BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, kegiatan investasi pada instrumen keuangan menjadi suatu
pilihan
yang
banyak
dipilih
oleh
para
pemilik
modal
untuk
dapat
mengembangkan aset yang mereka miliki. Investasi adalah penundaan konsumsi
sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu
tertentu (Jogiyanto, 2013: 5). Ketika seorang investor ingin menginvestasikan
asset nya, ada hal-hal penting yang harus diperhatikan yaitu mengenai risiko dan
return nya. Seorang investor yang rasional seharusnya dapat terlebih dahulu
mengetahui risiko yang akan dihadapi.
Pasar modal merupakan tempat dimana para investor bisa melakukan
aktifitas investasi tersebut. Pasar modal (capital market) adalah suatu pasar
(tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham,
obligasi-obligasi dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa perantara
pedagang efek (Sunariyah, 2006: 4). Semakin modern kehidupan perekonomian
Indonesia, semakin besar peran pasar modal dibanding peran bank komersial.
Berinvestasi di pasar modal merupakan cara yang dapat dilakukan investor
untuk mendapatkan keuntungan yang relatif cepat. Namun, risiko nya pun bisa
dibilang cukup besar jika dibandingkan berinvestasi pada deposito. Oleh karena
itu, untuk memperkecil risiko tersebut, investor hendaknya melakukan
diversifikasi, dimana investor tidak melakukan investasi hanya pada satu macam
efek atau saham saja, tetapi pada berbagai macam efek. Sayangnya, investor yang
memiliki modal terbatas akan sulit atau bahkan tidak bisa melakukan
diversifikasi. Untuk itu, investor perlu sarana supaya dapat menyalurkan dananya
dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang tinggi.
Saat ini, di Indonesia sedang marak membicarakan salah satu produk
investasi pasar modal yang dianggap ideal oleh para investor (domestik),
mengingat tingkat keuntungan yang ditawarkan relatif cukup tinggi. Produk
investasi tersebut adalah reksa dana (mutual fund), yang merupakan instrumen
baru bagi masyarakat umum Indonesia, dimana sebelumnya hanya akrab dengan
produk bank seperti tabungan, deposito, dan giro. Secara sederhana reksa dana
dapat dikatakan sebagai suatu wadah dari dana masyarakat yang diinvestasikan
pada saham, obligasi, deposito berjangka, dan bentuk sekuritas lainnya dalam
bentuk portofolio yang mempunyai tujuan investasi yang sama, dialokasikan oleh
Manajer Investasi sebagai lembaga institusi reksa dana di bawah pengawasan
Bapepam, dan dananya disimpan pada Bank Kustodian (Suta, 2000).
Masyarakat sebagai investor memerlukan pengetahuan dan kemampuan
untuk memantau keadaan pasar yang selalu berfluktuatif agar tidak mengalami
kerugian atau bahkan kehilangan dana yang telah ditanamkan. Namun,
terbatasnya
kemampuan,
informasi,
pengetahuan,
waktu
serta
modal
menyebabkan masyarakat merasa enggan untuk berinvestasi.
Sebagai solusi dari berbagai keterbatasan tersebut disediakan alternatif
lain guna memudahkan investor dalam berinvestasi, yaitu reksa dana. Reksa dana
merupakan peluang investasi lain dengan risiko yang lebih terukur dengan modal
yang terjangkau bagi masyarakat. Dan dalam reksa dana, investor tidak perlu
meluangkan banyak waktu guna memantau keadaan pasar. Dengan kata lain,
reksa dana dipilih karena murah, mudah dan dikelola oleh ahlinya (Filbert, 2013).
Potret buram reksadana terjadi setelah Februari 2005, ketika Nilai Aktiva
Bersih (NAB) mencapai titik tertinggi pada Rp 113,6 triliun. Namun gelombang
redemption (penjualan kembali unit penyertaan) yang terjadi pada bulan-bulan
berikutnya telah menghempaskan NAB pada level terendah, pada Januari 2006,
NAB berada di posisi Rp 28, 56 triliun, turun drastic 75% dari posisi Februari
2005.1 Ada beberapa faktor yang menjadikan penyebab keterpurukan industri
reksadana tahun 2005. Misalnya, kesalahan dalam penjualan, sehingga investor
yang terjaring kebanyakan tidak berani mengambil risiko yang tinggi (Darmawan,
2006).
