BAB II KAUM AWAM DALAM GEREJA DAN PEMBERDAYAANNYA Dalam bagian ini, penulis pertama-tama akan memulai dengan memaparkan teologi imamat am orang percaya. Lalu bagaimana konsep pemberdayaan sebab kaum awam adalah orang dewasa yang perlu diberdayakan melalui pendidikan dan pada bagian akhir diuraikan tentang pendidikan untuk orang dewasa dalam gereja dari McKenzie dan model pembelajaran Transformatif dari Jack Mezirouw II. 1. Teologi Imamat Am Orang Percaya II. 1.1 Siapakah Kaum Awam Signifikansi kaum awam mulai muncul ke permukaan ketika terjadi Reformasi dalam Gereja. Reformasi tidak diragukan lagi memproklamasikan imamat semua orang percaya yang universal dan secara fundamental menolak perbedaan antara orang awam dan rohaniwan. Untuk itu akan diuraikan siapakah kaum awam menurut beberapa teolog di masa reformasi dan sesudahnya. Pertama, Martin Luther dalam pengajarannya memaparkan bahwa kaum awam adalah setiap orang percaya yang ada, untuk melayani orang-orang lain. Orang awam itu adalah imam bagi orang-orang lain. Kaum awam ini mengekspresikan imannya dalam tindakan sosial yang bermanfaat dan dengan demikian mengkomunikasikan kekuasaan Injil. Adanya peran aktif dari pihak jemaat atau kaum awam yang bermacam-macam itu, sebagai bentuk tanggung jawabnya atas nama orang-orang lain. Tidak ada perbedaan mendasar antara orang-orang Kristen yang saleh dan sekuler, antara kaum awam dan rohaniwan.19 19 Ismail, Andar., Awam dan Pendeta., (Jakarta : PBK Gunung Mulia, 2000)., 3-7 14 Kedua, Johanis Calvin, selalu mengaitkan kaum awam dengan pengajarannya tentang imamat universal dan panggilan orang-orang Kristen. Di mana dikatakan bahwa setiap orang Kristen mempunyai tugas untuk melayani Allah dengan sepenuh hati dan melakukan pekerjaannya di bidang profesi di mana Allah menempatkannya. Walaupun mereka mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda sesuai dengan panggilan masing-masing, namun semua orang percaya baik, itu awam maupun rohaniwan, punya hak datang langsung kepada Allah untuk pengakuan dosa, untuk mencari pengampunan, mencari kekuatan iman untuk kehidupan yang kudus sehari-hari.20 Pada abad ketujuh belas memperlihatkan definisi dari orthodoksi Protestan tentang perbedaan yang semakin meningkat antara kaum awam dan kaum rohaniwan. Adanya keunggulan dari pendeta dibandingkan kaum awam. Pelayanan kaum awam hanya dipertahankan dengan memperjelas jabatan penatua sebagai pembantupembantu pendeta, yang melayani dalam hal-hal yang mempengaruhi kesejahteraan gereja. Para penatua bertugas merawat orang sakit dan mencatat penyimpangan dalam cara hidup dan perkara-perkara serupa. Kaum awam hanya berperan sebagai pendengar-pendengar yang pasif. Berbeda dengan kaum rohaniwan dan teolog yang sangat berperan dan mulia.21 Sedangkan Joseph H. Oldham, mendefinikan kaum awam adalah anggotaanggota gereja, yang menyalurkan tanggung jawab–tanggung jawab dari kehidupan biasa dalam berbagai jabatan pekerjaan yang tak terhitung banyaknya dan dalam suatu keberagaman tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan sehari-hari yang tidak terbatas, yang merupakan ragi yang meragi gumpalan adonan itu. Dalam kesaksian yang tepat dan tak bersuara ini mereka memenuhi fungsi imamat gereja22. 20 Ibid., p.10-20 Ibid., p .21 22 Ibid., p. 40 21 15 Hal senada diungkapkan oleh Hendrik Kraemer, pemimpin lembaga kaum awam yang bernama “Kerk en Wereld” secara tidak langsung memberi kita pengertian tentang kaum awam sebagai kelompok-kelompok profesi misalnya politisi, guru, intelektual, wartawan dan lain sebagainya, dengan panggilan kerja ini, dapat melihat diri mereka sebagai sarana-sarana guna menyakinkan fungsionalisasi yang benar dari gereja di dalam masyarakat.23 Dewan Gereja-Gereja se-Dunia, dalam persidangan I di Amsterdam tahun 1948 memberikan penjelasan juga tentang siapakah kaum awam itu. Kaum awam itu bukan sukarelawan-sukarelawan untuk kegiatan-kegiatan gereja tetapi lebih sebagai orang-orang percaya yang tersebar, yang hidup dan bekerja di dalam suatu komunitas yang lebih luas. Kaum awam ini harus dibantu untuk melihat bagaimana mereka dapat mentaati kehendak Allah di dalam tekanan-tekanan dan persoalan-persoalan kehidupan.24 Sedangkan dalam persidangan ke II, Dewan Gereja-Gereja se-Dunia, di Evanston, tahun 1954 mendefinisikan kaum awam sebagai anggota-anggota gereja yang memperoleh penghasilan untuk kehidupan mereka sehari-hari dalam suatu pekerjaan sekuler dan yang karenanya memanfaatkan jam-jam kerja mereka dalam suatu jabatan pekerjaan duniawi, tidak terkecuali ibu rumah tangga. Disini kata “kaum awam” tidak mengimplikasikan suatu perbedaan teologis apa pun antara kaum awam dan rohaniwan, tetapi istilah itu membuat suatu perbedaan sosiologis antara mereka yang adalah pekerja-pekerja purna waktu di dalam gereja dan mereka yang jabatan pekerjaannya terletak di dalam dunia sekuler. Meskipun demikian “kata kaum awam” 23 24 Ibid., 52 Ibid., 62-64 16 yang digunakan disini juga mempunyai signifikansi teologis untuk misi gereja di dalam dunia.25 Jadi dapat disimpulkan bahwa kaum awam adalah orang-orang Kristen yang mempunyai profesi yang beraneka ragam dan ada di semua bidang kehidupan tanpa terkecuali. Kaum awam ini mencari nafkah untuk kehidupannya dan mengalami berbagai masalah dan tekanan dalam mempertahankan status iman percaya dan panggilanNya. Kaum awam ini ada di segala tempat, tidak demikian dengan kaum rohaniwan dalam melakukan fungsionalisasinya. II. 1. 2 Kaum Awam Dalam Tradisi Calvinis Setelah memahami siapakah kaum awam. Berikutnya akan dipaparkan pemahaman kaum awam dalam tradisi Calvinis, dimana GKI di Tanah Papua juga memiliki asas yang sama. Yohanis Calvin, memperlihatkan bahwa imamat yang universal itu adalah suatu komponen vital dari banyak ajaran-ajarannya yang lain seperti keimaman Kristus, ide tentang panggilan, kunci-kunci dari disiplin, pengampunan Kristus dan persembahan spiritual. Pengajarannya yang mendasar yaitu bagaimana keimaman semua orang percaya berkaitan dengan imamat Kristus. Kristus itu sendiri, benarbenar, adalah satu-satunya imam. Calvin berkata : Jabatan keimaman adalah milik Kristus sendiri karena dengan mempersembahkan korban kematianNya, Ia menghapus kesalahan kita sendiri dan melunaskan dosa-dosa kita… karena, seperti yang telah dikatakan, kita atau doa-doa kita tidak mempunyai akses ke Allah kecuali jika Kristus, sebagai imam besar kita, telah membasuh bersih dosa-dosa kita, menguduskan kita dan mendapatkan bagi kita anugerah itu yang daripadanya kenajisan pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan kita. Jadi kita melihat bahwa kita harus mulai dari kematian Kristus, supaya kemujaraban dan keselamatan dari imamatNya dapat menjangkau kita.26 25 26 Ibid., 65-68 Ibid., 11 17 Jadi jabatan Kristus menghadirkan imamat universal. Artinya ketika orangorang percaya dipersatukan dengan Kristus melalui iman dan partisipasi mereka dalam karya Kristus maka imamat itu dikomunikasikan. Partisipasi di dalam imamat Kristus juga berbicara hubungan Israel dengan Gereja. Yesus dilihat sebagai penggenapan janji-janji dan peraturan-peraturan yang