BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Performance Appraisal (Penilaian Kinerja) 2.1.1.1 Pengertian Performance Appraisal (Penilaian Kinerja) Penilaian kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikatorindikator input, output, hasil, manfaat, dan dampak. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah input menjadi output atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan atau program yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi perusahaan. Menurut Byras dan Rue (2006, p223) penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi dan mengomunikasikan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan dan menyusun rencana pengembangan kepada para karyawan itu sendiri. Saat dilakukan secara tepat, penilaian kinerja tidak hanya memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik mereka berkinerja tetapi juga memengaruhi tingkat usaha dan arahan tugas mereka di masa depan. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006, p382), penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut kepada 9 10 karyawan. Penilaian kinerja juga disebut sebagai evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, dan penilaian hasil. Jadi, penilaian kinerja adalah proses pengevaluasian kinerja, penyusunan rencana pengembangan, dan pengomunikasian hasil proses tersebut kepada karyawan itu sendiri. Penilaian kinerja atau performance appraisal dalam rangka pengembangan sumber daya manusia di dalam perusahaan sangat penting. Hal ini mengingatkan bahwa dalam kehidupan organisasi setiap orang ingin mendapatkan penghargaan dan perlakuan yang adil dari pemimpin perusahaan. Penilaian kinerja juga dapat dipakai untuk mengetahui apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan jadwal dan waktu yang ditentukan. Menurut Atiomo yang dikutip Chris Obisi (2011) performance appraisal adalah sistem yang dapat mendukung organisasi dengan tujuan bukan hanya untuk mengidentifikasi level kinerja tetapi juga area dari level kinerja tersebut yang butuh dikembangkan bagi para human resource. Menurut Atimo yang dikutip Chris Obisi (2011), setiap perusahaan seharusnya dapat meyakinkan setiap individu agar dapat mengetahui apa fungsi serta tanggung jawab yang dimilikinya untuk dapat membuat performance appraisal berjalan dengan efektif. Menurut Sirait (2006, p128) penilaian kinerja adalah proses evaluasi prestasi atau unjuk kerja pegawai yang dilakukan oleh organisasi. Sedangkan menurut Veithzal (2004, p309) kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang. Melalui kegiatan ini, para manajer atau supervisor bisa memperoleh data tentang bagaimana pegawai bekerja. Jika prestasi karyawan masih di bawah 11 standar, maka harus segera diperbaiki. Sebaliknya jika prestasi kerjanya sudah baik, perilaku tersebut harus diberi penguat supaya pegawai tersebut menampilkan kembali prestasi kerja yang dapat meningkatkan jenjang karir karyawan tersebut. Dessler (Sirait, 2006, p129), menyebutkan beberapa alasan pentingnya penilaian kinerja, yaitu: 1. Memberikan informasi untuk keputusan promosi dan gaji, 2. Memberikan peluang kepada karyawan itu sendiri serta supervisor untuk meninjau perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. 3. Penilaian prestasi kerja merupakan pusat bagi proses perencanaan karir. Perusahaan memiliki kewajiban untuk memanfaatkan karyawan yang dimilikinya semaksimal mungkin agar kemampuan karyawan serta memberikan kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan menyadari potensi yang dimiliki serta pengembangan karirnya. Kecenderungan ini membuat perusahaan untuk melaksanakan proses perencanaan dan pengembangan karir. Perencanaan dan pengembangan karir adalah proses di mana seseorang menjadi tahu kompetensi apa yang dimiliki yang berkaitan dengan karir (ketrampilan, minat, pengetahuan, motivasi) yang berhubungan dengan pencapaian karirnya. 2.1.1.2 Kriteria Performance Appraisal Ada tiga macam kriteria yang paling sering digunakan dalam menilai kinerja karyawan, yaitu hasil kerja individu, perilaku dan traits. 12 1. Hasil Kerja Individu Jika hasil kerja adalah aspek kerja yang diutamakan pada jabatan tersebut, maka hasil kerja individu dapat dijadikan kriteria penilaian. 