pengaruh tingkat suku bunga dan kurs terhadap

advertisement
PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA DAN KURS
TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
PERIODE 1990-2009
Oleh
ASRI AMALIYA
NIM: 106084003585
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
1
PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA DAN KURS
TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
PERIODE 1990-2009
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
ASRI AMALIYA
NIM: 106084003585
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA DAN KURS
TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
PERIODE 1990-2009
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
ASRI AMALIYA
NIM : 106084003585
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Abbas Ghozali, Ph.D
M. Hartana I. Putra M.Si
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVESRSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
Hari ini Jumat Tanggal 20 Bulan Agustus Tahun 2010 telah dilakukan ujian
Komprehensif atas nama Asri Amaliya, Nim: 106084003585, dengan judul
Skripsi “Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Kurs Di Indonesia Periode
1990-2009”. Memperhatikan hasil dan kemampuan mahasiswa tersebut selama
ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Agustus 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Dr. Lukman M.Si
Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M.Sc
Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji Ahli
Hari ini Kamis Tanggal Enam Belas Desember Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan
Ujian Skripsi atas nama Asri Amaliya NIM: 106084003585 dengan judul Skripsi
“PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA DAN KURS TERHADAP
INFLASI DI INDONESIA PERIODE 1990-2009”. Memperhatikan penampilan
mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Desember 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Abbas Ghozali, Ph.D
Ketua
Pheni Chalid, SF., MA., Ph.D
Penguji Ahli I
M. Hartana I. Putra, M.Si
Sekretaris
Fahmi Wibawa, SE., MBA
Penguji Ahli II
Utami Baroroh, M.Si
Penguji Seminar Proposal
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
:
Asri Amaliya
NIM
:
106084003585
Jurusan
:
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi saya yang berjudul “Pengaruh
Tingkat Suku Bunga dan Kurs Terhadap Inflasi di Indonesia Periode 19902009” adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian,
pengolahan dan analisis saya serta bukan merupakan replika maupun saduran dari
hasil karya atau penelitian orang lain.
Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replika maka skripsi ini dianggap
gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan
kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di
kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 10 Desember 2010
Asri Amaliya
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
II.
III.
IDENTITAS PRIBADI
1. Nama
:
Asri Amaliya
2. Tempat & Tgl Lahir
:
Jakarta, 29 Agustus 1988
3. Alamat
:
Jln. Pinang I No.46 Jakarta Selatan
4. Telepon
:
085693164844/ 021 96942149
1. TK
:
TK Pinang Jakarta Selatan
2. SD
:
SD Negeri 03 Jakarta Selatan
3. SMP
:
SMP Negeri 96 Jakarta Selatan
4. SMA
:
SMA PGRI 3 Jakarta Selatan
PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah
:
Agus
2. Tempat & Tgl Lahir
:
Magelang, 30 November 1957
5. Alamat
:
Jln. Pinang I No.46 Jakarta Selatan
3. Telepon
:
021 96942149
4. Ibu
:
Suharti
5. Tempat & Tgl Lahir
:
Brengkok, 08 Januari 1963
6. Alamat
:
Jln. Pinang I No.46 Jakarta Selatan
6. Telepon
:
021 96942149
7. Anak Ke
:
Dua dari Dua Bersaudara
i
Abstraction
Inflation is one of important indicator macroeconomic. The inflation becomes the
target of government because inflation has impact on economics stability in many
countries.
Through analysis of the regression with metode OLS (Ordinary Least Square) by
program Eviews 5.1, writer tries to explain the influence of interest rate and
exchange rate to fluctuation inflation in Indonesia period 1990-2009. The data
that used in this research are the secondary data which taken from “Laporan
Perekonomian Bank Indonesia”.
The results of this research indicated that is interest rate and exchange rate have
signifikan influence to the inflation in Indonesia period 1990-2009 which is 80,56
percent. Partially, interest rate has significant influence to the inflation which is
2,01 percent. Exchange rate also has significant influence to the inflation which is
1,03 percent.
Keywords : interest rate, exchange rate, inflation
ii
Abstraksi
Inflasi adalah salah satu indikator makroekonomi yang penting. Inflasi dijadikan
target kebijakan pemerintah karena dampak inflasi yang sangat berpengaruh pada
kondisi perekonomian dalam suatu negara.
Dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) pada program
Eviews 5.1, penelitian ini berusaha menjelaskan pengaruh suku bunga dan kurs
terhadap inflasi di Indonesia periode 1990-2009. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari publikasi Laporan
Perekonomian Bank Indonesia.
Hasil penelitian adalah suku bunga dan kurs berpengaruh terhadap inflasi di
Indonesia periode 1990-2009 sebesar 80,56 persen. Secara parsial suku bunga
berpengaruh signifikan terhadap inflasi sebesar 2,01 persen. Kurs secara parsial
juga berpengaruh signifikan terhadap inflasi sebesar 1,03 persen.
Kata kunci : suku bunga, kurs, dan inflasi
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga Dan Kurs Terhadap
Inflasi Di Indonesia Periode 1990-2009”. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Baginda Rasululllah SAW beserta kepada para sahabat
dan seluruh pengikut Beliau yang insya Allah tetap istiqomah hingga akhir zaman
kelak, Amin.
Dengan selesainya penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis. Adapun ungkapan terima kasih ini penulis tujukan
kepada:
1. Bapak Agus dan Ibu Suharti, sumber motivasi bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas semua doa dan dukungan yang
telah diberikan padaku sampai detik ini. Semoga suatu saat aku dapat
membalas kebaikan yang diberikan dan dapat menjadi kebanggan bagi bapa
dan mama. Amin.
2. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Lukman, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (IESP).
4. Abbas Ghozali, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I atas kesediaan waktu,
tenaga, dan pikirannya membimbing penulis.
5. M. Hartana I Putra, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaan waktu,
tenaga, dan pikirannya membimbing penulis.
6. Seluruh Dosen FEB atas ilmunya yang bermanfaat, semoga dapat menjadi
amalan di akhirat kelak, esp for: Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku Sekertaris
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberi motivasi
iv
dan penguji seminar proposal yang luar biasa dan Ibu Lili yang begitu baik
dan murah hati untuk memudahkan saya dalam urusan di akademik jurusan
IESP.
7. Bapak Marsono dan Ibu Siti Cholifah selaku kakek dan nenek yang setia
memberikan doa dan dukungan dalam setiap langkah cucu tercintanya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga kecil mba Endah Lestari, kak Sumeh Haryadi yang tidak pernah
henti memberikan motivasi untuk tetap berusaha dan semangat mengadapi
kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini. Keponakan kecilku Muhammad
Rayyan Fadillah yang selalu memberikan keceriaan saatku bosan, terimakasih
ya jagoan kecilku.
9. Om dan bule-ku yang selalu memberikan motivasi serta penghargaannya
padaku.. terimakasih banyak.
10. Power-ranger girl’s: Istiqomah, Febrina Rizky Syaharani, Fatmi Ratna
Ningsih dan Dwi Suciayu.. terimakasih untuk persahabatan yang luar biasa, 4
tahun lebih dalam tangis dan tawa bersama kalian adalah sesuatu yang sangat
berharga dan takkan terlupa dalam hidupku.
11. Teman-teman kkn green bean’09, terima kasih untuk hari-hari yang indah
dan begitu bermakna di posko Situ Daun-Bogor bersama capucino hangat di
tiap pagi dan malamnya.. esp mas Hermanto my blue’s selaku ketua kkn
terimakasih banyak telah setia menemai dan memotivasi saatku rapuh dalam
menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat terbaik sepanjang masa Chusnul Chotimah, terimakasih atas
semangat yang telah kau beri sobat.
13. Teman-teman IESP A 2006 dan untuk semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu, terima kasih yang terdalam untuk bantuan, dukungan,
dan doanya. Semoga keberkahan dan kesuksesan selalu menyertai kita semua.
