BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Komplikasi, dalam

advertisement
14
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Komplikasi, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
27 Tahun 2014 adalah penyakit yang timbul dalam masa pengobatan dan
memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode pelayanan, baik yang disebabkan
oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari pelayanan yang diberikan kepada
pasien.9 Anestesi lokal berisiko dapat menyebabkan komplikasi yang terjadi secara
lokal maupun sistemik.10
2.2 Anestesi Lokal
2.2.1 Defenisi Anestesi Lokal
Anestesi lokal didefinisikan sebagai tindakan yang menghilangkan rasa nyeri
atau sakit untuk sementara pada salah satu bagian tubuh, secara topikal atau suntikan,
tanpa disertai hilangnya tingkat kesadaran. Anestesi lokal digunakan untuk
mengurangi nyeri sehingga pasien merasa nyaman saat dilakukan tindakan dan
dokter gigi mampu bekerja dengan baik.3,11
2.2.2 Penggolongan Anestesi Lokal
Bahan anestesi lokal terbagi atas dua golongan yaitu ester dan amida. Jenis
bahan anestesi yang termasuk dalam golongan ester diantaranya yaitu kokain,
prokain, 2-kloroprokain, tetrakain dan benzokain sedangkan yang termasuk dalam
golongan amida diantaranya yaitu lidokain, mepivakain, bupivakain, prilokain,
etidokain dan artikain.12
15
Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester
adalah prokain, sedangkan golongan amida adalah lidokain dan bupivakain. Secara
garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai berikut:13
Tabel 1. Jenis Anestesi Lokal
Prokain
Lidokain
Bupivakain
Golongan
Ester
Amida
Amida
Mula Kerja
2 menit
5 menit
15 menit
Lama Kerja
30-45 menit
45-90 menit
2-4 jam
Metabolisme
Plasma
Hepar
Hepar
Dosis maksimal
12
6
2
Potensi
1
3
15
Toksisitas
1
2
10
(mm/kgBB)
2.2.3
Komposisi Anestesi lokal
Untuk mendapatkan efek yang lebih kuat dari anestesi lokal, agen
vasokonstriktor biasanya ditambahkan kedalam larutan anestesi lokal. Kombinasi
tersebut telah memberikan kemajuan di bidang stomatologi dan meningkatkan
kualitas perawatan dental. Sebanyak 2 ml dari lidokain 2% mengandung 36 mg
lidokain hidroklorida. Konsentrasi 1: 80.000 mengandung 0,0125 mg/ml epinefrin
dan konsentrasi 1: 100.000 mengandung 0,01 mg/ml epinefrin. 14
16
Komposisi dari larutan anestesi lokal terdiri dari agen, vasokonstriktor, agen
pengoksidasi, bahan pengawet, antifungal dan solvent seperti yang terlihat pada tabel
berikut:14
Tabel 2. Komposisi dan fungsi anestesi lokal
Komposisi
2%
Fungsi
Lidocaine Agen anestesi lokal
hydrocloride
1:80.000
sampai Vasokonstriktor,
1:100,000
memperpanjang masa
epinefrine
kerja anestesi lokal
Sodium
Agen pengoksidasi
metabisulphate
2.2.4
Methyl paraben
Bahan pengawet
Thymol
Antifungal
Air suling
Solvent
Mekanisme Anestesi Lokal
Anestesi lokal bekerja dengan menurunkan permeabilitas membran saraf
terhadap ion sodium. Anestesi lokal tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap
konduktivitas potassium. Ion kalsium yang terdapat dalam membran sel mengatur
konduktivitas ion sodium di sepanjang membran. Pelepasan ion kalsium dari
membran sel mengatur konduktivitas ion sodium di sepanjang membran. Pelepasan
ion kalsium dari membran sel ini membuat permeabilitas sodium pada membran saraf
meningkat, ini merupakan tahap pertama terjadinya depolarisasi membran saraf.
