BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengembangan Wilayah
Pada dasarnya pengembangan adalah proses dimana individu,
kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat meningkatkan kemampuannya
untuk :
1.
Menjalankan fungsi pokok, memecahkan masalah, menentukan dan
mencapai tujuan.
2.
Memahami dan menghubungkan kebutuhan pengembangan mereka
dalam konteks yang luas dan dengan cara yang terus menerus (Milen,
2004).
Wilayah sebagai suatu kesatuan geografis memiliki potensi bagi
dijalankannya suatu aktifitas pembangunan dan pengembangan wilayah. Dan
wilayah (region) juga merupakan suatu unit geogarfi yang membentuk suatu
kesatuan. Pengertian unit geografi adalah ruang sehingga bukan merupakan
aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek-aspek lain, seperti
ekonomi, biologi, social, dan budaya (Wibowo dan Soetriono, 2004).
Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya
merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi mayarakat suatu wilayah
tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan
lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan
usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas,
pelayanan
maupun
kualitasnya.
Sedangkan
menurut
Misra
(1977)
pengembangan wilayah ditopang oleh empat pilar (tetraploid discipline) yaitu
geografi, ekonomi, perencanaan kota dan teori lokasi. Seperti terlihat pada
gambar berikut ini :
GEOGRAFI
EKONOMI
PENGEMBANGAN
WILAYAH
TEORI
LOKASI
PERENCANAAN
KOTA
Gambar 2.1 Pilar-pilar pengembangan wilayah menurut Misra (1977)
Namun pendapat Misra mengenai pengembangan wilayah ini terlalu
sederhana. Aspek biogeofisik tidak hanya direpresentasikan dengan teori
geografi maupun teori lokasi. Oleh karena itu menurut Budiharsono (2005)
pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek,
yaitu (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek social budaya; (4)
aspek kelembagaan ; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
ASPEK
KELEMBAGAAN
ASPEK
BIOGEOFISIK
ASPEK
LOKASI
PENGEMBANGAN
WILAYAH
ASPEK
SOSIAL
ASPEK
EKONOMI
ASPEK
LINGKUNGAN
Gambar 2.2. Pilar-pilar pengembangan wilayah menurut Budiharsono (2005)
Dari gambar diatas dapat dilihat berbagai analisis yang dapat dilakukan
terhadap pengembangan wilayah, yaitu aspek biogeofisik meliputi kandungan
sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan
prasarana yang ada di wilayah tersebut.
Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di
sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik, dan hankam yang
merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam
bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan.
Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan
wilayah lainnya yang berhubungan dnegan sarana produksi, pengelolaan
maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana
proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam
pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga
meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi
yang ada di wilayah tersebut.
Analisa pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini
dilihat dari aspek ekonominya. Di dalam aspek ekonomi ini terdapat
pendapatan asli daerah. Kemudian peneliti akan melihat pengaruh pendapatan
asli daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan
pengembangan wilayah Kabupaten Toba Samosir.
2.1.2
Otonomi Daerah
Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan pemerintah daerah dalam
mengelola daerahnya bersumber dari prinsip dasar yang terkandung dalam
UUD 1945 Pasal 18 yang berbunyi : Pemerintahan daerah Indonesia atas dasar
besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
Undang-Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan
dalam system pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah
yang bersifat istimewa. UUD 1945 Pasal 18 tersebut dipertegas dengan lahirnya
UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian direvisi
menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud
dengan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut Suparmoko (2002) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan
Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum dengan daerah tertentu
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakasrsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Dengan demikian
Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya dengan menggunakan potensi-potensi yang ada di
daerahnya dan juga diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan
khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan
pembangunan daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tujuan
utama
penyelenggaraan
otonomi
daerah
adalah
untuk
meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada
dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal, yaitu : (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
publik dan mensejahterakan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan
menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan (Mardiasmo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Dalam penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004 juga dinyatakan bahwa
untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung
jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber
keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang
merupakan prasyarat dalam sistem pemerintah daerah. Dengan desentralisasi
administratif juga diharapkan adanya pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab terhadap sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik.
Pelimpahan wewenang tersebut menyangkut perencanaan, pendanaan dan
pelimpahan manajemen fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat
kepada aparat di daerah. Sehingga desentralisasi atau otonomi daerah menuntut
pemerintah di daerah agar meningkatkan kemampuan dalam mengumpulkan
pendapatan asli daerah untuk membiayai kegiatan di daerahnya dalam bentuk
APBD.