Industri reksadana kembali membaik di tahun 2006 dimana terjadi
pergeseran pamor reksadana pendapatan tetap menjadi reksadana saham yang
1
www.bapepam.go.id/e-monitoring bapepam. Diakses pada 23 Mei 2015, 15.40 WIB
berkembang. Perkembangan industri reksadana sejak tahun 2005 hingga bulan
November 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1: Perkembangan Reksadana di Indonesia 2006-2013
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2013
Keterangan: *Produk Konvensional, **Per November
Berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 Pasal 1
Ayat 27, bahwa Reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun
dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portfolio
efek oleh manajer investasi. Secara khusus pengertian reksadana itu sendiri adalah
kumpulan dana dari sejumlah investor yang dikelola oleh manajer investasi (fund
manager), untuk diinvestasikan ke dalam portfolio efek (Huda dan Nasution,
2007:95).
Reksa dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari
masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan
investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu
Reksa dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk
berinvestasi di pasar modal Indonesia. Umumnya, reksa dana diartikan sebagai
wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal
untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1
ayat 27 di atas, ada tiga hal yang terkait dari definisi tersebut yaitu, pertama,
adanya dana dari masyarakat pemodal. Kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam
portofolio efek, dan ketiga, dana tersebut dikelola oleh manajer investasi.
Pertama, seorang pemodal yang ingin menginvestasikan modal nya ke
dalam bentuk reksa dana, jelas saja harus memiliki dana, namun para investor
juga tidak perlu menyediakan modal yang banyak untuk berinvestasi pada reksa
dana. Modal yang dibutuhkan untuk berinvestasi bisa dengan modal yang rendah.
Berinvestasi pada reksa dana sudah bisa dilakukan dengan modal minimum
seratus ribu rupiah, walaupun ada juga hingga harga jutaan, tergantung dari jenis
reksa dana yang dipilih. Jadi, pemodal dapat memulai berinvestasi tanpa harus
mengumpulkan dulu modal yang besar.
Kedua, dana diinvestasikan dalam portofolio efek. Karena merupakan
kumpulan atau portofolio efek, investasi pada reksa dana cukup terdiversifikasi.
Pemodal dapat memilih jenis reksa dana yang cocok untuk penerapan alokasi aset
dan sesuai dengan profil risikonya. Porsi yang digunakan untuk membeli saham
pun tidak digunakan untuk membeli saham hanya dari satu perusahaan, tapi
beberapa perusahaan. Dengan demikian, ini sejalan dengan petuah investasi
“jangan letakkan semua telur dalam satu keranjang”. Diversifikasi dilakukan
dengan tujuan untuk secara bersamaan meminimalisir risiko sekaligus
mengoptimalkan
return
investasi.
Harapannya,
jika
investasi
tersebut
terdiversifikasi, terdapat sebagian investasi yang kurang baik kinerjanya atau
memberikan return negatif (merugi), bagian lain dari investasi itu bisa menutupi
kerugian tersebut atau bahkan secara keseluruhan masih memberikan return yang
positif walaupun lebih kecil karena dikurangi biaya untuk menutup kerugian tadi.2
Ketiga, dana dikelola oleh manajer investasi. Reksadana sangat cocok bagi
mereka yang tidak punya waktu, pengetahuan, serta pengalaman yang cukup
untuk secara aktif mengelola investasinya. Reksa dana dikelola oleh tim Manajer
Investasi yang memiliki keahlian mengelola portofolio efek dan juga akses yang
luas terhadap informasi pasar efek dari hasil penelitiannya sendiri ataupun
informasi publik dari pihak ketiga.