Amin.
v
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan penulis dalam
mencapai kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Terima Kasih
Jakarta, Desember 2010
Asri Amaliya
Penulis
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................
i
ABSTRACTION .............................................................................................. .
ii
ABSTRAKSI ..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................
iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DATAR TABEL ...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan teori .......................................................................
8
1. Inflasi ...............................................................................
8
a. Pengertian Inflasi .......................................................... 8
b. Jenis Inflasi ................................................................ .. 10
c. Efek Inflasi ................................................................... 14
2. Suku Bunga ..................................................................... 16
a. Pengertian Suku Bunga ................................................ 16
b. Jenis Suku Bunga ......................................................... 17
vii
3. Kurs (Nilai Tukar) ........................................................... 18
a. Jenis Nilai Tukar .......................................................... 18
b. Sistem Nilai Tukar Di Indonesia ................................. 19
B. Penelitian Terdahulu ............................................................ 21
C. Keterkaitan Antar Variabel .................................................. 25
1. Hubungan Antara Suku Bunga Dan Inflasi .................... 25
2. Hubungan Antara Kurs Dan Inflasi ................................ 27
B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 33
B. Metode Pengumpulan Data .................................................. 33
C. Metode Analisis .................................................................... 33
1. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 35
a. Uji Normalitas ...........................................................
35
b. Uji Mutikolinearitas ................................................. 36
c. Uji Heteroskedastisitas ............................................. 36
d. Uji Autokorelasi ....................................................... 37
2. Uji Statistik ................................................................... 37
a. Uji F-Statistik ........................................................... 37
b. Uji Koefisien Determinasi (R2) .................................. 38
c. Uji t-Statistik ............................................................ 38
D. Operasional Variabel Penelitian......................................... 39
viii
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif ............................................................. 41
a. Inflasi .............................................................................. 41
b. Suku Bunga ..................................................................... 43
c. Kurs ................................................................................. 46
B. Analisis dan Pembahasan ..................................................... 49
1. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 49
a. Uji Normalitas ............................................................ 49
b. Uji Multikolinieritas ................................................... 50
c. Uji Heteroskedastisitas ............................................... 51
d. Uji Autokorelasi ......................................................... 52
2. Hasil Uji Regresi Metode OLS ....................................... 53
3. Uji Statistik ..................................................................... 55
a. Uji F-Statistik ............................................................. 55
b. Uji Koefisien Determinasi (R2) .................................. 55
c. Uji t-Statistik............................................................... 55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan …....................................................................... 59
B. Implikasi ............................................................................... 60
C. Saran ..................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 62
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Hal
Tabel 1.1
Data Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs .....................................
Tabel 1.2
Penelitian Terdahulu ................................................................... 21
Tabel 4.1
Hasil Uji Multikolinieritas .......................................................... 50
Tabel 4.2
Hasil Uji Regresi Auxiliary ........................................................ 51
Tabel 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 52
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi ................................................................ 53
Tabel 4.5
Hasil Olah Data Metode OLS ....................................................
x
3
54
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Hal
Gambar 2.1
Demand Pull-Inflation ...............................................................
11
Gambar 2.2
Cost Push-Inflation ....................................................................
13
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran ..................................................................
32
Gambar 4.1
Inflasi di Indonesia Periode 1990-2009 ....................................
41
Gambar 4.2
Suku Bunga di Indonesia Periode 1990-2009 ...........................
44
Gambar 4.3
Kurs di Indonesia Periode 1990-2009 .......................................
47
Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas ..................................................................
49
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Hal
Lampiran 1
Data Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs ....................................
66
Lampiran 2
Hasil Olah Data Menggunakan Metode OLS ............................
67
Lampiran 3
Hasil Normalitas Menggunakan JB Test ....................................
68
Lampiran 4
Hasil Uji Autokorelasi ................................................................
69
Lampiran 5
Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 70
Lampiran 6
Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Correlation Matrix ............. 71
Lampiran 7
Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Metode Klien .....................
xii
71
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi perekonomian Indonesia kembali diwarnai oleh perkembangan
yang sangat dinamis dan penuh tantangan akibat gejolak perekonomian dunia
yang relatif drastis perubahannya. Khususnya dalam 5 tahun terakhir,
Indonesia dari suatu kondisi perekonomian yang berada dalam cengkeraman
krisis multidimensional menuju sebuah pembangunan ekonomi yang ditopang
oleh penguatan fondasi-fondasi kunci perekonomian nasional.
Inflasi adalah sumber utama ketidakmerataan ekonomi, sosial dalam
jangka pendek maupun jangka panjang dan merupakan salah satu peristiwa
moneter yang terjadi di berbagai negara, baik negara maju maupun negara
sedang berkembang. Seperti yang dikatakan Milton Friedman bahwa inflasi
terjadi dimana saja, kapan saja dan selalu menjadi fenomena moneter
(Mankiw, 2006:199).
Tingkat inflasi adalah indikator makroekonomi penting yang perlu
dijaga keberadaanya dan sangat berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat
khususnya masyarakat golongan bawah (Rachbini, 2001:98).
Inflasi berperan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada
dalam suatu negara. Hal ini terjadi saat kenaikan harga atau inflasi tetapi tidak
diiringi kenaikan pendapatan masyarakat sehingga pendapatan riil mereka
menurun. Inflasi berpengaruh pada perekonomian dengan cara meredistribusi
1
pendapatan dan kekayaan orang-orang yang memiliki harta dan hutang
dengan tingkat suku bunga nominal yang tetap. Naiknya harga atau inflasi
juga akan menyebabkan ketidakpastian bagi sistem produksi yang
dikarenakan kenaikan pada biaya bahan baku produksi dan kegiatan
ekonomipun menjadi mahal yang akhirnya akan mengubah tingkat output.
Inflasi
yang
selalu
berfluktuasi
menyebabkan
ketidakpastian
bagi
kesejahteraan masyarakat dan menurunkan daya beli masyarakat akan barang
dan jasa (Mankiw, 2006:216).
Penelitian mengenai pengaruh suku bunga dan kurs terhadap inflasi
telah banyak dilakukan, namun penelitian ini tetap penting dilakukan karena
inflasi perlu diperhatikan mengingat dampaknya yang sangat luas bagi
perekonomian dalam suatu negara terutama inflasi yang selalu berfluktuasi
dan berakibat pada kesejahteraan masyarakat. Inflasi harus segera
dikendalikan agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Hal ini didasarkan
atas Ketetapan MPRS No. VI/1965 tentang stabilisasi harga dengan
melaksanakan politik harga yang berdasarkan plan produksi yang stabil
berdasarkan plan produksi yang konkrit di unit-unit produksi dan meletakkan
dasar-dasar yang kuat guna perencanaan pembangunan berikutnya (Soesastro,
2005:167).
Berikut ini adalah tabel perkembangan inflasi, suku bunga dan kurs di
Indonesia sejak periode 2004 sampai dengan 2009.
2
Tabel 1.1
Perkembangan Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs di Indonesia
Periode 2004 – 2009
TAHUN
INFLASI (%)
SUKU BUNGA SBI (%)
KURS (Rp/USD)
2004
6,4
7,43
9290
2005
17,11
12,75
9830
2006
6,60
9,75
9020
2007
6,59
8
9149
2008
11,06
10,83
10950
2009
2,78
6,46
9400
Sumber : Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Berdasarkan tabel 1.1, dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 inflasi naik
secara tajam mencapai 17,11 persen dibandingkan dengan 6,4 persen pada
tahun sebelumnya (2004). Pada tahun 2006 inflasi mengalami penurunan dan
inflasi berada di level 6,6 persen. Tahun 2007, inflasi relatif terkendali yaitu
berada di level 6,59 persen. Namun inflasi naik ke level 11,06 persen pada
tahun 2008 yang diakibatkan oleh terjadinya lonjakan harga komoditas
global. Sementara inflasi di tahun 2009 mengalami penurunan yaitu inflasi
berada di level 2,78 persen.