2. Perilaku Pada banyak jabatan, sulit menentukan keluaran tertentu yang dapat dijadikan kriteria penilaian. Pada jabatan semacam ini, pihak manajemen dapat menggunakan perilaku sebagai kriteria penilaian. Sebab, perilaku merupakan faktor penentu efektivitas kerja karyawan. Perilaku yang dinilai tidak selalu perilaku yang secara langsung berkaitan dengan produktivitas. Yang penting perilaku tersebut mebantu efektivitas kerja organisasi. 3. Traits Traits adalah karakterisitk individu yang sering tampil dan menggambarkan tingkah laku individu. Traits adalah kriteria penilaian yang paling lemah karena dari ketiga kriteria yang ada, traits adalah yang paling jauh dari performa individu yang sebenarnya. Sifat yang “baik” atau “dapat diharapkan” adalah kriteria yang tidak terkait dengan performa kerja. Di dalam interaksi sosial sifat-sifat semacam ini cenderung untuk diperhatikan orang lain, termasuk oleh atasan langsung. Untuk memilih kriteria dalam penilaian kinerja, dimensi-dimenasi yang menjadi kriteria haruslah dimensi yang benar-benar penting pada jabatan tersebut. 13 Sehingga yang menjadi dasar untuk menentukan dimensi yang akan diukur adalah melalui analisa jabatan. 2.1.1.3 Metode Penilaian Kerja Metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja adalah dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan (Mathis dan Jackson, 2006, p392-399). 1. Metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu Metode penilaian kinerja yang berorientasi masa lalu (past oriented evaluation methods) dilakukan berdasarkan masa lalu. Dengan mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa mengarah kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian ini adalah sebagai berikut: a. Skala peringkat (rating scale) Penilaian prestasi di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skalaskala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi. b. Daftar pertanyaan Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu memilih pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. 14 c. Metode dengan pilihan terarah Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya memiliki nilai yang sama. d. Metode peristiwa kritis Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan yang dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. e. Metode catatan prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan oleh professional. f. Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. g. Metode peninjauan lapangan Penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. 15 h. Tes dan observasi prestasi kerja Berdasarkan pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, berupa tertulis dan peragaan, syaratnya tes harus valid dan reliabel. 2. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan berfokus pada kinerja masa mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama-sama antara pimpinan dengan karyawan. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan mencakup: a. Penilaian diri sendiri (self appraisal) Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. b. Manajemen berdasarkan sasaran (management by objective) Manajemen berdasarkan sasaran merupakan satu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. c. Implikasi penilaian kinerja individu dengan pendekatan MBO (management by objective) 16 MBO digunakan untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui konsultasi dengan atasan mereka. Keberhasilan dari penilaian kinerja tergantung pada pendekatan yang konsisten untuk mendapatkan perbandingan hasil, ukuran, dan standar yang jelas, selain penilaian harus bebas dari bias. d. Penilaian dengan psikolog Penilaian dengan menggunakan psikolog untuk melakukan penilaian potensi-potensi yang akan datang, bukan kinerja masa lalu. e. Pusat penilaian Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan terstandar yang tertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai. Pusat-pusat penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada tipe-tipe evaluasi dan nilai-nilai ganda. 2.1.1.4 Subyek Yang Melakukan Penilaian Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut: Supervisor menilai bawahan. Penilaian secara tradisional atas karyawan didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil (Mathis dan Jackson, 2006, p388). 