bab ii kajian pustaka, konsep dan landasan teori

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI
Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian
sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi
tentang penelitian – penelitian apa saja yang sangat membantu dan menolong
peneliti dalam menganalisis. Dalam konsep peneliti akan memaparkan hal – hal
yang berkaitan dengan judul penelitian seperti roman, unsur intrinsik, tema, alur
dan sebagainya. Sedangkan dalam landasan teori peneliti memaparkan teori yang
digunakan peneliti dalam menganalisis Roman Kisah Tiga Kerajaan.
2.1
Kajian Pustaka
Penelitian tentang tema dalam novel sudah pernah diteliti. Berikut ini
penulis
akan
memaparkan
mengenai
penelitian-penelitian
yang
pernah
menganalisis tema dalam sebuah roman. Berikut ini akan dipaparkan mengenai
penelitian peneliti sebelumnya.
Penelitian tentang unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra sudah banyak
dilakukan, salah satunya adalah Buhari Imran, dengan judul skripsi “Para Priyayi
Analisis Struktural, 2001”. Penelitian tersebut meneliti tentang unsur-unsur
intrinsik yaitu tokoh, tema, latar, alur, dan sudut pandang dalam novel para
priyayi, serta keterkaitan antar unsur yang menbangun sebuah novel. Penelitian ini
membantu penulis dalam menganalisis unsur intrinsik dalam roman Sam Kok
Kisah Tiga Kerajaan. Sedangkan penulis sendiri membahas tentang unsur
Universitas Sumatera Utara
intrinsik dalam roman Sam Kok Kisah Tiga Kerajaan yang ditinjau berdasarkan
pendekatan intrinsik.
Irwan, B dengan judul skripsi “Analisis Tokoh Utama Dalam Novel
Dengarlah Nyanyian Angin Karya Haruki Murakami Pendekatan Struktural,
2010”. Penelitian tersebut meneliti tentang tokoh utama dengan pendekatan
struktural. Melalui pendekatan struktural, Irwan B menganalisis tokoh utama
dengan menghubungkan unsur-unsur intrinsik yang membangun dalam sebuah
novel, yaitu hubungan tokoh utama dengan latar, hubungan tokoh utama dengan
alur, dan hubungan tokoh utama dengan tokoh lain. Penelitian ini sangat
membantu penulis untuk melihat bagaimana menganalisis tema berdasarkan
pendekatan intrinsik dalam roman Sam Kok Kisah Tiga Kerajaan
2.2.
Konsep
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa konsep,yaitu:
1. Roman
2. Unsur intrinsik roman
a. Tema
b. Alur
c. Latar (setting)
d. Penokohan
e. Sudut pandang
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.
Roman
Roman adalah sebuah karya gambaran dunia yang di ciptakan oleh
pengarangnya, yang di dalamnya menampilkan keseluruhan hidup suatu tokoh
beserta
permasalahannya,
terutama
dalam hubungan
dengan
kehidupan
sosialnya. Roman menggambarkan kronik kehidupan yang lebih luas yang
biasanya melukiskan peristiwa dari masa kanak – kanak sampai dewasa dan
meninggal dunia, serta menggambarkan tentang tokoh dan peristiwa – peristiwa
yang hebat, mengagumkan bahkan peristiwa – peristiwa yang mengerikan dan
menyeramkan. Jadi cerita tentang roman cakupannya lebih luas karena rentang
cerita dari lahir hingga tiada.
2.2.2 Unsur intrinsik roman
Dalam mengkaji suatu karya sastra, kita tidak akan bisa lepas dari
apa yang membangun suatu karya sastra itu sendiri, yaitu unsur ektrinsik
dan unsur intrinsik . unsur intrinsik dalam suatu karya sastra, dalam hal ini
adalah roman, yaitu unsur –unsur yang terdapat di dalam karya sastra itu
sendiri yang akan di temukan oleh para pembaca seperti tema, alur, tokoh
dan penokohan, gaya
bahasa, sudut
pandang, dan
latar, sedangkan unsur
ektrinsik sendiri adalah unsur yang mempengaruhi karya sastra namun tidak
menjadi bagian di dalamnya
biografi
pengarang, keadaan politik, dan
ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra
adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks
karya sastra itu sendiri. Di bawah ini dipaparkan unsur-unsur yang membangun
novel beserta pengertiannya masing-masing.
2.2.2.1 Tema (Theme)
Tema adalah Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya
sastra. Atau gampangnya, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu
yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita.
Tema juga merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Oleh karena itu, tema
menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal
bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi
tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Sumardjo dan Saini
K.M (1991:56) mengatakan tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam
menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu
pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah
kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap
kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide
pengarang tersebut.
Dalam roman Sam Kok mengisahkan mengenai perebutan kekuasaan,nilai
persaudaraan, kejujuran, kesetiaan, pengabdian bertempur dengan penghianatan,
ambisi, dan intrik yang saling tikam demi meraih kekuasaan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah membaca keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
tema utama roman ini adalah bagaimana perjuangan seorang prajurit
memperjuangkan kerajaannya.
2.2.2.2 Tokoh (Character)
Salah satu unsur intrinsik yang mendukung keberhasilan karya sastra naratif
adalah tokoh dan penokohan. Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang
yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita.
Setiap tokoh dalam sebuah cerita pasti akan memiliki watak tertentu. Watak
adalah sifat yang dimiliki oleh seseorang. Cara mengetahui watak dapat dilihat
dari berbagai segi di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Ucapan
b. Sikap
c. Tingkah laku
d. Jalan pikiran
e. Cara berpakaian
Maka apa yang diucapkannya, apa yang diperbuatnya, apa yang
dipikirkannya, serta apa yang dirasakannya harus betul-betul menunjang
penggambaran watak dari tokoh tersebut.
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. Setiap tokoh mempunyai karakter sendiri untuk
membedakannya dngan tokoh lain. Karakter atau waktu merujuk kepada sifat dan
Universitas Sumatera Utara
sikap para tokoh, serta kualitas pribadinya. Menurut Nurgiyantoro (dalam Imran,
2001:14) mengatakan bahwa,
“Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah
cerita sehingga sanggup memberi gambaran yang jelas kepada pembaca.
Penokohan sekaligus menyarankan pada teknik perwujudan dan
pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.”
Banyak tokoh yang hadir dalam roman Sam Kok ini dengan perannya masingmasing, tetapi hanya beberapa tokoh saja yang dibahas.
2.2.2.3 Alur (plot)
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita yang
dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang
dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2010:83). Secara
garis besar, sebuah novel beralur maju, tetapi di dalamnya sering terdapat adegan
sorot balik, demikian juga sebaliknya. Untuk menentukan pengkategorian alur
sebuah fiksi, hendaknya dilihat penggunaan alur yang lebih dominan.
Pada dasarnya alur dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu alur maju dan alur
mundur. Alur maju sering juga disebut alur biasa. Disebut alur maju apabila suatu
cerita mengikuti urutan-urutan situation, generating circumstance, rising action,
climax, dan denoument. Namun bukan berarti bahwa suatu cerita harus disusun
menurut urutan peristiwa seperti di atas, karena ini hanya merupakan penjelasan
unsur – unsur yang membangun alur tersebut. Loban dkk. (Aminuddin, 2010:85)
mengemukakan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“pengarang mengawali cerita dengan berangkat dari suatu paparan
peristiwa yang menegangkan dan menyita perhatian pembaca karena
adanya sesuatu yang mengundang tanda tanya yang biasa diistilahkan
dengan suspens. Dari suspens pengarang memasuki tahapan eksposisi
dan mengembangkan isi ceritanya, setelah itu menanjak ke klimaks
hingga menuju ke penyelesaian”.
Pertukaran atau perpindahan posisi tersebut berguna untuk bagian-bagian
tertentu, seperti ketakterdugaan, keterkejutan, dan kelogisan cerita. Bagaimana
cerita itu disusun tergantung kepada fantasi pengarangnya. Sedangkan pengertian
alur mundur apabila cerita tidak mengikuti konsep urutan-urutan di atas. Alur
mundur dapat diketahui apabila pengarang memulai suatu cerita yang
menegangkan atau klimaks kemudian diceritakan penyebab konflik tersebut.
Dalam membangun alur, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan
agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah:
1. Faktor kebolehjadian. Maksudnya, peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya
tidak selalu realistik tetapi masuk akal.