Inflasi tidak dapat lepas dari peranan suku bunga. Hal ini dikarenakan
suku bunga menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang yang akan
berakhir pada inflasi. Pada tabel 1.1, ditunjukkan bahwa posisi suku bunga
SBI pada tahun 2005 berada di level 12,75 persen dan turun menjadi 9,75
3
persen pada akhir 2006. Sementara di tahun 2007, suku bunga SBI
mengalami penurunan lagi hingga posisinya berada di level 8 persen dan
merangkak naik lagi ke level 10,83 persen pada desember 2008. Namun, pada
tahun 2009 suku bunga SBI mengalami penurunan dan berada di posisi 6,46
persen.
Inflasi di Indonesia dapat dianalisis dari sudut pandang nilai tukar,
sebagai dampak dari nilai rupiah yang mengalami under valued sehingga
terjadi perbedaan harga yang antara harga domestik terhadap harga
internasional. Tabel 1.1, menunjukkan bahwa kurs pada tahun 2005 adalah
Rp 9830 per dollar AS dan mengalami penguatan pada 2006 yaitu Rp 9020
per dollar AS. Namun, kurs terdepresiasi menjadi Rp 9419 pada 2007 dan
terus menurun pada 2008 sampai di posisi Rp 10950 per dollar AS. Pada
tahun 2009 kurs mengalami penguatan dan nilainya adalah Rp 9400 per
dollar AS.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka judul dalam penelitian ini adalah
“Pengaruh Tingkat Suku Bunga Dan Kurs Terhadap Inflasi di Indonesia
Periode 1990–2009”.
B. PERUMUSAN MASALAH
Pemahaman mengenai hubungan antara suku bunga, kurs dan inflasi
merupakan hal penting bagi pengambil kebijakan ekonomi serta masyarakat
dalam perekonomian terbuka. Penggunaan variabel suku bunga dan kurs
untuk mencapai tingkat inflasi menjadi hal yang menarik untuk dibahas.
4
Apakah suku bunga dan kurs mempunyai peranan yang besar sebagai
instrumen kebijakan moneter, sehingga suku bunga dan kurs mampu
menjelaskan inflasi. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk
membuktikan hubungan suku bunga dan kurs terhadap inflasi.
Suku bunga mempengaruhi jumlah penawaran dan permintaan uang.
Suku bunga
yang tinggi menyebabkan orang-orang tertarik untuk
menabungkan uangnya di bank. Dengan begitu, jumlah uang tunai yang
beredar di masyarakat sedikit dan sebaliknya jika suku bunga rendah maka
banyak orang enggan untuk menabungkan uangnya di bank, maka jumlah
uang yang beredar di masyarakat menjadi berlimpah. Banyak sedikitnya
jumlah uang yang beredar dalam suatu negara menentukan tinggi rendahnya
inflasi. Hal ini sesuai dengan teori Irving Fisher dimana MV=PT, saat M
(jumlah uang beredar naik maka P (harga) ikut naik). Naiknya suku bunga
juga mengakibatkan sektor riil sulit bergerak yang akhirnya akan menekan
harga atau terjadinya inflasi. Hal ini disebabkan naiknya suku bunga kredit
akan menyulitkan para pengusaha karena mereka harus mengeluarkan biaya
tambahan akibat kenaikan bunga yang akhirnya biaya produksi meningkat
dan biaya tersebut akan dibebankan pada output atau dapat dikatakan harga
mengalami peningkatan atau inflasi.
Sementara perubahan kurs dalam suatu negara juga ikut mempengaruhi
tingkat inflasi. Ketika terjadi depresiasi maka harga barang-barang dalam
negeri menjadi lebih murah dalam mata uang asing dan sebaliknya harga
barang impor menjadi lebih mahal sehingga menurunkan jumlah permintaan
5
impor dan meningkatkan jumlah permintaan ekspor. Meningkatnya
permintaan ekspor akan mendorong kenaikan harga ekspor, hal ini
dikarenakan barang yang berbasis ekspor memiliki ketergantungan bahan
baku dan barang modal impor yang tinggi. Akibatnya barang ekspor tidak
dapat bersaing di pasaran internasional akibat biaya produksi yang tinggi
tersebut dibebankan pada harga jual output yang berarti terjadi kenaikan
harga barang atau inflasi.
Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh suku bunga terhadap inflasi?
2. Bagaimana pengaruh kurs terhadap inflasi?
3. Bagaimana pengaruh suku bunga dan kurs terhadap inflasi?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara suku bunga dan
inflasi.
b. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara kurs dan inflasi.
c. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara suku bunga, kurs
dan inflasi.
6
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi pihak–pihak berikut ini :
a. Bagi Akademis
1) Memberikan gambaran mengenai hubungan suku bunga dan kurs
terhadap inflasi di Indonesia.
2) Upaya penerapan teori dan mencari jalan keluar
mengenai
permasalahan inflasi.
3) Ditemukannya alternatif pengendalian inflasi melalui suku bunga dan
kurs.
b. Bagi Pengambil Kebijakan
Diharapkan dapat diimplementasikan sebagai upaya pencapaian
tujuan kebijakan moneter yaitu: pengendalian inflasi di Indonesia melalui
instrumen suku bunga dan kurs.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Inflasi
Inflasi adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara supply
dan demand akan barang dan jasa (Soesastro, 2005:56).
Inflasi adalah harga barang dan jasa, ketika tingkat harga mengalami
kenaikan maka individu harus mengeluarkan uangnya lebih banyak untuk
membeli barang dan jasa dalam jumlah yang tetap. Inflasi juga merupakan
ukuran nilai mata uang, yaitu ketika harga naik berarti nilai uang sekarang
menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Harga yang dianggap tinggi belum
tentu menunjukkan inflasi, hal ini dikarenakan inflasi hanya terjadi jika
proses naiknya harga berlangsung secara terus-menerus dan mempengaruhi
barang yang lainnya. Naiknya harga mengakibatkan naiknya jumlah
permintaan uang, ini dikarenakan semakin banyak uang yang dibutuhkan
dalam transaksi (Mankiw, 2006:196).
Menurut golongan Moneteris, inflasi terjadi karena adanya kelebihan
penawaran dan permintaan uang dalam masyarakat, jika permintaan barang
dan jasa terus meningkat sementara kapasitas untuk memproduksi output
telah mencapai tingkat maksimal, maka penawaran untuk output tidak dapat
ditambah lagi yang akan menimbulkan sortage (kelangkaan barang dan
jasa) sehingga akan menekan harga sampai ke tingkat yang lebih tinggi atau
8
dapat dikatakan terjadi inflasi. Sementara golongan Strukturalis berpendapat
bahwa
inflasi
terjadi
karena
lemahnya
struktur
ekonomi
yakni
ketidakmampuan sektor-sektor produktif dalam mengembangkan produksi
dengan cepat dan sesuai dengan yang diperlukan oleh perubahan-perubahan
dalam permintaan yang berada di suatu negara (Sukirno, 2006:320).
Inflasi
menjadi
indikator
makroekonomi
yang
perlu
dijaga
tingkatannya agar tidak menjadi masalah dalam perekonomian. Tingginya
inflasi berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat, khususnya
masyarakat tingkat bawah, ketidakpastian bagi sistem produksi dan
penurunan
keuntungan
para
pelaku
ekonomi
dan
mengakibatkan
perekonomian suatu negara menjadi tidak kondusif untuk perkembangan
sektor riil serta masyarakat umumnya (Rachbini, 2001:98).
