct marketing berlangsung. 5) Penjualan Secara Pribadi (Personal Selling) Penjualan secara pribadi merupakan komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual dan pelanggan untuk memperkenalkan dan menawarkan suatu produk kepada pelanggan, serta membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk sehingga pelanggan berminat untuk mencoba dan membelinya (Tjiptono 2008). Menurut Tjiptono (2008), personal selling memiliki sifat-sifat seperti personal confrontation, cultivation, dan response. Personal confrontation, yaitu adanya hubungan yang hidup, langsung, dan interaktif antara dua orang atau lebih. Cultivation, yaitu sifat yang memungkinkan berkembangnya segala macam hubungan, mulai dari sekedar hubungan jual beli sampai dengan suatu hubungan yang lebih akrab. Response, yaitu situasi yang seolah-olah mengharuskan pelanggan untuk mendengar, memperhatikan, dan menanggapi. Penjual yang ditugaskan untuk melakukan personal selling harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut (Tjiptono 2008): (1) salesmanship yaitu memiliki pengetahuan tentang produk dan menguasai seni menjual, seperti cara mendekati pelanggan, memberikan presentasi dan demonstrasi, mengatasi penolakan pelanggan, dan mendorong pembelian; (2) negotiating yaitu mempunyai kemampuan untuk bernegosiasi tentang syarat-syarat penjualan; dan (3) relationship marketing yaitu membina dan memelihara hubungan baik dengan para pelanggan. Berdasarkan tugas dan posisinya, Tjiptono (2008) mengklasifikasikan penjual dalam personal selling menjadi enam macam tipe 45 yaitu: (1) deliverer (driver sales person) yaitu penjual yang mengantar produk ke tempat konsumen; (2) order getter yaitu penjual yang mencari pembeli atau mendatangi pembeli (sifat kerjanya di luar); (3) order taker yaitu penjual yang melayani pelanggan di dalam outlet yang sifat kerjanya di dalam; (4) missionary sales people (merchandiser, retailer) yaitu penjual yang mendidik, melatih dan membangun goodwill dengan pelanggan atau calon pelanggan; (5) technical specialist (technician) yaitu penjual yang memiliki atau memberikan pengetahuan teknis kepada pelanggan; dan (6) demand creator yaitu penjual yang melakukan kreativitas yang unik dan menarik dalam menjual produk guna menciptakan permintaan pelanggan terhadap produk. Kelebihan personal selling antara lain operasinya lebih fleksibel karena penjual dapat mengamati reaksi pelanggan dan menyesuaikan pendekatannya, usaha yang sia-sia dapat diminimalkan, pelanggan yang berminat biasanya langsung membeli, dan penjual dapat membina hubungan jangka panjang dengan pelanggannya. Sedangkan kelemahan metode ini diantaranya metode ini biasanya mahal karena membutuhkan armada penjual yang relatif besar dan spesifikasi penjual yang diinginkan perusahaan mungkin sulit dicari. Namun, personal selling tetaplah penting dan biasanya dipakai untuk mendukung metode promosi lainnya (Tjiptono 2008). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penjualan pribadi merupakan salah satu bentuk promosi yang mengupayakan pelayanan maksimal terhadap setiap konsumen sasaran secara individu dalam rangka menciptakan hubungan kekerabatan yang lebih dekat antara perusahaan dan pelanggannya sehingga pelanggan tidak akan sempat berpikir untuk beralih pada produk atau perusahaan pesaing bahkan cenderung menjadi tidak peduli dengan aktivitas promosi pesaing. Meskipun penjualan pribadi relatif mahal, loyalitas dan kepuasan pelanggan relatif mampu meningkatkan penjualan dan keuntungan karena pelanggan tersebut cenderung akan memotivasi rekannya untuk ikut mengkonsumsi produk perusahaan dengan menonjolkan keunggulan produk dan perusahaan serta menceritakan pengalamannya selama mengkonsumsi produk. 