Molekul anestesi lokal bekerja dengan cara antagonis kompetitif terhadap kalsium
pada tempat yang sama dalam membran saraf.15
17
Tabel 3. Mekanisme Anestesi Lokal
Perpindahan ion kalsium pada reseptor saraf
Pengikatan molekul anestesi lokal pada reseptor
Menghambat kanal sodium
Mengurangi konduktivitas sodium
Menekan terjadinya depolarisasi
Gagal mencapai ambang batas potensial
Kurangnya aksi potensial yang terjadi
Konduksi saraf menjadi terhambat
2.2.5
Armamentarium
Peralatan yang digunakan pada penggunaan anestesi lokal adalah.11,16
1. Karpul
Kriteria karpul yang dipakai untuk anestesi lokal:
1. Tahan lama, tidak rusak karena sterilisasi berulang.
2. Jarum suntik sekali pakai harus dikemas dalam wadah steril.
3. Sesuai dengan berbagai macam ampul dan jarum dari produsen yang
berbeda.
4. Murah, ringan, dan mudah digunakan dengan satu tangan.
5. Efektif untuk aspirasi sehingga darah dapat dengan mudah diamati pada
ampul.
18
2. Ampul
Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah
atau kontaminasi dari larutan. Sebagian besar ampul mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml
larutan anestesi lokal. Ampul dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada
karpul standar namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah cukup untuk
suatu prosedur perawatan gigi rutin.
3. Jarum
Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan
dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai standar
American Dental Association = ADA); panjang (32 mm), pendek (20 mm) dan
superpendek (10 mm).
Gambar 1: Karpul, ampul dan jarum.11
Komponen jarum terdiri dari:16,17
a. Bevel: Sudut atau ujung jarum. Semakin besar sudut bevel dengan sumbu
panjang jarum, semakin besar tingkat defleksi jarum melewati jaringan lunak.
b. Shank: Semakin tinggi gauge semakin kecil diameter internal. Ukuran yang
paling umum adalah 25, 27 dan 30 gauge.
c. Hub: hub adalah sepotong plastik atau logam yang dilalui jarum yang
menempel pada karpul.
19
Gambar 2: Komponen jarum.17
2.2.6
Tipe-Tipe Anestesi Lokal
1. Anestesi Topikal
Anestesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anestesi tertentu pada daerah
kulit dan membran mukosa yang dapat dipenetrasi untuk mengebaskan ujung-ujung
saraf superfisial (gambar 3). Anestesi ini paling sering digunakan untuk mengebaskan
mukosa sebelum dilakukan penyuntikan. Bahan aktif yang terkandung dalam larutan
adalah lignokain hidroklorida 10% dalam basis air yang dikeluarkan dalam jumlah
kecil dari kontainer aerosol atau biasa disebut semprotan klor etil.18
Gambar 3: Anestesi topikal19
20
2. Anestesi Infiltrasi
Teknik ini dapat digunakan untuk mendapatkan anestesi pada gigi atas dan
gigi anterior bawah. Efek anestesi didapatkan dengan mendepositkan larutan di
sekitar akar gigi, pada sebelah bukal di bagian sulkus (gambar 4). Porositas pada
tulang memungkinkan larutan berdifusi ke plat luar tulang untuk kemudian mengenai
saraf. 15
Gambar 4: Anestesi infiltrasi15
3. Anestesi Blok
Injeksi blok pada batang saraf dapat digunakan untuk kepentingan bedah
mulut. Istilah injeksi blok berarti bahwa anestetikum di deponir di suatu titik antara
otak dan daerah yang dioperasi yang menembus batang saraf atau serabut saraf yang
akan memblok sensasi yang datang. Sejauh ini, injeksi blok yang paling umum
digunakan adalah blok mandibula, selain itu ada blok mental, blok saraf alveolar
superior posterior dan blok infraorbital. 15
a) Blok mandibula
Pasien didudukkan di kursi dental dalam posisi supine atau semi supine
dengan mulut terbuka lebar upaya dataran mandibula sejajar dengan lantai. Ketika
ujung jari diatas internal olique ridge, pasien diminta untuk membuka lebar mulutnya
dan jarum 1,5 inch ukuran 25 dimasukkan dari sisi berlawanan dari premolar
21
kedalam membran mukosa. Klinisi tidak seharusnya mencoba untuk mengenai
tulang, 6 mm bagian jarum masuk kedalam jaringan dan dideponirkan anestetikum
sebanyak 0,5 untuk anestesi saraf bukal panjang. Jarum dikeluarkan perlahan dan
digeser ke sisi yang sama sehingga meluncur diatas internal olique ridge. Pada posisi
ini jarum dimasukkan pada kedalaman 6-9 mm dan dideponirkan 0,5 cairan anestesi.
