Pemberdayaan Kaum Awam Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah

advertisement
BAB II
KAUM AWAM DALAM GEREJA DAN PEMBERDAYAANNYA
Dalam bagian ini, penulis pertama-tama akan memulai dengan memaparkan
teologi imamat am orang percaya. Lalu bagaimana konsep pemberdayaan sebab kaum
awam adalah orang dewasa yang perlu diberdayakan melalui pendidikan dan pada
bagian akhir diuraikan tentang pendidikan untuk orang dewasa dalam gereja dari
McKenzie dan model pembelajaran Transformatif dari Jack Mezirouw
II. 1. Teologi Imamat Am Orang Percaya
II. 1.1
Siapakah Kaum Awam
Signifikansi kaum awam mulai muncul ke permukaan ketika terjadi Reformasi
dalam Gereja. Reformasi tidak diragukan lagi memproklamasikan imamat semua
orang percaya yang universal dan secara fundamental menolak perbedaan antara
orang awam dan rohaniwan. Untuk itu akan diuraikan siapakah kaum awam menurut
beberapa teolog di masa reformasi dan sesudahnya.
Pertama, Martin Luther dalam pengajarannya memaparkan bahwa
kaum
awam adalah setiap orang percaya yang ada, untuk melayani orang-orang lain. Orang
awam itu adalah imam bagi orang-orang lain. Kaum awam ini mengekspresikan
imannya
dalam
tindakan
sosial
yang
bermanfaat
dan
dengan
demikian
mengkomunikasikan kekuasaan Injil. Adanya peran aktif dari pihak jemaat atau
kaum awam yang bermacam-macam itu, sebagai bentuk tanggung jawabnya atas
nama orang-orang lain. Tidak ada perbedaan mendasar antara orang-orang Kristen
yang saleh dan sekuler, antara kaum awam dan rohaniwan.19
19
Ismail, Andar., Awam dan Pendeta., (Jakarta : PBK Gunung Mulia, 2000)., 3-7
14
Kedua, Johanis Calvin, selalu mengaitkan kaum awam dengan pengajarannya
tentang imamat universal dan panggilan orang-orang Kristen. Di mana dikatakan
bahwa setiap orang Kristen mempunyai tugas untuk melayani Allah dengan sepenuh
hati dan melakukan pekerjaannya di bidang profesi di mana Allah menempatkannya.
Walaupun mereka mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda sesuai dengan panggilan
masing-masing, namun semua orang percaya baik, itu awam maupun rohaniwan,
punya hak datang langsung kepada Allah untuk pengakuan dosa, untuk mencari
pengampunan, mencari kekuatan iman untuk kehidupan yang kudus sehari-hari.20
Pada abad ketujuh belas memperlihatkan definisi dari orthodoksi Protestan
tentang perbedaan yang semakin meningkat antara kaum awam dan kaum rohaniwan.
Adanya keunggulan dari pendeta dibandingkan kaum awam. Pelayanan kaum awam
hanya dipertahankan dengan memperjelas jabatan penatua sebagai pembantupembantu pendeta, yang melayani dalam hal-hal yang mempengaruhi kesejahteraan
gereja. Para penatua bertugas
merawat orang sakit dan mencatat penyimpangan
dalam cara hidup dan perkara-perkara serupa. Kaum awam hanya berperan sebagai
pendengar-pendengar yang pasif. Berbeda dengan kaum rohaniwan dan teolog yang
sangat berperan dan mulia.21
Sedangkan Joseph H. Oldham, mendefinikan kaum awam adalah anggotaanggota gereja, yang menyalurkan tanggung jawab–tanggung jawab dari kehidupan
biasa dalam berbagai jabatan pekerjaan yang tak terhitung banyaknya dan dalam
suatu keberagaman tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan
sehari-hari yang
tidak terbatas, yang merupakan ragi yang meragi gumpalan adonan itu. Dalam
kesaksian yang tepat dan tak bersuara ini mereka memenuhi fungsi imamat gereja22.
20
Ibid., p.10-20
Ibid., p .21
22
Ibid., p. 40
21
15
Hal senada diungkapkan oleh Hendrik Kraemer, pemimpin lembaga kaum
awam yang bernama “Kerk en Wereld” secara tidak langsung memberi kita pengertian
tentang kaum awam sebagai kelompok-kelompok profesi misalnya politisi, guru,
intelektual, wartawan dan lain sebagainya, dengan panggilan kerja ini, dapat melihat
diri mereka sebagai sarana-sarana guna menyakinkan fungsionalisasi yang benar dari
gereja di dalam masyarakat.23
Dewan Gereja-Gereja se-Dunia, dalam persidangan I di Amsterdam tahun
1948 memberikan penjelasan juga tentang siapakah kaum awam itu. Kaum awam itu
bukan sukarelawan-sukarelawan untuk kegiatan-kegiatan gereja tetapi lebih sebagai
orang-orang percaya yang tersebar, yang hidup dan bekerja di dalam suatu komunitas
yang lebih luas. Kaum awam ini harus dibantu untuk melihat bagaimana mereka dapat
mentaati kehendak Allah di dalam tekanan-tekanan dan persoalan-persoalan
kehidupan.24
Sedangkan dalam persidangan ke II, Dewan Gereja-Gereja se-Dunia, di
Evanston, tahun 1954 mendefinisikan kaum awam sebagai anggota-anggota gereja
yang memperoleh penghasilan untuk kehidupan mereka sehari-hari dalam suatu
pekerjaan sekuler dan yang karenanya memanfaatkan jam-jam kerja mereka dalam
suatu jabatan pekerjaan duniawi, tidak terkecuali ibu rumah tangga. Disini kata “kaum
awam” tidak mengimplikasikan suatu perbedaan teologis apa pun antara kaum awam
dan rohaniwan, tetapi istilah itu membuat suatu perbedaan sosiologis antara mereka
yang adalah pekerja-pekerja purna waktu di dalam gereja dan mereka yang jabatan
pekerjaannya terletak di dalam dunia sekuler. Meskipun demikian “kata kaum awam”
23
24
Ibid., 52
Ibid., 62-64
16
yang digunakan disini juga mempunyai signifikansi teologis untuk misi gereja di
dalam dunia.25
Jadi dapat disimpulkan bahwa kaum awam adalah orang-orang Kristen yang
mempunyai profesi yang beraneka ragam dan ada di semua bidang kehidupan tanpa
terkecuali. Kaum awam ini mencari nafkah untuk kehidupannya dan mengalami
berbagai masalah dan tekanan dalam mempertahankan status iman percaya dan
panggilanNya. Kaum awam ini ada di segala tempat, tidak demikian dengan kaum
rohaniwan dalam melakukan fungsionalisasinya.
II. 1. 2 Kaum Awam Dalam Tradisi Calvinis
Setelah memahami siapakah kaum awam. Berikutnya akan dipaparkan
pemahaman kaum awam dalam tradisi Calvinis, dimana GKI di Tanah Papua juga
memiliki asas yang sama.
Yohanis Calvin, memperlihatkan bahwa imamat yang universal itu adalah
suatu komponen vital dari banyak ajaran-ajarannya yang lain seperti keimaman
Kristus, ide tentang panggilan, kunci-kunci dari disiplin, pengampunan Kristus dan
persembahan spiritual. Pengajarannya yang mendasar yaitu bagaimana keimaman
semua orang percaya berkaitan dengan imamat Kristus. Kristus itu sendiri, benarbenar, adalah satu-satunya imam. Calvin berkata :
Jabatan keimaman adalah milik Kristus sendiri karena dengan
mempersembahkan korban kematianNya, Ia menghapus kesalahan kita sendiri
dan melunaskan dosa-dosa kita… karena, seperti yang telah dikatakan, kita
atau doa-doa kita tidak mempunyai akses ke Allah kecuali jika Kristus,
sebagai imam besar kita, telah membasuh bersih dosa-dosa kita, menguduskan
kita dan mendapatkan bagi kita anugerah itu yang daripadanya kenajisan
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan kita. Jadi kita melihat
bahwa kita harus mulai dari kematian Kristus, supaya kemujaraban dan
keselamatan dari imamatNya dapat menjangkau kita.26
25
26
Ibid., 65-68
Ibid., 11
17
Jadi jabatan Kristus menghadirkan imamat universal. Artinya ketika orangorang percaya dipersatukan dengan Kristus melalui iman dan partisipasi mereka
dalam karya Kristus maka imamat itu dikomunikasikan. Partisipasi di dalam imamat
Kristus juga berbicara
hubungan Israel dengan Gereja. Yesus dilihat sebagai
penggenapan janji-janji dan peraturan-peraturan yang diberikan kepada Israel yang
lama. Israel telah dipanggil untuk menjadi suatu imamat yang rajani. Imam-imam
sebagai para pemimpin peribadahan Israel berusaha untuk menggenapi ketetapanketetapan peribadahan yang diberikan Allah, tetapi ibadah mereka hanya memberikan
pertanda untuk ibadah yang benar itu dan persembahan diri Kristus atas nama
kemanusiaan. Allah telah datang kepada manusia sebagai manusia di dalam Yesus
Kristus. Konsekuensinya, imamatNya adalah imamat manusia oleh anugerah27.