46 3.1.4. Evaluasi Aktivitas Promosi Susu Kuda Organik Asambugar Untuk menyusun rekomendasi terbaik bagi DH Organik, perlu dipertimbangkan penilaian konsumen terhadap aktivitas promosi produk susu kuda organik Asambugar yang telah dijalankan oleh perusahaan. Dalam memperoleh penilaian tersebut, digunakan kuesioner evaluasi untuk konsumen sebagai responden sasarannya. Kesimpulan akhir dari evaluasi aktivitas promosi susu kuda organik Asambugar ini adalah menggeneralisasikan jawaban responden sehingga ditemukan satu pilihan jawaban yang menjadi rata-rata dari setiap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Oleh karena itu, peneliti harus memilih skala yang dapat mengaplikasikan operasi matematika seperti rata-rata. 3.1.4.1. Skala Likert Menurut Istijanto (2005), skala interval merupakan skala yang memiliki urutan dan memiliki jarak yang sama di antara kategori atau titik-titik terdekatnya. Kategori yang satu dan kategori lainnya memiliki suatu keterkaitan yaitu berupa urutan seperti lebih besar atau lebih kecil dari kategori yang lain dengan jarak yang sama terhadap kategori terdekatnya. Apabila pilihan “sangat setuju” diberi angka 5, maka “setuju” diberi angka 4, dan seterusnya. Angka-angka tersebut menunjukkan suatu urutan atau nilai sehingga operasi matematika seperti rata-rata bisa diaplikasikan. Skala yang digunakan dalam riset pemasaran adalah skala pembanding dan skala bukan pembanding. Skala pembanding bertujuan untuk membandingkan secara langsung, sedangkan dalam evaluasi ini peneliti hanya meneliti satu merek dari perusahaan yang bersangkutan sehingga lebih sesuai menggunakan skala bukan pembanding. Jenis-jenis skala bukan pembanding adalah skala likert, skala semantik diferensial dan skala stapel. Dari ketiga skala tersebut, skala likert-lah yang dapat menghasilkan skala interval dengan tingkatan intensitas sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Istijanto 2005). Selain itu, data yang terkumpul selanjutnya akan dirata-ratakan, dipersentasekan, dan diinterpretasikan dengan menggunakan metode analisis deskriptif; sehingga paling sesuai menggunakan skala likert. Skala likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert itu merupakan skala rating yang terdiri dari pernyataan yang menyatakan sikap menyenangkan 47 maupun tidak menyenangkan atas obyek yang diamati. Dalam hal itu, partisipan diminta untuk menyetujui atau tidak menyetujui setiap pernyataan (Cooper dan Schindler 2006). Hasil dari evaluasi kemudian dibahas dengan teori-teori perilaku konsumen yang mendukung. 3.1.4.2. Karakteristik Konsumen Karakteristik individual menyebabkan pandangan umum tentang aktivitas yang terlibat dalam perilaku konsumsi. Para pemasar mempengaruhi aktivitas tersebut dengan strategi promosi. Dalam menggambarkan karakteristik konsumen, biasanya digunakan demografi (Engel et al 1995). Para pemasar paling berhasil ketika mereka telah mampu menjangkau pangsa pasar tertentu. Jika perusahaan-perusahaan memahami karakteristik pelanggan inti mereka dengan faktor demografinya, maka tempat penjualan yang bersangkutan dapat memaksimumkan daya tariknya melalui produk dan bauran pelayanannya (Samli dalam Engel et al 1995). Engel et al (1995) mengemukakan bahwa faktor demografi yang seringkali digunakan adalah usia, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, dan pendidikan. Usia sering digunakan karena dapat menentukan motivasi dan minat, serta setiap kelompok usia dapat dijangkau secara tepat dan ekonomis dengan media massa yang ditargetkan secara khusus untuk mereka. Pengelompokan usia menurut Badan Pusat Statistik (2008) terdiri atas usia 0 – 14 tahun yang termasuk belum produktif, usia 15 – 64 tahun yang termasuk produktif, dan usia lebih dari 65 tahun yang termasuk tidak produktif. Menurut Sujanto A et al (2004), perkembangan pribadi menurut usia dan jenjang pendidikan meliputi usia 0 – 6 tahun adalah masa kanak-kanak di Taman Kanakkanak, usia 7 – 12 tahun adalah masa anak di Sekolah Dasar, usia 13 – 18 tahun adalah masa pubertas di Sekolah Lanjutan, dan usia 19 – 24 tahun adalah masa dewasa di Perguruan Tinggi yang telah dapat bertanggung jawab sendiri dalam