BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan darah secara terus menerus baik tekanan sistolik, tekanan diastolik, maupun keduanya. Hipertensi adalah salah satu risiko utama terjadinya penyakit jantung koroner dan yang paling penting sebagai faktor risiko terjadinya penyakit serebrovaskular. 8 Menurut WHO seseorang didiagnosa menderita hipertensi apabila tekanan sistolik pada saat istirahat melebihi 160 mmHg atau dimana tekanan diastolik melebihi 95 mmHg. 9 Sementara itu menurut American Heart Association seseorang didiagnosa menderita hipertensi apabila tekanan sistolik melebihi 140 mmHg dan diastolik melebihi 90 mmHg. Tekanan darah yang normal adalah 120 mmHg (sistolik) dan 80 mm Hg (diastolik). 9 ,10 Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu: 11 1. Hipertensi primer 11 Hipertensi primer atau hipertensi essensial, atau idiopatik adalah peningkatan persistensi tekanan arteri karena ketidakteraturan mekanisme kontrol tubuh yang normal. 11 Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. 11 Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah Universitas Sumatera Utara terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. 11 Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress, emosi, obesitas dan lain-lain. Hipertensi jenis ini tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. 11 Perawatan hipertensi jenis ini dapat dikontrol dengan kombinasi dari beberapa obat antihipertensi dan merubah gaya hidup (seperti makanan, olahraga, dan kontrol berat badan). Perawatan pada hipertensi primer adalah perawatan seumur hidup. Meskipun orang tersebut dapat mengurangi jumlah dari obat yang dikonsumsi, mereka biasanya harus melanjutkan mengkonsumsi obat seumur hidup. 12 2. Hipertensi sekunder 11 Hipertensi sekunder berkaitan dengan berbagai penyakit seperti kelainan ginjal, kelainan sistem saraf pusat, penyakit endokrin dan penyakit vaskular. Meliputi 5-10% kasus hipertensi. 11 Perawatan hipertensi jenis ini cukup dengan mengobati penyakit-penyakit yang menyebabkan tekanan darah menjadi meningkat. Tidak ada perawatan selanjutnya yang dibutuhkan. 13 Pasien dengan hipertensi, harus mendapatkan perawatan baik itu dengan merubah gaya hidup ataupun dengan mengkonsumsi obat antihipertensi dalam jangka waktu yang panjang karena jika tidak mendapat perawatan dapat menyebabkan komplikasi seperti gagal ginjal, penyakit jantung koroner dan stroke. 12 ,14 Obat antihipertensi adalah obat yang digunakan oleh penderita hipertensi untuk menurunkan tekanan darah. 12 Universitas Sumatera Utara 2.2 Klasifikasi Obat Antihipertensi Obat-obat antihipertensi yang biasa digunakan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan, antara lain: 9,11,15,16 2.2.1 Diuretik Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. 9,11 Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium diruang interstisial dan didalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. 11 2.2.1.1 Golongan Tiazid Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon). Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na + dan Cl − meningkat. 11,15 Yang termasuk kedalam golongan Tiazid adalah: 1. Hidroklorotiazid (HCT), merupakan prototype golongan tiazid dan dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai hipertensi lain. 11 Universitas Sumatera Utara 2. Indapamid, memiliki kelebihan karena masih efektif pada pasien gangguan fungsi ginjal, bersifat netral pada metabolisme lemak dan efektif meregresi hipertrofi ventrikel. 11 Sampai sekarang tiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi. Berbagai penelitian besar membuktikan bahwa diuretik terbukti paling efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskular. 11 2.2.1.2 Diuretik Kuat ( Loop Diuretics, Ceiling Diuretics) Diuretik kuat bekerja dengan cara menghambat kotransport Na + , K + , Cl − dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Termasuk dalam golongan diuretik kuat antara lain furosemid, bumetanid, dan asam etakrinat. 9,11 2.2.1.3 Diuretik Hemat Kalium Amilorid, triamteren, dan spironolakton merupakan diuretik lemah. Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah hipokalemia. 