Penilaian Kinerja

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Performance Appraisal (Penilaian Kinerja)
2.1.1.1 Pengertian Performance Appraisal (Penilaian Kinerja)
Penilaian kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikatorindikator input, output, hasil, manfaat, dan dampak. Penilaian tersebut tidak
terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah input menjadi output atau
penilaian dalam proses penyusunan kebijakan atau program yang dianggap
penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Penilaian
kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan
pelaksanan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam
rangka mewujudkan visi dan misi perusahaan.
Menurut Byras dan Rue (2006, p223) penilaian kinerja adalah proses
mengevaluasi dan mengomunikasikan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan
dan menyusun rencana pengembangan kepada para karyawan itu sendiri. Saat
dilakukan secara tepat, penilaian kinerja tidak hanya memungkinkan karyawan
mengetahui seberapa baik mereka berkinerja tetapi juga memengaruhi tingkat
usaha dan arahan tugas mereka di masa depan. Sedangkan menurut Mathis dan
Jackson (2006, p382), penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik
karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan
seperangkat standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut kepada
9
10
karyawan. Penilaian kinerja juga disebut sebagai evaluasi karyawan, tinjauan
kinerja, dan penilaian hasil. Jadi, penilaian kinerja adalah proses pengevaluasian
kinerja, penyusunan rencana pengembangan, dan pengomunikasian hasil proses
tersebut kepada karyawan itu sendiri.
Penilaian kinerja atau performance appraisal dalam rangka pengembangan
sumber daya manusia di dalam perusahaan sangat penting. Hal ini mengingatkan
bahwa dalam kehidupan organisasi setiap orang ingin mendapatkan penghargaan
dan perlakuan yang adil dari pemimpin perusahaan. Penilaian kinerja juga dapat
dipakai untuk mengetahui apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan jadwal
dan waktu yang ditentukan.
Menurut Atiomo yang dikutip Chris Obisi (2011) performance appraisal
adalah sistem yang dapat mendukung organisasi dengan tujuan bukan hanya untuk
mengidentifikasi level kinerja tetapi juga area dari level kinerja tersebut yang
butuh dikembangkan bagi para human resource. Menurut Atimo yang dikutip
Chris Obisi (2011), setiap perusahaan seharusnya dapat meyakinkan setiap
individu agar dapat mengetahui apa fungsi serta tanggung jawab yang dimilikinya
untuk dapat membuat performance appraisal berjalan dengan efektif.
Menurut Sirait (2006, p128) penilaian kinerja adalah proses evaluasi prestasi
atau unjuk kerja pegawai yang dilakukan oleh organisasi. Sedangkan menurut
Veithzal (2004, p309) kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang.
Melalui kegiatan ini, para manajer atau supervisor bisa memperoleh data
tentang bagaimana pegawai bekerja. Jika prestasi karyawan masih di bawah
11
standar, maka harus segera diperbaiki. Sebaliknya jika prestasi kerjanya sudah
baik, perilaku tersebut harus diberi penguat supaya pegawai tersebut menampilkan
kembali prestasi kerja yang dapat meningkatkan jenjang karir karyawan tersebut.
Dessler (Sirait, 2006, p129), menyebutkan beberapa alasan pentingnya
penilaian kinerja, yaitu:
1. Memberikan informasi untuk keputusan promosi dan gaji,
2. Memberikan peluang kepada karyawan itu sendiri serta supervisor untuk
meninjau perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.
3. Penilaian prestasi kerja merupakan pusat bagi proses perencanaan karir.
Perusahaan memiliki kewajiban untuk memanfaatkan karyawan yang
dimilikinya semaksimal mungkin agar kemampuan karyawan serta memberikan
kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan menyadari potensi yang dimiliki
serta pengembangan karirnya. Kecenderungan ini membuat perusahaan untuk
melaksanakan proses perencanaan dan pengembangan karir.
