NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN DEPESI PADA LANJUT USIA Oleh : HESTIE ISYA AMALIA Rr. INDAHRIA SULISTYARINI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN DEPRESI PADA LANJUT USIA Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing Utama (Rr. Indahria Sulistyarini, S.Psi., Psi) HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN DEPRESI PADA LANJUT USIA Hestie Isya Amalia Rr. Indahria INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia. Hipotesis ini mengandung arti semakin tinggi dukungan sosial, semakin rendah depresi pada lanjut usia, sebaliknya semakin rendah dukungan sosial, semakin tinggi depresi pada lanjut usia. Subjek dalam penelitian ini adalah para lanjut usia yang tidak tinggal di panti sosial yang berusia 60 - 80 tahun; tidak dalam kondisi sakit parah/terminal; masih mempunyai rumah atau tempat tinggal; masih bisa berkomunikasi; tidak mengalami pikun dan gangguan pendengaran; dan bersedia menjadi responden. Subjek berjumlah 70 orang, yang berada di Yogyakarta, Pati, dan Pekalongan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 18-26 Agustus 2008. Adapun skala yang digunakan adalah skala Dukungan Sosial yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Weiss (Cutrona dkk, 1994) berjumlah 30 item. Sedangkan skala Depresi menggunakan alat ukur adaptasi dari Geriatric Depression Scale (GDS) oleh Adams et al (2004) berjumlah 19 item. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment dari Spearman dengan fasilitas program SPSS 12.0 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan negatif antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia. Korelasi product moment menunjukkan korelasi sebesar r = -0,343 dan p = 0,002 yang artinya ada hubungan negatif yang antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Dukungan Sosial, Depresi, Depresi pada Lanjut Usia. Pengantar Lanjut Usia (lansia) merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkan tiket yang sama untuk mengecap kondisi hidup idaman ini. Berbagai persoalan hidup yang mendera lanjut usia sepanjang hayatnya, seperti: kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stres yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisikondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam bawah sadar (www.mirror.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=208-69k-). Cita-cita seseorang untuk dapat hidup bersama dan mendapatkan perawatan dari keluarga terutama anak/cucu pada saat lanjut usia bukanlah sebuah jaminan, sebab ada beberapa faktor, yang menyebabkan lanjut usia tidak mendapatkan perawatan dari keluarga, seperti: tidak memiliki keturunan, punya keturunan tapi telah lebih dulu meninggal, anak tidak mau direpotkan untuk mengurus orang tua atau anak terlalu sibuk. Maka panti merupakan salah satu alternatif kepada lanjut usia untuk mendapatkan perawatan dan pelayanan secara memadai, akan tetapi hal ini tidak seratus persen akan diterima oleh lanjut usia secara lapang, hidup di panti bukan merupakan pilihan terbaik, bahkan sebaliknya menjadi pilihan pahit yang kadang menyedihkan (www.mirror.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=208-69k-). Kasus bunuh diri sebagai tindak lanjut depresi di kalangan lansia (elderly people) ternyata cukup tinggi. Angka bunuh diri akibat depresi pada lansia di Amerika Serikat mencapai angka 80 per 100 penduduk. Tentu saja hal itu tidak mengherankan, karena sejalan dengan perubahan nilai di masyarakat yang menganggap lansia sebagai tempat untuk menghabiskan masa tuanya. Masa senja yang seharusnya diisi kegembiraan bersama keluarga tidak dialami sebagian besar lansia. Perasaan terasing dan penolakan dari anggota keluarga merupakan tekanan psikologis bagi lansia. Tidak adanya rasa kedamaian atau kepuasan pada lansia manakala tidak dijumpainya keakraban, kedekatan sebagaiman layaknya sebuah keluarga akan menimbulkan ketidakpastian dan keputusasaan. Tidak jarang perasaan-perasaan tersebut justru memperparah depresi yang sudah dialaminya, yang pada gilirannya memunculkan kecenderungan untuk bunuh diri (Hawari dalam Hartati dan Andayani, 2004). Dalam hasil penelitian yang dilakukan Harris et al (2003) menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi depresi pada lansia, diantaranya : 1. Kesehatan Fisik dan Ketidakmampuan (physical health and disability) 2. Dukungan Sosial (social support) 3. Faktor Sosial-Ekonomi (socioeconomic factors) Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama lansia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong/penopang kehidupannya. Namun dalam kehidupan lansia seringkali ditemui bahwa tidak semua lansia mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun ia telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan sebagainya. Dalam hal ini memang diperlukan pemahaman dari si pemberi bantuan tentang keberadaan (availability) dan ketepatan/ kelayakan (adequacy) dari bantuan tersebut bagi lansia, sehingga tidak menyebabkan dukungan sosial yang diberikan dipahami secara keliru dan tidak tepat sasaran. Jika lansia (karena berbagai alasan) sudah tidak mampu lagi memahami makna dukungan sosial, maka yang diperlukan bukan hanya dukungan sosial namun layanan atau pemeliharaan secara sosial (social care) sepenuhnya. Bila yang terakhir ini tidak ada yang melaksanakan berarti lansia tersebut menjadi terlantar dalam kehidupannya (www.e-psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp?id=183 - 18k/28022008). Rumusan masalah di atas mendorong peneliti untuk meneliti keterkaitan hubungan antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia. Metode Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah orang lanjut usia, yaitu mereka yang berusia diatas 60 tahun ke atas. Sampel dalam penelitian ini adalah 70 orang para lanjut usia baik pria maupun wanita yang tidak tinggal di panti sosial. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik incidental sampling, yaitu cara pengambilan sampel berdasarkan kemudahan sampel untuk dijumpai. Kriteria responden antara lain: 1. Lansia berusia 60 - 80 tahun. 2. Lansia tidak dalam kondisi sakit parah / terminal. 3. Lansia masih mempunyai rumah atau tempat tinggal. 4. Tidak tinggal dalam panti werdha. 5. Lansia masih bisa berkomunikasi. 6. Lansia tidak mengalami pikun dan gangguan pendengaran. 7. Lansia bersedia menjadi responden. Teknik pengumpulan data menggunakan skala yang bersifat langsung, artinya skala diberikan langsung oleh peneliti dengan membacakan pertanyaan kepada subjek dan subjek langsung menjawab dengan memilih salah satu jawaban antara “ya” atau “tidak”. Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam skala, yaitu: skala dukungan sosial dan skala depresi lanjut usia. Skala dukungan sosial dan depresi menyediakan dua alternatif jawaban yaitu “ya” dan “tidak”. Pemberian skor bergerak dari angka 0 sampai dengan 1. Pada pernyataan favorable nilai tertinggi 1 adalah untuk jawaban “ya” dan nilai 0 untuk jawaban “tidak”. Sebaliknya, pada pernyataan unfavorable nilai tertinggi 0 untuk jawaban “ya” dan nilai 1 untuk jawaban “tidak”. Pengambilan data dilakukan hanya satu kali pada subjek penelitian, karena peneliti menggunakan try-out terpakai. Try-out terpakai digunakan pada instrument atau item yang utuh atau lengkap untuk dicari validitas dan reliabilitasnya, kemudian data penelitian yang dianalisis adalah data dari item-item yang valid. Koefisien korelasi Nonparametric dari Spearman merupakan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk mempermudah proses perhitungan statistik serta analisisnya digunakan program statistik SPSS for Windows versi 12.00. Hasil Penelitian Uji normalitas penelitian ini menggunakan teknik One-Sample KolmogorovSmirnov (KS-1 Sample). Hasil uji normalitas pada skala dukungan sosial memperoleh nilai Z sebesar 1,737 dan nilai p = 0,005. Sementara, hasil uji normalitas pada skala depresi didapatkan nilai Z sebesar 1,395 dan nilai p = 0,041. Berdasarkan hasil uji normalitas di atas, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel penelitian memiliki sebaran yang tidak normal. Hal ini disebabkan karena nilai p < 0,05, sedangkan nilai p yang normal adalah p > 0,05. Uji linearitas ini dilakukan untuk mengetahui linearitas skor pada variabel dukungan sosial dan depresi pada lanjut usia. Hasil uji linearitas ini diketahui bahwa antara dukungan sosial dan depresi pada lanjut usia diperoleh nilai F sebesar 10,886 dengan p = 0,002 (p < 0,05). Berdasarkan hasil uji linearitas di atas, maka dapat dikatakan bahwa hubungan antara kedua variabel penelitian adalah linier. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia. Hasil analisis data dengan menggunakan analisis statistik korelasi Product Moment dengan koefisien korelasi sebesar -0,343 dengan p = 0,002 (p<0,01). Berdasarkan hal ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar -0,343 dengan p = 0,002 (p<0,01). Keadaan ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial, maka semakin rendah tingkat depresi pada lanjut usia. Orang yang lanjut usia sangat rentan terhadap depresi yang disebabkan oleh stres dalam menghadapi perubahan-perubahan kehidupan yang berhubungan dengan apa yang dahulu disebut sebagai tahun emas (pensiun); penyakit atau ketidakmampuan fisik; penempatan dalam rumah-rumah jompo; kematian pasangan; saudara kandung, teman lama, dan kenalan-kenalan; atau kebutuhan untuk merawat pasangan yang kesehatannya menurun. Pensiun, baik sukarela maupun terpaksa, dapat melemahkan perasaan bermakna dalam hidup dan menyebabkan hilangnya identitas peran. Kematian keluarga dan teman-teman menimbulkan duka cita dan mengingatkan orang yang berusia lanjut akan usia mereka yang semakin bertambah serta semakin berkurang ketersediaan dukungan sosial. Orang lanjut usia akan merasa tidak mampu untuk membentuk pertemanan yang baru atau menemukan tujuan baru dalam hidup. Oleh karena itu, ketersediaan dukungan sosial dapat menjadi tameng dari dampak stres, duka cita, dan penyakit, sehingga dapat mengurangi risiko depresi. Dukungan sosial adalah penting terutama bagi orang tua yang mengalami ketidakmampuan fisik. Namun, menghadapi pasangan yang depresi dapat memakan korban, menyebabkan meningkatnya risiko depresi pada pasangan yang merawatnya (Tower & Kasl, 1996) dalam Nevid, 2003. Hasil uji linearitas dari variabel dukungan sosial dengan depresi adalah 10,886 dengan p = 0,002 karena p < 0,05 berarti dapat dikatakan bahwa variabel dukungan sosial dan depresi mempunyai korelasi yang linier. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel penelitian mengikuti garis yang linier, dimana hubungan antara dukungan sosial dengan depresi adalah negatif, artinya semakin tinggi dukungan sosial maka depresi pada lanjut usia rendah. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa subjek mendapatkan dukungan sosial yang tinggi, sehingga subjek dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi saat memasuki masa usia lanjut, terutama saat gejala-gejala depresi muncul. Subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat dukungan sosial yang sangat tinggi dengan prosentase 58,57%, hal ini dibuktikan dari hasil rerata empirik keseluruhan subjek adalah 21,97 dan mean hipotetik 15 dengan SD hipotetik 5 (22,5 < x). Demikian juga dengan tingkat depresi subjek yang berada pada tingkat yang sangat rendah dengan prosentase 42,86%, dan berdasarkan rerata empirik 6,28 dan mean hipotetik 9,5 dengan SD hipotetik 3,17 ( x < 4,75). Kontribusi variabel dukungan sosial terhadap depresi dalam penelitian ini adalah 0,11. hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial memberikan sumbangan yang efektif terhadap depresi 11% yang berarti 89% merupakan pengaruh dari variabel lain, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri subjek yang memberikan pengaruh terhadap depresi pada lanjut usia. Sebagaimana yang pernah dikemukakan Andrew and Robinson 1991 dalam skripsi “Gambaran Psychological Well-Being pada Lansia yang terlibat dalam kelompok ‘Kencana’oleh Sari (2004): 1. Faktor Kepribadian Hasil penelitian yang dilakukan oleh Costa dan McCrae (1980) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian extroversion dan neurotis dengan psychological well-being. 2. Faktor Dukungan Sosial Hasil penelitian menemukan bahwa dukungan sosial dari lingkungan sekitar individu akan sangat mempengaruhi psychological well-being yang dirasakan oleh individu tersebut. 3. Faktor Pengalaman Hidup Interpretasi individu terhadap pengalaman hidupnya akan berpengaruh pada penilaian individu terhadap kehidupannya secara umum. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang didapatkan di lapangan bahwa koefisien korelasi sebesar -0,343 dengan p = 0,002 (p<0,01). Maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa adanya hubungan negatif antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dukungan sosial, maka semakin rendah tingkat depresi pada lanjut usia. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial, maka semakin tinggi tingkat depresi pada lanjut usia. Saran-saran Penulis memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Saran kepada subjek penelitian Masa usia lanjut bukanlah halangan untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun negara. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa lanjut usia terjadi kemunduran fisik. Penglihatan dan pendengaran tidak setajam dulu lagi, kekuatan dan kecepatan gerak mulai berkurang yang semuanya itu mau tidak mau mempengaruhi keadaan para lanjut usia. Oleh sebab itu, diharapkan para lanjut usia tetap merasakan kesejahteraan di usia senja dan mampu mengoptimalkan peranan dalam pembangunan dan produktivitas perekonomian sehingga tidak ada lagi anggapan bahwa lansia adalah beban masyarakat. Selain itu, para lanjut usia juga diharapkan supaya mempertebal rasa keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT sehingga dapat melakukan ibadah yang istiqomah dan akhir hayat yang khusnul khotimah. 2. Saran kepada keluarga dan lingkungan masyarakat Bagi para anggota keluarga, khususnya bagi anak yang mempunyai orang tua yang sudah memasuki usia lanjut sebaiknya dapat memberi kesempatan pada mereka untuk tinggal bersama, mengasuhnya, serta melibatkan dalam berbagai kegiatan hidup sehari-hari dan aktivitas yang disukainya, misalnya kegiatan pengajian, diajak untuk berkebun, memelihara ikan, ayam dan diajak untuk selalu menjaga kebersihan serta kegiatan olah raga. Sebagaimana di dalam Al Qur’an surat Al Israa’juga telah dijelaskan: Tuhanmu telah menetapkan, “Jangan menyembah kecuali kepada-Nya, dan berbaktilah kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antaranya atau keduanya sudah lanjut usia, jangan sekali-kali kamu mengucapkan “ah”, dan jangan pula membentak mereka. Ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang sopan penuh hormat (23). Bersikaplah rendah hati kepada keduanya, penuh kasih, dan berdoalah, “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasuhku sewaktu aku masih kecil.” (24) Bagi anggota masyarakat lain, sebaiknya tidak memandang lansia dengan sebelah mata. Mereka tetap ingin dianggap keberadaannya di lingkungan masyarakat dengan tanpa melihat status maupun usia. Agar kesejahteraan lanjut usia dapat meningkat, maka seluruh departemen/ kementerian/ instansi pemerintah lainnya, PKK, Karang Taruna, Posyandu, Petugas Sosial Masyarakat (PSM), Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Karang Lansia, serta seluruh petugas lapangan dari jajaran instansi pemerintah serta anggota masyarakat harus ambil bagian sehingga kegiatan pemberdayaan (penyadaran, pengembangan potensi, dan pendayagunaan) dapat menjadi suatu gerakan secara nasional. Perlu diberi catatan bahwa pemberdayaan yang disertai dengan kepedulian, pembekalan pengetahuan, sosialisasi, dan dorongan untuk menjadi relawan adalah suatu kunci sehingga upaya mempersiapkan hari esok yang baik bukan sesuatu yang harus ditakuti oleh kita yang pasti akan menjadi lanjut usia juga. 3. Saran kepada peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih jauh mengenai dukungan sosial atau depresi pada lanjut usia, peneliti menyarankan untuk memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, antara lain: a. Terus melakukan penyempurnaan alat ukur yang telah digunakan oleh peneliti. b. Ketika ingin meneliti mengenai dukungan sosial atau depresi pada lanjut usia, terus mencari teori-teori terbaru mengenai kedua variabel tersebut. c. Dapat mengontrol variabel lainnya, misalnya saja jenis kelamin, tipe kepribadian, agama, dan lain-lainnya. d. Mengeksplorasi lebih lanjut penelitian yang melibatkan orang lanjut usia maupun orang depresi ataupun keduanya dengan metode kualitatif. DAFTAR PUSTAKA Adams, K. B. 2001. Depressive Symptoms, Depletion, or Developmental Change? Withdrawal, Apathy, and Lack of Vigor in the Geriatric Depression Scale. The Gerontologist. Vol. 41. No. 6, 768-777. Adams, K. B, Matto, H. C, Sanders, S. 2004. Confirmatory Factor Analysis of The Geriatric Depression Scale. The Gerontologist. Vol. 44. No. 6, 818-826. Afida, N, Wahyuningsih, S, dan Sukamto, M. E. 2000. Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi Dengan Tingkat Depresi Pada Wanita Lanjut Usia di Panti Werdha. Indonesian Psychological Journal. Vol. 15. No. 2, 180-195. Atkinson, R. L; Atkinson, R. C; Hilgard, E. R. 1996. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga. Azwar,S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Burns, D. 1988. Terapi Kognitif. Jakarta: Erlangga. Chaplin, J. P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cutrona, C. E. 1994. Perceived Parental Social Support and Academic Achievement: An Attachment Theory Perspective. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 66. No. 2, 369-378. Farhati, F. 1996. Peran Tingkat Karakteristik Pekerjaan dan Dukungan Sosial terhadap Tingkat Burn-Out Karyawan. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Harris, T et al. 2003. Predictors of Depressive Symptoms in Older People – A Survey of Two General Practice Populations. Age and Aging. Vol. 32. No. 5, 510518. Hartati, S & Andayani, T. R. 2004. Perbedaan Tingkat Depresi Antara Lansia Yang Tinggal Dengan Keluarga dan Lansia Yang Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha “Wening Werdaya” Ungaran. Jurnal Psikologi UNDIP. Vol. 1. No. 1, 78-87. Johnson, D. W & Johnson, F. P. 1994. Joining Together Group Theory and Group Skill. Boston: Allyn & Bacon. Koerner, A. F & Maki, L. 2004. Family Communication Patterns and Social Support in Families of Origin and Adult Children’s Subsequent Intimate Relationship. Department of Communication Studies University of Minnesota. Kuntjoro. 2002. Dukungan Sosial Pada Lansia (www.e-psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp?id=183 - 18k/28022008). Nevid, J. S, Rathus, S. A, & Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Novisca, S. 2003. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Tingkat Stres Pada Penderita Diabetes Mellitus Rumah Sakit Umum DR. Hasan Sadikin Bandung. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Probosuseno. 2006. Mengatasi “Isolation” Pada Lanjut (www.medicalzone.org/fuldfk/printview.php?t=3686/05032008). Usia. Santrock, J. W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Schaie, K. W dan Willis, S. L. 1991. Adult Development and Aging. New York : Harper Collins. Spot, Cindy Anggristin. 2004. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kebahagiaan Hidup pada Wanita Karir yang Masih Lajang. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Sulistyo, 2005. Pemberdayaan Lanjut Usia di Bidang Kesehatan. Media Informasi Penelitian. No. 182. Sundberg, N. D, Winebarger, A. A, Taplin ,J. R. 2007. Psikologi Klinis Edisi Keempat : Perkembangan Teori, Praktik, & Penelitian.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Untari, Y. 1998. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kepuasan Hidup Pada Usia Lanjut. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Widyastuti, A. N. 2006. Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Konflik Peran Ganda Ibu yang Bekerja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. www.mirror.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=208-69k. www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunairbab2.pdf. www.adln.lib.unair.ac.id/06112008. www.indomedia.com/bernas/062001/04/UTAMA/04opi1.htm - 17k/042008. http://www.waspada.co.id Menggunakan Joomla! Generated: 21 February, 2008, 15:49. psychemate.blogspot.com/2007/12/psychological-well-being-pada-lansia. www.stanford.edu/~yesavage/GDS.html - 17k - Tembolok - Halaman sejenis. www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=489/06112008. IDENTITAS PENULIS Nama Mahasiswa : Hestie Isya Amalia Alamat Rumah : Bina Griya Blok C Jl. Arwana no. 621 Pekalongan Nomer telp. : 081903636362