BAB II LANDASAN TEORI II.1 Audit dan Auditing II.1.1 Pengertian Audit dan Auditing Audit berasal dari bahasa latin, yaitu ”audire” yang berarti mendengar atau memperhatikan. Mendengar dalam hal ini adalah memperhatikan dan mengamati pertanggungjawaban keuangan yang disampaikan penanggung jawab keuangan, yaitu manajemen perusahaan. Pada perkembangan terakhir sesuai dengan perkembangan dunia usaha, pendengar tersebut dikenal dengan auditor atau pemeriksa. Sedangkan tugas yang dilakukan oleh auditor tersebut disebut dengan Auditing. Auditing menurut Alvin A. Arens dan James K. Loebecke dalam Amir Abadi Jusuf (2003): “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.” Auditing menurut Sukrisno Agoes (2004): “Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen 10 beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan.” Auditing menurut Boynton, dkk (2001:4) yaitu: “A systematic process of objectivity obtaining and evaluating evidence regarding assertion about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between the assertions and established criteria and communicating the results to interested user” Berdasarkan pengertian tersebut, beberapa kata kunci yang terkait dengan pengertian auditing adalah sebagai berikut: 1. Proses yang sistematis (systematical process) Artinya proses audit menggambarkan serangkaian langkah atau prosedur yang logis, terstruktur dan diorganisasikan dengan baik, selain itu juga proses audit dilaksanakan dengan formal. 2. Asersi (assertion) dan kriteria yang ditetapkan (established criteria) Auditing dilakukan terhadap suatu asersi (pernyataan tertulis) yang menjadi tanggung jawab pihak tertentu. Asersi ini disebut juga sebagai informasi karena mengandung informasi tentang sesuatu yang akan dievaluasi. Selain asersi, proses auditing juga harus didukung dengan standar (kriteria) yang ditetapkan (established criteria) yang menunjukkan kondisi yang seharusnya. 3. Pengumpulan dan evaluasi bukti (evidence) Bukti merupakan suatu informasi yang dikumpulkan auditor yang digunakan untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara asersi dengan 11 kriteria yang ditetapkan, yang dapat berupa informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, verifikasi catatan-catatan dan dokumen perusahaan, hasil pengamatan fisik dan sebagainya. 4. Kompeten, independen, dan objektif Auditing harus dilakukan oleh orang-orang yang kompeten, dalam arti mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar teknis profesi, independen dalam arti mampu membebaskan diri dari berbagai kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan penugasan audit, sehingga akan menimbulkan perilaku yang objektif seorang auditor dalam mengemukakan pendapat dan tidak pula berprasangka. 5. Laporan kepada pihak yang berkepentingan (reporting) Pelaporan hasil auditing merupakan hasil akhir proses auditing. Laporan auditing adalah pernyataan pendapat atau simpulan mengenai tingkat kesesuaian antara asersi dengan kriteria yang ditetapkan. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit adalah proses secara sistematis yang dilakukan oleh orang berkompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. II.1.2 Jenis-jenis Audit Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, menurut Sukrisno Agoes (2004), audit dibedakan atas: 12 1. General Audit (Pemeriksaan Umum) Suatu pemeriksaan umum pada laporan keuangan yang dikeluarkan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan tujuan bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan memperhatikan kode etik Akuntan Indonesia yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. 2. Special Audit (Pemeriksaan Khusus) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP Independen dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak memberikan pendapat secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan hanya pada pusat masalah tertentu yang diperiksa. Audit pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Audit laporan keuangan (financial statement audit). Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak. 2. Audit kepatuhan (compliance audit). Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang ditetapkan 13 dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Sebagai contoh, bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur pengendalian intern. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audit internal, karena dilakukan oleh pegawai perusahaan. 3. Audit operasional (operational audit). Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang objektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu. Jenis audit lainnya: 1. Audit investigatif Serangkaian kegiatan mengenali (recognize), mengidentifikasi (identify), dan menguji (examine) secara detail informasi dan fakta-fakta yang ada untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya dalam rangka pembuktian untuk mendukung proses hukum atas dugaan penyimpangan yang dapat merugikan keuangan suatu entitas. 2. Audit kecurangan Audit atas kecurangan adalah audit khusus yang dimaksudkan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan atau kecurangan atas transaksi keuangan. Audit kecurangan termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengn audit umum terutama dalam hal tujuan yaitu fraud auditing mempunyai tujuan yang lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkapkan suatu kecurangan yang terjadi dalam pengelolaan aset/aktiva. 14 III.1.3 Prosedur Audit Menurut Mulyadi (2002:82): “Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu.” Jenis prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi: 1. Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Dengan melakukan inspeksi terhadap dokumen, auditor dapat menentukan keaslian dokumen tersebut. 2. Pengamatan (observation) merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat atau menyaksikan pelaksaan suatu kegiatan. 3. Permintaan keterangan (inquiry) merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan bukti dokumenter. 4. Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh secara langsung dari pihak ketiga yang bebas. Prosedur yang biasa ditempuh oleh auditor dalam konfirmasi ini adalah sebagai berikut: • Auditor meminta dari klien untuk menanyakan informasi tertentu kepada pihak luar. • Klien meminta kepada pihak luar untuk ditunjuk oleh auditor untuk memberikan jawaban langsung kepada auditor mengenai informasi yang ditanyakan oleh auditor tersebut. • Auditor menerima jawaban langsung dari pihak ketiga tersebut. 15 5. Penelusuran (tracing). Dalam melakukan audit ini, auditor melakukan penelurusan informasi sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi. 6. Pemeriksaan butki pendukung (vouching) merupakan prosedur audit meliputi: • Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya. • Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan. 7. Perhitungan (counting) meliputi: • Perhitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau sediaan di tangan. • Pertanggungjawaban semua formulir bernomor urut tercetak. 8. Scanning merupakan penelaahan secara tepat terhadap dokumen, catatan, dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih dalam. 9. Pelaksanaan ulang (reperforming) merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Umumnya diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien. 10. Computer-assisted audit techniques. Bilamana catatan akuntansi diselenggarakan dalam media elektronik, auditor perlu menggunakan computer-assisted audit techniques dalam menggunakan berbagai prosedur audit yang dijelaskan diatas. 16 II.2 Kecurangan (Fraud) II.2.1 Pengertian Kecurangan (Fraud) Kecurangan (fraud) perlu dibedakan dengan kesalahan (Errors). Kesalahan dapat dideskripsikan sebagai “Unintentional Mistakes” (kesalahan yang tidak di sengaja). Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam pengelolaan transaksi terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debit kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak bentuk matematis. Apabila suatu kesalahan adalah disengaja, maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan (fraudulent). Menurut Bologna Jack G dan Linquist Robert J. (2006:1), mendefinisikan kecurangan sebagai: “Penipuan sebagai kejahatan. Penipuan adalah istilah umum, dan mencakup semua sarana serta aneka kecerdikan manusia yang dilakukan oleh satu orang untuk mendapatkan keutungan lebih dari yang lain dengan laporan palsu. Tidak ada aturan yang pasti sebagai proporsi umum dalam mendefinisikan penipuan, seperti mencakup kejutan, trik, licik, dan cara-cara yang tidak adil” Menurut standar pengauditan, faktor yang membedakan antara kecurangan dengan kekeliruan adalah apa tindakan yang mendasarinya, yang berakibat pada terjadinya salah saji dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja (SPAP, 2011). Suatu tindakan kecurangan yang dilakukan secara sengaja dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa banyak kerugian. 