Perencanaan dan pengembangan karir adalah proses di mana seseorang
menjadi tahu kompetensi apa yang dimiliki yang berkaitan dengan karir
(ketrampilan,
minat,
pengetahuan,
motivasi) yang
berhubungan
dengan
pencapaian karirnya.
2.1.1.2 Kriteria Performance Appraisal
Ada tiga macam kriteria yang paling sering digunakan dalam menilai
kinerja karyawan, yaitu hasil kerja individu, perilaku dan traits.
12
1. Hasil Kerja Individu
Jika hasil kerja adalah aspek kerja yang diutamakan pada jabatan tersebut,
maka hasil kerja individu dapat dijadikan kriteria penilaian.
2. Perilaku
Pada banyak jabatan, sulit menentukan keluaran tertentu yang dapat
dijadikan kriteria penilaian. Pada jabatan semacam ini, pihak manajemen
dapat menggunakan perilaku sebagai kriteria penilaian. Sebab, perilaku
merupakan faktor penentu efektivitas kerja karyawan. Perilaku yang
dinilai tidak selalu perilaku yang secara langsung berkaitan dengan
produktivitas. Yang penting perilaku tersebut mebantu efektivitas kerja
organisasi.
3. Traits
Traits
adalah
karakterisitk
individu
yang
sering
tampil
dan
menggambarkan tingkah laku individu. Traits adalah kriteria penilaian
yang paling lemah karena dari ketiga kriteria yang ada, traits adalah yang
paling jauh dari performa individu yang sebenarnya. Sifat yang “baik”
atau “dapat diharapkan” adalah kriteria yang tidak terkait dengan performa
kerja. Di dalam interaksi sosial sifat-sifat semacam ini cenderung untuk
diperhatikan orang lain, termasuk oleh atasan langsung.
Untuk memilih kriteria dalam penilaian kinerja, dimensi-dimenasi yang
menjadi kriteria haruslah dimensi yang benar-benar penting pada jabatan tersebut.
13
Sehingga yang menjadi dasar untuk menentukan dimensi yang akan diukur adalah
melalui analisa jabatan.
2.1.1.3 Metode Penilaian Kerja
Metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja adalah
dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan
(Mathis dan Jackson, 2006, p392-399).
1. Metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu
Metode penilaian kinerja yang berorientasi masa lalu (past oriented
evaluation
methods)
dilakukan
berdasarkan
masa
lalu.
Dengan
mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh
umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa
mengarah kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian
ini adalah sebagai berikut:
a. Skala peringkat (rating scale)
Penilaian prestasi di mana para penilai diharuskan melakukan suatu
penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skalaskala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai dengan yang
paling tinggi.
b. Daftar pertanyaan
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka
macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya
perlu memilih pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan hasil
kerja karyawan.
14
c. Metode dengan pilihan terarah
Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk
mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian
dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan
deskriptif yang kelihatannya memiliki nilai yang sama.
d. Metode peristiwa kritis
Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan yang
dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat
baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan.
e. Metode catatan prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan oleh professional.
f. Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku
Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan
untuk kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala
peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu.
g. Metode peninjauan lapangan
Penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.
Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal
prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi
tersebut.
15
h. Tes dan observasi prestasi kerja
Berdasarkan pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat
didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, berupa tertulis dan
peragaan, syaratnya tes harus valid dan reliabel.
2. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan
Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan berfokus pada kinerja
masa mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan
sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama-sama antara pimpinan
dengan karyawan. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan
mencakup:
a. Penilaian diri sendiri (self appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan
sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal
kekuatan
dan
kelemahan
dirinya
sendiri
sehingga
mampu
mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki
pada masa yang akan datang.
b. Manajemen berdasarkan sasaran (management by objective)
Manajemen berdasarkan sasaran merupakan satu bentuk penilaian di
mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan
atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di
waktu yang akan datang.
c. Implikasi penilaian kinerja individu dengan pendekatan MBO
(management by objective)
16
MBO digunakan untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan
keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
melalui konsultasi dengan atasan mereka. Keberhasilan dari penilaian
kinerja
tergantung
pada
pendekatan
yang
konsisten
untuk
mendapatkan perbandingan hasil, ukuran, dan standar yang jelas,
selain penilaian harus bebas dari bias.
d. Penilaian dengan psikolog
Penilaian dengan menggunakan psikolog untuk melakukan penilaian
potensi-potensi yang akan datang, bukan kinerja masa lalu.
e. Pusat penilaian
Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan terstandar yang
tertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai. Pusat-pusat
penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada tipe-tipe
evaluasi dan nilai-nilai ganda.
