NHT

advertisement
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1. Pembelajaran IPA
2.1.1.1. Hakikat IPA
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan
alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah. IPA
merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan fenomena yang terjadi
di alam. Dengan mempelajari seluk beluk alam dan fenomenanya siswa
diharapkan mampu memahami manfaat alam dalam kehidupan sehari-hari
dan dapat bermanfaat bagi siswa dalam menjalani kehidupannya.
Menurut Permendiknas (2007:149), IPA berkaitan dengan bagaimana
siswa mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa
harus memiliki kemampuan proses penemuan (discovery). IPA pada
hakikatnya bermula dari rasa keingintahuanmanusia secara kodrati terhadap
apa yang ada di sekelilingnya (alam). Secara khusus,siswa di sekolah juga
memiliki rasa ingin tahu tentang fenomena alam yang seharusnya diarahkan
dengan benar oleh guru supaya berlangsung secara sistematis dan tidak terjadi
miskonsepsi. Penggalian keingian tahuan siswa ini dapat dilakukan dengan
berbagai metode, diantaranya: metode eksperimen, demonstrasi, membaca
artikel fisis, mendeskripsikan fenomena alam yang ada di sekitarnya, dan
lain-lain dengan tujuan siswa dapat menemukan konsep dan pola sendiri
secara konstruktif. Hakikat IPA mencakup tiga aspek yaitu proses, produk,
dan sikap. IPA sebagai proses berarti IPA diperoleh melalui kegiatan
mengamati, eksperimen, berteori, menggeneralisasi, dan sebagainya. IPA
sebagai produk artinya mempelajari konsep, hukum, azas, prinsip dan teori.
IPA sebagai sikap artinya dalam pembelajaran IPA dapat dikembangkan
sikap ingin tahu, terbuka, jujur, teliti, kerjasama, dan sebagainya. Dari
7
8
pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA mencakup tiga
aspek dalam IPA yaitu proses, produk, dan sikap.
Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPA adalah ilmu
pengetahuan yang sistematis dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang
bersifat kebendaan, melalui kegiatan eksperimen ataupun hasil tanggapan
pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam.
Tujuan IPA
Tujuan dari pelajaran IPA di SD seperti yang tersirat dalam
(Permendiknas, 2007:149) yaitu bertujuan agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1.
Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4.
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam
6.
Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
alam
dan
segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7.
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Dari beberapa pendapat di atas, tujuan pembelajaran IPA Sekolah Dasar
untuk memahami dan memanfaatkan benda-benda yang ada di alam,
mempelajari gejala alam, memecahkan masalah yang di temukan di dalam
kehidupan sehari-hari, dan melestarikan alam serta memupuk rasa cinta
terhadap alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
9
Ruang Lingkup IPA
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD seperti yang tersirat dalam
(Permendiknas, 2007:149) meliputi aspek-aspek berikut:
1.
Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan,
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2.
Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas
3.
Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana.
4.
Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan bendabenda langit lainnya.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA
Pencapaian tujuan IPA yang telah ditetapkan oleh Badan Standar
Nasional (BSNP) tersebut harus dimiliki oleh kemampuan siswa yang
berstandar nasional dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci
Kompetensi Deasar (KD). Standar Kompetensi merupakan ketentuan pokok
untuk dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian kemampuan untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan secara efektif. Penjabaran lebih lanjut ke
dalam kompetensi dasar. Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif.
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah da pengetahuan sindiri yag
difasilitasi guru. Oleh karena itu, dalam pembelajaran di satuan pendidikan
harus mengacu pada SK dan KD.
10
Standar
kompetensi
(SK)
Kompetensi
Dasar
(KD)
6. Menerapkan sifat-
6.1. Mendeskripsikan
sifat cahaya melalui kegiatan sifat-sifat cahaya
membuat suatu karya/model
6.2. Membuat suatu
karya/model, misalnya periskop
atau lensa dari bahan sederhana
dengan menerapkan sifat-sifat
cahaya
2.1.2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai
akibat dari kegiatan hasil belajar yang dilakukan Melalui proses belajar
maka siswa diharapkan dapat mencapai tujuan belajar yang disebut sebagai
hasil belajar yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah menjalani proses
belajar. Menurut Sudjana (2010) hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.
Aspek perubahan mengacu kepada taksonomi tujuan pembelajaran yang
dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencangkup aspek
kognitif, afektif dan psikomotor yang berorientasi pada proses belajar
mengajar yang dialami siswa .