Dengan demikian tujuan kebijakan desentralisasi adalah mewujudkan
keadilan antara kemampuan dan hak daerah, peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dan mengurangi subsidi dari pemerintah pusat, mendorong
pembangunan
daerah
sesuai
dengan
aspirasi
masing-masing
daerah
(Suparmoko, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pemerintah
meningkatkan
daerah
pada
kemampuannya
masa
dalam
sekarang
ini
mengumpulkan
didorong
untuk
sumber-sumber
penerimaan daerah dengan maksud agar subsidi dari pemerintah pusat dapat
dikurangi sehingga mengurangi beban APBN. Suparmoko (2002) menyatakan
bahwa sumber penerimaan daerah terdiri dari : a) pendapatan asli daerah
(PAD), b) dana perimbangan, c) pinjaman daerah dan d) lain-lain pendapatan
daerah yang sah. Pendapatan asli daerah sebagai sumber penerimaan daerah
yang berasal dari daerah tersebut merupakan sumber dana yang peningkatannya
sangat tergantung pada kemampuan pemerintah daerah itu sendiri.
Menurut UU NO. 33 Tahun 2004 bahwa Pendapatan Asli Daerah,
selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pendapatan Asli Daerah tersebut terdiri dari pajak dan retribusi
daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengolahan kekayaan
daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sumber pendapatan daerah yang
murni digali oleh daerah sendiri, dan oleh karena itu daerah mempunyai
keleluasaan penuh dalam memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan
daerah sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan
yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Tujuannya antara lain untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada
masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol
penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antara daerah
dan mendorong timbulnya inovasi.
Sejalan dengan kewenangan tersebut, kewenangan keuangan khususnya
untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan di
daerahnya melalui sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tuntutan
peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya
kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan
personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam
jumlah besar. Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali
secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundangundangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi
daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur PAD yang sama (Sidik,
2002).
Sejalan dengan hal diatas Suparmoko (2002) mengatakan peranan pajak
dan retribusi sebagai sumber pendapatan daerah yang utama di samping dana
perimbangan yang diperoleh dari hasil eksploitasi sumber daya alam akan
sangat menentukan kekuatan APBD. Dengan demikian jelaslah bahwa
pendapatan
asli
daerah
juga
menentukan
upaya
pemerintah
dalam
meningkatkan kemampuan keuangan daerah bagi penyelenggaraan rumah
Universitas Sumatera Utara
tangganya sendiri yang dituangkan dalam APBD. Dana APBD tersebut
kemudian digunakan untuk pembangunan daerah dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Sehingga pembangunan yang dilakukan diharapkan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Toba Samosir.
Sehingga optmalisasi sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan intensifikasi
dan ekstensifikasi subjek dan objek pajak daerah.
2.1.4
Pajak Daerah
Halim (2007) menyatakan Pajak Daerah merupakan Pendapatan Daerah
yang berasal dari pajak. Lebih lanjut Kesit (2003) menyatakan bahwa Pajak
Daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
undang-undang yang berlaku, yang hasilnya digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Mardiasmo
(1992) yang dimaksud dengan pajak daerah adalah pajak yang dipungut Daerah
berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh Daerah untuk kepentingan
pembiayaan rumah tangga Pemerintahan Daerah tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak,
adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Wewenang mengenakan pajak atas penduduk untuk membiayai layanan
masyarakat merupakan unsur penting dalam pemerintahan daerah. Dalam
kehidupan bernegara yang layak, pajak merupakan sumber pendapatan yang
utama untuk membiayai kegiatan pemerintah dalam menyediakan kebutuhankebutuhan yang tidak dihasilkan oleh swasta. Pajak disamping berperan sebagai
sumber pendapatan (budgetary function) yang utama juga berperan sebagai alat
pengatur (regulatory function). Secara makro (regional) yaitu untuk seluruh
kabupaten atau kota pengenaan pajak langsung seperti pajak kendaraan
bermotor akan mengurangi tingkat pendapatan yang dapat dibelanjakan. Oleh
karena itu perlu dipahami apa dampaknya terhadap individu wajib pajak
maupun terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Pada umumnya setiap kegiatan, termasuk pemungutan pajak, dapat
dikaji atau dinilai menurut dampaknya terhadap efisiensi (tingkat output yang
dihasilkan) atau distribusi (pemerataan beban dan manfaatnya). Pendapatan asli
daerah yang berasal dari pajak daerah merupakan bagian pendapatan asli daerah
yang terbesar, kemudian disusul dengan pendapatan yang berasal dari retribusi
daerah (Suparmoko, 2002).