segala tindakan dan perbuatannya. Menurut Erikson dalam Semiun Y (2006), masa dewasa terdiri atas masa dewasa awal, masa dewasa menengah, dan masa dewasa akhir. Dalam tahap kehidupan utama rumah tangga menurut Engel et al (1994), usia di bawah 45 tahun termasuk pasangan/orang tua muda, usia 46 – 64 tahun 48 termasuk orang tua/rumah tangga separuh baya, sedangkan usia lebih dari 65 tahun termasuk rumah tangga tua. Tahapan perkembangan kehidupan keluarga juga diklasifikasikan oleh Patmonodewo S (2001) menjadi lima tahap yaitu pengantin baru, keluarga dengan anak kecil, keluarga dengan anak remaja, melepas anak, dan keluarga usia lanjut. Walaupun pendapatan relatif rendah, mereka yang belum menikah (single) umumnya memiliki pendapatan bebas yang besar. Mereka cenderung lebih mengikuti trend dan berorientasi pada rekreasi (Engel et al 1994). Delphy dan Leonard dalam Lury (1998) mengemukakan bahwa dalam suatu rumah tangga, para anggota keluarga dipelihara oleh kepala keluarga sehingga mereka memiliki pilihan lebih sedikit (terbatas) dan sesuatu yang disediakan untuk mereka seringkali disetujui terlebih dahulu oleh kepala keluarga. Konsumsi individu dibentuk oleh kondisi sosial yang meliputi seperangkat hubungan sosial dalam menghasilkan ketidak-setaraan pola gender antara laki-laki dan perempuan. Dunia pemasaran dan periklanan mengakui bahwa peran konsumen dibangun oleh peran feminim. Secara tipikal, wanitalah yang melakukan kegiatan berbelanja artinya wanitalah yang sebenarnya membeli sebagian besar barang dan melakukan pekerjaan konsumsi (Lury 1998). Jadi, kaum wanita memang relatif lebih senang berbelanja dibandingkan kaum pria terutama untuk wanita yang telah berkeluarga. Hal itu didukung oleh peran feminim yang dimiliki oleh kaum wanita serta kepedulian yang lebih tinggi terhadap kesehatannya maupun keluarganya sehingga keputusan konsumsi sebagian besar dilakukan oleh kaum wanita. Menurut Engel et al (1995), perbedaan geografi juga seringkali digunakan dalam memahami karakteristik konsumen. Perbedaan geografi meliputi luas wilayah, kepadatan, dan iklim. Rencana pemasaran khususnya program promosi biasanya dilaksanakan di dalam unit-unit geografis. Media iklan seperti televisi, radio, dan surat kabar biasanya dibeli berdasarkan geografi. Media cetak bergerak ke arah edisi yang didasarkan pada pembagian geografi yang spesifik hingga kode wilayah. Majalah-majalah nasional memiliki bagian iklan regional yang dijual berdasarkan negara bagian atau kota. 49 3.1.4.3. Kriteria Kualitas Pelayanan Dalam aktivitas promosi, setiap perusahaan berupaya memberikan pelayanan yang berkualitas. Kriteria kualitas tersebut meliputi (1) keterandalan (reliability) yakni ketepatan dan kesesuaian antara pesan yang disampaikan dalam promosi dengan kinerja produk yang ditawarkan; (2) kesigapan (responsiveness) yakni kesiapan dan kesigapan tenaga promosi dalam memberikan jawaban yang terpercaya atas pertanyaan konsumen, termasuk menangani keluhan dari konsumen; (3) jaminan (assurance) yakni keramahan, perhatian, kesopanan dari tenaga promosi, termasuk prestasi dan reputasi perusahaan maupun produknya; (4) empati (empathy) yakni kemudahan konsumen dalam menghubungi perusahaan dan kemampuan tenaga promosi dalam berkomunikasi dengan konsumen; dan (5) nyata (tangibles) yakni penampilan tenaga promosi seperti kerapihan dan memakai seragam, serta penampilan fisik outlet penjualan maupun tempat produksi seperti kebersihan dan kerapihannya (Engel et al 1995). 3.1.4.4. Atribut Toko untuk Menarik Perhatian Dalam merancang dan menerapkan aktivitas promosinya, setiap perusahaan dituntut untuk mampu menarik perhatian konsumen sasarannya dengan merancang dan menerapkan kreativitas. Kreativitas tersebut berupa kreasi atau daya cipta pada atribut-atribut toko diantaranya atribut fisik toko, pelayanan yang ditawarkan, dan atmosfer toko. Atribut toko meliputi fasilitas-fasilitas toko yang penting dalam citra dan pilihan toko. Pelanggan menginginkan pelayanan dan kepuasan sesudah penjualan, serta laba yang semakin besar akan membutuhkan perhatian yang lebih besar dalam memenuhi harapan pelanggan akan pelayanan yang memuaskan. Atmosfer toko merupakan perancangan secara sengaja atas ruang untuk menciptakan efek tertentu pada pembeli (Engel et al 1995). 