BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan Umum Penyakit Common Cold Penyakit Common cold merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan faktor pendukung lainnya. Tingkat kejadian penyakit ini dari tahun ketahun terjadi peningkatan. 2.1.1 Definisi Common Cold Common Cold adalah infeksi primer di nasofaring dan hidung yang sering mengeluarkan cairan, penyakit ini banyak dijumpai pada bayi dan anak. Dibedakan istilah nasofaring akut untuk anak dan common cold untuk orang dewasa oleh karena manifestasi klinis penyakit ini pada orang dewasa dan anak berlainan. Pada anak infeksi lebih luas , mencakup daerah sinus paranasal, telinga tengah disamping nasofaring, disertai demam yang tinggi. Pada orang dewasa infeksi mencakup daerah terbatas dan biasanya tidak disertai demam yang tinggi (Ngastiyah, 1997 : 12). Pada dasarnya penyakit batuk dan pilek pada Bayi maupun Balita dapat disebabkan oleh banyak faktor. Sebagian besar penyebabnya adalah virus. Selain virus batuk dan pilek serta demam tidak saja dipengaruhi oleh virus tetapi dapat juga disebabkan oleh bakteri (Danarti, 2010 : 2-3). Bagi kebanyakan orang, flu dianggap hal yang biasa dan akan sembuh dengan sendirinya dalam 1 atau 2 minggu. Namun bagi sebagian orang flu dapat membuat mereka sangat menderita, mereka yang dimaksud adalah bayi dan anak usia dibawah lima tahun (Aden R, 2010: 2 dan 22). Pada Bayi, Balita dan Anak, infeksi saluran nafas yaitu Common cold sangat berbahaya karena dapat menggangu makan dan kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah yang lebih akut apabila tidak ada perhatian khusus dari orang tua maupun peran perawat di masyarakat serta menentukan apakah diperlukan intervensi medis (Gould, 2003 : 219-220). 1.1.2 Etiologi Penyakit Common Cold Commond cold merupakan rhinitis akut yang disebabkan oleh virus “selesma”. Rhinitis berarti “iritasi hidung” dan adalah derivative dari rhino, berarti “hidung”. Selaput lendir pada hidung yang terkena iritasi atau radang akan memproduksi lebih banyak lendir dan mengembang, sehingga hidung menjadi tersumbat dan pernafasan jadi sulit (Admin, 2011). Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan subgrup family yang paling besar, terdiri dari 89 serotipe yang telah di identifikasi dengan reaksi netralisasi memakai antiserum spesifik. Rhinovirus berasal dari bahasa yunani rhin- yang artinya adalah hidung. Rhinovirus merupakan organisme mikroskopis yang menyerang sel-sel mukus pada hidung, merusak fungsi normal mereka serta memperbanyak diri di sana. Virus tersebut dapat bermutasi dan hingga saat ini ada sekitar 250 strain atau jenis rhinovirus. Selain virus, batuk dan pilek dan demam juga di sebabkan oleh bakteri. Keadaan bayi yang demikian biasa disertai panas. Gejala yang lebih berat lagi tenggorokan berwarna merah. Pengobatannya cukup dengan memberikan antibioitik. Biasanya batuk dan pilek pada bayi terjadi selama lima 5 hari. Virus adalah organisme yang amat halus. Karena amat halusnya itu tidak dpat dilihat dengan mikroskop biasa. Untuk itu diperlukan suatu mikroskop electron yakni mikroskop yang mampu membesarkan sampai 1000000 X. Jenisjenis virus yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit yakni cacar, gondongan, influenza, selesma atau Common Cold dan lain sebagainya (Aden R, 2010:12). 2.1.3 Gejala penyakit Common Cold Adapun gejala penyakit Common cold yaitu : 1. Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah terinfeksi. 2. Biasanya gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan. 3. Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan. 4. Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul pada saat terjadinya gejala. 5. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan pada hari-hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu penderita. 6. Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan jumlahnya tidak terlalu banyak. 7. Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua (Admin, 2011). Dimana gejalnya hidung berair, kadang tersumbat, lalu di ikuti dengan batuk dan demam. Jika cairan atau lendir banyak keluar dari hidung bayi sehingga membuatnya kesulitan untuk bernafas. Selain itu gejala nasofaringitis dengan pilek, batuk sedikit dan kadang-kadang bersin. Dari hidung keluar sekret cair dan jernih yang dapat kental dan parulen bila terjadi infeksi sekunder oleh kokus. Secret ini sangat merangsang anak kecil. Sumbatan hidung (kongesti) menyebabkan anak bernafas melalui mulut dan anak menjadi gelisah. Pada anak yang lebih besar kadang-kadang didapat rasa nyeri pada otot, pusing dan anareksia. Sumbatan hidung (Kongesti) di sertai selaput lendir tenggorok yang kering menambah rasa