2.1.1.4 Subyek Yang Melakukan Penilaian
Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik
kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut:
Supervisor menilai bawahan. Penilaian secara tradisional atas karyawan
didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling
memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil
(Mathis dan Jackson, 2006, p388).
17
Karyawan menilai atasan. Sejumlah perusahaan dimasa sekarang meminta para
karyawan untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer (Mathis dan
Jackson, 2006, p389).
Karyawan saling menilai karyawan lainnya. Penggunaan rekan kerja sebagai
penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu
ataupun sebaliknya (Mathis dan Jackson, 2006, p389).
Karyawan menilai diri sendiri. Menilai diri sendiri dapat diterpkan dalam
situasi-situasi tertentu. Sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat memaksa
para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan
menetapkan tujuan untuk peningkatan (Mathis dan Jackson, 2006, p390).
Adapun metode penilaian yang dapat memungkinkan seseorang dinilai dari
tidak hanya satu arah namun dapat dari berbagai macam arah atau multisumber
yaitu metode penilaian 360° feedback.
2.1.2 Metode Penilaian Kinerja 360°
2.1.2.1 Pengertian Penilaian Kinerja 360°
Penilaian 360° merupakan proses penilaian dengan atasan, bawah, dan rekan
kerja, dan diri sendiri. Dengan menggunakan proses penilaian kinerja 360°,
seluruh personel perusahaan bertanggung jawab menilai kinerja karyawan. Setiap
karyawan berusaha menunjukkan kinerja yang berkualitas di hadapan atasan,
bawahan, rekan kerja, dan bahkan diri sendiri. Karyawan mendapatkan feedback
atau umpan balik dari berbagai sumber termasuk dari diri sendiri dalam
mengevaluasi kontribusi kepada perusahaan. Melalui feedback karyawan dapat
meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
18
Menurut Cumming & Worley yang dikutip oleh Arini Widyowati (2010)
penilaian kinerja 360° feedback yaitu instrumen yang digunakan untuk mengukur
perilaku kerja karyawan berdasarkan evaluasi dari dua atau lebih sumber, seperti
manajer, rekan kerja atau bawahan. Beehr, dkk yang dikutip oleh Arini
Widyowati (2010) menyatakan bahkan 360° feedback dapat melibatkan pihak luar
seperti pelanggan.
Dengan menggunakan banyak sumber dalam menilai, perusahaan dapat
melihat perilaku karyawan dari sudut pandang yang berbeda-beda dan informasi
yang terkumpul akan lebih menggambarkan kinerja karyawan secara luas.
Salah satu prinsip yang harus dipegang dalam pelaksanaan proses 360°
feedback adalah kerahasiaan identitas penilai. Prinsip anonimitas ini akan
membawa kenyamanan dan keamanan bagi penilai dalam memberikan penilaian,
sehingga kualitas penelitian dapat terjaga dan proses penilaian menjadi berarti
serta tidak sia-sia.
Dalam metode penilaian 360° feedback, manajer tidak lagi menjadi sumber
tunggal dari informasi penilaian kinerja. Berbagai rekan kerja dapat memberikan
feedback mengenai karyawan kepada manajer. Hal ini memungkinkan manajer
untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Tetapi, manajer tetap menjadi
titik pusat dalam dalam menerima feedback. Jadi, presepsi manajer mengenai
kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya proses tersebut (Mathis dan
Jackson, 2006).