11 Efek samping yang sering dijumpai akibat penggunaan obat golongan diuretik ini seperti demam, sakit tenggorokan, rasa lelah, keram otot, dan pusing. Beberapa individu juga mengeluhkan adanya ruam pada kulit, dan detak jantung yang abnormal. Efek samping obat golongan diuretik terhadap rongga mulut sendiri yaitu dapat menyebabkan xerostomia, reaksi likenoid, hilangnya pengecapan (dysgeusia), angioedema dan eritema multiforme. 17−19 Universitas Sumatera Utara 2.2.2 Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-blocker) β-blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya sesudah infark miokard akut). β-blocker lebih efektif pada pasien muda dan kurang efektif pada pasien usia lanjut. 9,11,15 Beberapa jenis β-blocker 9,11 1. Kardioselektif Yang termasuk jenis kardioselektif seperti acetabutol, atenolol, betaxolol, bisoprolol, metaprolol biasa, dan metaprolol lepas hambat. 2. Nonselektif -Yang termasuk jenis non selektif yaitu nadolol, cartelol, labetalol, penbutolol, timolol, propanolol, dan pindolol. Obat golongan β-blocker dapat menyebabkan efek samping berupa hipotensi ortostatik, retensi cairan pada tubuh, bradikardia, blokade AV, hambatan nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard. Oleh karena itu obat golongan ini dikontraindikasikan pada keadaan bradikardia. Efek sentral berupa depresi dan halusinasi dapat terjadi pada pemakaian obat jenis labetalol dan karvedilol. 11 Efek samping obat golongan β-blocker terhadap rongga mulut yaitu xerostomia, angioedema, ulser, dysgeusia dan reaksi likenoid. 18−19 Universitas Sumatera Utara 2.2.3 Calcium Channel Blockers (Antagonis Kalsium) Calcium Channel Blockers menghambat influks kalsium pada otot polos pembuluh darah dan miokard. Calcium channel blockers dibagi kedalam dua golongan: 11,15 1. Hidropiridin Nifedipine, nikardipin, isradipine, felodipine dan amlodipine termasuk dalam golongan ini. Bekerja dengan cara menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti dan relatif aman dalam kombinasi dengan β-blocker. 11 2. Non-Hidropiridin Verapamil dan diltiazem termasuk dalam golongan ini. 15 Efek samping akibat penggunaan obat golongan antagonis kalsium adalah hipotensi, iskemia miokard, sakit kepala, muka merah yang terjadi karena vasodilatasi arteri meningeal, edema perifer dan gagal ginjal kongestif. 11 Sementara efek sampingnya pada rongga mulut yaitu terjadinya pembesaran gingiva (gingival enlargement), xerostomia ,dysgeusia, ulser, angioedema, dan reaksi likenoid. 9,19 2.2.4 Penghambat Angiotensin-Converting Enzyme (ACE- Inhibitor) Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan dan banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. 11 Secara umum ACE-inhibitor dibedakan atas dua kelompok: 11 1. Yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril 9,11 Universitas Sumatera Utara 2. Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril, silazapril, benazapril, dan fosinopril. 11 ACE-inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Bahkan beberapa diantaranya dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril dan enalaprilat. Obat ini efektif pada sekitar 70% pasien. Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergetik (sekitar 85% pasien tekanan darahnya terkendali dengan kombinasi ini), sedangkan efek hipokalemia dapat dicegah. 11 Efek samping pada tubuh yang dapat akibat penggunaan obat golongan ini adalah hipotensi, batuk kering, dan hiperkalemia. Hipotensi dapat terjadi pada awal pemberian ACE-inhibitor, terutama pada hipertensi dengan aktivitas rennin yang tinggi. Batuk kering merupakan efek samping yang paling sering terjadi dengan insidens 5-20%, lebih sering pada wanita dan lebih sering terjadi pada malam hari. Sedangkan hiperkalemia terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien yang juga mendapat diuretic hemat kalium, atau β-blocker. 11 Sedangkan efek sampingnya pada rongga mulut berupa angioedema, ulser, hilangnya pengecapan, xerostomia, dan reaksi likenoid. 18,19 2.2.5 Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin receptor blocker, ARBs) Golongan ini merupakan alternatif bagi pasien yang tidak toleran terhadap ACE-inhibitor. Walaupun ARBs menimbulkan efek yang mirip dengan pemberian ACE-inhibitor, tetapi karena tidak mempengaruhi metabolisme bradikinin, maka obat Universitas Sumatera Utara ini dilaporkan tidak memiliki efek samping batuk kering dan angioedema seperti yang sering terjadi dengan ACE-inhibitor. 11 Yang termasuk golongan ARBs, contohnya candesartan, losartan, valsartan, irbesartan, dan telmisartan. 