Adanya hubungan antara imamat universal dan panggilan orang-orang
Kristen. Setiap orang Kristen yang diselamatkan Yesus secara langsung mempunyai
tugas untuk melayani Allah dengan sepenuh hati dan melakukan pekerjaannya di
bidang yang Allah telah menempatkannya. Jadi semua orang percaya adalah imamimam dalam panggilan mereka sehari-hari, karena pangilan mereka datang dari Allah.
Walaupun mereka mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda yang sesuai dengan
panggilannya, namun semua orang percaya baik itu awam maupun rohaniawan, punya
hak datang langsung kepada Allah untuk pengakuan dosa, untuk mencari
pengampunan, mencari kekuatan iman untuk kehidupan yang kudus sehari-hari.28
Hal yang juga berkaitan dengan imamat am orang percaya, yaitu ada kuasa
dari kunci-kunci, pemuridan Kristen dan pengampunan. Kuasa untuk mengikat dan
melepaskan yang diberikan kepada Petrus dalam Perjanjian Baru tidak dimaksudkan
27
28
Ibid., 11-12
Ibid., 13
18
menjadi hak istimewa dan tanggung jawab yang eksklusif dari rasul-rasul, tetapi lebih
merupakan hak istimewa dan tanggung jawab yang umum dari Gereja. Dalam hierarki
gereja abad pertengahan selalu menunjuk kepada Petrus sebagai putra mahkota dari
seluruh gereja ketika ia menjanjikan
bahwa kunci-kunci itu akan diberikan
kepadanya. Calvin berkata :
Karena mereka mencukur bagian paling atas dari kepala, supaya mahkota itu,
dapat menunjukkan martabat rajani, sebab para rohaniwan itu harus menjadi
raja-raja, untuk memerintah diri mereka sendiri dan orang-orang lain. Karena
Petrus berbicara tentang mereka sebagai berikut : “Kamu adalah satu bangsa
yang terpilih, satu imamat yang rajani, satu bangsa yang kudus, suatu umat
milik kepunyaanNya” (I Petrus 2 : 9). Tetapi adalah suatu pelanggaran bagi
mereka untuk mengambil bagi diri mereka sendiri saja apa yang telah
diberikan untuk seluruh gereja, dan dengan angkuh menyombongkan suatu
gelar yang telah mereka renggut dari orang-orang percaya. Petrus sedang
berbicara tentang keseluruhan gereja; teman-teman ini memutarnya untuk
sedikit orang-orang yang bercukur …29
Dalam tradisi calvin semua orang percaya juga adalah imam-imam karena
dalam nama dan dengan kemurahan Kristus. Mereka dapat mempersembahkan kepada
Kristus semua persembahan spiritual. Persembahan itu mencakup tugas cinta kasih,
doa, puji-pujian, ucapan syukur dan apa saja yang kita lakukan dalam ibadah kepada
Allah.
Mempersembahkan diri sendiri kepada Allah karena
membukakan jalan untuk itu.
Kristus telah
Keimaman semua orang percaya bukanlah suatu
konsepsi yang bersifat perlambang tetapi suatu imamat yang riil di mana semua orang
percaya dapat membawa persembahan-persembahan korban spiritual sebagai imam
kepada Allah. Jadi bagi Calvin imamat universal itu diekspresikan dalam ibadah, doadoa syafaat, kesaksian dan pelayanan dari seluruh komunitas itu30.
Setiap orang percaya memiliki martabat yang tinggi dan tanggung jawab yang
penting. Sekalipun Calvin memandang pelayanan yang ditahbis dan mencoba
29
John Calvin., sebagaimana dikutip oleh Andar Ismail., Awam dan Pendeta., (Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 1999), 14
30
Op.Cit.,15
19
menghubungkannya dengan imamat universal. Para reformator dalam tafsirannya
tentang imamat universal, tidak membawa mereka ke penolakan terhadap keteraturan
pelayanan. Calvin percaya bahwa pemerintahan gereja ditetapkan secara Ilahi. Bagi
gereja, pelayanan itu condition sine qua non. Maksudnya bila menghapus tata gereja
sama halnya dengan menghancurkan gereja. Jabatan apostolic dan pastoral adalah
perlu untuk memelihara gereja di atas bumi. Jadi ada hal yang berbeda antara imamat
am dan keteraturan pelayanan. Dimana keimaman adalah umum untuk semua orang
Kristen; namun demikian tidak untuk pelayanan itu.31
Hal di atas terkait dengan bahaya dari suatu klerikalisme baru bilamana
penekanan hanya kepada jabatan pelayanan saja. Calvin sungguh percaya kebenaran
bahwa setiap orang percaya dipercayakan karunia-karunia (kharismata) dan hal itu
harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesungguhan. Jadi satusatunya perbedaan antara pengemban jabatan dan anggota-anggota biasa adalah dalam
hal fungsi dan bukan status kedudukan. Kewenangan dalam hal ini diberikan dalam
Firman Allah, yang membuat pendeta-pendeta secara khusus dipanggil untuk
melayani, namun pendeta-pendeta dan anggota-anggota biasa ada di bawah
kewenangan Firman Allah.32
Ada usaha-usaha yang serius dari Calvin untuk menghubungkan secara
koheren keimaman yang universal dan pelayanan yang ditahbis. Dimana ada tempat
yang utama kepada kaum awam di dalam lembaga gereja, namun karena
penekanannya atas makna penting dari pelayanan yang ditahbis sebagai perwakilanperwakilan Allah melalui memproklamasikan Firman, maka secara umum Calvin
memandang gereja sebagai berfungsi utamanya melalui pelayanan yang ditahbis.33
31
Ibid., 16
Ibid., 19
33
Ibid., 20
32
20
Dengan demikian tema imamat yang universal ditekankan oleh Calvin, tetapi
karena pandangannya yang luhur tentang pelayanan yang ditahbis itu, membawa dia
dalam mengabaikan partisipasi kaum awam dalam kegiatan-kegiatan pengajaran
gereja. Ada kekuatiran akan terjadi penyalahartian imamat universal semua orang
percaya oleh orang-orang yang fanatik, dan secara wajar bereaksi melawan mereka.
Secara prinsip keimaman semua orang percaya ditegaskan, namun hal itu tidak
diimplementasikan dalam praktek pengajaran gereja34.
II. 1.3 Konsep Imamat Am Orang Percaya
Pada awal Reformasi, Martin Luther telah meletakkan landasan keimaman
(imamat) dari semua orang percaya. Dalam I Petrus 2: 9 dijelaskan bahwa semua kita
yang percaya kepada Kristus adalah imam-imam dan raja-raja dalam Kristus.
Sekalipun konsep tentang imamat semua orang percaya telah diabaikan selama
berabad-abad tanpa dilupakan sepenuhnya oleh gereja, namun konsep Alkitabiah dari
imamat yang universal diberi penekanan ulang oleh gereja Reformasi35.
Pengajaran ini secara sosial berarti tidak ada perbedaan mendasar antara
orang-orang Kristen yang saleh dan sekuler, antara orang awam dan rohaniwan.
