BAB II LANDASAN TEORI A. Investasi dan Portofolio 1. Pengertian Investasi dan Portofolio Investasi merupakan komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lain yang dilakukan saat ini dengan tujuan agar dapat memperoleh keuntungan di masa mendatang atau bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan investor (kesejahteraan moneter). (Kasmir, 2001) Investasi dapat diartikan sebagai cara penanaman modal, baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapat sejumlah keuntungan yang diharapkan dari hasil penanaman modal tersebut. Menurut kamus bahasa Indonesia,”Investasi adalah penanaman uang atau modal di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan”. (Depdiknas 2002 : 441) Portofolio dalam dunia keuangan digunakan untuk menyebutkan kumpulan investasi yang dimiliki oleh institusi maupun perorangan. Memiliki portofolio sering kali merupakan suatu bagian dari investasi dan strategi manajemen resiko yang disebut diverifikasi. Dengan memiliki beberapa asset, resiko tertentu dapat dikurangi. Adapun portofolio yang ditunjukan untuk mengambil suatu resiko tinggi yang disebut portofolio konsentrasi . Melakukan portofolio investasi berarti mengkombinasikan bagian surat berharga yang dimaksudkan untuk mengurangi resiko investasi. Konsep dasar portofolio adalah prinsip deverifikasi.Dengan melakukan deversifikasi maka investor dapat mengurangi resiko portofolio. Portofolio adalah sekumpulan investasi baik berupa asset riil maupun asset keuangan.”Portofolio berarti sekumpulan investasi”( Suad Husnan, 2003 ). 2. Investasi Syariah “ Jika hari kiamat tiba dan seorang diantaramu masih ada yang memegang tanaman ( bibit sebuah pohon ), Maka tanamkanlah.” (HR.Ahmad) Islam bukanlah agama yang anti-investasi meski tidak secara spesifik memberikan pengertian atau definisi khusus tentang investasi.Justru, Islam adalah agama yang Pro-Investasi.Islam menginginkan agar sumber daya yang ada tidak hanya disimpan, tetapi diproduktifkan sehingga bisa memberikan manfaat kepada umat. Tentang penggunaan Modal agar digunakan secara produktif, khalifah Umar pernah menyuruh kaum muslimin dengan mengatakan: “Siapa saja yang memiliki uang, hendaklah ia menginvestasikannya dan siapa saja yang memiliki tanah hendaklah ia menanaminya.” Dalam Islam, Kegiatan bisnis dan investasi adalah hal yang sangat dianjurkan. Meski begitu, Investasi dalam Islam tidak berarti setiap individu bebas melakukan tindakan untuk memperkaya diri atau menimbun kekayaan dengan cara tidak benar. Etika bisnis harus tetap dilandasi oleh norma dan moralitas yang belaku yang dalam ekonomi Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad Saw. Empat landasan normatif dalam etika Islami adalah tauhid, keadilan dan kesejajaran, kehendak bebas, serta pertanggungjawaban (Navqi, 2003; Muslich, 2004 ). Dalam konteks etika Islam, tauhid bisa dimaknai sebagai kepercayaan penuh dan murni terhadap keesaan Allah Swt. Kepercayaan itu menyebabkan manusia menyakini bahwa semuanya adalah milik Allah yang nantinya akan memeperngaruhi bagaimana harus menyeimbangkan kebutuhan material dan spiritual. Meski Islam tidak melarang kepemilikan kekayaan oleh individu, keadilan dalam pembagian manfaat kepada pihak yang terlibat dalam aktifitas ekonomi juga harus tetap ada. Disparitas atau Kesenjangan pendapatan akibat terjadinya konsentrasi kekayaan pada segelintir orang saja juga harus dihindari seperti disebutkan dalam Al-Qur’an: “…..agar (kekayaan) tidak menumpuk ditangan orang –orang yang kaya di antara kamu…” (QS. Al-Hasyr (50) : 7 ) Kebebasan yang diberikan kepada manusia sifatnya juga sangat relative karena kebebasan mutlak adalah hak dan milik Allah Swt Semata. Dengan begitu , prinsip kebebasan individu juga harus tetap dilandasi dan berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Saw. Semantara itu, landasan pertanggung jawaban berarti bahwa segala sesuatu yang dilakukan manusia harus dipertanggungjawabkan terhadap Tuhan,diri Sendiri, Masyarakat dan lingkungan. Dengan begitu, Investasi sebagai salah satu aktivitas ekonomi akan memiliki nuansa spiritual manakala norma syariah dalam pelaksanaannya. Berinvestasi secara syariah, maka insya Allah keuntungan yang bisa diperoleh tidak hanya berupa keuntungan duniawi tetapi juga akhirat. Selain itu dalam investasi keuangan menurut Syariah Islam dapat berkaitan dengan kegiatan perdagangan atau usaha, dimana kegiatan usaha dapat berbentuk usaha yang berkaitan dengan produk atau asset maupun jasa namun yang pasti (Riil). Dengan begitu diperlukannya pengawasan dalam melakukan aktivitas ekonomi tersebut dengan diperlukannya Fatwa Ulama untuk memastikan pemenuhan kualifikasi tersebut. Di Indonesia, Fatwa Ulama diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN). Menurut ( Fatwa Majelis Ulama Indonesia ), bahwa dalam investasi syariah terdapat beberapa kualifikasi yaitu : a. Kegiatan usaha yang dilarang, adalah kegiatan yang berkaitan dengan produk makanan haram (misalnya ; daging babi, minuman beralkohol), kegiatan yang berkaitan dengan perjudian, pelacuran, pornografi, dan juga kegiatan yang bersifat ribawi, disamping itu juga usaha – usaha yang berkaitan dengan rokok, fasilitas perhotelan yang berkaitan dengan hotel atau restoran yang mendukung kegiatan pelacuran, mabuk-mabuk, dan penyalahgunaan narkoba. b. Cara usaha yang dilarang , adalah cara usaha yang memungkinkan kondisi gharar dan masyir. 