S_PKIM_055123_BAB 2

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belajar dan Hasil Belajar
Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami
konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik
individual maupun kelompok, baik mandiri maupun dibimbing (Arifin, M, 2003).
Hilgard menyatakan bahwa:
“……Learning is the process by which an activity originates or change
through training procedurs (weather in the laboratory or in the natural
environment) as distinguished from change by factor not attributable to
training….”.
Belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik
latihan di laboratorium maupun dalam lingkungan ilmiah. Menurut gagne (Dahar,
1989), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Berdasarkan hal tersebut, maka
belajar dapat diartikan sebagai proses aktif siswa dalam perubahan perilaku
sebagai akibat pengalaman, baik dalam lingkungan ilmiah maupun lingkungan
laboratorium untuk memahami konsep-konsep baik individual maupun secara
kelompok.
Hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan
potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang (Sukmadinata, N.S, 2005).
Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilaku, baik perilaku
dalam
bentuk
penguasaan
pengetahuan,
keterampilan
berpikir
maupun
keterampilan motorik. Hasil belajar siswa merupakan salah satu indikator yang
8
9
dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui apakah tujuan pengajaran tercapai
atau tidak (Subroto, 2002). Menurut taksonomi Bloom (Arifin, 2003), hasil belajar
dapat diklasifikasikan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, domain afektif
dan domain psikomotor.
1. Hasil belajar yang bersifat kognitif sebagai kemampuan yang tersusun dari
taraf yang terendah dan tertinggi yaitu meliputi enam jenjang kemampuan,
yakni hafalan (ingatan), pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
2. Hasil belajar yang bersifat afektif yaitu mencangkup pemilikan minat, sikap,
dan nilai-nilai yang ditanamkan melalui proses belajar-mengajar
3. Hasil belajar yang bersifat psikomotor, mencangkup kemampuan yang
berupa keterampilan fisik (motorik) atau keterampilan manipulatif.
2.2 Belajar Konsep
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep merupakan ide
yang digunakan seseorang dalam mengelompokan dan menggolongkan suatu
objek, kerangka dalam berpikir, dan suatu komponen dasar dalam membangun
prinsip-prinsip (Dahar, 1989). Menurut Rosser (1984) Konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatankegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama
(dalam Dahar, 1989). Sehingga orang mempunyai stimulus yang berbeda-beda
dalam membentuk konsep sesuai dengan pengelompokkan stimulus-stimulus
dengan cara tertentu. Menurut Ausubel (1986), konsep-konsep diperoleh dengan
10
dua cara, yaitu formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept
assimilation). Formasi konsep terutama merupakan bentuk perolehan konsepkonsep sebelum anak-anak masuk sekolah.
Menurut Gagne (dalam Dahar, 1989), belajar konsep merupakan satu bagian
dari suatu hierarki dari delapan bentuk belajar. Dalam hierarki ini, setiap tingkat
belajar tergantung pada tingkat-tingkat sebelumnya. Berdasarkan delapan hierarki
belajar Gagne, belajar konsep dapat dikemukakan dalam dua konsep yakni belajar
konsep konkret dan belajar konsep terdefinisi. Menurut Gagne, belajar konsep
konkret memiliki prosedur yaitu membuat respon yang sama pada stimulusstimulus dengan atribut yang mirip. Sedangkan belajar konsep terdefinisi
memiliki prosedur yaitu menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya untuk memperoleh suatu konsep yang mendefinisikan.
Berdasarkan tingkat belajar yang telah disebutkan oleh Gagne, kedua
konsep mengenai belajar konsep dapat diterapkan dalam pembelajaran kimia.
Menurut Gagne, belajar konsep dibagi menjadi dua yaitu belajar konsep konkret
dan belajar konsep terdefinisi. Belajar konsep yang konkret dalam tingkat hierarki
Gagne dapat disejajarkan dengan konsep pembelajaran kimia pada level
makroskopis. Prosedur dalam belajar konsep konkret dalam Gagne diperoleh
dengan pengamatan secara langsung melalui fenomena-fenomena yang ada,
sedangan belajar konsep terdefinisi dalam Gagne diperoleh berdasarkan fenomena
yang telah dipelajari berupa definisi-definisi dari konsep awal. Belajar konsep
terdefinisi dalam tingkat hierarki Gagne dapat disamakan dengan konsep
11
pembelajaran kimia pada level mikroskopis dan simbolis yang diperoleh dari
penurunan konsep makroskopis yang bersifat abstrak.
