The 10th Scientific Respiratory Medicine Meeting

advertisement
LAPORAN KHUSUS
The 10th
Scientific Respiratory Medicine Meeting
PIPKRA 2012
•
•
•
•
P
ada tanggal 9-11 Februari 2012 yang
lalu, telah diselenggarakan The 10th
Scientific Respiratory Medicine Meeting PIPKRA 2012. Pertemuan ilmiah
berskala internasional ini diselenggarakan di
Hotel Borobudur, Jakarta selama 3 hari, 1 hari
workshop dan 2 hari simposium. Pertemuan ini
mengangkat tema “New Paradigm in Respiratory
Medicine: Preparing the Future” bertujuan untuk
mengatasi masalah-masalah yang sedang terjadi dan didasarkan pada guideline paling baru
dalam penyakit-penyakit respiratori.
Workshop yang diselenggarakan di hari pertama menyediakan edukasi mendalam mengenai Pulmonary Ultrasonography, Basic and
Advance of Lung Function, Multi Drugs Resistant
Tuberculosis, Management of Thoracic Malignancy for Both Pulmonologist and Nurse, Sleep
Study, Advance Bronchoscopy, dan Imaging for
Lung Disease.Simposium yang diselenggarakan
di hari kedua dan ketiga mengangkat beberapa
topik terkini disampaikan oleh para pembicara,
baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Jumlah peserta yang mengikuti simposium ini
kurang lebih 800 orang. Beberapa pembicara
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 233
dari luar negeri yang hadir di antaranya: Roland
Buhl (Germany),Eiso Hiyama (Japan), Philips
Hopewell (USA), Gary Y Lee (Australia), Samson
Lim (Singapore).
Topik-topik simposium yang dipresentasikan
antara lain: Pulmonary Hypertension, Gift of
AIR - AIR is for Asthma and COPD Patients, A
Comprehensive Approach to COPD Management, Lung Mycosis : The Challenges of Diagnosis and Early Therapy, Treatment of Asthma
and COPD : The Day after Tomorrow, Go Deep
– Do More in COPD Treatment, What’s New in
Antibiotic Therapy for AECOPD, Indacaterol-A
Novel Bronchodilator for COPD Treatment, Optimizing Antimicrobial Therapy in HAP/VAP
Penyelenggaraan PIPKRA 2012 ini juga didukung oleh hampir 50 perusahan farmasi, baik
PMA, PMDN, maupun ALKES.
Beberapa topik pilihan:
Position LABACS in New GOLD Guideline –
Wiwien H Wiyono (Department of Pulmonology
and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine
University of Indonesia, Persahabatan Hospital
Jakarta)
•
Menurut guideline GOLD (Global Initiative
for Chronic Obstructive Lung Disease) baru
(periode 2011), definisi COPD berubah
menjadi penyakit yang bisa dicegah dan
bisa diobati, yang dikarakterisasi oleh keterbatasan aliran udara persisten yang
biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis saluran napas dan paru-paru terhadap
partikel-partikel atau gas-gas berbahaya.
Eksaserbasi dan komorbiditas berkontribusi terhadap keparahan total pada
pasien COPD.
Penilaian keparahan COPD membutuhkan penilaian terhadap gejala, derajat
limitasi saluran napas, risiko eksaserbasi,
dan komorbiditas. Kombinasi penilaian
gejala dan risiko eksaserbasi adalah dasar
manajemen non-farmakologi dan farmakologi COPD.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya,
terapi kombinasi berbagai agen inhalasi
(antikolinergik, beta agonis jangka panjang, atau kortikosteroid) dapat menurunkan eksaserbasi, hospitalisasi, tingkat
kematian, dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien COPD.
Pada guideline GOLD baru, LABACS (kombinasi beta agonis jangka panjang dan
kortikosteroid) direkomendasikan untuk
pasien kelompok C dan D, yaitu kelompok-kelompok risiko tinggi eksaserbasi
dan komorbiditas.