Menurut Agus Suprijono (2012:5) hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan-ketrampilan.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Kingsley (dalam Sudjana:2010)
membagi tiga macam hasil belajar, yaitu : (1) keterampilan dan kebiasaan; (2)
pengetahuan dan pengertian; (3) sikap dan cita-cita yang masing-masing
golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.
11
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa dan
perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar
mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. “Belajar ialah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.(Slameto, 2003: 2).
Menurut Skinner dalam Dr. C. Asri Budiningsih (2005) memberikan
definisi belajar “Learning is a process progressive behavior adaptation”.
Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa belajar itu merupakan suatu
proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif.
Dari beberapa pendapat tentang pengertian belajar dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat progresif . Belajar terjadi sebagai
hasil latihan dalam interaksi dengan lingkungan.
Bloom dalam Agus Suprijono (2012: 6) mengemukakan secara garis
besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu:
1) Ranah kognitif
Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat
rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2) Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima
aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat
yang kompleks sebagai berikut:
12
a)
Reciving/ attending (penerimaan)
b) Responding (jawaban)
c)
Valuing (penilaian)
d) Organisasi
e)
Karaakteristik nilai atau internalisasi nilai
3) Ranah psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:
a)
Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar.
b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c)
Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual,
membedakan auditif, motoris dan lain-lain.
d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan
ketepatan.
e)
Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks.
f)
Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Berdasarkan teori dan konsep tentang hasil belajar tersebut diatas, hasil
belajar merupakan perilaku berupa pengetahuan, keterampilan, sikap,
informasi, dan atau strategi kognitif yang baru dan di peroleh siswa setelah
berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu suasana atau kondisi
pembelajaran. Hasil belajar tersebut biasa juga berbentuk kinerja atau
petunjuk kerja yang ditampilkan seseorang setelah selesai mengikuti proses
pembelajaran atau pelatihan. Hasil belajar terdiri dari ranah kognitif, afektif
dan psikomotor.
Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003:47) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar adalah:
13
1.
Faktor-faktor Intern
a.
Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah ada dua yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh. Sehat
berarti segenap badan beserta bagian-bagiannya terhindar dari penyakit.
Kesehatan adalah keadaan sehat, kesehatan seseorang dapat berpengaruh pada
belajar. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau
kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat tubuh bisa berupa buta, lumpuh dan
sebagainya.
b.
Faktor Psikologis
Faktor psikologis ada tujuh yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan dan kesiapan. Pertama faktor intelegensi adalah kecakapan
yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan
menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan berpengaruh.
Kedua, faktor perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang
dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju pada benda. Ketiga, faktor minat
Hilgard adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. Keempat faktor bakat Hilgard adalah
kemampuan untuk belajar. Kelima faktor motif adalah erat sekali
hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Keenam faktor kematangan
adalah suatu fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya
sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Dan ketujuh faktor kesiapan
menurut James Drever adalah kesediaan untuk memberi respon.
c.
Faktor Kelelahan
Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kelelahan jasmani
dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani ditandai dengan lemah lunglainya
tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan
jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh,
sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat
terlihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan
untuk menghasilkan sesuatu hilang.
14
2.
a.
Faktor-faktor Ekstern
Faktor keluarga
Dalam lingkungan keluarga setiap individu atau siswa memerlukan
perhatian orang tua dalam mencapai prestasi belajarnya. Karena perhatian
orang tua ini akan menentukan seseorang siswa dapat mencapai prestasi
belajar yang tinggi. Perhatian orang tua diwujudkan dalam hal kasih sayang,
memberi nasihat-nasihat dan sebagainya.Keadaan ekonomi keluarga juga
mempengaruhi prestasi belajar siswa, kadang kala siswa merasa kurang
percaya diri dengan keadaan ekonomi keluarganya. Akan tetapi ada juga
siswa yang keadaan ekonominya baik, tetapi prestasi prestasi belajarnya
rendah atau sebaliknya siswa yang keadaan ekonominya rendah malah
mendapat prestasi belajar yang tinggi. Dalam keluarga harus terjadi hubungan
yang harmonis antar personil yang ada. Dengan adanya hubungan yang
harmonis antara anggota keluarga akan mendapat kedamaian, ketenangan dan
ketentraman. Hal ini dapat menciptakan kondisi belajar yang baik, sehingga
prestasi belajar siswa dapat tercapai dengan baik pula.
b.
Faktor Sekolah
Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi
proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya
dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka
para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat
yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan
mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
c.