Kemudian jarum suntik ditarik lagi dari sisi berlawanan dan dimasukkan hingga
berjarak 12-15 mm sampai menyentuh tulang (gambar 5).Bila aspirasi negatif di
deponir 1,8 ml anestetikum untuk menganestesi saraf alveolar inferior.15
Gambar 5: Blok mandibula 1) Posisi 1 saraf bukal panjang,
2) Posisi 2 saraf lingual. 3) Posisi 3 saraf alveolar inferior.15
b) Blok saraf mentalis
Apeks dari dua gigi premolar diperkirakan, dan menggunakan jarum dengan
ukuran 25 gauge, sebanyak 1 inci ditusukkan pada titik di belakang foramen mental
dan sedikit lateral pada kedalaman sulkus labial (pipi ditarik) sehingga sekitar 1 cm
jaringan terpenetrasi. Jarum diteruskan pada posisi dibawah ujung jari, dengan
palpasi yang lembut dapat ditemukan foramen. Jarum diteruskan kebawah sampai
22
mengenai periosteum mandibula (gambar 6). Sekitar 0.5-1 ml larutan di injeksikan
dan ujung jari digunakan untuk memasse hingga cairan masuk kedalam kanal. 15
Gambar 6: Blok Mentalis.15
c) Blok zigomatik
Posisikan pasien sehingga bagian oklusal gigi maksila membentuk sudut 450
terhadap lantai. Menggunakan jarum berukuran 25 gauge, jarum dimasukkan setinggi
lipatan mukobukal sebelah distal gigi molar kedua. Daerah yang dituju adalah nervus
alveolaris superior bagian posterior. Jari tangan berada pada sudut 900 terhadap
permukaan oklusal gigi maksila dan 450 terhadap bidang sagital. Jarum diposisikan
pada dasar sulkus, dekat fisur pterigomaksila, mengarah keatas dari lipatan
mukobukal menuju daerah diatas akar distobukal gigi molar kedua. (gambar 7).15
Gambar 7: Blok Zigomatik.16
23
d) Blok infraorbital
Pasien diposisikan sehingga bidang oklusal gigi maksila berada pada sudut
0
45 terhadap lantai. Tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi.
Pertahankan jari telunjuk pada foramen ini secara eksternal, kenudian tarik bibir
menggunakan jempol untuk memaparkan lipatan mukobukal. Jarum diarahkan
paralel dengan gigi premolar kedua. Tempat penusukan dilakukan pada titik yang
berada kira-kira 5 mm dari lipatan mukobukal. Penetrasi jarum kira-kira 2 cm,
sebanyak 1 ml larutan anestesi diinjeksikandan jaringan diatasnya kemudian di
masase untuk membantu penetrasi larutan kedalam kanal. (gambar 8). 15
Gambar 8: Blok Infraorbital.15
2.3 Komplikasi Lokal
Sejumlah faktor pengaruh yang menyebabkan komplikasi tergantung dari
pasien dan operator. Faktor pengaruh pasien mencakup anatomi, patologi atau
psikologis. Beberapa faktor yang berhubungan dengan operator adalah kesalahan
penempatan jarum, kegagalan untuk aspirasi sebelum injeksi, maupun kecepatan
injeksi.20
Konsekuensi dari penempatan jarum salah arah termasuk paralisis wajah,
parastesi saraf alveolar inferior dan lingual serta trismus pada otot. Untungnya,
dokter gigi dapat menghindari sebagian besar komplikasi ini dengan tetap menyadari
24
adanya potensi risiko yang terkait dengan suntikan dan dengan menaati protokol rutin
yang harus diikuti sebelum memberikan setiap anestesi lokal.21
2.3.1. Kerusakan Jarum
Sejak diperkenalkannya jarum stainless steel sekali pakai, dan dipasarkan
dalam wadah paket yang steril menyebabkan kasus patah jarum menjadi semakin
jarang terjadi. Sebelumnya, untuk memberikan sterilisasi, dokter gigi merendam
jarum hipodermik kecil dalam larutan desinfektan kimia, namun tindakan ini
dianggap tidak efektif dan bahkan dapat mengkorosi logam.22
Penyebab umum patahnya jarum adalah gerakan tiba-tiba yang tidak terduga
pada pasien saat jarum menusuk otot atau kontak periosteum. Jika pasien berlawanan
dengan arah jarum maka tekanan yang adekuat ini akan menyebabkan patah jarum.