Penggalian sumber-sumber keuangan daerah yang berasal dari pajak
daerah ditentukan oleh 2 (dua) hal, yaitu : dasar pengenaan pajak dan tarif
pajak. Pemerintah Daerah cenderung untuk menggunakan tarif yang tinggi agar
Universitas Sumatera Utara
diperoleh total penerimaan pajak daerah yang maksimal. Pengenaan tarif pajak
yang lebih tinggi, secara teoritis tidak selalu menghasilkan total penerimaan
maksimum. Hal ini tergantung pada respons wajib pajak, permintaan dan
penawaran barang yang dikenakan tarif pajak lebih tinggi. Formulasi model ini
dikenal sebagai Model Leviathan.
Model Leviathan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa
peningkatan penerimaan pajak daerah tidak harus dicapai dengan menggunakan
tarif pajak yang terlalu tinggi, tetapi dengan pengenaan tarif pajak yang lebih
rendah
dikombinasikan
dengan
struktur
pajak
yang
meminimalkan
penghindaran pajak dan respon harga dan kuantitas barang terhadap pengenaan
pajak sedemikian rupa, maka akan dicapai Total Penerimaan Maksimum (Sidik,
2002).
Tarif Pajak Daerah
Kurva Laffer
t*
Total Penerimaan Daerah
T*
Gambar 2.3 Model Leviathan
Universitas Sumatera Utara
2.1.5
Retribusi Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintahan Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan. Disamping pajak daerah, sumber pendapatan asli
daerah yang cukup besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya
pendapatan asli daerah adalah retribusi daerah. Di beberapa daerah pendapatan
yang berasal dari retribusi daerah dapat lebih besar daripada pendapatan dari
pajak daerah.
Pemungutan retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati
suatu pelayanan, dan biasanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau
sebagian dari biaya pelayanannya. Selanjutnya retribusi hanya akan
berpengaruh pada kesediaan menggunakan atau permintaan terhadap jasa atau
pelayan maupun produk yang dihasilkan oleh pemerintah. Oleh karena itu
retribusi tidak seperti halnya dengan pajak, retribusi hanya akan mengurangi
konsumsi tetapi tidak mengurangi kemampuan dan kemauan untuk bekerja,
menabung dan berinvestasi. Memang dengan retribusi itu berarti pengeluaran
masyarakat akan bertambah, tetapi tidak akan signifikan sifatnya, sehingga
tidak akan mempunyai dampak yang terlalu besar dalam perekonomian di
daerah.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi retribusi dapat berpengaruh dalam hal distribusi pendapatan,
karena retribusi dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk melindungi
yang lemah dalam perekonomian dan membagikan beban masyarakat itu
kepada kelompok berpenghasilan tinggi di daerah yang sama. Karena itu sistem
retribusi yang progresif dapat bermanfaat untuk redistribusi pendapatan dalam
masyarakat di daerah.
2.1.6
Lain-lain PAD yang sah
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dinyatakan bahwa
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain, hasil penjualan aset
daerah dan jasa giro. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
8 Tahun 1978 tentang penerimaan sumbangan pihak ketiga kepada daerah
ditegaskan bahwa penerimaan lain-lain antara lain berasal dari penerimaan
sumbangan dari pihak ketiga oleh daerah atas dasar sukarela dan tidak mengikat
serta dengan persetujuan DPRD Tk. II.
Penerimaan lain-lain pendapatan asli daerah (PAD) yang sah merupakan
penerimaan yang didapat atas dasar sukarela sehingga tidak ada kewajiban
pemerintah daerah untuk melakukan balas jasa atas pemberian yang dilakukan
oleh pihak ketiga. Sehingga tidak menjadi beban pemerintah unutk melakukan
timbal balik atas sumbangan yang diberikan. Namun sumbangan ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab moral pemerintah daerah untuk mengalokasikannnya pada
pembangunan infrastruktur daerah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat
pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah,
kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II mencakup
berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan bahan
jasa. Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan bank serta penerimaan
dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah
sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.