Faktor Masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi
belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan
anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak
siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya. Teman bergaul
berpengaruh sangat besar bagi anak-anak. Maka kewajiban orang tua adalah
mengawasi dan memberi pengertian untuk mengurangi pergaulan yang dapat
15
memberikan dampak negatif bagi anak tersebut. Lingkungan tetangga dapat
memberi motivasi bagi anak untuk belajar apabila terdiri dari pelajar,
mahasiswa, dokter. Begitu juga sebaliknya, apabila lingkungan tetangga
adalah orang yang tidak sekolah, menganggur, akan sangat berpengaruh bagi
anak. Aktivitas dalam masyarakat juga dapat berpengaruh dalam belajar anak.
Peran orang tua disini adalah memberikan pengarahan kepada anak agar
kegiatan diluar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya.
2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Nimber Head Together
(NHT)
Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lie, Cooperative Learning adalah sistem pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa
dalam tugas – tugas yang terstruktur dan dalam system ini guru bertindak
sebagai fasilitator.
Menurut Agus Suprijino (2012:54) pembelajaran kooperatif adalah
konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kelonpok termasuk bentukbentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengarahkan siswa
untuk dapat belajar dengan teman sejawat yang merupakan sumber belajar
selain guru dan sumber lain sebagai sumber belajar.
Unsur – unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lie (2002) mengatakan ada berbagai elemen yang merupakan
ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, antara lain:
1.
Saling Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok sadar bahwa
mereka perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan. Suasana saling
ketergantungan tersebut dapat diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu: (1)
Saling ketergantungan dalam pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan
dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber
belajar, (4) saling ketergantungan peran, (5) saling ketergantungan hadiah.
16
2.
Interaksi Tatap Muka
Menyebutkan bahwa interaksi tatap muka para siswa dalam kelompok
saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya
dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa.
Dalam hal ini antar anggota kelompok melaksanakan aktivitas-aktivitas
dasar seperti bertanya, menjawab pertanyaan, menunggu dengan sabar teman
yang sedang memberi penjelasan, berkata sopan, meminta bantuan dan
memberi penjelasan. Pada proses pembelajaran yang demikian para peserta
didik dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih
bervariasi.
3.
Akuntabilitas Individual
Untuk mencapai tujuan kelompok (hasil belajar kelompok), setiap
peserta didik harus bertanggung jawab terhadap penguasaan materi
pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok didasari atas
rata-rata nilai anggota kelompok. Kondisi belajar seperti itu mampu
menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas) pada masing – masing
individu. Tanpa ada tanggung jawab secara individu, keberhasilan kelompok
akan sulit tercapai.
4.
Keterampilan Menjalin Hubungan Antarpribadi
Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar
dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antaranggota kelompok.
Menurut Lie (2002) ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan
kelas
model
pembelajaran
kooperatif,
yaitu
(1)
pengelompokkan, (2) semangat pembelajaran kooperatif dan (3) penataan
ruang kelas.
a.
Tipe – tipe Pembelajaran Kooperatif
Selain tipe Number Head Together (NHT) terdapat beberapa tipe
pembelajaran kooperatif yang lain menurut Slavin, sebagai berikut:
1) Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Drilling
2) Pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick
3) Pembelajaran kooperatif tipe Everyone Is Teacher Here
17
4) Pembelajaran kooperatif tipe Picture and Picture
5) Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
6) Pembelajaran kooperatif tipe STAD
7) Pembelajaran kooperatif tipe Problem Solving
8) Pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT)
9) Pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
10) Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations
11) Pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning
12) Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
13) Pembelajaran kooperatif tipe Inside Outside Circle
b.
Ada banyak keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif
(Sugiyono, 2010). Diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2) Memungkinkan
para
siswa
saling
belajar
mengenai
sikap,
ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan
komitmen.
5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
7) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari
berbagai perspektif.
10)
Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang
dirasakan lebih baik.
11)
Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial,
agama, dan orientasi tugas.
18
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) merupakan
tipe pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut
Lie (2002: 59) tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dengan melibatkan
para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
a.
Tujuan Number Head Together (NHT)
Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan
tipe NHT yaitu :
1.
Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik.
2.
Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai latar belakang. Tipe pembelajaran ini memberi peluang bagi siswa
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling
bergantung pada tugas-tugas akademik dan saling menghargai satu sama lain.
3.
Pengembangan keterampilan sosial
Bertujuan
untuk
mengembangkan
keterampilan
sosial
siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pen-dapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat,
bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Pembelajaran
kooperatif
tipe
Number
Head
Together
(NHT)
dikembangkan dengan melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman
mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Menurut Slavin (1995) dalam
Mifahul Huda (2014) model yang dikembangkan ini cocok untuk
memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok.
b.
