BAB I PENDAHULUAN Kanker paru adalah penyebab

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker paru adalah penyebab utama pada kelompok penyakit akibat
keganasan. Terlihat kecenderungan peningkatan jumlah kasus bukan hanya pada lakilaki tetapi juga pada perempuan dari tahun ke tahun. Data Setiap tahun sekitar enam
juta orang di dunia meninggal akibat kanker, dimana satu juta di antaranya
disebabkan oleh kanker paru. Karsinoma paru di Indonesia menduduki peringkat ke-4
dari seluruh kanker yang sering ditemukan di rumah sakit. Data Departemen
Kesehatan menunjukkan jumlah penderita kanker di Indonesia mencapai 6% dari
populasi (Padmi, 2008).
Kanker Paru adalah salah satu dari 3 penyebab kematian akibat keganasan
laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat dan di dunia. Di Amerika Serikat tercatat
angka insidennya 172.000 kasus baru per tahun. Kanker paru merupakan keganasan
terbanyak kedua setelah kanker prostat pada laki-laki dan merupakan keganasan
terbanyak kedua setelah kanker payudara pada wanita. Penyebab utama kanker paru
adalah akibat merokok (85-90 % ) dan penelitian yg lebih lanjut ratusan karsinogen
ditemukan di asap yang dihirup oleh perokok.
Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan
terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang
tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini
membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli
radiologi, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli
rehabilitasi dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat
bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan
kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan
diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh
kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat
menyembuhkannya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Neoplasma secara harfiah berati “Pertumbuhan Baru”. Suatu Neoplasma
sesuai definisi Wilis adalah “Masssa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta
terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti
(Kumar, 2006).
Neoplasma atau tumor dikenal dalam 2 macam yaitu jinak dan ganas
(Kanker). Tumor ganas (Kanker) adalah sel tumor yang berkembang biak secara tidak
terkontrol dan mengincasi jaringan sekitar serta dapat bermetastasis atau melakukan
penyebaran ke organ lain. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kanker paru
merupakan kanker yang terjadi pada paru baik unilateral maupun bilateral. Metastasis
pada kanker paru sering dan cepat mengenai tulang, otak, hepar serta jaringan tubuh
lain karena paru memiliki akses langsung ke sirkulasi besar/sistemi ( V.pulmonalis 
Jantung kiri  seluruh tubuh) (Benyamin, 2010).
2.2 Epidemiologi
Kanker paru merupakan penyakit keganasan dan penyebab utama kematian
di seluruh dunia. Kira-kira 1/3 kematian karena kanker pada laki-laki ternyata
disebabkan kanker paru.1 Menurut World Health Organization (WHO) terdapat
sekitar 1,2 juta kasus baru setiap tahun dan merupakan 17,8% penyebab kematian
karena kanker. The American Cancer Society memperkirakan pada tahun 2006
terdapat 174.470 (12%) kasus baru kanker paru. Lebih dari 3 juta orang pasien kanker
paru, terutama berasal dari negara berkembang. The American Cancer Society, 2015
menyebutkan bahwa Kanker paru merupakan keganasan terbanyak kedua setelah
kanker prostat pada laki-laki dan merupakan keganasan terbanyak kedua setelah
kanker payudara pada wanita. (Kalantari, 2011)
Data epidemiologi kanker paru di Indonesia masih belum ada sedangkan di
Rumah Sakit Persahabatan didapatkan pada tahun 2003 sekitar 213 kasus, tahun 2004
220 kasus, tahun 2005 140 kasus, tahun 2006 218 kasus dan tahun 2007 282 kasus.
2
2.3 Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti dari pada kanker
paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain. (Sudoyo, 2010)
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru
sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928), telah
melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang
tidak merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per
hari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat
akan menderita kanker paru. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter
dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
Laporan beberapa penelitian terakhir ini mengatakan bahwa perokok pasif
pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama
25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan
25 % kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini
diduga merupakan agen etiologi operatif. Insiden yang tinggi juga terjadi pada pekerja
yang terpapar karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite dan orang–orang yang bekerja dengan asbestos dan kromat juga
mengalami peningkatan insiden. Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka
kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun
telah diketahui adanya karsinogen dari dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. Pemberian Nutrisi dan
3
supplement dapat mengurang gejala yang disebabkan oleh kanker paru. Vitamin D
dan Fe sangat baik untuk diberikan oleh penderita penyakit kanker paru, Begitu pula
dengan
makanan
antioxidant
seperti
cherri,
dan
buah
tomat.
Terdapat
perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru, yakni: Proto
oncogen, Tumor suppressor gene, Gene encoding enzyme.
2.4 Manifestasi Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
(Suyono,2010)
Gejala-gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Batuk darah
c. Mengi karena ada obstruksi saluran napas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis
2. Invasi lokal
a. Nyeri dada
b. Sesak karena cairan pada rongga pleura
c. Invasi ke perikardium  terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cara superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
3.
4.
simpatis servikalis
Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
Sindrom Para neoplastik (10% pada Ca Paru), dengan gejala:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertrofi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endoktrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
4
5.
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal: Syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
Asimtomatik dengan kelainan radiologi
Gambar 2.1 Manifestasi klini Ca Paru
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam
dua kriteria:
1. Kanker paru primer
Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small
Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non Small Cell Lung Cancer (NCLC).
a. Small cell lung cancer (SCLC)
SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil (banyak) dan memiliki daya
pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya disebut
“oat cell carcinomas” (karsinoma sel gandum). Sel –sel yang
bermitosis banyak sekali ditemukan begitu juga gambaran nekrosis.
DNA yang terlepas memberikan warna gelap di sekitar pembuluh
5
darah. Tipe ini sangat erat kaitannya dengan perokok, Penanganan
cukup berespon baik melalui tindakan kemoterapi dan radioterapi.
Stadium (Stage) SCLC ada 2 yaitu:
 Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru

(hemitoraks)
Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks
atau menyebar ke organ lain
b. Non-small cell lung cancer (NSCLC).
NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi
seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru, mencakup
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar
(Large Cell Ca) dan karsinoma adenoskuamosa. (Makoto,2010)
 Adenokarsinoma : Khas dengan bentuk formasi glandular dan
kecenderungan kea rah pembentukan konfigurasi papilari.
Biaanya membentuk musin, sering tumbuh dari bekas luka

jaringan paru (Scar).
Karsinoma sel skuamosa : Berciri khas memiliki proses
keratinisasi dan pembentukan “bridge” intraseluler. Studi
sitology memperlihatkan perubahan nyata dari dysplasia

skuamosa ke karsinoma in situ.
Karsinoma sel besar : Termasuk NSCLC tapi tak ada gambaran
diferensiasi sel skuamosa atau glandular, sel bersifat anaplastic,
tak berdiferensiasi, biasanya disertai oleh infiltrasi sel netrofil.
Sebagian besar pasien yang didiagnosa dengan NSCLC (70–80%) sudah
dalam stadium lanjut III – IV. Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter
spesialis Patologi Anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis
yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harus
ditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK atausmall cell
6
lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC).
Stage NSLCLC dibagi atas : Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV
yang ditentukan menurut International Staging System for Lung Cancer 1997,
berdasarkan sistem TNM.
Stadium
Occult carcinoma
0
IA
IB
IIA
IIB
IIIA
IIIB
IV
TNM
Tx N0 M0
Tis N0 M0
T1 N0 M0
T2 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0, T3 N0 M0
T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2
M0
berapapun T N3 M0, T4 berapapun N M0
berapapun T berapapun N M1
Gambar 2.2 Staging Ca Paru
Pengertian T adalah tumor yang dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk
keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3,
sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh.
T
Tumor Primer
To
Tidak ada bukti ada tumor primer. Tumor
primer
sulit
dinilai,
atau
tumor
primer
terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada
7
sekret
bronkopulmoner
tetapi
tampak secara radilogis atau bronkoskopik.
tidak
Tx
Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer
terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada
sekret
bronkopulmoner
tetapi
tidak
tampak
secara radilogis atau bronkoskopik.
Tis
Karsinoma in situ T1 Tumor dengan garis
Tengah
terbesar
tidak
melebihi
3
cm,
dikelilingi
oleh
jaringan
paru
atau
pleura
viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak
lebih
proksimal
dari
bronkus lobus (belum sampai ke bronkuslobus
(belum
sampai
ke
bronkus
utama).
Tumor
supervisial
sebarang
ukuran
dengankomponen
invasif
terbatas
pada
dinding
bronkus
yang
meluas ke proksimal bronkus utama
T2
Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai
berikut :
Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm

Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih
distal dari karina mengenai pleura viseral

Berhubungan dengan atelektasis atau
pneumonitis
obstruktif
yang
meluas
ke
daerah
hilus,
tetapi
belum
mengenai
seluruh paru.