Manajer Investasi dalam Undang-Undang No 8 tahun 1995 pasal 1 ayat 1
didefinisikan sebagai pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek
untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk
sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun dan bank yang
2
http://www.portalreksadana.com/node/80, diakses pada 5 Juli 2015, 21.00 WIB
melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Reksa dana memiliki Manajer Investasi yang berbeda untuk mengelola
dana yang dihimpun dari investor. Perbedaan kinerja dari Manajer Investasi ini
menghasilkan NAB dan return yang diberikan untuk setiap perusahaan reksa dana
berbeda pula. Hal ini dikarenakan Manajer Investasi memiliki cara, strategi serta
kebijakan yang berbeda dalam mengelola reksa dana. Sehingga investor harus
selektif dalam memilih reksa dana terbaik dari sekian reksa dana yang baik dan
sesuai dengan kebutuhan. Seleksi dapat dilakukan dengan melihat kinerja dari
reksa dana, dimana reksa dana berkinerja baik ketika reksa dana memiliki
performance yang lebih baik dari indeks pasar (Filbert, 2013). Kinerja reksa dana
sendiri dapat diukur dengan menghitung tingkat return yang dihasilkan serta
tingkat risiko yang diambil oleh Manajer Investasi (Intan, dkk; 2012).
Walaupun telah dikelola oleh ahlinya, reksa dana tetap memiliki risiko
karena faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan. Pengukuran kinerja reksa
dana dengan mempertimbangkan faktor risiko memberikan informasi lebih bagi
investor mengenai tingkat risiko yang diambil Manajer Investasi untuk mampu
menghasilkan return yang diberikan. Dengan mengetahui kinerja dari reksa dana
yang akan dipilih, investor diharapkan tidak mengalami kerugian karena
berinvestasi pada reksa dana dengan kinerja buruk.
Tabel 1.2: Komposisi NAB Reksa Dana Indonesia per Februari 2014
No.
Komposisi NAB
Reksa Dana Pasar Uang
Reksa Dana Pendapatan Tetap
Reksa Dana Saham
Reksa Dana Campuran
Reksa Dana Indeks
Reksa Dana Terproteksi
Reksa Dana Terproteksi Syariah
Reksa Dana Pasar Uang Syariah
Reksa Dana Pendapatan Tetap
9
Syariah
10 Reksa Dana Saham Syariah
11 Reksa Dana Campuran Syariah
12 Reksa Dana Indeks Syariah
13 ETF Pendapatan Tetap
14 ETF Indeks
15 ETF Saham
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2014
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah NAB
(dalam rupiah)
13.739.416.463.870,23
26.528.448.273.050,07
83.571.999.353.789,44
18.647.035.696.341,21
334.093.808.398,47
40.735.847.483.223,70
1.360.222.667.202,07
28.057.135.099,34
7,05%
13,60%
42,86%
9,56%
0,17%
20,89%
0,70%
0,01%
517.049.991.649,19
0,27%
2.599.453.081.049,70
4.519.076.424.189,19
336.875.989.622,39
1.588.631.896.751
116.119.314.921,57
384.554.886.723,78
1,33%
2,32%
0,17%
0,81%
0,81%
0,20%
Presentase
Seperti yang terdapat pada tabel NAB reksa dana di atas, melampaui reksa
dana jenis lainnya, porsi terbesar dimiliki oleh reksa dana jenis saham dengan
persentase sebesar 42,86%. Reksa dana saham dipilih oleh peneliti sebagai objek
penelitian karena reksa dana saham memberikan tingkat return serta tingkat risiko
yang paling tinggi dibandingkan dengan reksa dana jenis lainnya. Hukum “high
risk high return” pun semakin membuat peneliti tertarik terhadap reksa dana
saham mengingat seberapa besar return yang mampu dihasilkan oleh Manajer
Investasi dengan tingginya risiko yang dihadapi. Seperti yang ditunjukkan tabel
1.2, porsi terbesar komposisi NAB reksa dana berasal dari reksa dana saham. Hal
ini mencerminkan bahwa reksa dana saham lebih menarik bagi investor
dibandingkan reksa dana jenis lainnya. Hal ini dikarenakan reksa dana saham
mengalokasikan dana investor pada saham minimal 80% dari keseluruhan dana
yang terkumpul. Reksa dana saham berpotensi memberikan return yang lebih
tinggi mengingat fluktuatifnya pergerakan harga saham di pasar. Apabila Manajer
Investasi dapat dengan jeli memilih saham dengan potensi return yang tinggi,
maka return yang diberikan kepada investor pun turut meningkat.
Selanjutnya, terdapat beberapa variabel yang berpengaruh pada kinerja
reksa dana saham yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor untuk
mengetahui reksa dana saham dengan kinerja baik sebelum melakukan investasi
pada reksa dana.