2. Faktor kejutan. Maksudnya, peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat
secara langsung ditebak / dikenali oleh pembaca.
3. Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara
kebetulan terjadi.
Alur yang terdapat dalam roman Sam Kok adalah alur biasa atau alur maju
yang mengikuti urutan-urutan situation, generating circumstance, rising action,
climax, dan denoument.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.4 Latar (Setting)
Setting diterjemahkan sebagai latar cerita. Setting adalah latar peristiwa
dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki
fungsi fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 2010:67). Hudson (dalam
Siswanto, 1988: 150) membagi setting atas setting sosial dan setting fisik. Setting
sosial menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan
sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa.
Setting fisik mengacu pada wujud fisikal, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.
Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas, penulis fokus membahas latar
tempat yang terdapat dalam roman Sam Kok, yaitu Shandong, Jinan, Shanghai,
Yenan, dan Beijing.
2.2.2.5 Sudut pandang (Point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita
dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, Sumardjo dan
Saini K.M (1991:83) mengemukakan empat macam point of view yang asasi yang
penulis akan menguraikannya secara singkat:
1. Omniscient point of view (sudut penglihatan yang berkuasa). Di sini si
pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya. Ia bisa
menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya
sehingga mencapai efek yang diinginkannya. Ia bisa keluar-masukkan
para tokohnya. Ia bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, jalan pikiran
para pelaku cerita.
Universitas Sumatera Utara
2. Objective point of view. Dalam teknik ini pengarang bekerja seperti dalam
teknik omniscient, hanya pengarang sama sekali tidak memberi komentar
apa pun. Pembaca hanya disuguhi “pandangan mata”. Pengarang hanya
menceritakan apa yang terjadi, seperti penonton melihat pementasan
sandiwara. Pengarang sama sekali tidak masuk ke dalam pikiran para
pelaku.
3. Point of view orang pertama. Teknik inilah yang kebanyakan kita jumpai
dalam cerpen Indonesia. Gaya ini bercerita dengan sudut pandangan “aku”.
Jadi, seperti orang menceritakan pengalamannya sendiri saja.
4. Point of view peninjau. Dalam teknik ini pengarang memilih salah satu
tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian cerita diikuti bersama tokoh
ini.
Penjelasan di atas jelas terlihat bahwa sudut pandang yang digunakan
dalam roman Sam Kok adalah sudut pandang Omniscient point of view yaitu
pengarang bertindak sebagai pengarang cerita, bahkan pengarang juga
menuturkan tentang perilaku dan karakter, seolah-seoalah berkomunikasi
langsung dengan pembaca.
2.3 Landasan Teori
Tema merupakan ide dalam sebuah cerita. Tema dapat tergambar melalui
dialog-dialog tokoh-tokohnya, jalan pikirannya, perasaannya, kejadian-kejadian,
setting cerita untuk mempertegas atau menyarankan isi temanya. Tokoh adalah
pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu
Universitas Sumatera Utara
mampu menjalin suatu cerita. Selain itu alur juga unsur intrinsik yang
membangun sebuah karya sastra. Alur merupakan suatu kejadian yang dapat
menggerakkan sebuah cerita. Unsur-unsur alur senantiasa berpusat pada konflik.
Dengan adanya alur, pembaca dibawa ke dalam suatu keadaan yang menegangkan.
Kekuatan sebuah karya sastra seperti novel terletak dalam hal bagaimana seorang
pengarang membawa pembacanya mengikuti timbulnya konflik, memuncaknya
konflik, dan berakhirnya konflik. Latar dalam sebuah novel tidak hanya sekedar
menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya. Dalam sebuah karya sastra
yang baik, latar harus benar-benar mutlak untuk menggarap tema dan karakter
cerita. Dari latar wilayah tertentu harus menghasilkan perwatakan tokoh tertentu
dan tema tertentu. Sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya
sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Gaya
bahasa merupakan cara khas pengungkapan seseorang.