T3
Tumor
sebarang
ukuran,
dengan
perluasan
langsung pada dinding dada (termasuk tumor
sulkus
superior),
diafragma,
pleura
mediastinum
atau
tumor
dalam
bronkus
utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah
distal
karina
atau
tumor
yang
berhubungan
dengan
atelektasis
atau
pneumonitis
obstruktif
seluruh paru.
T4
Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau
jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus
vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura
ganas atau satelit tumor nodul ipsilateral pada lobus yang
8
sama dengan tumor primer.
N
Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx
Kelenjar getah bening tak dapat dinilai
No
Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1
Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial
dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara
langsung
N2
Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum
ipsilateral dan/atau KGB subkarina
N3
Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau
KGB skalenus / supraklavila ipsilateral / kontralateral
M
Metastasis (anak sebar) jauh.
Mx
Metastasis tak dapat dinilai
Mo
Tak ditemukan metastasis jauh
M1
Ditemukan metastasis jauh. “Metastastic tumor nodule”(s)
ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap sebagai M1
9
Gambar 2.3 Klasifikasi Ca Paru
Gambar 2.4 Gambaran Klasifikasi Ca Paru
2. Kanker paru sekunder
10
Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak
penyebaran kanker dari bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah
kanker payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar melalui darah,
sistem limpa atau karena kedekatan organ.
2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Sesuaikan atau cocokkan dengan manifestasi dari Ca Paru yang dijelaskan
2.
sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti.. Tumor paru
ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis
sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif, pada 50% pasien NSCLC dan 25%
pasien SCLC didapatkan adanya sindrom vena cava. (PDPI, 2003)
Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage kanker,
seperti pembesaran KGB (kelenjar getah bening) atau tumor diluar paru.
Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,
pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan
terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Untuk kanker paru pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral
akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1
cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler,
disertai identasi pleura, tumor satelit. Pada foto, tumor juga dapat
ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikard
dan metastasis intrapulmoner.
- Gambaran radiologis Small Cell Lung Carcinoma (SCLC)
11
Tampak gambaran opasitas pada paru bagian kiri atas. Juga
tampak gambaran nodul pada paru kanan bagian bawah yang
diduga deposit metastasis. Peningkatan opasitas pada paratracheal
paru kanan yang mengindikasikan limfadenopathy. Efusi pleura
yang minimal dengan blunting sudut costiphrenicus.
12
Tampak peningkatan opasitas pada hilus dan region peretracheal
kanan dengan penebalan garis paratracheal kanan. Pengurangan
volume juga terlihat pada lobus bawah paru kanan. SCLC sering
muncul sebagai massa pada hilus atau mediastinal.
-
Gambaran radiologis Non Small Cell Lung Carcinoma
Tampak gambaran efusi pleura dan berkurangnya volume sekunder dari
NSCLC pada lobus basal paru kiri. Pemeriksaan pada cairan efusi pleura
didapatkan hasil maligna dan lesi tidak dapat dioperasi
NSCLC, kolaps pada puncak paru kiri yang hampir selalu disebabkan oleh
carcinoma endobronchial brokhogenik.
13
NSCLC, kolaps penuh pada paru kiri sekunder dari carcinoma
bronkhogenik pada bronkus utama kiri.
CT-Scan dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik
daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran
lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda
proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila
terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke
mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi
dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d
N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner. USG abdomen dapat melihat
ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam
rongga perut.5
14
Kanan :CT scan posisi mediastinal pria 68 tahun dengan gejala batuk
produktif dan hemoptysis. Gambaran hiperdens, carcinoid endobonchial
pada bronchus intermedius. Kiri, CT scan potongan paru
memperlihatkan kistik postobstuktif bronkiektasis yang berat.
b.
Bronkoskopi
Bertujuan diagnostik sekaligus dapat mengambil jaringan atau
bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada
tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas,
seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol,
hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang
abnormal sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding
c.
bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.5
Biopsi Aspirasi Jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan,
misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin
berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena
d.
bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.5
Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah
dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di
perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan
pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan
inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat
ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan
15
tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik
untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus
dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi
dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan
e.
jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.5
Pemeriksaan Cairan Pleura (Kalau ditemukan efusi pleura)
Cairan efusi dapat bersifat transudat maupun eksudat, dan juga
bersifat hemoragik karena dapat dilewati sel-sel darah terutama
eritrosit, kadar glukosa rendah.
2.7 Terapi
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
1.
Kuratif, yaitu untuk memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan
2.
3.
angka harapan hidup klien.
Paliatif , untuk mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal, untuk mengurangi dampak
4.
fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
Suportif, untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti
infeksi
Terdapat perbedaan perangai biologis Non Small Cell Lung Carcinoma
(NSCLC) dengan Small Cell Lung Carcinoma (SCLC) sehingga teapinya juga
dibedakan (NCCAC, 2010) :
 NSCLC
Staging TNM yang didasarkan pada ukuran tumor (T), Kelenjar getah bening
yang terlibat (N), dan ada tidaknya metastasis (M) sangat bermanfaat dalam
penentuan terapi NSCLC.
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multimodaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya
diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi
16
juga kondisi non-medis seperti fasilitas yang dimiliki rumah sakit dan
ekonomi penderita juga merupakan faktor yang amat menentukan.5
Adapun penanganan Kanker paru yang dapat dilakukan adalah:
1.
Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk NSCLC stadium
I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality
therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC stadium IIIA.
Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi
bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat.
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika
faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan
potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas
tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta
diperiksa secara patologi anatomis. Hal penting lain yang penting dingat
sebelum melakukan tindakan bedah adalah mengetahui toleransi penderita
terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita
yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak
2.
memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD).
Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif
dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian
dari kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC stadium IIIA. Pada kondisi
tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.
Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan
untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava
superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak. (Ronan, 2011)
17
3.
Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien SCLC atau dengan metastase luas serta untuk
melengkapi bedah atau terapi radiasi. Kemoterapi dapat diberikan pada
semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis
tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dari 60 menurut
skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan
dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen
kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker
dapat dilakukan. (Makoto, 2010)
Geftinib dapat digunakan untuk terapi lini pertama pada pasien
NSCLC, yang dipilih berdasarkan mutasi EGFR yang mampu meningkat
angka kelangsungan hidup, dengan toksisitas yang dapat diterima,
dibandingkan dengan kemoterapi laiinya.
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah:
a. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
b. Respons obyektif satu obat antikanker sebesar 15%
c. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
d. Terapi harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus
pada penilaian terjadi tumor progresif.