9,11 Hipotensi dan Hiperkalemia ada dilaporka sebagai efek samping akibat pemakaian obat golongan ini. Sementara itu, manifestasinya di rongga mulut berupa xerostomia dan angioedema. 11 2.3 Manifestasi Oral Akibat Penggunaan Obat Antihipertensi 2.3.1 Xerostomia Xerostomia atau mulut kering merupakan keadaan rongga mulut yang paling banyak dikeluhkan. Keadaan ini umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva, namun adakalanya jumlah atau aliran saliva normal tetapi seseorang tetap mengeluh mulutnya kering. 20 Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari berbagai kondisi medis. 21 Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, kemoterapi, Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, dehidrasi, efek samping obat-obatan, stress dan juga usia . 20, 21 Obat-obatan adalah penyebab paling umum berkurangnya saliva, dan obat antihipertensi termasuk kedalam golongan obat yang dapat menyebabkan efek samping berupa xerostomia. 22 Universitas Sumatera Utara Obat-obatan tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk saliva. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. 20 2.3.2 Ulser Ulser pada mukosa mulut, terasa sakit, tanpa ada tanda-tanda sistemik dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya. 22, 23 Tidak ada teori yang seragam tentang adanya immunopatogenesis dari ulser . Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa adanya respon imun yang diperantarai sel secara berlebihan pada pasien sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui. 22, 24 Gambar 1. Ulser 25 2.3.3 Reaksi Likenoid Pemakaian obat-obatan dapat menjadi penyebab terjadinya reaksi likenoid. Secara klinis, sering terdapat sedikit sekali tanda-tanda untuk membedakan reaksi likenoid yang ditimbulkan akibat obat-obatan dengan liken planus. Etiologi likenoid Universitas Sumatera Utara diyakini berasal dari respon immune abnormal yang diperantarai sel-T dalam sel-sel epitel basal yang dikenali sebagai benda-benda asing karena adanya antigenitas permukaan selnya. Penyebab rusaknya sel basal yang diperantarai immun ini tidak diketahui. Karena itu, tidak diketahui apakah reaksi likenoid mewakili suatu proses penyakit tunggal atau berkaitan dengan penyakit yang memiliki penampilan klinis yang sama. 17 Pada lesi likenoid terdapat white striae atau papula seperti liken planus, lesi dapat terlihat ulseratif dengan adanya rasa peka terhadap rasa sakit serta lokasi yang paling sering adalah mukosa bukal dan gingival cekat, namun daerah lain dapat dikenai. 6 Reaksi likenoid dapat bersifat unilateral. 26 Gambar 2. Reaksi Likenoid pada mukosa bukal 26 Universitas Sumatera Utara 2.3.4 Gingival Enlargement ( Pembesaran Gingiva) Salah satu efek samping obat-obatan pada jaringan periodonsium yang paling sering adalah pembesaran gingiva atau juga dikenal dengan hiperplasia gingiva. 27 Beberapa penyebab dari hiperplasia gingiva tidak diketahui, namun yang paling banyak diketahui bahwa hal ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan termasuk obat antihipertensi. Pembesaran ukuran dari gingiva diperparah dengan buruknya oral hygiene seseorang. Patogenesis terjadinya pembesaran gingiva yang disebabkan oleh obat-obatan ini sebagai akibat dari terjadinya peningkatan sintesa/produksi kolagen oleh fibroblast gingiva, pengurangan degradasi kolagen akibat diproduksinya enzim kolagenase yang inaktif dan pertambahan matriks non-kolagen, sebagai contoh glikosaminoglikans dan proteoglikans, dalam jumlah yang lebih banyak dari matriks kolagen. 28 Gambar 3. Gingival Enlargement 6 Universitas Sumatera Utara 2.3.5 Eritema Multiform (EM) Merupakan penyakit kulit dan membrana mukosa dengan tanda-tanda klinis yang luas, gangguan inflamasi akut, sering berulang dan merupakan reaksi hipersensitifitas yang berdampak pada jaringan mukokutaneus yang dapat menyebabkan beberapa jenis lesi kulit, maka dinamakan multiforme. 8, 22 Pada mulut terlihat peradangan yang luas, dengan pembentukan vesikel kecil serta erosi yang luas dengan dasar yang berwarna merah. Dapat terjadi pada bibir dan terbentuk ulser yang luas. 23 Berdasarkan banyaknya mukosa yang terlibat EM terbagi atas 2 tipe yaitu tipe minor dan tipe mayor. 22 1. Eritema multiform minor Terjadi hanya pada satu daerah saja. Dapat mengenai mulut saja, kulit atau mukosa lainnya. 