BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Autisme
2.1.1 Definisi Autisme
Istilah autisme pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner pada
tahun 1943 yaitu kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan
dalam reaksi afektif, minat yang sempit, dan keterbatasan penggunaan bahasa
secara sosial, keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di
lingkungannya (Astuti, 2008).
Autisme adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain,
gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda,
ecolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitif
dan stereotipik, rute ingatan yang kuat (Safaria dalam Lubis, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa autisme adalah
gangguan perkembangan pada anak-anak yang ditandai dengan gangguan
interaksi sosial seperti pengasingan diri dan ketidakmampuan berhubungan
dengan orang lain, gangguan komunikasi, pembalikan kalimat atau kata, serta
keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan dan kesamaan di dalam
lingkungannya.
2.1.2
Penyebab Autisme
Sintowati, 2007 menyebutkan penyebab autisme belum diketahui secara
pasti. Beberapa ahli berpendapat penyebab autisme bersifat multifaktorial.
8
9
Beberapa peneliti mengungkapkan terhadap gangguan biokimia, ahli lain
berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli
lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan kombinasi makanan yang salah
atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun dan mengakibatkan
kerusakan pada usus besar. Kerusakan ini mengakibatkan timbulnya masalah
dalam tingkah laku dan fisik. Oleh karena itu, hingga kini penelitian mengenai
penyebab autisme masih terus berjalan dan berkembang. Berikut beberapa hasil
penelitian dari para ahli mengenai penyebab autisme.
1. Faktor Psikososial
Ketika autisme pertama kali ditemukan, Leo Kanner menduga
autisme disebabkan oleh pola asuh yang salah. Kasus-kasus ini banyak
ditemukan pada keluarga kelas menengah dan berpendidikan, tetapi orang
tuanya bersikap dingin dan kaku. Kanner berpendapat bahwa sikap
keluarga tersebut kurang bisa diberikan stimulasi bagi perkembangan
komunikasi anak, dan menghambat kemampuan interaksi sosial pada anak.
Namun dalam penelitian-penelitian berikutnya disimpulkan bahwa autisme
tidak disebabkan oleh pola asuh orang tua yang salah.
2. Faktor Genetik
Sekitar tahun 2002 para ilmuwan telah berhasil menemukan gen
penyebab autisme. Gen tersebut bernama neurexin 11. Neurexin ini bagian
dari kumpulan gen yang membantu komunikasi sel saraf. Menurut para
ilmuwan, neurexin berperan dalam terbentuknya sindrom autisme.
10
3. Kelainan Otak
Dari sejumlah penelitian, dikatakan bahwa autisme disebabkan
adanya kelainan otak terutama pada otak bagian depan. Kondisi ini
menyebabkan otak kanan pada penderita autisme memiliki ukuran lebih
kecil dibandingkan otak kiri.
4. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan seperti kehadiran virus dan zat-zat kimia/logam
dapat mengakibatkan munculnya autisme. Zat-zat yang termasuk beracun
seperti timah (Pb) dari asap knalpot mobil, pabrik, dan cat tembok;
kadmium (Cd) dari batu baterai serta turunan raksa (Hg) yang digunakan
sebagai bahan tambalan gigi (amalgam).
2.1.3
Klasifikasi Anak Autisme
Untuk mengetahui seseorang menderita autisme dapat dilihat dari
criteria yang telah didefinisikan oleh ahli medis. Criteria yang paling sering
digunakan adalah yang didefinisikan oleh World Health Organization, yang
terdapat dalam ICD-10 (international Classification of Disease), edisi ke-10
dan the DSM-IV (Diagnostic Statistical Manual, edisi ke 4) dikembangkan
oleh American Psychiatric Association (APA, 1994 dalam Peeters, 2009).
Definisi gangguan autismetik dalam DSM-IV sebagai berikut:
A. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1,2, dan 3 yang
meliputi paling sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu
pokok dari kelompok 2 dan paling sedikit satu pokok dari kelompok 3.