Walaupun kebanyakan dokter gigi menggunakan jarum 27 gauge 35 mm untuk
anastesi blok nervus alveolaris inferior pada orang dewasa,kadang muncul persepsi
bahwa penggunaan jarum denan diameter yang lebih kecil (30 gauge) dapat
mengurangi rasa ketidaknyamanan pada pasien. Hal ini bahkan ditunjukkan bahwa
terdapat sedikit perbedaan dalam persepsi rasa nyeri antara penggunaan jarum 27 dan
30 gauge. Selain itu telah diketahui juga bahwa defleksi jarum dan tekanan
mendorong pada syringe adalah lebih besar pada jarum dengan gauge yang lebih
kecil. 22
Telah diketahui bahwa patah jarum umumnya terjadi pada daerah hub atau
pangkal jarum (gambar 9), karena itulah, jarum jangan diinsersikan seluruhnya
kedalam jaringan, dan sebaiknya harus disisakan 5 mm dari seluruh panjang jarum
agar jarum tetap menonjol keluar dari permukaan mukosa bilamana terjadi kerusakan
pada jarum.22
25
Gambar 9: Daerah jarum yang paling sering rusak23
Meskipun jarang, kerusakan pada jarum bisa terjadi. beberapa hal, yang bila
dihindari, dapat mencegah risiko patah jarum adalah sebagai berikut: 4,17
• Jangan menggunakan jarum pendek untuk blok mandibula pada orang dewasa.
• Jangan gunakan jarum ukuran 30 untuk blok mandibula
• Jangan membengkokkan jarum saat akan memasukkan ke dalam jaringan lunak.
• Jangan memasukkan jarum ke dalam jaringan lunak sampai ke hub.
• Hati-hati saat memasukkan jarum pada orang dewasa yang sangat fobia atau pada
pasien anak.
2.3.2. Parastesi
Parestesi di definisikan sebagai anestesi yang menetap (anestesi melebihi
durasi yang diharapkan). Terjadinya gangguan sensasi yang berlangsung lama pada
daerah penyuntikan biasanya terjadi pada tindakan bedah seperti pencabutan gigi
molar tiga. Walaupun jarang, namun dapat juga terjadi pada pelaksanaan anestesi
lokal. Kasus ini hampir selalu mengenai saraf alveolaris inferior atau saraf lingual
disebabkan oleh trauma pada saat anestesi blok mandibula.4
Komplikasi ini pada umumnya disebabkan oleh kerusakan saraf akibat trauma
langsung dari bevel jarum atau berasal dari larutan yang sudah terkontaminasi oleh
alkohol yang mengiritasi saraf, menimbulkan edema yang meningkatkan tekanan
26
disekitar saraf, kemudian menjadi parastesi. Perdarahan di sekitar selubung saraf juga
dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada saraf sehingga terjadi parastesi.4
2.3.3. Paralisa Wajah
Injeksi lokal anestesi pada mulut kadang-kadang dapat memberi efek yang
tidak disengaja pada saraf yang berdekatan . Contoh yang paling jelas adalah saraf
fasial setelah blok mandibula. Jika ini terjadi, pasien tidak bisa menutup mata dan
pergerakan setengah bagian wajah berubah, garis senyum dan sudut mulut jatuh
(gambar 10).24
Komplikasi ini disebabkan karena jarum diinsersikan terlalu jauh kebelakang
dan terlalu dekat dengan ramus ascendens dan larutan terdeposit pada substansi
glandula parotis serta menganestesi cabang-cabang saraf fasialis sehingga
menimbulkan paralisa otot yang disuplainya.24
Gambar 10: Paralisa wajah.4
Komplikasi ini dapat dicegah pada anestesi mandibula jika larutan
didepositkan hanya jika telah terjadi kontak ujung jarum dengan tulang (aspek medial