diberikan kepada Israel yang lama. Israel telah dipanggil untuk menjadi suatu imamat yang rajani. Imam-imam sebagai para pemimpin peribadahan Israel berusaha untuk menggenapi ketetapanketetapan peribadahan yang diberikan Allah, tetapi ibadah mereka hanya memberikan pertanda untuk ibadah yang benar itu dan persembahan diri Kristus atas nama kemanusiaan. Allah telah datang kepada manusia sebagai manusia di dalam Yesus Kristus. Konsekuensinya, imamatNya adalah imamat manusia oleh anugerah27. Adanya hubungan antara imamat universal dan panggilan orang-orang Kristen. Setiap orang Kristen yang diselamatkan Yesus secara langsung mempunyai tugas untuk melayani Allah dengan sepenuh hati dan melakukan pekerjaannya di bidang yang Allah telah menempatkannya. Jadi semua orang percaya adalah imamimam dalam panggilan mereka sehari-hari, karena pangilan mereka datang dari Allah. Walaupun mereka mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda yang sesuai dengan panggilannya, namun semua orang percaya baik itu awam maupun rohaniawan, punya hak datang langsung kepada Allah untuk pengakuan dosa, untuk mencari pengampunan, mencari kekuatan iman untuk kehidupan yang kudus sehari-hari.28 Hal yang juga berkaitan dengan imamat am orang percaya, yaitu ada kuasa dari kunci-kunci, pemuridan Kristen dan pengampunan. Kuasa untuk mengikat dan melepaskan yang diberikan kepada Petrus dalam Perjanjian Baru tidak dimaksudkan 27 28 Ibid., 11-12 Ibid., 13 18 menjadi hak istimewa dan tanggung jawab yang eksklusif dari rasul-rasul, tetapi lebih merupakan hak istimewa dan tanggung jawab yang umum dari Gereja. Dalam hierarki gereja abad pertengahan selalu menunjuk kepada Petrus sebagai putra mahkota dari seluruh gereja ketika ia menjanjikan bahwa kunci-kunci itu akan diberikan kepadanya. Calvin berkata : Karena mereka mencukur bagian paling atas dari kepala, supaya mahkota itu, dapat menunjukkan martabat rajani, sebab para rohaniwan itu harus menjadi raja-raja, untuk memerintah diri mereka sendiri dan orang-orang lain. Karena Petrus berbicara tentang mereka sebagai berikut : “Kamu adalah satu bangsa yang terpilih, satu imamat yang rajani, satu bangsa yang kudus, suatu umat milik kepunyaanNya” (I Petrus 2 : 9). Tetapi adalah suatu pelanggaran bagi mereka untuk mengambil bagi diri mereka sendiri saja apa yang telah diberikan untuk seluruh gereja, dan dengan angkuh menyombongkan suatu gelar yang telah mereka renggut dari orang-orang percaya. Petrus sedang berbicara tentang keseluruhan gereja; teman-teman ini memutarnya untuk sedikit orang-orang yang bercukur …29 Dalam tradisi calvin semua orang percaya juga adalah imam-imam karena dalam nama dan dengan kemurahan Kristus. Mereka dapat mempersembahkan kepada Kristus semua persembahan spiritual. Persembahan itu mencakup tugas cinta kasih, doa, puji-pujian, ucapan syukur dan apa saja yang kita lakukan dalam ibadah kepada Allah. Mempersembahkan diri sendiri kepada Allah karena membukakan jalan untuk itu. Kristus telah Keimaman semua orang percaya bukanlah suatu konsepsi yang bersifat perlambang tetapi suatu imamat yang riil di mana semua orang percaya dapat membawa persembahan-persembahan korban spiritual sebagai imam kepada Allah. Jadi bagi Calvin imamat universal itu diekspresikan dalam ibadah, doadoa syafaat, kesaksian dan pelayanan dari seluruh komunitas itu30. Setiap orang percaya memiliki martabat yang tinggi dan tanggung jawab yang penting. Sekalipun Calvin memandang pelayanan yang ditahbis dan mencoba 29 John Calvin., sebagaimana dikutip oleh Andar Ismail., Awam dan Pendeta., (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1999), 14 30 Op.Cit.,15 19 menghubungkannya dengan imamat universal. Para reformator dalam tafsirannya tentang imamat universal, tidak membawa mereka ke penolakan terhadap keteraturan pelayanan. Calvin percaya bahwa pemerintahan gereja ditetapkan secara Ilahi. Bagi gereja, pelayanan itu condition sine qua non. Maksudnya bila menghapus tata gereja sama halnya dengan menghancurkan gereja. Jabatan apostolic dan pastoral adalah perlu untuk memelihara gereja di atas bumi. Jadi ada hal yang berbeda antara imamat am dan keteraturan pelayanan. Dimana keimaman adalah umum untuk semua orang Kristen; namun demikian tidak untuk pelayanan itu.31 Hal di atas terkait dengan bahaya dari suatu klerikalisme baru bilamana penekanan hanya kepada jabatan pelayanan saja. Calvin sungguh percaya kebenaran bahwa setiap orang percaya dipercayakan karunia-karunia (kharismata) dan hal itu harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesungguhan. Jadi satusatunya perbedaan antara pengemban jabatan dan anggota-anggota biasa adalah dalam hal fungsi dan bukan status kedudukan. Kewenangan dalam hal ini diberikan dalam Firman Allah, yang membuat pendeta-pendeta secara khusus dipanggil untuk melayani, namun pendeta-pendeta dan anggota-anggota biasa ada di bawah kewenangan Firman Allah.32 Ada usaha-usaha yang serius dari Calvin untuk menghubungkan secara koheren keimaman yang universal dan pelayanan yang ditahbis. Dimana ada tempat yang utama kepada kaum awam di dalam lembaga gereja, namun karena penekanannya atas makna penting dari pelayanan yang ditahbis sebagai perwakilanperwakilan Allah melalui memproklamasikan Firman, maka secara umum Calvin memandang gereja sebagai berfungsi utamanya melalui pelayanan yang ditahbis.33 31 Ibid., 16 Ibid., 19 33 Ibid., 20 32 20 Dengan demikian tema imamat yang universal ditekankan oleh Calvin, tetapi karena pandangannya yang luhur tentang pelayanan yang ditahbis itu, membawa dia dalam mengabaikan partisipasi kaum awam dalam kegiatan-kegiatan pengajaran gereja. Ada kekuatiran akan terjadi penyalahartian imamat universal semua orang percaya oleh orang-orang yang fanatik, dan secara wajar bereaksi melawan mereka. Secara prinsip keimaman semua orang percaya ditegaskan, namun hal itu tidak diimplementasikan dalam praktek pengajaran gereja34. II. 1.3 Konsep Imamat Am Orang Percaya Pada awal Reformasi, Martin Luther telah meletakkan landasan keimaman (imamat) dari semua orang percaya. Dalam I Petrus 2: 9 dijelaskan bahwa semua kita yang percaya kepada Kristus adalah imam-imam dan raja-raja dalam Kristus. Sekalipun konsep tentang imamat semua orang percaya telah diabaikan selama berabad-abad tanpa dilupakan sepenuhnya oleh gereja, namun konsep Alkitabiah dari imamat yang universal diberi penekanan ulang oleh gereja Reformasi35. Pengajaran ini secara sosial berarti tidak ada perbedaan mendasar antara orang-orang Kristen yang saleh dan sekuler, antara orang awam dan rohaniwan. Setiap orang percaya ada untuk melayani orang-orang lain, untuk mengekspresikan imannya dalam tindakan sosial yang bermanfaat dan dengan demikian mengkomunikasikan kekuasaan Injil. Secara Eklesiologis, ajaran ini telah sering ditafsirkan dalam beragam cara – guna menolak ajaran yang ditahbis, atau untuk menekankan penafsiran individualistis tentang Kekristenan yang dikaitkan dengan “penilaian pribadi”, “wahyu langsung dari Allah” dan “akses langsung kepada Allah”.36 34 Ibid., 21 Ibid., 2 36 Ibid., 3 35 21 Setiap orang percaya adalah imam tidak dimengerti