2.3 Pemahaman Level Makroskopik, Mikroskopik dan Simbolik Dalam
Kimia
Pemahaman adalah kemampuan menangkap arti dari informasi yang
diterima dan yang dipelajari (Arifin, M., 2003). Sebagai ahli teoritis dan fisik
kimia, Hoffman dan Laszho (1991) menyatakan bahwa pemahaman dalam kimia
itu berupa perumpamaan, model-model, dan teori-teori yang membangun ahli
kimia dalam menginterpretasikan alam dan realita. Gambaran umum dalam
pembelajaran kimia mengacu pada berbagai jenis rumusan-rumusan, struktur, dan
simbol yang digunakan dalam ilmu kimia. Gambaran dari struktur molekul dan
penulisan rumusan kimia menyatakan makna dari pengembangan teori dan
eksperimen kimia (Hoffman dan Laszo, 1991 dalam Wu, 2000).
Pemahaman kimia dalam ilmu kimia meliputi tingkat pemahaman level
makroskopik, mikroskopik, dan simbolik (dalam Gabel, 1999). Ketiga level
pemahaman kimia tersebut harus diterapkan dalam pemahaman konsep agar
tercipta komunikasi ilmu kimia yang mudah dimengerti dan tidak lagi bersifat
abstrak. Untuk tercapainya komunikasi ilmu kimia yang memadai maka harus
dilakukan dengan cara yaitu meningkatkan kemampuan menganalisis dan
mendeskripsikan pada level makroskopik (ekperiment), mikroskopik (partikel,
atom, molekul, ion), dan simbolik (persamaan, lambang, rumus,) serta
12
menghubungkan diantara ketiganya secara tepat (Sopandi, W dan Murniati, 2007
dalam Ravioli, 2001).
Makroskopik
(percobaan dan pengalaman)
Simbolik
(model stick&ball, rumus struktur,
rumus empiris, persamaan kimia)
Mikroskopik
(elektron, molekul, atom)
Gambar 2.1 Tiga Representasi Kimia.
(David F. Treagust et al., 2003)
Representasi kimia yang pertama adalah representasi pada pemahaman
kimia level makrokopik. Pemahaman kimia pada level makroskopik biasanya
dimulai dari pembicaraan atau pengamatan terhadap suatu fenomena. Pemahaman
makroskopik ini didasarkan pada fenomena yang nampak atau dapat ditangkap
oleh panca indera sebagai suatu pengamatan secara langsung (Russel, 1997).
Biasanya pemahaman pada level makroskopik ini dilakukan melalui pengamatan
terhadap ekperimen atau percobaan yang dilakukan di laboratorium. Pada level ini
biasanya minat siswa tinggi tetapi akan mengalami penurunan ketika mempelajari
pada level selanjutnya. Krajcik (Wu, 2000) mengatakan bahwa level makrokopik
sangat penting ketika pembelajaran dimulai untuk mengatasi perbedaan
13
pengalaman siswa sehari-hari, misalnya dengan menceritakan fenomenafenomena di alam yang berhubungan dengan kimia.
Representasi kimia yang kedua adalah representasi pada pemahaman kimia
level mikrokopik. Pemahaman kimia pada level mikroskopik digunakan dalam
ilmu kimia berdasarkan pengembangan dari fenomena yang dapat ditangkap oleh
panca indera pada level makroskopik. Karena level mikroskopik ini berasal dari
pengembangan gejala yang tampak maka pada level ini dianggap sebagai
pemahaman yang sulit dan bersifat abstrak. Pada level mikroskopik ini siswa
harus mampu untuk menjelaskan suatu fenomena yang diamati pada materi
hidrolisis garam dengan menggunakan model susunan partikel. Untuk orang
awam, pemahaman pada level ini tidak bisa dipahami lewat persepsi-persepsi
pribadi tetapi harus konsisten berdasarkan pengembangan gejala yang nampak
atau dari fenomena. Gabe, Samuel dan Hunn (1987) menunjukan bahwa
kebanyakan konsep-konsep kimia mempunyai tiga tingkat pemahaman yang
berhubungan dengan panca indera, partikel dan tingkatan simbolis. Ahli kimia
mengubah bentuk informasi yang berhubungan dengan panca indra ke dalam
proses-proses kimia dalam bentuk perilaku-perilaku molekuler dan atomis pada
tingkat partikuler (mikroskopik). Walaupun sudah banyak siswa yang melakukan
praktikum kimia, namun mereka terkadang tidak dapat menjelaskan apa yang
terjadi pada level mikroskopik dari percobaan yang telah dilakukan.