ramus). Jika jarum meleset ke posterior dan tidak terjadi kontak pada tulang, jarum
harus ditarik kembali hampir seluruhnya dari jaringan, barel ditarik ke posterior dan
jarum diinsersikan kembali sampai terjadi kontak dengan tulang.4,24
27
2.3.4. Trismus
Trismus adalah kondisi kesulitan membuka rahang karena kejang otot.4
Penyebab trismus pada injeksi anestesi lokal adalah trauma pada otot atau pembuluh
darah. Selain itu, Larutan anestesi lokal yang terkontaminasi dengan alkohol juga
dapat mengiritasi jaringan, yang kemudian berpotensi menyebabkan trismus.
Perdarahan adalah penyebab lain dari trismus, volume darah yang besar
menghasilkan iritasi jaringan yang menyebabkan disfungsi sampai darah diresorbsi
secara perlahan.4 Trismus dicegah dengan:4
1. Gunakan jarum sekali pakai yang tajam, steril.
2. Perawatan dan pemeliharaan ampul
3. Jarum yang terkontaminasi harus segera diganti
4. Latih teknik insersi dan injeksi yang atraumatik
5. Hindari injeksi berulang dan insersi berkali-kali pada daerah yang sama.
6. Gunakan anestesi lokal dengan volume yang tepat.
2.3.5. Trauma jaringan lunak
Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena perilaku pasien yang
tidak hati-hati atau tanpa sengaja menggigit-gigit bibir atau menghisap jaringan yang
teranastesi. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang siginifikan
(gambar 11).4
Gambar 11: Trauma pada jaringan lunak.4
28
Kejadian ini sering terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa yang
memiliki disabilitas mental atau fisik. Trauma pada jaringan yang dianestesi dapat
menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri ketika efek anestesi mulai berkurang.4
Kasus ini dapat dihindari dengan menempatkan gulungan kapas yang diikat
dengan dental floss diantara bibir dan gigi selama berlangsungnya efek anestesi
(gambar 12). Selain itu peringatkan pasien dan pendamping pasien agar tidak
memakan atau minum yang panas dan menggigit bibir atau lidah selama efek anestesi
berlangsung.4
Gambar 12: Penempatan gulungan kapas4
2.3.6. Hematoma
Jaringan rongga mulut mempunyai cukup banyak pembuluh vaskular
sehingga jarum suntik dapat menembus pembuluh darah secara tidak sengaja.
Hematom dapat terjadi jika pada saat
jarum dimasukkan, kemudian menembus
pembuluh darah mengakibatkan kebocoran sehingga darah
merembes jaringan
sekitarnya (Gambar 13). 24
Komplikasi ini paling jarang terjadi pada teknik infiltrasi dan paling sering
terjadi pada blok saraf alveolar superior posterior. Hal ini umumnya disebabkan oleh
struktur dan posisi vena pleksus pterigoid yang bervariasi. Hematoma yang terjadi
29
setelah blok mandibula dapat dilihat secara intraoral sedangkan hematoma akibat
blok saraf alveolar superior posterior dapat dilihat secara ekstraoral.24
Gambar 13: Hematoma4
Hematoma tidak selalu dapat dicegah, setiap jarum yang dimasukkan kedalam
jaringan berisiko menyentuh pembuluh darah. Beberapa cara untuk mencegah resiko
hematoma adalah:4
1. Pentingnya pengetahuan anatomi normal yang terlibat.
2. Pada pasien dengan wajah kecil kurangi kedalaman penetrasi pada blok
saraf alveolar superior posterior.