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh
paling sedikit dua diantara berikut :
11
a. Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku non
verbal (bukan lisan) seperti kontak mata, ekspresi wajah, gestur,
dan gerak isyarat untuk melakukan interaksi sosial.
b. Ketidakmampuan mengembangkan hubungan pertemanan sebaya
yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c. Ketidakmampuan turt merasakan kegembiraan orang lain.
d. Kekurangmampuan dalam berhubungan emosional secara timbal
balik dengan orang lain.
2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh
paling sedikit salah satu dari yang berikut :
a. Keterbatasan
atau
kekurangan
secara
menyeluruh
dalam
berbahasa lisan (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya
dengan penggunaan gestur atau mimik muka sebagai cara
alternatif dalam berkomunikasi).
b. Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau
melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam
percakapan sederhana.
c. Penggunaan bahasa yang repetitif (diulang-ulang) atau stereotip
(meniru-niru) atau bersifat indiosinkratik (aneh).
d. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau
meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3. Pola minat perilaku terbatas, repetitif, dan stereotip seperti yang
ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini :
12
a. Meliputi satu keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang
terbatas atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam
intensitas maupun fokus.
b. Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual
spesifik
(kebiasaan
tertentu)
yang
nonfungsional
(tidak
brhubungan dengan fungsi).
c. Perilaku gerakan stereotip dan repetitif ( seperti terus menerus
membuka-tutup genggaman, memutar jari atau tangan atau
menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks.
d. Keasyikan yang terus-menerus terhadap bagian-bagian dari
sebuah benda.
B. Perkembangan abnormal atau terganggu pada usia 3 tahun seperti yang
ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling
sedikit satu dari bidang-bidang berikut ini : (1) interaksi sosial, bahasa
yang digunakan dalam perkembangan sosial, (2) bahasa yang digunakan
dalam komunikasi sosial atau (3) permainan simbolik atau imajinatif.
C. Sebaiknya tidak disebut dengan istilah gangguan Rett, Gangguan
Integratif kanak-kanak, atau Sindrom Asperger.
2.1.4
Gejala Autisme
Menurut Kemenkes RI 2011, autisme adalah gangguan perkembangan
saraf yang sangat beragam yang ditandai dengan adanya tiga gejala, yaitu
gangguan interaksi sosial, komunikasi, dan tingkah laku terbatas dan berulang,
yang dapat terjadi sebelum usia anak tiga tahun.
13
1. Gangguan Perkembangan Sosial
Gangguan perkembangan sosial pada anak yang mengalami
gangguan autisme dapat terjadi pada bayi, balita, dan anak-anak. Pada bayi
umur 18 bulan, gejala gangguan dapat dilihat dari kurangnya perhatian bayi
terhadap rangsangan sosial, jarang tersenyum dan melihat seseorang, dan
tidak ada tanggapan saat dipanggil. Gejala pada balita dapat dilihat dari
kurangnya kontak mata, tidak ada komunikasi timbal balik. Pada usia 3-5
tahun dapat terjadi kesulitan dalam bermain dengan teman sebaya,
mendekati orang secara spontan, meniru, dan bereaksi secara emosional.
Untuk anak yang lebih besar dan dewasa mengalami kesulitan dalam
mengenali wajah sedih, gembira, atau marah.
2. Gangguan Perkembangan Komunikasi
Lebih dari setengah anak autisme tidak dapat berbicara, yang lainnya
hanya mengoceh, merengek, dan menjerit. Gejala autisme juga dapat dilihat
dari kelakuan anak yang sering mengulang potongan kata atau kalimat
tanpa arti, anak tidak imajinatif dalam hal permainan atau cenderung
monoton, bahasayang tidak lazim yang selalu di ulang-ulang. Intinya anak
autisme tidak dapat berkomunikasi dua arah dan tidak dapat terlibat dalam
pembicaraan normal.