17 Karyawan menilai atasan. Sejumlah perusahaan dimasa sekarang meminta para karyawan untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer (Mathis dan Jackson, 2006, p389). Karyawan saling menilai karyawan lainnya. Penggunaan rekan kerja sebagai penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya (Mathis dan Jackson, 2006, p389). Karyawan menilai diri sendiri. Menilai diri sendiri dapat diterpkan dalam situasi-situasi tertentu. Sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat memaksa para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk peningkatan (Mathis dan Jackson, 2006, p390). Adapun metode penilaian yang dapat memungkinkan seseorang dinilai dari tidak hanya satu arah namun dapat dari berbagai macam arah atau multisumber yaitu metode penilaian 360° feedback. 2.1.2 Metode Penilaian Kinerja 360° 2.1.2.1 Pengertian Penilaian Kinerja 360° Penilaian 360° merupakan proses penilaian dengan atasan, bawah, dan rekan kerja, dan diri sendiri. Dengan menggunakan proses penilaian kinerja 360°, seluruh personel perusahaan bertanggung jawab menilai kinerja karyawan. Setiap karyawan berusaha menunjukkan kinerja yang berkualitas di hadapan atasan, bawahan, rekan kerja, dan bahkan diri sendiri. Karyawan mendapatkan feedback atau umpan balik dari berbagai sumber termasuk dari diri sendiri dalam mengevaluasi kontribusi kepada perusahaan. Melalui feedback karyawan dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. 18 Menurut Cumming & Worley yang dikutip oleh Arini Widyowati (2010) penilaian kinerja 360° feedback yaitu instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku kerja karyawan berdasarkan evaluasi dari dua atau lebih sumber, seperti manajer, rekan kerja atau bawahan. Beehr, dkk yang dikutip oleh Arini Widyowati (2010) menyatakan bahkan 360° feedback dapat melibatkan pihak luar seperti pelanggan. Dengan menggunakan banyak sumber dalam menilai, perusahaan dapat melihat perilaku karyawan dari sudut pandang yang berbeda-beda dan informasi yang terkumpul akan lebih menggambarkan kinerja karyawan secara luas. Salah satu prinsip yang harus dipegang dalam pelaksanaan proses 360° feedback adalah kerahasiaan identitas penilai. Prinsip anonimitas ini akan membawa kenyamanan dan keamanan bagi penilai dalam memberikan penilaian, sehingga kualitas penelitian dapat terjaga dan proses penilaian menjadi berarti serta tidak sia-sia. Dalam metode penilaian 360° feedback, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja. Berbagai rekan kerja dapat memberikan feedback mengenai karyawan kepada manajer. Hal ini memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Tetapi, manajer tetap menjadi titik pusat dalam dalam menerima feedback. Jadi, presepsi manajer mengenai kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya proses tersebut (Mathis dan Jackson, 2006). Penilaian 360° feedback ini disebut juga multi-rater assesment. Dalam penilaian ini, manajer, rekan kerja, ataupun kolega diminta untuk menyelesaikan 19 kuesioner tentang karyawan yang dinilai. Departemen sumber daya manusia menyediakan hasilnya bagi karyawan (Byras dan Rue, 2006, p225). Metode penilaian 360° feedback memiliki dampak positif serta negatif yang dihasilkan yaitu, dampak positif yang didapat dari metode penilaian 360° feedback yang di lakukan secara rutin adalah: • Memperoleh feedback dari berbagai sumber, yang tentu akan lebih objektif dibandingkan jika umpan baliknya hanya berasal dari diri sendiri. • Mengurangi risiko terjadinya diskriminasi dan efek-efek pribadi dalam penilaian kinerja. • Mengembangkan kerja sama yang erat di kalangan anggota tim, mengingat bahwa mereka cenderung lebih mau bertanggung jawab terhadap perilaku mereka satu sama lain ketika mengetahui bahwa mereka harus saling menyampaikan masukan mengenai kinerja rekan satu tim mereka itu. • Memahami kebutuhan pengembangan perorangan maupun organisasi. • Menyediakan informasi yang tepat mengenai apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan karir. Walaupun demikian, metode penilaian 3600 sendiri bukannya tidak memiliki sisi negatif yang pada akhirnya melemahkan efektivitasnya: • Karena biasanya dilakukan secara anonim, karyawan yang memperoleh penilaian tidak bisa mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang melatarbelakangi penilaian tersebut. Dalam situasi seperti ini, penerimaan terhadap hasil penilaian tentu cenderung menurun. 