problematika poligami dan dasar hukumnya (1)

advertisement
1
PROBLEMATIKA POLIGAMI DAN DASAR HUKUMNYA
Oleh:
MANSARI
1409200030047
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2014 - 2015
2
BAB SATU
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu bentuk perkawinan yang selalu diperbincangkan dalam kehidupan
dewasa ini adalah perkawinan poligami. Beberapa Negara muslim melarang tegas
praktek poligami seperti di Turki, sebagian Negara muslim lainnya tidak melarang
secara tegas, akan tetapi mempersulit praktek poligami. Pelarangan ini memiliki
tujuan yang ingin dicapai yaitu agar terwujudnya kemaslahatan bagi perempuan dan
anak-anak yang lahir dari praktek poligami.
Di Indonesia, meskipun dalam keadaan tertentu membolehkan seorang suami
melangsungkan poligami dengan dua atau tiga orang perempuan dalam waktu yang
bersamaan, tapi pelaksanaannya dipersulit melalui prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui pengertian poligami dan dasar hukumnya yang dirumuskan dalam dua
rumusan masalah berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan poligami
2. Apa yang menjadi dasar hukum poligami dalam hukum Islam dan hukum
positif Indonesia ?
3
BAB DUA
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Poligami
Kata poligami terdiri dari kata ‘poli’ dan ‘gami’. Secara etimologi, poli
artinya banyak sedangkan gami artinya isteri. Jadi poligami itu artinya beristeri
banyak. Secara terminology, poligami yaitu seorang laki-laki mempunyai lebih dari
satu isteri atau seorang laki-laki beristeri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling
banyak empat orang.1
Poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal mana suami mengawini
mengawini lebih dari satu isteri dalam waktu sama. Laki-laki yang melakukan bentuk
perkawinan seperti itu dikatakan bersifat poligam. Selain poligami, dikenal juga
poliandri. Dalam praktek poligami, suami memiliki beberapa orang isteri sedangkan
dalam perkawinan poliandri, isteri memiliki beberapa suami dalam waktu yang sama.
Dibangdingkan poligami, poliandri jarang dilakukan kecuali beberapa suku tertentu
seperti suku Tuda dan suku-suku di Tibet.2
2.2. Dasar Hukum Poligami
Dasar hukum merupakan sumber yang dijadikan hukum yang mengatur
tentang bentuk perkawinan poligami. Ada beberapa sumber yang mengatur tentang
poligami yaitu landasan teologis yang terdapat dalam Alquran dan dasar hukum yang
1
Abdurahmah Ghazali, Fiqh Munakahat, cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 129.
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004),
hlm. 43-44.
2
4
tertuang dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yakni UU Nomor 1 Tahun
1974 dan Kompilasi Hukum Islam berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
1974. Untuk lebih jelasnya, uraian dasar hukum poligami akan dipaparkan seperti
berikut ini:
a. Landasan Teologis Poligami
    
   




    
    
    
  
Artinya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menwanininya), maka kawinilah wanitawanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya”. (Q.S. An-Nisa’: 3).
Ayat di atas diturunkan dengan latar belakang bahwa anak perempuan yatim
berada dalam pemeliharaan walinya. Kecantikan dan harta anak yatim tersebut telah
bercampur dengan harta wali tersebut. dan wali tersebut ingin menikahi perempuan
yang berada di bawah perwaliannya tanpa berlaku adil dalam memberikan mahar
kepadanya sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, maka dilarang menikahi
perempuan yatim tersebut, kecuali bila berlaku adil dan memberikan mahar yang
5
layak kepada mereka. Serta diperintahkan supaya menikahi wanita-wanita lain yang
mereka senangi selain perempuan yatim tersebut.3
   
    




   




   
Artinya:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri
(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah
kamu terlalu cenderung (kepada isteri yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung……(Q.S. An-Nisa’ : 129).
Para ulama mengatakan “mereka tidak akan dapat berlaku adil di antara para
isteri berkenaan dengan apa yang terdapat dalam hati dan Allah memaafkannya. Dan
mewajibkan keadilan dalam perkataan dan perbuatan. Jika dia condong dengan suatu
ucapan atau perbuatan, maka itulah kecenderungan (ketidakadilan).4
Selain terdapat dalam Alquran, ketentuan hukum poligami terdapat dalam
Hadits Nabi Saw. Abu Daud meriwayatkan dari al-Harits bin Qais bin ‘Umairah alAsadi, ia mengatakan “Aku Masuk Islam, sedangkan aku mempunyai delapan isteri,
Lalu aku menyebut hal itu kepada Nabi Saw. maka belia bersabda, “Pilihlah empat
di antara mereka”.
b. Landasan Hukum Positif Indonesia (Ius Constitutum)
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, Panduan Nikah dari A sampai Z, (Bogor:
Pustaka Ibnu Katsir, 2006), hlm. 467.
4
Ibid.,, hlm. 470.
3
6
Landasan hukum positif yang mengatur poligami terdapat dua sumber hukum
yaitu UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam. Kedua sumber hukum di atas menjadi
sumber hukum perkawinan bagi umat muslim di Indonesia. Dalam Pasal 3 Ayat (2)
UU Perkawinan menyebutkan Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami
untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Adapun syarat-syarat dibolehkannya melakukan poligami dapat dilihat
dari Pasal 4 Ayat (2) yang menyatakan.
a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anakanak mereka.
Ketentuan mengenai poligami dalam KHI diatur dalam Pasal 55 sampai
dengan Pasal 59. Pasal 56 KHI menyebutkan:
7
1. Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari
Pengadilan Agama.
2. Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada
tata cara sebagaimana diatur dalam Bab.VIII Peraturan Pemeritah No.9 Tahun
1975.
3. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin
dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Berdasarkan diskusi panjang dengan mahasiswanya, A. Hamid Sarong
menyebutkan bahwa poligami bukanlah sebuah prestasi melainkan solusi untuk
perkawinan disharmonisasi dalam keluaga. Poligami dilakukan bukan dikarenakan
telah direncanakan terlebih dahulu, akan tetapi terjadi dalam perjalan kehidupan. Ada
laki-laki yang berpoligami karena keadaan memaksa seperti perjalan jauh ke
pedalaman dan ada juga dikarenakan adanya kekayaan yang melimpah sehingga
mengawini perempuan merupakan sebuah pilihan karena mampu membiayaakannya5.
DAFTAR PUSTAKA
A. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet. 3, Banda Aceh: Yayasan
Pena, 2010.
Abdurahmah Ghazali, Fiqh Munakahat, cet. 2, Jakarta: Kencana, 2006.
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, Panduan Nikah dari A sampai Z, Bogor:
Pustaka Ibnu Katsir, 2006.
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
5
A. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet. 3, (Banda Aceh: Yayasan
Pena, 2010), hlm. 189.
Download