17 II.2.2 Faktor-faktor Penyebab Kecurangan Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu (Simanjuntak, 2008): 1. Greed (keserakahan) Keserakahan biasanya dianggap sebagai sumber utama dari kejahatan yang merupakan akar penyebab untuk mencuri, penimbunan, menjarah, dan pengkhianatan. Namun, keserakahan biasanya dianggap sebagai akumulasi kekayaan untuk kepuasan pribadi. 2. Opportunity (kesempatan) Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. 3. Need (kebutuhan) Merupakan aspek psikologis dalam melakukan aktivitas dan menjadi alasan berusaha untuk melakukan kecurangan. 4. Exposure (pengungkapan) Tindakan pengungkapan agar tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap. Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum). 18 III.2.3 Unsur-unsur Kecurangan Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu: Pressure Opportunity Rationalization Gambar 2.1 Fraud triangle 1. Pressure (dorongan) Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan. 2. Opportunity (peluang) Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan kontrol dan upaya deteksi dini terhadap fraud. 19 3. Rationalization (rasionalisasi) Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya: • Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orangorang yang dicintainya. • Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi, dll. • Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut. II.2.4 Klasifikasi Kecurangan Menurut Soejono Karni (2002:35) kecurangan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu: 1. Management Fraud 2. Non Management (Employee) Fraud 3. Computer Fraud Dari uraian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Management Fraud Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas sosial ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime, karena orang yang 20 melakukan kecurangan biasanya memakai kemeja berwarna putih dan kerahnya pun putih. 2. Non management fraud Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan. Kadangkadang merupakan pencurian atau manipulasi. Dibandingkan dengan kesempatan melakukan kecurangan pada manajemen, maka kesempatan melakukan kecurangan karyawan tingkat bawah seperti wiraniaga, petugas kas, supir-supir perusahaan/kantor dan karyawan lainnya relatif kecil. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki wewenang karena pada umumnya semakin tinggi wewenang semakin besar kesempatan untuk melakukan kecurangan. 3. Computer fraud Tujuan pengadaan komputer antara lain digunakan untuk pencatatan operasional atau pembukuan suatu perusahaan atau kantor. Kejahatan komputer dapat berupa pemanfaatan berbagai sumber daya komputer di luar peruntukan yang sah dan perusakan atau pencurian fisik atas sumber daya komputer itu sendiri. II.2.5 Karakteristik Kecurangan Menurut Koroy (2008:22-35) permasalahan-permasalahan dalam pendeteksian kecurangan dapat disimpulkan: 21 1. Pertimbangan atas kecurangan dalam pelaporan keuangan yang semakin meningkat timbul dari adanya upaya mempersempit kesenjangan harapan antara pengguna dengan pihak penyedia jasa pengauditan. 2. Pendeteksian kecurangan dalam audit laporan keuangan oleh auditor perlu dilandasi dengan pemahaman atas sifat frekuensi dan kemampuan pendeteksian oleh auditor. 3. Permasalahan yang terdapat pada lingkungan pekerjaan audit bila tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk pada kualitas audit. Adanya tekanan waktu dan tekanan kompetensi, berdampak pada keberhasilan pendeteksian kecurangan. II.3 Audit Kecurangan Fraud auditing atau audit kecurangan adalah upaya untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan dalam transaksi-transaksi komersial. Untuk dapat melakukan audit kecurangan terhadap pembukuan dan transaksi komersial memerlukan gabungan dua keterampilan, yaitu sebagai auditor yang terlatih dan kriminal investigator. Menurut Jack Bologna Paul Shaw yang dikutip oleh Amin Widjaja dalam bukunya yang berjudul Audit Kecurangan (2005:36) “Forensic accounting, sometimes called fraud auditing or investigative accounting is a skill that goes beyond the realmof corporate and management fraud, embezzlement or comercial bribery. Indeed, forensic accounting skill go beyond the general realm of collar crime.” 