4 Ketrampilan Dasar Diagnostik 4.1 Anamnesis Anamnesis merupakan percakapan profesional terencana antara dokter-pasien dalam rangka menyusun riwayat penyakit. Melalui kegiatan ini penderita diharapkan dapat mengemukakan berbagai keluhan yang dirasakan kepada dokter, sehingga informasi mengenai penyakit balk yang sesungguhnya ataupun yang dicurigai dapat ditegakkan. Disamping memberi arah dan luasnya pemeriksaan, riwayat ini memberikan kontribusi yang tidak kecil dalam mengungkap berbagai faktor terkait seperti faktor mental, sosialekonomi, dan budaya yang mungkin menjadi latar belakang penyakit atau masalah kesehatan yang sedang dihadapi pasien. Perasaan kurang percaya diri dan kreagu-raguan khususnya bagi pemula yang baru masuk klinik dapat mengurangi kewibawaan mereka dihadapan penderita. Bekal pengetahuan fakta medik-dental saja tidak akan banyak bermanfaat jika mereka tidak terlatih untuk mencari makna yang tersembunyi dari berbagai tanggapan yang diberikan penderita sebagai pribadi seutuhnya. Sikap sating percaya, sating menghargai, dan empati akan sangat mendukung terbinanya sambung rasa dan kelancaran komunikasi antara pasien dengan dokter, sehingga jawaban-jawaban yang diberikan pasien balk verbal atau non verbal dapat mengambarkan perwujudan penyakit yang sebenarnya. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan saat melakukan ananmnesis: Memulai wawancara Dengan sikap rendah hati berikan salam hormat kepada pasien (misalnya dengan jabat Langan atau gerak isyarat mempersilahkan pasien duduk). Melalui pendekatan yang sopan umumnya penderita akan memberi respon yang menyenangkan. Sikap menghadapi pasien Tanpa memandang siapa yang saudara hadapi, tunjukkan sikap yang sungguhsungguh ingin menolong pasien (bukan hanya belajar semata). Hadapi pasien de ngan tenang dan hindari banyak aktifitas yang dapat mengganggu pasien ( misalnya sering melihat jam atau mencatat hasil wawancara dengan tergesa-gesa.) Lakukan pendekatan secara kekeluargaan sebelum menanyakan permasalahan pokok atau keluhan utamanya. Pasien yang memeriksakan ke bagian oral medicine khususnya sering disertai kekuatiran mengenai penyakit yang sedang diderita, dan karena penderitaan yang kronis biasanya pasien juga peka atau mudah marah. Untuk Universitas Gadjah Mada 1 itu dalam setiap pembicaraan dengan pasien, jangan sekali-kali mengajukan pertanyaan yang menyinggung perasaan atau mengungkap kelemahan pasien. Mengajukan pertanyaan kepada pasien. Gunakanlah pertanyaan yang sifatnya terbuka dan mudah dimengerti, sehingga pasien dapat dengan bebas mengutarakan keluhannya. Mulailah dengan mengajukan pertanyaan yang cakupannya luas, baru kemudian dilanjutkan pertanyaan yang lebih rind. Hindari pertanyaan yang sifatnya memaksa mengarahkan. Misalnya apakah nyeri giginya terasa sampai ke kepala? Hindari pertanyaan yang banyak secara berurutan: Kapan sakit timbul? Waktu itu sedang apa? Hal-hal apa yang meringankan?. Hindari pertanyaan mengapa. Mengapa sekarang baru diperiksakan? Pasien akan merasa dirinya dipojokkan dan malu, sehingga akan memberi respon yang diawali dengan nervous atau tersenyum malu Mencatat hasil wawancara. Fakta klinis penting atau yang menonjol memang perlu perhatian khusus, namun jika pencatatannya dilakukan selama wawancara justru dapat mengacaukan pikiran pasien dan mengganggu jalannya wawancara. Untuk itu maka pencatatannya dapat dilakukan setelah wawancara selesai. Menggunakan daftar pertanyaan ( Questionnaire ). Walaupun dengan cara ini kelihatannya praktis, namun cara demikian tidak dapat menggantikan wawancara yang sebenarnya. Untuk kasus-kasus yang sifatnya individual cara ini tidak akan dapat memberikan informasi yang lengkap dan rind. Agar riwayat penyakit dapat lengkap dan akurat maka untuk menyusunnya perlu pendekatan yang sistematis dan runtut meliputi unsur-unsur berikut ini: Data demografis Merupakan informasi yang harus dicatat pertama kali dalam