Setiap orang percaya ada untuk melayani orang-orang lain, untuk mengekspresikan
imannya
dalam
tindakan
sosial
yang
bermanfaat
dan
dengan
demikian
mengkomunikasikan kekuasaan Injil. Secara Eklesiologis, ajaran ini telah sering
ditafsirkan dalam beragam cara – guna menolak ajaran yang ditahbis, atau untuk
menekankan penafsiran individualistis tentang Kekristenan yang dikaitkan dengan
“penilaian pribadi”, “wahyu langsung dari Allah” dan “akses langsung kepada
Allah”.36
34
Ibid., 21
Ibid., 2
36
Ibid., 3
35
21
Setiap orang percaya adalah imam tidak dimengerti bahwa setiap orang
percaya adalah imam bagi dirinya sendiri, namun itu berarti bahwa ia adalah imam
bagi orang-orang lain. Adanya realitas dari jemaat sebagai suatu komunitas dan bukan
bukan individualisme keagamaan. Hal ini mengajarkan tentang tanggung jawab dari
setiap orang Kristen atas nama orang-orang lain. Adanya kaum awam bukan untuk
mendominasi pendeta-pendeta mereka, tetapi mengajarkan bahwa orang-orang
Kristen adalah imam-imam, namun bukan semuanya pendeta. Bagaimana memahami
pelayanan yang dibaptis itu di dasarkan atas imamat yang umum atau atas suatu
ketetapan Ilahi yang langsung. Ada dua cara untuk menafsirkan pentahbisan. Pertama,
adalah apa yang disebut teori delegasi atau pandangan transferal yang melihat
kewenangan dari kependetaan itu sebagai datang dari bawah, dari imamat am dari
semua orang Kristen, yaitu didelegasikan atau ditranfer oleh jemaat. Kedua, adalah
apa yang disebut teori penetapan (teori institusi) yang melihat kewenangan itu sebagai
yang datang dari atas, didirikan oleh penetapan Ilahi langsung dari Kristus dan di
delegasikan ke kewenangan jemaat dan tidak tergantung pada imamat yang universal
itu.37
Sedangkan konsep imamat am orang percaya menurut Johanes Calvin, seperti
telah diuraikan di bagian-bagian sebelumnya, pada intinya berdasar kepada imamat
Kristus. Kristus melalui karyaNya akan menjadikan orang-orang percaya sebagai
imamat am.
Jadi imamat universal itu berasar dari jabatan Kristus, yang di
komunikasikan ke orang-orang yang percaya melalui persatuan mereka dengan
Kristus dalam iman dan partisipasi mereka dalam karya keselamatan Kristus.
Panggilan orang-orang percaya ini adalah untuk melayani Allah dengan sepenuh hati
dalam bidang pekerjaan sebagaimana Allah menempatkannya. Setiap cara kehidupan
37
Ibid., 3-8
22
yang sah adalah suatu panggilan. Tuhan meminta masing-masing orang dalam semua
tindakan-tindakan hidup
untuk melihat ke panggilanNya karena Ia telah
menunjukkan tugas-tugas untuk setiap manusia dalam cara hidupnya yang khusus.
Dan bahwa tidak ada seorangpun boleh secara sembarangan melanggar batasbatasNya.38
Disamping itu ada juga hak istimewa dan tanggung jawab yang umum dari
Gereja dan bukan hanya kepada rasul-rasul. Semua orang percaya adalah imam-imam
karena dalam nama dan dengan kemurahan Kristus semua orang percaya dapat
mempersembahkan kepada Kristus semua persembahan spiritual (imamat yang riil).
Yang terpenting setiap orang percaya mempunyai martabat yang tinggi dan tanggung
jawab, sehingga dalam gereja mempunyai relasi yang baik dan ada keteraturan antara
pelayanan yang ditahbis dan imamat universal. Jadi ada hal yang berbeda antara
imamat am dan keteraturan pelayanan. Di mana keimaman adalah umum untuk semua
orang Kristen; namun demikian tidak untuk pelayanan itu. Ada bahaya dari suatu
klerikalisme baru bilamana penekanan hanya kepada jabatan pelayanan saja, sebab
setiap orang percaya juga memiliki karunia-karunia (kharismata) dan hal itu harus
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesungguhan.39
II. 1.4 Kaum Awam Sebagai Orang Dewasa
Dengan memahami siapakah kaum awam secara khusus dari para teolog baik
itu Martin Luther, Johanis Calvin, Joseph H. Oldham, dan Hendrik Kraemer, dapat
menolong untuk menyimpulkan bahwa
sebenarnya kaum awam adalah anggota-
anggota gereja, yang memiliki profesi sebagaimana Tuhan menempatkan mereka,
misalnya politisi, guru, intelektual, wartawan dan lain sebagainya, dengan panggilan
38
39
Ibid., 13
Ibid., 19-20
23
kerja dan mempunyai tanggung jawab atau harus menjalani fungsional mereka dari
gereja di dalam masyarakat, melalui tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan
sehari-hari sesuai dengan kehendak Tuhan.
Hal di atas membawa kita melihat bahwa kaum awam yang 99 % ada dalam
gereja, tidak lain adalah kelompok orang dewasa, yang memiliki profesi dan harus
bekerja dengan baik dan mempertanggungjawabkan imannya dalam segala tuntutan
yang ada di lingkungan kerjanya. Kaum awam atau orang dewasa dalam gereja bukan
sukarelawan-sukarelawan untuk kegiatan-kegiatan gereja tetapi lebih sebagai orangorang percaya yang tersebar, yang hidup dan bekerja serta mencari nafkahnya di
dalam suatu komunitas yang lebih luas, yang mana harus dibantu untuk melihat
bagaimana mereka dapat mentaati kehendak Allah di dalam tekanan-tekanan dan
persoalan-persoalan kehidupan.
Analisis dari Oldham memberikan masukan untuk gereja agar tidak hanya
fokus pada arti gereja tetapi juga pada hakekat misinya. Ada perbedaan antara gereja
sebagai suatu masyarakat, yang di organisasikan untuk tujuan ibadah, pengajaran
dengan kehidupan orang-orang Kristen di dalam dunia. Pada satu pihak gereja sebagai
“suatu masyarakat” yang di organisasikan untuk tujuan-tujuan spesifik seperti ibadah,
pengajaran, pemberitaan dan pelayanan pastoral, tetapi pada pihak yang lain gereja
dapat dipandang sebagai “suatu masyarakat manusia” ada laki-laki dan perempuan.
Mereka ini telah diberi suatu pemahaman baru tentang kehidupan
dan telah
mengalami begitu banyak pengalaman yang mempengaruhi keseluruhan pandangan
dan tingkah laku. Orang-orang ini harus mewarnai setiap tindakan dalam kehidupan
mereka. Bukankah ini menunjukkan beberapa dari karakteristik dari seorang dewasa
yang begitu sibuk dengan profesinya, dan mempunyai pengalaman dalam hidup, serta
24
menanti gereja dapat menolong dan memberdayakan mereka agar terjadi transformasi
pribadi dan transformasi sosial40.
Jadi gereja dalam ekspresinya bukan hanya pemberitaan Firman, dan
penyelenggaraan sakramen-sakramen dengan benar, tetapi juga manifestasi dari
tindakan-tindakan liturgis ini ke dalam sikap dan tingkah laku yang baru, yang
melahirkan transformasi pribadi dan transformasi sosial dalam masyarakat. Bila tidak,
maka gereja ada dalam bahaya “pengeklesiasian” yang bersifat mencelakakan gereja.
Hal ini harus menjadi urusan dan perhatian para rohaniwan, bukan suatu komunitas
dari orang-orang yang telah diperdamaikan dan dengan penuh sukacita melayani
Allah di dalam peristiwa-peristiwa sehari-hari dari kehidupan yang biasa.41
Fakta yang ada kaum awam atau orang dewasa dalam gereja dipanggil untuk
suatu kehidupan yang penuh ketaatan kepada Allah, dan pada saat yang sama tunduk
kepada lembaga-lembaga sosial, sistem-sistem ekonomi dan kondisi-kondisi politik.