14
3. Gangguan Tingkah Laku
Gangguan tingkah laku yang terjadi dapat berupa :
a. Melakukan gerakan yang tidak bertujuan yang diulang-ulang seperti
menggerak-gerakkan tangan.
b. Tidak mau melakukan hal yang berbeda.
c. Mengerjakan sesuatu secara rutin terhadap kebiasaan.
d. Bertingkah laku terbatas.
e. Menyakiti diri sendiri.
2.1.5 Pengelompokan Autisme
Menurut Faisal dalam Yatim, 2003 Autisme dikelompokkan menjadi 3
kelompok yaitu :
1. Autisme Persepsi
Autisme persepsi dianggap autisme asli dan disebut juga autisme
internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir. Anak yang terlalu
peka atau sangat kurang peka terhadap rangsangan dan pengaruh luar,
pada tahap awal sulit didiagnosa. Hanya bisa dilakukan dengan
pengawasan dan pengamatan yang ketat. Gejala yang dapat diamati,
antara lain :
a. Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat akan
menimbulkan kecemasan. Tubuh akan mengadakan mekanisme dan
reaksi pertahanan hingga terlihat timbul pengembangan masalah.
b. Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa ditentukan.
Orang tua tidak ingin peduli terhadap kebingungan dan kesengsaraan
anaknya. Kebingungan anaknya berubah menjadi kekecewaan. Dan
15
kemudian lama kelamaan rangsangan dari orang tua akan ditolak atau
anak merasa masa bodoh.
2. Autisme Reaktif
Pada autisme reaktif, penderita membuat gerakan-gerakan tertentu
berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang. Gejala yang dapat
diamati, antara lain :
a. Autisme ini biasa mulai terlihat pada anak usia besar (6-7 tahun)
sebelum anak memasuki tahap berpikir logis.
b. Mempunyai sifat rapuh, mudah terkena pengaruh luar yang timbul
setelah lahir, baik karena trauma fisik atau psikis, tetapi bukan
disebabkan karena kehilangan ibu.
c. Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa
rapuh ini, sehingga mempengaruhi perkembangan normal kemudian
harinya.
3. Autisme yang timbul kemudian
Kelainan ini dapat dikenali setelah anak berumur lebih besar, ini
akan sulit dilakukan pelatihan dan pendidikan untuk mengubah
perilakunya yang sudah melekat, ditambah beberapa pengalaman baru
dan mungkin diperberat dengan kelainan jaringan otak yang terjadi
setelah lahir.
16
2.2 Pola Asuh
2.2.1 Definisi Pola Asuh
Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat
berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan
kepribadian sangat besar artinya. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut
berpengaruh dalam proses perkembangan anak. Pola asuh orang tua dapat
diartikan bagaimana orang tua memperlakukan anak atau cara perlakuan orang
tua yang diterapkan kepada anak. Pengasuhan anak menunjuk kepada
pendidikan umum yang diterapkan pengasuh terhadap anak berupa proses
interaksi antara orang tua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh).
Orang tua dalam berinteraksi dengan anak cenderung menggunakan caracara tertentu yang dianggapnya paling baik bagi anak, dengan demikian
terjadilah beberapa perbedaan dalam pola asuh. Dalam hal ini, anak autisme
memiliki perlakuan khusus terhadap pola asuhnya. Pola asuh orang tua dalam
membantu anak yang terdiagnosis autisme dalam proses perkembangannya
adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan terhadap : 1) Dukungan keluarga
dalam perkembangan anak autisme ; 2) Penerimaan orang tua dalam
penanganan anak autisme; 3) Kepatuhan orang tua terhadap diet anak autisme.