22 Dari definisi di atas dapat dapat disimpulkan bahwa audit atas kecurangan adalah audit khusus yang dimaksudkan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan atau kecurangan atas transaksi keuangan. Audit kecurangan termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengan audit umum terutama dalam hal tujuan yaitu fraud auditing mempunyai tujuan yang lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkapkan suatu kecurangan yang diduga terjadi dalam pengelolaan aset/aktiva. II.4 Penjualan II.4.1 Pengertian Penjualan Pada perusahaan dagang, penjualan merupakan aktivitas utama perusahaan. Besarnya pendapatan perusahaan sangat ditentukan oleh besar kecilnya penjualan. Kegiatan penjualan itu sendiri berhubungan erat dengan kegiatan marketing atau pemasaran, dimana penjualan merupakan bagian dari marketing. Bagi perusahaan distributor, kegiatan penjualan menjadi tugas para salesman. Sehingga penting bagi sebuah perusahaan distributor untuk menjalin hubungan yang baik dengan para tenaga penjualnya tersebut. Penjualan menurut Arens dan Loebbecke (2003:356) yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf: “Penjualan merupakan proses yang diperlukan untuk mengalihkan kepemilikan atas barang dan jasa yang telah tersedia untuk dijual kepada pelanggan. Proses ini dimulai 23 dengan permintaan oleh pelanggan dan berakhir dengan perubahan barang atau jasa menjadi piutang usaha, dan akhirnya menjadi uang tunai.” Secara umum penjualan terbagi menjadi 2: 1. Penjualan Tunai Penjualan tunai adalah penjualan pada saat barang atau jasa diterima oleh pembeli serta melakukan pembayaran secara langsung secara cash. 2. Penjualan Kredit Penjualan kredit adalah penjualan pada saat barang atau jasa diterima oleh pembeli beserta bukti atas pembelian barang yang akan dibayar secara berkala untuk dapat dilakukan penagihan di periode tertentu yang telah ditetapkan sehingga kegiatan tersebut menimbulkan adanya piutang bagi penjual. II.4.2 Sistem Penjualan Kredit Sistem penjualan kredit merupakan bagian dari siklus pendapatan yang terdiri dari berbagai prosedur yaitu prosedur penerimaan pesanan pelanggan, pengiriman barang, pencatatan piutang, penagihan kepada pelanggan, dan penerimaan pelunasan piutang. Penjualan kredit dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mengirimkan barang sesuai dengan order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu perusahaan mempunyai tagihan kepada pembeli tersebut. Untuk menghindari tidak tertagihnya piutang, setiap penjualan kredit yang pertama kepada seorang pembeli selalu 24 didahului dengan analisis terhadap dapat atau tidaknya pembeli tersebut diberikan kredit (Mulyadi, 2002). II.4.3 Tujuan Audit Atas Penjualan Menurut Arens dan Loebbecke (2003), tujuan audit penjualan adalah sebagai berikut: 1. Penjualan yang tercatat adalah untuk pengiriman aktual yang dilakukan kepada pelanggan. 2. Penjualan yang ada telah dicatat. 3. Penjualan yang tercatat adalah untuk jumlah barang uang dikirim dan ditagih serta dicatat dengan benar. 4. Transaksi penjualan diklasifikasikan dengan pantas. 5. Penjualan dicatat dengan waktu yang tepat. 6. Transaksi penjualan dimasukkan dengan pantas dalam berkas induk dan diikhtisarkan dengan benar. II.4.4 Prosedur Audit Fungsi Penjualan Menurut Arens dan Loebbecke (2003), fungsi dalam siklus penjualan adalah: 1. Pemrosesan pesanan pelanggan Kegiatan pertama kali dari siklus penjualan adalah pemesanan pelanggan, penerimaan order pelanggan akan menghasilkan order penjualan. 25 2. Persetujuan penjualan secara kredit Sebelum penjualan disetujui dan barang dikirimkan diharuskan terdapat persetujuan atas penjualan kredit oleh seseorang yang berwenang dalam perusahaan. Hal ini sangat penting dikarenakan untuk dapat melihat apakah calon pembeli layak atau tidak untuk diberikan penjualan secara kredit serta dapat mempengaruhi piutang tak tertagih itu terjadi. 3. Pengiriman barang Pada saat pengiriman barang diperlukannya dokumen pengiriman berupa nota pengiriman untuk dapat melakukan penagihan atas barang yang dikirim. 