Penilaian 360° feedback ini disebut juga multi-rater assesment. Dalam
penilaian ini, manajer, rekan kerja, ataupun kolega diminta untuk menyelesaikan
19
kuesioner tentang karyawan yang dinilai. Departemen sumber daya manusia
menyediakan hasilnya bagi karyawan (Byras dan Rue, 2006, p225).
Metode penilaian 360° feedback memiliki dampak positif serta negatif yang
dihasilkan yaitu, dampak positif yang didapat dari metode penilaian 360°
feedback yang di lakukan secara rutin adalah:
•
Memperoleh feedback dari berbagai sumber, yang tentu akan lebih objektif
dibandingkan jika umpan baliknya hanya berasal dari diri sendiri.
•
Mengurangi risiko terjadinya diskriminasi dan efek-efek pribadi dalam
penilaian kinerja.
•
Mengembangkan kerja sama yang erat di kalangan anggota tim, mengingat
bahwa mereka cenderung lebih mau bertanggung jawab terhadap perilaku
mereka satu sama lain ketika mengetahui bahwa mereka harus saling
menyampaikan masukan mengenai kinerja rekan satu tim mereka itu.
•
Memahami kebutuhan pengembangan perorangan maupun organisasi.
•
Menyediakan informasi yang tepat mengenai apa yang harus dilakukan
untuk meningkatkan karir.
Walaupun demikian, metode penilaian 3600 sendiri bukannya tidak
memiliki sisi negatif yang pada akhirnya melemahkan efektivitasnya:
•
Karena biasanya dilakukan secara anonim, karyawan yang memperoleh
penilaian tidak bisa mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang
melatarbelakangi penilaian tersebut. Dalam situasi seperti ini, penerimaan
terhadap hasil penilaian tentu cenderung menurun.
20
•
Karena dilakukan oleh para penilai yang kurang berpengalaman dan
kurang terlatih, akurasi hasil penilaian ini cenderung meragukan. Apa yang
terjadi kemudian adalah kenaikan nilai atau sebaliknya penurunan nilai.
•
Karena dilakukan oleh banyak penilai, tidak jarang hasil penilaian yang
diperoleh justru saling bertentangan tanpa bisa ditentukan penilaian siapa
yang sebenarnya lebih akurat (Vinson, 1996).
•
Berbeda dengan penilaian kinerja konvensional yang hanya membutuhkan
dua penilai dan satu formulir, metode ini mempersyaratkan adanya beberapa
penilai dengan sejumlah formulir. Konsekuensinya, untuk menerapkan
penilaian 3600, diperlukan lebih banyak waktu.
2.1.2.2 Penilaian Kinerja Tradisional vs Penilaian Kinerja 360° Feedback
Metode penilaian kinerja yang sering digunakan saat ini adalah metode
tradisional. Metode tradisional mewajibkan atasan untuk menilai kinerja bawahan.
Menurut Robbins (2005), 360° feedback adalah suatu pendekatan terkini untuk
mengevaluasi kinerja. Metode ini adalah metode yang memberikan kesempatan
kepada “lingkaran penuh” di sekitar individu yang akan dinilai, untuk
memberikan penilaian. ”lingkaran penuh” tersebut meliputi atasan, bawahan,
rekan kerja, dan diri sendiri. Ivancevich (2001) menambahkan bahwa 360°
feedback adalah sebuah pendekatan penilaian kinerja karyawan yang melibatkan
multi-source atau multi sumber yang terdiri dari diri sendiri dan orang lain
(atasan, rekan kerja, dan bawahan).
Bagaimanapun juga, penilaian kinerja menggunakan 360° feedback dianggap
sebagai penilaian kinerja yang efektif bagi perusahaan karena didasarkan pada
21
penilaian multi-source atau multi sumber sehingga lebih besifat obyektif dan
meminimalkan bias. Untuk lebih jelasnya, perbedaan antara penilaian kinerja
tradisional dan penilaian 360° feedback diringkas dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tradisional Feedback vs 360° Feedback
No. Keterangan
Tradisional
360° Feedback
1.