3.1.4.5. Komponen Sikap Terhadap Obyek Perbedaan karakteristik konsumen menunjukkan perbedaan sikap terhadap suatu obyek, dalam hal ini adalah produk Asambugar. Sikap tersebut merupakan salah satu bentuk respon konsumen terhadap aktivitas promosi yang dijalankan oleh perusahaan. Sikap terdiri atas tiga komponen yang terdiri atas (1) kognitif yaitu pengetahuan dan keyakinan terhadap suatu obyek; (2) afektif yaitu perasaan 50 menyukai obyek; dan (3) konatif yaitu kecenderungan melakukan sesuatu terhadap obyek, misalnya ‘akan membeli’ obyek tersebut. Dari ketiga komponen tersebut, afektif menciptakan kondisi dimana seseorag menyukai obyek tertentu (Engel et al 1995). Menurut Engel et al (1995), keragaman respon afektif (perasaan dan emosi yang dihasilkan oleh stimulus) membentuk tiga respon utama yaitu (1) riang seperti berminat, antusias, bergairah, humor, bersemangat, tertarik, bangga, dan terangsang; (2) negatif seperti marah, jenuh, tak berminat, ragu-ragu, tersinggung, menyesal, sedih, dan curiga; (3) hangat seperti tenang, peduli, damai, merenung, terharu, dan ramah. Ketiga dimensi utama tersebut terbentuk sebagai hasil dari aktivitas promosi yang dilakukan oleh perusahaan. 3.1.4.6. Tahapan dalam Pemrosesan Informasi Informasi yang diberikan selama aktivitas promosi berlangsung akan diproses oleh konsumen sasaran dalam beberapa tahapan untuk kemudian direspon sesuai dengan proses tersebut. Tahapan dalam pemrosesan informasi oleh William McGuire dalam Engel et al (1995) terdiri atas (1) pemaparan seperti penyeleksian media promosi baik antarpribadi maupun massal yang menjangkau target pasar dan penyampaian pesan; (2) perhatian seperti menambah ukuran iklan di media cetak, memakai warna yang mencolok, memposisikan produk dan outlet pada tempat yang mudah dilihat, menjadikan tenaga penjualan sebagai juru bicara yang menarik dan interaktif; (3) pemahaman seperti menggunakan bahasa seharihari sesuai budaya wilayah setempat, menggunakan kalimat aktif untuk meminimasi potensi kesalahpahaman, memotivasi calon pembeli untuk membeli, memberikan pengetahuan, dan membentuk persepsi positif responden terhadap produk; (4) penerimaan seperti mengemukakan argumen pendukung ataupun kontraargumen yang menunjukkan respon keingintahuan yang akan berdampak pada terbentuknya niat pembelian ataupun memutuskan langsung membeli; dan (5) retensi seperti memindahkan stimulus dari suatu pesan atau obyek dalam ingatan jangka panjang. 51 3.1.5. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Merumuskan Alternatif Strategi Promosi Produk Asambugar Terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan dapat memberikan pengaruh dalam perumusan alternatif strategi promosi produk susu kuda Sumbawa organik Asambugar yang sesuai dijalankan oleh DH Organik. Faktorfaktor tersebut meliputi: 1. Tujuan promosi. Tjiptono (2008) mengemukakan bahwa promosi bertujuan untuk menginformasikan, mempengaruhi, membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang produk dan perusahaan. Tujuan promosi DH Organik saat ini antara lain meningkatkan image positif perusahaan; meningkatkan penjualan; memberikan informasi mengenai keberadaan produk; memperluas pangsa pasar; dan menghadapi pesaing. 