Representasi kimia yang ketiga yaitu ada pada level simbolis berupa
lambang, rumusan-rumusan atau unsur-unsur dari bahasa kimia untuk
menjelaskan pengamatan (Hoffman dan Laszo, 1991; Kozma et al., 1997; Kozma,
14
1997). Hoffman dan Laszo (1991) menyatakan bahwa “suatu rumusan kimia itu
seperti kata” yakni yang menyusun bahasa dari ilmu kimia dan “isi-isi yang
mengidentifikasi” yakni untuk memilih jenis kimia yang mewakili. Keterlibatan
yang paling penting dari analogi ini adalah bahwa kedua-duanya dapat
menghasilkan suatu komunikasi berbahasa kimia yang mudah dipahami dan
dimengerti. Pemahaman kimia pada level simbolik ini akan menjelaskan reaksireaksi yang terlibat pada level makroskopik. Biasanya berupa rumusan kimia atau
persamaan reaksi yang melibatkan unsur-unsur di dalamnya.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh faktor utama yaitu dalam diri
siswa itu sendiri, dari faktor luar diri siswa atau faktor lingkungan.
Muhibbin,
Syah
(Syah,
1999)
mengklasifikasikan
faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar menjadi tiga yaitu :
a. Faktor internal (faktor yang ada dalam diri siswa) yang meliputi segi
fisiologis dan psikologis.
Faktor fisiologis meliputi kondisi umum jasmani, tonus (tegangan otot),
dan juga kondisi organ-organ khusus siswa seperti tingkat kesehatanindera
pendengar dan penglihat yang akan mempengaruhi kemampuan siswa alam
menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.
Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi antara lain tingkat
kecerdasan/intelegnsi, sikap siswa, bakat, minat, dan motivasi siswa.
15
b. Faktor eksternal (faktor yang ada di luar diri siswa) yang meliputi
lingkungan sosial dan non sosial
Lingkungan sosial pada faktor eksternal meliputi lingkungan sekolah
seperti guru teman, dan keluarga siswa itu sendiri. Sedangkan lingkungan
non sosial meliputi gedung sekolah dan letaknya, alat-alat belajar (termasuk
bukku teks), sarana dan prasarana, keadaan cuaca, serta waktu belajar yang
digunakan oleh siswa.
Salah satu faktor lingkungan belajar yang paling mempengaruhi hasil
belajar siswa disekolah adalah kualitas pengajaran yang dilakukan oleh guru
(Sudjana, 1989). Pada lingkungan sosial, faktor guru sangat memiliki
pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dalam pemahaman konsep kimia,
guru sebaiknya memberikan secara lengkap tiga level representatif kimia
sehingga menghasilkan konsep kimia yang utuh dan dapat dipahami oleh
siswa. Dalam pelaksanaannya, guru hendaknya menentukan konsep-konsep
yang akan diajarkan pada siswa, tingkat-tingkat pencapaian konsep yang
diharapkan pada siswa, dan metode mengajar yang digunakan. Pengetahuan
tentang perkembangan kognitif atau pemahaman akan memberikan
kontribusi dalam membuat keputusan dalam pembelajaran (Nuraeni, 2008).
Jika pada guru itu sendiri sudah terjadi miskonsepsi, maka miskonsepsi ini
akan diteruskan kepada siswa yang selalu menganggap apa-apa yang
diberikan oleh guru selalu benar. Adapun hal-hal yang mempengaruhi
pembentukan konsep yang dimiliki oleh guru diantaranya yaitu pendidikan
dan pelatihan guru dan juga buku referensi atau buku teks.