Fokus Penilaian
Penilaian manajemen Penilaian manajemen
2.
Proses Feedback
Kerjasama
Dilakukan
antar manajemen
bersama
secara
antar
manajemen
dan
karyawan
3.
Sumber Feedback
Atasan
Berbagai
(atasan,
sumber
bawahan,
rekan kerja, dan diri
sendiri)
4.
Sifat Penilaian
Subyektif
Obyektif
5.
Tujuan Penilaian
Evaluasi
Pengembangan
Sumber: Penulis 2012
2.1.2.3 Faktor-faktor Metode Penilaian 360° Feedback
Faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur penilaian 360° feedback adalah
a. Berorientasi pada tindakan, yaitu berpikir cepat dan bertindak
terhadap suatu keadaan untuk menghasilkan solusi permasalahan
yang baik dan efektif. Sikap ini terkadang dikaitkan dengan
seberapa responsif seseorang terhadap keadaan, dan seberapa cepat
22
untuk mengambil tindakan serta bertindak bila ada peluang waktu
yang tepat.
b. Naluri bisnis, naluri yang dibutuhkan adalah bagaimana pemimpin
dapat mengamati lingkungan bisnis terhadap ancaman didalam
lingkungan bisnis.
c. Kemampuan memberikan perintah, kemampuan seorang pemimpin
dalam mengatur bawahannya agar tetap bersama-sama mencapai
suatu tujuan serta menetapkan bagaimana standar kinerja didalam
perusahaan.
d. Mengelola visi dan tujuan, kemampuan pemimpin dalam
mengelola visi perusahaan dan membuat karyawan bekerja dengan
lebih baik lagi agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
e. Memberikan motivasi dan inspirasi bagi orang lain, bagaimana
karyawan atau pemimpin dapat menjadi panutan bagi orang lain
dan memberikan inspirasi serta memberi pengetahuan kepada
orang lain.
f. Berfokus pada organisasi, fokus terhadap kepentingan organisasi
dan memprioritaskan pekerjaan.
g. Pemecahan masalah dan kualitas keputusan, pemecahan masalah
dilakukan dengan tepat dan efektif agar permasalahan tersebut
ditemukan solusinya. Kualitas keputusan dapat dicapai dengan cara
23
menganalisa dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang
ada dalam keputusan tersebut.
h. Berorientasi pada hasil, berorientasi terhadap bagaimana cara
perusahaan dapat mencapai tujuannya tanpa melebihi batas
anggaran serta memaksimalkan pengerjaan tugas-tugas dengan
baik, sehingga mendapatkan hasil yang baik pula.
i. Berpikir strategis, berpikir strategis berupa proses bagaimana fokus
terhadap tujuang-tujuan yang harus dicapai sesuai dengan
kesadaran waktu akan pencapaian tujuan tersebut.
2.1.3 Feedback (Umpan Balik)
2.1.3.1 Pengertian Feedback (Umpan Balik)
Umpan balik adalah suatu proses dengan hasil atau akibat dari suatu respon
untuk mengontrolnya. Feedback (umpan balik) adalah infromasi yang berkenaan
dengan kemampuan karyawan guna lebih meningkatkan kemampuan yang
dimiliki oleh karyawan, baik dalam konteks pekerjaan maupun kepribadian.
Infromasi yang dimaksud adalah berkaitan dengan apa yang sudah dilakukan,
bagaimana hasilnya, dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya.
