BAB III PERANCANGAN SISTEM Dengan memahami konsep dasar alat otomatis pencetak sabun batang pada bab sebelumnya yang mencakup gambaran sistem prinsip kerja dan komponen – komponen pembentuk sistem, maka pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan sistem yang meliputi perangkat keras dan perangkat lunaknya. 3.1. Perancangan Mekanik Pada perancangan bagian mekanik ini terdiri dari pembuatan kerangka konveyor pengisi sabun, kerangka konveyor pendinginan sabun, belt konveyor, gear pengerak konveyor, lorong pendingin sabun dan corong penampung sabun. 3.1.1. Kerangka Konveyor Pengisi Sabun Kerangka pengisi mengunakan besi stal dengan ukuran 2/4“ tebal 1,4 mm pengunaan besi untuk kerangka sabun sudah cukup kuat untuk menahan massa sabun. Untuk kerangka pengisian mempunyai ukuran 104 cm × 53 cm × 51 cm. Bagian tengah terdapat besi ulir dengan panjang 43 cm sebagai pengatur ketinggian pengisian cetakan. Bagian ujung kiri dipasang roll pengatur kekencangan belt konveyor. Sedangkan di ujung kanan dipasang roll pengerak belt konveyor. Gambar kerangka konveyor pengisian sabun dapat dilihat pada Gambar 3.1. 104cm Gambar 3.1 Gambar Kerangka Pengisi Sabun 6 3.1.2. Kerangka Konveyor Pendinginan Sabun Dengan mengunakan bahan yang sama dengan kerangka pengisian sabun, kerangka konveyor pendinginan sabun mempunyai ukuran 105 cm × 53 cm × 51 cm. Pada bagian kanan kiri dipasang kerangka tambahan berbentuk n dengan panjang 46 cm × 20 cm sebagai penyangga pendingin. Bagian ujung kanan terdapat roll pengatur kekecangan belt konveyor. Pada ujung kiri dipasang roll pengerak konveyor. Gambar kerangka konveyor pendinginan sabun dapat dilihat pada Gambar 3.2. 86,5cm 20cm Gambar 3.2 Kerangka Konveyor Pendinginan Sabun 3.1.3 Belt Konveyor Belt konveyor yang digunakan adalah jenis PVC (Poly Vinyl Chloride) yang biasa digunakan untuk industri makanaan minuman atau UKM. PVC Belt memiliki kekuatan tinggi dan ketahanan yang baik dari aus pemakaian, serta memiliki masa pakai yang lama. PVC Belt dapat digunakan berbagai aplikasi karena sifatnya yang anti static. PVC Belt memiliki bagian bawah dari kain (Fabric) dan bagian atas Timbul (Motif Diamond). 7 Belt konveyor yang digunakan mempunyai ukuran 205 cm x 38 cm dengan ketebalan belt 2 mm seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. 102.5cm 38cm Gambar 3.3 Belt Konveyor PVC 3.1.4. Pengerak Belt Konveyor Belt konveyor digerakan oleh roll besi yang digerakan dengan gear pembanding dengan perbanding 14/18 rasio. Dengan motor wiper sebagai motor pengeraknya yang mempunyai torsi besar dan kecepatan yang pelan. Karena kecepatan kurang maka gear penggerak sisi sekunder lebih besar sehingga didapat kecepatan sesuai. Penggerak belt konveyor ditunjukkan pada Gambar 3.4. 18 14 27cm Motor Wiper Gambar 3.4 Gear dan Motor Wiper 8 3.1.5. Lorong Pendingin Sabun Lorong ini mempunyai dimensi luar 86,5 cm × 14,5 cm dan dimensi dalam 10,5 cm × 6,25 cm. Untuk bagian luar mengunakan bahan triplek melamin dengan tebal 3 mm sebagai pelindung untuk bagian tengah. Bagian tengah adalah styrofoam penahan panas dari luar dan dilapisi plat aluminium 0,8 mm di bagian dalam yang digunakan penahan udara dingin dari termoelektrik. Berikut adalah gambar lorong pendingin sabun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5. a b Gambar 3.5 (a)Tampak Samping Lorong Pendingin Sabun (b) Tampak Depan Lorong Pendingin Sabun 3.1.6. Corong Penampung Sabun Corong ini digunakan sebagai penampung sabun sementara yang nanti nya akan membagikan sabun. Corong ini terbuat dari bahan seng dan ujung corong yang telah dipasang napel ulir gara dapat terpasang pada solenoid valve. Di sisi luar dari corong penampung ditempelkan element pemanas agar sabun yang akan ditakar tidak membeku. 9 Massa yang dapat ditampung maksimum 2 Kg dengan memasukan air kedalam corong penampung dan menimbangnya. Gambar penampung sabun dapat dilihat di Gambar 3.6. 22,5cm 25cm Gambar 3.6 Corong Penampung Sabun 3.2. Perancangan Elektrik Pada bagian elektrik ini terdiri dari beberapa komponen yaitu mikrontroler, sensor load cell, driver motor, catu daya, modul saklar, pendingin peltier, solenoid valve dan pemanas. 3.2.1. Mikrokontorler Mikrokontroler AVR Atmega 32 digunakan sebagai pengendali utama yaitu untuk mengendalikan aktif atau tidaknya motor, solenoid valve, pemanas, pendingin peltier dan memproses data dari sensor load cell. Mikrokontroler ini juga bertugas menampilkan data lewat LCD serta memproses inputan dari keypad. Mikrokontroler merupakan suatu device yang di dalamnya sudah terintegrasi dengan I/O port, RAM, ROM, sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan kontroler. Mikrokontroler AVR Atmega 32 merupakan low power CMOS mikrokontroler 8 bit yang di kembangkan oleh Atmel dengan arsitektur RISC (Reduced Instruction SET Computer) sehingga dapat mencapai eksekusi instruksi 1 MIPS (Million Instruction Per Second). Mikrokontroler AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu kelas 10 ATtiny, kelas AT90xx, keluarga ATmega, dan kelas AT86RFxx. pada dasarnya yang membedakan masing - masing kelas adalah memori, peripheral, speed. operasi tegangan dan fungsinya sedangkan dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan bisa dikatakan hampir sama. Mikrokontroler AVR Atmega 32 ditunjukkan pada Gambar 3.7[2]. Gambar 3.7 Mikrokontroler AVR Atmega 32 Penjelasan konfigurasi pin pada mikrokontroler AVR Atmega 32 secara umum: 1. Pin 1 sampai 8 (port B) merupakan port paralel 8 bit dua arah (bidirectional), yang dapat di gunakan untuk general purpose dan special feature. 2. Pin 9 (reset) jika terdapat minimum pulse pada saat active low. 3. Pin 10 (VCC) di hubungkan ke Vcc (2,7-5,5 Volt). 4. Pin 11 dan 31 (GND di hubungkan ke Vss atau ground. 5. Pin 12 (XTAL 2) adalah pin masukan ke rangkaian osilator internal. Sebuah osilator kristal atau sumber osilator luar dapat digunakan. 6. Pin 13 (XTAL 1) adalah pin keluaran ke rangkaian osilator internal. Pin ini di pakai bila menggunakan osilator kristal. 7. Pin 14 sampai 21 (port D) adalah 8 bit dua arah (bidirectional I/O) port dengan internal pull-up resistors digunakan untuk general purpose dan special feature. 11 8. Pin 22 sampai 29 (port C) adalah 8 bit dua arah (bidirectional I/O) port dengan internal pull-up resistors digunakan untuk general purpose dan special feature. 9. Pin 30 adalah Avcc pin tegangan untuk port A dan A/D converter dan dihubungkan ke Vcc. Jika ADC digunakan maka pin ini di hubungkan ke Vcc. 10. Pin 32 adalah A REF pin yang berfungsi sebagai referensi untuk pin analog jika A/D converter digunakan. 11. Pin 33 sampai 40 (port A) adalah 8 bit dua arah arah (bidirectional I/O) port dengan internal pull-up resistors digunakan untuk general purpose. Konfigurasi penggunaan port pada mikrokontroler Atmega 32 pada skripsi ini ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Konfigurasi Penggunaan Port pada Mikrokontroler Port Keterangan PORTA.0 SCK Loadcell PORTA.1 DOUT Loadcell PORTA.2 Sensor LM35 PORTA.3 Sensor LM35 PORTA.4 Sensor Photodioda PORTA.5 Sensor Photodioda PORTA.6 Sensor Photodioda PORTB.0 Solenoid Valve PORTB.1 Solenoid Valve PORTB.2 Pompa Sabun PORTB.4 Pemanas PORTB.5 Pendingin PORTC LCD PORTD.0 Push Button PORTD.1 Push Button PORTD.2 Push Button PORTD.3 Push Button PORTD.4 Driver motor PORTD.5 Driver motor 12 Untuk gambar minimum sistem dapat dilihat di Gambar 3.8. Gambar 3.8 Skematik Minimum Sistem ATMega 32 3.2.2. Sensor Loadcell Sensor ini adalah sensor massa yang digunakan sebagai pengukur massa dari 1 takaran adonan sabun yang akan dimasukkan dalam cetakan sabun. Sensor loadcell ini dapat dilihat pada Gambar 3.9. GND SCK DOUT VCC Gambar 3.9 Loadcell Sensor ini menggunakan catu daya 5V dan terhubung langsung pada mikrokontroler sebagai pengendalinya. Sensor ini menggunakan modul HX711. Selama proses penimbangan, beban yang diberikan mengakibatkan 13 reaksi terhadap elemen logam pada loadcell yang mengakibatkan perubahan bentuk secara elastis. Gaya yang ditimbulkan oleh regangan ini (positif atau negatif) dikonversikan kedalam sinyal elektrik oleh strain gauge (pengukur regangan). Pengkabelan sensor loadcell dapat dilihat pada Gambar 3.10 kabel merah merupakan masukan positif sensor, hitam untuk masukan negatif, putih untuk output sinyal 1, biru atau hijau untuk output 2 yang akan dihubungkan ke modul HX711. Modul HX711 mengunakan komunikasi serial yang dihubungkan ke mikrokontroler. Gambar 3.10 Pengkabelan Sensor Loadcell Loadcell ini mempunyai beberapa kelebihan struktur yang sederhana, mudah dalam penggunaan, hasil yang stabil dan reliable, memiliki sensitivitas tinggi, dan mampu mengukur perubahan dengan cepat[3]. Dengan spesifikasi 1. Differential input voltage: ±40 mV (Full-scale differential input voltage is ± 40 mV) 2. Data accuracy: 24 bit (24 bit A / D converter chip.) 3. Refresh frequency: 80 Hz 4. Operating Voltage : 5 V DC 5. Operating current : <10 mA 3.2.3. LCD Karakter LCD pada skripsi ini merupakan salah satu komponen pada bagian interface yang digunakan untuk menampilkan menu dari set massa, suhu pemanas dan pendingin. Melalui LCD ini, ditampilkan juga inputan yang 14 dimasukkan pengguna. LCD yang digunakan pada skripsi ini merupakan LCD 16 × 4. LCD ini memiliki 4 baris karakter dan setiap barisnya terdiri atas 16 karakter. Gambar 3.10 adalah gambar LCD 16 × 4 dan tampilan menu pada LCD. Gambar 3.11 LCD 16 × 4 Konfigurasi pin LCD 16 × 4 ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Konfigurasi pin LCD 16 x 4 No. Pin Nama Pin Keterangan 1 Vss Ground 2 Vdd Catu daya LCD 5V 3 VO Kontras 4 RS Register Select 5 R/W Read/Write 6 E Enable 7 DB0 Data bit 0 8 DB1 Data bit 1 9 DB2 Data bit 2 10 DB3 Data bit 3 11 DB4 Data bit 4 12 DB5 Data bit 5 13 DB6 Data bit 6 14 DB7 Data bit 7 15 LED + Catu daya positif LED 16 LED - Catu daya negatif LED 15 3.2.4. Sensor LM 35 Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi hanya dipakai sebesar 5 volt untuk sensor, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan ketentuan bahwa LM35 hanya membutuhkan arus sebesar 60 µA. Hal ini berarti LM35 mempunyai kemampuan menghasilkan panas (self-heating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah yaitu kurang dari 0,5ºC pada suhu 25ºC. Skematik sensor LM35 ditunjukan pada Gambar 3.12 [4]. Gambar 3.12 Skematik Sensor LM35 LM35 adalah sensor suhu yg memiliki output yang linear sebesar 10 mV/oCelcius. Tiap kenaikan 10 mV maka suhu bertambah 1oC. Dengan tingkat akurasi 0,5oC dan memiliki range pengukuran antara 0 s/d 100oC untuk mengubah dari data ADC ke celcius menggunakan persamaan sebagai berikut. SUHU = Output_ADC * Kenaikan_satu_LSB / Volt_per_Celcius dimana : Output_ADC = adalah hasil pembacaan ADC Kenaikan_satu_LSB = 4.9 (jika Vref = 5V) Volt_per_celcius = 10 (karakteristik LM35, 10 mV/oC) 3.2.5. Solenoid Valve Solenoid Valve adalah suatu alat kontrol yang berfungsi untuk membuka dan menutup valve / katup / kran secara otomatis. Waktu solenoid valve membuka dan menutup kran ini tergantung dari sensor yang menghubungkan sumber penggeraknya 16 Sumber penggerak elektrik untuk solenoid valve sendiri ada yang listrik AC (220 V, 110 V, 24 V) dan listrik DC (12 V, 24 V). Sehubungan dengan prosentase buka valve Solenoid Valve hanya bisa membuka valve 100 % atau menutup valve 100 %. Juga ada pilihan untuk tipe Normally Open (NO) dan Normally Closed. Solenoid Valve dengan tipe NO artinya pada saat tidak ada penggerak elektrik posisi valve adalah membuka 100 %. Sedangkan solenoid valve tipe NC artinya pada saat tidak ada penggerak elektrik maka posisi valvenya adalah menutup 100 %. Solenoid Valve ini dapat dilihat pada Gambar 3.13. Gambar 3.13 Solenoid Valve Solenoid Valve yang digunakan adalah 2W-040-10 yang menggunakan catu daya 220 VAC dan mampu bekerja dalam jangka suhu 5oC sampai 80oC dan memiliki ukuran pipa keluaran sebesar 3/8 inch dengan tekanan aliran sebesar 0 – 7 kg / cm2. Selanjutnya dengan menggunakan multimeter Fluke tipe 177 True RMS diatur pada bagian pengukuran arus AC pada Auto Range. Hasil pengukuran menunjukkan arus yang ditarik oleh valve sebesar 129 mA. Sedangkan tegangan yang diberikan pada valve adalah sebesar 220 VAC. Dengan demikian dapat dihitung besarnya daya yang diserap oleh valve. I = 129 mA P=V×I P = 220×129 P = 28 watt 17 3.2.6. Sensor Photodioda Photodioda merupakan sensor cahaya semikonduktor yang dapat mengubah besaran cahaya menjadi besaran listrik. Photodioda bekerja berdasarkan intensitas cahaya. Jika photodioda terkena cahaya maka photodioda bekerja seperti dioda pada umumnya tetapi jika tidak mendapat cahaya maka photodioda akan berperan seperti resistor dengan nilai tahanan yang besar sehingga arus listrik tidak dapat mengalir. Rangkaian photodioda ini menggunakan LED inframerah sebagai pemancar dengan catu daya 5 volt, sedangkan pada bagian penerima digunakan photodioda dengan catu daya 5 volt. Rangkaian ini akan menjadi inputan pada PORT A dimana masukannya akan diolah dengan ADC sehingga akan didapat perbedaan yang cukup signifikan antara saat photodioda mendeteksi cetakan atau tidak. Pada rangkaian pemancar infra merah besar R2 didapat dari perhitungan tegangan kerja LED infra merah = 1,6 volt. Arus yang diperbolehkan melewati LED infra merah = 10 mA ~ 20 mA. Dengan catu daya sebesar 5 volt maka: 1− 2= 2= ( , ) 2 R2 = 340 Ω Sehingga digunakan R2 sebesar 330 Ω . R1 pada rangkaian photodioda didapatkan dari percobaan untuk mendeteksi cetakan nilai yang cocok 10 kΩ dalam hal ini. Untuk mendeteksi cetak yang berbahan melamin putih. Gambar untai sensor photodioda dapat dilihat di Gambar 3.14. V1 5V +V R2 330 Photodioda LED Inframerah D1 Ke Mikrontroler D2 LED0 R1 10k Gambar3.14 Untai Sensor Photodioda 18 3.2.7. Push Button Modul push button yang digunakan adalah aktif low (pull down). Bentuk rangkaian dari push button ditunjukkan oleh Gambar 3.15. V1 5V +V R1 1k Ke Mikrontroler = 1 1 S2 = =5 Gambar 3.15 Untai Push Button Rangkaian terdiri dari sebuah resistor yang diseri dengan tombol normally-opened (NO). Resistor berfungsi sebagai beban yang mencegah terjadinya hubungan-singkat ketika tombol ditekan. Nilai resistor yang digunakan adalah 1 kΩ. Jika push button tidak ditekan maka pada input mikrokontrolernya bernilai 1, jika push button ditekan maka pada input mikrontroler bernilai 0. 