2.1.7
Produk Domestik Reginal Bruto (PDRB)
PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat
memberikan petunjuk sejauh mana perkembangan ekonomi dan struktur
ekonomi daerah. Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto
(PDB) tersebut dapat dianggap sebagai indikator peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara umum (Sirojuzilam, 2005).
Menurut Rahardja dan Manurung (2002) yang dimaksud dengan Produk
Dosmetik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai barang dan jasa akhir, yang
diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu)
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam
perekonomian tersebut. PDRB menurut harga berlaku artinya nilai barang dan
jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun yang bersangkutan yang berarti
Universitas Sumatera Utara
termasuk kenaikan harga, sedangkan PDRB menurut harga konstan, nilai
barang dan jasa yang dihasilkan dihitung berdasarkan tahun dasar.
Cara penghitungan PDRB atas dasar harga konstan telah menghilangkan
pengaruh harga atau inflasi, sehingga dapat menunjukkan nilai yang sebenarnya
(Widodo, 1990). Dengan mempedomani dan menghitung PDRB tersebut baik
berdasarkan harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan, dapat dilihat
pertumbuhan ekonomi serta tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah,
dimana tinggi rendahnya tingkat kemakmuran di suatu daerah biasanya diukur
dengan besar kecilnya angka pendapatan perkapita yang diperoleh dari
pembagian antara pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan
tahun.
2.2
Penelitan Terdahulu
Samuel (2006) melakukan analisa pengaruh pendapatan asli daerah (PAD)
terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam pengembangan wilayah
Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh PAD
terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan
terdapat
pengaruh
yang
signifikan
antara
PAD
terhadap
pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang.
Keriahen (2005) melakukan analisa pengaruh otonomi daerah terhadap
pendapatan asli daerah (PAD) dan sektor-sektor berpotensi yang dapat dikembangkan
di Pemerintah Kota Medan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sektor-sektor dari
Universitas Sumatera Utara
PAD yang berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam meningkatkan PAD di
Pemerintah Kota Medan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa PAD yang
meliputi variabel pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain PAD yang sah
berpengaruh signifikan terhadap PAD Kota Medan.
Sembiring (2001) melakukan analisis potensi PAD bagi pengembangan wilayah
Kabupaten Karo. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh PAD terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karo. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
PAD berpengaruh signifikan terhadap PDRB dan pendapatan perkapita Kabupaten
Karo.
Henri (2009) melakukan penelitian pengaruh pendapatan asli daerah (PAD)
terhadap belanja daerah di Kabupaten Toba Samosir. Tujuan penelitian untuk
mengetahui apakah ada pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah terhadap belanja daerah di Kabupaten Toba Samosir.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan secara simultan pajak daerah, retribusi
daerah, dan lain-lain PAD yang sah berpengaruh positif terhadap belanja daerah di
Kabupaten Toba Samosir.
2.3
Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini pengembangan wilayah Kabupaten Toba Samosir dilihat
melalui salah satu aspek saja yaitu aspek ekonomi. Di dalam aspek ekonomi terdapat
komponen pendapatan asli daerah, yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan
lain-lain PAD yang sah. Kemudian pendapatan asli daerah tersebut akan digunakan
Universitas Sumatera Utara
pemerintah untuk pembangunan daerah Kabupaten Toba Samosir. Perkembangan
PDRB dari tahun ke tahun dapat menunjukkan tingkat perkembangan perekonomian
daerah secara makro, agregatif dan sektoral. Dengan adanya perkembangan PDRB
dari tahun ke tahun diharapkan dapat mempengaruhi pengembangan wilayah di
Kabupaten Toba Samosir.
Kerangka konseptual yang dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah :
PENDAPATAN
ASLI DAERAH
(PAD)
PAJAK
DAERAH (X1)
RETRIBUSI
DAERAH (X2)
LAIN-LAIN PAD
YANG SAH (X3)
PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (Y)
PENGEMBANGAN WILAYAH
KABUPATEN TOBA SAMOSIR
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian
Universitas Sumatera Utara
2.4
Hipotesis Penelitian
Dari kerangka konseptual diatas maka rumusan hipotesis penelitian yang
diajukan adalah:
1.
Pajak daerah berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Toba Samosir.
2.
Retribusi daerah berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Toba Samosir.
3.
Lain-lain PAD yang sah berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Toba Samosir.
Universitas Sumatera Utara
Download