4. Penagihan ke pelanggan dan pencatatan penjualan Keyakinan bahwa seluruh pengiriman telah diterima oleh pelanggan dan dapat melakukan penagihan kepada pelanggan dengan faktur penjualan yang berakhir pada berkas transaksi penjualan dan beraksi piutang usaha. 5. Pemrosesan dan pencatatan penerimaan kas Penerapan penerimaan kas adalah dengan cara seluruh kas yang ada disetor ke bank dalam jumlah yang benar dengan tepat waktu dab dicatat diberkas penerimaan kas yang digunakan untuk langkah selanjutnya adalah pembuatan jurnal penerimaan kas. 6. Pemrosesan dan pencatatan retur penjualan dan pengurangan harga penjualan Apabila terjadi barang rusak atau tidak sesuai pesanan pelanggan dapat mengembalikan barang kemudian bagian penjualan dapat memberikan potongan harga sesuai ketentuan atau perjanjian. 26 7. Penghapusan piutang tak tertagih Penghapusan piutang terjadi apabila perusahaan telah setuju untuk menghapuskan piutang yang tidak dapat ditagih sehingga jumlah tersebut harus dihapuskan. II.4.5 Dokumen-dokumen Penjualan Dokumen yang biasanya digunakan oleh perusahaan dalam pemrosesan transaksi penjualan: 1. Pesanan Pelanggan Permintaan barang dagang oleh pelanggan yang diterima langsung dari pelanggan atau wiraniaga. Pesanan ini dapat berupa formulir yang disiapkan oleh penjual atau formulir pesanan pembelian dari pembeli. 2. Order Penjualan Barang (Sales Order) Merupakan penghubung antara beragam fungsi yang diperlukan untuk memproses langganan dengan menyiapkan peranan penjualan. 3. Nota Penjualan Barang Merupakan catatan atau bukti atas transaksi penjualan barang yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan dan sebagai dokumen bagi pelanggan. 4. Perintah Penyerahan Barang (Delivery Order) Merupakan suatu bukti dalam pengiriman barang untuk diserahkan kepada pelanggan setelah adanya pencocokan rangkap slip. 27 5. Faktur Penjualan (Invoice) Adalah dokumen yang menunjukkan jumlah yang berhak ditagih kepada pelanggan yang menunjukan informasi kuantitas, harga dan jumlah tagihannya. 6. Surat Pengiriman Barang (Shipping Slip) 7. Jurnal Penjualan (Sales Journal) Daftar jurnal dari transaksi penjualan yang telah diselesaikan.. II.5 Penerimaan Kas II.5.1 Pengertian Penerimaan Kas Penerimaan kas perusahaan berasal dari dua sumber utama : penerimaan kas dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari piutang. Kas merupakan alat pertukaran yang dipergunakan sebagai ukuran dalam akuntansi sehingga menggambarkan kondisi likuiditas perusahaan. Selain itu kas merupakan golongan aktiva lancar yang paling likuid dan sangat penting karena menggambarkan daya beli umum dan dapat memproses barang dan jasa. Pengertian penerimaan kas menurut Soemarso S.R (2004:172): “Penerimaan kas adalah suatu transaksi yang menimbulkan bertumbuhnya saldo kas dan bank milik perusahaan yang diakibatkan adanya penjualan hasil produksi, penerimaan piutang maupun hasil transaksi lainnya yang menyebabkan bertambahnya kas.” 28 Pengertian penerimaan kas menurut H. Kusnadi (2000:61): “Penerimaan kas pada umumnya meliputi penerimaan via pos (mail receipt), penjualan tunai (cash sales) dan penerimaan piutang (collection of receivable), disamping penerimaan rutin, masih ada lagi penerimaan lainnya yaitu penerimaan yang tidak rutin, misalnya penerimaan uang dari penjualan.” Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian penerimaan kas adalah transaksi-transaksi yang mengakibatkan bertumbuhnya saldo-saldo kas tunai, dan atau rekening bank milik perusahaan baik yang berasal dari pendapatan tunai, penerimaan piutang, penerimaan transfer maupun penerimaan-penerimaan lainnya. Penerimaan kas dapat berbentuk uang logam, cek atau wesel pos, uang yang diterima melalui bank atau langsung dari piutang. Menurut Mulyadi (2002:373), kas adalah uang tunai (uang logam dan uang kertas), pos wesel, certified check, cashier’s check, cek pribadi, dan bank draft, serta dana yang disimpan di bank yang pengambilannya tidak dibatasi oleh bank atau perjanjian yang lain. Kas yang dicantumkan dalam neraca terdiri dari dua unsur: 1. Kas di tangan perusahaan terdiri dari: • Penerimaan kas yang belum disetor ke bank. • Saldo dana kas kecil, berupa uang tunai yang ada ditangan pemegang dana kas kecil. 