2. Perusahaan. Perusahaan adalah suatu organisasi berbadan hukum yang menyediakan barang atau jasa untuk mendapatkan keuntungan. Perusahaan Dr. Diana Hermawati saat ini masih termasuk perusahaan perseorangan. Perusahaan perseorangan (sole proprietory) adalah bentuk organisasi bisnis legal (berbadan hukum) yang sumber invenstasinya berasal dari pemilik perusahaan yaitu Dr. Diana Hermawati. Beliau mendaftarkan perusahaannya sebagai perusahaan perseorangan karena biaya awalnya relatif rendah, harus mendaftar hanya kepada pemerintah (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor) untuk memastikan bahwa tidak ada bisnis lain dengan nama yang sama, serta biaya legalnya juga relatif rendah. Namun kelemahan bentuk perusahaan ini adalah pemilik tunggal secara pribadi menanggung semua hutang dan biaya operasional dalam perusahaannya (Griffin dan Ebert 2003). Perusahaan Dr. Diana Hermawati saat ini masih memiliki struktur organisasi yang sederhana, dan fasilitas perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan saat ini relatif lengkap untuk skala usaha perseorangan terutama dengan adanya laboratorium khusus untuk kontrol mutu dan keamanan produk. 52 3. Karakteristik produk. Produk dapat berupa barang atau jasa. Produk (product) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian; akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan (Kotler dan Armstrong 2008). Karakteristik produk dapat dilihat pengaruhnya dari sifat, mutu, harga, kemasan, dan daur hidup produk Asambugar saat ini. 4. Perusahaan pesaing. Perusahaan pesaing adalah perusahaan yang memicu perlombaan antar bisnis untuk mendapatkan sumberdaya atau pelanggan yang sama (Griffin dan Ebert 2003). Perusahaan pesaing produk Asambugar dilihat pengaruhnya dari aktivitas promosi, merek pesaing (keragaman dan kekuatannya), dan jumlah pesaing yang ada saat ini. 5. Konsumen. Konsumen adalah individu atau organisasi yang menggunakan dan menghabiskan manfaat dari suatu produk tertentu. Konsumen produk Asambugar dapat dilihat pengaruhnya dari karakteristik, loyalitas, dan kesiapan konsumen sasaran saat ini. 6. Dana promosi. Dana adalah modal yang dibutuhkan untuk menciptakan dan menjalankan perusahaan (Griffin dan Ebert 2003). Dana promosi merupakan dana yang dialokasikan untuk menjalankan aktivitas promosi produk ataupun perusahaan. Dana promosi produk Asambugar dapat dilihat pengaruhnya dari jumlah dan sumber dana untuk membiayai seluruh aktivitas promosi saat ini. 7. Distribusi. Distribusi adalah kegiatan penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen (Tjiptono 2008). Distribusi produk Asambugar dapat dilihat pengaruhnya dari area dan saluran distribusi produk yang dijangkau dan dikelola oleh DH Organik saat ini. 8. Lembaga pendukung. Lembaga pendukung adalah lembaga-lembaga yang mendukung upaya pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan. Peran lembaga pendukung dalam 53 promosi produk Asambugar dapat dilihat pengaruhnya dari peran lembaga pemerintah, swasta dan lembaga sosial masyarakat yang mendukung aktivitas promosi produk saat ini. 9. Karakteristik pasar. Pasar (market) adalah kumpulan semua pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa. Setiap jenis pasar memiliki karakteristik khusus yang membutuhkan perlakuan yang berbeda (Kotler dan Armstrong 2008). Karakteristik pasar produk Asambugar dapat dilihat pengaruhnya dari trend pasar, target pasar, dan ceruk pasar produk Asambugar saat ini. 10. Manajemen produksi. Manajemen produksi adalah pengaturan produksi sesuai dengan prosedur dan standar operasional produksi yang ditetapkan oleh perusahaan. Manajemen produksi DH Organik dapat dilihat pengaruhnya dari kontinuitas dan kapasitas produksi produk Asambugar saat ini. 11. Sumberdaya manusia (SDM). Sumberdaya manusia (tenaga kerja) adalah kemampuan fisik dan mental orang-orang sewaktu mereka berkontribusi pada suatu organisasi atau perusahaan. Tenaga kerja DH Organik dapat dilihat pengaruhnya dari kualitas dan kuantitas SDM yang tersedia saat ini dalam mempromosikan produk Asambugar. Keseluruhan memformulasikan faktor dan tersebut menetapkan menjadi alternatif pertimbangan strategi dalam promosi. upaya Dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, maka pihak manajemen DH Organik harus menentukan prioritas atas berbagai alternatif