6 LAPORAN UTAMA

advertisement
6
LAPORAN UTAMA
MENCETAK
INSAN
BERTAKWA
oleh: Damanhuri Zuhri, Syahruddin El-Fikri
Puasa adalah amalan yang
tersembunyi (batin) yang tidak
diketahui orang lain. Karena itu,
hanya Allah yang akan memberikan balasan atas puasanya.
etiap amal anak adam itu adalah milik
ia sendiri, kecuali puasa.
Sesungguhnya puasa itu adalah
untuk-Ku (Allah SWT), dan Aku (Allah
SWT)-lah yang akan membalasnya." (HR Bukhari).
Hadis Qudsi di atas menjelaskan betapa puasa
Ramadhan sebagai salah satu pilar rukun Islam
memiliki tempat yang istimewa di hadapan Sang
Khalik. Jika ibadah-ibadah lainnya dicatat oleh
Malaikat, maka shaum selama sebulan penuh langsung dinilai Allah SWT.
Imam Ghazali mengungkapkan bahwa puasa
adalah amalan yang tersembunyi (batin) yang tidak
diketahui orang lain. Karena itu, hanya Allah yang
akan memberikan balasan atas puasanya.
Ibnu Qudamah al-Maqdisy dalam kitabnya
Minhaj al-Qashidin, mengatakan, ibadah puasa
adalah amalan yang tidak akan dimasuki oleh sifat
riya (pamer). Sebab, bila dia riya, maka sia-sialah
puasa yang dilakukannya.
Sesuai dengan tujuannya, puasa di bulan
Ramadhan diwajibkan bagi setiap orang yang beriman untuk mencetak manusia-manusia yang
bertakwa kepada Allah SWT. Sang Khalik berfirman
dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 183, "Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Puasa bulan Ramadhan merupakan sarana
untuk memproses, mengolah diri dan jiwa yang
berpuasa menjadi hamba yang berkepribadian
takwa. Pribadi yang takwa (muttaqin) seperti disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 1-5 dan Ali'Imran ayat 133-136.
Dalam surah Al-Baqarah disebutkan ciri pribadi
yang muttaqin itu antara lain; beriman kepada yang
gaib, melaksanakan shalat, menginfakkan sebagian
rezekinya, beriman kepada Alquran yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab
"S
sebelumnya serta meyakini hari akhir.
"Merekalah yang mendapat petunjuk dari
Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung." (QS. Al-Baqarah:5). Jadi, orang yang
bertakwa adalah orang yang mendapatkan petunjuk
dan tergolong orang-orang yang beruntung.
Dalam surah Ali Imran disebutkan, orang
bertakwa itu adalah mereka yang berinfaq/tetap
memberi dikala susah maupun di kala lapang dan
senang, mampu manahan amarahnya dan memberi
maaf kepada manusia yang berbuat salah
kepadanya. Dan, selalu ingat kepada Allah SWT dan
segera bertaubat tidak mengulangi perbuatan yang
keji dan berhenti menganiaya atau merugikan diri
sendiri.
Puasa Ramadhan merupakan sarana latihan
bagi setiap insan beriman untuk menahan emosi
dan amarah. Pada bulan ini pula, selama 30 hari
harus menahan haus dan lapar agar muncul rasa
empati dan jiwa sosial, karena bisa merasakan penderitaan mereka yang fakir.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Ibnu
Khaldun (UIKA) Bogor, Prof KH Didin Hafidhuddin,
secara spiritual, aspek yang sangat ditonjolkan dari
ibadah puasa justru pengendalian emosi, ketenangan pikiran, kejernihan hati.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan
TABLOID REPUBLIKA
JUMAT, 13 AGUSTUS 2010
Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam Kementrian Agama, Dr Rohadi Abdul Fatah,
mengungkapkan ibadah puasa memberikan faedah
yang sangat luar biasa baik kepada fisik, mental
mau pun ruh manusia.
Mengutip kitab Jawahirul Bukhari, Rohadi mengungkapkan, sedikitnya ada lima faedah dari ibadah
puasa. Pertama, puasa memperkuat sendi-sendi
peredaran usus sekaligus untuk peristirahatannya.
Kedua, membiasakan makan secara teratur. Ketiga,
menumbuhkan rasa kasih sayang kepada orang lain
yang kurang beruntung ekonominya.
"Keempat, untuk membiasakan berakhlakul
karimah. Jadi, muncul pertanyaan Mengapa orang
puasa masih juga korupsi, masih berbohong, maling, berzina, itu berarti tidak melekat pengaruh
puasanya. Nilai-nilai puasa secara esensi tidak ada.
Sama sekali batal total. Jadi, hanya sekadar lapar
dan dahaga saja," paparnya,
Dengan berpuasa, papar dia, seharusnya seseorang memiliki nilai kecerdasan spiritual yang tinggi. Untuk itu, maka harus ada pelatihan. Makanya
Imam Al Ghazali membagi puasa ke dalam tiga
tingkatan. Pertama, puasa orang umum shaumul
'am, kedua, shaumul khas puasanya orang khusus.
Ketiga puasanya shaumul khawasul khawas. Inilah
terminologi Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin.
"Kalau puasanya orang umum hanya sekadar
meninggalkan makan dan minum tapi ngerumpi
jalan terus. kalau puasa yang khas sudah agak
lumayan bisa menjaga diri dengan zikir. Tapi
puasanya orang yang khawasul khawas batin. Dan
bisa menjadi ke arah sini. Artinya dia memahami
imsak menahan diri itu secara total," ungkapnya.
Jadi, puasa ini pada tingkat filosofi yang lebih
mendasar ada station. Jadi, kalau orang mau tasawuf
itu ada tahapan-tahapannya mulai dari ma'rifat sampai maahabbah, tajalli dan sebagainya. Pelatihanpelatihan itu, sambung Rohadi, harus dibiasakan
dengan melakukan kajian-kajian keilmuan kemudian
perenungan-perenungan tentang hikmah puasa dan
juga menyadari diri kita itu kecil di hadapan Allah.
Menurut dia, lembaga-lembaga seperti masjid
harus mengisi Ramadhan dengan beragam
kegiatan. Kata dia, sekarang in lebih banyak puasa
umum. ■ ed: heri ruslan
EDWIN DWI PUTRANTO/REPUBLIKA
Download