Inflasi yang tinggi tidak akan membantu dalam perkembangan
perekonomian suatu negara. Hal ini dikarenakan biaya yang terus meningkat
mengakibatkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Pada
akhirnya, pemilik modal lebih menggunakan uangnya untuk tujuan
spekulasi. Dengan demikian, investasi produktif menurun dan kegiatan
ekonomipun melemah yang mengakibatkan terjadinya lebih banyak
pengangguran. Naiknya harga juga menimbulkan efek buruk dalam
perdagangan yaitu barang tidak dapat bersaing dipasaran internasional,
sehingga menurunnya ekspor. Sementara harga produksi yang makin
meningkat akibat inflasi menyebabkan harga barang impor menjadi murah
dan impor lebih banyak dilakukan. Saat ekspor menurun dan diiringi impor
9
yang meningkat, terjadi ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing
dan posisi neraca pembayaran akan memburuk (Sukirno, 2004:339).
Perhitungan tingkat inflasi dilakukan dengan formula sebagai berikut:
𝑖𝑛𝑓𝑑 =
𝐼𝐻𝐾𝑑 − 𝐼𝐻𝐾𝑑−1
𝐼𝐻𝐾𝑑−1
Inflasi yang dikenal oleh masyarakat adalah angka inflasi yang
dihitung berdasarkan suatu angka indeks, yang dikenal sebagai Indeks
Harga Konsumen (IHK). Angka indeks ini disusun berdasarkan survei biaya
hidup yang dilakukan (Badan Pusat Statistik) BPS. Survei tersebut pada
mulanya hanya menyangkut harga bahan makanan dan dilakukan pada
wilayah
yang
terbatas.
Dengan
berjalannya
waktu
dan
semakin
berkembangnya perekonomian dan kegiatan masyarakat, angka indeks
tersebut terus mengalami perbaikan, baik dalam hal jenis barang yang
dipergunakan maupun cakupan wilayah yang disurvei untuk menghitung
perubahan biaya hidup tersebut. Perkembangan jumlah atau jenis barang
serta cakupan wilayah yang disurvei sejalan dengan perkembangan sosial
ekonomi masyarakat sehingga dapat mencerminkan tingkat dan variasi
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dari waktu ke waktu
(BPS, 2008:32).
a. Jenis – Jenis Inflasi
1) Inflasi Menurut Sebabnya
Inflasi menurut sebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Demand – Pull Inflation
10
Inflasi ini terjadi pada masa perekonomian berkembang
pesat. Kesempatan kerja tinggi menciptakan pendapatan yang
tinggi pula, yang pada akhirnya mengakibatkan pengeluaran yang
melebihi kemampuan ekonomi dalam penyediaan barang dan jasa
(Sukirno, 2004:333).
Gambar 2.1
Demand – Pull Inflation
Gambar 2.1, menunjukkan permintaan agregat awalnya
berada di AD1, pendapatan nasional Y1 dan tingkat harga P1.
Karena perekonomian sedang berkembang maka mendorong
permintaan agregat naik menjadi AD2, akibatnya pendapatan
nasional mencapai tingkat kesempatan kerja penuh Y F dan harga
naik menjadi PF. Hal inilah yang mewujudkan terjadinya inflasi.
Apabila masyarakat tetap menambah pengeluarannya maka
11
permintaan agregat menjadi AD3. Untuk memenuhi permintaan
yang makin bertambah maka perusahaan menambah produksinya
dan mengakibatkan pendapatan nasional riil meningkat menjadi
Y2. Kenaikan produksi nasional melebihi kesempatan kerja penuh
menyebabkan kenaikan harga menjadi P2 (Sukirno, 2004:333).
b) Cost – Push Inflation
Inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang
dengan pesat ketika tingkat pengangguran sangat rendah. Keadaan
ini cenderung menyebabkan kenaikan upah dan gaji karena :
(1)Perusahaan akan berusaha mencegah perpindahan tenaga kerja
dengan menaikkan upah dan gaji.
(2)Usaha untuk memperoleh pekerja tambahan hanya akan berhasil
apabila perusahaan menawarkan upah dan gaji yang lebih tinggi
(Sukirno, 2004:333).
Gambar 2.2
Cost – Push Inflation
12
Berdasarkan gambar 2.2, pada mulanya keseimbangan
ekonomi negara tercapai pada pendapatan nasional Y1, yaitu
pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh dan tingkat
harga P1. Pada tingkat kesempatan kerja tinggi, perusahaan
sangat
memerlukan tenaga kerja. Kenaikan upah akan
menaikkan biaya dan memindahkan penawaran agregat ke atas
dari AS1 ke AS2. Akibatnya tingkat harga naik menjadi P2.
Harga barang yang tinggi ini mendorong para pekerja menuntut
kenaikan upah lagi maka biaya produksi akan makin tinggi.
Akhirnya kurva penawaran agregat bergeser menjadi AS 3,
meningkatkan harga menjadi P3 dan pendapatan nasional riil
terus mengalami penurunan yaitu dari Y F (Y1) menjadi Y2 dan
Y3 (Sukirno, 2004:333).
2) Inflasi Berdasarkan Tingkat Kelajuan Kenaikan Harga
Menurut Sukirno (2004:337) penggolongan inflasi berdasarkan
tingkat kelajuan kenaikan harga yang berlaku, yaitu :
a) Inflasi merayap
Inflasi merayap adalah kenaikan harga secara lambat, yang
tingkatnya tidak melebihi dua atau tiga persen setahun.
b) Inflasi moderat (sederhana)
Inflasi moderat adalah tingkat inflasi yang antara 5-10 persen
setahun.
13
c) Hiperinflasi
Hiperinflasi adalah proses kenaikan harga yang sangat cepat,
menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat
dalam masa yang singkat.
b. Efek Inflasi
Inflasi dapat menimbulkan berbagai efek negatif diantaranya
adalah sebagai berikut :
1) Inflasi akan menurunkan taraf kesejahteraan masyarakat. Hal ini
dikarenakan sebagian besar pelaku kegiatan ekonomi adalah para
pekerja yang memiliki pendapatan yang tetap. Sementara kenaikan
harga atau inflasi terjadi lebih cepat dari kenaikan upah para pekerja
tersebut dan menyebabkan upah riil mereka menurun. Maka dapat
dikatakan kesejahteraan segolongan masyarakat menurun (Sukirno,
2004:339).
2) Inflasi akan mengurangi daya beli uang, yang berarti menurunkan
standar hidup masyarakat khusunya masyarakat golongan bawah
seperti buruh. Tingkat kesejahteraan golongan ini menurun drastis
akibat mengecilnya tingkat konsumsi kebutuhan pokok mereka
(Rachbini, 2001:98).
3) Inflasi menimbulkan kebingungan dan ketidaknyamanan yang
diakibatkan oleh perubahan satuan hitung dan redistribusi kekayaan
orang-orang yang memiliki harta dan hutang dengan tingkat suku
14
bunga nominal yang tetap. Bila seseorang memiliki hutang jangka
panjang dengan bunga yang tetap maka kenaikan harga atau inflasi
akan membuat orang tersebut mengalami keuntungan, hal ini
dikarenakan inflasi akan menekan beban pembayaran hutang riilnya.
Tetapi bagi kreditor atau pihak yang meminjamkan uang, dan
memiliki harta berupa obligasi jangka panjang maka inflasi
merupakan ancaman. Hal ini disebabkan harta yang ia miliki akan
menurun nilainya secara riil (Mankiw, 2006:215)
4) Inflasi menyebabkan barang domestik tidak dapat bersaing di
pasaran internasional, sehingga menurunkan ekspor. Harga produksi
domestik
yang
semakin tinggi
sebagai akibat
dari inflasi
menyebabkan harga barang impor menjadi relatif lebih murah. Pada
akhirnya, lebih banyak impor yang dilakukan. Maka dengan adanya
ekspor
yang
menurun
serta
diikuti
meningkatnya
impor,
menghasilkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing dan
hal ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi suatu negara
(Sukirno, 2004:339).