Langkah-langkah Number Head Together (NHT)
19
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat,
bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran
kooperatif tipe Number Head Together (NHT) merujuk pada konsep Kagen
dalam Ibrahim (2000), dengan tiga langkah yaitu:
1.
Pembentukan kelompok;
2.
Diskusi masalah;
3.
Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000)
menjadi lima langkah sebagai berikut:
1.
Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa
(LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2.
Pembentukan kelompok
Dalam
pembentukan
kelompok
disesuaikan
dengan
model
pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Guru
membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5
orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok
dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan
percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis
kelamin dan kemampuan belajar.
Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku
paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan
LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
3.
Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa
sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa
berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap
orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS
20
atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat
bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
4.
Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban kepada siswa di kelas.
5.
Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua
pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
c.
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan Number Head Together (NHT)
1.
Setiap siswa menjadi siap semua.
2.
Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3.
Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan Number Head Together (NHT)
1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian Wijayanti Dwi Elvera (2011). Meneliti tentang Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Number Head
Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran IPS kelas
V SDN Gladasari tahun pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukan
bahwwa terdapat pengaruh hasil belajar IPS antara siswa yang diberi
pengajaran menggunakan teknik Number Head Together (NHT) lebih baik
dalam meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga hasil belajar yang dicapai
lebih tinggi.
Penelitian Pebrianti Hesti Lestari (2013) yang berjudul
Upaya
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SDN
Sraten 01 Melalui Penerapan Model Pembelajaran Numbered Head
Together (NHT) Pada Mata Pelajaran IPA Semester II Tahun Pelajaran
2012/2013 dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas 5 SDN
21
Sraten 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun
pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan
belajar siswa yang mengalami peningkatan, yakni dari 9 siswa yang aktif
pada siklus I pertemuan pertama menjadi 14 siswa yang aktif pada siklus I
pertemuan kedua, meningkat lagi 17 siswa yang aktif pada siklus II
pertemuan pertama dan 21 atau semuacsiswa yang aktif pada siklus II
pertemuan
kedua.
Pembelajaran
IPA
dengan
menggunakan
model
pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas 5 SDN Sraten 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang semester II tahun pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari
nilai hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan ketuntasan belajar,
yakni dari 52,4% sebelum siklus, meningkat menjadi 81% pada siklus I dan
100% pada siklus II. Terjadi peningkatan rata-rata kelas dari 63 sebelum
tindakan, meningkat menjadi 72,85 pada siklus I dan menjadi 82,1 pada
siklus II. Peningkatan skor maksimal dari 85 pada sebelum tindakan, 90 pada
siklus I dan menjadi 96 pada siklus II.
Penelitian Masrukah (2009). Yang berjudul Implementasi Metode
Number Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
(Penelitian Tindakan Kelas Siswa Kela VII C SMP N 3 Colomadu Tahun
ajaran 2010). Dari hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa rrata-rata hasil
belajar siswa pada siklus III lebih tinggi dari siklus I dan siklus II, dapat
dilihat dari aspek kognitif (77,85>69,625>61,725) maupun aspek afektif
(17,875>15,85>15,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan
metode Number Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar
biologi kelas VII C SMPN 3 Colomadu.
2.3.
Kerangka Berfikir
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan hasil
belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Number Head Together (NHT).
Dengan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Number
Head Together (NHT), proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan
22
dan siswa menjadi lebih tertarik, terlibat dan lebih aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran sehingga hasil belajar menjadi meningkat.
Siswa yang lebih cepat menangkap materi pelajaran mengajari siswa
yang lambat, sehingga terjadi tutor sebaya selama proses pembelajaran.
Guru masih
menggunakan metode
ceramah, siswa pasif
KONDISI
AWAL
Hasil belajar
rendah
Penerapan model
pembelajaran Number
Head Together
TINDAKAN
Pembelajaran siswa
menjadi aktif
KONDISI
AKHIR
Hasil belajar
meningkat
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, kajian teori dan kerangka
berpikir diatas, maka peneliti dapat merumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
1. Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
tipe Number Head
Together (NHT) diupayakan dapat meningkatkan hasil belajar Mata
Pelajaran IPA siswa kelas V SDN Bugel 02 Salatiga Semester II
Tahun Pelajaran 2013/2014.
23
2. Hasil belajar mata pelajaran IPA meningkat melalui model
pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together (NHT) karena
pembelajaran menyenangkan dan mengaktifkan siswa sehingga
siswa dapat lebih mudah menyerap pembelajaran dan ketika di test
hasilnya memuaskan.
Download