bahwa setiap orang percaya adalah imam bagi dirinya sendiri, namun itu berarti bahwa ia adalah imam bagi orang-orang lain. Adanya realitas dari jemaat sebagai suatu komunitas dan bukan bukan individualisme keagamaan. Hal ini mengajarkan tentang tanggung jawab dari setiap orang Kristen atas nama orang-orang lain. Adanya kaum awam bukan untuk mendominasi pendeta-pendeta mereka, tetapi mengajarkan bahwa orang-orang Kristen adalah imam-imam, namun bukan semuanya pendeta. Bagaimana memahami pelayanan yang dibaptis itu di dasarkan atas imamat yang umum atau atas suatu ketetapan Ilahi yang langsung. Ada dua cara untuk menafsirkan pentahbisan. Pertama, adalah apa yang disebut teori delegasi atau pandangan transferal yang melihat kewenangan dari kependetaan itu sebagai datang dari bawah, dari imamat am dari semua orang Kristen, yaitu didelegasikan atau ditranfer oleh jemaat. Kedua, adalah apa yang disebut teori penetapan (teori institusi) yang melihat kewenangan itu sebagai yang datang dari atas, didirikan oleh penetapan Ilahi langsung dari Kristus dan di delegasikan ke kewenangan jemaat dan tidak tergantung pada imamat yang universal itu.37 Sedangkan konsep imamat am orang percaya menurut Johanes Calvin, seperti telah diuraikan di bagian-bagian sebelumnya, pada intinya berdasar kepada imamat Kristus. Kristus melalui karyaNya akan menjadikan orang-orang percaya sebagai imamat am. Jadi imamat universal itu berasar dari jabatan Kristus, yang di komunikasikan ke orang-orang yang percaya melalui persatuan mereka dengan Kristus dalam iman dan partisipasi mereka dalam karya keselamatan Kristus. Panggilan orang-orang percaya ini adalah untuk melayani Allah dengan sepenuh hati dalam bidang pekerjaan sebagaimana Allah menempatkannya. Setiap cara kehidupan 37 Ibid., 3-8 22 yang sah adalah suatu panggilan. Tuhan meminta masing-masing orang dalam semua tindakan-tindakan hidup untuk melihat ke panggilanNya karena Ia telah menunjukkan tugas-tugas untuk setiap manusia dalam cara hidupnya yang khusus. Dan bahwa tidak ada seorangpun boleh secara sembarangan melanggar batasbatasNya.38 Disamping itu ada juga hak istimewa dan tanggung jawab yang umum dari Gereja dan bukan hanya kepada rasul-rasul. Semua orang percaya adalah imam-imam karena dalam nama dan dengan kemurahan Kristus semua orang percaya dapat mempersembahkan kepada Kristus semua persembahan spiritual (imamat yang riil). Yang terpenting setiap orang percaya mempunyai martabat yang tinggi dan tanggung jawab, sehingga dalam gereja mempunyai relasi yang baik dan ada keteraturan antara pelayanan yang ditahbis dan imamat universal. Jadi ada hal yang berbeda antara imamat am dan keteraturan pelayanan. Di mana keimaman adalah umum untuk semua orang Kristen; namun demikian tidak untuk pelayanan itu. Ada bahaya dari suatu klerikalisme baru bilamana penekanan hanya kepada jabatan pelayanan saja, sebab setiap orang percaya juga memiliki karunia-karunia (kharismata) dan hal itu harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesungguhan.39 II. 1.4 Kaum Awam Sebagai Orang Dewasa Dengan memahami siapakah kaum awam secara khusus dari para teolog baik itu Martin Luther, Johanis Calvin, Joseph H. Oldham, dan Hendrik Kraemer, dapat menolong untuk menyimpulkan bahwa sebenarnya kaum awam adalah anggota- anggota gereja, yang memiliki profesi sebagaimana Tuhan menempatkan mereka, misalnya politisi, guru, intelektual, wartawan dan lain sebagainya, dengan panggilan 38 39 Ibid., 13 Ibid., 19-20 23 kerja dan mempunyai tanggung jawab atau harus menjalani fungsional mereka dari gereja di dalam masyarakat, melalui tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan sehari-hari sesuai dengan kehendak Tuhan. Hal di atas membawa kita melihat bahwa kaum awam yang 99 % ada dalam gereja, tidak lain adalah kelompok orang dewasa, yang memiliki profesi dan harus bekerja dengan baik dan mempertanggungjawabkan imannya dalam segala tuntutan yang ada di lingkungan kerjanya. Kaum awam atau orang dewasa dalam gereja bukan sukarelawan-sukarelawan untuk kegiatan-kegiatan gereja tetapi lebih sebagai orangorang percaya yang tersebar, yang hidup dan bekerja serta mencari nafkahnya di dalam suatu komunitas yang lebih luas, yang mana harus dibantu untuk melihat bagaimana mereka dapat mentaati kehendak Allah di dalam tekanan-tekanan dan persoalan-persoalan kehidupan. Analisis dari Oldham memberikan masukan untuk gereja agar tidak hanya fokus pada arti gereja tetapi juga pada hakekat misinya. Ada perbedaan antara gereja sebagai suatu masyarakat, yang di organisasikan untuk tujuan ibadah, pengajaran dengan kehidupan orang-orang Kristen di dalam dunia. Pada satu pihak gereja sebagai “suatu masyarakat” yang di organisasikan untuk tujuan-tujuan spesifik seperti ibadah, pengajaran, pemberitaan dan pelayanan pastoral, tetapi pada pihak yang lain gereja dapat dipandang sebagai “suatu masyarakat manusia” ada laki-laki dan perempuan. Mereka ini telah diberi suatu pemahaman baru tentang kehidupan dan telah mengalami begitu banyak pengalaman yang mempengaruhi keseluruhan pandangan dan tingkah laku. Orang-orang ini harus mewarnai setiap tindakan dalam kehidupan mereka. Bukankah ini menunjukkan beberapa dari karakteristik dari seorang dewasa yang begitu sibuk dengan profesinya, dan mempunyai pengalaman dalam hidup, serta 24 menanti gereja dapat menolong dan memberdayakan mereka agar terjadi transformasi pribadi dan transformasi sosial40. Jadi gereja dalam ekspresinya bukan hanya pemberitaan Firman, dan penyelenggaraan sakramen-sakramen dengan benar, tetapi juga manifestasi dari tindakan-tindakan liturgis ini ke dalam sikap dan tingkah laku yang baru, yang melahirkan transformasi pribadi dan transformasi sosial dalam masyarakat. Bila tidak, maka gereja ada dalam bahaya “pengeklesiasian” yang bersifat mencelakakan gereja. Hal ini harus menjadi urusan dan perhatian para rohaniwan, bukan suatu komunitas dari orang-orang yang telah diperdamaikan dan dengan penuh sukacita melayani Allah di dalam peristiwa-peristiwa sehari-hari dari kehidupan yang biasa.41 Fakta yang ada kaum awam atau orang dewasa dalam gereja dipanggil untuk suatu kehidupan yang penuh ketaatan kepada Allah, dan pada saat yang sama tunduk kepada lembaga-lembaga sosial, sistem-sistem ekonomi dan kondisi-kondisi politik. Semua ini membawa gereja lewat kaum rohaniwan menyadari peran pentingnya dalam memberdayakan orang-orang dewasa atau kaum awam lewat pendidikan. Bila demikian maka orang dewasa dapat membuat keputusan-keputusan dalam ketaatan kepada Firman Allah, dengan di tuntun dengan tradisi gereja. Dalam membimbing dan mendidik orang-orag dewasa ini, kaum rohaniwan tidak bisa menyampaikan sesuatu dengan cara memerintah tetapi harus dengan model pembelajaran yang sesuai dengan konteks hidup orang dewasa.42 Oleh karena tujuan imamat am orang percaya adalah melaksanakan tugas panggilannya dengan penuh tangungjawab baik dalam gereja maupun dalam profesi masing-masing. Tugas panggilan ini dapat dilaksanakan bilamana kaum awam 40 Ibid., 35 Ibid., 36-37 42 Ibid., 40-41 41 25 diberdayakan. Konsep pemberdayaan adalah suatu konsep yang