5) Inflasi juga mengubah tingkat output, harga yang melambung
menimbulkan ketidakpastian bagi sistem produksi karena biaya
bahan baku untuk produksi dan kegiatan ekonomi semakin mahal.
Bergesernya kurva permintaan agregat barang dan jasa ke kanan
akan berakibat pada kenaikan harga atau inflasi yang disertai
kenaikan output. Namun penawaran agregat barang dan jasa ke atas
15
dapat mengakibatkan kenaikan harga-harga atau inflasi serta
menurunkan tingkat output (Rahcbini, 2001:98).
2. Suku Bunga
Pengertian suku bunga adalah harga dari sebuah pinjaman. Suku
bunga mencerminkan jumlah yang dibayar oleh peminjam dan jumlah yang
diterima oleh pemberi pinjaman atas tabungan mereka (Mankiw, 2006:96).
Suku bunga adalah pengembalian yang diberikan kepada pihak yang
menempatkan sejumlah uang. Bank Indonesia mengendalikan uang yang
beredar dengan dua suku bunga, yaitu: suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan suku bunga patokan (benchmark) yang disebut dengan
BI Rate (Laporan Perekonomian Indonesia, 2006:78).
Suku bunga SBI adalah rata-rata tertimbang dari penawaran suku
bunga dari bank-bank pemenang dalam lelang yang menggunakan sistem
Stop of Rate (SOR). Suku bunga SBI telah menjadi acuan suku bunga
lainnya, khususnya suku bunga yang berjangka waktu satu bulan atau lebih
(Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2000:47).
Suku bunga SBI mulai digunakan sebagai pencapaian sasaran
operasional kebijakan moneter, yaitu kestabilan inflasi berdasarkan UU No.
23 tahun 1999 (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2008:23).
Mulai Juli 2005, suku bunga BI Rate dipergunakan sebagai sinyal
kebijakan moneter dan sasaran operasional. BI Rate adalah suku bunga
dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh BI secara periodik untuk
16
jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal kebijkan moneter. BI
Rate diimplementasikan melalui operasi pasar terbuka untuk SBI satu SBI
satu bulan karena beberapa pertimbangan. Pertama, SBI satu bulan telah
dipergunakan sebagai benchmarck oleh perbankan dan pelaku pasar di
Indonesia dalam berbagai aktifitasnya. Kedua, penggunaan SBI satu bulan
sebagai sasaran operasional akan memperkuat sinyal respon kebijakan
moneter yang ditempu BI. Ketiga, dengan perbaikan kondisi perbankan dan
sektor keuangan, SBI satu bulan terbukti mampu mentransmisikan
kebijakan moneter ke sektor keuangan dan ekonomi (Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, 2008:23).
a. Jenis Suku Bunga
Jenis suku bunga adalah sebagai berikut:
1) Suku Bunga Nominal
Suku bunga nominal menyatakan seberapa cepat jumlah uang dalam
rekening seseorang akan naik sepanjang waktu. Suku bunga nominal
merupakan penjumlahan suku bunga riil dan laju inflasi (Mankiw,
2006:207).
2) Suku Bunga Riil
Suku bunga riil menyesuaikan suku bunga nominal terhadap dampak
inflasi dengan tujuan agar diketahui seberapa cepat daya beli rekening
seseorang akan naik sepanjang waktu. Suku bunga riil merupakan
suku bunga nominal dikurangi laju inflasi (Mankiw, 2006:207).
17
3. Nilai Tukar (Kurs)
Kurs sering disebut nilai tukar (exchange rate), keduanya memiliki
arti yang sama yaitu: perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda
(Halwani, 2005:157).
Perubahan kurs disebut depresiasi atau apresiasi, bila mata uang suatu
negara mengalami depresiasi yaitu melemahnya nilai mata uang karena
hanya dapat membeli lebih sedikit mata uang asing, dampaknya adalah
ekspor bagi pihak luar negeri menjadi makin murah sedang impor bagi
penduduk negara ini menjadi makin mahal. Apresiasi adalah menguatnya
nilai mata uang karena dapat membeli lebih banyak mata uang asing,
menimbulkan dampak harga produk bagi pihak luar negeri makin mahal
sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah
(Krugman, 1999:43).
a. Jenis Nilai Tukar
Jenis–jenis nilai tukar adalah sebagai berikut:
1) Nilai Tukar Nominal
Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat
menukarkan mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain
(Mankiw, 2006:242).
Nilai tukar nominal digunakan untuk mengukur perbedaan harga
mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara
yang diperlukan untuk memperoleh sejumlah mata uang dari negara
lain (Halwani, 2005:157).
18
2) Nilai Tukar Riil
Nilai tukar riil adalah nilai yang digunakan seseorang saat
menukarkan barang dan jasa suatu negara dengan barang dan jasa
negara lain (Mankiw, 2006:242).
Rumus perhitungan nilai tukar riil:
nilai tukar riil =
π‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘‘π‘’π‘˜π‘Žπ‘Ÿ π‘›π‘œπ‘šπ‘–π‘›π‘Žπ‘™ π‘₯ π‘•π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š π‘›π‘’π‘”π‘’π‘Ÿπ‘–
π‘•π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿ π‘›π‘’π‘”π‘’π‘Ÿπ‘–
Nilai tukar riil adalah penentuan berapa banyak suatu negara
mengekspor dan mengimpor. Nilai tukar riil yang lebih tinggi
mengakibatkan harga barang dalam negeri menjadi lebih mahal
(Mankiw, 2006:261).
Nilai tukar ini mengukur harga relatif barang dan jasa yang
tersedia di dalam negeri terhadap barang dan jasa yang tersedia di luar
negeri (Mankiw, 2006:244).
b. Sistem Nilai Tukar Di Indonesia
Adapun sistem nilai tukar yang diterapkan di Indonesia, adalah
sebagai berikut:
1) Sistem kurs tetap
Sistem ini terjadi pada tahun 1971 sampai 15 November 1978,
Sistem ini dalam jangka pendek dapat menunjang stabilitas nilai tukar
dan sejalan dengan strategi inward looking yang mewarnai
kebijaksanaan ekonomi pada periode tersebut. sistem nilai tukar
19
tersebut telah menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami over-valued
yang menjadi salah satu sebab menurunnya daya saing produk dalam
negeri. Untuk menjaga keseimbangan nilai tukar dan mendorong
ekspor nonmigas, pada November 1978 dilakukan devaluasi rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat sebesar 30,9 persen, dimana nilai
rupiah terhadap dollar adalah tetap yaitu Rp 415 per dollar AS
(Deliarnov, 2006:186).
2) Sistem mengambang terkendali (manage floating)
Sistem ini terjadi pada periode 15 November 1978 sampai
dengan Desember 1995, dimana kurs rupiah terhadap dollar diiringi
dengan batas intervensi yaitu zona kurs batas atas dan batas bawah.
Kurs dibiarkan bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah
hanya melakukan intervensi apabila kurs bergejolak melebihi batas
atas atau bawah dari batas intervensi (Deliarnov, 2006:186).
3) Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang)
Awal Agustus 1997 nilai rupiah terhadap dollar AS mencapai
Rp 2.650 per dollar AS. Dalam rangka mengamankan cadangan
devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk
menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang
terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas
(free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997.
Penghapusan rentang intervensi ini dimaksudkan untuk mengurangi
20
kegiatan intervensi pemerintah terhadap rupiah dan memantapkan
pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri (Basalim, 2000:74).
