1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang
tercantum dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) menyatakan,
“Tiap – tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Selanjutnya dalam
Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 5 Ayat (2) menyatakan, “Warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus”. Pengertian pendidikan khusus dijelaskan dalam pasal 32 ayat (1),
“Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa”. Maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki
hak yang sama untuk mendapat pendidikan sehingga mampu berkembang secara
optimal dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki agar dapat berpartisipasi
dalam masyarakat.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang berbeda dari anak-anak
normal dalam beberapa hal yaitu ciri-ciri mental, kemampuan kognitif,
kemampuan panca indera, kemampuan berkomunikasi, perilaku sosial, atau sifatsifat fisiknya. Anak berkebutuhan khusus terdiri dari anak tunanetra, anak
tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak berbakat, anak
kesulitan belajar, dan anak autis. Anak autis sebagai salah satu jenis anak
berkebutuhan khusus berhak untuk memperoleh layanan pendidikan. Adanya
berbagai hambatan yang dialami anak autis menimbulkan kebutuhan layanan
pendidikan khusus yang harus disesuaikan dengan kondisi mereka. Pemahaman
yang jelas tentang anak autis merupakan dasar yang penting dalam
menyelenggarakan layanan pendidikan dan pengajaran yang tepat bagi mereka.
1
2
Autistik adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang kompleks
dan berlangsung seumur hidup. Gangguan yang dialami meliputi gangguan pada
aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi, dan bahasa serta gangguan emosi
persepsi sensorik bahkan pada aspek motorik. Hal tersebut merupakan kombinasi
dari beberapa gangguan perkembangan syaraf otak dan perilaku anak yang
muncul pada tiga tahun pertama usia anak.
Sutadi (2002) menjelaskan bahwa yang dimaksud autistik adalah gangguan
perkembangan neurobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang
untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan dengan orang lain).
Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara
berarti, serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang
lain terganggu karena ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan
mengerti perasaan orang lain. Penyandang autis memiliki gangguan pada
interaksi sosial, komunikasi (baik verbal maupun non-verbal), imajinasi,
pola perilaku repetitive dan resistensi terhadap perubahan pada rutinitas.
(YPAC,2013:7-8).
Manifestasi gangguan pada setiap anak autis ditunjukkan secara beragam
sehingga mereka memiliki perilaku yang unik dan karakter yang berbeda dari
anak normal pada umumnya. Salah satu bentuk gangguan yang paling sering
dialami oleh anak autis adalah masalah dalam perkembangan bahasa. Ada
sejumlah perbedaan yang melekat pada perkembangan bahasa anak autis
dibandingkan dengan perkembangan berbahasa secara normatif. Perkembangan
bahasa pada anak autis lambat atau sama sekali tidak ada, anak autis cenderung ke
arah echolalia (tanpa sengaja mengulang-ulang kata atau anak kalimat yang
pernah ia dengar sewaktu ia berbicara dengan orang lain), literal (apa adanya),
ketiadaan irama, dan ada juga anak autis yang tampak seperti tuli dan sulit bicara.
Firth dan Kerig menyatakan, Anak dengan sindrom autistik juga mengalami
kesulitan dalam membedakan informasi yang sesuai atau tidak sesuai bagi
lawan bicaranya. Demikian pula dalam menentukan apakah makna yang
diucapkan telah dipahami atau belum dipahami oleh lawan bicaranya. Pada
anak autis adanya keterlambatan serta gangguan dalam berbicara
menyebabkan mereka sukar berkomunikasi serta tidak mampu menangkap
pembicaraan orang lain. Di samping mengalami kesukaran dalam
mengungkapkan perasaan dirinya, suara mereka sering dalam nada yang
tinggi serta terdengar aneh. (Delphie dalam Arifin, 2014: 2-3).
Anak autis tidak dapat memberi respon atau menanggapi informasi secara
konsisten, anak autis juga mengalami kesulitan dalam mengolah informasi untuk
3
membuat perencanaan dan pengaturan tentang aktivitas yang dilakukan.