20 • Karena dilakukan oleh para penilai yang kurang berpengalaman dan kurang terlatih, akurasi hasil penilaian ini cenderung meragukan. Apa yang terjadi kemudian adalah kenaikan nilai atau sebaliknya penurunan nilai. • Karena dilakukan oleh banyak penilai, tidak jarang hasil penilaian yang diperoleh justru saling bertentangan tanpa bisa ditentukan penilaian siapa yang sebenarnya lebih akurat (Vinson, 1996). • Berbeda dengan penilaian kinerja konvensional yang hanya membutuhkan dua penilai dan satu formulir, metode ini mempersyaratkan adanya beberapa penilai dengan sejumlah formulir. Konsekuensinya, untuk menerapkan penilaian 3600, diperlukan lebih banyak waktu. 2.1.2.2 Penilaian Kinerja Tradisional vs Penilaian Kinerja 360° Feedback Metode penilaian kinerja yang sering digunakan saat ini adalah metode tradisional. Metode tradisional mewajibkan atasan untuk menilai kinerja bawahan. Menurut Robbins (2005), 360° feedback adalah suatu pendekatan terkini untuk mengevaluasi kinerja. Metode ini adalah metode yang memberikan kesempatan kepada “lingkaran penuh” di sekitar individu yang akan dinilai, untuk memberikan penilaian. ”lingkaran penuh” tersebut meliputi atasan, bawahan, rekan kerja, dan diri sendiri. Ivancevich (2001) menambahkan bahwa 360° feedback adalah sebuah pendekatan penilaian kinerja karyawan yang melibatkan multi-source atau multi sumber yang terdiri dari diri sendiri dan orang lain (atasan, rekan kerja, dan bawahan). Bagaimanapun juga, penilaian kinerja menggunakan 360° feedback dianggap sebagai penilaian kinerja yang efektif bagi perusahaan karena didasarkan pada 21 penilaian multi-source atau multi sumber sehingga lebih besifat obyektif dan meminimalkan bias. Untuk lebih jelasnya, perbedaan antara penilaian kinerja tradisional dan penilaian 360° feedback diringkas dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Tradisional Feedback vs 360° Feedback No. Keterangan Tradisional 360° Feedback 1. Fokus Penilaian Penilaian manajemen Penilaian manajemen 2. Proses Feedback Kerjasama Dilakukan antar manajemen bersama secara antar manajemen dan karyawan 3. Sumber Feedback Atasan Berbagai (atasan, sumber bawahan, rekan kerja, dan diri sendiri) 4. Sifat Penilaian Subyektif Obyektif 5. Tujuan Penilaian Evaluasi Pengembangan Sumber: Penulis 2012 2.1.2.3 Faktor-faktor Metode Penilaian 360° Feedback Faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur penilaian 360° feedback adalah a. Berorientasi pada tindakan, yaitu berpikir cepat dan bertindak terhadap suatu keadaan untuk menghasilkan solusi permasalahan yang baik dan efektif. Sikap ini terkadang dikaitkan dengan seberapa responsif seseorang terhadap keadaan, dan seberapa cepat 22 untuk mengambil tindakan serta bertindak bila ada peluang waktu yang tepat. b. Naluri bisnis, naluri yang dibutuhkan adalah bagaimana pemimpin dapat mengamati lingkungan bisnis terhadap ancaman didalam lingkungan bisnis. c. Kemampuan memberikan perintah, kemampuan seorang pemimpin dalam mengatur bawahannya agar tetap bersama-sama mencapai suatu tujuan serta menetapkan bagaimana standar kinerja didalam perusahaan. d. Mengelola visi dan tujuan, kemampuan pemimpin dalam mengelola visi perusahaan dan membuat karyawan bekerja dengan lebih baik lagi agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. e. Memberikan motivasi dan inspirasi bagi orang lain, bagaimana karyawan atau pemimpin dapat menjadi panutan bagi orang lain dan memberikan inspirasi serta memberi pengetahuan kepada orang lain. f. Berfokus pada organisasi, fokus terhadap kepentingan organisasi dan memprioritaskan pekerjaan. g. Pemecahan masalah dan kualitas keputusan, pemecahan masalah dilakukan dengan tepat dan efektif agar permasalahan tersebut ditemukan solusinya. Kualitas keputusan dapat dicapai dengan cara 23 menganalisa dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam keputusan tersebut. h. Berorientasi pada hasil, berorientasi terhadap bagaimana cara perusahaan dapat mencapai tujuannya tanpa melebihi batas anggaran serta memaksimalkan pengerjaan tugas-tugas dengan baik, sehingga mendapatkan hasil yang baik pula. i. Berpikir strategis, berpikir strategis berupa proses bagaimana fokus terhadap tujuang-tujuan yang harus dicapai sesuai dengan kesadaran waktu akan pencapaian tujuan tersebut. 