16
Buku teks sebagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar pada
lingkungan non sosial yang juga dapat memberikan kontribusi yang cukup
besar. Buku teks adalah sarana belajar yang digunakan di sekolah untuk
menunjang suatu program pembelajaran. Siswa tidak mempunyai fokus
yang jelas tanpa adanya buku teks dan ketergantungan pada guru menjadi
tinggi. Bagi guru baru yang kurang berpengalaman, buku teks berarti
keamanan, petunjuk, dan bantuan. Adanya buku teks akan sangat membantu
pembentukan konsep pada diri siswa. Namun apabila terdapat kekeliruan
konsep pada buku teks sendiri, maka secara otomatis akan menimbulkan
pembentukan konsepsi yang salah pada diri siswa.
c. Faktor pendekatan belajar, dapat diartikan sebagai cara atau srategi yang
digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses
pembelajaran.
Menurut Harlen (dalam Nurhayati, 2008) ada metode yang disebut effective
teaching, yang menyatakan bahwa agar pembelajaran kimia efektif diperlukan
praktikum, penggunaan computer, latihan-latihan, dan evaluasi. Praktikum untuk
memfasilitasi level makroskopik dari kimia, komputer untuk memfasilitasi level
makroskopik dari kimia misalnya dengan menggunakan animasi atau modelmodel molekul, sedangkan latihan-latihan atau evaluasi untuk memfasilitasi level
simbolik dengan ,mengkomunikasikan pengetahuannya. Sarana dan prasarana
seperti itu juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajar pada faktor eksternal di lingkungan non sosial.
17
2.5 Analisis Level Makroskopik, Mikroskopik dan Simbolik pada Materi
Pokok Hidrolisis Garam
Garam merupakan senyawa hasil reaksi penetralan asam dan basa. Akan
tetapi reaksi penetralan tidaklah berarti membuat larutan garam menjadi bersifat
netral. Larutan garam dapat dihasilkan dari asam kuat dengan basa kuat, asam
kuat dengan basa lemah, asam lemah dan basa kuat dan asam lemah dan basa
lemah. Larutan garam ini ada yang bersifat asam, basa, atau netral.
2.5.1
Pengertian Hidrolisis Garam
Hidrolisis adalah peristiwa reaksi antara garam dan air menghasilkan asam
atau basa. Hidrolisis garam adalah reaksi suatu garam dengan air atau reaksi
antara air dengan ion-ion yang berasal dari asam lemah atau basa lemah. Sifat
larutan garam bergantung pada kekuatan asam dan basa yang membentuk garam
itu.
2.5.2
Jenis-Jenis Garam
Berdasarkan komponen asam basa pembentuknya, garam terbagi menjadi
empat jenis, yaitu garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat, garam yang
berasal dari asam lemah dan basa kuat, garam yang berasal dari asam kuat dan
basa lemah serta garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.
2.5.2.1 Garam yang Berasal dari Asam Kuat dan Basa Kuat
Ketika padatan garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat dilarutkan
dalam air maka akan terionisasi sempurna menjadi anion dan kation, dan sebagian
kecil H2O juga akan mengalami ionisasi. Basa konjugat dari asam kuat tidak
memiliki afinitas terhadap proton dibandingkan dengan molekul air (Sunarya,
18
2003). Basa konjugat ini merupakan asam-asam kuat yang terdisosiasi sempurna
di dalam pelarut air. Jadi, jika anion seperti Cl- dan NO3- dimasukan ke dalam air,
anion-anion tersebut tidak akan menarik H+ dari molekul air sehingga tidak
menimbulkan dampak terhadap pH. Begitu pula pada kation seperti K+ dan Na+
dari basa kuat juga memiliki afinitas terhadap ion OH- dari molekul air, yang
tentunya tidak menghasilkan ion H+, sehingga tidak berpengaruh terhadap pH
larutan (Sunarya, 2003). Karena keduanya tidak bereaksi dengan air (tidak
terhidrolisis). Kation tidak bereaksi dengan ion OH- dari molekul air dan anion
juga tidak bereaksi dengan ion H+ dari molekul air, maka tidak mempengaruhi
jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan. Sehingga larutan tetap bersifat netral (pH =
7) karena [H+] = [OH-]. Larutan tidak akan memerahkan lakmus biru dan tidak
akan membirukan lakmus merah.
Contoh larutan garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat adalah
larutan NaCl. Natrium klorida (NaCl) terdiri dari kation Na+ dan anion Cl-. Baik
ion Na+ maupun Cl- berasal dari elektrolit kuat, sehingga keduanya tidak
mengalami hidrolisis (Purba, 2007).