Semua ini membawa gereja lewat kaum rohaniwan menyadari peran pentingnya
dalam memberdayakan orang-orang dewasa atau kaum awam lewat pendidikan. Bila
demikian maka orang dewasa dapat membuat keputusan-keputusan dalam ketaatan
kepada Firman Allah, dengan di tuntun dengan tradisi gereja. Dalam membimbing
dan mendidik orang-orag dewasa ini, kaum rohaniwan tidak bisa menyampaikan
sesuatu dengan cara memerintah tetapi harus dengan model pembelajaran yang sesuai
dengan konteks hidup orang dewasa.42
Oleh karena tujuan imamat am orang percaya adalah melaksanakan tugas
panggilannya dengan penuh tangungjawab baik dalam gereja maupun dalam profesi
masing-masing. Tugas panggilan ini dapat dilaksanakan bilamana kaum awam
40
Ibid., 35
Ibid., 36-37
42
Ibid., 40-41
41
25
diberdayakan. Konsep pemberdayaan adalah suatu konsep yang umum, bilamana di
terapkan dalam teori akan menjadi andragogi. Andragogi adalah seni dan ilmu
menolong orang dewasa belajar. Andragogy sendiri dibagi dua, dimana ada yang
umum dan ada yang khusus di aplikasikan dalam gereja. Untuk pendidikan umum
merupakan pendekatan yang baru dari tokoh yang bernama Jack Mezirow dengan
teori pembelajaran transformatif. Sedangkan tokoh yang bernama Mc Kenzie, fokus
pada pembelajaran orang dewasa di gereja.
Untuk itulah pada bagian berikut akan dijelaskan tentang konsep umum
pemberdayaan dan tentang andragogi.
II. 2
Konsep dan Teori Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah “empowerment” yang mulai
berkembang di Eropa mulai abad pertengahan, hingga di akhir 70-an, 80-an, dan awal
90-an. Kata “empowerment” dan “empower” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
menjadi pemberdayaan dan memberdayakan. Menurut Merriam webster dan oxfort
english dictionery (dalam Prijono dan Pranarka, 1996 : 3) kata “empowerment” dan
“empower” mengandung dua pengertian yaitu : pengertian pertama adalah to give
power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam
pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau
mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan
sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan. 43
Konsep empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana
kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural. Hal itu
menjadi nyata baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, dan
43
Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat - Bahan Kuliah PPS SP ITB.1suniscome.50webs.com/data/...
/005%20Konsepsi%20 Pemberdayaan.pdf.. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014
26
internasional. Disamping itu juga meliputi bidang politik, ekonomi, sosial dan lainlain.44
Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki
dua kecenderungan, antara lain45 :
1). Kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau
mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada
masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula
dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan
kemandirian mereka melalui organisasi.
2) Kecenderungan sekunder yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses
memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan
hidupnya melalui proses dialog.
Dua kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah
berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus
melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.
Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep pembangunan yang
merangkum
nilai-nilai
sosial.
Konsep
ini
mencerminkan
paradigma
baru
pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and
sustainable. Gagasan pemberdayaan masyarakat perlu untuk dipahami sebagai suatu
proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat.
Perubahan struktur yang sangat diharapkan adalah proses yang berlangsung secara
alamiah, yaitu yang menghasilkan dan harus dapat dinikmati bersama. Begitu pula
44
Teori Pemberdayaan.blogspot.com/.../konsep-definisi-dan-teori-pemberda...31 Mar 2012. Diunduh
pada hari Kamis, 4 Desember 2014
45
Perencanaankota.blogspot.com/.../teori-pemberdayaan-masyarakat.htmlTeori Pemberdayaan
Masyarakat. . Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014
27
sebaliknya, yang menikmati haruslah yang menghasilkan. Proses ini diarahkan agar
setiap upaya pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat
(capacity building).46
Sumodiningrat (1999 : 134), mengatakan bahwa kebijaksanaan pemberdayaan
masyarakat secara umum dapat dipilah dalam tiga kelompok yaitu47 :
1)
Kebijaksanaan yang secara tidak langsung mengarah pada sasaran tetapi
memberikan dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat.
2) Kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan
ekonomi kelompok sasaran.
3) Kebijaksanaan khusus yang menjangkau masyarakat miskin melalui upaya
khusus.
Sedangkan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, menurut Kartasasmita
(1996:159-160), harus dilakukan melalui beberapa kegiatan48 :
1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling).
2)
Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).
3)
Memberdayakan mengandung pula arti melindungi.
Letak titik tolaknya yaitu bahwa pengenalan setiap manusia, setiap anggota
masyarakat, akan selalu memiliki suatu potensi yang dapat terus di kembangkan.
46
2frameit.blogspot.com/.../landasan-teori-pemberdayaan-masyarakat.html. Diunduh pada hari
Kamis, 4 Desember 2014
47
lib.ui.ac.id/file?file=digital/123653...Pemberdayaan%20Masyarakat...pdf. Diunduh pada hari
Kamis, 4 Desember 2014
48
Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat - Bahan Kuliah PPS SP ITB.1suniscome.50webs.com/data/...
/005%20Konsepsi%20 Pemberdayaan.pdf.. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014
28
Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak berdaya, karena kalau demikian
akan mudah punah.
Pemberdayaan merupakan suatu upaya yang harus diikuti dengan tetap
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Dalam rangka
itu pula diperlukan langkah-langkah yang lebih positif selain dari menciptakan iklim
dan suasana. Untuk memperkuat semua ini haruslah meliputi langkah-langkah nyata
dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta membuka akses kepada
berbagai peluang (upportunities) yang nantinya dapat membuat masyarakat menjadi
semakin diberdaya. Atau adanya suatu proses sosial multi dimensi yg bertujuan utk
membantu individu atau kelompok agar dapat memperoleh kendali bagi kehidupan
mereka sendiri (maksudnya potensi dan kemampuannya). 49
Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut 2 kelompok atau
institusi yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan
pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.
Disinilah warga Gereja yang tidak lain adalah juga warga masyarakat masuk
dalam proses pemberdayaan atau empowerment. Operasionalisasi dari konsep
pemberdayaan pada umumnya lebih difokuskan pada level komunitas. Hal itu
disebabkan karena komunitas dianggap sebagai basis kehidupan masyarakat, yang
paling mengetahui persoalan dan kebutuhan yang paling aktual. Apabila sebuah
program yang dibuat untuk peningkatan kehidupan masyarakat, maka program
tersebut harus sesuai dengan persoalan dan kebutuhan masyarakat sehingga
aktualisasi diri semakin meningkat.50
49
Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat - Bahan Kuliah PPS SP ITB.1suniscome.50webs.com/data/...
/005%20Konsepsi%20 Pemberdayaan.pdf.. Diunduh pada hari Kamis, 4 Desember 2014
50
2frameit.blogspot.com/.../landasan-teori-pemberdayaan-masyarakat.html. Diunduh pada hari
Kamis, 4 Desember 2014
29
II. 3 Pendidikan Orang Dewasa
Ada begitu banyak istilah dan pengertian berkaitan dengan pendidikan orang
dewasa. Salah satunya adalah dari Gordon G. Dankenwald dan Sharon B. Meririam
dalam bukunya “Adult Education” mengatakan Adult Education memberi penekanan
pada hal memberi pertolongan kepada orang-orang dewasa untuk membangun
potensinya atau merundingkan perubahan dalam peranan. Baik sebagai pekerja, ibu
rumah tangga, polisi, tentara, guru, tukang ojek, tukang sapu, dokter, dosen dan masih
banyak lagi. Supaya orang dewasa mengalami pertolongan dalam memperoleh
pemenuhan diri yang lebih besar dalam kehidupan pribadi dan juga dapat
memecahkan masalah-masalah pribadi dan sosial yang dihadapi. Kemudian mereka
mendefinisikan “Adult Education” sebagai suatu proses di mana orang-orang yang
karena peranan sosialnya dan statusnya sebagai orang dewasa, menjalani suatu
aktivitas belajar yang sistematis dan terus-menerus dengan tujuan untuk membawa
perubahan dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai dan ketrampilan.51
Dari definisi di atas jelas sekali ada penekanan kepada karakteristik dari para
pelajar dan juga kepada kesengajaan, proses, serta hasil dari proses pendidikan. Badan
PBB (UNESCO) juga memberikan definisi tentang “Adult Education” sebagai
berikut :
“The term adult education denotes the entire body of organized educational
process, whatever the content, level and method, whether formal or otherwisc,
whether they prolong or replace initial education in schools, colleges, and
universities as well as in apprenticeship where bywhich persons enrich their
knowiedge, improve their technical or professional qualification in balanced
and independent social, economic, and cultural development …52
51
Dankenwald Gordon. G.,& Sharon B. Meririam., Adult Education Foundations of Practice., (New
York : Harper & Row, Publisher, Ink, 1982)., 1-2
52
Ibid., 9
30
Dari pengertian ini masih diteruskan dengan mengatakan bahwa “Adult
Education” seharusnya dilihat sebagai suatu komponen yang integral secara
keseluruhan untuk pendidikan
dan belajar seumur hidup. Dalam definisi dari
UNESCO, sebenarnya diusahakan agar perbedaan-perbedaan pendapat tentang
kontent, tingkatan dan methode ditiadakan. Yang terpenting adalah usaha itu
menunjuk kepada keseluruhan proses pendidikan yang diatur atau diorganisasikan
secara baik, apa pun kontent, level, dan methodenya. Apakah pendidikan itu formal
atau tidak.