Yang pertama adalah market timing ability yang merupakan kemampuan
Manajer Investasi dalam melakukan penyesuaian portofolio aset untuk
mengantisipasi perubahan atau pergerakan yang akan terjadi pada harga pasar
secara umum. Penelitian yang dilakukan oleh Waelan (2008) menunjukkan bahwa
beberapa Manajer Investasi dari reksa dana yang diteliti menunjukkan
kemampuan market timing walaupun sangat kecil dan tidak signifikan. Namun,
penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2012) menunjukkan bahwa market
timing ability berpengaruh positif dan cukup tinggi dengan adanya 31 dari 51
perusahaan reksa dana yang diteliti memiliki kemampuan tersebut.
Yang kedua adalah stock selection ability dengan pengertian kemampuan
Manajer Investasi dalam memilih saham-saham yang tepat untuk dimasukkan
atau dikeluarkan dari portofolio sahamnya sehingga memberikan return yang
lebih baik dari return pasar serta meningkatkan kinerja reksa dana. Penelitian
yang dilakukan oleh Waelan (2008) menunjukkan bahwa Manajer Investasi tidak
memiliki kemampuan dalam memilih saham karena return reksa dana saham yang
diberikan justru lebih kecil daripada return pasar. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Ahmad dan Samajpati (2010) menyatakan bahwa Manajer
Investasi memiliki kemampuan dalam memilih saham-saham yang akan
diperjualbelikan meskipun kecil dan tidak substansial.
Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya industri reksa dana, penelitian
mengenai evaluasi kinerja reksa dana dan identifikasi manajer investasi yang
berhasil dalam mengelola reksa dana semakin berkembang dan menarik baik bagi
investor dan akademisi. Dari sudut pandang investor, evaluasi kinerja reksa dana
dapat memberikan informasi yang berguna yang digunakan untuk mengambil
keputusan investasi pada reksa dana. Ketertarikan akademisi meneliti reksa dana
disebabkan oleh adanya kemampuan peramalan manajer investasi yang dapat
menghasilkan kinerja reksa dana yang outperform terhadap kinerja pasar. Hal ini
bertentangan dengan efficient market hypothesis.
Efficient market hypothesis atau hipotesis efisien pasar atau dikenal juga
sebagai teori random-walk adalah proposisi yang menyatakan harga saham saat
ini merefleksikan secara penuh informasi yang tersedia mengenai nilai perusahaan
dan tidak ada cara lain untuk menghasilkan keuntungan melebihi pasar secara
keseluruhan dengan menggunakan informasi tersebut. Teori ini membahas salah
satu isu yang sangat fundamental pada manajemen keuangan mengenai fluktuasi
harga di pasar modal dan bagaimana positioning fluktuasi tersebut. Kedua isu ini
memiliki implikasi penting baik itu investor dan manajemer keuangan.
Terminologi efisiensi pasar pertama kali muncul pada jurnal E.F Fama tahun
1965 yang mengatakan bahwa di pasar yang efisien secara rata-rata kompetisi
akan menyebabkan pengaruh penuh pada informasi baru mengenai nilai intrinsik
untuk direfleksikan secara instant pada harga aktual saham.
Banyak investor mencoba untuk mengidentifikasi saham yang under
valued, dan yang diharapkan untuk meningkat nilainya dimasa mendatang,
khususnya saham yang peningkatannya lebih besar dibanding lainnya. Banyak
juga investor, termasuk manajer investasi yang percaya bahwa mereka dapat
memilih saham yang akan outperform di pasar. Mereka menggunakan beragam
teknik forecast dan valuasi untuk membantunya dalam menghasilkan keputusan
investasi.
Hipotesis efisiensi pasar menyatakan bahwa tidak satupun teknik tersebut
di atas efektif (perolehan gain tidak melebihi biaya transaksi dan riset yang
timbul), dan karenanya tidak satupun dapat memprediksi kinerja pasar yang
outperformed.