Berdasarkan reaksi diatas, gambar susunan partikel-partikel dalam larutan
NaCl dapat dimodelkan sebagai berikut:
19
=H
= H2O
= OH-
= Na+
+
= Cl-
Gambar 2.2
Model susunan partikel dalam larutan NaCl
Molekul H2O dalam air murni sedikit terurai menjadi H+ dan OH-. Ketika
garam NaCl dilarutkan dalam air murni, molekul H2O tidak dapat bereaksi dengan
kation ataupun anion dari NaCl. Oleh karena itu, jumlah molekul H2O, H+, dan
OH- dalam keadaan yang tetap atau tidak mengalami perubahan, tetapi molekul
dari NaCl berubah menjadi Na+ dan Cl-. Jadi, NaCl tidak mengubah perbandingan
konsentrasi ion H+ dan OH- dalam air. Dengan kata lain, larutan NaCl bersifat
netral sehingga larutan tidak akan memerahkan lakmus biru dan tidak akan
20
membirukan lakmus merah. Garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa kuat
tidak terhidrolisis.
2.5.2.2 Garam yang Berasal dari Asam Lemah dan Basa Kuat
Ketika padatan garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat
dilarutkan dalam air akan terionisasi sempurna menjadi anion dan kation, dan
sebagian kecil H2O juga akan mengalami ionisasi. Garam yang terbentuk dari
basa kuat dan asam lemah mengalami hidrolisis parsial yaitu hidrolisis anion
(Purba, 2007). Contoh larutan yang berasal dari basa kuat dan asam lemah adalah
larutan CH3COONa. Dalam larutan natrium asetat, spesi utamanya adalah kation
Na+, anion CH3COO- dan H2O. Ion Na+ merupakan asam konjugat lebih lemah
dari air, sehingga tidak menimbulkan sifat asam atau basa terhadap larutan.
Sehingga ion Na+ yang berasal dari basa kuat (NaOH) tidak dapat bereaksi dengan
air tetapi hanya terhidrasi secara sederhana. Ion CH3COO- yang merupakan basa
konjugat dari asam asetat, atau basa lebih kuat dari air memiliki afinitas terhadap
proton dari molekul air. Sehingga ion CH3COO- yang berasal dari asam lemah
(CH3COOH) akan bereaksi dengan air menghasilkan ion OH-. Jadi, CH3COONa
terhidrolisis sebagian (Parsial), yaitu hidrolisis anion CH3COO-.
Berdasarkan reaksi diatas, gambar susunan partikel-partikel dalam larutan
CH3COONa dapat dimodelkan sebagai berikut:
21
= H+
= H2O
= OH-
= Na+
= CH3COOH
= CH3COO-
Gambar 2.3
Model susunan partikel dalam larutan CH3COONa
Molekul H2O dalam air murni sedikit terurai menjadi H+ dan OH-. Ketika
garam CH3COONa dilarutkan dalam air murni, molekul CH3COONa akan
terionisasi menjadi CH3COO- dan Na+. Molekul H2O akan bereaksi dengan anion
CH3COO-. Oleh karena itu, jumlah molekul H2O, H+, dan OH- akan mengalami
perubahan yakni salah satu molekul H2O akan bereaksi dengan anion tersebut
sehingga menghasilkan molekul CH3COOH dan ion OH-. Karena dalam proses
hidrolisis ini menghasilkan ion OH- maka akan terjadi peningkatan konsentrasi ion
OH-, sehingga dalam larutan CH3COONa konsentrasi OH- lebih besar
22
dibandingkan konsentrasi H+, jadi larutan bersifat basa (pH > 7). Sehingga larutan
akan membirukan lakmus merah dan tidak akan memerahkan lakmus biru.
2.5.2.3 Garam yang Berasal dari Asam Kuat dan Basa lemah
Beberapa garam menghasilkan larutan asam ketika dilarutkan dalam air.
Garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa lemah akan mengalami hidrolisis
parsial, yaitu hidrolisis kation. Contoh larutan garam yang berasal dari asam kuat
dan basa lemah adalah NH4Cl. Jika padatan NH4Cl dilarutkan dalam air maka
akan terbentuk kation NH4+ dan anion Cl-. Ion NH4+ yang berasal dari basa lemah
NH3 akan mengalami hidrolisis. Sedangkan ion Cl- yang berasal dari asam kuat
HCl tidak terhidrolisis. Ion NH4+ berperilaku sebagai asam konjugat dari asam
nitrat yang memiliki sifat asam lebih kuat dari air. Hal ini menyatakan bahwa ion
NH4+ akan memberikan proton pada molekul air. Oleh karena itu, maka ion NH4+
akan terhidrolisis menghasilkan ion H3O+. Sedangkan ion Cl- tidak memiliki
afinitas terhadap H+ dalam molekul air, melainkan hanya terhidrasi sederhana,
sehingga tidak berdampak pada pH larutan.
Berdasarkan reaksi diatas, gambar susunan partikel-partikel dalam larutan NH4Cl
dapat dimodelkan sebagai berikut:
23
= H+
= H2O
= Cl-
= OH-
= NH3
= NH4+
Gambar 2.4
Model susunan partikel dalam larutan NH4Cl
Molekul H2O dalam air murni sedikit terurai menjadi H+ dan OH-. Ketika
garam NH4Cl dilarutkan dalam air murni, molekul NH4Cl akan terionisasi
menjadi NH4+ dan Cl-. Molekul H2O akan bereaksi dengan kation NH4+. Oleh
karena itu, jumlah molekul H2O, H+, dan OH- akan mengalami perubahan yakni
salah satu molekul H2O akan bereaksi dengan kation tersebut dan menghasilkan
molekul NH3 dan ion H3O+. Karena reaksi hidrolisis kation dengan air
menghasilkan ion H3O+, maka akan terjadi peningkatan konsentrasi H3O+ atau H+
24
dalam larutan, akibatnya konsentrasi OH- lebih kecil dibandingkan konsentrasi
H+. Jadi, larutan akan bersifat asam (pH < 7). Sehingga larutan akan memerahkan
lakmus biru dan tidak akan membirukan lakmus merah.
2.5.2.4 Garam yang Berasal dari Asam Lemah dan Basa lemah
Baik kation maupun anion dari garam yang terbentuk dari asam lemah dan
basa lemah terhidrolisis dalam air, sehingga disebut hidrolisis total. Contoh
larutan yang berasal dari asam lemah dan basa kuat adalah CH3COONH4.
Ammonium sianida (CH3COONH4) terdiri dari kation NH4+ dan anion CH3COO-.
Baik ion NH4+ maupun ion CH3COO- berasal dari elektrolit lemah, sehingga
keduanya dapat terhidrolisis. Ion NH4+ berperilaku sebagai asam konjugat dari
asam nitrat yang memiliki sifat asam lebih kuat dari air. Hal ini menyatakan
bahwa ion NH4+ akan memberikan proton pada molekul air. Oleh karena itu,
maka ion NH4+ akan terhidrolisis menghasilkan ion H+. Sedangkan ion CH3COOyang merupakan basa konjugat dari asam asetat, atau basa lebih kuat dari air
memiliki afinitas terhadap proton dari molekul air. Sehingga ion CH3COO- yang
berasal dari asam lemah (CH3COOH) akan bereaksi dengan air menghasilkan ion
OH-.
Berdasarkan reaksi diatas, keadaan partikel-partikel dalam larutan CH3COONH4
dapat dimodelkan sebagai berikut:
25
= H+
= H2O
= NH4+
= OH-
= NH3
= CH3COOH
= CH3COO-
Gambar 2.5
Model susunan partikel dalam larutan CH3COONH4
Karena pada hasil reaksi terdapat ion OH- dan ion H3O+, maka larutan ini
mungkin bersifat asam, basa atau netral. Kemungkinan yang ada adalah larutan
akan memerahkan lakmus biru atau akan membirukan lakmus merah, atau tidak
kedua-duanya. Sifat larutan garam ini bergantung pada harga Ka (konstanta
ionisasi asam lemah) dn Kb (konstanta ionisasi basa lemah), dengan ketentuan
sebagai berikut:
26
1) Jika harga Ka > Kb, berarti konsentrasi ion H+ lebih banyak dari ion OHsehingga garam bersifat asam.
2) 2.Jika harga Ka < Kb, berarti konsentrasi ion H+ lebih sedikit dari ion OHsehingga garam bersifat basa.