umum, bilamana di terapkan dalam teori akan menjadi andragogi. Andragogi adalah seni dan ilmu menolong orang dewasa belajar. Andragogy sendiri dibagi dua, dimana ada yang umum dan ada yang khusus di aplikasikan dalam gereja. Untuk pendidikan umum merupakan pendekatan yang baru dari tokoh yang bernama Jack Mezirow dengan teori pembelajaran transformatif. Sedangkan tokoh yang bernama Mc Kenzie, fokus pada pembelajaran orang dewasa di gereja. Untuk itulah pada bagian berikut akan dijelaskan tentang konsep umum pemberdayaan dan tentang andragogi. II. 2 Konsep dan Teori Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah “empowerment” yang mulai berkembang di Eropa mulai abad pertengahan, hingga di akhir 70-an, 80-an, dan awal 90-an. Kata “empowerment” dan “empower” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pemberdayaan dan memberdayakan. Menurut Merriam webster dan oxfort english dictionery (dalam Prijono dan Pranarka, 1996 : 3) kata “empowerment” dan “empower” mengandung dua pengertian yaitu : pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan. 43 Konsep empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural. Hal itu menjadi nyata baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, dan 43 Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat - Bahan Kuliah PPS SP ITB.1suniscome.50webs.com/data/... /005%20Konsepsi%20 Pemberdayaan.pdf.. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014 26 internasional. Disamping itu juga meliputi bidang politik, ekonomi, sosial dan lainlain.44 Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain45 : 1). Kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. 2) Kecenderungan sekunder yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu. Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep pembangunan yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable. Gagasan pemberdayaan masyarakat perlu untuk dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat. Perubahan struktur yang sangat diharapkan adalah proses yang berlangsung secara alamiah, yaitu yang menghasilkan dan harus dapat dinikmati bersama. Begitu pula 44 Teori Pemberdayaan.blogspot.com/.../konsep-definisi-dan-teori-pemberda...31 Mar 2012. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014 45 Perencanaankota.blogspot.com/.../teori-pemberdayaan-masyarakat.htmlTeori Pemberdayaan Masyarakat. . Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014 27 sebaliknya, yang menikmati haruslah yang menghasilkan. Proses ini diarahkan agar setiap upaya pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building).46 Sumodiningrat (1999 : 134), mengatakan bahwa kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat dipilah dalam tiga kelompok yaitu47 : 1) Kebijaksanaan yang secara tidak langsung mengarah pada sasaran tetapi memberikan dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. 2) Kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan ekonomi kelompok sasaran. 3) Kebijaksanaan khusus yang menjangkau masyarakat miskin melalui upaya khusus. Sedangkan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, menurut Kartasasmita (1996:159-160), harus dilakukan melalui beberapa kegiatan48 : 1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). 2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). 3) Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Letak titik tolaknya yaitu bahwa pengenalan setiap manusia, setiap anggota masyarakat, akan selalu memiliki suatu potensi yang dapat terus di kembangkan. 46 2frameit.blogspot.com/.../landasan-teori-pemberdayaan-masyarakat.html. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014 47 lib.ui.ac.id/file?file=digital/123653...Pemberdayaan%20Masyarakat...pdf. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014 48 Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat - Bahan Kuliah PPS SP ITB.1suniscome.50webs.com/data/... /005%20Konsepsi%20 Pemberdayaan.pdf.. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014 28 Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak berdaya, karena kalau demikian akan mudah punah. Pemberdayaan merupakan suatu upaya yang harus diikuti dengan tetap memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Dalam rangka itu pula diperlukan langkah-langkah yang lebih positif selain dari menciptakan iklim dan suasana. Untuk memperkuat semua ini haruslah meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta membuka akses kepada berbagai peluang (upportunities) yang nantinya dapat membuat masyarakat menjadi semakin diberdaya. Atau adanya suatu proses sosial multi dimensi yg bertujuan utk membantu individu atau kelompok agar dapat memperoleh kendali bagi kehidupan mereka sendiri (maksudnya potensi dan kemampuannya). 49 Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut 2 kelompok atau institusi yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Disinilah warga Gereja yang tidak lain adalah juga warga masyarakat masuk dalam proses pemberdayaan atau empowerment. Operasionalisasi dari konsep pemberdayaan pada umumnya lebih difokuskan pada level komunitas. Hal itu disebabkan karena komunitas dianggap sebagai basis kehidupan masyarakat, yang paling mengetahui persoalan dan kebutuhan yang paling aktual. Apabila sebuah program yang dibuat untuk peningkatan kehidupan masyarakat, maka program tersebut harus sesuai dengan persoalan dan kebutuhan masyarakat sehingga aktualisasi diri semakin meningkat.50 49 Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat - Bahan Kuliah PPS SP ITB.1suniscome.50webs.com/data/... /005%20Konsepsi%20 Pemberdayaan.pdf.. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014 50 2frameit.blogspot.com/.../landasan-teori-pemberdayaan-masyarakat.html. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014 29 II. 3 Pendidikan Orang Dewasa Ada begitu banyak istilah dan pengertian berkaitan dengan pendidikan orang dewasa. Salah satunya adalah dari Gordon G. Dankenwald dan Sharon B. Meririam dalam bukunya “Adult Education” mengatakan Adult Education memberi penekanan pada hal memberi pertolongan kepada orang-orang dewasa untuk membangun potensinya atau merundingkan perubahan dalam peranan. Baik sebagai pekerja, ibu rumah tangga, polisi, tentara, guru, tukang ojek, tukang sapu, dokter, dosen dan masih banyak lagi. Supaya orang dewasa mengalami pertolongan dalam memperoleh pemenuhan diri yang lebih besar dalam kehidupan pribadi dan juga dapat memecahkan masalah-masalah pribadi dan sosial yang dihadapi. Kemudian mereka mendefinisikan “Adult Education” sebagai suatu proses di mana orang-orang yang karena peranan sosialnya dan statusnya sebagai orang dewasa, menjalani suatu aktivitas belajar yang sistematis dan terus-menerus dengan tujuan untuk membawa perubahan dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai dan ketrampilan.51 Dari definisi di atas jelas sekali ada penekanan kepada karakteristik dari para pelajar dan juga kepada kesengajaan, proses, serta hasil dari proses pendidikan. Badan PBB (UNESCO) juga memberikan definisi tentang “Adult Education” sebagai berikut : “The term adult education denotes the