Permasalahan dalam perkembangan bahasa pada anak autis terjadi karena
lemahnya proses belajar imitasi atau meniru dari orang lain. Bahasa pada
umumnya dipelajari anak dari meniru orang dewasa di sekitarnya. Karena sulit
atau tidak bisa meniru, maka perkembangan bahasa dan bicara anak autis menjadi
kurang optimal.
Kemampuan dalam berkomunikasi dan berbahasa merupakan bagian yang
penting dalam kehidupan sehari-hari. Mulyani menegaskan, “Melalui bahasa
seseorang dapat menyatakan pikiran, ide, perasaan, dan kebutuhan-kebutuhannya,
dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan lingkungannya” (Sunardi &
Sunaryo, 2007: 178). Dengan memiliki kemampuan komunikasi dan bahasa yang
baik, anak dapat memahami, menyampaikan informasi, meminta yang disukai,
dan mengekspresikan keinginan atau perasaan. Akan tetapi, hal tersebut tidak
dapat dilakukan oleh anak autis karena adanya keterlambatan komunikasi dan
bahasa. Kesulitan komunikasi yang dialami anak autis mencakup dua aspek yaitu
bahasa reseptif dan ekspresif. Dalam kemampuan reseptif, anak autis memiliki
kesulitan dalam memahami makna kata-kata orang lain yang diucapkan
kepadanya sehingga ia kesulitan dalam melakukan tugas-tugas tertentu. Anak
autis tidak dapat menggunakan kemampuan bahasa ekspresif secara optimal yang
ditunjukkan dengan adanya kesulitan dalam mengekspresikan keinginan dan
perasaan khususnya melalui bahasa lisan.
Hasil observasi pada seorang siswa autis kelas II di SLB Negeri Surakarta
menunjukkan adanya
kondisi
anak autis
dengan
gangguan
berbahasa.
Perkembangan bahasa anak sangat terlambat karena pada usia 13 tahun anak
belum menunjukkan kemampuan berbicara. Anak bisa mengeluarkan suara, akan
tetapi suara yang dikeluarkan terdengar tidak jelas dan sering tanpa arti. Anak
masih mengalami kesulitan dalam menirukan kata-kata yang diajarkan. Karena
kurang dibiasakan untuk berbicara, anak sulit mengungkapkan keinginannya
secara lisan. Hal tersebut menyebabkan guru dan orangtua kurang bisa memahami
keinginan dan kebutuhan anak. Meskipun anak bisa merespons saat namanya
dipanggil, anak kurang bisa memahami ucapan orang lain dan memberi respons
4
yang tepat karena adanya kesulitan dalam memahami konsep suatu kata. Dalam
menjawab pertanyaan sehari-hari, anak masih perlu diberi prompt terlebih dahulu.
Berpijak dari permasalahan anak autis dalam berbahasa, diperlukan
treatment untuk mengatasi masalah anak autis dalam pengembangan bahasa
reseptif dan ekspresif. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa anak autis. Metode yang digunakan akan
efektif apabila sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak. Anak autis
mengalami kesulitan dalam memahami kata-kata yang diucapkan, sehingga akan
lebih baik lagi apabila pengajaran bahasa yang diberikan pada anak autis
melibatkan aktivitas fisik. Pemilihan metode Total Physical Response untuk
meningkatkan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif anak autis didasarkan
pada temuan berbagai ahli dan praktisi pengajaran bahasa yang menyatakan
bahwa Total Physical Response merupakan salah satu metode pengajaran bahasa
yang efektif karena melibatkan respon gerak tubuh anak untuk mendapatkan
pengetahuan.
Total Physical Response adalah metode pengajaran bahasa yang
dikembangkan pertama kali pada tahun 1970-an oleh Asher,seorang profesor
psikologi di Universitas San Jose California. Metode Total Physical Response
dilandaskan pada hasil pengamatan terhadap cara yang digunakan bayi untuk
memperoleh bahasa ibunya, yang berlangsung dalam bentuk anak-anak memberi
respon fisik terhadap instruksi orang-tua atau orang lain di sekitar mereka.