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang mengangkat tema inflasi telah banyak dilakukan. Namun
penelitian ini masih perlu dilakukan agar permasalahan inflasi di Indonesia
dapat diatasi dengan baik dan tidak menyengsarakan masyarakat. Beberapa
ringkasan penelitian terdahulu mengenai inflasi:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
1.
Peneliti
Fery
Metode
OLS dan PAM
Variabel
Hasil Penelitian
Dependen:
OLS: hanya
Andrianus
Inflasi
kurs dan tingkat
dan Amelia
Independen:
bunga yang
Niko (2006)
- JUB
mempengaruhi
- Kurs
inflasi.
- PDB
PAM: hanya
- Suku bunga
suku bunga
yang
mempengaruhi
inflasi.
2.
Jakaria
Regresi Linier
Dependen:
JUB,
(2008)
Berganda
Inflasi
pengeluaran
21
Independen:
pemerintah dan
- JUB
kurs
- Pengeluaran
berpengaruh
Pemerintah
3.
signifikan
- Kurs
terhadap inflasi.
Enny Sri
Vector
Dependen:
Pergerakan nilai
Hartati
Autoregressive
Kurs
tukar rupiah
(2004)
(VAR)
Independen:
memiliki
- Indeks Harga
kontribusi
Impor
terhadap inflasi.
- Ekspor Netto
-
Indeks
Produksi
- Indeks Harga
Produsen
4.
Mamak M.
Regresi Linier
Dependen:
JUB, suku
Balafif
Berganda
Inflasi
bunga dan kurs
Independen:
berpengaruh
(2007)
- JUB
nyata terhadap
- Suku bunga
inflasi.
- Kurs
Namun secara
parsial JUB
berpengaruh
22
negatif terhadap
inflasi.
5.
Michal
Kointegrasi
Dependen:
Suku bunga
Brzoza –
Inflasi
berpengaruh
Brzezina
Independen:
terhadap inflasi
(2001)
- Deflator PDB
dalam jangka
- Suku bunga
panjang.
- Inflasi yang
diperkirakan
- PDB riil
6.
Ekrem Gul
Kointegrasi
Dependent:
Suku bunga
dan Aykut
Inflasi
nominal dalam
Ekinci
Independen:
jangka panjang
(2006)
Suku bunga
berpengaruh
nominal
terhadap inflasi.
Sumber : diolah dari berbagai referensi
Penelitian dari Fery Andrianus dan Amelia Niko (2006:173) menyatakan
bahwa hasil analisis menggunakan metode OLS menunjukkan bahwa nilai
tukar dan tingkat bunga berpengaruh secara positif terhadap inflasi.
Berdasarkan dari hasil analisis dengan metode PAM menunjukkan bahwa
hanya variabel tingkat suku bunga yang mempengaruhi inflasi dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
23
Jakaria (2008:281) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kenaikan
pengeluaran pemerintah menyebabkan kenaikan pada permintaan agregat yang
akhirnya dapat menstimulus pendapatan nasional dan sekaligus menaikkan
harga barang sebagai akibat dari demand pull inflation. Depresiasi
menyebabkan harga impor menjadi lebih mahal dan biaya produksi mengalami
peningkatan. Naiknya biaya produksi akan menyebabkan terjadinya cost push
inflation sehingga terjadi inflasi.
Enny Sri Hartati (2004:223) berdasarkan studi yang telah dilakukannya,
menyimpulkan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap
perubahan tingkat harga yang akan berdampak pada permintaan dan penawaran
barang-barang yang akan diperdagangkan secara internasional.
Ketidakseimbangan
permintaan
dan
penawaran
tersebut
akan
menimbulkan terjadinya inflasi. Sementara studi dari Mamak M. Balafif
(2007:23) menunjukkan bahwa jumlah uang beredar, tingkat suku bunga dan
kurs berpengaruh secara nyata terhadap laju inflasi.
Michal Brzoza–Brzezina (2001:22), Ekrem Gul dan Aykut Ekinci (2006)
menyatakan bahwa variabel suku bunga hanya berpengaruh terhadap inflasi
dalam jangka panjang.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu
sebagai berikut :
1. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian Fery Andrianus dan Amelia
Niko (2006), Mamak M. Balafif (2007) Michal Brzoza–Brzezina (2001),
Ekrem Gul dan Aykut Ekinci (2006), karena dalam penelitian ini hanya
24
menggunakan dua variabel independen yaitu : suku bunga dan kurs sebagai
penentu inflasi.
2. Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian dari Jakaria, Enny Sri Hartati,
dimana penelitian mereka tidak memasukkan variabel suku bunga. Maka
dalam penelitian ini penggunaan suku bunga dianggap penting dalam
pencapaian sasaran inflasi karena suku bunga mempengaruhi penawaran
dan permintaan uang yang berakibat pada jumlah uang beredar dalam suatu
negara, dimana jumlah uang beredar adalah cermin dari terjadinya inflasi
berdasarkan teori Irving Fisher.
3. Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian di Indonesia dengan tahun
pengamatan 1990-2009 dan menggunakan alat analisis regresi linier
berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Pemilihan metode
ini adalah untuk melihat apakah suku bunga, kurs mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap inflasi.
C. Keterkaitan Antar Variabel
1. Hubungan Antara Suku Bunga Dan Inflasi
Suku bunga melambangkan biaya kesempatan dari memegang uang.
Kenaikan suku bunga akan meningkatkan kerugian (biaya kesempatan) dari
memegang uang dan meningkatkan jumlah permintaan uang tunai.
Kenaikan suku bunga akan berdampak pada jumlah permintaan barang dan
jasa. Jika suku bunga tinggi maka biaya peminjaman dan pengembalian
tabungan pada masyarakat menjadi lebih besar, serta menurunkan jumlah
25
perusahaan yang meminjam uang atau berinvestasi (Mankiw, 2006:329331).
Hubungan antara suku bunga dan inflasi tercermin pada teori
preferensi likuiditas. Teori preferensi likuiditas adalah teori Keynes yang
menyatakan bahwa suku bunga akan bergerak menyeimbangkan jumlah
uang beredar dan jumlah permintaan uang. Jika keberadaan suku bunga
adalah di atas tingkat keseimbangan maka jumlah uang yang ingin dipegang
oleh masyarakat sedikit daripada yang diciptakan oleh bank sentral,
sehingga kelebihan uang ini akan menurunkan tingkat suku bunga dan
sebaliknya (Mankiw, 2006:327-329).
Menurut teori preferensi likuiditas, masyarakat dalam menggunakan
uang menghadapi dua pilihan yaitu untuk konsumsi sekarang atau
menundanya dengan diinvestasikan untuk memperoleh manfaat dimasa
yang akan datang. Hal ini sesuai pendapat Keynes yaitu salah satu motif
seseorang memegang uang adalah untuk spekulasi. Besarnya uang yang
akan digunakan untuk spekulasi ditentukan oleh tingkat bunga. Jika tingkat
bunga turun maka jumlah uang yang akan diinvestasikan pada sekuritas
akan turun, dengan kata lain jumlah uang tunai yang dipegang akan naik,
naiknya nilai jumlah uang beredar inilah letak inflasi dimana bila dilihat dari
teori Irving Fisher yang menyatakan bahwa MV=PT, dimana V dan T
dianggap tetap karena dianggap berada pada keadaan kesempatan kerja
penuh, bila M yaitu jumlah uang beredar naik maka P sebagai harga ikut
naik (Mankiw, 2006:198).
26
Hubungan antara suku bunga dan inflasi juga dapat dilihat dari efek
Fisher berdasarkan ekonom Irving Fisher (1867-1947). Dimana efek Fisher
adalah penyesuaian satu-satu dari suku bunga nominal terhadap laju inflasi.
Ketika bank sentral menaikkan tingkat pertumbuhan uang yang akhirnya
menimbulkan laju inflasi maka suku bunga nominal akan dinaikkan untuk
mengurangi tingkat inflasi tersebut (Mankiw, 2006:209).