COPD Exacerbations and its Impact on
Patients’ Life: LAMA or LABA Preference? –
Faisal Yunus (Department of Pulmonology and
Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, Persahabatan Hospital Jakarta)
•
Eksaserbasi COPD didefinisikan sebagai kejadian penyakit COPD yang dikarakterisasi
oleh perubahan baseline dyspnea pasien,
batuk, timbulnya sputum, onsetnya akut, dan
bisa menyebabkan peru-bahan medikasi.
Eksaserbasi COPD sering dikaitkan dengan
meningkatnya angka kematian, dan menurunkan tingkat kesehatan. Oleh karena itu,
mencegah eksaserbasi merupakan tujuan
utama pengobatan COPD.
233
4/3/2012 11:53:58 AM
LAPORAN KHUSUS
•
•
Antikolinergik jangka panjang dan tiotropium dapat lebih menurunkan eksaserbasi (termasuk eksaserbasi di rumah sakit
atau eksaserbasi parah) jika dibandingkan dengan LABA dan salmeterol, walau
tidak berbeda bermakna.
POET-COPD (Prevention of Exacerbations
with Tiotropium) merupakan penelitian
jangka panjang untuk membandingkan
efek tiotropium dan salmeterol dalam
mencegah eksaserbasi COPD; hasilnya
menunjukkan bahwa inhalasi tiotropim
dapat menurunkan risiko eksaserbasi
COPD sebanyak 17% dan juga menurunkan eksaserbasi di rumah sakit hingga
28% jika dibandingkan dengan salmeterol (LABA).
Rofumilast a PDE-4 Inhibitor, the Breakthrough First-in-class Treatment Targeting
the COPD Specific Inflammation – Sam Lim
•
Roflumilast adalah PDE-4 inhibitor oral
sekali sehari yang pertama disetujui untuk pengobatan COPD. Roflumilast adalah obat poten yang secara unik mentarget “abnormal inflammatory response”
pada COPD.
•
Studi klinik menunjukkan bahwa roflumilast dapat menurunkan laju eksaserbasi
sedang hingga parah secara bermakna,
juga dapat meningkatkan fungsi paruparu setelah 2-4 minggu pemakaian. Roflumilast bukan bronkodilator, tapi merupakan agen anti inflamasi.
•
Studi juga menunjukkan bahwa roflumilast dapat dikombinasikan dengan
bronkodilator lain yang biasa digunakan
untuk mengobati COPD sehingga dapat
memperkaya pilihan terapi.
•
Efek samping utama roflumilast adalah
gangguan saluran cerna, termasuk diare
dan nausea.
•
Agar pasien dapat menyadari potensi
penuh roflumilast ini, dokter berperan
penting untuk mengidentifikasi pasien
yang mengalami eksaserbasi dan untuk memberikan edukasi kepada pasien
mengenai pentingnya pencegahan eksaserbasi tersebut.
Current Thinking on the Role of Infection
in AECOPD – Wiwien H Wiyono (Department
of Pulmonology & Respiratory Medicine, Faculty
234
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 234
of Medicine University of Indonesia/Persahabatan Hospital, Jakarta, Indonesia)
•
Eksaserbasi akut (AECOPD) adalah penyebab utama kematian pasien COPD.
AECOPD biasanya dipacu oleh infeksi
bakteri (50% kasus), virus, dan agen-agen
penginfeksi lainnya.
•
Bakteri-bakteri penyebab AECOPD yang
diisolasi dari sputum di antaranya Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis,
dan Streptococcus pneumoniae. Bakteribakteri lain yang lebih jarang terisolasi
termasuk Pseudomonas aeruginosa, enterobakter gram negatif, Staphylococcus
aureus, Haemophilus parainfluenzae, dan
Haemophilus hemolyticus.