3) Jika harga Ka = Kb, berarti konsentrasi ion H+ sama dengani ion OHsehingga garam bersifat netral.
2.5.3
Menghitung pH Larutan Garam yang Mengalami Hidrolisis
2.5.3.1 Penentuan [OH-] Larutan Garam yang Bersifat Basa
Contoh larutan garam yang bersifat basa adalah CH3COONa. Ketika
dilarutkan dalam air akan terbentuk anion dari asam lemah, CH3COO- dan kation
dari basa kuat, Na+. Kemudian anion dari asam lemah ini mengalami hidrolisis
manjadi asam lemah. Perhatikanlah reaksi hidrolisis CH3COO- dari garam
CH3COONa berikut!
Konstanta Kesetimbangan dari reaksi hidrolisisnya:
Karena [CH3COOH] = [OH-]
Maka persamaannya menjadi:
]
],
27
Perhatikan rumus Kh berikut.
Jika persamaan tersebut dikalikan dengan
[H + ]
maka:
[H + ]
……………………………(1)
Perhatikan reaksi ionisasi berikut,
o Asam lemah
Ka =
o Air
, yaitu:
[CH 3COO- ][ H + ]
[CH 3COOH ]
1
atau
............(2)
=
[CH 3COOH ]
K a [CH 3COO- ][ H + ]
, yaitu:
K w = [ H + ][OH - ] ………………………………………………(3)
Persamaan 2 dan 3 disubstitusikan ke persamaan 1 akan didapat:
Maka diperoleh bahwa:
2.5.3.2 Menghitung [H+] Larutan Garam yang Bersifat Asam
28
Contoh larutan garam yang bersifat asam adalah NH4Cl. Ketika dilarutkan
dalam air akan terbentuk anion dari asam kuat, Cl- dan kation dari basa lemah,
NH4+. Kemudian kation dari basa lemah ini mengalami hidrolisis manjadi basa
lemah. Perhatikanlah reaksi hidrolisis NH4+ dari garam NH4Cl berikut!
atau
Konstanta Kesetimbangan dari reaksi hidrolisisnya
Karena [NH3] = [H+]
Maka persamaannya menjadi:
,
Perhatikan rumus Kh berikut.
Jika persamaan tersebut dikalikan dengan
[OH - ]
maka:
[OH - ]
………………..……………(1)
29
Perhatikan reaksi ionisasi berikut,
o Basa lemah
Kb =
o Air
, yaitu:
[ NH 4+ ][OH - ]
[ NH 3 ]
1
atau
……..........(2)
=
[ NH 3 ]
K b [ NH 4 + ][OH - ]
, yaitu:
H 2O (l ) € H + ( aq ) + OH - ( aq )
K w = [ H + ][OH - ] …………………………………………..(3)
Persamaan 2 dan 3 disubstitusikan ke persamaan 1 akan didapat:
Maka diperoleh bahwa:
2.5.3.3 Penentuan [H+] dan [OH-] Larutan Garam yang Berasal dari Asam
Lemah dan Basa Lemah
Contoh dari larutan garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah
adalah CH3COONH4. Ketika dilarutkan dalam air, akan terbentuk kation asam
lemah, NH4+ dan anion basa lemah, CH3COO-. Baik kation maupun anion akan
mengalami reaksi hidrolisis menjadi asam lemah dan basa lemahnya.
Perhatikanlah reaksi hidrolisis berikut.
30
Konstanta kesetimbangan dari kedua reaksi hidrolisis
Maka konstanta kesetimbangan untuk kedua reaksi tersebut yaitu
Karena
Maka persamaannya menjadi:
[ H + ]2
Jika persamaan tersebut dikalikan dengan + 2 , maka:
[H ]
31
Atau
32
Tabel 2.1 Analisis Materi Hidrolisis Garam Terhadap Tiga Level Representasi Kimia (Makrokopik, Mikroskopik dan Simbolik)
No
1.
Label
Konsep
larutan
garam
dari
asam
kuat
basa
kuat
Level
Makroskopik
Larutan
tidak
akan
memerahkan
lakmus biru dan
tidak
akan
membirukan
lakmus merah
Level Mikroskopik
Level Simbolik
ketika garam yang berasal dari asam kuat Gambar susunan partikel larutan NaCl:
dan basa kuat dilarutkan dalam air maka
akan terionisasi sempurna menjadi anion dan
kation, dan sebagian kecil H2O juga akan
mengalami ionisasi.