2.1.3 Feedback (Umpan Balik) 2.1.3.1 Pengertian Feedback (Umpan Balik) Umpan balik adalah suatu proses dengan hasil atau akibat dari suatu respon untuk mengontrolnya. Feedback (umpan balik) adalah infromasi yang berkenaan dengan kemampuan karyawan guna lebih meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan, baik dalam konteks pekerjaan maupun kepribadian. Infromasi yang dimaksud adalah berkaitan dengan apa yang sudah dilakukan, bagaimana hasilnya, dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya. 2.1.3.2 Manfaat dan Fungsi Feedback (Umpan Balik) Fungsi feedback adalah memberikan motivasi, reinforcement (penguatan) atau punishment (hukuman). Dengan diperolehnya gambaran yang kongkrit perihal kemampuan yang dimiliki oleh seroang karyawan satu dibandingkandengan karyawan lainnya, maka hal itu akan dapat memacu karyawan lainnya untuk berbuat yang lebih baik dari yang sudah dilakukannya. Dengan kata lain, 24 gambaran kemampuan yang dimiliki seorang karyawan akan terlihat saat adanya feedback yang terlihat sehingga akan mendorong karyawan untuk berbuat lebih baik lagi. Reinforcement maksudnya adalah pemberian penguatan atas kejadian atau aktivitas yang telah dilaksanakan sehingga aktivitas tersebut mampu dipertahkan atau memberikan respons yang serupa dan pada aktivitas berikutnya dapat meningkat lagi. Umpan balik kinerja atau performance feedback akan menjadi suatu alat ukur yang handal apabila di gunakan dengan efektif (Laksmi Sito, dkk, 2009). 2.1.4 Service Level Agreement 2.1.4.1 Pengertian Service Level Agreement Service level agreement adalah kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna jasa mengenai tingkat (mutu) layanan. Suatu konsep Service level agreement yang bagus sekaligus dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang baik pula bagi perusahaan dengan para pelanggan dalam menangani harapan masing-masing pihak. Service level agreement merupakan suatu kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua pihak, bukan suatu kontrak. 2.1.5 Kepuasan Kerja 2.1.5.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan 25 karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dipekerjaannya, maka kedisiplinan karyawan rendah. Hasibuan (2007, p202) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009, p856) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Menurut Robbins yang dikutip oleh Wibowo (2006, p299) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Siagian (2006, p295) berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi atau bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. Menurut Meyer et al yang dikutip oleh Roger J. Best (2008) faktor utama dari kepuasan karyawan adalah kompensasi dan keuntungan atau tunjangan yang diberikan perusahaan. 26 Bentuk program pengenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya seseorang sebagai anggota kelompok kerja. Situasi lingkungan berbuntut pada tingkat kepuasan kerja yang tinggi, pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuassan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, dan besar kecilnya organisasi. 2.1.5.2 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Munandar A.S (2006, p362), banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja, yaitu: 1. Ciri-ciri instrinsik pekerjaan Menurut Locke dalam Munandar A.S (2006, p357), ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan dan kreativitas. Ada satu unsur yang dapat dijumpai pada ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan diatas, yaitu tingkat tantangan mental. Konsep dari tantangan yang sesuai merupakan konsep yang penting. Pekerjaan yang menuntut kecakapan lebih tinggi daripada yang dimiliki tenaga kerja, atau tuntutan pribadi tidak dapat dipenuhi tenaga kerja akan menimbulkan frustasi dan akhirnya ketidakpuasan kerja. 2. Gaji penghasilan, Imbalan yang dirasakan adil (Equitable reward) Theriault dalam Munandar A.S (2006, p360), kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. 3. Penyeliaan 27 Locke dalam Munandar A.S (2006, p361) memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan. Ia memperkenalkan dua jenis dari hubungan atasan-bawah; pertama, hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai-nilai yang menantang penting bagi tenaga kerja. Kedua, hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. 