KARAKTERISTIK DAUN DAN RENDEMEN MINYAK ATSIRI

advertisement
Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 No. 4, Desember 2013: 235-241
ISSN: 0216-4329 Terakreditasi
No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012
KARAKTERISTIK DAUN DAN RENDEMEN MINYAK ATSIRI
LIMA JENIS TUMBUHAN KAYU PUTIH
(Characteristicsof Leaf and Essential Oil Yield of Five Cajuput Tree Species)
Ary Widiyanto & Mohamad Siarudin
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry
Jl. Raya Ciamis-Banjar Km. 4, Ciamis 46201
E-mail: [email protected]
Diterima 11 Januari 2013, disetujui 28 Oktober 2013
ABSTRACT
Leavessignifies as the most important part of cajuput-oil-producing tree species from which the corresponding oil is
extracted. Dimensionof leaf vary among different genus and even among different trees within the same genus as well as
within the same species. In relevant, this research aimed to look into the characteristics of the leaf and essential oil yield of
the five cajuput-oil-producing tree species. Those investigated species consisted of Melaleuca viridiflora (red-flowered
trees), M. viridiflora (white-flowered trees), M. cajuputi, Asteromyrtus brasii and A. symphiocarpa, which
altogether indigenously grew at Wasur National Park, in Merauke (Papua). From those five species, approximately 6 kg
of fresh leaf was taken and prepared for the steam-distillation process to extract their cajuput oil. In total, there were about
120 pieces of leaves as sampled that represented the dimension of all those five species. Results shows that the leaves of M.
viridiflora exhibited the biggest dimension (length and width), while those of consecutively M. cajuputi has the smallest
length and A. brasii had the smallest width. Leaves of A. symphiocarpa afforded the biggest oil yield (1,43 %) and
Melaleuca viridiflora (red-flowered trees) had the smallest oil yield (<0,1 %).
Keywords: Cajuput-oil-producing tree species, leaf dimension, steam destillation, oil yield
ABSTRAK
Daun merupakan bagian yang paling penting dari pohon penghasil minyak kayu putih. Dimensi daun
bervariasi antar genus, antar pohon dalam genus yang sama serta antar pohon dalam jenis yang sama.
Sehubungan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mencermati karakteristik ukuran daun dan
rendemen minyak atsiri serta melihat kemungkinan hubungan antara dimensi daun dan hasil
minyak.Spesies yang diteliti terdiri dari Melaleuca viridiflora (pohon bunga merah), M. viridiflora (pohon
bunga putih), M. cajuputi, Asteromyrtus brasii dan A. symphiocarpa, yang tumbuh alami di Taman Nasional
Wasur, Merauke (Papua). Dari lima jenis, sekitar 6 kg daun segar diambil dan disiapkan untuk proses
destilasi uap. Secara total, ada sekitar 120 lembar daun sebagai sampel yang mewakili dimensi lima jenis
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jenis M. viridiflora (bunga putih) memiliki rata-rata
dimensi (panjang dan lebar) daun terbesar, sedangkan jenis M. cajuputi memiliki rata-rata panjang
daun terkecil dan jenis A. brasii memiliki rata-rata lebar daun terkecil. Jenis A. symphiocarpa memiliki
rendemen terbesar yaitu 1,43 %, sedangkan sedangkan jenis M. viridiflora (bunga merah) memiliki nilai
rendemen terendah yaitu sebesar <0,1 %.
Kata kunci : Pohon penghasil minyak kayu putih, dimensi daun, distilasi uap, hasil minyak
235
Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 No. 4, Desember 2013: 235-241
I. PENDAHULUAN
Minyak atsiri adalah salah satu hasil biosintesis
lanjutan (metabolisme) terhadap hasil utama proses
fotosintesis daun. Proses metabolisme tersebut
bisa berlangsung diseluruh bagian jaringan
tanaman seperti akar, batang, kulit, daun, bunga,
buah atau biji. Minyak atsiri dalam tanaman
memiliki peran fisiologis diantaranya adalah
pertahanan, penangkis serangan eksternal seperti
organisme perusak dan penetralisir racun. Sifat
minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah
menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir,
berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang
menghasilkannya, dan umumnya larut dalam
pelarut organik (Lutony dan Rahmayati 1994).