Apakah pendidikan itu menambah pengetahuan mereka atau
menggantikan pendidikan awal di sekolah, universitas di mana orang memperkaya
pengetahuan mereka, meningkatkan kualifikasi teknis dan profesional mereka ke arah
yang baru, dan berprilaku dalam perspektif ganda yakni mengembangkan pribadi
yang dalam bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan secara seimbang dan bebas. 53
Ada juga yang memakai istilah andragogi, dimana pendidikan orang dewasa
(POD = Andragogy). Andragogy, kata aslinya diambil dari kata “aner” yang berarti
“man” (orang dewasa) dan karena itu berbeda dengan paedagogy (paida berarti anak),
dan dalam hal ini andragogi adalah seni dan ilmu menolong orang dewasa belajar.54
Hal ini berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri, bertanya dan mencari
jawabanya sendiri, berbeda dengan pendidikan anak (paedagogy) yang berlangsung
dalam bentuk identifikasi dan peniruan. Ada banyak perbedaan orang dewasa dan
anak kecil berkaitan dengan konsep diri, pengalaman, kesiapan untuk belajar dan
orientasi orang dewasa.55
Pengertian di atas memberikan pemahaman bahwa pendidikan orang dewasa
prosesnya tersendiri atau khusus. Seperti telah dijelaskan bahwa peserta didik dewasa
53
54
Ibid., 10-11
Nuhamara., Daniel., PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa., (Bandung : Jurnal Info Media,
2008)., 15
55
Sumiyatiningsih., Dien., Diktat Kuliah PPs., (Salatiga : UKSW, 2013)
31
adalah siapa saja yang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran informal dan
formal. Pendidikan orang dewasa dapat dilakukan dalam bentuk apapun. Pendidikan
orang dewasa sering dipandang sebagai sesuatu yang disengaja. Seseorang memilih
untuk terlibat dalam kegiatan belajar yang formal maupun informal sebagai hasil dari
keinginan untuk bertumbuh, mengubah atau mengembangkan atau sebagai respon
terhadap kebutuhan profesional dan praktis. Pendidikan orang dewasa dianggap
sebagai sesuatu yang sengaja atau dilakukan dengan sukarela maka pelajar dewasa
diasumsikan sangat tertarik dan termotivasi pada konten yang relevan dengan apa
yang mereka butuhkan56.
Pendidikan orang dewasa digambarkan dengan pendidikan yang self-directed.
Self directed dapat diartikan dengan suatu keadaan dimana peserta didik (orang
dewasa) membuat setiap keputusan desain instruksional (mengidentifikasi kebutuhan,
menetapkan tujuan, mengumpulkan bahan, memilih metode) untuk pembelajaran
mereka sendiri. Tidak semua orang dewasa akan mampu melakukan ini, tetapi mereka
akan dilibatkan dalam proses ini. 57
Malcom Knowles, yang dikutip oleh oleh Mc Kenzie58, memaparkan empat
(4) karakteristik berkaitan dengan orang dewasa belajar. Keempat karakteristik itu
adalah konsep diri (self-concept), pengalaman (experience), kesiapan belajar
(readiness to learn) dan orientasi terhadap belajar (orientation to learning).
1) Konsep diri (self-concept)
Disini konsep diri berarti seorang yang dewasa biasanya memandang dirinya
sebagai seorang yang mandiri, memiliki identitas personal. Maksudnya seorang
dewasa biasanya melihat bahwa dirinya berbeda dengan yang lain. Dia mau berusaha
56
York :
Dankenwald Gordon. G.,& Sharon B. Meririam., Adult Education Foundations of Practice., (New
Harper & Row, Publisher, Ink, 1982)., 11-16
57
Ibid., 76-78
58
Kenzie.,Leon Mc., The Religious Education of Adults (Birmingham : REP, 1982)., 10-18
32
berbuat sesuatu atau berkarya dan bukan hanya pemakai.
Dia akan berusaha
bertanggungjawab atas kehidupannya dan tidak bersedia orang lain membentuk
kehidupannya. Orang dewasa mau berjalan sesuai dengan apa yang dia mau dan
menolak diarahkan orang lain. Jadi dalam konsep diri orang dewasa dapat
dikembangkan soal penghargaan dan tanggung jawab.
2) Pengalaman (experience)
Berbicara tentang pengalaman orang dewasa jumlahnya begitu banyak dan
latar belakang pengalamannya berbeda secara kualitatif atau macamnya dibandingkan
dengan seorang anak. Seorang dewasa dapat menata pengalamannya seperti
pengalaman bekerja mencari nafkah, membangun rumah tangga, dan lain sebagainya
dibandingkan dengan seorang anak.
Seorang dewasa akan memahami sebuah
kejadian berdasarkan tafsiran yang dilandasi pengalaman dan pengetahuan yang
sudah dimiliki sebelumnya
yang begitu banyak, sedangkan seorang anak akan
memahami kejadian itu dengan pengalamannya yang terbatas. Jadi pada akhirnya
orang dewasa akan membentuk subyektivitas dalam tindakan mengetahui.
3) Kesiapan belajar (readiness to learn).
Malcom Knowles menjelaskan bahwa seseorang dimotivasikan untuk belajar
tentang sesuatu karena di dalam belajar, baik itu ide, sikap, atau prosedur khusus akan
mendorong dan memampukan orang itu dalam menyelesaikan suatu tugas yang
dikaitkan dengan suatu tingkat khusus dalam perkembangan manusia. Artinya suatu
situasi hidup yang khusus atau peristiwa yang berhubungan dengan suatu tingkat
perkembangan manusia menentukan atau membangun tuntutan, pengharapan–
pengharapan, kebutuhan-kebutuhan, minat–minat dan apresiasi belajar, yang besar
kemungkinan tidak ada dalam situasi kehidupan dalam tingkat perkembangan yang
lain. Suatu situasi hidup yang khusus akan membangkitkan orientasi tertentu terhadap
33
realitas. Dalam persiapan belajar, Malcom Knowles juga menjelaskan bahwa perlu
dipahami adanya perbedaan antara orang dewasa dengan anak dalam hubungan
dengan kebutuhan–kebutuhan yang berbeda.
4) Orientasi terhadap belajar (orientation to learning).
Orientasi belajar orang dewasa adalah supaya dapat langsung memecahkan
masalah yang menghadang dalam perjalanan hidupnya. Hal ini berkaitan dengan
pendidikan orang dewasa yang volunteer. Maksudnya seorang dewasa secara khusus
ingin belajar sesuatu agar dapat diterapkan langsung dalam persoalan-persoalan hidup
yang sudah dan sedang dialaminya.
II. 4. Teori Pendidikan Orang Dewasa Dalam Gereja
Berkaitan dengan pendidikan orang dewasa, yang telah dijelaskan oleh
Malcom Knowles dengan empat karakteristik bagaimana orang dewasa belajar.
Kemudian dikembangkan oleh McKenzie, dalam aplikasinya di gereja, dengan
menambahkan pokok penting tentang misi gereja. Hal itu yang kemudian dikenal
dengan teori tentang pendidikan agama Kristen (PAK) Dewasa.