Kation dan anion garam merupakan ion yang
berasal dari basa kuat dan asam kuat
sehingga tidak memiliki afinitas terhadap
proton dibandingkan dengan molekul air.
Oleh karena itu, keduanya tidak bereaksi
dengan air (tidak terhidrolisis).
Kation tidak bereaksi dengan OH- dari
molekul air dan anion juga tidak bereaksi
dengan H+ dari molekul air, maka tidak
mempengaruhi jumlah ion H+ dan OHdalam larutan. Sehingga larutan tetap
bersifat netral (pH = 7) karena [H+] = [OH-].
= H+
= OH-
= H2O
= Na+
= Cl-
33
No
2.
Label
Konsep
Level
Makroskopik
Larutan
garam
dari
asam
lemah
dan basa
kuat
Larutan
akan
membirukan
lakmus
merah
dan tidak akan
memerahkan
lakmus biru
Level Simbolik
Level Mikroskopik
Ketika garam yang yang terbentuk dari asam Gambar susunan partikel larutan CH3COONa:
lemah dan basa kuat dilarutkan dalam air
akan terionisasi menghasilkan anion dari
asam lemah dan kation dari basa kuat.
Garam dari asam lemah dan basa kuat ini
terhidrolisis parsial, kation yang berasal dari
basa kuat, tidak bereaksi dengan air.
Sedangkan anion yang berasal dari asam
lemah bereaksi kesetimbangan dengan air
menghasilkan asam lemah dan ion OH-.
Hidrolisis menghasilkan ion OH- sehingga
terjadi peningkatan konsentrasi ion OH-,
maka dalam larutan [OH-] lebih besar
dibandingkan [H+], jadi larutan bersifat basa
(pH > 7).
No
Label
Level
= H+
= H2O
= CH3COOH
= OH-
= Na+
= CH3COO-
Level Mikroskopik
Level Simbolik
34
3.
Konsep
Makroskopik
Larutan
garam
dari
asam
kuat
basa
lemah
Larutan
akan
memerahkan
lakmus biru dan
tidak
akan
membirukan
lakmus merah
Ketika garam yang yang terbentuk dari asam Gambar susunan partikel larutan NH4Cl:
kuat dan basa lemah dilarutkan dalam air
akan terionisasi menghasilkan anion dari
asam kuat dan kation dari basa lemah
Garam dari asam kuat dan basa lemah ini
mengalami hidrolisis parsial, kation dari
basa lemah bereaksi kesetimbangan dengan
air menghasilkan basa lemah dan ion H3O+
(H+), sedangkan anion tidak bereaksi dengan
air.
Reaksi kation dengan air menghasilkan ion
H3O+, maka terjadi peningkatan konsentrasi
H3O+ atau H+ dalam larutan, akibatnya [H+]
lebih besar dibandingkan [OH]. Jadi larutan
akan bersifat asam (pH < 7).
= H+
= H2O
= OH-
= NH3
= Cl= NH4+
35
No
4.
Label
Konsep
Level
Makroskopik
Larutan
garam
dari
asam
lemah
dan basa
lemah
Larutan
akan
memerahkan
lakmus biru atau
akan
membirukan
lakmus merah,
atau tidak keduaduanya
Level Mikroskopik
Level Simbolik
Ketika garam yang yang terbentuk dari asam Gambar susunan partikel CH3COONH4 :
lemah dan basa lemah dilarutkan dalam air
akan terionisasi menghasilkan anion dari
asam lemah dan kation dari basa lemah.
Garam dari asam lemah dan basa lemah ini
akan terhidrolisis sempurna, baik anion
maupun kation dari garam ini bereaksi
dengan air menghasilkan asam, basa ion OH, dan ion H3O+.
Pada hasil reaksi terdapat OH- dan H3O+.
Jadi, larutan garam ini mungkin bersifat
asam, basa atau netral. Sifat larutan garam
yang berasal dari asam lemah dan basa
lemah bergantung pada harga Ka (konstanta
ionisasi asam lemah) dan Kb (konstanta
ionisasi basa lemah).
= H+
= H2O
= OH-
= NH3
= NH4+
= CH3COO-
= CH3COOH
Sumber: Nuraeni, A, (2008) yang telah dimodifikasi
Download