2.1.3.2 Manfaat dan Fungsi Feedback (Umpan Balik)
Fungsi feedback adalah memberikan motivasi, reinforcement (penguatan) atau
punishment (hukuman). Dengan diperolehnya gambaran yang kongkrit perihal
kemampuan yang dimiliki oleh seroang karyawan satu dibandingkandengan
karyawan lainnya, maka hal itu akan dapat memacu karyawan lainnya untuk
berbuat yang lebih baik dari yang sudah dilakukannya. Dengan kata lain,
24
gambaran kemampuan yang dimiliki seorang karyawan akan terlihat saat adanya
feedback yang terlihat sehingga akan mendorong karyawan untuk berbuat lebih
baik lagi. Reinforcement maksudnya adalah pemberian penguatan atas kejadian
atau aktivitas yang telah dilaksanakan sehingga aktivitas tersebut mampu
dipertahkan atau memberikan respons yang serupa dan pada aktivitas berikutnya
dapat meningkat lagi.
Umpan balik kinerja atau performance feedback akan menjadi suatu alat ukur
yang handal apabila di gunakan dengan efektif (Laksmi Sito, dkk, 2009).
2.1.4 Service Level Agreement
2.1.4.1 Pengertian Service Level Agreement
Service level agreement adalah kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna
jasa mengenai tingkat (mutu) layanan. Suatu konsep Service level agreement yang
bagus sekaligus dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang baik pula bagi
perusahaan dengan para pelanggan dalam menangani harapan masing-masing
pihak. Service level agreement merupakan suatu kesepakatan yang telah
disepakati oleh kedua pihak, bukan suatu kontrak.
2.1.5 Kepuasan Kerja
2.1.5.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual.
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan
dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya
terhadap kegiatan tersebut. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan
25
karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan
karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dipekerjaannya,
maka kedisiplinan karyawan rendah.
Hasibuan (2007, p202) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan adalah
sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009, p856) mengemukakan bahwa
kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas
perasaaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
Menurut Robbins yang dikutip oleh Wibowo (2006, p299) menyatakan bahwa
kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan
jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Siagian (2006, p295) berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara
pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang
pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis
kepuasan kerja seseorang. Apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai
otonomi atau bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam
keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil
pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas.
Menurut Meyer et al yang dikutip oleh Roger J. Best (2008) faktor utama dari
kepuasan karyawan adalah kompensasi dan keuntungan atau tunjangan yang
diberikan perusahaan.
26
Bentuk program pengenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya
seseorang sebagai anggota kelompok kerja. Situasi lingkungan berbuntut pada
tingkat kepuasan kerja yang tinggi, pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan
kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuassan kerja dikaitkan dengan
prestasi kerja, dan besar kecilnya organisasi.
2.1.5.2 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Munandar A.S (2006, p362), banyak faktor yang telah diteliti
sebagai faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja, yaitu:
1. Ciri-ciri instrinsik pekerjaan
Menurut Locke dalam Munandar A.S (2006, p357), ciri-ciri intrinsik
dari pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman,
kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap
metode kerja, kemajemukan dan kreativitas. Ada satu unsur yang dapat
dijumpai pada ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan diatas, yaitu tingkat
tantangan mental. Konsep dari tantangan yang sesuai merupakan konsep
yang penting. Pekerjaan yang menuntut kecakapan lebih tinggi daripada
yang dimiliki tenaga kerja, atau tuntutan pribadi tidak dapat dipenuhi
tenaga kerja akan menimbulkan frustasi dan akhirnya ketidakpuasan
kerja.
2. Gaji penghasilan, Imbalan yang dirasakan adil (Equitable reward)
Theriault dalam Munandar A.S (2006, p360), kepuasan kerja merupakan
fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, sejauh mana gaji
memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan.
3. Penyeliaan
27
Locke dalam Munandar A.S (2006, p361) memberikan kerangka kerja
teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan. Ia
memperkenalkan dua jenis dari hubungan atasan-bawah; pertama,
hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional
mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk
memuaskan nilai-nilai yang menantang penting bagi tenaga kerja.
Kedua, hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi
yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.
4. Rekan-rekan sejawat yang menunjang
Didalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai
satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhankebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan
aktualisasi diri) dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi
kerja mereka.