diagnostic database, yaitu identitas pasien yang antara lain meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, tempat lahir, pekerjaan, agama dan alamat pasien. Jika pasien mempunyai dokter pribadi atau keluarga perlu dicatat alamat dokter yang bersangkuan. Informasi demikian penting karena beberapa penyakit dan kondisi tertentu dijumpai pada kelompok umur, jenis kelamin, ras atau kelompok pekerja tertentu. Universitas Gadjah Mada 2 Keluhan utama ( Chief complaint ) Merupakan pernyataan pasien mengenai masalah atau penyakit yang mendorong penderita memeriksakan diri. Oleh karena tidak semua pasien yang datang dengan keluhan atau complaint, istilah chief complaint sebenarnya kurang sesuai. Istilah the patient's statement problem kiranya lebih tepat. Pernyataan masalah ini hendaknya sesuai dengan apa yang dikemukakan pasien atau menggunakan bahasa pasien. Untuk itu pasien harus diberi kesempatan penuh untuk menceritakan keluhan atau masalah yang sedang dihadapi. Perlu diperhatikan bahwa permasaiahan setiap pasien berbeda, kadang sederhana tetapi untuk pasien yang lain permasalahannya lebih kompleks. Untuk itu jika pasien mempunyai lebih dari satu keluhan atau masalah, perlu dikaji lebih lanjut keluhan mana yang paling mengganggu dan bagaimana urutan timbulnya berbagai keluhan terse-but. Dari sini mungkin baru dapat ditentukan permasalahan pokok pasien yang mungkin mendasari timbulnya berbagai keluhan yang lain. Karena tidak semua pasien mampu untuk mengungkapkan permasalahan mereka dengan jelas dan lengkap, untuk identifikasi keluhan utama tidak jarang memerlukan waktu lama. Khususnya bagi pemula perlu diperhatikan bahwa keluhan utama tidak selalu terungkap pada awal anamnesis, dan tidak selalu menggambarkan berat ri ngannya penyakit. Persepsi pasien dan dokter mengenai keseriusan keluhan dapat berbeda. Sebagai contoh: Seorang pasien mengeluh nyeri pada rahang bawah, tetapi sambil lalu juga menyatakan bahwa baru-baru ini menderita nyeri dada atau retrosternal. Untuk kondisi yang demikan maka disamping gigi geligi, perhatian pada kemungkinan adanya gangguan jantung tidak dapat diabaikan. Keluhan seorang penderita tentang bercak-bercak atau luka kecil jamak pada bibir atau gusinya yang mudah berdarah, tidak tertutup kemungkinan adanya latar belakang penyakit sistemik misalnya leukemia. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci mengenai keluhan tersebut, maka diperlukan kelengkapan informasi yang akan diperoleh pada tahapan berikut ini. Riwayat keluhan utama ( Present Illness ) Merupakan tahapan yang penting karena melalui kegiatan ini akan diperoleh gambaran secara kronologis mengenai mulai pertama keluhan dirasakan dan hal-hal yang terkait termasuk lokasi, durasi, hubungannya dengan fungsi fisiologis maupun pengobatan yang pernah dialami. Untuk mendapat gambaran lebih nyata mengenai keluhan tersebut perlu diberikan penjelasan lebih rind meliputi dimensi: Lokasi : tempat keluhan tersebut dirasakan dan penjalarannya Kualitas : bagaiman jenis atau sifat keluhan Kuantitas : seberapa hebatnya keluhan tersebut Universitas Gadjah Mada 3 Onset : sejak kapan keluhan pertama kali dirasakan Durasi : lama dan perkembangan keluhan Hubungan keluhan dengan aktifitas fisiologis: aktifitas yang memperberat atau meringankan keluhan. Fenomena lain: gejala atau tanda lain yang muncul bersamaan atau menyertai keluhan tersebut Sikap penderita terhadap keluhan: apakah penderita sebelumnya pernah me ngalami kejadian seperti yang dirasakan sekarang, dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya. Respon terhadap pengobatan: bagaimana respon terhadap pengobatan Dari berbagai unsur anamnesis diatas kiranya akan diperoleh gambaran lebih nyata mengenai masalah panderita. Riwayat Medik Mengacu pada konsep perawatan yang holistik maka dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai dokter gigi dituntut untuk membuka wawasan lebih luas balk dalam ilmu pengetahuan maupun kerjasama dengan profesi kesehatan yang lain. Dokter gigi mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien, sehingga pemahaman riwayat medik sebelum perawatan dental mutlak diperlukan. Tidak ada pemikiran bahwa dalam hal penyakit sistemik praktek dokter gigi harus mempunyai kecakapan yang sama dengan dokter umum, tetapi dokter gigi harus lebih cakap dalam mengenali masalah medik yang mempunyai relevansi kuat dengan diagnosis dan terapi oral. Beberapa riwayat kesehatan dasar yang perlu diperhatikan dalam anamnesis: Riwayat inap di rumah sakit; ( operasi, trauma dan penyakit serius ). Tanda-gejala penyakit yang masih dirasakan sekarang Obat-obatan yang sedang di minum atau digunakan Kebiasan yang berkaitan dengan kesehatan (merokok, minum alkohol) Waktu dan hasil pemeriksaan kesehatan yang terakhir dilakukan Disamping informasi dasar tersebut, sangat berguna untuk menanyakan secara khusus masalah medik yang relatif umum dan dapat berpengaruh terhadap perawatan dental antara lain: angina, infark jantung, bising jantung, penyakit jantung rheumatik, gangguan perdarahan, pemakaian antikoagulant, asthma, penyakit paru, tuberkulose, hepatitis, penyakit menular seksual, penyakit ginjal, hipertensi, diabetes, penggunaan kortikosteroid, menggunakan implant sendi, katub jantung, alat pacu jantung. Universitas Gadjah Mada 4 riwayat keluarga perlu dicermati kemungkinan adanya penyakit yang diwariskan seperti diabetes, hemofili, hipertensi, jantung atau kanker. Disamping itu riwayat penyakit-penyakit yang slfatnya mudah menular perlu mendapat perhatian. Untuk pasien wanita perlu diketahui apakah sedang mengandung atau menyusui, sebagai salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian dalam memberikan obat-obatan Kemampuan suatu obat untuk dapat menyebabkan perubahan-pe; ubahan atau reaksi fisiologik tubuh yang demikian luas dan mungkin memberikan konsekuensi permasalahan diagostik menjadi lebih kompleks. Untuk lebih memahami relevansi obatobat dengan diagnosis atau permasalahan di mulut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Obat untuk perawatan penyakit spesific diharapkan hanya bekerja khusus pada satu sistem; namun kenyataan dapat mengganggu berbagai fungsi atau sistem Pengaruh suatu obat dapat mengalami potensiasi karena obat lain yang diberikan untuk penyakit yang berbeda. Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan untuk penyakit sistemik, mungkin raja mendapat obat untuk kelainan oral yang incompatible dengan obat yang pertama. Efek samping obat yang pertama dapat diperkuat oleh pemberian obat ke dua. Interaksi kedua obat tersebut dapat memperparah penyakit / menimbulkan penyakit baru. Mengingat kemungkinan adanya berbagai pengaruh obat seperti di atas maka riwayat mengenai penggunaan obat-obat perlu dicermati. Khususnya pada pasien de ngan berbagai masalah medik, pencatatan mengenai lama, jenis dan cara pemberian obat sangat diperlukan. Dokter gigi harus memberikan perhatian dan identifikasi me ngenai berbagai pengaruh atau reaksi samping obat terhadap tindakan dan penyakit oral yang akan dilakukan. Reaksi obat yang tidak diinginkan dapat menimbulkan permasalahan baru yang dapat manifestasi sebagai kelainan berikut ini: Ulserasi • Lichenoid karena obat Fixed drug eruptiom • Xerostomia Hi persensitivitas kontak • Toxic epidermal necrolysis Eritema multiforme • Edema stomatitis Perubahan pigmentasi • Hi persalivasi Cheilitis angularis • Nyeri dan pembengkakan kelenjar saliva Atrofi papila lidah • Disseminated lupus erythematosus-like Stomatitis dan dermatitis eksfoliata syndrome Agar diagnosis dan rencana perawatan oral yang tepat dapat ditetapkan maka dampak lain pemakaian obat terhadap beberapa persolaan medik lain seperti perdarahan, Universitas Gadjah Mada 5 hipotensi orthostatik, toleransi stress yang rendah, penurunan daya tahan tubuh, terdapatnya gangguan gerak (tardive dyskinesia) perlu mendapat perhatian. Perlu untuk diingat bahwa pencatatan riwayat medik ini harus dilakukan pada setiap pasien, dan selalu diperbaharui setidaknya 24 jam setelah kita menghadapi pasien tersebut. Review of Systems (ROS) Merupakan metode komprehensive untuk mengetahui gejala penyakit pada seorang pasien berdasarkan pada sistem organ. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari riwayat medik dan pengobatan sebelumnya. Tinjauan terhadap berbagai sistim tubuh ini kemungkinan dapat mengungkap adanya penyakit yang belum terdiagnose atau belum diketahui pasien. Munculnya berbagai gejala yang sering berkaitan dengan sistem atau organ kemungkinan dapat memperjelasan relevansi mengenai berbagai fakta klinis dan kemungkinan terlibatnya sistem-sistem tubuh. Sebagai contoh sederhana misalnya: Fungsi sistem kardiovaskuier dan respirasi mempunyai hubungan yang erat, sehingga gejala-gejala tertentu pada salah satu sistem ini dapat memberi petunjuk adanya gangguan pada sistem yang lain. Tanda dan gejala seperti nyeri dada, sesak nafas, palpitasi, sinkop, kelelahan, edema pada pergelangan kaki sering menyertai kondisi-kondisi seperti angina pektoris, infark miokard, insufisiensi arteri koroner, atau gaga) jantung kongestif. Jika ada gejala-gejala tersebut maka keberadaan kondisi-kondisi sistem organ terkait perlu dikaji. Faktor-faktor resiko lainnya seperti merokok, hiper tensi, hiperkolesterolemia, obesitas, dan diabetes perlu dipertimbangkan. Pada kasus gigi berlubang dengan nyeri kepala disertai riwayat diabetes melitus (DM). Relevansi gigi krowok dengan nyeri kepala umumnya tidak sulit dipahami, namun untuk dapat menjelaskan relevansi DM dengan nyeri kepala akan mengalami kesulitan jika pemeriksa tidak melakukan ROS. Dengan melakukan peninjauan terhadap fungsifungsi mata, syaraf, sistem kardiovaskuler atau ginjal, tidak tertutup kemungkinan nyeri kepala tersebut disebabkan karena hipertensi yang terjadi sebagai salah satu dampak lanjut dari DM. Untuk memgetahui respon pasien terhadap stress, pengobatan dan tindakan dental yang akan diberikan tidak mungkin hanya melihat pada riwayat DM saja. Tetapi dengan melakukan ROS seperti di atas maka dapat diantisipasi berbagai masalah medik potensial yang terkait dengan DM seperti neuropati, angiopati, nepropati, retinopati, sehingga prosedur diagnostik atau tindakan dental dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi pasien. Karena banyak sekali penyakit yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap tindakan dental, maka analisis mengenai berbagai dampak penyakit tersebut terhadap penurunan respon tersebut sangat diperlukan. Untuk itu dapat diawali dengan memberi Universitas Gadjah Mada 6 penekanan pada integritas sistem kardiovaskuler sebagai unsur pokok yang harus dipertimbangkan agar prosedur dental dapat dilaksanakan secara efektif dan aman. Sedang penyakit atau kondisi yang lainnya dapat dievaluasi relevansinya dengan fungsi sistem yang vital tersebut. Pengumpulan informasi medik demikian tidak hanya terbatas pada tahap awal pemeriksaan bahkan kadang dilakukan seiring dengan pemeriksaan fisik. Beberapa kendala yang sering dihadapi dalam kegiatan ini antara lain tidak semua pasien dapat dengan mudah menceritakan penyakitnya dan sebagian besar pasien kurang menyadari akan keterkaitan keluhan oral dengan penyakit sistemik. Tidak jarang mereka sengaja menyembunyikan riwayat penyakitnya agar segera mendapatkan perawatan dental yang mereka inginkan. Tidak jarang klinisi memandang bahwa fakta obyektif seperti yang diperoleh dari pemeriksaan fisik atau konsultasi lebih berharga daripada informasi dari ceritera pasien, namun harus diingat bahwa ternyata resiko terjadinya komplikasi perawatan dental meningkat secara dramatis jika kebijakan untuk menentukan perawat an tidak dilandasi dengan riwayat pasien yang Iengkap. 4.2 Metode Pemeriksaan Fisik Walaupun di bidang diagnostik dan pengobatan saat ini telah digunakan peralatan canggih, metode pemeriksaan fisik dasar seperti: Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi masih tetap berlaku dan bahkan lebih bermanfaat. Dalam praktek harus dipahami bahwa pemeriksaan fisik bukan merupakan kegiatan yang sifatnya hanya sesaat, tetapi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkesinambungan. Perubahan tandatanda fisik tertentu, misalnya hilangnya tanda-tanda lama atau munculnya tanda-tanda Baru dapat memberikan informasi penting tentang perjalanan penyakit maupun respon terhadap terapi. Disamping faktor teliti dan trampil melakukan berbagai cara pemeriksaan fisik, ketajaman penalaran terhadap berbagai temuan yang diperoleh sangat diperlukan untuk mengembangkan luas atau kedalaman pemeriksaan yang akan dilakukan. Tehnik pemeriksaan fisik yang sering dipakai di kedokteran gigi antara lain ialah: inspeksi, diaskopi, palpasi, probing, perkusi dan auskultasi. Dalam penerapannya masing masing teknik pemeriksaan tersebut dilakukan secara tersendiri, namun bilamana mungkin dilak sanakan secara serentak sehingga merupakan satu rangkaian pemeriksaan fisik yang terpadu. Inspeksi Inspeksi merupakan teknik pemeriksaan langsung dengan menggunakan indra mata. Walaupun cara ini sangat sederhana, dalam pelaksanaanya harus dilakukan secara sistematis yaitu mempunyai arah, pola dan tujuan tertentu. Sebelum melakukan inspeksi pemeriksa harus mengetahui betul beberapa kharakteristik yang harus diamati di daerah Universitas Gadjah Mada 7 yang akan diperiksa. Struktur bagian yang akan diperiksa harus dibersihkan lebih dulu, tidak boleh tertutup oleh pakaian, kosmetika, air ludah atau kotoran yang lain. Gigi tiru an, obturator, pesawat orthodonsi, kaca mata, harus dilepas. Secara khusus ciri-ciri khan yang perlu dicatat antara lain ialah, warna, ukuran, bentuk, hubungan anatomis, keutuhan dan ciri-ciri permukaan jaringan di daerah tersebut. Diaskophi Diaskophi merupakan teknik pemeriksaan inspeksi yang spesifik, yaitu dengan cara memeriksa melalui kaca tembus pandang (misalnya gelas obyek) yang ditekankan pada ja ringan yang akan diperiksa. Tujuan utama cara pemeriksaan ini ialah untuk membedakan apakah lesi-lesi berwarna kemerah-merahan atau kebiru-biruan merupakan lesi vaskuler atau bukan. Lesi yang banyak mengandung pembuluh darah, penekanan dengan gelas obyek akan menyebabkan daerah tersebut berubah menjadi pucat dan akan kembali kewarna semula jika gelas obyek dilepas. Keadaan demikian sering terjadi pada beberapa jenis lesi vaskuler seperti, varices, telangiektase, hemangioma. Sebaliknya jika tidak terjadi pemucatan mengingatkan bahwa lesi tersebut bukan lesi vaskuler, tetapi oleh karena sebab-sebab yang lain misalnya pigmentasi lokal, amalgam atau india ink tatoos, dan ekstravasasi darah seperti petekie, ekhimosis dan hematom. Palpasi Merupakan teknik pemeriksaan untuk mengetahui kondisi suatu jaringan de ngan menggunakan indra peraba. Pada umumnya jaringan tubuh mempunyai konsistensi yang khas sehingga jaringan yang satu dengan yang lain dapat dibedakan dengan cara palpasi. Agar pemeriksaan ini dapat dilakukan secara efektif, maka pemeriksa harus mengenal betul karakteristis masing-masing daerah yang akan diperiksa, dan variasi struktur anatomisnya yang normal. Palpasi dapat dilakukan dengan cara menekan jaringan yang diperiksa ke arah tulang atau jaringan di sekitarnya, atau menekan jaringan tersebut diantara kedua jari (bidigital) atau diantara kedua tangan (bimanual). Pemeriksaan ini akan memberikan informasi lebih rind mengenai kondisi-kondisi yang tidak dapat terungkap melalui inspeksi seperti; texture/strutur, dimensi/ketebalan, konsistensi, temperatur. Aktivitas atau gerakangerakan fungsional tertentu seperti detak nadi atau getaran-getaran yang ditimbulkan oleh lesi vaskuler, dan getaran gigi pada tulang alveoler pada waktu gerak oklusi. dapat dideteksi dengan cara palpasi Sasaran pemeriksaan dengan cara palpasi pada dasarnya bukan untuk mengetahui adanya rasa sakit, tetapi cara pemeriksaan ini dapat menimbulkan reaksi rasa sakit Universitas Gadjah Mada 8 sebelum abnormalitas jaringan yang akan diperiksa terdeteksi. Oleh karena itu respon terhadap pemeriksaan palpasi ini perlu juga diperhatikan. Perkusi Teknik pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetukkan jari atau instrument ke arah jaringan, dan pemeriksa mendengarkan bunyi yang ditimbulkannya serta mengamati reaksi dari pasien. Perkusi pada gigi geligi akan memberikan nuansa bunyi dan warna suara yang mempunyai informasi diagnostik tentang kondisi jaringan pendukung gigi khususnya status jaringan periodontal. Reaksi penderita terhadap perkusi sangat bervariasi, oleh karena itu perlu dibandingkan dengan reaksi gigi di sampingnya yang normal. Auskultasi Pemakaian metode pemeriksaan ini di kedokteran gigi sedikit berbeda dengan dokter umum. Auskultasi pada dasarnya interprestasi bunyi yang terdengar dari bagian tubuh. Di kedokteran gigi penerapanya banyak dilakukan untuk pemeriksaan sendi rahang (TM)) atau pemeriksaan oklusi. Pada umumnya interprestasi hasil pemeriksaan ini harus dikaitkan dengan kedudukan rahang, okulsi gigi geligi dan jenis suara yang terdengar. Suara-suara Popping; grafting, atau snaping memberikan informasi diagnostik adanya kelainan pada kapsul sendi, tulang, atau meniskus dari sendi rahang. Variasi bunyi yang timbul pada waktu gerakan rahang ke arah sentrik oklusi dapat mengungkap adanya kontak prematur. Stetoskop sangat membantu untuk teknik pemeriksaan ini. Untuk mendeteksi bunyi dengan frekuensi tinggi gunakanlah diafragma yang datar sedang yang bebentuk bel untuk bunyi dengan frekuensi rendah. Probing. Probing pada dasarnya merupakan pemeriksaan palpasi dengan menggunakan alat tertentu. Pemeriksaan ini merupakan salah satu metode diagnostik penting di kedokteran gigi. Untuk mengetahui adanya karies dilakukan probing pada permukaan gigi dengan menggunakan ujung sonde atau eksplorer yang berujung lancip. Sedang untuk mengukur kedaiaman pocket dipergunakan probe periodontal. Untuk memeriksa kondisi saluran kelenjar ludah biasanya dilakukan probing menggunakan sonde tumpul. Apakah suatu fistula di mulut disebabkan karena infeksi periapikal atau sebab yang lain, dapat dilakukan probing dengan menggunakan gutta percha point yang dimasukan melalui fistula tersebut kemudian dilakukan rontgen foto. Universitas Gadjah Mada 9 Aspirasi Aspirasi merupakan prosedur pengambilan cairan dari dalam suatu rongga yang ada di dalam jaringan/organ tubuh. Teknik aspirasi sendiri pada dasarnya secara rutin dilaksanakan pada waktu melakukan anastesi lokal yaitu sebelum mendeponer obat anastesi. Aspirasi paling balk dilakukan dibawah anastesi lokal dengan menggunakan jarum yang besar (16-20 gauge), dan diindikasikan terutama untuk lesi-lesi kistik. Dengan melihat aspirat akan dapat diperoleh informasi yang lebih akurat mengenai lesi tersangka. Sebagai contoh jika dalam aspirat terdapat nanah menunjukkan bahwa dalam lesi tersebut ada infeksi, sedang jika aspirat berupa cairan berwarna kuning muda atau seperti darah kemungkinan suatu kista. Aspirat yang berupa darah dapat menimbulkan beberapa interprestasi, antara lain jika beberapa milimeter darah dapat diaspirasi dengan mudah maka kemungkinan lesi tersebut lesi vaskuler; dan kemungkinan hemangioma atau aneurisma pembuluh darah arteri harus dipertimbangkan. Asesmen fungsi-fungsi khusus Pada waktu pemeriksaan regio kepala dan leher ada beberapa kondisi dan fungsi tertentu yang dapat dievaluasi antara lain seperti: Fungsi kelenjar ludah dapat diobsevasi dengan melakukan palpasi pada kelenjar dan mengamati jumlah air ludah yang keluar. Disamping kuantitas perlu juga diamati apakah ada nanah atau material yang lain dan viskositasnya. Untuk kelanjar ludah minor dapat dilakukan pengamatan pada palatum atau bibir, dengan cara mengeringkan lebih dulu permukaaan mukosa daerah tersebut dan mengamati terjadinya perembesan butirbutir air ludah di daerah tersebut. Kelancaran pengeluaran atau produksi air mata dapat diobservasi dengan melihat kondisi mata, dan jumlah air mata yang keluar dapat di ukur dengan menggunakan Schimer tear test. Menurunnya produksi air mata dapat terjadi karena pemakaian obatobatan, Syogren's syndrome, reumatoid arthritis dan proses menua. Terganggunya gerak kelopak mata misalnya pada kasus Bell's palsy, dapat menyebabkan terjadinya hambatan keluarnya air mata. Fungsi organ pengecapan pada lidah dapat di nilai dengan menggunakan larutan garam, kinine, atau larutan gula. Fungsi-fungsi mengunyah, menelan, dan bicara tidak akan terlepas dari aktivitas sistem stomatognasi yang meliputi gigi dan jaringan pendukungnya, tulang rahang, air ludah dan sistem neuromuskuler. Walaupun adanya kelainan pada salah satu atau lebih dari unsur-unsur tersebut belum tentu menimbulkan gangguan fungsi yang berarti bagi pasien, namun dampak lain seperti terjadinya penyimpangan atau keterbatasan gerak mandibula, timbulnya rasa sakit daerah sendi rahang, atau terjadinya keterbatasan fungsi self cleansing kadang tidak sulit diamati. Walaupun pemeriksaan neurologik tidak Universitas Gadjah Mada 10 dilakukan di praktek dokter gigi, asesmen fungsi-fungsi syaraf kranial secara sederhana khususnya untuk evaluasi pasien dengan keluhan motoris atau sensoris di daerah orofasial dapat dilakukan. 4.3 Prosedur Pemeriksaan Secara konseptual dan prosedural pemeriksaan fisik di klinik kedokteran gigi dapat dibagi menjadi pemeriksaan ekstra oral dan intraoral 4.3.1 Pemeriksaan Ektra Oral Kesan umum pasien. Pemeriksaan ini dilakukan sejak pasien masuk ke klinik, dengan maksud untuk mendapat gambaran umum mengenai status fisik maupun mental pasien, diantaranya dengan melakukan pengamatan terhadap unsur-unsur sebagai berikut: melalui gaya berjalan, tinggi badan, status nutrisi, perawakan dan bentuk muka. Sehingga pada waktu wawancara, disamping kapasitas mentalnya perlu diperhatikan me ngenai gambaran singkat status fisik dan kesehatan umum pasien. Beberapa kondisi tertentu yang menggangu gaya berjalan dapat mempengaruhi diagnosis atau rencana perawatan. Pada pasien tertentu bahkan dapat memberikan petunjuk yang berharga, pasien dengan gaya yang sangat hati-hati akan berbeda pengelolaannya denga pasien yang energik dan melangkah dengan pasti. Pasien dengan mobilitasnya terbatas, perlu ditelusuri penyebabnya sehingga kemungkinan memedukan modifikasi jumlah kunjungan. Posisi tubuh apakah dapat berdiri tegak, atau kepala sedikit miring ke salah satu sisi, dan bagaimana pasien dapat duduk dengan nyaman di kursi gigi perlu dicermati. Cara berjalan pasien mungkin dapat mengisyaratkan adanya carat ortopedik, neurologik atau penyakit pada otot. Sikap, emosi dan cara menjawab pertanyaan yang diajukkan kepadanya perlu diperhatikan. Warna kulit sering memberi petunjuk bermanfaat, sianosis, ikterus dan pucat yang memberi dugaan anemia dapat diketahui melalui pemeriksaan kulit, juga memberi kunci penting kemungkinan adanya penyakit yang serius. Kesan mengenai status fisik umum pasien ini harus disimpulkan dengan hati-hati; dan hal demikian sudah tentu tidak akan diperoleh secara pasif. Bersamaan dengan anamnesis pemeriksa dapat sekaligus memperhatikan ekspresi, kesan usia, emosi, sikap pasien dan keadaan sakitnya. Pemeriksaan kepala dan leher. Dimaksudkan untuk evaluasi kemungkinan adanya kelainan yang berhubungan dengan kesehatan umum dan mempunyai relevansi dengan diagnosis dan perawatan oral. Tersirat disini untuk selalu dipertimbangkan apakah perubahan perubahan yang terjadi disebabkan karena faktor lokal atau sistemik. Walaupun dalam pemeriksaan rutin tidak dilakukan identifikasi untuk setiap struktur diregio kepala dan leher, kemampian mengenali semua struktur yang ada merupakan dasar untuk melakukan Universitas Gadjah Mada 11 pemeriksaan klinis; sehingga kondisi-kondisi asimetri, perubahan warna, tekstur, dan gangguan fungsi dapat dibedakan dengan kondisi yang normal. 