2. Hubungan Antara Kurs Dan Inflasi
Hubungan antara kurs dan inflasi tercermin pada teori paritas daya
beli. Teori paritas daya beli pertama kali dikemukakan oleh Gustav Cassell
seorang ekonom Swedia (1866-1945). Teori paritas daya beli menyatakan
bahwa nilai tukar mata uang negara yang satu sama dengan tingkat harga di
negara yang lainnya. Nilai tukar bergerak secara proporsional dengan naik
turunnya harga relatif dalam suatu negara (Halwani, 2005:162-163).
Teori Paritas Daya Beli dapat diartikan dalam pengertian absolut,
yaitu sebagai rasio antara tingkat harga dalam negeri dengan tingkat harga
luar negeri. Jika diartikan dalam pengertian relatif, teori paritas daya beli
adalah sebagai perbandingan indeks harga dalam negeri dengan indeks
harga luar negeri pada tahun dasar tertentu (Halwani, 2005:164).
Teori paritas daya beli didasarkan pada prinsip hukum satu harga (the
law of one price). Hukum ini menyatakan bahwa satu unit mata uang dalam
suatu negara seharusnya mampu membeli barang dalam jumlah yang sama
27
di semua negara apabila dikonversikan dalam mata uang dalam negeri dari
masing-masing negara (Mankiw, 2006:246).
Perubahan
nilai
tukar
suatu
negara
mempengaruhi
neraca
perdagangan. Jika mata uang mengalami apresiasi, maka harga barang
dalam negeri menjadi lebih mahal dan impor lebih banyak dilakukan
dibanding ekspor. Tetapi jika mata uang suatu negara mengalami depresiasi,
maka harga barang dalam negeri dari negara yang bersangkutan menjadi
lebih murah dibandingkan dengan harga yang ada di luar negeri. Akibatnya
ekspor negara yang bersangkutan akan mengalami kenaikan dan impor
mengalami penurunan sehingga neraca perdagangannya akan mengalami
peningkatan ekspor neto. Terjadinya peningkatan ekspor neto akan
meningkatkan permintaan agregat sehingga menimbulkan kenaikan harga
barang atau inflasi (Mankiw, 2006:246-301).
Secara tidak langsung, pengaruh nilai tukar terhadap sektor riil
ditransmisikan melalui permintaan ekspor dan impor dalam suatu negara.
Kenaikan harga barang impor relatif terhadap harga barang dalam negeri
mengakibatkan permintaan impor mengalami penurunan dan permintaan
terhadap barang di dalam negeri mengalami peningkatan. Tetapi jika suatu
negara tidak memiliki produksi barang pengganti impor atau substitusi
impor maka terjadinya depresiasi atau pelemahan nilai mata uang akan
berakibat pada kontraksi ekonomi yang lebih mendalam. Depresiasi
menimbulkan banyak industri di dalam negeri mengalami kesulitan
khususnya bagi industri yang menggunakan bahan baku impor. Depresiasi
28
juga berakibat melambungnya kewajiban hutang luar negeri perusahaan
yang digunakan dalam pembiayaan barang-barang yang di pasarkan di
dalam negeri. Perusahaan semakin sulit membayar hutangnya akibat nilai
penjualan barang dalam valuta asing menjadi lebih kecil. Hal tersebut dapat
membuat perusahaan pailit dan memutuskan hubungan kerja para
karyawannya. Dengan adanya hal ini maka akan menambah tingkat
pengangguran yang ada dalam suatu negara (Simorangkir, 2003:34).
D. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran dari
kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian
masalah yang ditetapkan (Hamid, 2009:26).
Penelitian ini menganalisis pengaruh suku bunga dan kurs terhadap
inflasi di Indonesia. Suku bunga sebagai variabel bebas IR (Interest Rate) dan
kurs sebagai variabel bebas ER (Exchange Rate) berpengaruh terhadap inflasi
sebagai variabel terikatnya yaitu INF (Inflation). Suku bunga menyeimbangkan
penawaran dan permintaan uang. Penawaran dan permintaan uang akan
mempengaruhi jumlah uang beredar. Menurut teori kuantitas jumlah uang
beredar adalah cermin dari terjadinya inflasi. Meningkatnya suku bunga SBI
akan meningkatkan suku bunga tabungan. Dengan meningkatnya suku bunga
tabungan maka banyak orang yang akan menyimpan uangnya di bank.
Akibatnya jumlah uang yang beredar menjadi sedikit karena banyak uang yang
29
terserap ke bank dan inflasi akan menurun. Peningkatan suku bunga SBI juga
akan meningkatkan suku bunga kredit. Dengan adanya hal tersebut, banyak
orang enggan untuk meminjam uang pada bank akibat suku bunga kredit yang
tinggi dan pada akhirnya berdampak pada melemahnya sektor perbankan
akibat adanya kredit macet dan pelemahan sektor riil yaitu pelemahan produksi
yang akan menaikkan harga akibat adanya sortage atau kelangkaan barang dan
jasa.
Di sisi lain, terjadinya perubahan nilai tukar juga berpengaruh terhadap
inflasi. Depresiasi berpengaruh terhadap net ekspor dan produksi dalam negeri
yang akhirnya berdampak pada inflasi. Dengan adanya depresiasi maka harga
barang-barang dalam negeri menjadi lebih murah dalam mata uang asing dan
sebaliknya harga barang impor menjadi lebih mahal sehingga menurunkan
jumlah permintaan impor dan meningkatkan jumlah permintaan ekspor.
Meningkatnya permintaan ekspor akan mendorong kenaikan harga ekspor, hal
ini dikarenakan barang yang berbasis ekspor memiliki ketergantungan bahan
baku dan barang modal impor yang tinggi. Akhirnya barang ekspor tidak dapat
bersaing di pasaran internasional akibat biaya produksi yang tinggi dibebankan
pada harga jual barang tersebut (output) yang berarti akan terjadi kenaikan
harga barang atau inflasi. Dengan adanya inflasi ini, maka jumlah permintaan
ekspor akan mengalami penurunan.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka untuk menguji signifikansi
masing-masing variabel independen dapat dilakukan dengan uji t, dengan
membandingkan probability value t-statistik dengan nilai α yang digunakan
30
yaitu α=5 persen, bila probability value t-statistik < α=5 persen maka H o
ditolak, Ha diterima dan juga sebaliknya. Untuk melihat signifikansi dari
variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen dapat
dilakukan dengan membandingkan probability value F-statistik dengan α yang
digunakan yaitu α=5 persen, bila probability value F-statistik < α=5 persen
maka Ho ditolak, Ha diterima dan juga sebaliknya. Maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Suku bunga diduga berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Kenaikan
suku bunga akan meningkatkan inflasi di Indonesia.
Ho:β1 = 0
Artinya, suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap
inflasi di Indonesia.
Ha:β1 ≠ 0
Artinya, suku bunga berpengaruh signifikan terhadap
inflasi di Indonesia.
2. Kurs diduga berpengaruh signifikan. Kenaikan dalam kurs akan
meningkatkan inflasi di Indonesia.
Ho:β2 = 0
Artinya, kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi
di Indonesia.
Ha:β2 ≠ 0
Artinya, kurs berpengaruh signifikan terhadap inflasi di
Indonesia.
3. Suku bunga dan kurs diduga berpengaruh signifikan terhadap inflasi.
Kenaikan dalam suku bunga dan kurs akan menaikkan inflasi di Indonesia.
Ho:β1, β2 = 0 Artinya, suku bunga dan kurs tidak berpengaruh signifikan
terhadap inflasi di Indonesia.
31
Ha:β1, β2 ≠ 0 Artinya, suku bunga dan kurs berpengaruh signifikan
terhadap inflasi di Indonesia.