3.2.8. Catu Daya Perancangan catu daya dirancang menggunakan dua ground yang berbeda yaitu untuk mikrokontroler. Ground mikrokontroler dan ground driver motor dipisah karena pada saat pompa dinyalakan maka jalur input supply akan drop sehingga menyebabkan mikrokontroler restart. Mikrokontroler, LCD, Sensor photodioda dan Sensor load cell dicatu dengan tegangan 5 V. Sumber catu daya pada mikrokontroler dari trafo 2 A yang mempunyai output tegangan 12 VAC, dan disearahkan dengan dioda bridge. 19 Untuk mencatu tegangan 5 V digunakan IC regulator 7805 skema dapat dilihat pada Gambar 3.16 sedangkan pada board driver motor dan pendingin peltier menggunakan catu daya 12 V dari switching power supply. 220VAC 12V U1 78L05 0V IN + Trafo 2A D1 4xIN4002 C1 4700uF OUT OUT COM + T1 C2 10uF GND Gambar 3.16 Untai Power Supply 5 V 3.2.9. Modul Saklar Cara kerja dari rangkaian saklar ini adalah saat dari mikrokontroler bernilai 1 atau high maka led pada optocoupler 4N35 menyala dan sisi penerima optocoupler juga akan aktif atau arus mengalir dari Vcc ke ground, sehingga pada kaki basis transistor terpicu tegangan sehingga transistor akan saturasi dan relay akan aktif dan catu daya akan aktif. Saat mikrokontroler bernilai 0 atau low maka led pada optocoupler tidak menyala dan sensor penerima tidak bekerja sehingga optocoupler akan tersambung dengan ground melalui R. Sehingga transistor tidak terpicu dengan tegangan maka transistor cutoff dan relay tidak aktif. Untai saklar ini dapat dilihat pada Gambar 3.17. Gambar 3.17 Untai Saklar 20 Pada untai driver motor juga terdapat dioda yang berfungsi sebagai dioda free wheel yang berguna membuang arus dari tegangan induksi yang terjadi saat peralihan kondisi dari on ke off. Ketika terjadi kondisi seperti ini kumparan pada relay menyimpan arus sesaat yang besar. Hal ini sesuai dengan sifat dari kumparan yang tidak dapat membuat arus menjadi 0 dengan seketika. Apabila muatan ini tidak dibuang tegangan pada kaki kolektor bisa terlalu besar sehingga menyebabkan transistor rusak. Relay yang digunakan relay 12 volt yang mempunyai hambatan dalam sebesar 400 Ω, relay akan diberi tegangan 12 volt sehingga diperoleh arus pada kaki kolektor sebesar ( Ic= ) = , = 28,8 mA Transistor yang digunakan mempunyai hfe sebesar 40-250, sehingga dapat dicari arus yang mengalir pada kaki basis dengan hfe terkecil. Ib = = , = 0,72 mA V1 12V +V Ke mikrokontroler U2 OPTOISO R1 330 1 5 2 4N35 4 GND1 Out R2 1k GND2 Gambar 3.18 Untai Optocoupler Dengan konfigurasi pada Gambar 3.18, photo transistor dapat memberikan logika HIGH pada saat led optocoupler menyala. Pada saat led aktif atau menyala maka nilai konduktifitas kaki kolektor – emitor akan naik, sehingga Vout mendapat sumber tegangan dari V1 melalui kaki emitor photo transistor sehingga Vout berlogika HIGH dan sebaliknya pada saat tidak menerima cahaya maka photo transistor OFF dan Vout dihubungkan ke ground melalui R2 sehingga berlogika LOW. 21 Dari hasil pengukuran tegangan output dari optocoupler yang menggunakan tegangan 12 volt dan resistor pada optocoupler sebesar 1 kΩ adalah 5,6 volt maka Rb dapat dicari dengan rumus. Rb = = , , = 6,388 kΩ resistor yang dipasang 5,8 kΩ 3.2.10. Driver Motor Motor membutuhkan arus yang cukup besar untuk dapat berputar. Arus yang dihasilkan mikrokontroler sebagai pengendali tidak cukup besar untuk dapat mengendalikan motor secara langsung sehingga dibutuhkan driver motor. Untai driver motor yang digunakan ditunjukkan gambar 3.19. Komponen utama penyusun driver motor ini adalah MOSFET IRF530 yang diatur bekerja sebagai saklar. MOSFET IRF530 dipilih karena memiliki kemampuan penyaklaran yang cepat