3. Tujuan Investasi Secara Konvensional dan Syariah Tujuan Investasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor.Mengacu pada pendapat Tadelilin (2010 : 7), kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang. Sumber dana dari asset – asset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain, ataupun dari tabungan . Investor yang mengurangi konsumsinya saat ini akan mempunyai kemungkinan kelebihan dana untuk ditabung. Dana yang berasal dari tabungan tersebut jika di investasikan akan memberikan harapan peningkatan kemampuan konsumsi investor dimasa datang , yang diperoleh dari peningkatan kesahteraan investor tersebut. Mengacu pada pendapat Tadelilin (2010), ada beberapa alasan mengapa seorang melakukan investasi, yaitu: a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang. Seorang bijaksana akan berfikir bagaimana meningkatkan tarif hidupnya dari waktu ke waktu setidaknya berusaha Bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang. b. Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akaibat adanya pengaruh inflasi. c. Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat melakukan investasi pada bidang – bidang usaha tertentu. Tetapi berbeda dalam investasi dalam Islam ( Syariah ), Investasi dalam Islam mempunyai Filter Moral yang merangkum dalam Nilai – nilai ekonomi Islam. Menurut Zainul Arifin (2003 : 4 ) ada empat nilai utama dalam ekonomi Islam : a. Tauhid Nilai tauhid berarti Allah dijadikan titik sentral, sehingga dalam aplikasinya tiap muslim tetap berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan syariat Islam dalam bermuamalah. b. Al Adl Wal Ihsan (berkeadilan) Nilai ini mengiginkan penerapan keadilan dalam bermuamalah. Salah satu bentuknya yaitu keadilan dalam persamaan hak dan kesempatan untuk memperoleh penghidupan yang layak. Disamping itu juga keadilan juga berarti keseimbangan, misalnya bagaimana menjaga keseimbangan antara kebutuhan generasi saat ini dengan generasi masa mendatang. c. Ikhtiar (Kebebasan Berusaha) Allah memberikan manusia kebebasan berusaha untuk kesejahteraan dirinya dan terpenuhinya kebutuhan selama sesuai dengan ajaran Islam. Jadi kebebasan berusaha disini adalah kebebasan yang terkait dengan nilai – nilai Islam. d. Fardh (Tanggung Jawab) Manusia sebagai pemegang amanah harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya baik di dunia maupun di akhirat. Indikasinya adalah manusia akan berusaha menjaga tatanan kehisdupannya dan masyarakatnya agar tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jika ke empat nilai diatas diterapkan maka kegiatan ekonomi akan berjalan dengan yang disyariatkan oleh Islam. Menurut Zainul Arifin (2003 : 4) dibawah ini akan dikemukakan beberapa tujuan Investasi dalam Syariah, diantaranya adalah : a. Ridho Allah Ridho Allah merupakan tujuan dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh setiap muslim bahkan juga dalam kegiatan ekonomi. Investasi yang bertujuan pada ridho Allah tentu akan berindikasi pada pendanaan usaha – usaha (investasi) yang diperbolehkan oleh Islam, seperti tidak boleh investasi pada usaha –usaha yang mengandung riba, perjudian, maksiat dan lainya yang merusak. b. Mendapatkan keuntungan halal Memperoleh keuntungan merupakan tujuan umum dari semua kegiatan ekonomi. Lain halnya dengan seorang muslim, ia tidak hanya menginginkan sekedar keuntungan saja tetapi keuntungan ini harus halal. Ini sesuai dengan Al-Qur’an Surat Al-Maidah : 88 “Dan makanlah makanan yang halal lagi bagi dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah agara kamu beriman kepadanya” c. Tolong Menolong Selain Memperoleh keuntungan, investasi bagi seseorang muslim juga harus membantu orang lain. Selain berinvestasi lebih menguntungkan dari pada dana yang menganggur (Idle), Hal ini bisa merusak perekonomian dan menyebabkan harta hanyaberpusat pada orang – orang tertentu saja. Investasi dapat dikatakan pendirtibusian secara tidak langsung. Karena investasi dapat diperbaharui alat – alat produksi, juga membuka kesempatan kerja bagi banyak orang yang berakibat pada meningkatnya pendapatan. Artinya terjadi pemerataan atau keadilan ekonomi. B. Return Realisasi dan Return Ekspektasi Menurut Jogianto (Jogianto, 2000, : 109), “Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi dimasa mendatang”. 1. Return Realisasi (Realized Return) Return realisasi merupakan yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data histories. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return histories ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko dimasa mendatang. Retun realisasi dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Ri = NAB t – NABt-1 NABt-1 (2.2) Dimana : Ri = Tingkat pengembalian investasi NABt = Nilai Aktiva Bersih bulan sekarang NABt-1 = Nilai Aktiva Bersih bulan lalu 2. Return Ekspektasi (Expected Return) Return Ekspektasi adalah return yang diharapkan akan memperoleh oleh investor dimasa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi bersifat belum terjadi. Return ekspektasi ini dapat diukur dengan menggunakan rumus (Abdul Halim, 2005 : 34) (2.3) Dimana : E(Ri) = Rata – rata pengembalian investas yang diharapkan Ri = Tingkat pengembalian investasi n = Jumlah periode selama transaksi C. Risiko 1. Pengertian Risiko Hanya menghitung return saja untuk suatu investasi tidaklah cukup, risiko dari investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisahkan karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung semakin besar return yang harus kompensasikan. Risiko sering dihubungkan dengan penyimpangan atau deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Van Home dan Wachowich,Jr (1992) mendefinisikan risiko sebagai varibilitas return terhadap return yang diharapkan (Jogiyanto, 2000 : 124). Variance merupakan kuadrat dari standar deviasi, untuk menghitungnya dapat digunakan rumus sebagai berikut : ( Abdul Halim, 2005 : 42) n ∑ i=1 [Ri – E(Ri)]2 (2.4) Var (Ri) = n Dimana : Var (Ri) = σi2I = E(Ri) = Rata – rata pengembalian investasi Ri = Tingkat pengembalian investasi bulanan n = Jumlah bulan yang digunakan Varian dari pengembalian investasi Sedangkan standar deviasi dari Return pasar adalah akar dari varian (Jogianto, 2003 : 131) σ = √Var (Ri) Dimana : σ = Standar Deviasi Var (Ri) = Varian dari pengembalian investasi (2.5) 2. Jenis – jenis Risiko Dalam konteks investasi portofolio dibedakan menjadi dua (Abdul Halim,2005 : 39 40) yaitu : a. Risiko Sistematik (systematic risk) Risiko yang tidak dihilangkan dengan melakukan diverisifikasi karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor – faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan, seperti adanya perubahan tingkat bunga, kurs, kebijakan pemerintah dan sebagainya. b. Risiko tidak Sistematik (unsystematic risk) Risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu. Fluktuasi tiap saham akan berbeda – beda sehingga masing - masing saham memiliki tingkat sensitivitas berbeda terhadap setiap perubahan pasar, seperti faktor struktur asset, tingkat likuiditas dan sebaginya. Berdasarkan dari jenis – jenis risiko tersebut diatas maka terbentuklah risiko total, dimana suatu risiko dan asset tunggal yang terdiri dari risiko tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko total dapat digambarkan sebagai berikut Gambar 2.1 Risiko Portofolio ………………………………………………. Unsystematic risk Total risk Systematic risk N,Jumlah sekuritas dalam portofolio Sumber : Abdul Halim (2003 : 40) Dalam gambar 2.1 tersebut tampak bahwa semakin banyak jumlah saham dalam portofolio maka semakin kecil unsystematic risk. Oleh karena unsystematic risk dapat dihilangkan dengan diversifikasi, maka risiko ini menjadi tidak relevan dalam portofolio, sehingga yang relevan bagi investor adalah risiko pasar atau systematic risk yang diukur dengan beta (β). 3. Hubungan Antara Return Ekspektasi dengan Risiko Return ekspektasi dan risiko mempunyai hubungan yang positif , semakin besar risiko suatu sekuritas semakin besar return yang diharapkan. Sebaliknya, semakin kecil return yang diharapkan semakin kecil risiko yang harus ditanggung. Hubungan positif ini hanya berlaku untuk 30 return ekspektasi atau exante return (before the fact) Yaitu untuk return yang belum terjadi. Untuk return realisasi (yang sudah terjadi) hubungan positif ini dapat tidak terjadi. Untuk pasar yang rasional, kadang kala return realisasi yang tinggi tidak mesti mempunyai risiko yang tinggi pula. Bahkan keadaan sebaliknya dapat terjadi yaitu return realisasi yang tinggi hanya mempunyai risiko yang kecil. Hubungan positif antara return ekspektasi dengan risiko dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2 Hubungan Positif Return Ekspektasi dengan Risiko Return Ekspektasi Futures Waran Opsi Saham Obligasi Deposito Risiko Sumber : Jogiyanto (2000 : 139) Pada gambar terlihat bahwa suatu aktiva yang tidak mempunyai risiko (misalnya adalah seperti Sertifikat Bank Indonesia ) hanya akan memperoleh return ekspektasi yang rendah yaitu return bebas risiko. Jika investor menginginkan return yang lebih tinggi maka ia harus menanggung risiko yang lebih tinggi. 