Konsumsi minyak atsiri beserta turunannya di
seluruh dunia meningkat sekitar 8-10%, termasuk
di Indonesia, India, Thailand, dan Haiti (Untung,
2009). Kenaikan itu disebabkan karena
masyarakat sudah mulai menyadari akan
pentingnya minyak atsiri untuk industri parfum,
kosmetik, dan kesehatan. Selain itu pola pikir
masyarakat yang sudah mulai berubah dari
mengkonsumsi bahan-bahan senyawa sintetik ke
bahan alami, sehingga turut menjadikan
permintaan minyak atsiri meningkat. Salah satu
jenis minyak atsiri yang paling banyak dikonsumsi
dalam negeri dan memiliki nilai ekonomi yang
tinggi adalah minyak kayu putih. Minyak kayu
putih memiliki banyak manfaat, diantaranya
sebagai obat gatal, pusing, mual, serta sebagai
penghangat badan (Kartikasari, 2007).
Bagian pohon yang paling berpotensi
menghasilkan minyak kayu putih adalah daun.
Daun yang sudah dipanen (diunduh), kemudian
disuling untuk mendapatkan minyak kayu putih.
Core (1955) dalam Sunanto (2003) menyebutkan
bahwa tanaman kayu putih termasuk jenis
tumbuhan kormus karena tubuhnya secara
nyata memperlihatkan diferensiasi dalam tiga
bagian pokok, yaitu akar (radix), batang (caulis),
dan daun (folium). Daun kayu putih dikatakan
sebagai daun tidak lengkap karena hanya terdiri
dari atas dua bagian, yaitu tangkai daun (petiolus)
dan helaian daun ( lamina ). Tangkai daun
merupakan bagian daun yang mendukung
helaian daun dan bertugas untuk menempatkan
helaian daun pada posisi sedemikian rupa
sehingga dapat memperoleh cahaya matahari
dengan intensitas sebanyak-banyaknya. Tangkai
236
daun berbentuk bulat kecil dan terdapat rambut
(bulu-bulu) halus pada permukaannya. Panjang
tangkai daun bervariasi. Helaian daun tumbuh
pada tiap cabang tanaman secara selang seling,
pada satu tangkai daun terdapat lebih dari
satu helai daun. Jenis ini termasuk jenis daun
majemuk.
Batang pohon kayu putih memiliki sistem
percabangan dimana tiap cabang memiliki banyak
daun. Helaian daun kayu putih berwarna hijau
muda pada daun dari pohon berumur muda, dan
hijau tua pada daun asal pohon berumur tua
karena lebih banyak mengandung zat warna hijau
(klorofil). Daun memiliki tulang daun dalam
jumlah yang bervariasi antara 3-5 buah, tepi daun
rata (integer), dan permukaan daun dilapisi oleh
bulu-bulu halus, terutama pada daun muda. Daun
kayu putih mengandung cairan yang disebut sineol.
Jika daun diremas, cairan ini akan mengeluarkan
bau (aroma) yang khas. Cairan inilah yang nantinya
diproses untuk menjadi minyak kayu putih. Selain
sineol, daun kayu putih juga mengandung
komponen lain, misalnya terpineol, pinena dan air.
Sebaran dan potensi tanaman kayu putih di
Indonesia cukup besar mulai dari daerah Maluku,
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Bali
dan Papua yang tumbuh berupa hutan alam kayu
putih. Sementara itu, pohon yang berada di Jawa
Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat berupa hutan
tanaman kayu putih (Mulyadi 2005). Dua jenis
pohon penghasil minyak yang paling banyak
digunakan dalam industri minyak kayu putih
adalah jenis Melaleuca cajuputi dan M. leucadendron.
Selain itu, terdapat banyak jenis-jenis lain yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan
baku industri minyak tersebut.
Di Papua, ada beberapa jenis tumbuhan
dimana daunnya berpotensi sebagai penghasil
minyak kayu putih yang belum banyak
terpublikasikan diantaranya M. viridiflora,
Asteromyrtus brascii dan M. sympiocarpa (sekarang
menjadi A. symphiocarpa). Daun suatu tumbuhan
secara umum berperan antara lain mengadsorpsi
sinar matahari pada intensitas dan panjang
gelombang tertentu, menyerap gas asam arang
(CO2), dari udara dan menampung air (H2O) yang
disalurkan dari akar melalui batang, cabang dan
ranting. Dengan bantuan sinar matahari tersebut
di daun terjadi reaksi (proses) fotosintesis antara
CO2 dan H2O menghasilkan produk utama (gula
sederhana).
Karakteristik Daun dan Rendemen Minyak Atsiri Lima Jenis Tumbuhan Kayu Putih (Ary Widiyanto & Mohamad Siarudin)
Lebih lanjut melalui proses metabolisme
rumit/kompleks, produk fotosintesis tersebut di
daun (dan bagian lain pohon) melalui reaksi
komplek dengan unsur-unsur mineral, pupuk
organik dan sebagainya dibentuk produk lanjutan
metabolisme antara lain adalah minyak atsiri
(termasuk minyak kayu putih). Ukuran daun
(panjang, lebar dan luas) diindikasikan
mempengaruhi kemampuan mengasilkan minyak
atsiri tersebut.
Terkait dengan segala uraian, telah dilakukan
penelitian untuk mencermati karakteristik ukuran
daun dan rendemen minyak dari daun asal lima
jenis pohon kayu putih asal Papua, yaitu jenis
Melaleuca cajuputi, Melaleuca viridiflora bunga merah,
Melaleuca viridiflora bunga putih, Asteromyrtus brasii,
dan Asteromyrtus symphiocarpa. Diharapkan
penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam
pemilihan jenis penghasil minyak kayu putih yang
akan dikembangkan lebih lanjut, khususnya di
Taman Nasional Wasur, Merauke, Papua.
pancang, tiang hingga tingkat pohon. Dari
masing-masing tingkat pada setiap jenis pohon
diambil daun (keadaan segar) secara acak
sedemikian rupa hingga banyaknya daun yang
terkumpul dari masing-masing tingkat mencapai
berat kira-kira 6 kg. Sebelum daun tersebut
disuling, dari masing-masing pohon kayu putih
diambil sekitar 20 lembar daun secara acak pula
yang mewakili berbagai ukuran visual daun dari
yang terkecil hingga terbesar. Dari setiap lembar
daun terpilih (terambil) tersebut selanjutnya
diukur panjang dan lebarnya dengan cara
mengukur sisi terpanjang dan terlebarnya
(Gambar 1).
II. METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Pengambilan daun dari pohon kayu putih
dilakukan di Distrik Sota dan Merauke, wilayah
Taman Nasional Wasur, Merauke, Papua.
Penyulingan dan penghitungan rendemen
dilakukan di Laboratorium Hasil Hutan Non
Kayu (HHNK), Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
(UGM), Yogyakarta.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Sebagai bahan utama dalam penelitian ini
adalah daun dari M. viridiflora (bunga merah), M.
viridiflora (bunga putih), M. cajuputi, A . brasii dan
A. symphiocarpa. Peralatan yang digunakan antara
lain timbangan digital berkapasitas 5 kg,
timbangan analitik berkapasitas 500 gr, unit peralatan penyulingan minyak kayu putih sistem
kukus, dan mistar.
C. Prosedur Pengumpulan Daun, Penyulingan Minyak Kayu Putih dan Analisis Data
Daun untuk keperluan penyulingan berasal
darilima jenis pohon kayu putih mulai dari tingkat
Gambar 1. Cara pengukuran daun, pada
dimensi terpanjang (P) dan
dimensi terlebar (L)
Figure 1. Method of leaf-size measurement,at
the longest dimension axially (P)
and at widest dimension laterally
(L)
Penyulingan dilaksanakan menggunakan
se perangkat alat laboratorium deng an
menerapkan metode uap (steam distillation) yang
berkapasitas 6 kg daun per batch. Pada perangkat
alat tersebut terdapat antara lain rak tempat bahan
yang akan disuling, ketel perebusan, dan alat
pendingin/pengembun uap (condenser). Daun kayu
putih (yang telah diketahui beratnya 6 kg)
237
Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 No. 4, Desember 2013: 235-241
diletakkan di atas rak dalam ketel dan ketel
perebusan diisi air yang kemudian dipanaskan
menggunakan api dari tungku.
Bersamaan dengan itu, ketel ditutup rapat agar
uap air yang terbentuk dan bahan volatile (minyak
kayu putih) yang menguap tidak keluar dan
kemudian disalurkan ke condenser. Uap air dan uap
minyak kayu putih yang mengembun di dalam
pipa condenser selanjutnya ditampung dalam labu
penampung. Penyulingan secara batch tersebut
berlangsung selama 4-5 jam. Berat jenis minyak
kayu putih lebih rendah daripada air, maka dalam
Rendemen =
labu penampung minyak kayu putih hasil
pengembunan (kondensasi) terletak di bagian
atas.Selanjutnya minyak kayu putih ditimbang
guna menentukan rendemen minyak.Penentuan
rendemen tersebut merupakan rata-rata
penyulingan secara batchdengan ulangan sebanyak
2 kali.
Rendemen tersebut menunjukkan banyaknya
minyak yang dihasilkan dari penyulingan daun
kayu putih dalam jumlah (besar tertentu)dan
biasanya dinyatakan dalam persentasi (%) dengan
rumus :
Berat minyak kayu putih yang diperoleh (output)
x 100%
Berat daun kayu putih segar (input)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Variasi Ukuran Daun Kayu Putih
Daun kayu putih menunjukan variasi ukuran
(dimensi) yang besar dalam jenis yang sama. Daun
darigenus Melaleuca memiliki bentuk yang
cenderung membulat dan agak tebal, sedangkan
dari genus Asteromyrtus cenderung lebih tipis,
sempit dan memanjang(Gambar 2).
A
B
C
D
E
Gambar 2. Variasi ukuran daun pohon kayu putih jenis M.viridiflora (bunga merah) (A), M. viridiflora (bunga
putih) (B), M. cajuputi (C), A. brasii (D) dan A. symphiocarpa. (E)
Figure 2. Variation in visual size of cajuput tree leaves of M. viridiflora (red flower) (A), M. viridiflora (white
flower) (B), M. cajuputi (C), A. brasii (D) and A. symphiocarpa (E)
238
Karakteristik Daun dan Rendemen Minyak Atsiri Lima Jenis Tumbuhan Kayu Putih (Ary Widiyanto & Mohamad Siarudin)
Berdasarkan pengukuran panjang daun, diketahui bahwa M. viridiflora (bunga putih) menunjukan rata-rata panjang daun terbesar (10,02 cm),
sedangkan M. cajuputi memiliki rata-rata panjang
daun terkecil (4,78 cm). Kisaran panjang daun dan
rata-rata panjang daun untuk ke 5 jenis pohon
kayu putih disajikan pada Gambar 3.
A. brasii
Dari pengukuran lebar daun, diketahui bahwa
M. viridiflora (bunga putih) memiliki rata-rata lebar
daun terbesar (3,66 cm), sedangkan A.brasii
memiliki rata-rata lebar daun terkecil (1,11 cm).
Kisaran lebar daun dan rata-rata lebar daun untuk
kelima jenis pohon kayu putih disajikan pada
Gambar 4.
A.
symphiocarpc
M. viridiflora M. viridiflora
(bunga
(bunga
putih)
merah)
M. cajuputi
Gambar 3. Kisaran panjang daun lima jenis kayu putih
Figure 3.Variationin length of the leaves from fivecajuput tree species
A. brasii
A.
symphiocarpc
M. viridiflora M. viridiflora
(bunga
(bunga
putih)
merah)
M. cajuputi
Gambar 4. Kisaran lebar daun lima jenis kayu putih
Figure 4. Variationin width of the leaves from five cajuput tree species
239
Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 No. 4, Desember 2013: 235-241
B. Rendemen Minyak Kayu Putih
Tabel 1 menunjukkan jumlah minyak yang
dihasilkan, rendemen, rata-rata panjang daun dan
lebar daun yang disuling untuk masing-masing
jenis kayu putih.
Dari parameter pengujian berat jenis yang
dilakukan, jenis M. cajuputi dan A. symphyocarpa
memiliki kualitas yang memenuhi standar kualitas
minyak kayu putih berdasarkan SNI 06-39542006. Berdasarkan SNI tersebut, kayu putih
dikatakan bermutu jika memiliki berat jenis yang
diukur pada suhu 20oC sebesar 0,90 - 0,93 (Tabel
1). Sama halnya jika mengacu pada standar EOA
(essential oil association of USA), yang mensyaratkan
berat jenis minyak kayu putih pada kisaran 0,9080,925.
Jenis A. symphiocarpa memiliki nilai rendemen
tertinggi yaitu sebesar 1.43 %, sedangkan jenis M.
viridiflora (bunga merah) memiliki nilai rendemen
terendah yaitu sebesar <0,1 %. Perbandingan
rendemen minyak hasil percobaan penyulingan
daun asal 2 jenis pohon tersebut (Tabel 1) dengan
nilai rendemen hasil penyulingan beberapa jenis
pohon kayu putih disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Karakteristik dimensi daun dan hasil penyulingan minyak asal lima jenis pohon kayu
putih
Table 1. Characteristic of leaf dimension and result of oil distillation fromfive species of
cajuput tree
Karakteristik daun/ Leaf
characteristic2)
Penyulingan minyak/Oil distillation1)
Jenis pohon kayu
putih/Cajuput tree
species
Banyaknya minyak yang
diproduksi /amount of oil
produced)
Rendemen/
Yield (%)
Berat
jenis/
specific
gravity
Rata-rata
panjang
daun/Leaf length
average (cm)
Rata-rata
lebar daun/
Leaf width
average (cm)
M. viridiflora (bunga merah)
2
Berat
(mg)
1.660
M. viridiflora (bunga putih)
16,5
13.827
0,23
0,838
9,80
3,53
A. brasii
M. cajuputi
34,5
57,4
30.981
53.669
0,51
0,89
0,898
0,935
5,81
5,62
1,11
1,42
A. symphiocarpa
91,2
86.001
1,43
0,943
4,78
1,18
Volume (ml)
< 0,1
0,830
10,02
3,66
Keterangan (Remarks) : 1. Rata-rata dari 2 ulangan (Average of 2 replication)
2. Rata-rata dari 20 lembar daun (Average of 20 leaves sheets)
Tabel 2. Nilai rendemen beberapa hasil percobaan penyulingan daun asal beberapa jenis
pohon kayu putih tertentu
Table 2. The yield of oil from the distillation trial of the leaves from several particular cajuput
tree species
Jenis pohon kayu putih/
Cajuput tree species
M. leucadendron
M. leucadendron
M. leucadendron
M. cajuputi
A. symphiocarpa
Keterangan (Remarks) : 1. Pabrik minyak kayu putih (PMKP) Jatimunggul, Perhutani (2011)
2. Khabibi (2011)
3. Arnita (2011)
240
Rendemen minyak/
Oil yield (%)
0,701)
1,142)
1,073)
0,89
1,43
Karakteristik Daun dan Rendemen Minyak Atsiri Lima Jenis Tumbuhan Kayu Putih (Ary Widiyanto & Mohamad Siarudin)
Berdasarkan data di atas, jenis A. symphiocarpa
(Tabel 1) memiliki rendemen minyak kayu putih
yang lebih tinggi dari nilai rendemen penyulingan
jenis daun asal pohon lain, meskipun hal ini juga
dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut
Guenther (1987) dalam Khabibi (2011), perlakuan
terhadap bahan baku penghasil minyak atsiri, jenis
alat penyulingan, perlakuan minyak atsiri setelah
ekstraksi, pengemasan dan penyimpanan bahan
ataupun produk berpengaruh terhadap hasil
penyulingan minyak atsiri (termasuk rendemen
dan mutu minyak). Nurdjannah (2006)
menyatakan selain faktor-faktor tersebut juga
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
rendemen dan mutu minyak kayu putih, diantaranya cara penyulingan, lingkungan tempat
tumbuh, waktu pemetikan bahan dan penanganan
bahan sebelum penyulingan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Jenis M. Viridiflora (bunga putih) memiliki rata-
rata dimensi (panjang dan lebar) daun terbesar,
sedangkan jenis M. Cajuputi memiliki rata-rata
panjang daun terkecil dan jenis A. brasii
memiliki rata-rata lebar daun terkecil.
2. Jenis A. Symphiocarpa memiliki rendemen
terbesar yaitu 1,43 %, sedangkan sedangkan
jenis M. viridiflora (bunga merah) memiliki nilai
rendemen terendah yaitu sebesar <0,1 %.
B. Saran
1. Perlu dilakukan pengukuran berat daun pada
kondisi kering oven serta penyulingan untuk
tiap dimensi daun dari masing-masing jenis,
karena dengan cara itu memungkinkan
penelaahan perbedaan rendemen minyak dari
daun asal jenis pohon kayu putih yang berbeda,
dimana perbedaan tersebut terciri pada
dimensi daun (panjang dan lebar) yang
terindikasi saling berbeda pula.
DAFTAR PUSTAKA
Arnita, P. 2011. Pengaruh varietas dan kerapatan
daun kayu putih (Melaleuca leucadendron
Linn.) dalam ketel terhadap rendemen dan
mutu minyak kayu putih. Skripsi
Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian
Bogor. Tidak dipublikasikan.
Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 063954-2006. Standar Mutu Minyak Kayu
Putih. Jakarta.
Lutony TL, Y. Rahmayati. 1994. Produksi dan
perdagangan minyak atsiri. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Kartikasari, D. 2007. Studi pengusahaan minyak
kayu putih ( Cajuput oil ) di PMKP
Jatimunggul, KPH Indramayu, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
Skripsi Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak
dipublikasikan.
Khabibi, J. 2011. Pengaruh penyimpanan daun
dan volume air penyulingan terhadap
rendemen dan mutu minyak kayu putih.
Skripsi Departemen Hasil Hutan Institut
Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan.
Mulyadi T. 2005. Studi pengelolaan kayu putih
Melaleuca leucadendron Linn. berbasis
ekosistem di BDH Karangmojo, Gunung
Kidul, Yogyakarta. Thesis Program
Pascasarjana S2 Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Tidak diterbitkan.
Nurdjannah N. 2006. Minyak Ylang-ylang dalam
aromaterapi dan prospek pengembangannya di Indonesia. Di dalam: Prosiding
Konferensi Nasional Minyak Atsiri 18-20
September 2006 . Solo.
Sunanto H. 2003. Budi daya dan penyulingan kayu
putih. Yogyakarta: Kanisius.
Untung, O. 2009. Minyak Atsiri, Vol 07. PT
Trubus Swadaya. Jakarta
241
Download