Berikut
adalah
penjabaran
dari
masing-masing
upaya
yang
dapat
diaktualisasikan untuk perkembangan anak autisme :
1. Dukungan Keluarga Dalam Perkembangan Anak Autisme
Sebenarnya seorang anak autisme dengan anak normal lainnya
memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang sama dan kebutuhan-kebutuhan
lainnya yang tertentu, karena akibat dari gangguan proses perkembangan
17
yang mereka alami. Sehingga mereka memerlukan pelayanan untuk
kebutuhan-kebutuhan
yang
lebih
kompleks.
Selain
memperhatikan
pekembangan anak autisme dari segi nutrisinya, dukungan dalam bentuk
motivasi dalam kehidupan sehari-hari anak autisme juga sangat diperlukan.
Dukungan dalam hal ini dapat di artikan memberikan perhatian dan
kehangatan yang diperlukan anak yang menderita autisme, baik dukungan
dari keluarga inti (ayah, ibu, dan saudara kandung) maupun daukungan dan
perhatian dari keluarga besar (kakek, nenek, saudara laki/perempuan,
paman/bibi). Anak autisme memerlukan perlakuan khusus, terapi dan sekolah
khusus. Maka dari itu, orang tua dan anggota keluarga lainnya diharapkan
agar memiliki kesiapan dan dukungan secara mental dan emosional dalam
mendukung perkembangan anaknya.
2. Penerimaan Orang Tua Dalam Penanganan Anak Autisme
Setiap orang tua menginginkan anaknya berkembang sempurna, namun
orang tua yang memiliki anak yang perkembangannya tidak sempurna seperti
penyandang autisme biasanya akan bereaksi dengan menunjukkan rasa tidak
percaya( shock), sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Tidak
mudah bagi orang tua untuk melewati fase ini sampai dengan fase
penerimaan. Orang tua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan,
orang tua dituntut
mengerti hal-hal seputar
autisme dan mampu
mengorganisir kegiatan terapi penyembuhan untuk anaknya. Keterlibatan
langsung ini sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Menurut Puspita
seorang psikolog dalam Rachmayanti, 2008 bentuk penerimaan orang tua
dalam penanganan autisme adalah sebagai berikut :
18
a. Memahami keadaan anak apa adanya (positif-negatif, kelebihan dan
kekurangan).
Langkah ini justru yang paling sulit dicapai orang tua karena banyak
diantara orang tua sulit atau enggan menangani sendiri anaknya seharihari dirumah. Mereka mengandalkan bantuan pengasuh, pembantu,
saudara dan nenek-kakek dalam pengasuhan anak. Padahal pengasuhan
sehari-hari justru berdampak baik bagi hubungan interpersonal antara
anak dengan orang tuanya.
b. Memahami kebiasaan-kebiasaan anak.
c. Menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anak.
d. Memahami penyebab prilaku buruk atau baik anak-anak.
e. Membentuk ikatan batin yang kuat yang akan diperlukan dalam
kehidupan.
Sikap orang tua saat bersama anak sangat menentukan. Bila orang tua
bersikap mengecam, mengkritik, mengeluh dan terus mengulang-ulang
pelajaran, anak cenderung bersikap menolak dan masuk
kembali
kedunianya. Ada baiknya orang tua bisa bersikap lebih santai dan hangat
setiap kali berada bersama anak. Sikap orang tua yang positif, biasanya
membuat anak-anak lebih terbuka akan pengarahan dan lalu berkembang
ke arah yang lebih positif pula. Sebaliknya, sikap orang tua yang menolak
(langsung atau terselubung) biasanya menghasilkan individu autisme
yang sulit untuk diarahkan, di didik dan dibina.
19
f. Mengupayakan alternatif penanganan sesuai kebutuhan anak.
Alternatif penanganan begitu banyak, orang tua yang tidak tahu harus
memberikan apa bagi anaknya. Peran dokter atau petugas terapis disini
sangat penting dalam membantu memberikan keterampilan kepada orang
tua untuk dapat menetapkan kebutuhan anak.