Dalam mengelola portofolio reksadana, manajer investasi melakukan time
picking. Time picking dapat menjelaskan kapan saat yang tepat untuk berada di
dalam dan di luar pasar atau diartikan kapan saat yang tepat untuk membeli asset
serta saat yang tepat juga untuk menjual asset. Time picking secara umum lebih di
kenal dengan sebutan market timing. Market timing dapat menjelaskan apakah
manajer investasi yang mengelola portofolio reksadana secara aktif telah
melakukan perubahan komposisi aset untuk portofolionya di waktu yang tepat
(Manurung, 2007:327).
Penelitian yang berfokus menemukan bukti kemampuan market timing dan
selectiviy manajer investasi telah banyak dilakukan. Hasilnya memberikan temuan
yang berbeda-beda. Penelitian Chu dan McKenzie (2008) menemukan adanya
kemampuan market timing dan selectivity manajer investasi dalam mengelola
reksa dana, sedangkan penelitian yang dilakukan DuguleanÓ‘, Dumitrache,
Grimm, Fischer (2009); Deb, Banerjee, & Chakrabarti (2007); Raju dan Rao
(2009) menunjukkan bahwa manajer investasi hanya memiliki kemampuan
market timing. Beberapa penelitian lainnya bahkan tidak menemukan adanya
kemampuan market timing dan selectivity manajer investasi (Chopra, 2011;
Frensidy & Assan, 2009; dan Prasastini, 2009). Dalam penelitian ini akan
dilakukan identifikasi manajer investasi yang berhasil dalam mengelola reksa
dana.
Hasil penelitian yang berbeda-beda di atas mengenai kemampuan market
timing dan selectiviy manajer investasi di beberapa industri reksa dana,
melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini akan
menyediakan bukti ada tidaknya kemampuan market timing dan selectivity
manajer investasi dalam mengelola reksa dana saham dengan mengambil sampel
reksa dana saham di Indonesia.
Mengetahui apakah manajer investasi memiliki kemampuan market timing
dan stock ability dalam mengelola investasinya adalah hal yang penting. Salah
satu metode yang bisa digunakan untuk mengukur kedua kemampuan tersebut
adalah metode yang dikembangkan oleh Treynor – Mazuy.
Indikator kemampuan market timing manajer investasi dalam mengelola
reksa dana saham dengan metode Treynor-Mazuy ditunjukkan dengan nilai
koefisien γ yang bernilai positif dan signifikan. Indikator kemampuan selectivity
manajer investasi dalam mengelola reksa dana saham dengan metode TreynorMazuy ditunjukkan dengan nilai koefisien α yang bernilai positif dan signifikan.
Bagi seorang investor, menilai reksadana tidak cukup hanya dengan
mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh manajer investasi saja. Konsistensi
juga merupakan hal penting dalam penilaian reksadana. Dalam artian, jika saat ini
reksadana memiliki kemampuan market timing serta stock ability, harapannya
adalah reksadana tersebut bisa konsisten di masa yang akan datang.
1.2 Rumusan Masalah
Investasi sendiri dikelola oleh manajer investasi yang seharusnya memiliki
kemampuan market timing dan stock ability. Namun, tidak sedikit pula para
manajer investasi yang tidak memiliki kemampuan tersebut, padahal mengelola
investasi bukanlah hal yang mudah jika dilakukan oleh pihak yang kurang
kompeten. Selain itu, hal lain yang bisa menjadi pertimbangan bagi investor yang
ingin berinvestasi tidak cukup hanya kemampuan yang dimiliki manajer investasi
saja, namun juga harus konsisten dari tahun ke tahun.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1) Bagaimana kemampuan market timing dan stock selection manajer investasi
setiap reksa dana saham untuk setiap tahun?
2) Bagaimana kemampuan market timing dan stock selection manajer investasi
masing – masing reksa dana saham?
1.4 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian mempunyai tujuan yang mendasari perlunya penelitian
tersebut dilakukan. Mengacu pada rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagaimana yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1) Untuk menganalisis kemampuan market timing dan stock selection
manajer investasi setiap reksa dana saham untuk setiap tahun.
2) Untuk menganalisis konsistensi kemampuan market timing dan stock
selection masing-masing manajer investasi seluruh reksa dana saham.
1.5 Manfaat Riset
1.5.1
Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
dan informasi tentang perkembangan market timing, stock selection, serta
konsistensi reksadana saham di Indonesia bagi pengembangan ilmu
ekonomi secara umum maupun ekonomi Islam secara khusus.
1.5.2
Bagi Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan
para investor dan pelaku pasar lain yang ingin menanamkan modalnya
pada reksadana saham, dalam proses pengambilan keputusan, dan
memberikan masukan informasi bagi manajer investasi.
1.5.3
Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih
banyak tentang market timing, stock selection, dan konsistensinya pada
reksadana saham, serta menjadi inspirasi bagi penelitian-penelitian
selanjutnya. Diharapkan pada penelitian selanjutnya menambahkan jumlah
periode penelitiannya ke depan dan mencoba melakukan pengukuran
dengan metode lainnya.
1.6 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
1.6.1
Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan jumlah sampel
sebanyak 50 reksadana. Data yang digunakan adalah data sekunder dan
bersifat time series. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive
sampling, dengan kriteria:
1.
Reksa dana saham konvensional bersifat terbuka (open-end-fund).
2.
Reksa dana masih aktif dalam periode penelitian.
Data sekunder kuantitatif yang digunakan adalah:
1. Data mingguan NAB (Nilai Aktiva Bersih) per unit reksa dana saham.
2.
Rata-rata indeks Surat Berharga Indonesia (SBI) untuk mengukur risk
free rate.
3. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk mengukur return
pasar.
1.6.2
Batasan Masalah
Penelitian ini membatasi masalah yang diteliti pada jenis reksa dana yang
diteliti dan periode penelitian yang digunakan. Dari berbagai macam reksadana
yang ada yaitu reksadana saham, reksadana pendapatan tetap, reksadana
campuran dan reksadana pasar uang, penelitian ini mengkaji reksadana saham
yang aktif dan terdaftar pada Bapepam selama periode penelitian. Untuk periode
penelitian dibatasi antara tahun 2010 hingga tahun 2014.. Alasan pemilihan objek
penelitian reksadana saham karena investasi dalam reksadana ini sekurangkurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas. Karena
investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari reksadana
lainnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.3
Metode pengukuran market timing dan stock selection ability dibatasi
dengan menggunakan metode Treynor – Mazuy.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:
BAB I. PENDAHULUAN
Terdapat enam sub-bab dalam bagian pendahuluan. Keenam sub-bab tersebut
adalah latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, dan sistematika
penulisan. Latar belakang berisi tentang landasan konseptual dan kaitannya
dengan landasan kontekstual, serta pengamatan atas fenomena yang terjadi dan
menarik perhatian hingga mendasari dilakukannya penelitian. Rumusan masalah
yang berangkat dari latar belakang diuraikan, untuk kemudian dirumuskan dalam
pertanyaan penelitian. Selanjutnya jawaban dari pertanyaan penelitian tersebut
menjadi tujuan penelitian. Kontribusi hasil penelitian dirumuskan dalam manfaat
penelitian. Ruang lingkup dan batasan penelitian memberikan penjelasan
3
http://www.idx.co.id/, diakses pada 24 Februari 2015, 11.40 WIB
mengenai wilayah dan batasan dari objek yang akan diteliti. Sistematika penulisan
berisi urutan penulisan dalam laporan penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini memuat uraian sistematis terkait hasil-hasil penelitian yang dilakukan
oleh peneliti terdahulu yang memiliki hubungan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Selain itu, tinjauan pustaka juga memuat konsep dan teori yang
mendasari penelitian.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian menguraikan desain penelitian, definisi operasional,
populasi dan sampel, sumber dan metode pengumpulan data, serta metode yang
digunakan untuk menganalisis data.
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan diuraikan profil dari sampel, deskripsi dari data-data yang
diperoleh, analisis data, dan hasil penelitian. Selanjutnya data yang sudah diolah
sedemikian rupa dilakukan pembahasan secara mendalam pada bagian ini.
Pembahasan ini juga berisi jawaban dari pertanyaan penelitian.
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini merupakan bagian akhir dari penulisan laporan penelitian yang berisi
simpulan dari pembahasan. Selain itu juga akan diungkap keterbatasan penelitian,
implikasi, dan saran-saran untuk objek yang diteliti maupun untuk pihak-pihak
lain terutama terkait keperluan untuk penelitian selanjutnya.
Download