3. Gunakan jarum yang pendek pada blok zigomatik
4. Minimalkan jumlah penetrasi jarum ke dalam jaringan
5. Jangan gunakan jarum untuk menjajaki jaringan.
2.3.7. Nyeri saat penyuntikan
Penyebab nyeri dapat terjadi karena injeksi yang kurang hati-hati, jarum
tumpul akibat pemakaian injeksi berulang Ketajaman jarum merupakan faktor
penting karena jarum yang tajam akan dapat mempenetrasi permukaan yang tertarik
tegang dengan lebih mudah daripada jarum yang tumpul. Posisi bevel yang salah juga
dapat menyebabkan rasa nyeri. Bevel seharusnya ditempatkan paralel ke permukaan
30
tulang untuk mencegah ujung yang tajam pada jarum menusuk periosteum yang
padat dan sangat dipersarafi sehingga merobeknya dari tulang.24
Nyeri juga dapat ditimbulkan oleh penyuntikan larutan non isotonik atau yang
sudah terkontaminasi. Penggunaan ampul yang tepat akan dapat meniadakan
kemungkinan ini. Tekanan yang cukup besar pada saat mendepositkan larutan pada
jaringan juga akan menimbulkan rasa sakit.4
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah:4
1. Mematuhi prosedur injeksi yang tepat
2. Gunakan jarum yang tajam
3. Gunakan anestesi topikal bila perlu.
4. Gunakan larutan anestesi yang steril
5. Injeksi lokal anestesi secara perlahan
6. Pastikan temperatur larutan tepat.
7. Ph larutan harus berkisar 7,4.
2.3.8. Rasa terbakar pada penyuntikan
Penyebab utama dari rasa terbakar adalah pH larutan anestesi lokal yang
didepositkan ke jaringan lunak dimana pH dari anestesi lokal, tidak termasuk
vasokonstrikstor adalah sekitar 6.5. Larutan yang mengandung vasokonstriktor
diketahui lebih asam (sekitar 3.5). Injeksi yang terlalu cepat juga mengakibatkan rasa
terbakar. Selain itu, ampul yang disimpan dalam alkohol atau bahan sterilisasi
lainnya dapat menyebabkan alkohol berdifusi kedalam ampul. Larutan dengan suhu
tubuh normal biasanya masih dirasakan terlalu panas oleh pasien.4
Pencegahan rasa terbakar pada penyuntikan:4
1. Ph larutan anestesi netral sekitar 7,4.
2. Memperlambat kecepatan injeksi. Kecepatan yang ideal adalah 1 mL/min.
Jangan melewati 1,8 mL/min.
3. Ampul harus disimpan dalam temperatur ruangan dalam kontainer
aslinya, atau kontainer yang sesuai tanpa alkohol atau bahan sterilisasi
lainnya.
31
2.3.9. Infeksi
Infeksi adalah komplikasi suntikan yang jarang terjadi karena pemakaian
peralatan yang steril serta teknik asepsis umumnya sudah dapat mencegah masuknya
organisme pada saat penyuntikan. Penyebab paling utama pada infeksi setelah
penyuntikan adalah jarum yang telah terkontaminasi sebelum melakukan anestesi.
Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa. Dokter gigi
harus mempertimbangkan untuk tindakan desinfeksi daerah suntikan dengan
memberikan antiseptik atau dengan obat kumur klorheksidin pada pasien dengan
gangguan sistem imun. Jarum tidak boleh menembus daerah infeksi atau abses,
karena hal ini diketahui dapat meningkatkan resiko menyebarnya mikroorganisme
dan memperburuk infeksi. 24
Beberapa cara pencegahan infeksi pada penggunaan anestesi lokal adalah:4
1. Gunakan jarum yang steril
2. Menghindari kontak jarum dengan permukaan yang tidak steril.
3.
Perawatan dan pemeliharaan ampul
a. Gunakan ampul hanya sekali
b. Simpan ampul dalam wadah aslinya.
c. Bersihkan leher ampul dengan alcohol steril, hapus segera sebelum
digunakan.
4. Persiapkan jaringan sebelum penetrasi. Keringkan dan gunakan antiseptik
topikal.
2.3.10. Edema
Pembengkakan jaringan bukan merupakan sindrom namun berupa manifestasi
klinis adanya beberapa gangguan. Edema dapat terjadi karena trauma selama injeksi,
infeksi, alergi, hemoragi, dan injeksi larutan yang dapat menyebabkan perih (alkohol
atau larutan sterilisasi lain). Edema dapat menyebabkan rasa nyeri dan disfungsi dari
regio yang terkena.
32
Edema dicegah dengan:4
1. Perawatan dan pemeliharaan peralatan anestesi lokal
2. Lakukan injeksi yang tidak menimbulkan trauma.
3. Lakukan evaluasi medis yang adekuat pada pasien sebelum pemberian
obat.
2.3.11. Pengelupasan jaringan
Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan
beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril (gambar 12).
Penyebab deskuamasi epitel, antara lain aplikasi anestesi topikal pada gusi yang
terlalu lama, sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan dan adanya reaksi pada
area anestesi topikal. Penyebab abses steril, antara lain iskemia sekunder akibat
penggunaan lokal anestesi dengan vasokonstriktor, biasanya terjadi pada palatum
keras.4
Gambar 14: Pengelupasan jaringan.5
Untuk pencegahannya adalah penggunaan anestesi topikal dimana larutan
berkontak dengan mukosa membran selama 1-2 menit untuk memaksimalkan
efektifitas dan meminimalkan toksisitas, dan jangan menggunakan larutan dengan
vasokonstriktor yang terlalu pekat.4
33
2.3.12. Lesi intraoral setelah anestesi
Pasien sering melaporkan setelah 2 hari diberikan anastesi lokal timbul
ulserasi pada mulut mereka terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya adalah
nyeri. RAS atau herpes simpleks dapat terjadi setelah anestesi lokal (gambar 13).
Rekuren Aftosa Stomatitis merupakan penyakit yang paling sering terutama
berkembang pada gingiva yg tidak cekat dengan tulang seperti vestibulum bukal.
Penyebab lesi intraoral ini belum diketahui, ulser tidak dapat dicegah dan
perawatannya simptomatik. Trauma pada jaringan oleh dapat disebabkan oleh jarum,
larutan anestesi lokal atau peralatan lain (penjepit rubber dam dan handpiece), oleh
karena itu dibutuhkan penanganan jaringan yang hati-hati.4,15
Gambar 15: Herpes simpleks dan stomatisis aftosa rekuren.4
2.4 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh sebagai akibat
stimulus yang ditangkap panca indera. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami
maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan domain
kognitif yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan.25
Pengetahuan merupakan mempunyai tingkatan, yaitu :26
a. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
34
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap
suatu rangsangan tertentu. Oleh karena itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang ‘tahu’ tentang apa
yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya.
b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai
penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
d. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai
dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya
dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori yang telah ada.
f. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat
membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
35
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat
disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.26
2.4.1 Kriteria Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan
menggunakan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:27
a. Baik : Hasil persentase 76% - 100%
b. Cukup : Hasil persentase 56% - 75%
c. Kurang : Hasil persentase <56%
36
2.5 Kerangka Teori
Anestesi Lokal
Komplikasi Anestesi
Mekanisme Anestesi Lokal
Komplikasi Lokal
Penggolongan anestesi lokal
Komposisi anestesi lokal
Armamentarium
Tipe Anestesi
Kerusakan Jarum
Parestesi
Paralisis Wajah
Trismus
Luka Pada Jaringan
Hematoma
Nyeri Saat Penyuntikan
Rasa Terbakar Saat Penyuntikan
Infeksi
Edema
Pengelupasan Pada Jaringan
Lesi Intraoral Setelah Anestesi
Pencegahan
37
2.6 Kerangka Konsep
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa
Kepaniteraan Klinik
Departemen Bedah Mulut
FKG USU
Pencegahan Komplikasi Lokal
pada penggunaan anestesi lokal
Download