2. Kas di bank yang berupa simpanan di bank berbentuk rekening giro. 29 II.5.2 Tujuan Audit Kas Menurut Mulyadi (2002), tujuan diadakannya audit atas kas, adalah: 1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan kas. 2. Membuktikan keberadaan kas dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan kas yang dicantumkan di neraca. 3. Membuktikan kepemilikan klien atas kas yang dicantumkan di neraca. 4. Membuktikan kewajaran penilaian kas yang dicantumkan di neraca. 5. Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan kas di neraca. II.5.3 Kecurangan Dalam Penerimaan Kas 1. Hasil penagihan kas tidak dicatat, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi. 2. Saldo kas tidak dilaporkan dalam keadaan yang sesungguhnya atau memanipulasi antara kas masuk dan keluar. 3. Penundan pencatatan penerimaan kas dari piutang sampai pada waktu penerimaan kas dari piutang berikutnya. II.5.4 Prosedur Audit Kas Menurut Mulyadi (2002:374), prosedur audit yang dilakukan untuk merekonsiliasi kas di neraca, antara lain: 30 1. Mengurutkan saldo kas yang tercantum di neraca ke saldo akun kas yang bersangkutan di dalam buku besar. 2. Hitung kembali saldo akun kas di buku besar. 3. Urut saldo awal akun kas ke kertas kerja tahun yang lalu. 4. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting dalam akun kas. 5. Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun kas ke jurnal yang bersangkutan. II.6 Pengendalian Internal II.6.1 Pengertian Pengendalian Internal Pengendalian intern atau kontrol intern didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Pengendalian internal berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang). Adanya sistem akuntansi yang memadai, menjadikan akuntan perusahaan dapat menyediakan informasi keuangan bagi setiap tingkatan manajemen, para pemilik atau pemegang saham, kreditur dan para pemakai laporan keuangan (stakeholder) lain yang 31 dijadikan dasar pengambilan keputusan ekonomi. Sistem tersebut dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan. Lebih rinci lagi, kebijakan dan prosedur yang digunakan secara langsung dimaksudkan untuk mencapai sasaran dan menjamin atau menyediakan laporan keuangan yang tepat serta menjamin ditaatinya atau dipatuhinya hukum dan peraturan, hal ini disebut pengendalian intern. Dengan kata lain bahwa pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menyediakan informasi keuangan yang handal serta menjamin dipatuhinya hukum dan peraturan yang berlaku. II.6.2 Elemen-elemen Pengendalian Intern Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission (COSO) memperkenalkan adanya lima komponen pengendalian intern yang meliputi Lingkungan: 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi manajemen (manajemen yang progresif atau yang konservatif), struktur organisasi (terpusat atau terdesentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini amat penting karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang lain. 32 2. Penilaian Resiko (Risk Assesment) Semua organisasi memiliki risiko, dalam kondisi apapun yang namanya risiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit) maupun non bisnis. Suatu risiko yang telah di identifikasi dapat di analisis dan evaluasi sehingga dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya. 3. Prosedur Pengendalian (Control Procedure) Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut: • Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib. • Pelimpahan tanggung jawab. • Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait. • Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional. 4. Pemantauan (Monitoring) Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. Pengendalian intern dapat di monitor dengan baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha pemantauan yang terakhir dapat 33 dilakukan dengan cara mengamati perilaku karyawan atau tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh sistem akuntansi. Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur korporasi atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan sistem pengendalian intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan. 5. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Informasi dan komunikasi merupakan elemen-elemen yang penting dari pengendalian intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan. Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal. Hukum, peristiwa dan kondisi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal. 34