strategi promosi secara tepat. Menurut Firdaus (2008), alat-alat analisis untuk menentukan prioritas terdiri atas analisis konjoin dan proses hirarki analitik (PHA). Dalam analisis konjoin, setiap atribut yang dipertimbangkan dalam penggunaan alat analisis ini bersifat setara (berada pada level yang sama) tetapi tingkat kepentingan atau preferensinya berbeda sehingga perlu untuk diprioritaskan. Alat analisis ini tidak membutuhkan penyusunan hirarki dan penilai cenderung kurang berkepentingan terhadap hasil analisis ini. 54 Berbeda dengan analisis konjoin, PHA digunakan pada kondisi dimana terdapat proses pengambilan keputusan secara kompleks yang melibatkan berbagai kriteria seperti pilihan instrumen promosi maupun pilihan prioritas di antara beberapa alternatif kebijakan dan sasaran. Setiap atribut yang dipertimbangkan dalam PHA tidak seluruhnya bersifat setara artinya ada atribut yang berada pada tingkatan level yang berbeda. Selain itu, setiap atribut tersebut memiliki tingkat kepentingan atau preferensinya yang berbeda. Alat analisis ini membutuhkan penyusunan hirarki dan penilai cenderung berkepentingan terhadap hasil analisis ini. DH Organik melakukan proses pengambilan keputusan yang kompleks dengan melibatkan beberapa faktor dan subfaktor yang dipertimbangkan dan diukur tingkat kepentingannya dalam merencanakan, menetapkan, dan melaksanakan strategi promosi produk Asambugar. Dalam hal ini, responden yang dilibatkan adalah orang yang ekspert yaitu orang yang dipandang mengerti benar atas masalah yang diajukan, merasakan akibat dari masalah tersebut, atau berkepentingan terhadap masalah tersebut. Oleh karena itu, PHA dipilih sebagai alat analisis dalam merumuskan alternatif strategi promosi yang tepat untuk direkomendasikan kepada DH Organik dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan faktor-faktor dan subfaktor yang mempengaruhinya. 3.1.6. Proses Hirarki Analitik Proses hirarki analitik (PHA) atau analytical hierarchy process (AHP) merupakan teknik yang dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty, ahli matematika dari Universitas Piitsburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an, juga seorang profesor di Wharston School of Business. Perangkat lunak Expert Choice yang dirancang untuk membantu aplikasi PHA dibuat oleh Saaty dan Dr. Ernest Forman, profesor manajemen di George Washington University pada tahun 1983 (Firdaus 2008). Menurut Saaty (1991), PHA adalah suatu model yang fleksibel dan memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing serta memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. PHA merupakan alat analisis yang handal untuk mengatasi berbagai permasalahan 55 politik dan sosial ekonomi yang kompleks. PHA memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini tergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hirarki dari suatu masalah; serta pada logika, intuisi dan pengalaman untuk memberikan pertimbangan. Terdapat dua macam hirarki yaitu hirarki struktural dan fungsional. Pada hirarki struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat strukturalnya; sedangkan hirarki fungsional menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen-elemen pokoknya menurut hubungan esensialnya. AHP menggunakan hirarki fungsional karena hirarki ini sangat membantu untuk membawa sistem ke arah tujuan yang diinginkan (Saaty 1991). Menurut Permadi (1992), peralatan utama dari AHP adalah sebuah hirarki fungsional, dengan input utamanya yaitu persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam kelompokkelompoknya dan kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Model PHA memakai persepsi manusia yang dianggap expert, yakni orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Penyusunan hirarki bergantung pada jenis keputusan yang perlu diambil. Jika persoalannya adalah memilih alternatif, dapat dimulai dari tingkat dasar dengan menderetkan semua alternatif itu. Tingkat