•
Studi MAESTRAL (Moxifloxacin in AECBs
Trial) membandingkan pasien COPD
tingkat menengah sampai parah yang
diobati dengan moxifloksasin atau amoksisilin/asam klavulanat. Hasilnya, moxifloksasin memiliki efikasi yang sebanding
dengan amoksisilin/asam klavulanat dalam pengobatan AECOPD. Kedua terapi
juga dapat ditoleransi dengan baik.
Current Management of COPD: GOLD
Guideline Highlight – Faisal Yunus (Department of Pulmonology & Respiratory Medicine,
Faculty of Medicine University of Indonesia/Persahabatan Hospital, Jakarta, Indonesia)
•
Tujuan manajemen COPD adalah untuk
melegakan gejala, mencegah progresi
penyakit, meningkatkan toleransi olahraga, meningkatkan status kesehatan,
mencegah dan mengobati komplikasi,
dan menurunkan tingkat kematian.
•
Bronkodilator adalah farmakoterapi
utama dalam manajemen COPD. Dasar
peng-obatan adalah menggunakan beta2-agonis, antikolinergik, teofilin, atau
terapi kombinasi. Beta2-agonis jangka
pendek (SABA) atau antikolinergik jangka
pendek digunakan untuk melegakan
simptom selama eksaserbasi akut. Inhalasi beta2-agonis jangka panjang (LABA)
atau antikolinergik jangka panjang
(LAMA) rutin digunakan untuk mencegah dan meng-urangi gejala. Terapi kombinasi bronkodilator memberikan efek
pengobatan yang lebih baik.
•
Bronkodilator yang dianjurkan untuk mengobati eksaserbasi adalah SABA, dengan
atau tanpa antikolinergik jangka pendek.
Penggunaan kortikosteroid sistemik dan
antibiotik saat eksaserbasi dapat menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk
sembuh, meningkatkan oksigenasi arterial dan fungsi paru-paru, serta menurunkan lama tinggal di rumah sakit.
The Role of Doripenem in Management
of HAP/VAP – Erlina Burhan (Department of
Pulmonology & Respiratory Medicine, Faculty of
Medicine University of Indonesia/Persahabatan
Hospital, Jakarta, Indonesia)
•
Pemilihan terapi awal untuk HAP dan VAP
merupakan faktor yang sangat penting
untuk pasien di rumah sakit (ICU maupun non-ICU). Pemilihan antibiotik untuk
pengobatan HAP dan VAP saat ini masih
mengikuti algoritma pengobatan ATS
Guideline 2005. Namun banyak patogen
MDR yang sering terisolasi dari pasien
penyakit kronis parah, pasien dengan
faktor risiko HCAP, dan pasien dengan
onset HAP dan VAP lambat.
•
Patogen-patogen yang biasanya sudah
MDR di antaranya P. aeruginosa, spesies
Acinetobacter species, K. pneumoniae,
spesies Enterobacter, dan MRSA. Pasienpasien dengan risiko infeksi patogenpatogen tersebut sebaiknya mendapat
kombinasi antibiotik spektrum luas. Carbapenem menjadi antibiotik yang penting untuk pengobatan HAP dan VAP.
•
Pemberian antibiotik extended-infusion dapat memperpanjang durasi pemaparan di
atas MIC bakteri. Namun kebanyakan obat
golongan carbapenem memiliki stabilitas
yang terbatas setelah direkonstitusi dengan larutan pada temperatur ruangan,
oleh karena itu durasi extended-infusion
menjadi sangat terbatas.
•
Doripenem adalah salah satu obat go-longan carbapenem yang memiliki stabilitas
lebih baik daripada obat-obat golongan
carbapenem lainnya.
•
Dosis pemberian optimal doripenem adalah 500 mg untuk 4 jam extended-infusion
(satu-satunya obat golongan carbapenem yang bisa diberikan selama 4 jam
extended-infusion) dengan MIC hingga 4
mg/mL (menurunkan kemungkinan terjadinya resistensi bakteri P. aeruginosa). (HHW)
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
4/3/2012 11:54:04 AM
Download