2. Eritema multiform mayor Tipe ini juga dikenal dengan istilah Steven-Johnson syndrome. Dimana hampir seluruh mukosa mulut terlibat dan juga dapat mengenai mata, laring, esophagus, kulit, dan genital. Eritema multiform yang dipicu oleh obat-obat antihipertensi terjadi sebagai reaksi hipersensitifitas imunitas dari tubuh ditandai dengan hadirnya sel-sel efektor sitotoksik dan CD8 + limfosit T pada epitel yang menyebabkan apoptosis dari keratinosit sehingga sel menjadi nekrosis. 22 Universitas Sumatera Utara Gambar 4. Eritema Multiforme 29 2.3.6 Angioedema Angioedema adalah pembengkakan pada lapisan dermis, jaringan subkutaneus atau submukosa yang mempengaruhi setiap bagian tubuh terutama kelopak mata, bibir, lidah, dan bahkan jaringan dari dasar mulut yang dapat menyebabkan terbentuknya edema laryngeal. 22 Terdapat perbedaan warna antara jaringan yang terlibat dengan jaringan sekitarnya atau seperti eritematus. 30 Karena sering terjadi pada leher dan kepala, maka pasien sering terlihat dengan wajah, bibir, dan kelopak mata yang bengkak. 22 Angioedema sebagai manifestasi dari pemakaian obat-obatan digolongkan sebagai angioedema yang bukan disebabkan karena reaksi alergi karena tidak ada keterlibatan IgE dan histamine dalam hal ini. Melainkan terjadi karena meningkatnya kadar dari bradikinin atau berubahnya fungsi dari C1 inhibitor. 22 Universitas Sumatera Utara Gambar 5. Angioedema 30 2.3.7 Sindroma Mulut Terbakar (SMT) SMT didefenisikan sebagai gejala dan karakteristik rasa sakit dan rasa terbakar pada salah satu atau beberapa struktur rongga mulut dengan atau tanpa adanya perubahan klinis di rongga mulut. Beberapa penyakit pada mukosa oral yang mempunyai gejala seperti rasa sakit atau rasa terbakar adalah virus herpes simplex, liken planus, stomatitis, kandidiasis, dan xerostomia. 31, 32 Gangguan ini ditandai dengan adanya rasa terbakar atau rasa gatal pada ujung dan lateral lidah, bibir, dan palatum anterior, dan terkadang dikaitkan dengan perubahan pengecapan dan mulut kering. Manifestasi SMT biasanya bilateral namun pada beberapa kasus ada yang unilateral. Sindroma ini pada umumnya terjadi pada wanita dimana prevalensi yang tinggi terjadi pada wanita yang sudah menopause. 31 Klasifikasi dari SMT berdasarkan gejalanya dapat dibagi menjadi 3 tipe sebagai berikut : 31, 32 Universitas Sumatera Utara 1. SMT tipe 1 : Rasa terbakar tidak terjadi pada waktu bangun pagi hari tetapi akan terasa bila hari telah siang. 2. SMT tipe 2 : Rasa terbakar dirasakan pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan menetap sampai penderita tidur lagi. 3. SMT tipe 3 : Rasa terbakar hilang timbul dan menyerang tempat-tempat yang tidak umum, seperti dasar mulut dan tenggorokan. 2.3.8 Dysgeusia (Gangguan Pengecapan) Dysgeusia adalah suatu keadaan dimana terjadinya gangguan dalam hal pengecapan dan terkadang disertai gangguan dalam hal penciuman. Dysgeusia juga dihubungkan dengan ageusia, yaitu hilanganya kemampuan dalam pengecapan, dan hypogeusia, yaitu menurunnya kemampuan dalam pengecapan. Dysgeusia dapat disebabkan oleh beberapa hal. Sebagai contoh flu, infeksi sinus, sakit tenggorokan dapat menyebabkan dysgeusia. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan dysgeusia seperti rokok, xerostomia, defisiensi vitamin dan mineral, depresi, radiasi di daerah leher dan kepala, obat-obatan seperti ACE-inhibitor, antibiotik, dan obat-obat kemoterapi. Dysgeusia juga dihubungkan dengan sindroma mulut terbakar atau glossitis dan kondisi oral lainnya. 33 Perawatan dari dysgeusia adalah dengan menghilangkan faktor penyebabnya. Jika dysgeusia terjadi karena kerusakan saraf yang permanen maka dysgeusia tidak bisa diobati. 33 Universitas Sumatera Utara KERANGKA TEORI Hipertensi Klasifikasi Obat Antihipertensi Diuretik Manifestasi oral: β-blocker Antagonis Kalsium Manifestasi oral : Manifestasi oral : -xerostomia -pembesaran -xerostomia ACE-Inhibitor Manifestasi oral : ARBs Manifestasi oral : -xerostomia - reaksi likenoid - reaksi - dysgeusia likenoid -angioedema - dysgeusia - eritema -angioedema - xerostomia gingiva -ulser -xerostomia - -hilangnya dysgeusia, pengecapan, -ulser -angioedema - angioedema -reaksi likenoid sindroma mulut Universitas Sumatera Utara KERANGKA KONSEP Manisfetasi oral: Pasien Hipertensi dengan perawatan obat antihipertensi 1. Xerostomia 2. Ulser - Jenis obat antihipertensi 3. Reaksi Likenoid 4. Gingiva Enlargement Universitas Sumatera Utara