7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran IPA 2.1.1.1. Hakikat IPA Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah. IPA merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan fenomena yang terjadi di alam. Dengan mempelajari seluk beluk alam dan fenomenanya siswa diharapkan mampu memahami manfaat alam dalam kehidupan sehari-hari dan dapat bermanfaat bagi siswa dalam menjalani kehidupannya. Menurut Permendiknas (2007:149), IPA berkaitan dengan bagaimana siswa mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa harus memiliki kemampuan proses penemuan (discovery). IPA pada hakikatnya bermula dari rasa keingintahuanmanusia secara kodrati terhadap apa yang ada di sekelilingnya (alam). Secara khusus,siswa di sekolah juga memiliki rasa ingin tahu tentang fenomena alam yang seharusnya diarahkan dengan benar oleh guru supaya berlangsung secara sistematis dan tidak terjadi miskonsepsi. Penggalian keingian tahuan siswa ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya: metode eksperimen, demonstrasi, membaca artikel fisis, mendeskripsikan fenomena alam yang ada di sekitarnya, dan lain-lain dengan tujuan siswa dapat menemukan konsep dan pola sendiri secara konstruktif. Hakikat IPA mencakup tiga aspek yaitu proses, produk, dan sikap. IPA sebagai proses berarti IPA diperoleh melalui kegiatan mengamati, eksperimen, berteori, menggeneralisasi, dan sebagainya. IPA sebagai produk artinya mempelajari konsep, hukum, azas, prinsip dan teori. IPA sebagai sikap artinya dalam pembelajaran IPA dapat dikembangkan sikap ingin tahu, terbuka, jujur, teliti, kerjasama, dan sebagainya. Dari 7 8 pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA mencakup tiga aspek dalam IPA yaitu proses, produk, dan sikap. Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang sistematis dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan, melalui kegiatan eksperimen ataupun hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam. Tujuan IPA Tujuan dari pelajaran IPA di SD seperti yang tersirat dalam (Permendiknas, 2007:149) yaitu bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Dari beberapa pendapat di atas, tujuan pembelajaran IPA Sekolah Dasar untuk memahami dan memanfaatkan benda-benda yang ada di alam, mempelajari gejala alam, memecahkan masalah yang di temukan di dalam kehidupan sehari-hari, dan melestarikan alam serta memupuk rasa cinta terhadap alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. 9 Ruang Lingkup IPA Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD seperti yang tersirat dalam (Permendiknas, 2007:149) meliputi aspek-aspek berikut: 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan bendabenda langit lainnya. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA Pencapaian tujuan IPA yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional (BSNP) tersebut harus dimiliki oleh kemampuan siswa yang berstandar nasional dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci Kompetensi Deasar (KD). Standar Kompetensi merupakan ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan secara efektif. Penjabaran lebih lanjut ke dalam kompetensi dasar. Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah da pengetahuan sindiri yag difasilitasi guru. Oleh karena itu, dalam pembelajaran di satuan pendidikan harus mengacu pada SK dan KD. 10 Standar kompetensi (SK) Kompetensi Dasar (KD) 6. Menerapkan sifat- 6.1. Mendeskripsikan sifat cahaya melalui kegiatan sifat-sifat cahaya membuat suatu karya/model 6.2. Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya 2.1.2. Hasil Belajar Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan hasil belajar yang dilakukan Melalui proses belajar maka siswa diharapkan dapat mencapai tujuan belajar yang disebut sebagai hasil belajar yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah menjalani proses belajar. Menurut Sudjana (2010) hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Aspek perubahan mengacu kepada taksonomi tujuan pembelajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencangkup aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami siswa . Menurut Agus Suprijono (2012:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan-ketrampilan. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kingsley (dalam Sudjana:2010) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu : (1) keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan dan pengertian; (3) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. 11 Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa dan perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.(Slameto, 2003: 2). Menurut Skinner dalam Dr. C. Asri Budiningsih (2005) memberikan definisi belajar “Learning is a process progressive behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Dari beberapa pendapat tentang pengertian belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat progresif . Belajar terjadi sebagai hasil latihan dalam interaksi dengan lingkungan. Bloom dalam Agus Suprijono (2012: 6) mengemukakan secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu: 1) Ranah kognitif Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2) Ranah afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks sebagai berikut: 12 a) Reciving/ attending (penerimaan) b) Responding (jawaban) c) Valuing (penilaian) d) Organisasi e) Karaakteristik nilai atau internalisasi nilai 3) Ranah psikomotoris Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: a) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar. b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar. c) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain. d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan. e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks. f) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. Berdasarkan teori dan konsep tentang hasil belajar tersebut diatas, hasil belajar merupakan perilaku berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, informasi, dan atau strategi kognitif yang baru dan di peroleh siswa setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu suasana atau kondisi pembelajaran. Hasil belajar tersebut biasa juga berbentuk kinerja atau petunjuk kerja yang ditampilkan seseorang setelah selesai mengikuti proses pembelajaran atau pelatihan. Hasil belajar terdiri dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2003:47) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah: 13 1. Faktor-faktor Intern a. Faktor Jasmaniah Faktor jasmaniah ada dua yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh. Sehat berarti segenap badan beserta bagian-bagiannya terhindar dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan sehat, kesehatan seseorang dapat berpengaruh pada belajar. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat tubuh bisa berupa buta, lumpuh dan sebagainya. b. Faktor Psikologis Faktor psikologis ada tujuh yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. Pertama faktor intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan berpengaruh. Kedua, faktor perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju pada benda. Ketiga, faktor minat Hilgard adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Keempat faktor bakat Hilgard adalah kemampuan untuk belajar. Kelima faktor motif adalah erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Keenam faktor kematangan adalah suatu fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Dan ketujuh faktor kesiapan menurut James Drever adalah kesediaan untuk memberi respon. c. Faktor Kelelahan Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani ditandai dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat terlihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. 14 2. a. Faktor-faktor Ekstern Faktor keluarga Dalam lingkungan keluarga setiap individu atau siswa memerlukan perhatian orang tua dalam mencapai prestasi belajarnya. Karena perhatian orang tua ini akan menentukan seseorang siswa dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Perhatian orang tua diwujudkan dalam hal kasih sayang, memberi nasihat-nasihat dan sebagainya.Keadaan ekonomi keluarga juga mempengaruhi prestasi belajar siswa, kadang kala siswa merasa kurang percaya diri dengan keadaan ekonomi keluarganya. Akan tetapi ada juga siswa yang keadaan ekonominya baik, tetapi prestasi prestasi belajarnya rendah atau sebaliknya siswa yang keadaan ekonominya rendah malah mendapat prestasi belajar yang tinggi. Dalam keluarga harus terjadi hubungan yang harmonis antar personil yang ada. Dengan adanya hubungan yang harmonis antara anggota keluarga akan mendapat kedamaian, ketenangan dan ketentraman. Hal ini dapat menciptakan kondisi belajar yang baik, sehingga prestasi belajar siswa dapat tercapai dengan baik pula. b. Faktor Sekolah Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya. c. Faktor Masyarakat Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya. Teman bergaul berpengaruh sangat besar bagi anak-anak. Maka kewajiban orang tua adalah mengawasi dan memberi pengertian untuk mengurangi pergaulan yang dapat 15 memberikan dampak negatif bagi anak tersebut. Lingkungan tetangga dapat memberi motivasi bagi anak untuk belajar apabila terdiri dari pelajar, mahasiswa, dokter. Begitu juga sebaliknya, apabila lingkungan tetangga adalah orang yang tidak sekolah, menganggur, akan sangat berpengaruh bagi anak. Aktivitas dalam masyarakat juga dapat berpengaruh dalam belajar anak. Peran orang tua disini adalah memberikan pengarahan kepada anak agar kegiatan diluar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya. 2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Nimber Head Together (NHT) Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Lie, Cooperative Learning adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas – tugas yang terstruktur dan dalam system ini guru bertindak sebagai fasilitator. Menurut Agus Suprijino (2012:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kelonpok termasuk bentukbentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk dapat belajar dengan teman sejawat yang merupakan sumber belajar selain guru dan sumber lain sebagai sumber belajar. Unsur – unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif Menurut Lie (2002) mengatakan ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, antara lain: 1. Saling Ketergantungan Positif Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan. Suasana saling ketergantungan tersebut dapat diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu: (1) Saling ketergantungan dalam pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber belajar, (4) saling ketergantungan peran, (5) saling ketergantungan hadiah. 16 2. Interaksi Tatap Muka Menyebutkan bahwa interaksi tatap muka para siswa dalam kelompok saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Dalam hal ini antar anggota kelompok melaksanakan aktivitas-aktivitas dasar seperti bertanya, menjawab pertanyaan, menunggu dengan sabar teman yang sedang memberi penjelasan, berkata sopan, meminta bantuan dan memberi penjelasan. Pada proses pembelajaran yang demikian para peserta didik dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. 3. Akuntabilitas Individual Untuk mencapai tujuan kelompok (hasil belajar kelompok), setiap peserta didik harus bertanggung jawab terhadap penguasaan materi pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok didasari atas rata-rata nilai anggota kelompok. Kondisi belajar seperti itu mampu menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas) pada masing – masing individu. Tanpa ada tanggung jawab secara individu, keberhasilan kelompok akan sulit tercapai. 4. Keterampilan Menjalin Hubungan Antarpribadi Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antaranggota kelompok. Menurut Lie (2002) ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yaitu (1) pengelompokkan, (2) semangat pembelajaran kooperatif dan (3) penataan ruang kelas. a. Tipe – tipe Pembelajaran Kooperatif Selain tipe Number Head Together (NHT) terdapat beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang lain menurut Slavin, sebagai berikut: 1) Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Drilling 2) Pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick 3) Pembelajaran kooperatif tipe Everyone Is Teacher Here 17 4) Pembelajaran kooperatif tipe Picture and Picture 5) Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share 6) Pembelajaran kooperatif tipe STAD 7) Pembelajaran kooperatif tipe Problem Solving 8) Pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) 9) Pembelajaran kooperatif tipe Make a Match 10) Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations 11) Pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning 12) Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray 13) Pembelajaran kooperatif tipe Inside Outside Circle b. Ada banyak keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif (Sugiyono, 2010). Diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. 