nyeri (Rusepno. Dkk, 1985). Gejala yang umum adalah batuk, sakit tenggorokan, pilek, hidung tersumbat, dan bersin, kadang-kadang disertai dengan mata merah, nyeri otot, kelelahan, sakit kepala, kelemahan otot, menggigil tak terkendali, kehilangan nafsu makan, dan kelelahan ekstrim jarang. Demam lebih sering merupakan gejala influenza, virus lain atas infeksi saluran pernapasan yang gejalanya luas tumpang tindih dengan dingin, tapi lebih parah. Gejala mungkin lebih parah pada bayi dan anak-anak (karena sistem kekebalan tubuh mereka tidak sepenuhnya berkembang) serta orang tua (karena sistem kekebalan tubuh mereka sering menjadi lemah). Mereka yang menderita pilek sering melaporkan sensasi chilliness meskipun dingin tidak umumnya disertai dengan demam, menggigil dan meskipun umumnya berhubungan dengan demam, sensasi mungkin tidak selalu disebabkan oleh demam yang sebenarnya. Sekitar 30-50% dari pilek disebabkan oleh rhinovirus. 2.1.4 Penyebaran / Penularan Penyakit Common cold Batuk pilek merupakan penyakit saluran pernapasan yang paling sering mengenai bayi dan anak. Bayi yang masih sangat mudah tertular, karenanya perawat yang sedang batuk pilek tidak diperkenankan bekerja di ruangan bayi walaupun ia memakai masker, karena virus dapat menembusnya. Penularan juga masih tetap terjadi karena seseorang yang pilek akan sering memegang hidungnya karena rasa gatal atau membuang ingusnya, jika tidak segera mencuci tangan ia menjadi sumber penularan. Masa tunasnya adalah 1-2 hari dengan faktor predisposisi kelelahan, gizi buruk, anemia, dan kedinginan. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada waktu pergantian musim. Komplikasi lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil dari pada anak yang lebih besar (Ngastiyah, 1997 : 1213) Bayi dan anak dapat tertular virus penyebab common cold melalui: 1. Penularan melalui udara. Bila seseorang sakit batuk-pilek, saat dia batuk, bersin atau berbicara bisa menularkan virus pada bayi dan anak. 2. Kontak langsung. Virus dapat menular ketika orang yang sedang sakit menyentuh hidung/mulutnya, lalu menyentuh tangan bayi/anak, selanjutnya bayi/anak menyentuh hidung/mulutnya dengan tangannya yang sudah terkontaminasi virus. 3. Menyentuh benda yang terkontaminasi virus. Virus dari orang yang sedang sakit dapat melekat di permukaan benda dalam waktu 2 jam atau lebih. Anak/bayi bisa tertular bila menyentuh benda yang terkontaminasi virus lalu menyentuh mulut/hidungnya. 2.1.5 Pencegahan penyakit Common Cold Virus penyebab selesma atau comond cold sangat mudah menyebar, baik melalui kontak langsung maupun lewat udara atau cairan tubuh. Untuk menghindarkan diri dari penyakit commond cold ini, secara umum yang perlu diperhatikan dan dilakukan setiap harinya, antara lain: 1. Menjaga kebersihan perorangan seperti sering mencuci tangan, menutup mulut ketika batuk dan bersin, dan membuang ludah / dahak dari mulut dan ingus hidung dengan cara yang bersih dan tidak sembarangan. 2. Bila memungkinkan, hindari jangan sampai berjejal di satu ruangan, misalnya ruang keluarga, atau tempat tidur. Ruangan harus memiliki ventilasi yang cukup lega. 3. Hindari merokok di dalam rumah, apalagi dimana ada banyak anak-anak. 4. Berpola hidup sehat, hindari minum alkohol, stres, istirahat cukup, dll. 5. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan. 6. Bila akan menyentuh/menggendong bayi, cucilah tangan dahulu. 7. Makan makanan yang bersih, higienis, sehat, gizi-nutrisi seimbang. Idealnya 4 sehat 5 sempurna. 8. Memperhatikan dan menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan. 9. Konsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum memutuskan untuk menggunakan obat-obatan, jamu, jamur, herbal, atau suplemen untuk mengatasi comond cold. 2.1.6 Pengobatan Penyakit Common cold Saat ini, tidak ada terapi antiviral yang efektif untuk pengobatan common cold. Oleh karena common cold merupakan penyakit yang self-limiting, yaitu sembuh dengan sendirinya, maka pengobatan hanya ditujukan untuk meredakan gejala. Terapi yang direkomendasikan adalah obat yang spesifik untuk gejala tertentu.Obat semprot hidung yang mengandung dekongestan dapat digunakan, tapi tidak melebihi 3 hari untuk mencegah efek rebound. Bersin-bersin dan hidung berair dapat diredakan dengan antihistamin.Namun tidak semua antihistamin efektif untuk meredakan gejala tersebut. Selain itu pengobatan untuk bayi dan anak-anak ada beberapa tip yang harus di lakukan, yaitu 1. Berikan minum lebih banyak untuk mengencerkan lendir di tenggorokanya. 2. Berikan obat sesuai dengan gejalanya. Hindari obat yang berkhasiat menyembuhkan banyak gejala (Batuk, pilek,hidung tersumbat, demam) dalam kemasan, kecuali semua gejala itu memang ada sama si kecil. 