Berdasarkan baik dan buruknya penyesuaian diri, ada dua jenis
penyesuaian diri menurut Lazarus dalam (Lubis, 2009) yaitu :
a. Penyesuaian diri kurang baik (poor adjustment) dimana seseorang menerima
kenyataan dengan pasif dan tidak melakukan usaha apapun untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Pada kasus autisme, penyesuaian
diri yang buruk dimana orang tua kehadiran anak autisme secara pasif dan
tidak mengoptimalkan kemampuan dirinya dan anak tersebut untuk
mengatasi masalah yang muncul.
b. Penyesuaian diri yang baik (good adjustment) dimana individu dapat
menerima keterbatasan-keterbatasannya yang tidak dapat diubah namun
individu tetap berusaha memodifikasi keterbatasan-keterbatasan tersebut
seoptimal mungkin. Penyesuaian diri orang tua yang baik dimana orang tua
dapat menerima keterbatasan-keterbatasan dari anak sehingga akan tercipta
hubungan baik antara anak dengan dirinya.
3. Kepatuhan Orang Tua Terhadap Diet Anak Autisme
Pola makan pada anak terutama anak autisme harus mengandung
jumlah zat gizi, terutama karbohidrat, protein dan kalsium yang tinggi guna
memenuhi
kebutuhan
fisiologik
selama
masa
pertumbuhan
dan
perkembangan. Ada beberapa jenis makanan yang menyebabkan reaksi alergi
20
pada anak autisme seperti gula, susu sapi, gandum, coklat, telur, kacang
maupun ikan. Selain itu konsumsi gluten dan kasein perlu dihindari karena
penderita autisme umumnya tidak tahan terhadap gluten dan kasein (Tajudin,
2009).
Anak dengan autisme umumnya alergi terhadap makanan. Pengalaman
dan perhatian orangtua dalam mengatur makanan dan mengamati gejala yang
timbul akibat makanan tertentu sangat bermanfaat dalam terapi. Dalam
penelitian (Evawany Aritonang, 2009) dengan judul Pengetahuan, Sikap Dan
Tindakan Ibu Dalam Pola Makan Anak Autisme Di Yayasan Tali Kasih
menunjukkan sebagian responden di Yayasan Tali Kasih yaitu 37,5%
responden menyatakan tidak selalu mematuhi aturan diet untuk anak autisme
dan sekali waktu dalam frekuensi 1-3 kali/ bulan mengizinkan anak
mengkonsumsi roti terigu,es krim atau pizza.
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI
(2009) diet yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap anak autisme adalah
sebagai berikut :
a. Diet tanpa gluten dan kasein.
Gluten adalah protein yang bersifat khas yang terdapat pada tepung
terigu, dan dalam jumlah kecil dalam tepung serealia lainnya, gluten
terdiri dari dua komponen protein yaitu gliadin dan glutein. Sedangkan
kasein adalah protein kompleks pada susu yang mempunyai sifat khas
yaitu dapat menggumpal dan membentuk massa yang kompak. Makanan
tradisional Indonesia bisa memberi solusi bagi anak autisme dalam
menghindari gluten dan kasein. Untuk anak autisme, orangtua bisa
21
memilihkan nasi, mi dari tepung singkong, susu kedelai sayuran, buah
segar, serta menghindari zat penyedap dan pewarna makanan.
b. Diet untuk alergi & Intoleransi.
Anak autisme umumnya menderita alergi berat. Makanan yang
menimbulkan alergi biasanya ikan, udang, susu coklat, gandum, dan
banyak lagi. Untuk mengatur makan bagi anak yang alergi dan intoleransi
makanan. :
1. Perhatikan sumber penyebab.
2. Hindari makanan pemicu alergi / intoleransi. Contohnya,bila alergi
telur, hindari makan telur, meski bukan harus dipantang seumur
hidup. Dengan bertambahnya umur anak dapat dikenalkan lagi pada
makanan tersebut sedikit demi sedikit.