berikutnya terdiri atas kriteriakriteria untuk mempertimbangkan berbagai alternatif tersebut. Namun terkadang kriteria-kriteria tersebut harus diperiksa secara rinci sehingga suatu tingkatan subkriteria perlu disisipkan di antara kriteria dan alternatif. Selanjutnya tingkat puncak harus satu elemen yaitu fokus atau tujuan menyeluruh. Dalam kriteriakriteria itu dapat dibandingkan menurut pentingnya kontribusi masing-masing kriteria (Saaty 1991). PHA sering ditemukan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan (prediksi), alokasi sumber daya, dan penentuan prioritas dari strategi – strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik (Mulyono 1991). Terdapat tiga prinsip yang mendasari PHA (Saaty 1991), yaitu: 56 1. Menyusun hirarki. Untuk memperoleh pengetahuan yang spesifik, pikiran akan menyusun realitas yang kompleks ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, kemudian bagian ini dibagi ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hirarki. Dengan membagi-bagi realitas menjadi beberapa gugusan yang homogen dan membagi lagi gugusan ini menjadi gugusan-gugusan yang lebih kecil, akan dapat memadukan sejumlah besar informasi ke dalam struktur suatu masalah yang membentuk gambaran lengkap dari keseluruhan sistem. 2. Menentukan prioritas. Dalam menetapkan hubungan elemen dari setiap tingkatan hirarki, dapat dilakukan dengan membandingkan elemen itu dalam pasangan. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif elemen pada tingkat hirarki tertentu terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi. Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas, atau relatif pentingnya elemen terhadap elemen lainnya. 3. Konsistensi logis. Konsistensi berarti pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan menurut homogenitas dan relevansinya; dan intensitas relasi antargagasan atau antarobyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu, saling membenarkan secara logis. Dalam mempergunakan prinsip ini, PHA memasukkan baik aspek kualitatif maupun kuantitatif pikiran manusia yakni aspek kualitatif untuk mendefinisikan persoalan dan hirarkinya; sedangkan aspek kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Hal yang diutamakan dalam data yang diterapkan pada analisis PHA adalah kualitas dari responden, bukan kuantitas responden. Dengan demikian metode PHA dapat dilakukan hanya berdasarkan penilaian orang yang ahli pada bidang yang dipermasalahkan. Walaupun hanya didasarkan pada penilaian satu orang, metode PHA mampu menyajikan analisis kuantitatif dan kualitatif yang memadai (Permadi 1992). PHA merupakan alat analisis yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Permadi (1992) mengidentifikasi kelebihan menggunakan PHA antara lain: (1) struktur yang hirarkis, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai 57 kepada sub-sub kriteria yang paling dalam; (2) memperhitungkan validitas sampai pada batas toleransi konsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan; (3) mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka; dan (4) mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multikriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi atau kepentingan dari setiap elemen hirarki. Sedangkan kelemahan dari metode PHA adalah ketergantungan model PHA pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli. Selain itu, model PHA dapat menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. Hal ini dapat diatasi dengan benar-benar memilih orang yang ahli atau pakar di bidang yang akan diteliti (Permadi 1992). 