2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan. 3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen. 5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois. 6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia. 9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif. 10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik. 11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas. 18 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together (NHT) Pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) merupakan tipe pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut Lie (2002: 59) tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. a. Tujuan Number Head Together (NHT) Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu : 1. Hasil belajar akademik stuktural Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 2. Pengakuan adanya keragaman Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang. Tipe pembelajaran ini memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan saling menghargai satu sama lain. 3. Pengembangan keterampilan sosial Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pen-dapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dikembangkan dengan melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Menurut Slavin (1995) dalam Mifahul Huda (2014) model yang dikembangkan ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. b. Langkah-langkah Number Head Together (NHT) 19 Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000), dengan tiga langkah yaitu: 1. Pembentukan kelompok; 2. Diskusi masalah; 3. Tukar jawaban antar kelompok Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000) menjadi lima langkah sebagai berikut: 1. Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 2. Pembentukan kelompok Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. 3. Diskusi masalah Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS 20 atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. 4. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. 5. Memberi kesimpulan Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. c. Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan Number Head Together (NHT) 1. Setiap siswa menjadi siap semua. 2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kelemahan Number Head Together (NHT) 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. 2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian Wijayanti Dwi Elvera (2011). Meneliti tentang Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Number Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran IPS kelas V SDN Gladasari tahun pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukan bahwwa terdapat pengaruh hasil belajar IPS antara siswa yang diberi pengajaran menggunakan teknik Number Head Together (NHT) lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga hasil belajar yang dicapai lebih tinggi. Penelitian Pebrianti Hesti Lestari (2013) yang berjudul Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SDN Sraten 01 Melalui Penerapan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Pada Mata Pelajaran IPA Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas 5 SDN 21 Sraten 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan belajar siswa yang mengalami peningkatan, yakni dari 9 siswa yang aktif pada siklus I pertemuan pertama menjadi 14 siswa yang aktif pada siklus I pertemuan kedua, meningkat lagi 17 siswa yang aktif pada siklus II pertemuan pertama dan 21 atau semuacsiswa yang aktif pada siklus II pertemuan kedua. Pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SDN Sraten 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan ketuntasan belajar, yakni dari 52,4% sebelum siklus, meningkat menjadi 81% pada siklus I dan 100% pada siklus II. Terjadi peningkatan rata-rata kelas dari 63 sebelum tindakan, meningkat menjadi 72,85 pada siklus I dan menjadi 82,1 pada siklus II. Peningkatan skor maksimal dari 85 pada sebelum tindakan, 90 pada siklus I dan menjadi 96 pada siklus II. Penelitian Masrukah (2009). Yang berjudul Implementasi Metode Number Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar (Penelitian Tindakan Kelas Siswa Kela VII C SMP N 3 Colomadu Tahun ajaran 2010). Dari hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa rrata-rata hasil belajar siswa pada siklus III lebih tinggi dari siklus I dan siklus II, dapat dilihat dari aspek kognitif (77,85>69,625>61,725) maupun aspek afektif (17,875>15,85>15,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan metode Number Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar biologi kelas VII C SMPN 3 Colomadu. 2.3. Kerangka Berfikir Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Dengan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan 22 dan siswa menjadi lebih tertarik, terlibat dan lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga hasil belajar menjadi meningkat. Siswa yang lebih cepat menangkap materi pelajaran mengajari siswa yang lambat, sehingga terjadi tutor sebaya selama proses pembelajaran. Guru masih menggunakan metode ceramah, siswa pasif KONDISI AWAL Hasil belajar rendah Penerapan model pembelajaran Number Head Together TINDAKAN Pembelajaran siswa menjadi aktif KONDISI AKHIR Hasil belajar meningkat Gambar 2.1 Kerangka Berfikir 2.4. Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, kajian teori dan kerangka berpikir diatas, maka peneliti dapat merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together (NHT) diupayakan dapat meningkatkan hasil belajar Mata Pelajaran IPA siswa kelas V SDN Bugel 02 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. 23 2. Hasil belajar mata pelajaran IPA meningkat melalui model pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together (NHT) karena pembelajaran menyenangkan dan mengaktifkan siswa sehingga siswa dapat lebih mudah menyerap pembelajaran dan ketika di test hasilnya memuaskan.