II. 4. 1. Teori Pendidikan Agama Kristen (PAK) Dewasa dari Mc Kenzie.
Berkaitan dengan teori tentang pendidikan agama Kristen (PAK) dewasa,
McKenzie mengatakan ada tiga pengertian fundamental dan nyata yang harus
dipahami yaitu berkaitan dengan orang dewasa, agama atau teologi gerejanya dan
pendidikan itu sendiri. Ketiga unsur inilah yang dipakai oleh McKenzie dalam teori
pendidikan agama Kristen untuk orang dewasa.59
59
Ibit., 1-3
34
Pada umumnya bila berkaitan dengan PAK Dewasa dalam gereja, para ahli
teologi
dan orang-orang
yang berorientasi
pada ilmu-ilmu
teologi,
telah
mengemukakan pemikiran-pemikiran dan refleksinya. Mereka memandang PAK
Dewasa berdasarkan perspektif agama atau tepatnya teologi. Memang sudah ada
sejumlah teori PAK Dewasa yang telah diusulkan, namun pada bagian ini akan
difokuskan pada perspektif teologi dan perspektif pendidikan agar dapat melihat
perbandingannya. Para ahli yang melihat dari perspektif teologi, misalnya L.O.
Richards dalam bukunya A Theology of Christian Education. Sedangkan ahli yang
melihat dari perspektif pendidikan contohnya adalah McKenzie sendiri. Semuanya
ini dapat menolong gereja dalam keberhasilan pelayanan bagi warga jemaat yang
dewasa.60
McKenzie mengembangkan suatu teori pendidikan dengan menjelaskan apa
yang dimaksud dengan
pendidikan orang dewasa dalam gereja (PAK Dewasa).
Dimana PAK Dewasa berfungsi sebagai pembimbing dalam menjalankan PAK
Dewasa nantinya. Dalam pendidikan orang dewasa memandang baik karakteristik
orang dewasa maupun misi dari organisasi yang menjalankan pendidikan tersebut,
dalam hal ini adalah organisasi agamawi atau gereja. Hasilnya merupakan suatu teori
proposional tentang PAK Dewasa, dimana elemen-elemennya sebagai berikut61 :
1) Karakteristik Orang Dewasa62
Dalam pendidikan orang dewasa, elemen pertama yang perlu dipahami adalah
orang dewasa itu sendiri. Bagaimana orang dewasa di pahami berdasarkan perspektif
pendidikan. Apa kharakteristik orang dewasa dalam kaitan dengan pendidikan. Cara
60
61
Ibit., 6-8
Nuhamara., Daniel., PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa., (Bandung : Jurnal Info Media,
2008)., 56
62
Ibid., 57-59
35
apa yang paling efektif bagi orang dewasa belajar. Saat ini bidang profesionalitas
pendidikan orang dewasa telah berkembang menjadi suatu disiplin yang khusus.
Seseorang dapat disebut dewasa, pada umumnya bilamana secara ekonomi
sudah bisa mendukung dirinya secara finansial dan mencukupi kebutuhan
ekonominya sendiri. Demikian juga seseorang disebut dewasa bila dilihat dari
berbagai sudut pandang yang lain seperti kultural, sosiologis, pengetahuan,
psikologis, pendidikan dan lain-lain. Dalam perspektif pendidikan seseorang disebut
dewasa apabila telah menyelesaikan tahun-tahun sekolahnya sebagaimana yang
dituntut masyarakat.
Memang untuk merumuskan definisi orang dewasa cukup rumit, sebab
keberadaan orang dewasa bukan terpisah tajam dari periode hidup yang lain,
melainkan semuanya itu berada dalam satu garis lurus yang berkesinambungan.
Karakteristik orang dewasa belajar semakin dipahami melalui Malcom
Knowles, yang
memaparkan empat karakteristik orang dewasa belajar seperti
diuraikan di bagian sebelumnya yaitu konsep diri (self-concept), pengalaman
(experience), kesiapan belajar (readiness to learn) dan orientasi terhadap belajar
(orientation to learning).63
2) Misi Agamawi (Gereja/Kristiani)
Elemen kedua dalam pendidkan bagi orang dewasa dalam gereja adalah agama
atau teologi dalam hal ini berkaitan dengan misinya. McKenzie setelah mengadakan
observasi terhadap PAK dewasa dalam konteks gereja. Katanya selama ini banyak
program PAK dewasa dalam gereja di bangun tanpa acuan yang memadai dan tepat
terhadap target pendidikan yaitu orang-orang dewasa. Persoalan yang lain, dimana
63
Kenzie.,Leon Mc., The Religious Education of Adults (Birmingham : REP, 1982)., 10-18
36
gereja juga tidak memperhitungkan sungguh-sungguh keseluruhan misi gereja dalam
memulai dan mengembangankan PAK dewasa. Atau misi gereja dipandang dari
sudut yang sempit. McKenzie melihat apa yang telah dilakukan gereja berkaitan
dengan PAK dewasa ini lalu menyimpulkan bahwa tujuan dari program-program
pendidikan orang dewasa dalam gereja itu bersifat propaganda dan pengajaran
teologis Alkitabiah semata. Pendidikan orang dewasa dalam gereja tidak boleh hanya
mengajarkan hal-hal yang religius belaka, namun harus jauh lebih luas dari hal itu.
Apabila PAK dewasa dalam jemaat dipandang dalam arti sempit, maka ia akan gagal
sebagai kekuatan utama demi kebaikan. Ia akan tetap merupakan usaha dan kekuatan
marginal saja.64
Misi gereja, menurut McKenzie adalah
making meaning available
(memungkinkan arti hidup ini tersedia). Atau ultimate meaning (arti yang mendasar
dan mutlak) dari kehidupan manusia, kata Heidegger. Ultimate meaning digambarkan
sebagai Allah, suatu dasar yang memberi arti kepada kehidupan manusia dan dunia
(mengarahkan seluruh hidup kita). Menurut McKenzie, gereja dapat membuat
ultimate meaning tersedia, yaitu melalui kerygma, diakonia, dan koinonia. Fungsi
kerygmatis gereja adalah untuk mewartakan suatu berita. Fungsi diakonis adalah
untuk melayani mereka dalam kebutuhannya, sedangkan fungsi koinonis adalah
membentuk persekutuan. Fungsi-fungsi ini menjadi satu kesatuan yang saling
terkait.65
Jadi gereja mempunyai tugas untuk menyatakan atau memberitahukan bahwa
“meaning” telah datang kepada manusia dalam diri Tuhan Yesus. Dimana Tuhan
Yesus datang memberikan kehidupan yang bermakna yang sesuai dengan maksud
Allah yakni hidup dalam kasih. Apa yang Yesus ajarakan maupun tindakan yang
64
Kenzie.,Leon Mc., yang dikutip Nahumara Daniel., PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa.,
Jurnal Info Media, 2008)., .60
65
Ibid., 61
(Bandung :
37
dilakukan adalah semata-mata tentang kasih. Manusia pun harus mengikuti Yesus
(cara hidup dan pengajaranNya) sehingga hidup berarti dan bermakna. Yesus adalah
tanda atau janji yang diperuntukkan bagi manusia dan bahwa semua hal bekerja
menuju
kebaikan
bagi
dia
yang
mengasihi
Allah,
bahwa
dunia
harus
ditransformasikan sesuai dengan pengajaran Yesus dan bahwa pengharapan tidak
menjadi sia-sia di dalam Yesus. Berita ini dapat dirumuskan dengan berbagai cara dan
dalam bahasa yang bermacam-macam. Pada intinya Kekristenan adalah tentang kasih.
Kasih Allah kepada manusia dibalas dengan mengasihiNya dalam wujud mengasihi
sesama dan pemeliharaan atas seluruh ciptaan Tuhan.66
Misi gereja adalah menjadikan meaning tersedia dengan cara menyatakan
atau memberitakan kabar baik dan pengajaran Tuhan Yesus sebagai jalan melayani
umat Allah di dalam kebutuhannya baik yang sekuler maupun yang sakral, dan
membentuk persekutuan (profane maupun liturgis). Ini semua untuk melayani misi
Allah.67
3) Dalil – Dalil Proposisi
Selain dua elemen di atas yaitu orang dewasa dan misi agama dalam hal ini
misi gereja. Elemen ketiga adalah pendidikan yang menjadi acuannya. Dalam teori
proposisional mengenai pendidikan agama Kristen dewasa dalam gereja.