4. Aset Berisiko dan Bebas Risiko Dalam Berinvestasi, Investor bisa memilih menginvestasikan dananya pada berbagai asset baik asset yang berisiko maupun asset yang tidak berisiko ataupun kombinasi dari kedua asset tersebut. Pilihan investor pada asset – asset tersebut tergantung dari sejauh mana preferensi investor terhadap risiko. Semakin enggan investor terhadap risiko (risk averse), maka pilihan investasinya akan cenderung lebih banyak pada asset-aset bebas risiko. Aset berisiko adalah asset-asset yang tingkat aktualnya di masa depan masih mengandung ketidakpastian. Salah satu contoh asset berisiko adalah saham sedangkan asset bebas risiko merupakan asset yang tingkat returnya di masa depan sudah bisa dipastikan pada saat ini dan ditunjukan oleh varians return yang sama dengan nol. Salah satu contoh asset bebas risiko adalah obligasi jangka pendek yang diterbitkan oleh pemerintah. Untuk menentukan tingkat bebas risiko rata-rata dapat menggunakan rumus berikut (Sharpe, Alexander, dan Bailey, 2005 : 444) : T ∑ Rf t T=1 αRf = T Dimana : αRf = tingkat bebas risiko rata-rata Rf = risk free periode t T = jumlah periode penelitian D. Risiko dan pengembalian dalam investasi (2.9) Seorang investor maupun perusahaan yang melakukan kegiatan investasi selalu dihadapkan pada risiko dan return yang terkandung dalam investasi tersebut. Return dapat diartikan sebagai hasil pengembalian investasi (pada umumnya dinyatakan dalam persentase dari investasi). Pengukuran return ini sangat penting bagi investor untuk menafsir seberapa baik manajer investasi melakukan investasi. Sedangkan risiko adalah besarnya penyimpangan yang mungkin terjadi dari return yang diharapkan. Kebanyakan para investor mengetahui, bahwa hasil yang diperoleh sebenarnya kurang dari hasil yang diharapkan. Investor harus mau membeli asset khusus jika expected return cukup memadai untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan, tetapi mereka harus mengerti bahwa harapan mereka terhadap pengembalian asset tersebut tidak mungkin terwujud. Risiko dan Pengembalian (Return) merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, karena Risiko dan pengembalian (Return) memiliki Hubungan yang Positif. Semakin besar risiko yang ditanggung maka semakin besar Pengembalian (return) yang diharapkan. Return dapat berupa return ralisasi dan return ekspektasi. “ Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan mendatang” (Jogiyanto, 2003 : 109 ). Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Sedangkan risiko adalah “kemungkinan tingkat keuntungan yang diperoleh menyimpang dari tingkat keuntungan yang diharapkan” (Husnan, 2004 : 52). Menurut Eduardus Tandelilin dalam analisis tradisional, risiko total dari berbagai asset keuangan bersumber dari : a. Interest Rate Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas Return karena fluktuasi dalam keseluruhan pasar sehingga berpengaruh pada semua sekurias. b. Market Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas return karena fluktuasi dalam keseluruhan pasar sehingga berpengaruh pada semua askuritas. c. Inflation Risk. Suatu faktor yang mempengaruhi semua sekuritas adalah purchasing power risk. Jika suku bunga naik, maka inflasi juga meningkat, karena leadrs membutuhkan tambahan premium inflasi untuk menganti rugi purchasing power. d. Business Risk. Risiko yang ada karena melakukan bisnis pada industri tertentu. e. Financial Risk. risiko yang timbul karena penggunaan leverag financial oleh perusahaan. f. Liquaidity Risk. risiko yang berhubungan dengan pasar sekunder tertentu di mana sekuritas diperdagangkan. Suatu investasi jika dapat dibeli dan dijual dengan cepat tanpa perubahan harga yang spesifikan, maka investasi tersebut dikatakan liquid, demikian sebaliknya. g. Exchange Rate Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas return sekuritas karena fluktasi kurs currency. h. Country Risk. Risiko ini menyangkut politik suatu negara sehingga mengarah pada political risk. E. Hubungan Investasi dan Pasar Dalam menganalisa kinerja investasi yang menggunakan suatu benchmark sebagai pembandingnya. Perlu adanya suatu analisa atas keterkaitan atau hubungan diantara keduanya. 1. Covariance Saham Dengan Pasar Apakah Kovarian? Menurut Sharpe (Sharpe, Alexander dan Bailey, 2005 : 188) dalam bukunya yang berjudul “investasi” memberikan pengertian “kovarian adalah ukuran statistic dari hubungan antara dua variabel acak. Jadi kovarian mengukur bagaimana dua variabel acak seperti return sekuritas i dan j yang sama – sama bergerak”. Sedangkan menurut Bodiem Kane, dan Mercus (Bodie, Kane, dan Marcus, 2002 : 165). “The covariance measure how much the return on two risky asset move together. A Positif covariance means that asset return move together. A negative covariance mean that they very inversely”. Jadi pengertian kovarian adalah suatu pengukuran statistic untuk mengukur berapa jauh hubungan antara dua variabel untuk bergerak bersama. Kovarian positif menunjukan dua kombinasi variabel bergerak searah, sedangkan jika varian negative maka pergerakannya berlawanan. Pengunaan rumus kovarian berikut ini berupa penyesuain terhadap penulisan skripsi berdasarkan buku Jogianto (Jogianto, 2000 : 147 ) [Ri – E(Ri)[Rm – E(Rm)] COV (Ri,Rm) =σ Ri,Rm = n (2.6) Dimana : σ Ri,Rm = Covariance antara investasi dan pasar Ri = return investasi E(Ri) = expected return investasi Rm = return pasar E(Rm) = expected return pasar n = jumlah periode analisa 2. Koefisien Korelasi Konsep dari kovarian dapat dinyatakan dalam bentuk korelasi. Koefisien korelasi menunjukkan besarnya hubungan pergerakan antara dua variabel relative terhadap masing – masing deviasinya dengan demikian, nilai koefisien korelasi antara variabel i dan m dapat dihitung dengan membagi nilai kovarian dengan deviasi variabel – variabelnya: COV (Ri,Rm) (2.7) ρ im = σi,σ Dimana : ρ i,m = koefisien korelasi investasi dengan pasar COV (Ri, Rm) = Kovarian investasi dan pasar σi = standar deviasi investasi σm = standar deviasi pasar Nilai koefisien korelasi berkisar dari +1 sampai dengan -1.Nilai koefisien korelasi +1 menunjukan korelasi positif sempurna, nilai korelasi 0 menunjukkan tidak ada korelasi dan nilai koefisien korelasi -1 menunjukkan koefisien korelasi negative sempurna. 