4.3.2 Pemeriksaan Infra Oral Pemeriksaan Gigi geligi. Pemeriksaan abnormalitas dental umumnya tidak begitu kompleks karena mempunyai ciri-ciri klinis dan radiologis yang khas, dan tidak ditimbulkan oleh penyakit lain. Untuk menyederhanakan proses diagnostik dapat dilakukan misalnya dengan cara meneompokkannya kedalam: abnormalitas perkembangan dental, abnormalitas erupsi, perubahan regressif, karies, patosis pulpa dan periapikal. Sebagian besar abnormalitas dental umumnya dapat dikelompokan kedalam katagori tersebut. Abnormalitas perkembangan dental umumnya mempunyai ciri-ciri yang khas dalam bentuk, warna dan ukuran besarnya, dapat melibatkan gigi secara individual atau beberapagigi sekaligus. Abnormalitas gigi yang bersifat genetis umumnya akan disertai kelainan yang sama pada gigi kontralateralnya. Dari aspek oral medicine harus dicermati bahwa setiap gigi merupakan kesatuan unit fungsional dalam sistem pengunyahan. Oleh karena itu dalam merawat gigi tidak boleh hanya memandang gigi secara individual, tetapi harus lebih luas yaitu pengaruhnya terhadap individu secara keseluruhan. Ada dua asesmen penting yang perlu dilakukan pada pemeriksaan gigi geligi. Pertama asesmen gigi secara individual dan yang kedua gigi sebagai kesatuan unit fungsional yang lebih besar. Aspek kedua dalam pelaksanaan lebih sulit karena melibatkan berbagai faktor. Sebagai contoh misalnya kasus karies servikalis yang melibatkan beberap gigi pada pasien lanjut usia dengan pengobatan antidepressant. Sebelum melakukan perawatan karies tersebut harus dipertimbangkan dua kondisi, yaitu karies servikal dan xerostomia yang sating berkaitan. Jika xerostomia tidak dirawat penambalan karies sevical akan mengalami kegagalan. Untuk itu maka kedua pendekatan tersebut di atas tidak boleh diabaikan. Pemeriksaan jaringan lunak. Karena letak mulut yang strategis, berbagai lesi oral umumnya dapat mudah dilihat. Secara klinis seluruh permukaan mukosa mulai bibir, mukosa bukal dan labial, mukosa pipi, palatum, oro-faring, lidah, dasar mulut dan gingiva umumnya tidak sulit dijangkau untuk dilakukan pemeriksaan balk langsung atau tidak langsung. Tetapi perlu dicermati bahwa sebagian besar lesi di jaringan lunak mulut tidak pathognomonik. Untuk itu maka bekal pengetahuan mengenai berbagai struktur oral dan patofisiologi penyakit merupakan salah satu prasyarat untuk dapat mengenali berbagai perubahan patologis mukosa oral. Sebagai contoh pada kasus "tumor di regio retromolar", jika memperhatikan struktur daerah retromolar maka disamping tumor yang berasal epitel dan jaringan ikat, kemungkinan suatu tumor dari kelenjar ludah tidak dapat dikesampingkan. Bahkan tidak Universitas Gadjah Mada 12 tertutup kemungkinan bahwa tumor tersebut merupakan tumor odontogen yang telah menembus kortek dan meluas ke jaringan lunak. 4.4 Mencatat Hasil Pemeriksaan Pencatatan hasil pemeriksaan klinis yang sistematik dan konsisiten sangat diperlukan dalam menentukan diferensial diagnosis dan evaluasi perkembangan penyakit serta respon terhadap terapi. Pencatatan demikian hendaknya didiskripsi secara obyektif dan terukur; bukan atas hasil interprestasi pemeriksa ataupun diagnosis. Pencatatan yang kurang obyektif dapat membawa kepada kesimpulan yang menyesatkan. Secara umum diakui bahwa sebagian besar penyakit sistemik dapat ditemukan melalui penelu suran riwayat yang lengkap dan benar. Untuk itu penelusuran riwayat mengenai unsurunsur berikut ini sangat diperlukan antara lain; durasi, perubah an ukuran, perwujudan lesi, gejalagejala yang berkaitan dengan kesehatan umum dan riwayat tentang kemungkinan penyebab lesi. Penggabungan hash dari anamnesis dengan hasil pemeriksaan obyektif akan menjadi modal dasar untuk menentukan diagnosis diferensial . Universitas Gadjah Mada 13