Dalam penelitian ini untuk menganalisis tema dalam roman Sam Kok
peneliti menggunakan teori struktural yang diungkapkan oleh Teeuw. Penelitian
ini menerapkan pendekatan intrinsik dengan teori struktural. Teeuw (1988: 135)
mengatakan struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,
seteliti, semenditel dan mendalam antar keterkaitan dan keterjalinan aspek karya
sastra yang bersama – sama menghasilkan makna menyeluruh. Jadi analisis ini
mengkaji, mengidentifikasi dan mendeskripsikan hubungan tema, tokoh, alur,
latar, dan sudut pandang. Masalah struktur karya sastra dibicarakan dalam rangka
pembahasan tragedi, khususnya dalam pasal – pasal mengenai plot. Menurut
pandangan Aristoteles dalam tragedi tindakan, bukan watak yang terpenting. Efek
Universitas Sumatera Utara
tragedi dihasilkan oleh aksi plotnya, dan untuk menghasilkan efek yang baik plot
harus mempunyai keseluruhan. Untuk itu harus dipenuhi empat syarat utama,
yang dalam terjemahan Inggris disebut order, amplititude, atau complexity, unity
and connection atau coherence. Order berarti urutan dan aturan: urutan aksi harus
teratur, harus menunjukkan konsekuensi dan konsistensi yang masuk akal;
terutama harus ada awal, pertengahan dan akhir yang tidak sembarangan.
Amplitude berarti bahwa luasnya ruang lingkup dan kekomplekan karya harus
cukup untuk memungkinkan perkembangan peristiwa yang msuk akal. unity
berarti bahwa semua unsur dalam plot harus ada. Connection atau coherence
berarti bahwa sastrawan tidak bertugas untuk menyebut hal – hal yang sungguh –
sungguh terjadi, tetapi hal – hal yang mungkin atau harus terjadi dalam rangka
keseluruhan plot itu. Justru hal ini merupakan perbedaan hakiki antara sastrawan
dan sejarawan; sejarawan menceritakan yang terjadi, sedangkan sastrawan
menceritakan peristiwa atau kejadian yang masuk akal atau harus terjadi,
berdasarkan tuntutan konsekuensi dan logika ceritanya.
2.3.1
Teori Struktural (Objektif)
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian
kepada sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur
yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarang, maupun
pembaca. Wellek dan Werren dalam Wiyatmi (2006:87) menyebutkan pendekatan
ini sebagai pendekatan intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan,
koherensi, dan kebenaran sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Dalam meneliti sebuah karya sastra diperlukan pendekatan, dalam
penulisan ini digunakan pendekatan struktural. Jika peneliti sastra ingin
mengetahui sebuah makna dalam sebuah karya sastra peneliti harus menganalisis
aspek yang membangun karya tersebut dan menghubungkan dengan aspek lain
sehingga makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra mampu dipahami
dengan baik. Pendekatan sturuktural melihat karya sastra sebagai satu kesatuan
makna secara keseluruhan.
Menurut Teeuw (1984:135), pendekatan struktural mencoba menguraikan
keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan
struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Pendekatan
struktural membongkar seluruh isi (unsur-unsur intrinsik di dalam novel) dan
menghubungkan relevansinya antara unsur-unsur di dalamnya.
Teori struktural sastra merupakan sebuah teori untuk mendekati teks-teks
sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Struktural
sastra mengupayakan adanya suatu dasar yang ilmiah bagi teori sastra, seperti
halnya disiplin-disiplin ilmu lainnya. Teeuw mengungkapkan, asumsi dasar
struktural adalah teks sastra merupakan keseluruhan, kesatuan yang bulat dan
mempunyai koherensi batiniah (2011:46). Struktural secara khusus mengacu pada
praktik kritik sastra yang model analisisnya didasarkan pada teori linguistik
modern, yang pendekatannya selalu pada unsur intrinsik (struktur kesusastraan)
dan menganggap teks sastra adalah yang otonom.
Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan
secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin tentang keterkaitan dan
Universitas Sumatera Utara
hubungan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna menyeluruh. Analisis struktural merupakan satu langkah, satu sarana atau
alat dalam proses pemberian makna dan dalam usaha ilmiah untuk memahami
proses dengan cara sesempurna mungkin. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
peneliti menggunakan analisis struktural sehingga mampu mengungkapkan
Roman Kisah Tiga Kerajaan secara detail dan sesempurna mungkin agar bisa
menyampaikan keinginan dari penulis tersebut kepada khalayak ramai.
Universitas Sumatera Utara
Download