Orang dewasa yang lebih “self directed” dalam belajar karena telah
mempunyai banyak pengalaman, lebih mandiri, dan mempunyai kesiapan belajar
yang terkait dengan pengalaman kehidupan serta selalu berusaha menerapkan
66
Nuhamara., Daniel., PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa., (Bandung : Jurnal Info Media,
2008)., 62
67
Ibid., p. 63
38
langsung apa yang telah dipelajarinya, maka beberapa proposisi atau dalil berikut
dapat dikemukakan68 :
1) Langkah awal dalam penyusunan kurikulum (curriculum development) adalah
penelitian yang diaplikasikan yang memungkinkan informasi didapatkan dari
calon peserta didik tentang kebutuhan serta minat pendidikan mereka.
2) Orang dewasa harus diikutkan dalam perencanaan dan penyusunan program kerja
pendidikan agama Kristen dewasa.
3) Orang dewasa juga harus diikutkan dalam menerapkan dan mengelola programprogram PAK dewasa dalam gereja.
4) Orang dewasa seharusnya diikutkan bukan saja untuk mengevaluasi program
pendidikan, tetapi juga dalam menyusun serta merencanakan evaluasi program.
5) Dalam setting pengajaran, orang dewasa seharusnya dihargai sebagai orang
dewasa.
6) Dalam setting pengajaran seharusnya orang dewasa didorong untuk menjadi
prokreatif dan bukan hanya reaktif.
7) Dalam setting instruksional – tergantung pada tujuan pengajaran yang spesifik dan
juga pada pada tema pengajaran itu – orang dewasa dapat bertindak sebagai nara
sumber dalam belajar maupun sebagai peserta didik itu sendiri.
8) Dalam kaitan dengan misi gereja yang sifatnya religius secara eksplisit orang
dewasa seharusnya diberi kesempatan untuk memilih dalam kaitan dengan aspekaspek dari misi yang menarik perhatian mereka.
9) Jika PAK dewasa dalam gereja bisa responsif terhadap kebutuhan orang dewasa,
maka ia juga dapat menerapkan salah satu bentuk pengajaran.
10) Jika PAK dewasa dalam gereja dapat merespon terhadap minat-minat orang
68
Ibid., p. 64
39
dewasa, maka ia dapat menyumbangkan sesuatu dalam rangka pembentukan suatu
persekutuan.
Dalil atau proposisi teoritis di atas masih dapat diperpanjang lagi, dari
perspektif pendidikan terhadap orang dewasa yang belajar dan misi gerejawi. Dalil
atau proposisi di atas berfungsi bukan hanya untuk menjelaskan fenomena PAK
dewasa tetapi yang lebih penting lagi menuntun pendidik dalam PAK dewasa untuk
membangun program dan kurikulum PAK Dewasa.
II. 4. 2. Teori Transformatif Learning dari Jack Mezirow
Teori pendidikan untuk orang dewasa dalam perjalanan waktu mengalami
perkembangan. Pendidikan orang dewasa tidak lagi hanya berpusat pada kebutuhan
pendidikan orang dewasa baik yang dirasakan maupun tidak/diusulkan kepada
pembelajaran
transformatif
(transformatice
learning/education).
Yang
tokoh
utamanya adalah Jack Mezirow. Pembelajaran transformatif ini bertujuan untuk
perubahan perspektif yang mendorong seseorang atau kelompok praksis atau tindakan
reflektif untuk mengubah (transform) tatanan sosial.69
Patricia
pengembangan
Cranton
dari
mengatakan
asumsi-asumsi,
pembelajaran
premis-premis,
transformatif
cara-cara
adalah
menafsirkan
pengalaman atau persepektif yang direvisi tentang dunia melalui refleksi diri yang
kritis. Transformative learning akan terjadi bilamana adanya suatu refleksi diri yang
kritis seorang individu merevisi atau mengubah asumsi-asumsi, kepercayaan atau cara
melihat dunia yang lama dan mengembangkan asumsi-asumsi kepercayaan, dan caracara baru melihat dunia.70
69
70
Cranton., Patricia., Transformative Learning (San Fransisco : Jossey Bass Inc, Publishers, 1994)., 22
Ibid., p.xii
40
Dalam terbitan penelitian dari Jack Mezirow71, dijelaskan mengenai proses
transformasi pribadi yang akan terjadi melalui sepuluh fase atau tahap yaitu :
1) Mengalami suatu dilema disorientasi.
2) Menjalani pemeriksaan diri sendiri.
3) Melakukan suatu penilaian yang kritis terhadap asumsi peran yang
terinternalisasi dan merasa terasing dari harapan sosial tradisional.
4) Menghubungkan perasaan ketidakpuasan dengan pengalaman-pengalaman
serupa dari orang lain atau dengan isu umum, dengan menyadari bahwa
persoalannya juga merupakan persoalan orang lain dan bukan secara ekslusif
masalah pribadi.
5) Mencari opsi-opsi cara baru untuk bertindak.
6) Membangun kompetensi dan rasa percaya diri untuk peranan-peranan baru.
7) Merencanakan suatu aksi.
8) Berusaha memperoleh pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan
rencana-rencananya.
9) Melakukan usaha-usaha tambahan untuk mencoba peranan baru dan
menilai umpan balik.
10) Berintegrasi kembali dalam masyarakat atas dorongan perspektif baru.72
Jack Mezirow kemudian menjelaskan dimensi pembelajaran tranformatif dan
tiga model pembelajaran bagi orang dewasa, agar seorang dewasa dapat mengalami
perubahan perspektif yang mendorongnya atau kelompok praksis atau tindakan
reflektif untuk mengubah (transform) tatanan sosial.
71
Jack Mezirow yang dikutip dalam Cranton., Patricia., Transformative Learning (San Fransisco :
Jossey Bass Inc, Publishers, 1994)., 23
72
Ibid, 87
41
II. 4. 2. 1. Dimensi Pembelajaran Transformatif (Transformatif Learning)
Model pembelajaran transformatif didasarkan pada paradigma konstruktif
yang mengaktualisir setiap individu untuk dapat membangun pengetahuan melalui
pengalaman mereka di dunia. Pembelajaran transformatif berimplikasi pada proses
perolehan pengetahuan yang konstruksi secara sosial oleh kelompok individu.73
Pembelajaran transformatif ini juga berhubungan dengan apa yang menjadi pemikiran
Paulo Freire tentang kesadaran atau konsientisasi.
Proses pembelajaran transformatif mengusulkan cara-cara dimana pendidik
akan menantang peserta didiknya untuk terlibat aktif dalam pendidikan. Melalui
proses refleksi kritis, pembelajaran dan pengembangan potensi yang dapat terjadi
melalui proses dan strategi dimana seorang pendidik dapat merangsang dan
mendukung pendidikan transformatif. 74
Pembelajaran transformatif yang berlangsung dalam proses refleksi kritis
harus dipahami dalam dasar pandangan Habermas tentang kerangka metodologis dari
ilmu-ilmu kritis (critical sciences) berhubungan dengan refleksi diri yang kritis,
yang mana tujuan akhirnya emansipasi atau pembebasan. Refleksi diri kritis
mengungkap selubung genesis pribadi dan sosial dari sikap seseorang serta
menelanjangi kepentingan dari tindakan seseorang pada masa kini, dalam konteks
tindakan sosial kemasyarakatan. Refleksi diri kritis mencakup baik kritik diri sendiri
maupun kritik sosial. Refleksi diri kritis dalam konteks sosial dan historis seseorang
dalam hal yang esensial untuk terjadinya emansipasi merupakan kepentingan dari
ilmu-ilmu kritis (critical sciences).75
73
Cranton., Patricia., Transformative Learning (San Fransisco : Jossey Bass Inc, Publishers, 1994).,
52-56
74
Mezirow, J., Transformation Demencions of Adult Learning. (San Fransisco : Jossey- Bass : 1991).,
6, 78
75
Ibid., 48-59
42
Refleksi, kata Jack Mezirow adalah suatu proses kritis untuk menilai content,
proses, atau premis-premis dari usaha kita untuk menafsirkan atau memberi makna
kepada pengalaman. Refleksi juga mencakup kritik terhadap asumsi-asumsi tentang
content atau proses pemecahan masalah. Sedangkan premis adalah kasus khusus dari
asumsi. Kritik terhadap premis atau preposisi berlaku untuk problem posing (hadap
masalah) dan itu berbeda dari problem solving. Problem posing mencakup membuat
masalah atau situasi yang dianggap biasa (taken for granted) menjadi problematic,
dan mengajukan pertanyaan tentang validitasnya. Istilah refleksi kritis sinonim
dengan refleksi terhadap premis dan refleksi terhadap asumsi yang berlaku untuk
content dan proses pemecahan masalah.76
Jadi melalui pembelajaran transformatif akan dihasilkan
dimana dapat
kesadaran baru
melihat sesuatu dari perspektif baru. Ada cara baru untuk
mempersepsikan sesuatu yang mencakup perasaan baru dan perspektif baru.