3. Berikan obat batuk yang bersifat mengencerkan dahak. Hindari obat batuk yang bersifat menekan batuk karena akan menghambat lender yang akan keluar. 4. Hindari member obat batuk bebas untuk anak di bawah usia 2 tahun. 5. Jika dalam waktu 2 hari setelah mengkonsumsi obat bebas tidak tampak kesembuhan maka segera hubungi dokter (Danarti, 2010: 2-4). 2.2 Tinjauan Umum Sanitasi Rumah Lingkungan dan sanitasi tempat tinggal yang sehat mampu menghindari timbulnya suatu penyakit yang membuat masyarakat tergangu. Mukono, 2010 mengatakan bahwa lingkungan yang buruk akan berdampak buruk pula terhadap kesehatan masyarakat. 2.2.1 Definisi Sanitasi Rumah Sanitasi adalah menciptakan keadaan lingkungan yang baik atau bersih untuk kesehatan. Atau Sanitasi biasa disebut juga kebersihan lingkungan. Perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan sarana pembinaan keluarga yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (Mukono, 2006:158). Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga merupakan status lambang sosial. Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Karena itu pengadaan perumahan merupakan tujuan fundamental yang kompleks dan tersedianya standar perumahan merupakan isu penting dari kesehatan masyarakat. Perumahan yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya pelayanan sosial. Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992). Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu keberadaan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya. Dan sarana lingkungan yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan, pertokoan, sarana perhubungan, keamanan, serta fasilitas umum lainnya (Keman, 2005). 2.2.2 Faktor Sanitasi rumah terhadap kejadian penyakit Common Cold Sanitasi tempat tinggal (rumah) yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan berdampak negatif terhadap kejadian penyakit saluran pernafasan diantaranya Common cold. 1. Ventilasi rumah Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pertukaran udara dari luar ke dalam rumah atau sebaliknya, baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut : Ventilasi rumah mempunyai fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapaan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri–bakteri , pathogen (bakteribakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban (humudity) yang optimum (Askep, 2008). Ada dua macam ventilasi, yakni : 1. Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding, dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha untuk melindungi kita dari gigitan nyamuk tersebut. 2. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin pengisap udara (Notoatmodjo, 2007:169). Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut : 1. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan. 2. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kenderaan, debu dan lain-lain. 3. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang-barang, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain (Lubis, 2000). Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah. Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan kulit dan penyerapan (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan uraian tersebut bahwasanya keadaan ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat memicu terjadinya penyakit infeksi saluran pernafasan diantaranya penyakit Common Cold. Dimana Kondisi rumah dengan cahaya dan ventilasi yang kurang akan menjadi suasana yang cukup kondusif bagi hidupnya tungau debu dalam rumah. Tungau debu rumah juga termasuk alergen yang sering ditemukan. Cara-cara yang dapat dilakukan adalah menambah ventilasi, membuka pintu depan rumah dan jendela pada siang hari, atau menjemur kasur kapuk di atas seng. Menurut Notoatmodjo (2003), rumah yang ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah, hal ini disebabkan karena proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam rumah tidak lancar, sehingga bakteri penyebab penyakit infeksi saluran pernafasan yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi yang tidak memenhi persyaratan juga menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit. Penyakit Common Cold pada bayi biasanya alergen ditemukan terutama di sekitar tempat tidur dan kamar, sisa protein susu sapi pada bayi yang mendapat susu formula pada usia dini yang di konsumsinya. Sehingga pertumbuhan bakteri berlangsung dan dapat menimbulkan infeksi saluran pernafasan. 2. Kepadatan Hunian Rumah Diperkirakan rata-rata jumlah kelahiraan bayi hidup di bumi ini adalah 253 bayi/ menit atau sekitar 365.000 bayi/ hari, sementara rata-rata jumlah kematian orang hanya 100 orang/ menit atau sekitar 144.000 orang/hari. Ini berarti terdapat 2,5 kali lebih banyak kelahiran dari pada kematian. Dengan demikian maka akan terjadi peningkataan penduduk sebanyak 221.000 orang/hari atau sekitar 81 juta orang/ tahun ( Soegianto, 2005 : 4). Berdasarkan KepMenkes RI No.829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan. Kepadatan hunian adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m2 per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan yang sederhana, minimum 9 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 3 m2/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun. Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni ≥ 9 m2/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni < 9 m2/orang (Keman, 2005). Kepadatan hunian dalam satu rumah akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi (Notoadmodjo, 2003). Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 m2 sampai dengan 3m2 untuk tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu penghuni menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lain. Adapun kasus pendukung untuk kepadatan hunian dengan kejadian Penyakit Common Cold yaitu contoh penyakit berbasis lingkungan, misalnya berbagai penyakit yang di derita sekali waktu pada sebuah komunitas yang hidup atau tinggal pada pemukiman padat berdesakan dimana Sanitasi dasar yang buruk yaitu dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan di antaranya Ispa, Common Cold, Pneunomia yang merupakan suatu kejadian penyakit pernafasan dengan angka kematian yang cukup fatal pada Balita. Kepadatan hunian penduduk juga merupakan faktor risiko utama terkena penyakit, misalnya rumah padat penghuni, asrama dan pengungsian. Oleh sebab itu bagi anak-anak di bawah lima tahun sebaiknya menghindari kerumunan seperti itu, karena daya tahan tubuh anak-anak sangat rentan terhadap kejadian tersebut (Achmadi, 2011 : 124). 3. Pencahayaan alami Pencahyaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca. Cahaya berdasarkan sumbernya dibedaka menjadi dua jenis, yaitu : a. Cahaya Alamiah Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen didalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang cukup (jendela, luasnya sekurang-kurangnya 15% - 20%). Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung kedalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. b. Cahaya Buatan Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lain-lain. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari terangnya sumber cahaya (Notoatmodjo, 2003). Menurut Lubis dan Notoatmodjo (2003) cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri dan virus yang dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan seperti Common cold, ISPA dan pneumonia. Menurtut Depkes RI (2002), kuman hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahyaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit pernafasan. Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), kuman atau bakteri dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Kuman atau bakteri akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari. Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), rumah yang tidal masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita penyakit infeksi pernafasan dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari. 4. Adanya perokok dalam rumah Paparan asap rokok adalah suatu penyebab utama penyakit infeksi pernafasan dan peningkatan risiko infeksi paru-paru pada orang dewasa dan anakanak. paparan asap pada orang dewasa meningkatkan insiden dan keparahan penyakit asma, gangguan fungsi paru-paru dan saluran napas. Efek paparan asap rokok dalam menimbulkan infeksi paru-paru sama dengan efek yang ditimbulkan pada perokok aktif dan anak-anak yang memiliki resiko tertinggi. Hampir separuh dari Balita dan anak-anak di dunia menghirup asap rokok di di dalam rumah sehingga dapat mengakibatkan penurunan fungsi paru-paru dan meningkatkan resiko dan keparahan penyakit asma dan infeksi saluran napas (Muhamad, 2008). WHO, badan kesehatan dunia, bahkan memperkirakan hampir sekitar 700 juta anak atau sekitar setengah dari seluruh anak di dunia ini, termasuk bayi dan Balita yang masih menyusui pada ibunya, terpaksa mengisap udara yang terpolusi asap rokok. Ironisnya, hal itu justru terjadi lebih banyak di dalam rumah mereka sendiri. Nikotin yang ada dalam rokok terserap dengan cepat dari saluran pernapasan ke aliran pembuluh darah ibu dan langsung ditransfer ke ASI dengan cara difusi. Jika ada orang luar yang merokok di dekat bayi, maka selain nikotin terserap dari ASI ibu yang terpapar asap rokok, juga diserap langsung melalui pernapasan (udara) si kecil. Nikotin bersama dengan ribuan bahan beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernapasan bayi. Nikotin yang terhirup melalui saluran pernapasan dan masuk ke tubuh melalui ASI ibunya akan berakumulasi di tubuh bayi dan membahayakan kesehatan si kecil. Bukan hanya itu, nikotin ternyata juga dapat mengubah rasa ASI, dan membahayakan kesehatan bayi. Biasanya, bayi akan rewel dan menolak menyusui jika ibunya baru merokok atau menghirup asap rokok. Akibat gangguan asap rokok pada bayi antara lain adalah muntah, diare, kolik, denyut jantung meningkat, dan lain-lain. Penelitian di Santiago, Chili, menunjukkan bahwa asap rokok yang terhirup oleh ibu menyusui dapat menghambat produksi ASI. Dalam waktu tiga bulan, terlihat berat badan bayi dari ibu yang perokok atau menghirup asap rokok, juga tidak menunjukkan pertumbuhan yang optimal. Asap rokok yang terpaksa diisap perokok pasif, ternyata mempunyai kandungan bahan kimia yang lebih tinggi dibandingkan dengan asap rokok yang diisap oleh si perokok. Hal ini karena ketika rokok sedang diisap, tembakau terbakar pada temperatur lebih rendah. Kondisi ini membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan banyak bahan kimia. Asap rokok itu sendiri mengandung sekitar 3.000-an bahan kimia beracun, 43 di antaranya jelas-jelas bersifat karsinogen (penyebab kanker). Tak heran jika pengaruh asap rokok pada perokok pasif itu tiga kali lebih buruk daripada debu batu bara. Berbagai penelitian membuktikan asap rokok yang ditebarkan orang lain, imbasnya bisa menyebabkan berbagai penyakit, bukan saja pada orang dewasa, tapi terutama pada bayi dan anak-anak. Mulai dari aneka gangguan pernapasan pada bayi, infeksi paru dan telinga, gangguan pertumbuhan, sampai kolik (gangguan pada saluran pencernaan bayi) (Meta, 2008). Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan. Balita dan Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu,Common Cold, asma pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan di paru-paru dan mengakibatkan pecahnya kantong udara. Paparan asap rokok adalah suatu penyebab utama tetapi dapat dicegah dalam peningkatan resiko infeksi paru-paru pada orang dewasa dan anak-anak. Efek paparan asap rokok dalam menimbulkan infeksi paru-paru sama dengan efek yang ditimbulkan pada perokok aktif dan anak-anak yang memiliki resiko tertinggi. Perokok maupun yang terhirup asap rokok memiliki resiko yang lebih besar dalam memperoleh penyakit common cold (Hidayati, 2011). 2.3 Kerangka Berpikir Dalam kerangka berpikir ada dua sub pokok bahasan yaitu Kerangka Teori dan kerangka konsep, yang akan dibahas dibawah ini : 2.3.1 Kerangka Teori Rumah 1.Ventilasi Rumah 2.Kepadatan Hunian 3.Pencahayaa n Alami 4.Adanya Perokok Sanitasi Rumah Tingkat Sosial Ekonomi Tingkat Pengetahuan Kuman Penyebab a.Derajat infeksi kuman/Virulensi b. Jumlah kuman Tingkat Kelemba ban Mikroor ganisme (Rhinovi rus) Pen yaki t Com mon cold Adanya perokok dalam rumah Kelengkapan Imunisasi Stataus Gizi Perilaku dan Daya Tahan subjek Gambar 2.1 Kerangka Teori Hubungan Sanitasi Rumah dengan kejadian penyakit Common cold pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. 2.3.2 Kerangka Konsep Ventilasi Rumah Kepadatan hunian rumah Pencahayaan alami Kejadian penyakit Common Cold pada Balita Adanya perokok dalam rumah Keterangan : : Variabel Independen (variable bebas) : Variabel dependen (variable terikat) Gambar 2.2 Kerangka Konsep Hubungan Sanitasi Rumah dengan kejadian penyakit Common cold pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. 2.3.3 Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Nol (Ho) 1.1 Tidak ada hubungan Ventilasi rumah dengan kejadian Common Cold pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. 1.2 Tidak ada hubungan Kepadatan hunian rumah dengan kejadian Common Cold pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. 1.3 Tidak ada hubungan Pencahayaan alami dengan kejadian Common Cold pada di wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. 1.4 Tidak ada hubungan Merokok dalam rumah dengan kejadian Common Cold pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. 2. Hipotesis Alternatif (Ha) 2.1 Ada hubungan Ventilasi rumah dengan kejadian Common Cold pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. 2.2 Ada hubungan Kepadatan hunian rumah dengan kejadian Common Cold pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. 2.3 Ada hubungan Pencahayaan alami dengan kejadian Common Cold pada di wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. 2.4 Ada hubungan Merokok dalam rumah dengan kejadian Common Cold pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012.