3.2. Kerangka Operasional Penelitian Kerangka pemikiran penelitian yang mendasari pengoperasian penelitian ini dimulai dengan perkembangan gaya hidup back to nature dalam menciptakan trend pangan organik dan pengobatan alternatif secara alami. Hal tersebut menjadikan susu kuda organik Asambugar menguntungkan untuk diusahakan karena berfungsi sebagai obat alternatif yang alami dan termasuk organik. DH Organik dengan visi dan misi, berada dalam lingkungan persaingan industri susu kuda liar. Keterbatasan sumberdaya yang tersedia masih membatasi perusahaan ini dalam mengoptimalkan upaya pemasarannya terutama promosi yang disadari masih kurang. Upaya promosi produk susu kuda organik Asambugar penting dilakukan agar produk dikenal, diingat dan diminati oleh konsumen sasarannya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas promosi produk Asambugar dan mengidentifikasi bauran promosi yang telah dilakukan oleh DH Organik, serta merumuskan dan menganalisis alternatif strategi promosi produk Asambugar yang sesuai dengan kondisi DH Organik saat ini untuk selanjutnya direkomendasikan kepada perusahaan tersebut. Dalam mengevaluasi aktivitas promosi produk susu kuda organik Asambugar yang telah dilakukan oleh DH Organik, peneliti menggunakan metode 58 analisis deskriptif. Metode ini dipilih karena nilai yang dihasilkannya bisa diwakili oleh mean (rata-rata), median, modus, tabel frekuensi, atau persentase; sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan dalam bentuk informasi yang lebih ringkas. Hasil evaluasi yang diperoleh akan direkomendasikan kepada perusahaan tersebut sebagai bahan pertimbangan sekaligus pembelajaran dalam mengetahui dan memahami respon pelanggannya terhadap aktivitas promosi produk Asambugar. Penelitian ini juga berupaya untuk mengidentifikasikan bauran promosi yang telah dilakukan oleh DH Organik sehingga diharapkan mampu membantu perusahaan ini dalam mengetahui kelebihan dan kelemahan dari setiap jenis bauran promosi yang dilaksanakannya, sekaligus membantu perusahaan ini dalam merumuskan strategi promosi yang tepat di masa mendatang. Selain itu, diidentifikasikan pula faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam perumusan strategi promosi produk Asambugar. Meskipun penelitian ini mengkaji evaluasi aktivitas promosi, tetapi lebih difokuskan kepada perumusan dan analisis alternatif strategi promosi produk susu kuda organik Asambugar yang sesuai dengan kondisi DH Organik saat ini. Hal ini disebabkan oleh tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah perumusan dan penetapan alternatif strategi promosi untuk meningkatkan penjualan produk Asambugar. Dalam merumuskan dan menganalisis urutan prioritas strategi promosi produk Asambugar, peneliti menggunakan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). Metode ini dipilih karena dinilai mampu memformulasikan alternatif strategi promosi produk berdasarkan pertimbangan beberapa faktor dan subfaktor pada tingkatan atau level yang berbeda dalam sebuah hirarki untuk diolah menggunakan PHA. Alternatif strategi dengan bobot tertinggi merupakan prioritas pertama yang direkomendasikan kepada DH Organik. Keseluruhan hasil yang akan direkomendasikan bagi DH Organik meliputi hasil evaluasi aktivitas promosi, serta hasil perumusan dan analisis alternatif strategi promosi. Keseluruhan proses tersebut digambarkan secara sistematis dalam kerangka operasional penelitian (Gambar 3). 59 Gaya hidup back to nature menciptakan trend pangan organik dan pengobatan alternatif secara alami; yang menjadikan Asambugar memiliki peluang usaha yang menguntungkan sebagai obat alternatif sekaligus menjaga stamina. Persaingan DH Organik dengan visi, misi dan keterbatasan sumberdaya Promosi produk susu kuda organik Asambugar Evaluasi aktivitas promosi produk Asambugar Pengisian kuesioner Analisis Deskriptif Interpretasi Hasil Identifikasi bauran promosi & identifikasi faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam perumusan strategi promosi Perumusan dan penetapan alternatif strategi promosi yang sesuai bagi DH Organik dengan keterbatasan sumberdaya yang dimilikinya saat ini Proses Hirarki Analitik Interpretasi Hasil Perumusan Alternatif Strategi Promosi Rekomendasi bagi Perusahaan Dr. Diana Hermawati (DH Organik) Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian 60