entire body of organized educational process, whatever the content, level and method, whether formal or otherwisc, whether they prolong or replace initial education in schools, colleges, and universities as well as in apprenticeship where bywhich persons enrich their knowiedge, improve their technical or professional qualification in balanced and independent social, economic, and cultural development …52 51 Dankenwald Gordon. G.,& Sharon B. Meririam., Adult Education Foundations of Practice., (New York : Harper & Row, Publisher, Ink, 1982)., 1-2 52 Ibid., 9 30 Dari pengertian ini masih diteruskan dengan mengatakan bahwa “Adult Education” seharusnya dilihat sebagai suatu komponen yang integral secara keseluruhan untuk pendidikan dan belajar seumur hidup. Dalam definisi dari UNESCO, sebenarnya diusahakan agar perbedaan-perbedaan pendapat tentang kontent, tingkatan dan methode ditiadakan. Yang terpenting adalah usaha itu menunjuk kepada keseluruhan proses pendidikan yang diatur atau diorganisasikan secara baik, apa pun kontent, level, dan methodenya. Apakah pendidikan itu formal atau tidak. Apakah pendidikan itu menambah pengetahuan mereka atau menggantikan pendidikan awal di sekolah, universitas di mana orang memperkaya pengetahuan mereka, meningkatkan kualifikasi teknis dan profesional mereka ke arah yang baru, dan berprilaku dalam perspektif ganda yakni mengembangkan pribadi yang dalam bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan secara seimbang dan bebas. 53 Ada juga yang memakai istilah andragogi, dimana pendidikan orang dewasa (POD = Andragogy). Andragogy, kata aslinya diambil dari kata “aner” yang berarti “man” (orang dewasa) dan karena itu berbeda dengan paedagogy (paida berarti anak), dan dalam hal ini andragogi adalah seni dan ilmu menolong orang dewasa belajar.54 Hal ini berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri, bertanya dan mencari jawabanya sendiri, berbeda dengan pendidikan anak (paedagogy) yang berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan. Ada banyak perbedaan orang dewasa dan anak kecil berkaitan dengan konsep diri, pengalaman, kesiapan untuk belajar dan orientasi orang dewasa.55 Pengertian di atas memberikan pemahaman bahwa pendidikan orang dewasa prosesnya tersendiri atau khusus. Seperti telah dijelaskan bahwa peserta didik dewasa 53 54 Ibid., 10-11 Nuhamara., Daniel., PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa., (Bandung : Jurnal Info Media, 2008)., 15 55 Sumiyatiningsih., Dien., Diktat Kuliah PPs., (Salatiga : UKSW, 2013) 31 adalah siapa saja yang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran informal dan formal. Pendidikan orang dewasa dapat dilakukan dalam bentuk apapun. Pendidikan orang dewasa sering dipandang sebagai sesuatu yang disengaja. Seseorang memilih untuk terlibat dalam kegiatan belajar yang formal maupun informal sebagai hasil dari keinginan untuk bertumbuh, mengubah atau mengembangkan atau sebagai respon terhadap kebutuhan profesional dan praktis. Pendidikan orang dewasa dianggap sebagai sesuatu yang sengaja atau dilakukan dengan sukarela maka pelajar dewasa diasumsikan sangat tertarik dan termotivasi pada konten yang relevan dengan apa yang mereka butuhkan56. Pendidikan orang dewasa digambarkan dengan pendidikan yang self-directed. Self directed dapat diartikan dengan suatu keadaan dimana peserta didik (orang dewasa) membuat setiap keputusan desain instruksional (mengidentifikasi kebutuhan, menetapkan tujuan, mengumpulkan bahan, memilih metode) untuk pembelajaran mereka sendiri. Tidak semua orang dewasa akan mampu melakukan ini, tetapi mereka akan dilibatkan dalam proses ini. 57 Malcom Knowles, yang dikutip oleh oleh Mc Kenzie58, memaparkan empat (4) karakteristik berkaitan dengan orang dewasa belajar. Keempat karakteristik itu adalah konsep diri (self-concept), pengalaman (experience), kesiapan belajar (readiness to learn) dan orientasi terhadap belajar (orientation to learning). 1) Konsep diri (self-concept) Disini konsep diri berarti seorang yang dewasa biasanya memandang dirinya sebagai seorang yang mandiri, memiliki identitas personal. Maksudnya seorang dewasa biasanya melihat bahwa dirinya berbeda dengan yang lain. Dia mau berusaha 56 York : Dankenwald Gordon. G.,& Sharon B. Meririam., Adult Education Foundations of Practice., (New Harper & Row, Publisher, Ink, 1982)., 11-16 57 Ibid., 76-78 58 Kenzie.,Leon Mc., The Religious Education of Adults (Birmingham : REP, 1982)., 10-18 32 berbuat sesuatu atau berkarya dan bukan hanya pemakai. Dia akan berusaha bertanggungjawab atas kehidupannya dan tidak bersedia orang lain membentuk kehidupannya. Orang dewasa mau berjalan sesuai dengan apa yang dia mau dan menolak diarahkan orang lain. Jadi dalam konsep diri orang dewasa dapat dikembangkan soal penghargaan dan tanggung jawab. 2) Pengalaman (experience) Berbicara tentang pengalaman orang dewasa jumlahnya begitu banyak dan latar belakang pengalamannya berbeda secara kualitatif atau macamnya dibandingkan dengan seorang anak. Seorang dewasa dapat menata pengalamannya seperti pengalaman bekerja mencari nafkah, membangun rumah tangga, dan lain sebagainya dibandingkan dengan seorang anak. Seorang dewasa akan memahami sebuah kejadian berdasarkan tafsiran yang dilandasi pengalaman dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya yang begitu banyak, sedangkan seorang anak akan memahami kejadian itu dengan pengalamannya yang terbatas. Jadi pada akhirnya orang dewasa akan membentuk subyektivitas dalam tindakan mengetahui. 3) Kesiapan belajar (readiness to learn). Malcom Knowles menjelaskan bahwa seseorang dimotivasikan untuk belajar tentang sesuatu karena di dalam belajar, baik itu ide, sikap, atau prosedur khusus akan mendorong dan memampukan orang itu dalam menyelesaikan suatu tugas yang dikaitkan dengan suatu tingkat khusus dalam perkembangan manusia. Artinya suatu situasi hidup yang khusus atau peristiwa yang berhubungan dengan suatu tingkat perkembangan manusia menentukan atau membangun tuntutan, pengharapan– pengharapan, kebutuhan-kebutuhan, minat–minat dan apresiasi belajar, yang besar kemungkinan tidak ada dalam situasi kehidupan dalam tingkat perkembangan yang lain. Suatu situasi hidup yang khusus akan membangkitkan orientasi tertentu terhadap 33 realitas. Dalam persiapan belajar, Malcom Knowles juga menjelaskan bahwa perlu dipahami adanya perbedaan antara orang dewasa dengan anak dalam hubungan dengan kebutuhan–kebutuhan yang berbeda. 4) Orientasi terhadap belajar (orientation to learning). Orientasi belajar orang dewasa adalah supaya dapat langsung memecahkan masalah yang menghadang dalam perjalanan hidupnya. Hal ini berkaitan dengan pendidikan orang dewasa yang volunteer. Maksudnya seorang dewasa secara khusus ingin belajar sesuatu agar dapat diterapkan langsung dalam persoalan-persoalan hidup yang sudah dan sedang dialaminya. II. 4. Teori Pendidikan Orang Dewasa Dalam Gereja Berkaitan dengan pendidikan orang dewasa, yang telah dijelaskan oleh Malcom Knowles dengan empat karakteristik bagaimana orang dewasa belajar. Kemudian dikembangkan oleh McKenzie, dalam aplikasinya di gereja, dengan menambahkan pokok penting tentang misi gereja. Hal itu yang kemudian dikenal dengan teori tentang pendidikan agama Kristen (PAK) Dewasa. II. 4. 