5. Kondisi kerja yang menunjang
Kondisi kerja harus memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi, dalam
kondisi
kerja
seperti
memuaskan tenaga kerja.
kebutuhan-kebutuhan
fisik
dipenuhi
dan
28
2.1.5.3 Teori Kepuasan Kerja
Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005), menyatakan bahwa teori-teori
tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam teori, yaitu:
1.
Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam (1963). Prinsip teori ini adalah
orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan
adanya keadilan (equity) atau tidak atas situasi, diperoleh dengan cara
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun
di tempat lain.
2.
Teori Perbedaan ( Differences Person )
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter, yang menyatakan bahwa
kepuasan kerja seseorang dapat dilihat dengan menghitung selisih antara apa
yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (difference between how
much of something there should be and how much there is now). Artinya
orang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaan dengan persepsinya
atas kenyataan, karena batas minimum telah tercapai.
3.
Teori Pemenuhan Kebutuhan ( Need Fulfillment Theory )
Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia
mendapatkan apa yang dibutuhkannya, makin besar kebutuhan pegawai
terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila
kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas.
29
4.
Teori dua faktor (The Two Factor Theory) dari Herzberg
Teori ini menyatakan ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan
dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah:
a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator). Faktor ini antara
lain adalah faktor prestasi, faktor pengakuan atau penghargaan, faktor
tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan
dalam bekerja khususnya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri.
b. Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja (hygiene factors). Faktor ini
dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara pekerja, kondisi kerja,
kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi dalam perusahaan.
2.1.5.4 Pengaruh Karyawan Yang Tidak Puas Dan Puas Di Tempat Kerja
Menurut Robbins & Judge (2009,p110), ada konsekuensi ketika karyawan
menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak
menyukai pekerjaan mereka. Konsekuensi didefinisikan daam empat respon
yakni:
a. Keluar, perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi termasuk
mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
b. Aspirasi, secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi
termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasn,
dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
c. Kesetiaan, secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi,
termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman
30
eksternal dan memercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan
“hal yang benar”.
d. Pengabdian, secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,
termasuk
ketidakhadiran
atau
keterlambatan
yang
terus-menerus,
kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penelurusuran lebih lanjut
dari penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis. Berikut ini adalah penelitian terdahulu :
1. Penelitian oleh Arini Widyowati (2010) yang berjudul “Penilaian Kinerja
360 Derajat Sebagai Usaha Meningkatkan Persepsi Positif Terhadap
Keadilan Prosedural Penilaian Kinerja”. Berdasarkan penelitian ini bahwa
pengaruh penilaian kinerja 360 derajat terhadap keadilan prosedural
penilaian kinerja berpengaruh positif dan signifikan artinya keadilan
prosedural dalam penilaian kinerja secara signifikan meningkat setelah
diberikannya penilaian kinerja 360 derajat.
2. Penelitian oleh Laksmi Sito Dwi Irvianti, dkk (2009) yang berjudul
“Analisa Penerapan Sistem Penilaian Kinerja Dengan Metode 360
Feedback Dan Hubungannya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
PT.’X’”. Dalam penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan dan
positif antara variabel penerapan sistem penilaian kinerja dengan metode
360 feedback terhadap kepuasan kerja.
31
2.3 Kerangka Pemikiran
Performance appraisal
(X1)
H1
Kepuasan Kerja
H3
(Y)
Metode Penilaian 360⁰
Feedback (X2)
H2
Keterangan :
X1= variabel performance appraisal
X2= variable metode penilaian 360⁰ feedback
Y= kepuasan kerja
2.3 Hipotesis
Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka diatas, dapat dirumuskan hipotesis
atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan
sebagai berikut:
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:
32
Untuk T-1:
Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal
terhadap kepuasan kerja karyawan
Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal terhadap
kepuasan kerja karyawan
Untuk T-2:
Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode penilaian
360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan
Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode penilaian 360⁰
feedback terhadap kepuasan kerja karyawan
Untuk T-3:
Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal dan
penerapan metode penilaian 360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan
Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal dan
penerapan metode penilaian 360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan
Download