dan mampu mengalirkan arus yang cukup besar (Max 14 A). Selain itu juga memiliki RDSON yang kecil (0.115 Ω) sehingga menghasilkan tegangan jatuh yang kecil ketika kondisi ON. Ketika MOSFET ON, arus akan mengalir dari catu daya (Vcc) ke ground melewati motor wiper dan MOSFET. Kondisi ini mengakibatkan motor bergerak. Ketika MOSFET OFF, tidak ada arus yang mengalir melewati motor sehingga motor tidak bergerak. Gambar 3.19 Untai Driver Motor 22 Untuk perhitungan R5 dan R6 merupakan rangkaian pembagi tegangan 6 × 2+ 6 10 ℎ= × 12 1 + 10 10 ℎ = × 12 11 ℎ= ℎ = 10,9 Tegangan 10,9 V ini digunakan untuk sebagai syarat MOSFET ON VDS = VGS, VGS = 10 V. 3.2.11. Pemanas Pada perancangan alat ini menggunakan elemen pemanas yang digunakan untuk memanaskan adonan. Pemanas menggunakan pemanas magic com yang diletakkan di samping corong sebagai pemanas utama dengan tegangan 220 volt yang memiliki nilai resistansi sebesar 123 Ω yang didapat melalui hasil pengukuran. Untuk memanaskan sekeliling corong dipasang element penghangat magic jar menggunakan 2 element pemanas dipasang pararel dengan tegangan 220 volt dengan resistansi 820 Ω, untuk mengetahui daya total didapat dengan persamaan sebagai berikut: Elemen penghangat R1 = 820 Ω R2 = 820 Ω Dipasang pararel 820.820 = 410 Ω 820 + 820 Vsumber =220 V(rms) P = v.i Dimana i = i = i = 0,53 A 23 P = 220 x 0,53 P = 116,6 watt Daya total pada element pemanas yaitu 116,6 watt. Dari pengukuran hambatan pada masing-masing elemen dapat dicari daya element. 3.2.12. Pendingin Peltier Elemen peltier atau pendingin termoelektrik (thermoelectric cooler) adalah alat yang dapat menimbulkan perbedaan suhu antara kedua sisinya jika dialiri arus listrik searah pada kedua kutub materialnya, dalam hal ini semikonduktor. Elemen peltier ini bekerja pada tegangan 12 VDC. Elemen peltier ini ditunjukkan pada Gambar 3.20[5]. a b Gambar 3.20 (a)Pendingin Peltier , (b) Perancangan Peltier Spesifikasi Elemen peltier ditunjukkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Spesifikasi Elemen Peltier TEC1-12706 24 3.3. Diagram Alir Sistem Diagram alir sistem dibedakan menjadi dua bagian. Sistem tersebut dibedakan menjadi dua karena memudahkan dalam pembuatan sistem alat pencetak sabun alami. Diagram alir tersebut adalah diagram alir sistem penimbang dan diagram alir sistem pendingian. 3.3.1. Diagram Alir Sistem Penimbang Diagram alir sistem penimbang pertama kali adalah melakukan set suhu, set timer pendingin dan set massa sabun. Setelah suhu pemanas corong terpenuhi maka konveyor 1 berjalan hingga mendeteksi cetakan dibawah corong penampung. Cetakan yang terdeteksi membuat konveyor 1 berhenti. Valve atas pengisi adonan sabun ke corong penampung hingga massa adonan sabun sama dengan set massa. Massa sudah sama dengan set massa maka adonan sabun diisikan kecetakan hingga massa sama dengan 0. Setelah itu konveyor akan kembali berjalan hingga mendeteksi cetakan lagi, seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.21. Gambar 3.21 Flowchat Pengisian Adonan Sabun 25 3.3.2. Diagram Alir Sistem Pendinginan Dalam sistem pendinginan sabun dalam cetakan. Cetakan akan dideteksi oleh sensor 2 membuat konveyor berjalan hingga sensor tidak mendeteksi cetakan. Sesudah cetak terdeteksi sebanyak 3 kali maka timer akan berkerja sesuai dengan set timer yang dimasukan. Timer telah berhenti bekerja dan konveyor 2 akan bekerja hingga jumlah cek cetakan sama dengan 0. Selama proses pendinginan pendingin peltier tetap hidup. Diagram alir sistem pendinginan dapat dilihat pada Gambar 3.22. Gambar 3.22 Diagram Alir Sistem Pendinginan 26