3. Koefisien Determinasi Menurut Bodie, Kane, dan Marcus dalam bukunya “investments” (Bodie, Kane, dan Marcus,2002 : 305) : R-SQR, show the square of correlation between Rid an Rm. The R-Square,R2,Which is Sometimes Called the coefficient of determination, gives the fraction of the varience of the dependent variable ( the return on stock) that is explained by movement in independent variable (the return on S&P indexs”. Sedangkan menurut Suad Husnan ( Husnan, 2003 : 91 – 91 ) “Koefisien deteminasi (yaitu bentuk kuadrat dari koefisien korelasi) menunjukkan proporsi perubahan nilai Ri yang bisa dijelaskan oleh Rm. Semakin banyak sekuritas yang" digunakan dalam portofolio, semakin besar nilai koefisien deteminasinya”. Jika Koefisien deteminasi adalah bentuk kuadrat dari koefisien korelasi yang menunjukkan proporsio suatu variabel dependen (Ri) yang berhubungan dengan variabel independen (Rm). Sehingga terlihat seberapa Banyak gerakan variabel dependen yang dapat dijelaskan dipengaruhi oleh independen variabel. F. Beta (β) atau Beta merupakan suatu pengukur volalitas (volability) return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap pasar. Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relative terhadap risiko pasar. Adapun volalitas adalah fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode waktu tertentu (jogiyanto, 2000 : 237-238). Untuk menghitung Beta yang mempresentasikan risiko dapat digunakan rumus sebagi berikut : COV (Ri;Rm) β= Var (Rm) (2.8) Dimana : β = tingkat risiko pasar COV (Ri;Rm) = kovarian return investasi dengan pasar Var (Rm) = Varian pasar G. Risk Adjust Performance Melihat kinerja sebuah portofolio tidak bisa hanya melihat tingkat pengembalian (return) yang dihasilkan portofolio tersebut, tetapi kita juga harus memperhatikan factor – factor lain seperti risiko portofolio tersebut. Dengan berdasarkan teori pasar modal, beberapa ukuran kinerja portofolio sudah memasukkan factor return dan risiko dalam perhitungannya. Beberapa ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukkan factor risiko adalah motode indeks Sharpe, Indeks Treynor dan indeks Jensen ( Eduardus Tandelilin,2010 : 324). 1. Metode Indeks Sharpe Metode indeks Sharpe dikembangkan oleh Wiliam Sharpe dan sering juga disebut dengan reward to variability ratio. Indeks Sharpe mendasarkan perhitungan pada konsep garis pasar modal ( capital market line ) sebagai patok duga, yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio (sama dengan selisih rata – rata tingkat keuntungan portofolio dengan rata –rata bunga bebas risiko) dengan standar deviasinya (risiko total). Untuk Menghitung indeks sharpe dapat menggunakan persamaan berikut : Ri – Rf Si = (2.10) σi Dimana : Si = indeks Sharpe Portofolio Investasi RI = Rata – rata return portofolio investasi selama periode pengamatan Rf = Rata – rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan σi = standart deviasi return portofolio investasi selama periode pengamatan 2. Metode Indeks Treynor Metode indeks Treynor merupakan ukuran kinerja portofolio yang dikembangkan oleh Jack Treynor dan indeks ini sering disebut juga dengan reward to volatility ratio. Sama halnya seperti indeks Sharpe, pada indeks Treynor kinerja portofolio dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio tersebut. Perbedaan dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas (security market line) sebagai stok duga dan bukan garis pasar modal seperti indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko sistematis. Indeks Treynor suatu portofolio dalam periode tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Ri – Rf (2.11) Ti = βi Dimana : Ti = indeks Treynor Portofolio Ri = rata – rata return portofolio investasi selama periode pengamatan Rf = rata – rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan Βi = Beta portofolio investasi 3. Metode Indek Jensen Metode ini didasarkan pada konsep security market line yang merupakan garis yang menghubungkan portofolio pasar dengan kesempatan investasi bebas risiko yaitu persamaan garis yang melewati titik (0,Rf) dan (1, Rm). Garis Security market line memperlihatkan hubungan antara systematic risk dan expected return dari suatu portofolio pada saat pasar dalam keadaan equilibrium. Jadi security market line merupakan kemiringan dari beta atau suatu garis regresi dengan interceptnya adalah Rf dan Slopenya dinyatakan sebagai [E(Rm)-Rf] atau 1m. Sehingga untuk mencari