laporan kasus Inferior Myocardial Infarction dengan Complete Heart Block Verdy Rumah Sakit Umum Daerah Sekadau, Sekadau, Kalimantan Barat, Indonesia PENDAHULUAN Infark miokard adalah kumpulan gejala klinis akibat tersumbatnya arteri koroner, yang menyebabkan matinya sel-sel otot jantung pada daerah vaskularisasi arteri koroner tersebut.1 Arteri koroner umumnya terdiri dari dua cabang utama, yaitu right coronary artery (RCA) dan left coronary artery (LCA); dalam perjalanannya left coronary artery bercabang menjadi left anterior descending (LAD) dan left circumflex (LCX). Pada populasi umum, atrioventricular (AV) node dan SA node sebagian besar mendapat vaskularisasi dari RCA yaitu masingmasing 90% dan 60%; selain itu ventrikel kanan, sepertiga septum interventricular posterior, bagian inferior ventrikel kiri, dan sebagian posterior ventrikel kiri mendapat vaskularisasi dari RCA. Penyumbatan RCA umumnya menimbulkan manifestasi klinis berupa sinus bradikardi, AV block, infark ventrikel kanan, serta infark posteroinferior ventrikel kiri.2 Complete heart block, atau biasanya dikenal sebagai AV block derajat III, merupakan gangguan konduksi jantung yang aktivitas konduksinya tidak melalui AV node, sehingga aktivitas konduksi di atrium dan aktivitas konduksi di ventrikel tidak berhubungan. Gambaran AV block derajat III pada elekrokardiografi adalah kompleks QRS sesuai dengan frekuensi irama ventrikuler dan gelombang P sesuai dengan frekuensi irama sinus. Salah satu penyebab terjadinya complete heart block adalah infark miokard pada RCA.3 KASUS Sebuah kasus emergency call dari rumah seorang laki-laki berusia 56 tahun. Pasien mengeluh lemas, capek, dan terdapat episode hilang kesadaran dengan jerking singkat kurang dari satu menit. Dua hari sebelumnya pasien mengeluh dada sesak disertai mual dan muntah; sejak itu pula 44 Gbr 1. Elektrokardiografi pasien: STEMI Inferior dengan AV block derajat III. pasien merasa tidak mampu melakukan aktivitas harian seperti biasanya. Riwayat penyakit: DM sejak ± 10 tahun tidak terkontrol baik, hipertensi tidak ada, dislipidemia disangkal, tidak merokok, dan riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak diketahui pasti. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: sakit berat, pucat; nadi 46x/menit regular, pernapasan 24x/menit, tekanan darah 100/60 mmHg, SpO2 91%, gula darah sewaktu 241mg/dL, kolesterol 142 mg/dL, trigliserida 90 mg/dL, dan asam urat 10,9 mg/dL. Pada pemeriksaan EKG didapatkan STEMI Inferior dengan AV block derajat III. Diagnosis: Inferior Myocardial Infarction dengan Complete Heart Block. Tata laksana: O2 3L/menit via nasal canula, clopidogrel 300 mg (4 tab), acetylsalicylic acid 320 mg (4 tab), atorvastatin 20 mg, enoxaparin 4.000 IU sc, drip dopamine 5µg/ kgBB/menit dalam NaCl 0,9%. Rencana dirujuk ke RS dengan fasilitas CathLab. DISKUSI Kasus infark miokard dengan complete heart block di daerah yang tidak memiliki fasilitas cathlab merupakan tantangan luar biasa dalam penanganan awal dan proses rujukan pasien ke RS dengan fasilitas cathlab yang menghabiskan waktu kurang lebih delapan jam. Kondisi hemodinamik pasien yang tidak stabil memerlukan tenaga medis dengan kapabilitas fundamental ciritical care dalam proses rujukan. Hasil penanganan kasus ini merupakan pembelajaran dan untuk pemahaman lebih baik mengenai infark miokard dengan complete heart block. PATOGENESIS Penyebab infark miokard secara teoritis 4: • Trombosis Koroner. Penelitian angiografi segera setelah timbulnya keluhan dan studi postmortem pasien MI menunjukkan lebih dari 85% menda- CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012 laporan kasus patkan oklusi trombus pada arteri penyebab (culprit artery). Trombus yang terbentuk merupakan campuran trombus putih dan trombus merah. • Retakan plak. Trombosis koroner umumnya dihubungkan dengan retakan plak. Perubahan tiba-tiba dari angina stabil menjadi tidak stabil atau infark miokard umumnya berhubungan dengan retakan plak pada titik tempat tekanan shear stressnya tinggi dan sering dihubungkan dengan plak aterosklerosis ringan. Plak yang robek kemudian merangsang agregasi trombosit yang selanjutnya akan membentuk trombus. • Spasme arteri koroner. Perubahan tonus pembuluh darah koroner melalui Nitric Oxide (NO) endogen dapat mengubah ambang rangsang angina antara satu pasien dengan yang lain, serta antara satu saat dengan saat lain. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tonus arteri yaitu hipoksia, katekolamin endogen, dan zat vasoaktif (serotonin, adenosine diphosphat). GEJALA DAN TANDA Gejala-gejala umum infark miokard adalah nyeri dada retrosternal. Pasien sering mengeluh rasa ditekan atau dihimpit, yang lebih dominan dibanding rasa nyeri. Keluhan-keluhan yang mengarah pada infark miokard antara lain: • Rasa tekanan yang tidak nyaman, rasa penuh, diremas, atau nyeri dada retrosternal dalam beberapa menit, sehingga penderita memegang dadanya atau yang lebih dikenal sebagai Levine sign, yang merupakan tanda khas untuk penderita pria.1 • Nyeri yang menjalar ke bahu, leher, satu atau kedua tangan atau rahang bawah, ke punggung.4 yang menyerupai keluhan penderita batu empedu.1 Hal-hal dapat menyerupai nyeri dada akibat infark miokard:4 • Diseksi aorta • Emboli paru akut • Efusi perikardial akut dengan tamponade jantung • Tension pneumothorax DIAGNOSIS Pemeriksaan fisik1 Kondisi umum pasien infark miokard dapat pucat, berkeringat banyak, atau gelisah. Nadi dapat berupa aritmia, bradikardi, atau takikardi; yang perlu diperhatikan jika pasien akan diberi β-blocker. Penderita infark miokard dapat mengalami hipertensi akibat respon nyeri hebat atau hipotensi akibat syok kardiogenik. Peningkatan tekanan vena jugularis umumnya ditemukan pada penderita infark miokard ventrikel kanan. Pada auskultasi, bunyi jantung dapat bervariasi sesuai komplikasi yang timbul akibat infark miokard; misalnya mitral regurgitasi dengan murmur pansistolik dan S1 yang lemah atau VSD dengan murmur pansistolik yang keras dan tinggi dan S1 yang normal. Elektrokardiografi5 Temuan EKG 12 lead pada infark miokard menurut evolusinya dapat berupa gelombang T hiperakut, perubahan segmen ST, dan gelombang Q patologis. Menurut lokasi anatomis infark miokard temuan abnormalitas EKG adalah sebagai berikut: • Dinding inferior: lead II, III, dan aVF • Dinding anterior: lead V1-V4 • Dinding lateral: lead I, aVL, V5-V6 • Ventrikel kanan: lead V1R-V6R • Dinding posterior: lead V7-V9 • Nyeri dada yang disertai rasa sempoyongan, mau jatuh, berkeringat, atau mual muntah (khas untuk infark miokard inferior).1 Pada NSTEMI temuan EKG dapat normal, ST depression, T flat, atau T inversion, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan serial untuk melihat dinamika perubahannya. Perbedaan NSTEMI dan Unstable Angina Pectoris adalah pada hasil pemeriksaan biomarker jantung.1 • Sesak napas yang tidak dapat dijelaskan, yang dapat terjadi dengan atau tanpa nyeri dada; seperti pada penderita dengan riwayat diabetes atau hipertensi yang mengeluh nyeri perut Biomarker Jantung: Kriteria biomarker jantung untuk mendiagnosis MI:6 • CK-MB meningkat secara serial dan kemudian turun dengan perbedaan dua CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012 hasil pemeriksaan lebih dari 25% • CK-MB 10 – 13 U/L atau lebih dari 5% dari total aktivitas CK • Pada dua pemeriksaan berbeda waktu minimal 4 jam didapatkan peningkatan aktivitas CK-MB lebih dari 50% • Pada satu pemeriksaan CK-MB didapatkan peningkatan dua kali lipat nilai normal • Lebih dari 72 jam didapatkan peningkatan Troponin T atau I, atau LDH-1 > LDH-2 TATA LAKSANA4 1. Oksigen Oksigen diberikan pada semua pasien infark miokard. Pemberian oksigen mampu mengurangi ST elevasi pada infark anterior. Berdasarkan konsensus, dianjurkan memberikan oksigen dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara klinis tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan berikut : • Pasien dengan nyeri dada menetap atau berulang atau dengan hemodinamik yang tidak stabil • Pasien dengan tanda-tanda edema paru akut • Pasien dengan saturasi oksigen < 90% 2. Acetylsalicylic acid Acetylsalicylic acid 160-325 mg dikunyah, untuk pasien yang belum mendapat acetylsalicylic acid dan tidak ada riwayat alergi dan tidak ada bukti perdarahan lambung saat pemeriksaan. Acetylsalicylic acid supositoria dapat digunakan pada pasien dengan mual, muntah atau ulkus peptik, atau gangguan saluran cerna atas. 3. Nitroglycerin Tablet nitroglycerin sublingual dapat diberikan sampai 3 kali dengan interval 3-5 menit jika tidak ada kontraindikasi. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil, misalnya pada pasien dengan tekanan diastolik ≤ 90 mmHg atau 30 mmHg lebih rendah dari pemeriksaan awal. Nitroglyce­rin adalah veno­ dilator dan penggunaannya harus secara hati-hati pada keadaan infark inferior atau infark ventrikel kanan, hipotensi, bradikardi, takikardi, dan penggunaan obat penghambat fosfodiesterase dalam waktu <24 jam. 4. Morphine Diberikan jika nitroglycerin sublingual tidak 45 laporan kasus responsif. Morphine merupakan pengobatan yang cukup penting pada infark miokard dengan alasan: • Menimbulkan efek analgesik pada SSP yang dapat mengurangi aktivitas neurohumoral dan menyebabkan pelepasan katekolamin • Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel kiri dan mengurangi kebutuhan oksigen. • Menurunkan tahanan vaskuler sistemik, sehingga mengurangi after load ventrikel kiri. • Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut. 5. Terapi reperfusi awal Sebelum melakukan terapi reperfusi awal harus dilakukan evaluasi sebagai berikut: • Langkah I: Nilai waktu onset serangan, risiko STEMI, risiko fibrinolisis dan waktu yang diperlukan untuk transportasi ke ahli kateterisasi PCI yang tersedia. • Langkah II: strategi terapi reperfusi fibrinolisis atau invasif. Terapi fibrinolisis dilakukan jika onset < 3 jam, tidak tersedia pilihan terapi invasif; waktu doctor-baloon atau door-baloon > 90 menit; door-baloon­ minus door-needle > 1 jam, dan tidak terdapat kontraindikasi fibrinolisis. Terapi invasif (PCI) dilakukan jika onset > 3 jam, tersedia ahli PCI, kontak doctor- baloon atau door-baloon <90 menit; doorbaloon­minus door-needle < 1 jam. Terdapat kontraindikasi fibrinolisis, termasuk risiko perdarahan intraserebral, pada STEMI risiko tinggi (CHF, Killip ≤ 3) atau diagnosis STEMI diragukan. bila diberikan dalam beberapa hari setelah infark miokard. Pemberian dapat dilakukan lebih awal (dalam 24 jam) pada infark miokard dan bila sudah mendapatkan statin sebelumnya maka terapi dilanjutkan. 6. Low Molecular Weight Heparin (misalnya enoxaparin) Indikasi: STEMI, NSTEMI, angina tidak stabil ; pada STEMI digunakan sebagai terapi tambahan fibrinolitik. 10. Terapi complete heart block Keadaan bradikardi akibat complete heart block dengan hemodinamik tidak stabil harus disiapkan untuk pemasangan pacu jantung transkutan atau transvena. Sambil menunggu persiapan pacu jantung dapat dipertimbangkan pemberian atropine 0,5mg i.v dengan dosis maksimal 3mg i.v. Selain itu dapat dipertimbangkan pemberian epinefrin dengan dosis 2-10 µg/menit atau dopamine 2-10 µg/kgBB/menit. Mekanisme kerja: menghambat thrombin secara tidak langsung melalui kompleks antithrombin III Dibandingkan dengan unfractionated heparin lebih selektif pada penghambatan faktor Xa. 7. Clopidogrel dapat menggantikan acetylsalicylic acid bila pasien alergi terhadap acetylsalicylic acid. 8. Pemberian dosis awal clopidogrel 300 mg (loading dose) dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari merupakan terapi tambahan selain acetylsalicylic acid, UFH atau LMWH dan GP IIb/IIIa. Mekanisme kerja clopidogrel adalah sebagai antiplatelet, antagonis reseptor ade­ nosine diphosphat. 9. Statin (MHGCoenzyme A Reductase Inhibitor) mengurangi insiden reinfark, angina berulang, rehospitalisasi, dan stroke Simpulan Complete Heart Block merupakan salah satu komplikasi infark miokard inferior yang perlu penanganan segera terutama pada kondisi hemodinamik tidak stabil. Hal utama dalam mendiagnosis infark miokard meliputi anamnesis, pemeriksaan EKG 12 lead, dan pemeriksaan biomarker jantung. Tata laksana infark miokard umum dan cepat meliputi suplementasi oksigen, acetylsalicylic acid, nitroglyserin, morphine (disingkat MONA-CO) dengan clopidogrel. Terapi reperfusi definitif, baik dengan fibrinolisis atau dengan terapi invasif (PCI). DAFTAR PUSTAKA Boyle AJ, Jaffe AS. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH ed. Current Diagnosis & Treatment Cardiology 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2009:51-72. Myocardial Infarction.http://www.emedicine.medscape.com/article/155919.htm. Accessed June 17, 2011. Third-Degree Heart Block.http://www.emedicine.medscape.com/article/758454.htm. Accessed June 17, 2011. Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S eds. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Jakarta: PERKI; 2008:70-81. Morris F, Brady WJ. Acute Myocardial Infarction-Part I. In: Morris F, Edhouse J, Brady WJ, Camm J eds. ABC of Clinical Electrocardiography 1st ed. London: BMJ Books; 2003:29-32. 6. Ryan TJ, Antman EM, Brooks NH, et al. ACC/AHA Pocket Guidelines for The Management of Patients with Acute Myocadial Infarction. ACC & AHA ,Inc.; 2000:6-11. 1. 2. 3. 4. 5. 46 CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012