2.3 Interaksi Sosial
2.3.1 Definisi Interaksi Sosial
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat
dinamakan proses sosial) karena interaksi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orangperorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial
dimulai pada saat itu. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri
secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Apabila masing-masing
ditinjau secara lebih mendalam, faktor imitasi misalnya, mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya
22
adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidahkaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
Namun demikian, imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya halhal yang negative, dimana misalnya yang ditiru adalah tindakan-tindakan
yang menyimpang. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang member
suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima
oleh pihak lain. Sedangkan untuk identifikasi sebenarnya merupakan
kecenderungan-kecenderungan
atau
keinginan-keinginan
dalam
diri
seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih
mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk
atas dasar proses ini (Soekanto, 2010).
Pola interaksi anak autisme dapat di lihat dari aspek interaksi
sosial menurut Widayanti dalam (Septiani, 2012) yaitu komunikasi, anak
autisme hanya dapat berinteraksi dengan cara komunikasi yang berbeda
dengan anak-anak normal. Anak autisme berkomukasi dengan cara mereka
sendiri
misalnya
saja
melakukan
sesuatu
dengan
berulang-ulang,
membentur-benturkan kepala, berteriak-teriak, dll. Hal-hal tersebut cara
anak autisme melakukan komunikasi karena mereka tidak mampu untuk
melakukan komunikasi secara verbal (Peeters, 2009). Kedua sikap, anak
autisme akan cenderung menarik diri dari segala kontak sosial apalagi
jika di hadapkan pada suatu lingkungan baru karena mereka menganggap
orang-orang sekitar mereka itu aneh. Ketiga tingkah laku kelompok, anak
autisme jarang mengucapkan salam ketika bertemu atau berpisah, baik
secara verbal atau senyuman dan anak autisme cenderung melakukan
23
gerakan yang berulang-ulang. Keempat norma sosial, dalam norma sosial
anak autisme jarang melakukan aktfitas dengan orang lain secara spontan dan
kurang ketimbalbalikan sosial dan emosional.
2.3.2 Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak
memenuhi dua syarat yaitu: adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi
(Soekanto, 2010).
1. Kontak Sosial
Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti
bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak
adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila
terjadi hubungan badaniah.
Sebagai gejala sosial tidak perlu berarti suatu
hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus
menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang
bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang
dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan
yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah.
Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontal sosial positif dan
kontak sosial negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang
mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah
kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak
sosial.
24
2. Komunikasi
Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada
orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap),
perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan
adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui olek
kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk
menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Dalam komunikasi
kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku
orang lain. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar
perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi
bisa menghasilkan pertikaian yang terjadi karena salah paham yang masingmasing tidak mau mengalah.
2.3.3 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1. Kerja Sama ( Cooperation)
Kerja sama sebagai suatu proses merupakan bentuk interaksi yang
pokok dan merupakan proses yang utama. Dikatakan demikian Karena
segala macam interaksi dapat dikembalikan pada kerja sama. Dan bentuk
kerja sama ini dapat ditemukan pada setiap manusia. Yang dimaksud
dengan kerja sama disini, adalah suatu usaha bersama antara individu atau
kelompok untuk mencapai satu tujuan atau beberapa tujuan bersama.
2. Akomodasi (Accomodation)
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk
menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses.
Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu
25
keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-peorangan atau
kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma
sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai
suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai
kestabilan.
3. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial alam taraf lanjut. Ini ditandai
dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang
terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan
juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan
proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan
dan tujuan-tujuan bersama. Secara singkat, proses asimilasi ditandai
dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat
emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit
mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.
2.3.4 Ciri-Ciri Interaksi Sosial
Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang.
b. Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
c. Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang
menentukan sifat aksi yang sedan berlangsung.
d. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama tidaknya tujuan tersebut
dengan yang diperkirakan oleh pengamat.
Download