1. Teori Pendidikan Agama Kristen (PAK) Dewasa dari Mc Kenzie. Berkaitan dengan teori tentang pendidikan agama Kristen (PAK) dewasa, McKenzie mengatakan ada tiga pengertian fundamental dan nyata yang harus dipahami yaitu berkaitan dengan orang dewasa, agama atau teologi gerejanya dan pendidikan itu sendiri. Ketiga unsur inilah yang dipakai oleh McKenzie dalam teori pendidikan agama Kristen untuk orang dewasa.59 59 Ibit., 1-3 34 Pada umumnya bila berkaitan dengan PAK Dewasa dalam gereja, para ahli teologi dan orang-orang yang berorientasi pada ilmu-ilmu teologi, telah mengemukakan pemikiran-pemikiran dan refleksinya. Mereka memandang PAK Dewasa berdasarkan perspektif agama atau tepatnya teologi. Memang sudah ada sejumlah teori PAK Dewasa yang telah diusulkan, namun pada bagian ini akan difokuskan pada perspektif teologi dan perspektif pendidikan agar dapat melihat perbandingannya. Para ahli yang melihat dari perspektif teologi, misalnya L.O. Richards dalam bukunya A Theology of Christian Education. Sedangkan ahli yang melihat dari perspektif pendidikan contohnya adalah McKenzie sendiri. Semuanya ini dapat menolong gereja dalam keberhasilan pelayanan bagi warga jemaat yang dewasa.60 McKenzie mengembangkan suatu teori pendidikan dengan menjelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan orang dewasa dalam gereja (PAK Dewasa). Dimana PAK Dewasa berfungsi sebagai pembimbing dalam menjalankan PAK Dewasa nantinya. Dalam pendidikan orang dewasa memandang baik karakteristik orang dewasa maupun misi dari organisasi yang menjalankan pendidikan tersebut, dalam hal ini adalah organisasi agamawi atau gereja. Hasilnya merupakan suatu teori proposional tentang PAK Dewasa, dimana elemen-elemennya sebagai berikut61 : 1) Karakteristik Orang Dewasa62 Dalam pendidikan orang dewasa, elemen pertama yang perlu dipahami adalah orang dewasa itu sendiri. Bagaimana orang dewasa di pahami berdasarkan perspektif pendidikan. Apa kharakteristik orang dewasa dalam kaitan dengan pendidikan. Cara 60 61 Ibit., 6-8 Nuhamara., Daniel., PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa., (Bandung : Jurnal Info Media, 2008)., 56 62 Ibid., 57-59 35 apa yang paling efektif bagi orang dewasa belajar. Saat ini bidang profesionalitas pendidikan orang dewasa telah berkembang menjadi suatu disiplin yang khusus. Seseorang dapat disebut dewasa, pada umumnya bilamana secara ekonomi sudah bisa mendukung dirinya secara finansial dan mencukupi kebutuhan ekonominya sendiri. Demikian juga seseorang disebut dewasa bila dilihat dari berbagai sudut pandang yang lain seperti kultural, sosiologis, pengetahuan, psikologis, pendidikan dan lain-lain. Dalam perspektif pendidikan seseorang disebut dewasa apabila telah menyelesaikan tahun-tahun sekolahnya sebagaimana yang dituntut masyarakat. Memang untuk merumuskan definisi orang dewasa cukup rumit, sebab keberadaan orang dewasa bukan terpisah tajam dari periode hidup yang lain, melainkan semuanya itu berada dalam satu garis lurus yang berkesinambungan. Karakteristik orang dewasa belajar semakin dipahami melalui Malcom Knowles, yang memaparkan empat karakteristik orang dewasa belajar seperti diuraikan di bagian sebelumnya yaitu konsep diri (self-concept), pengalaman (experience), kesiapan belajar (readiness to learn) dan orientasi terhadap belajar (orientation to learning).63 2) Misi Agamawi (Gereja/Kristiani) Elemen kedua dalam pendidkan bagi orang dewasa dalam gereja adalah agama atau teologi dalam hal ini berkaitan dengan misinya. McKenzie setelah mengadakan observasi terhadap PAK dewasa dalam konteks gereja. Katanya selama ini banyak program PAK dewasa dalam gereja di bangun tanpa acuan yang memadai dan tepat terhadap target pendidikan yaitu orang-orang dewasa. Persoalan yang lain, dimana 63 Kenzie.,Leon Mc., The Religious Education of Adults (Birmingham : REP, 1982)., 10-18 36 gereja juga tidak memperhitungkan sungguh-sungguh keseluruhan misi gereja dalam memulai dan mengembangankan PAK dewasa. Atau misi gereja dipandang dari sudut yang sempit. McKenzie melihat apa yang telah dilakukan gereja berkaitan dengan PAK dewasa ini lalu menyimpulkan bahwa tujuan dari program-program pendidikan orang dewasa dalam gereja itu bersifat propaganda dan pengajaran teologis Alkitabiah semata. Pendidikan orang dewasa dalam gereja tidak boleh hanya mengajarkan hal-hal yang religius belaka, namun harus jauh lebih luas dari hal itu. Apabila PAK dewasa dalam jemaat dipandang dalam arti sempit, maka ia akan gagal sebagai kekuatan utama demi kebaikan. Ia akan tetap merupakan usaha dan kekuatan marginal saja.64 Misi gereja, menurut McKenzie adalah making meaning available (memungkinkan arti hidup ini tersedia). Atau ultimate meaning (arti yang mendasar dan mutlak) dari kehidupan manusia, kata Heidegger. Ultimate meaning digambarkan sebagai Allah, suatu dasar yang memberi arti kepada kehidupan manusia dan dunia (mengarahkan seluruh hidup kita). Menurut McKenzie, gereja dapat membuat ultimate meaning tersedia, yaitu melalui kerygma, diakonia, dan koinonia. Fungsi kerygmatis gereja adalah untuk mewartakan suatu berita. Fungsi diakonis adalah untuk melayani mereka dalam kebutuhannya, sedangkan fungsi koinonis adalah membentuk persekutuan. Fungsi-fungsi ini menjadi satu kesatuan yang saling terkait.65 Jadi gereja mempunyai tugas untuk menyatakan atau memberitahukan bahwa “meaning” telah datang kepada manusia dalam diri Tuhan Yesus. Dimana Tuhan Yesus datang memberikan kehidupan yang bermakna yang sesuai dengan maksud Allah yakni hidup dalam kasih. Apa yang Yesus ajarakan maupun tindakan yang 64 Kenzie.,Leon Mc., yang dikutip Nahumara Daniel., PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa., Jurnal Info Media, 2008)., .60 65 Ibid., 61 (Bandung : 37 dilakukan adalah semata-mata tentang kasih. Manusia pun harus mengikuti Yesus (cara hidup dan pengajaranNya) sehingga hidup berarti dan bermakna. Yesus adalah tanda atau janji yang diperuntukkan bagi manusia dan bahwa semua hal bekerja menuju kebaikan bagi dia yang mengasihi Allah, bahwa dunia harus ditransformasikan sesuai dengan pengajaran Yesus dan bahwa pengharapan tidak menjadi sia-sia di dalam Yesus. Berita ini dapat dirumuskan dengan berbagai cara dan dalam bahasa yang bermacam-macam. Pada intinya Kekristenan adalah tentang kasih. Kasih Allah kepada manusia dibalas dengan mengasihiNya dalam wujud mengasihi sesama dan pemeliharaan atas seluruh ciptaan Tuhan.66 Misi gereja adalah menjadikan meaning tersedia dengan cara menyatakan atau memberitakan kabar baik dan pengajaran Tuhan Yesus sebagai jalan melayani umat Allah di dalam kebutuhannya baik yang sekuler maupun yang sakral, dan membentuk persekutuan (profane maupun liturgis). Ini semua untuk melayani misi Allah.67 3) Dalil – Dalil Proposisi Selain dua elemen di atas yaitu orang dewasa dan misi agama dalam hal ini misi gereja. Elemen ketiga adalah pendidikan yang menjadi acuannya. Dalam teori proposisional mengenai pendidikan agama Kristen dewasa dalam gereja. Orang dewasa yang lebih “self directed” dalam belajar karena telah mempunyai banyak pengalaman, lebih mandiri, dan mempunyai kesiapan belajar yang terkait dengan pengalaman kehidupan serta selalu berusaha menerapkan 66 Nuhamara., Daniel., PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa., (Bandung : Jurnal Info Media, 2008)., 62 67 Ibid., p. 63 38 langsung apa yang telah dipelajarinya, maka beberapa proposisi atau dalil berikut dapat dikemukakan68 : 1) Langkah awal dalam penyusunan kurikulum (curriculum development) adalah penelitian yang diaplikasikan yang memungkinkan informasi didapatkan dari calon peserta didik tentang kebutuhan serta minat pendidikan mereka. 2) Orang dewasa harus diikutkan dalam perencanaan dan penyusunan program kerja pendidikan agama Kristen dewasa. 3) Orang dewasa juga harus diikutkan dalam menerapkan dan mengelola programprogram PAK dewasa dalam gereja. 4) Orang dewasa seharusnya diikutkan bukan saja untuk mengevaluasi program pendidikan, tetapi juga dalam menyusun serta merencanakan evaluasi program. 5) Dalam setting pengajaran, orang dewasa seharusnya dihargai sebagai orang dewasa. 6) Dalam setting pengajaran seharusnya orang dewasa didorong untuk menjadi prokreatif dan bukan hanya reaktif. 7) Dalam setting instruksional – tergantung pada tujuan pengajaran yang spesifik dan juga pada pada tema pengajaran itu – orang dewasa dapat bertindak sebagai nara sumber dalam belajar maupun sebagai peserta didik itu sendiri. 8) Dalam kaitan dengan misi gereja yang sifatnya religius secara eksplisit orang dewasa seharusnya diberi kesempatan untuk memilih dalam kaitan dengan aspekaspek dari misi yang menarik perhatian mereka. 9) Jika PAK dewasa dalam gereja bisa responsif terhadap kebutuhan orang dewasa, maka ia juga dapat menerapkan salah satu bentuk pengajaran. 10) Jika PAK dewasa dalam gereja dapat merespon terhadap minat-minat orang 68 Ibid., p. 64 39 dewasa, maka ia dapat menyumbangkan sesuatu dalam rangka pembentukan suatu persekutuan. Dalil atau proposisi teoritis di atas masih dapat diperpanjang lagi, dari perspektif pendidikan terhadap orang dewasa yang belajar dan misi gerejawi. Dalil atau proposisi di atas berfungsi bukan hanya untuk menjelaskan fenomena PAK dewasa tetapi yang lebih penting lagi menuntun pendidik dalam PAK dewasa untuk membangun program dan kurikulum PAK Dewasa. II. 4. 2. Teori Transformatif Learning dari Jack Mezirow Teori pendidikan untuk orang dewasa dalam perjalanan waktu mengalami perkembangan. Pendidikan orang dewasa tidak lagi hanya berpusat pada kebutuhan pendidikan orang dewasa baik yang dirasakan maupun tidak/diusulkan kepada pembelajaran transformatif (transformatice learning/education). Yang tokoh utamanya adalah Jack Mezirow. Pembelajaran transformatif ini bertujuan untuk perubahan perspektif yang mendorong seseorang atau kelompok praksis atau tindakan reflektif untuk mengubah (transform) tatanan sosial.69 Patricia pengembangan Cranton dari mengatakan asumsi-asumsi, pembelajaran premis-premis, transformatif cara-cara adalah menafsirkan pengalaman atau persepektif yang direvisi tentang dunia melalui refleksi diri yang kritis. Transformative learning akan terjadi bilamana adanya suatu refleksi diri yang kritis seorang individu merevisi atau mengubah asumsi-asumsi, kepercayaan atau cara melihat dunia yang lama dan mengembangkan asumsi-asumsi kepercayaan, dan caracara baru melihat dunia.70 69 70 Cranton., Patricia., Transformative Learning (San Fransisco : Jossey Bass Inc, Publishers, 1994)., 22 Ibid., p.xii 40 Dalam terbitan penelitian dari Jack Mezirow71, dijelaskan mengenai proses transformasi pribadi yang akan terjadi melalui sepuluh fase atau tahap yaitu : 1) Mengalami suatu dilema disorientasi. 2) Menjalani pemeriksaan diri sendiri. 3) Melakukan suatu penilaian yang kritis terhadap asumsi peran yang terinternalisasi dan merasa terasing dari harapan sosial tradisional. 4) Menghubungkan perasaan ketidakpuasan dengan pengalaman-pengalaman serupa dari orang lain atau dengan isu umum, dengan menyadari bahwa persoalannya juga merupakan persoalan orang lain dan bukan secara ekslusif masalah pribadi. 5) Mencari opsi-opsi cara baru untuk bertindak. 6) Membangun kompetensi dan rasa percaya diri untuk peranan-peranan baru. 7) Merencanakan suatu aksi. 8) Berusaha memperoleh pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan rencana-rencananya. 9) Melakukan usaha-usaha tambahan untuk mencoba peranan baru dan menilai umpan balik. 10) Berintegrasi kembali dalam masyarakat atas dorongan perspektif baru.72 Jack Mezirow kemudian menjelaskan dimensi pembelajaran tranformatif dan tiga model pembelajaran bagi orang dewasa, agar seorang dewasa dapat mengalami perubahan perspektif yang mendorongnya atau kelompok praksis atau tindakan reflektif untuk mengubah (transform) tatanan sosial. 71 Jack Mezirow yang dikutip dalam Cranton., Patricia., Transformative Learning (San Fransisco : Jossey Bass Inc, Publishers, 1994)., 23 72 Ibid, 87 41 II. 4. 2. 1. Dimensi Pembelajaran Transformatif (Transformatif Learning) Model pembelajaran transformatif didasarkan pada paradigma konstruktif yang mengaktualisir setiap individu untuk dapat membangun pengetahuan melalui pengalaman mereka di dunia. Pembelajaran transformatif berimplikasi pada proses perolehan pengetahuan yang konstruksi secara sosial oleh kelompok individu.73 Pembelajaran transformatif ini juga berhubungan dengan apa yang menjadi pemikiran Paulo Freire tentang kesadaran atau konsientisasi. Proses pembelajaran transformatif mengusulkan cara-cara dimana pendidik akan menantang peserta didiknya untuk terlibat aktif dalam pendidikan. Melalui proses refleksi kritis, pembelajaran dan pengembangan potensi yang dapat terjadi melalui proses dan strategi dimana seorang pendidik dapat merangsang dan mendukung pendidikan transformatif. 74 Pembelajaran transformatif yang berlangsung dalam proses refleksi kritis harus dipahami dalam dasar pandangan Habermas tentang kerangka metodologis dari ilmu-ilmu kritis (critical sciences) berhubungan dengan refleksi diri yang kritis, yang mana tujuan akhirnya emansipasi atau pembebasan. Refleksi diri kritis mengungkap selubung genesis pribadi dan sosial dari sikap seseorang serta menelanjangi kepentingan dari tindakan seseorang pada masa kini, dalam konteks tindakan sosial kemasyarakatan. Refleksi diri kritis mencakup baik kritik diri sendiri maupun kritik sosial. Refleksi diri kritis dalam konteks sosial dan historis seseorang dalam hal yang esensial untuk terjadinya emansipasi merupakan kepentingan dari ilmu-ilmu kritis (critical sciences).75 73 Cranton., Patricia., Transformative Learning (San Fransisco : Jossey Bass Inc, Publishers, 1994)., 52-56 74 Mezirow, J., Transformation Demencions of Adult Learning. (San Fransisco : Jossey- Bass : 1991)., 6, 78 75 Ibid., 48-59 42 Refleksi, kata Jack Mezirow adalah suatu proses kritis untuk menilai content, proses, atau premis-premis dari usaha kita untuk menafsirkan atau memberi makna kepada pengalaman. Refleksi juga mencakup kritik terhadap asumsi-asumsi tentang content atau proses pemecahan masalah. Sedangkan premis adalah kasus khusus dari asumsi. Kritik terhadap premis atau preposisi berlaku untuk problem posing (hadap masalah) dan itu berbeda dari problem solving. Problem posing mencakup membuat masalah atau situasi yang dianggap biasa (taken for granted) menjadi problematic, dan mengajukan pertanyaan tentang validitasnya. Istilah refleksi kritis sinonim dengan refleksi terhadap premis dan refleksi terhadap asumsi yang berlaku untuk content dan proses pemecahan masalah.76 Jadi melalui pembelajaran transformatif akan dihasilkan dimana dapat kesadaran baru melihat sesuatu dari perspektif baru. Ada cara baru untuk mempersepsikan sesuatu yang mencakup perasaan baru dan perspektif baru. Pembelajaran transformatif juga mencakup suatu reorientasi baru yang radikal dalam menata dan menerapkan nilai-nilai itu dalam prilaku individu, maupun dalam aksi sosial dan politik demi perubahan. Disini muncul keterbukaan untuk mempertanyakan nilai dan kepercayaan lama dengan cara mencurigainya.77 Tujuan untuk kesadaran baru menuntut analisa sosial dan ideologis untuk dapat memahami dosa sosial dan manifestasinya. Itu mencakup pemahaman tentang struktur kekuasaan di dunia jaringan dari kekuatan ekonomis, politis dan sosial yang mempengaruhi kehidupan manusia dimana saja dia berada.78 Jadi lewat refleksi kritis seseorang akan diperhadapkan dan dapat melewati distorsi kehidupan sehingga muncul kesadaran baru, dan juga perspektif baru dari orang itu. 76 Ibid., 87-88 Ibid., 118 78 Ibid., 75 77 43 II. 4. 2. 2. Model – Model Pendidikan Orang Dewasa Ada tiga model pembelajaran bagi orang dewasa yang akan dijelaskan dalam bagian ini yaitu : 1) Subject-Oriented Adult Learning79 Ketika seorang pendidik berbicara tentang materi, maka peserta didik akan melihat diri mereka sebagai sisi dari pengembangan pengetahuan atau keterampilan tersebut. Subject oriented sudah lama menjadi fokus dalam pendidikan tinggi dan universitas. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa model ini akan membantu peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Ketika pengajar atau pendidik sudah memberikan daftar apa saja yang akan dipelajari selama jangka waktu tertentu, maka peserta didik dapat mengubah sesuai dengan apa yang ingin dipelajari. Subject oriented terlihat dari pendidikan yang diterima oleh tukang kayu, tukang listrik, dokter gigi. 2) Consumer-Oriented Adult Learning80 Sejalan dengan pemikiran self-directed yaitu peserta didik berdiri sebagai seorang konsumen yang akan berusaha memenuhi kebutuhannya. Peserta didik mengidentifikasi kebutuhan mereka, tujuan yang ditetapkan berdasaran kebutuhan tersebut, memilih bahan dan sumber daya yang relevan dengan pembelajaran mereka, memilih strategi mana untuk memenuhi tujuan dan melakukan evaluasi. Pendidik menjadi narasumber, menejer atau fasilitator yang tidak terlibat dalam persaingan atau mempertanyakan apa yang peserta didik katakan dengan kebutuhan mereka. Dalam model ini peserta didik dapat berkolaborasi dengan teman sebaya, berbagi pengalaman dan sumber daya dan mengatur jaringan belajar. Model consumer 79 Cranton., Patricia., Transformative Learning (San Fransisco : Jossey Bass Inc, Publishers, 1994)., 80 Ibid., 12-15 10-11 44 oriented akan langsung membantu peserta didik untuk memenuhi kebutuhan, seperti apa yang menjadi prinsip dari self – directed maka peserta didik memberikan ketetapan – ketatapannya sendiri tentang apa yang ingin dipelajari, metode apa yang ingin dipakai, dan sebagainya. 3) Emancipatory Adult Learning81 Emansipasi diartikan dengan proses menghilangkan kendala. Emansipatory Learning adalah proses membebaskan diri dari kekuatan yang membelenggu dan yang membatasi pilihan kita dan kendali atas kehidupan kita. Emansipatory Learning menjadi tujuan pendidikan orang dewasa yakni dapat melampaui waktu dan lintas budaya, ketika seseorang telah keluar dari belenggunya ia dapat melihat kehidupan yang nyata dan mengubah kenyataan melalui tindaka nyata. Pada akhirnya tujuan pendidikan orang dewasa akan membantu pelajar dewasa menjadi lebih kritis reflektif, berpartisipasi lebih penuh dan maju dalam perkembangan dengan bergerak ke arah yang berarti. Seperti seorang instruktur dalam sebuah perguruan tinggi ketika ia mencoba untuk mengikuti kursus pengembangan maka ia akan melihat perannya dalam struktur dan sistem pendidikan dengan cara yang baru. Gereja mempunyai panggilan untuk mengadakan pendidikan yang transformative untuk orang dewasa. Dengan model Emancipatory Adult Learning, perspektif orang dewasa dirubah, adanya kesadaran baru sehingga terjadi trasformasi baik untuk diri sendiri maupun untuk transformasi sosial. Praksis Orang dewasa dinyatakan. Sedangkan model pendidikan Subject-Oriented Adult Learning dan Consumer-Oriented Adult Learning hanya berfokus pada penambahan pengetahuan dan hanya kepada apa yang dia butuhkan. Hal ini tidak menjamin terjadinya transformative karena hanya akan membawa orang kepada mempertahankan status 81 Ibid., 16-19 45 qua. Ada dampak yang besar bagi orang dewasa bilamana pendidikannya bersifat partisipatif. Sesudah melihat semua pembahasan tentang seni dan bagaimana menolong orang-orang dewasa belajar (andragori). Menuntun kita kepada pemahaman bahwa pemberdayaan dalam diri orang-orang dewasa yang self-directed akan terwujud, bilamana ada partisipasi atau emansipasi dari orang-orang dewasa dalam pembelajaran yang tranformatif. Jadi implikasi dari andragogi dalam memberdayakan orang-orang dewasa atau yang kita sejajarkan dengan kaum awam dalam gereja harus di mulai dengan partisipasi atau adanya keterlibatan orang dewasa dalam pembelajaran mulai dari perencanaan sampai pada evaluasinya. Artinya orang dewasa ikut terlibat dalam penyusunan program, buat kurikulum yang sesuai kebutuhan, mengelola dan menerapkan program yang disusun, dilibatkan untuk setting pengajaran, methode pengajaran dan juga terlibat dalam menyusun dan merencanakan evaluasi. Yang berikutnya berkaitan dengan Misi Gereja. Pembelajaran untuk orang dewasa atau andragogi tidak hanya menekankan konten teologi saja. Pembelajaran orang dewasa harus disesuaikan dengan kebutuhan yang kompleks dari orang-orang dewasa dalam konteks riil kehidupan yang dijalani. Dalam konteks kebutuhan inilah seorang dewasa harus diberdayakan melalui pembelajaran sehingga dapat mentransformasi diri sendiri dan transformasi keadaan sosial. Seorang dewasa membutuhkan diberdayakan dalam bidang ekonomi sehingga bisa mancari nafkah untuk keluarga dan hidup sejahtera. Ada juga orang dewasa yang membutuhkan diberdayakan dalam bidang kesehatan di tengah maraknya godaan untuk free seks, minuman keras, narkoba dan lain sebagainya sehingga membutuhkan pembelajaran dalam bidang kesehatan agar dapat diberdayakan. Begitu juga dengan bidang-bidang 46 kehidupan lainya sesuai dengan pengalaman orang dewasa agar lewat pendidikan transformatif, oran-orang dewasa ini dapat langsung menerapkan hasil dari refleksi diri kritis itu dapal kehidupan nyata mereka. Orang dewasa belajar untuk langsung menerapkan karena itulah orientasi belajarnya. 47