Berdasarkan analisis terhadap berbagai penelitian mengenai penerapan Total
Physical Response, Carruthers (2006: 8) menyimpulkan bahwa metode Total
Physical Response efektif digunakan dalam pengajaran bahasa asing bagi anakanak, dan bagi orang dewasa dengan melakukan beberapa adaptasi. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan di dalam kelas dengan menggunakan metode
Total Physical Response menunjukkan bahwa terdapat kemajuan pada siswa
secara statistik dalam memahami kata-kata baru. Dengan memahami makna katakata, anak bisa memberi respon yang tepat terhadap ucapan orang lain. Meskipun
beberapa penelitian telah menemukan bahwa metode Total Physical Response
efektif dalam pengajaran bahasa asing dan juga dalam peningkatan penguasaan
5
kosakata, metode ini belum pernah diterapkan untuk meningkatkan kemampuan
bahasa reseptif dan ekspresif anak autis.
Berdasarkan kenyataan dan permasalahan yang telah diuraikan tersebut,
maka penting dilakukan penelitian tentang efektivitas metode Total Physical
Response dalam meningkatkan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif pada
anak autis di kelas II SLB Negeri Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016.
B. Identifikasi Masalah
Dari
latar
belakang
yang
telah
diuraikan,
ditemukan
berbagai
permasalahan yang dialami oleh anak autis. Adapun permasalahan yang dijadikan
dasar mengadakan penelitian yaitu :
1. Anak autis mengalami hambatan komunikasi yang mencakup kemampuan
bahasa reseptif dan ekspresif.
2. Anak autis mengalami masalah dalam memahami kata-kata yang diucapkan
orang lain.
3. Anak autis mengalami hambatan dalam mengekspresikan keinginan dan
perasaan.
4. Hambatan anak autis dalam kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
membawa dampak dalam kehidupan sehari-hari.
5. Guru kurang memahami kebutuhan dan keinginan anak karena bahasa
ekspresif anak kurang berkembang.
6. Orang tua mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
anak karena hambatan bahasa reseptif dan ekspresif yang dimiliki anak.
7. Alternatif pemecahan masalah dibutuhkan untuk mengatasi masalah anak autis
dalam meningkatkan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif.
8. Metode pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik anak.
9. Pemilihan metode TPR dalam meningkatkan kemampuan bahasa reseptif dan
ekspresif.
6
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka peneliti
membatasi permasalahan dalam penelitian sebagai berikut :
1. Subjek penelitian adalah seorang anak autis kelas II.
2. Penelitian dilakukan di SLB Negeri Surakarta.
3. Kemampuan yang akan diteliti adalah kemampuan bahasa reseptif dan
ekspresif yang muncul pada saat kegiatan pembelajaran.
4. Metode yang akan digunakan sebagai perlakuan adalah metode Total Physical
Response.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut maka peneliti merumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah metode Total Physical
Response efektif dalam meningkatkan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
anak autis kelas II di SLB Negeri Surakarta tahun pelajaran 2015/2016?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode
Total Physical Response (TPR) terhadap peningkatan kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif anak autis kelas II di SLB Negeri Surakarta tahun pelajaran
2015/2016.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Untuk pengembangan khasanah keilmuan pendidikan luar biasa serta
menambah khasanah kajian ilmiah mengenai metode TPR dan kemampuan
bahasa reseptif dan ekspresif anak autis.
2. Secara Praktis
a. Bagi Guru
Menambah metode pembelajaran yaitu metode TPR yang dapat digunakan
oleh guru untuk pembelajaran mengenai kemampuan bahasa reseptif dan
ekspresif.
7
b. Bagi Siswa
Memberikan pengalaman belajar anak autis dalam suatu pembelajaran
mengenai bahasa reseptif dan ekspresif yang menggunakan metode TPR.
c. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman untuk menguji efektivitas metode TPR dalam
meningkatkan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif anak autis.
Download