SCLC
Stadium (Stage) SCLC ada 2 yaitu:
 Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)
diberikan terapi dengan tujuan kuratif (kombinasi kemoterapi dan radiasi)

angka keberhasilan terapi sebesar 20%.
Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau
menyebar ke organ lain diberikan kemoterapi. Angka respon terapi inisial
sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20-30%.
18
2.8 Prognosis
Prognosis dari kanker paru merujuk pada kesempatan untuk penyembuhan
dan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor, kehadiran gejala-gejala, tipe kanker
paru, dan keadaan kesehatan secara keseluruhan dari pasien.
SCLC mempunyai pertumbuhan paling agresif, dengan suatu waktu
kelangsungan hidup median (angka yang ditengah-tengah) hanya dua sampai empat
bulan setelah didiagnosis jika tidak dirawat. Bagaimanapun, SCLC adalah juga tipe
kanker paru yang paling bereaksi pada terapi radiasi dan kemoterapi. Karena SCLC
menyebar sangat cepat dan biasanya berhamburan pada saat diagnosis, metodemetode seperti pengangkatan secara operasi atau terapi radiasi berkurang efektif
dalam merawat tipe tumor ini. Bagaimanapun, ketika kemoterapi digunakan sendiri
atau dalam kombinasi dengan metode-metode lain, waktu kelangsungan hidup dapat
diperpanjang empat sampai lima kali. Namun, kelangsungan hidup secara
keseluruhan rata-rata pasien dengan pengobatan kombinasi hanya 12 bulan saja.
(Jusuf, 2005)
Dari semua pasien-pasien dengan SCLC, hanya 5%-10% masih hidup lima
tahun setelah diagnosis. Kebanyakan dari mereka yang selamat (hidup lebih lama)
mempunyai tingkat yang terbatas dari SCLC. Pada non-small cell lung cancer
(NSCLC), hasil-hasil dari perawatan standar biasanya keseluruhannya jelek namun
kebanyakan kanker yang terlokalisir dapat diangkat secara operasi. Bagaimanapun,
pada tingkat I kanker dapat diangkat sepenuhnya, angka kelangsungan hidup lima
tahun dapat mendekati 75%. Terapi radiasi dapat menghasilkan suatu penyembuhan
pada suatu minoritas dari pasien-pasien dengan NSCLC dan menjurus pada
pembebasan gejala-gejala pada kebanyakan pasien-pasien. (Wilson, 2007)
Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah jelek jika dibandingkan
dengan beberapa kanker-kanker lain. Angka-angka kelangsungan hidup untuk kanker
paru umumnya lebih rendah daripada yang untuk kebanyakan kanker-kanker, dengan
suatu angka keseluruhan kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker paru sebesar
16% dibandingkan dengan 65% untuk kanker kolon, 89% untuk kanker payudara,
dan lebih dari 99% untuk kanker prostat.( SIGN, 2005)
BAB III
19
KESIMPULAN
kanker paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab
kematian utama pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki
laki tetapi juga pada perempuan. Gangguan atau kekacauan dari sistim checks dan
balances
pada
pertumbuhan
sel
berakibat
pada
suatu
pembelahan
dan
perkembangbiakan sel-sel yang tidak terkontrol yang pada akhirnya membentuk suatu
massa yang dikenal sebagai suatu tumor. Kanker adalah tumor yang dipertimbangkan
sebagai ganas
Kanker paru memiliki 2 tipe utama, yaitu Small cell lung cancer (SCLC) dan
Non-small cell lung cancer (NSCLC). SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil
(banyak) dimana memiliki daya pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar.
Tipe ini sangat erat kaitannya dengan perokok, Penanganan cukup berespon baik
melalui tindakan kemoterapi dan radioterapi. Sedangkan NSCLC adalah merupakan
pertumbuhan sell tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paruparu, misalnya adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar (Large
Cell Ca) dan karsinoma adenoskuamosa .
Penatalaksanaan kanker paru adalah combined modality therapy (multimodaliti terapi). Kemoterapi dengan gefitinib untuk lini pertama memberikan angka
harapan hidup yang cukup baik. Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah
jelek. Angka-angka kelangsungan hidup untuk kanker paru umumnya lebih rendah
daripada yang untuk kebanyakan kanker-kanker, dengan suatu angka keseluruhan
kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker paru sebesar 16%.
Penghentian merokok adalah langkah/tindakan yang paling penting yang
dapat mencegah kanker paru. Mengecilkan paparan pada merokok pasif juga adalah
suatu tindakan pencegahan yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Ronan Joseph Kelly, Elad Sharon, Raffit Hassa. Chemotherapy and targeted
therapies for unresectable malignant mesothelioma. Lung Cancer, Volume 73,
Issue 3, September 2011, Pages 256-263
2. Makoto et al., Gefitinib or Chemotherapy for Non–Small-Cell Lung Cancer
with Mutated EGFR. N Engl J Med 2010;362:2380-8.
3. *Azwar, bahar. 2009. Suara Dokter.com. Kanker Paru. 12 Juni 2009
4. Kalantari Farhad, Sarami Abdollah, Shahba Nariman, Marashi seyed Kamal,
Reza Shafiezadeh. Prevalence of cancers in the National Oil Company
employees referred to Ahwaz health and industrial medicine in 5 years
(Ministry of oil). Life Science Journal. 2011;8(4):698-700] (ISSN:10978135).
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru Pedoman Diagnosis
6.
dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta
Scottish Intercollegiate Guidelines network. Management of patients with
lung cancer. A national clinical guidelines. SIGN, Eidenburg, 2005.
7. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N.
Kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil . Pedoman nasional untuk
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. PDPI dan POI, Jakarta,
2005.
8. National Collaborating Center for Acute Care. Lung cancer: The diagnosis
and treatment of lung cancer. Clinical Effectiveness Unit, London, 2010.
9. Division of Thoracic Oncology. Focus on Lung Cancer. 2006.
10. Wilson, L.D., Detterbeck, F.C., and Yahalom, J. 2007. The New England
Journal of Medicine 356;1862-9. Superior Vena Cava Syndrome with
Malignant Case.
11. Suyono, Slamet, (2010), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3,
Balai Penerbit FKUI,Jakarta
21
Download