Pembelajaran transformatif juga mencakup suatu reorientasi baru yang radikal dalam
menata dan menerapkan nilai-nilai itu dalam prilaku individu, maupun dalam aksi
sosial dan politik demi perubahan. Disini muncul keterbukaan untuk mempertanyakan
nilai dan kepercayaan lama dengan cara mencurigainya.77
Tujuan untuk kesadaran baru menuntut analisa sosial dan ideologis untuk
dapat memahami dosa sosial dan manifestasinya. Itu mencakup pemahaman tentang
struktur kekuasaan di dunia jaringan dari kekuatan ekonomis, politis dan sosial yang
mempengaruhi kehidupan manusia dimana saja dia berada.78
Jadi lewat refleksi kritis seseorang akan diperhadapkan dan dapat melewati
distorsi kehidupan sehingga muncul kesadaran baru, dan juga perspektif baru dari
orang itu.
76
Ibid., 87-88
Ibid., 118
78
Ibid., 75
77
43
II. 4. 2. 2. Model – Model Pendidikan Orang Dewasa
Ada tiga model pembelajaran bagi orang dewasa yang akan dijelaskan dalam
bagian ini yaitu :
1) Subject-Oriented Adult Learning79
Ketika seorang pendidik berbicara tentang materi, maka peserta didik akan
melihat diri mereka sebagai sisi dari pengembangan pengetahuan atau keterampilan
tersebut. Subject oriented sudah lama menjadi fokus dalam pendidikan tinggi dan
universitas. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa model ini akan membantu peserta
didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Ketika pengajar atau pendidik
sudah memberikan daftar apa saja yang akan dipelajari selama jangka waktu tertentu,
maka peserta didik dapat mengubah sesuai dengan apa yang ingin dipelajari. Subject
oriented terlihat dari pendidikan yang diterima oleh tukang kayu, tukang listrik,
dokter gigi.
2) Consumer-Oriented Adult Learning80
Sejalan dengan pemikiran self-directed yaitu peserta didik berdiri sebagai
seorang konsumen yang akan berusaha memenuhi kebutuhannya. Peserta didik
mengidentifikasi kebutuhan mereka, tujuan yang ditetapkan berdasaran kebutuhan
tersebut, memilih bahan dan sumber daya yang relevan dengan pembelajaran mereka,
memilih strategi mana untuk memenuhi tujuan dan melakukan evaluasi. Pendidik
menjadi narasumber, menejer atau fasilitator yang tidak terlibat dalam persaingan atau
mempertanyakan apa yang peserta didik katakan dengan kebutuhan mereka. Dalam
model ini peserta didik dapat berkolaborasi dengan teman sebaya, berbagi
pengalaman dan sumber daya dan mengatur jaringan belajar. Model consumer
79
Cranton., Patricia., Transformative Learning (San Fransisco : Jossey Bass Inc, Publishers, 1994).,
80
Ibid., 12-15
10-11
44
oriented akan langsung membantu peserta didik untuk memenuhi kebutuhan, seperti
apa yang menjadi prinsip dari self – directed maka peserta didik memberikan
ketetapan – ketatapannya sendiri tentang apa yang ingin dipelajari, metode apa yang
ingin dipakai, dan sebagainya.
3) Emancipatory Adult Learning81
Emansipasi diartikan dengan proses menghilangkan kendala. Emansipatory
Learning adalah proses membebaskan diri dari kekuatan yang membelenggu dan yang
membatasi pilihan kita dan kendali atas kehidupan kita. Emansipatory Learning
menjadi tujuan pendidikan orang dewasa yakni dapat melampaui waktu dan lintas
budaya, ketika seseorang telah keluar dari belenggunya ia dapat melihat kehidupan
yang nyata dan mengubah kenyataan melalui tindaka nyata. Pada akhirnya tujuan
pendidikan orang dewasa akan membantu pelajar dewasa menjadi lebih kritis
reflektif, berpartisipasi lebih penuh dan maju dalam perkembangan dengan bergerak
ke arah yang berarti. Seperti seorang instruktur dalam sebuah perguruan tinggi ketika
ia mencoba untuk mengikuti kursus pengembangan maka ia akan melihat perannya
dalam struktur dan sistem pendidikan dengan cara yang baru.
Gereja
mempunyai
panggilan
untuk
mengadakan
pendidikan
yang
transformative untuk orang dewasa. Dengan model Emancipatory Adult Learning,
perspektif orang dewasa dirubah, adanya kesadaran baru sehingga terjadi trasformasi
baik untuk diri sendiri maupun untuk transformasi sosial. Praksis Orang dewasa
dinyatakan. Sedangkan model pendidikan Subject-Oriented Adult Learning dan
Consumer-Oriented Adult Learning hanya berfokus pada penambahan pengetahuan
dan hanya kepada apa yang dia butuhkan. Hal ini tidak menjamin terjadinya
transformative karena hanya akan membawa orang kepada mempertahankan status
81
Ibid., 16-19
45
qua. Ada dampak yang besar bagi orang dewasa bilamana pendidikannya bersifat
partisipatif.
Sesudah melihat semua pembahasan tentang seni dan bagaimana menolong
orang-orang dewasa belajar (andragori). Menuntun kita kepada pemahaman bahwa
pemberdayaan dalam diri orang-orang dewasa yang self-directed akan terwujud,
bilamana ada partisipasi atau emansipasi dari orang-orang dewasa dalam
pembelajaran yang tranformatif.
Jadi implikasi dari andragogi dalam memberdayakan orang-orang dewasa atau
yang kita sejajarkan dengan kaum awam dalam gereja harus di mulai dengan
partisipasi atau adanya keterlibatan orang dewasa dalam pembelajaran mulai dari
perencanaan sampai pada evaluasinya. Artinya orang dewasa ikut terlibat dalam
penyusunan program, buat kurikulum yang sesuai kebutuhan,
mengelola dan menerapkan program yang disusun,
dilibatkan untuk
setting pengajaran, methode
pengajaran dan juga terlibat dalam menyusun dan merencanakan evaluasi.
Yang berikutnya berkaitan dengan Misi Gereja. Pembelajaran untuk orang
dewasa atau andragogi tidak hanya menekankan konten teologi saja. Pembelajaran
orang dewasa harus disesuaikan dengan kebutuhan yang kompleks dari orang-orang
dewasa dalam konteks riil kehidupan yang dijalani. Dalam konteks kebutuhan inilah
seorang dewasa harus diberdayakan melalui pembelajaran sehingga dapat
mentransformasi diri sendiri dan transformasi keadaan sosial. Seorang dewasa
membutuhkan diberdayakan dalam bidang ekonomi sehingga bisa mancari nafkah
untuk keluarga dan hidup sejahtera. Ada juga orang dewasa yang membutuhkan
diberdayakan dalam bidang kesehatan di tengah maraknya godaan untuk free seks,
minuman keras, narkoba dan lain sebagainya sehingga membutuhkan pembelajaran
dalam bidang kesehatan agar dapat diberdayakan. Begitu juga dengan bidang-bidang
46
kehidupan lainya sesuai dengan pengalaman orang dewasa agar lewat pendidikan
transformatif, oran-orang dewasa ini dapat langsung menerapkan hasil dari refleksi
diri kritis itu dapal kehidupan nyata mereka. Orang dewasa belajar untuk langsung
menerapkan karena itulah orientasi belajarnya.
47
Download