besarnya tingkat penegmbalian pasar yang dikehendaki (required of return) dalam konsep security market line dapat diformulasikan dengan persamaan berikut (Sharpe,Alexander dan Bailey,2005 : 445): Rsml = Rf + (E(Rm) – Rf) βi Dimana : Rsml = return security market line 7 Rf = rata –rata tingkat return bebas risiko E(Rm) = rata – rata return pasar (2.12) βi = beta portofolio investasi Persamaan indeks Jensen dan indeks Treynor adalah sama – sama menggunakan garis pasar sekuritas. Sedangkan perbedaannya bahwa indeks Treynor sama dengan Slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan selisih antara return rata –rata dan return portofolio acuan. Perbedaan ini biasanya disebut alfa atau differentia return portofolio dan dinotasikan: α i = E(Ri) – Rsml atau (2.13) α i = E(Ri) – [Rf + (E(Rm) – Rf) β I ] berdasarkan uraian diatas, maka Jensen dapat dimodifikasi dengan menggunakan formula sebagai berikut : Ji = (Ri – Rf ) – β i (Rm – Rf ) (2.14) Dimana : Ji = indeks Jensen (bisa juga dinyatakan dengan alfa= a ) Rf = rata – rata tingkat return bebas risiko Rm = rata – rata return pasar Ri = rata –rata Ireturn investasi Βi = Beta Portofolio investasi Ri – Rf = Premi risiko Investasi Rm – Rm = premi Risiko Pasar H. Reksa Dana 1. Pengertian Reksa Dana Konvensional dan Syariah Dilihat dari asal katanya, reksa dana berasal dari kata ‘reksa’ yang berarti jaga atau pelihara dan kata ‘dana’ yang berarti (kumpulan) uang, sehingga reksa dana dapat diartikan sebagai ‘kumpulan uang yang dipelihara (bersama untuk suatu kepentingan).’ Umumnya, reksa dana diartikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat investor, untuk selanjutnya untuk menghimpun dana dari masyarakat investor, untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manager investasi (fund manager). Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) mendefinisikan : “Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi”. Ada tiga hal yang terkait dari definisi tersebut, yaitu : a. Adanya dana dari masyarakat investor b. Dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek c. Dana tersebut dikelola oleh manajer investasi Dengan demikian, dana yang ada dalam reksa dana merupakan dana bersama para investor, sedangkan manajer investasi adalah pihak yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Reksa Dana di Amerika Serikat dikenal dengan istilah Mutual Fund, di Inggris dikenal dengan sebutan Unit Trust, sedangkan di Jepang dikenal dengan Istilah Investment Trus. Sementara Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 20/DSN/MUI/IV/2001.Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariat Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pihak harta (Shahibul maal atau rabb al-mal) dengan manager investasi sebagai wakil shahibul maal dengan pengguna investasi. Pada dasarnya reksadana konvensional dengan Reksa Dana Syariah adalah sama, hanya saja dilihat dari bentuk investasi dananya, Reksa Dana Syariah tidak boleh berinvestasi pada bidang – bidang yang bertentangan dengan Syari’at Islam : pabrik makanan atau minuman yang mengandung alkohol, daging babi, rokok, jasa keuangan konvensional (riba), pornografi serta bisnis hiburan yang berbau maksiat. 2. Keuntungan dan Resiko Reksa Dana Syariah dan Konvensional Manfaat yang diperoleh investor jika melakukan investasi dalam Reksa Dana antara lain: a. Investor, walaupun tidak memiliki dana cukup besar,dapat melakukan diverifikasi investasi dalam efek, sehingga dapat memperkecil risiko. Sebagai contoh, seorang investor dengan dana terbatas dapat memiliki portofolio obligasi yang tidak mungkin dilakukan jika memiliki dana besar. Dengan reksadana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar sehingga memudahkan diverifikasi, baik untuk instrumen di pasar modal maupun pasar uang. Artinya, investasi dilakukan pada berbagai jenis intrumen, seperti deposito, saham , dan obligasi. b. Reksa Dana mempermudah investor untuk melakukan investasi dipasar modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang mudah,namun memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua investor pengetahuan tersebut. c. Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada reksadana yang dikelola oleh manajer investasi profesional, investor tidak perlu repot-repot memantau kinerja investasi karena kegiatannya tersebut telah dialihkan kepada manajer investasi. Sedangkan risiko dari reksadana seperti wahana investasi lain, di samping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, reksadana pun mengandung berbagai peluang resiko, antara lain: a. Resiko berkurangnya nilai unit penyertaan Resiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham,obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portofolio reksadana tersebut. b. Risiko likuiditas Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh manajer investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya.Manajer investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas penjualan tersebut. c. Risiko wanprestasi ( Gagal Bayar ) d. Risiko ini