4. Rekan-rekan sejawat yang menunjang Didalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhankebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka. 5. Kondisi kerja yang menunjang Kondisi kerja harus memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi, dalam kondisi kerja seperti memuaskan tenaga kerja. kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan 28 2.1.5.3 Teori Kepuasan Kerja Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005), menyatakan bahwa teori-teori tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam teori, yaitu: 1. Teori Keseimbangan (Equity Theory) Teori ini dikembangkan oleh Adam (1963). Prinsip teori ini adalah orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas situasi, diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. 2. Teori Perbedaan ( Differences Person ) Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter, yang menyatakan bahwa kepuasan kerja seseorang dapat dilihat dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (difference between how much of something there should be and how much there is now). Artinya orang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum telah tercapai. 3. Teori Pemenuhan Kebutuhan ( Need Fulfillment Theory ) Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya, makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas. 29 4. Teori dua faktor (The Two Factor Theory) dari Herzberg Teori ini menyatakan ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah: a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator). Faktor ini antara lain adalah faktor prestasi, faktor pengakuan atau penghargaan, faktor tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri. b. Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja (hygiene factors). Faktor ini dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara pekerja, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi dalam perusahaan. 2.1.5.4 Pengaruh Karyawan Yang Tidak Puas Dan Puas Di Tempat Kerja Menurut Robbins & Judge (2009,p110), ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Konsekuensi didefinisikan daam empat respon yakni: a. Keluar, perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. b. Aspirasi, secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasn, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja. c. Kesetiaan, secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman 30 eksternal dan memercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan “hal yang benar”. d. Pengabdian, secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan. 2.2 Kajian Penelitian Terdahulu Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penelurusuran lebih lanjut dari penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Berikut ini adalah penelitian terdahulu : 1. Penelitian oleh Arini Widyowati (2010) yang berjudul “Penilaian Kinerja 360 Derajat Sebagai Usaha Meningkatkan Persepsi Positif Terhadap Keadilan Prosedural Penilaian Kinerja”. Berdasarkan penelitian ini bahwa pengaruh penilaian kinerja 360 derajat terhadap keadilan prosedural penilaian kinerja berpengaruh positif dan signifikan artinya keadilan prosedural dalam penilaian kinerja secara signifikan meningkat setelah diberikannya penilaian kinerja 360 derajat. 2. Penelitian oleh Laksmi Sito Dwi Irvianti, dkk (2009) yang berjudul “Analisa Penerapan Sistem Penilaian Kinerja Dengan Metode 360 Feedback Dan Hubungannya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT.’X’”. Dalam penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara variabel penerapan sistem penilaian kinerja dengan metode 360 feedback terhadap kepuasan kerja. 31 2.3 Kerangka Pemikiran Performance appraisal (X1) H1 Kepuasan Kerja H3 (Y) Metode Penilaian 360⁰ Feedback (X2) H2 Keterangan : X1= variabel performance appraisal X2= variable metode penilaian 360⁰ feedback Y= kepuasan kerja 2.3 Hipotesis Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka diatas, dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan sebagai berikut: Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: 32 Untuk T-1: Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal terhadap kepuasan kerja karyawan Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal terhadap kepuasan kerja karyawan Untuk T-2: Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode penilaian 360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode penilaian 360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan Untuk T-3: Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal dan penerapan metode penilaian 360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal dan penerapan metode penilaian 360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan