II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi dan Ekologi Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus von Martens) Holthuis (1991) dan Merrich (1993) mengklasifikasikan lobster air tawar capit merah ke dalam philum Arthropoda, kelas Crustacea, ordo Decapoda, famili Parastacidae, genus Cherax dan spesies Cherax quadricarinatus von Martens. Hingga kini telah diketahui bahwa sekitar 27 species lobster air tawar berasal dari wilayah tropis Australia bagian utara yaitu daerah Queensland, 12 species terdapat di Irian Jaya dan 2 species di Papua Guinea (Sabar, 1975). Holthuis (1991) menyatakan bahwa lobster air tawar dapat hidup di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Sedangkan Frost (1975) menyatakan bahwa lobster air tawar di Australia hidup pada kedalaman 0,8-1,0 meter. Pada kedalaman kurang dari 0,8 meter menyebabkan kematian karena perubahan temperatur selama musim panas. Di Indonesia jenis udang ini belum banyak dikenal masyarakat umumnya, karena menurut Sabar (1975) genus Cherax di Indonesia masih hidup liar dan banyak ditemukan pada sungai-sungai di Irian Jaya. Lobster air tawar capit merah merupakan jenis udang hias air tawar yang mudah hidup dan berkembang biak secara baik di berbagai lingkungan seperti rawa-rawa, danau dan daerah aliran sungai yang berada di perairan Papua, terutama aliran air yang relatif dangkal, pada perairan tawar yang banyak terdapat "shelter" atau pelindung berupa kayu tumbang atau potongan pohon, bebatuan atau kerikil dan akar-akar tanaman dengan substrat dasar berupa pasir berlumpur (Dinas Perikanan dan Ilmu Kelautan Pemerintahan Provinsi Papua, 2003). Genus cherax merupakan udang air tawar yang memiliki capit merah yang besar dan kokoh serta rostrum picak berbentuk segitiga meruncing (Holdich dan Lowery, 1981). Tubuh lobster terdiri dari dua bagian yaitu kepala yang disebut chepalotorax dan badan atau perut yang disebut abdomen, seluruh tubuhnya ditutupi cangkang keras yang terbuat dari zat tanduk. Cangkang yang menutupi bagian kepala disebut karapas (carapace). Karapas berperan untuk melindungi organ rubuh seperti otak, insang, hati dan lambung (Holthuis, 1991). Lobster air tawar bersifat nocturnal serta dapat menggali tanah walaupun secara terbatas. Hewan ini termasuk ke dalam golongan hewan omnivora. Pakan nabati yang dapat dikonsumsinya berupa tanaman air sedangkan bahan hewani berupa moluska, larva serangga, cacing, Crustacea kecil dan amfibi (Goddard dalam Holdich dan Lowery, 1981). Selanjutnya Pillay (1990) menambahkan, lobster air tawar merupakan hewan omnivora, sebagian besar makanannya terdiri dari mikroba yang kaya akan detritus. Tanaman menjalar dan tumbuhan epiphytic merupakan makanan pokok yang sangat disukai. Bahan makanan hewan seperti cacing, larva insecta, mollusca dan zooplankton merupakan pakan yang sangat penting bagi juvenil lobster air tawar. 2.2. Pakan dan Pertumbuhan Pakan merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan dalam budidaya lobster air tawar, mengingat penyediaannya membutuhkan biaya yang besar khususnya dalam budidaya intensif dan semi intensif. Untuk mempercepat pertumbuhan lobster air tawar secara maksimal, pakan harus bermutu baik dan jumlahnya mencukupi. NRC (1993) menyatakan bahwa pakan harus mengandung nutrien (protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral) maupun energi yang diperlukan untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, reproduksi dan kesehatan lobster air tawar. Kekurangan pakan dapat menyebabkan penurunan kecepatan pertumbuhan maupun timbulnya penyakit lobster air tawar. Pada beberapa kasus, kelebihan pakan juga dapat menyebabkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Menurut Lovell (1988), protein adalah nutrien yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pengganti jaringan tubuh yang rusak, pertumbuhan jaringan dan menambah protein tubuh dalam proses pertumbuhan. Apabila ketersediaan protein dalam pakan tidak mencukupi maka laju pertumbuhan lobster air tawar akan berkurang, karena protein dalam tubuh akan dimanfaatkan untuk mempertahankan fungsi jaringan yang lebih penting. Dalam menyusun formulasi pakan perlu diperhatikan protein sebagai nutrien yang paling penting untuk menunjang pertumbuhan lobster. Pemberian protein di dalam pakan dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan lobster air tawar akan menghasilkan pertumbuhan yang baik. Pada umumnya protein yang berasal dari bahan hewani memiliki asam amino yang lebih baik kualitasnya, lebih lengkap dan lebih mudah dicerna oleh lobster dibandingkan dengan protein nabati (NRC, 1993). Protein dari tepung ikan merupakan protein hewani yang sangat baik karena kandungan asam aminonya lengkap dan berkualitas baik. Akan tetapi tepung ikan merupakan bahan yang relatif sukar didapat dan harganya relatif mahal karena merupakan produk impor. Dengan demikian, pakan yang menggunakan tepung ikan sebagai sumber protein utama akan menjadi mahal harganya. Pemanfaatan bahan-bahan hewani yang ada di sekitar lingkungan hidup kita seperti bekicot dan keong mas merupakan alternatif sumber protein pakan yang dapat digunakan untuk menggantikan tepung ikan tersebut. Masser dan Rouse (1997) merekomendasikan bahwa kandungan protein dalam pakan untuk mendukung pertumbuhan lobster air tawar adalah lebih dari 33%. Kebutuhan protein lobster akan berkurang seiring dengan pertambahan usia dan biomassa tubuh. Juvenil lobster air tawar dengan bobot 0,02 g membutuhkan pakan dengan kandungan protein sebesar 33% (Webster, 1994). Persentase ini tidak berbeda jauh dengan pendapat Manomaitis dalam Thompson et al. (2006) yang menyatakan kandungan protein pakan untuk juvenil lobster air tawar sebesar 35%, sedangkan pada lobster dengan bobot 3,03 g Manomaitis dalam Alarnsyah (2005) menyarankan memberikan pakan dengan kandungan protein sebesar 30%. Lee dan Wickins (1992) menyatakan bahwa kadar protein pakan yang dibutuhkan lobster air tawar adalah sekitar 18-44%, lemak 1-5%, mineral 7-10%. Banyaknya pakan untuk juvenil dianjurkan sebesar 1-4% dari bobot tubuh dan 0,3-1% untuk lobster dewasa. Selanjutnya Cormack dan Jones dalam Sianipar (2004) menyatakan pakan yang diberikan untuk pertumbuhan lobster air tawar sebaiknya memiliki kandungan protein 40%, karbohidrat 10-15% dan lemak 1-1,5%. Pakan yang diberikan 2-3% dari bobot tubuh dan frekuensi pemberian dua kali perhari. Lobster air tawar bersifat noktumal, oleh karena itu persentase pakan yang diberikan pada malam hari lebih banyak dibandingkan pada siang hari (Adijaya, 2006). Pertumbuhan pada lobster adalah pertumbuhan panjang dan bobot tubuh yang terjadi secara berkala setelah pergantian karapaks sehingga pertambahan panjang tubuh lobster tidak akan terjadi tanpa didahului oleh pergantian karapaks (molting). Pertumbuhan lobster ini bersifat diskontiniu, karena hanya terjadi setelah proses molting yaitu pada saat eksoskeleton (karapaks) belum mengeras sempurna (Merrick, 1993). Terjadinya molting pada lobster bergantung pada umur, jumlah pakan dan kualitas pakan. Semakin banyak jumlah pakan yang dimakan dan pakan tersebut berkualitas baik, maka frekuensi molting lobster akan semakin sering. Lobster muda memiliki frekwensi molting lebih tinggi daripada lobster dewasa. Frekuensi molting lobster berkurang sejalan dengan bertambahnya umur. Frekuensi pada lobster muda (juwana) terjadi satu kali setiap 10 hari, pra-dewasa antara 4-5 kali per tahun dan pada dewasa antara 1-2 kali per tahun (Merrick, 1993). 2.3. Bekicot dan Keong Mas Sebagai Bahan Pakan Lobster air tawar Adelina, Boer dan Suharman (2006) menyatakan bahwa pemilihan bahan baku merupakan hal yang sangat penting dilakukan karena akan menentukan kualitas dari pakan yang akan dibuat. Bahan baku yang digunakan sebaiknya bergizi tinggi, tidak mengandung racun, mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang cukup, tidak berupa makanan pokok manusia sehingga tidak perlu bersaing mendapatkannya, mudah diolah dan harganya relatif murah. Selanjutnya dikatakan bahwa bahan baku yang berasal dari hewani mempunyai kualitas lebih baik daripada bahan nabati. Hal ini disebabkan karena protein yang dikandung bahan hewani lebih tinggi, mempunyai asam-asam amino esensial lebih lengkap dan lebih mudah dicerna karena tidak mempunyai dinding sel. Bekicot dan keong mas merupakan bahan-bahan hewani yang dapat dijadikan bahan pakan lobster air tawar. Bekicot (Achantina fulicd) merapakan hewan lunak (moluska) dari kelas gastropoda yang berarti berjalan dengan perut. Ciri-ciri bekicot ini adalah mempunyai warna dan garis-garis pada cangkang yang tidak menyolok, berat badan antara 150-200 g dan ukuran badan 90-130 mm, mempunyai telur sekitar 100-300 butir dengan tiga sampai empat kali bertelur dalam setahun. Bekicot merupakan bahan pakan alternatif yang mempunyai nutrien tinggi. Kandungan protein kasarnya 52,8%, lemak 1,8%, serat kasar 1,9%, abu 20,9% dan air 7% (Hertrampand dan Pascual, 2000). Selanjutnya Kompiang (1979) menyatakan kandungan protein bekicot 59,27%, lemak 3,62%, serat kasar 2,47, air 7,59%, kalsium 6,4% dan fosfor 0,85%. Aziz (1997) menyatakan bahwa daging bekicot sangat baik digunakan sebagai pakan lobster air tawar, karena mempunyai protein tinggi dan asam-asam amino esensial dan non esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan. Agar dapat dimanfaatkan, daging bekicot harus direbus dahulu selama 20 menit untuk menghilangkan anti nutrisi yang terdapat di lendirnya. Penggunaan tepung bekicot sebagai subsitusi tepung ikan pada pakan ikan baung (Mystus nemurus) telah dicobakan Farida (2007). Hasilnya menunjukkan bahwa komposisi 50% tepung bekicot dan 50% tepung ikan menghasilkan pertumbuhan terbaik yaitu 4,15% dan efisiensi pakan 46,79%. Keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan moluska yang hidup di perairan jernih bersubstrat lumpur dengan tumbuhan air yang melimpah, menyukai tempat-tempat yang aliran airnya lambat (drainase tidak baik) dan tidak ccpat kering (Solikhnti, 1999). Keong mas dapat hidup pada air yang memiliki pH 5-8 serta toleransi suhu antara 2333°C dan menyukai tempat yang berlumpur (Pitojo, 1996). Pengadaan keong mas dalam jumlah yang besar dan kontiniu sangat mungkin dilakukan, karena hampir semua persyaratan biologis untuk dijadikan hewan peliharaan telah dipenuhi, antara lain keong tersebut hidup di berbagai perairan umum, mempunyai pertumbuhan pesat, reproduksi cepat dan pemeliharaannya relatif mudah termasuk di kolam budidaya (Solikhati, 1999). Keong mas mempunyai kandungan nutrien yang lengkap yaitu protein kasar 54,3%, lemak kasar 1,2%, BETN 15,4%, serat kasar 2,0%, abu 19,3%, fosfor 1,5% dan kalsium 6,3% (Bombeo, Fukurnoto dan Rodriquez, 1995). Adanya kandungan abu yang cukup tinggi pada hewan ini berasal dari cangkang yang ikut tercampur dengan dagingnya. Oleh karena itu untuk mendapatkan tepung keong mas yang memenuhi persyaratan sebagai sumber protein untuk pembuatan pakan udang, terlebih dahulu harus dilakukan pemisahan daging dengan cangkangnya (Solikhati, 1999). Percobaan penggantian tepung ikan dengan tepung keong mas dalam pakan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) telah dilakukan oleh Fatmawati (2006). Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan 50% tepung keong mas dan 50% tepung ikan menghasilkan laju pertumbuhan harian tertinggi (4,44%) dan efisiensi pakan 47%. Komposisi asam-asam amino esensial tepung ikan, bekicot dan keong mas dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. 10 label 1. Komposisi asam amino (%) tepung ikan, daging bekicot dan keong mas Asam amino esensial Isoleusin Leusin Lisin Metionin Arginin Phenilalanin Histidin Treonin Triptopan Valin Tep. Ikan1 Bekicot2 Keong mas 6,8 8,3 8,8 3,0 6,7 4,5 2,7 4,8 3,9 1,0 2,64 4,62 4,34 1,00 4,88 2,62 1,43 2,76 3,88 3,07 2,76 7,10 9,60 2,20 6,89 3,13 1,41 4,30 4,88 3,14 Keterangan: 1. Sitompul (2004), 2. Kompiang (1979), 3. Solikhati (1999) 2.4. Kualitas Air Air merupakan faktor mutlak dalam budidaya lobster air tawar karena merupakan media hidup. Kualitas air merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan, jika kualitas air baik maka pertumbuhan dan kelulushidupan lobster akan baik. Suhu perairan memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan organisme air karena mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan (Lovell, 1988). Suhu dapat mempengaruhi aktifitas proses kehidupan organisme seperti pertumbuhan dan reproduksi. Peningkatan suhu akan meningkatkan pengambilan makanan oleh organisme air dan turunnya suhu menyebabkan proses pencernaan makanan maupun aktifitas organisme akan lambat. Lobster air tawar yang tinggal di daerah tropis dapat hidup pada suhu 24-3 0°C. Pertumbuhan optimum akan dapat dicapai apabila dipelihara pada suhu 25-29°C dan kandungan oksigen lebih dari 5 ppm. Berdasarkan hasil penelitian Svardson dalam Nurdin (2005) bahwa tingkat kelangsungan hidup tertinggi lobster air tawar berada pada pH antara 7-8. 11 Rouse (1997) menyatakan bahwa lobster air tawar capit merah dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 24-29° C, pH 6,5-9, toleransi terhadap kadar oksigen terlarut sampai 1 ppm, amonia terionisasi sampai 1 ppm dan nitrit sampai 0,5 ppm dalam jangka waktu yang pendek. Lobster air tawar capit merah dapat mentoleransi konsentrasi oksigen terlarut sampai 1 ppm, tetapi yang optimal untuk produksi dan kesehatannya adalah tidak kurang dari 5 ppm (Queensland Departement of Primary Industries Freshwater Fisheries and Aquaculture Center, 2006). Masser dan Rouse (1997) menyatakan, kandungan oksigen yang optimal untuk pemeliharaan lobster air tawar capit merah adalah > 5 ppm. 12