merupakan resiko terburuk, dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan reksadana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana,pialang,Bank Kustodian,agen pembayaran, atau bencana alam, yang menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana. 3. Perbedaan Reksa Dana Syariah dan Konvesional Kegiatan Reksa Dana yang ada sekarang masih banyak mengandung unsur – unsur yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Ada beberapa hal yang membedakan antara reksa dana konvensional dan Reksa Dana Syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam investasi syariah ini. a. Kelembagaan Dalam Syariah Islam belum dikenal lembaga badan hukum seperti sekarang.tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya mencerminkan kepemilikan saham dari perusahaan yang secara Syariah diakui. Namun demikian , dalam hal Reksa Dana Syariah, keputusan tertinggi dalam hal keabsahan produk adalah dewan pengawas Syariah yang beranggotakan beberapa Alim Ulama dan Ahli Ekonomi Syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur Syariah yang menjadi Prinsip Investasi. b. Hubungan Investor dengan Perusahaan Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola.Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola.Maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam Reksa Dana Syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam Reksa Dana Syariah merupakan yang harta (mal) yang diperbolehkan untuk diperjual belikan dalam Syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakuakan dengan jelas. c. Kegiatan Investasi Reksa Dana Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah dapat melakuakan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah. Diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan lain – lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Dalam kaitannya dengan sahamsaham yang diperjual belikan dibursa saham.BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham –saham yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII).Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah. Dalam melakukan transaksi Reksa Dana Syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya 4. Bentuk Hukum Reksa Dana A. Reksa dana berbentuk perseroan (Corporate Type). Dalam Reksa Dana bentuk ini, perusahaan penerbit reksadana menghimpun dana dengan menjual Saham, dan selanjutnya dana dari hasil penjualan tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar modal maupun pasar uang. Reksa Dana bentuk perseroan dibedakan lagi berdasarkan sifatnya menjadi reksa dana perseroan yang tertutup dan reksa dana perseroan yang terbuka. Bentuk ini mempunyai cirri-ciri berikut: a. Bentuk hukumnya adalah perseroan terbatas (PT) b. Pengelolaan kekayaan reksa dana didasrakan pada kontrak antara direksi perusahaan dengan manajer investasi yang ditunjuk c. Penyimpanan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara manjer investasi dengan Bank Kustodian. B. Reksa Dana Berebentuk Investasi Kolektif (Contractual Type) Reksa Dana bentuk ini merupakan kontrak antara manajer investasi dengan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Unit Penyertaan (UP), di mana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Bentuk inilah yang lebih popular dan jumlahnya semakin bertambah dibandingkan reksa dana yang berbentuk perseroan. Bentuk ini mempunyai ciri –ciri sebagai berikut: a. Bentuk hukumnya adalah Kontrak Investasi Kolektif b. Pengelolaan reksa dana dilakukan oleh manajer investasi berdasarkan kontrak c. Penyimpanan kekayaan investasi kolektif dilaksanakan oleh Bank Kustodian berdsarkan kontrak. 5. Jenis – Jenis Reksa Dana a . Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) RDPU adalah Reksa Dana yang melakukan sebagian besar investasinya ke efek- efek utang berjangka kurang dari setahun. Contohnya, SBI, deposito, obligasi, dan surat berharga lainnya.Tingkat risiko pada RDPU adalah yang paling rendah. begitu juga dengan returnnya, terkecil dibandingkan Reksa Dana lainnya. b. Reksa Dana Pendapatan Tetap (RDPT) RDPT adalah tipe Reksa Dana yang menaruh sebagian besar investasinya (minimum 80%) pada obligasi atau surat utang berjangka pendek, menengah, hingga berjangka panjang. Sedangkan sisanya boleh ditempatkan dalam instrumen keuangan lainnya. Obligasi pada RDPT mempunyai sistem pembayaran bunga dengan tingkat bunga tertentu seperti deposito tetapi obligasi bisa diperjualbelikan sebelum jatuh tempo di pasar sekunder. Pada kurun waktu tertentu seperti 3 bulan sekali, 6 bulan sekali, atau setahun sekali, akan dibagikan dividen. c. Reksa Dana Saham (RDS) RDS adalah Reksa Dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam saham. Jika pada RDPU dan RDPT, investor lebih berorientasi pada pendapatan bunga, maka pada RDS ini, saham umumnya memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa capital gain melalui kenaikan harga saham. d. Reksa Dana Campuran (RDC) RDC adalah Reksa Dana yang melakukan investasi pada ketiga instrumen terebut di atas. RDC ini bisa melakukan diversifikasi portofolio pada surat-surat berharga secara lebih fleksibel.Dengan demikian, Manajer Investasi dari RDC lebih leluasa dalam mengatur komposisi portofolionya sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi di pasar. 6. Pihak – Pihak Yang Mengelola Reksa Dana Pengelolaan Reksa Dana dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan izin dari BAPEPAM sebagai manajer investasi. Perusahaan pengelola reksa dana dapat berupa: a. Perusahaan Efek, di mana umumnya membentuk divisi atau PT tersendiri yang khusus manangani reksa dana, misalnya Danareksa Investment Management atau Trimegah Investment Management b. Perusahaan yang secara khusus bergerak sebagai perusahaan investasi (investmen management company ) Selain perusahaan manajemen investasi yang bergerak sebagai pengelola dana, maka pihak lain yang terlibat pengelolaan suatu reksa dana adalah Bank Kustodian. Bank Kustodian mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam hal menyimpan, menjaga dan mengadministrasikan kekayaan, baik dalam pencatatan maupun pembayaran/penjualan kembali suatu reksa dana berdasarkan kontrak yang dibuat bersama manajer investasi. Dalam undang – undang Pasar Modal, disebutkan bahwa kekayaan reksa dana wajib disimpan pada Bank Kustodian Sehingga pihak Manajer Investasi memegang langsung kekayaan tersebut. Selain itu, Bank Kustodian dilarang terafiliasi dengan manajer investasi sebagai tujuan menghindari adanya benturan kepentingan dalam pengelolaan kekayaan reksa dana. 7. Nilai Aktiva Bersih (NAB) Nilai aktiva bersih (NAB) atau Net Asset Value (NAV) merupakan alat ukur kinerja reksa dana. Nilai aktiva bersih berasal dari nilai portofolio reksa dana yang bersangkutan. Seperti yang kita ketahui, aktiva atau kekayaan reksa dana dapat berupa kas, deposito, SBPU, SBI, surat berharga komersial, saham, obligasi, right, dan efek lainnya. Sementara, kewajiban reksa dana dapat berupa fee manajer investasi yang belum dibayar, fee Bank Kustodian yang belum dibayar, pajak-pajak yang belum dibayar, fee pialang yang belum dibayar, serta pembelian efek yang belum dilunasi. NAB merupakan jumlah aktiva setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang ada, sedangkan NAB per Unit Penyertaan merupakan jumlah NAB dibagi jumlah nilai Unit Penyertaan yang beredar (outstanding). Dari penjelasan di atas, dapat dimengerti jika nilai NAB akan mengalami kenaikan atau penurunan, karena nilai NAB sangat bergantung pada kinerja asset yang merupakan portofolio reksa dana tersebut. Kalau harga pasar asset-aset suatu reksa dana mengalami kenaikan, maka NABnya tentu akan mengalami kenaikan, demikian juga sebaiknya. Setiap sore, manajer investasi akan menilai harga pasar wajar seluruh asset reksa dana. Nilai pasar wajar tersebut meliputi semua keuntungan atau kerugian, baik yang telah direalisasikan maupun yang belum. (jika harga saham dalam portofolio naik, nilai portofolio akan naik pula,walaupun sahamnya sendiri tidak dijual) NAB per saham/unit dihitung setiap hari oleh Bank Kustodian setelah mendapat data dari manajer investasi dan nilai tersebutlah yang kemudian dapat dilihat keesokan harinya di media massa. 8. Lembaga atau Profesi Penunjang Reksadana Syariah Adapun lembaga atau profesi yang terkait dengan pengelolaan Reksa Dana Syariah adalah : a. BAPEPAM Adalah instansi yang mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal di Indonesia. b. Dewan Pengawas Syariah Sebagai bagian dari Reksadana tersebut dan anggotanya merupakan rekomendasi dari DSN – MUI dan bertugas member arahan kegiatan Manajer Investasi agar sesuai dengan Syariah Islam. c. Manajer Investasi Adalah pihak yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya dikelola dalam portofolio efek. d. Bank Kostodian Adalah lembaga yang memberikan jasa penitipan efek dan mengadministrasikan kekayaan reksadana. e. Akuntan Publik Adalah pihak yang bertugas memeriksa laporan keuangan dan memberikan pendapat wajar terhadap laporan keuangan suatu perusahaan Manajer Investasi yang berkaitan dengan reksadana. f. Konsultan Hukum Adalah pihak yang berperan memberikan perlindungan kepada investor dari segi hukum dan menjamin keabsahan dokumen-dokumen perusahaan ( Manajer Investasi,Bank Kostodian, KIK ) yang mendukung reksadana tersebut. g. Notaris U7pAdalah pihak yang berperan langsung dalam pembuatan akte – akte perjanjian / kontrak yang diperlukan dalam pendirian reksadana. h. Promotor / Sponsor Adalah pihak yang memberikan dana awal untuk mengelola reksadana. 9. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian Judul Variabel Hasil Penelitian Terdahulu Iga Nugroho Analisis Perbandingan Kinerja -Jumlah return (2012) Kinerja, Konvensional lebih Risiko Dan Risk Tingkat Pengembalian Return besar dari Syariah dan Reksa Risiko juga lebih Konvensional Dana Dan Reksa Dana Syariah besar Konvensional dibanding Syariah -Baik menggunakam Multiple Benchmark Index maupun Single Benchmark Index maupun Single Benchmark Index menunjukkan bahwa kinerja Reksa Dana Syariah outperform dibandingkan Reksa Dana Konvensional