Secara umum kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
SUKU BUNGA
(IR)
INFLASI
(INF)
KURS
(ER)
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
32
BAB III
METODOLOGI
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif. Dimana data
kuantitatif adalah data yang bersifat numerik atau angka (Lukman, 2007:4).
Penelitian ini menggunakan variabel yang terdiri sebagai berikut :
1. Variabel dependen, yaitu : inflasi
2. Variabel independen, yaitu : suku bunga dan kurs
B. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dihimpun menggunakan data sekunder. Dimana
data sekunder adalah data yang didapat dari hasil pengolahan pihak kedua atas
penelitiannya di lapangan baik berupa data kualitiatif maupun kuantitatif
(Teguh, 2000:121).
Jenis data yang digunakan adalah time series yang berupa data tahunan
dari tahun 1990-2009. Sumber data diperoleh dari publikasi Bank Indonesia
yaitu: Laporan Perekonomian Indonesia.
C. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan model regresi berganda (multiple regression)
yang akan diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan
rumusan model penelitian sebagai berikut :
INF
= 0 + 1IR + 2ER + ο₯
33
Dimana :
INF
= inflasi
IR
= suku bunga (Interest Rate)
ER
= kurs (Exchange Rate)
0
= konstanta
1
= koefisien dari variabel IR
2
= koefisien dari variabel ER
ο₯
= eror term
Metode pangkat kuadrat terkecil biasa (OLS) diperkenalkan pertama kali
oleh seorang ahli matematika dari Jerman, yaitu Carl Friedrich Gauss. Metode
OLS adalah metode untuk mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan
meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan dari setiap observasi terhadap garis
tersebut (Kuncoro, 2003:216).
Garis regresi yang baik terjadi bila nilai prediksinya sedekat mungkin
dengan data aktualnya. Dengan kata lain kita akan mencari nilai ^β0 dan
^
β1
yang menyebabkan residual sekecil mungkin (Widarjono, 2007:20).
Menurut Widarjono, 2007:23-25; metode OLS adalah metode mencari
nilai residual sekecil mungkin dengan menjumlahkan kuadrat residual. Metode
kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak bias,
linier dan mempunyai varian yang minimum atau BLUE, yaitu:
a. Best adalah yang terbaik.
34
b. Linier adalah kombinasi linier dari data sampel. Jika ukuran sampel
ditambah maka hasil nilai estimasi akan mendekati parameter populasi yang
sebenarnya.
c. Unbiased adalah rata-rata atau nilai harapan atau estimasi sesuai dengan
nilai yang sebenarnya.
d. Efficient estimator adalah memiliki varians yang minimum diantara
pemerkira lain yang tidak bias.
Untuk memenuhi analisis regresi tersebut perlu uji asumsi klasik dan
inferensi hasil regresi sehingga hasil estimasi tersebut dapat terhindar dari
masalah regresi lancung.
1. Uji Asumsi Klasik
Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data sekunder ini, maka peneliti
melakukan uji multikolinieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedasitsitas, dan
uji normalitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual
variabel dependen dan independen berdistribusi normal atau tidak.
Pengujian normalitas ini menggunakan normality histogram (Insukindro,
2003:61).
Uji normalitas melalui uji Jarque-Bera (J-B). Metode ini
menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Nilai statistik JB
didasarkan pada distribusi Chi Squares dengan derajat kebebasan (df) 2.
Jika nilai probabilitas statistik JB lebih kecil dari α = 5 persen maka
35
terjadi permasalahan normalitas atau residual tidak didistribusikan secara
normal dan sebaliknya (Widarjono, 2007:54).
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah hubungan antara variabel independen dan
dependennya. Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan melihat
Correlation Matrix, jika nilai korelasi yang dihasilkan sangat tinggi
(umumnya > 0,8) maka model regresi dikatakan memiliki permasalahan
multikolinieritas (Lukman, 2007:13).
Multikolinieritas juga dapat diuji dengan metode deteksi Klien,
yaitu dengan membandingkan koefisien determinasi auxiliary dengan
koefisien determinasi model regresi aslinya. Jika koefisien determinasi
auxiliary lebih besar dari koefisien determinasi model regresi aslinya,
maka terjadi permasalahan multikolinieritas antara variabel independen
yang digunakan dalam model penelitian (Widarjono, 2007:117).
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah variansi data yang digunakan untuk
membuat model menjadi tidak konstan. Pengujian terhadap ada tidaknya
masalah heteroskedastisitas dalam suatu model empiris yang sedang
diamati juga merupakan langkah penting sehingga dapat terhindar dari
masalah regresi lancung. Metode untuk dapat mendeteksi ada tidaknya
masalah heteroskedastisitas dalam model empiris dengan menggunakan
36
uji White Hetedoskedasticity, jika X2 (Obs* R-Squared) > X2 tabel atau
nilai probability Obs*R-Sqauared < 0,05 atau α=5 persen (Insukindro,
2003:62).
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara variabel itu sendiri
pada pengamatan yang berbeda. Pengujian autokorelasi dilakukan
dengan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange Multiplier Test
(uji-LM). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah
autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama tetapi bisa juga digunakan
pada tingkat derajat. Dikatakan terjadi autokorelasi jika nilai X 2 (Obs*RSquared) hitung > X2 tabel atau nilai probability < 0,05 atau α=5 persen
(Insukindro, 2003:60).
2. Uji Statistik
a. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-Statistik)
Uji F-statistik menunjukkan apakah semua variabel independen
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependennya. Untuk melakukan uji-F dengan cara Quick Look,
yaitu: melihat nilai probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan
dalam penelitian atau melihat nilai F-tabel dengan F-hitungnya. Jika
nilai probability < 0,05 atau α=5 persen dan jika nilai F-hitung lebih
tinggi dari t-tabel yang berarti menolak Ho dan menerima Ha dan
37
sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen secara
bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya dan sebaliknya
(Kuncoro, 2003:219).
b. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien detrminasi mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu, nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen sangat terbatas dan nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependennya (Kuncoro,
2003:220).
c. Uji Signifikansi Individual (Uji t-Statistik)
Uji t-statistik menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel
dependen. Untuk melakukan uji-t dengan cara Quick Look, yaitu: melihat
nilai probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam
penelitian atau melihat nilai t-tabel dengan t-hitungnya. Jika nilai
probability < 0,05 atau α=5 persen dan jika nilai t-hitung lebih tinggi dari
t-tabel yang berarti menolak Ho dan menerima Ha dan sebaliknya. Hal
ini
menunjukkan bahwa
variabel
independen secara
individual
38
mempengaruhi
variabel
dependennya
dan
sebaliknya
(Kuncoro,
2003:219).
D. Operasional Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang
digunakan berikut sebagai operasional dan cara pengukurannya. Penjelasan
dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Variabel Independen
Pengertian variabel independen yaitu variabel yang nilainya
mempengaruhi perilaku dari variabel dependennya (Lukmaan, 2007:5).
Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah:
a. Suku bunga
Suku bunga adalah harga dari sebuah pinjaman. Suku bunga
mencerminkan jumlah yang dibayar oleh peminjam dan jumlah yang
diterima oleh pemberi pinjaman atas tabungan mereka (Mankiw,
2006:96).
Variabel suku bunga tahunan yang digunakan adalah suku bunga
SBI 1 bulan sejak tahun 1990-2009.
Suku bunga SBI adalah rata-rata tertimbang dari penawaran suku
bunga dari bank-bank pemenang dalam lelang yang menggunakan sistem
Stop of Rate (SOR). Suku bunga SBI telah menjadi acuan suku bunga
lainnya, khususnya suku bunga yang berjangka waktu satu bulan atau
lebih (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2000:47).
39
b. Kurs
Kurs sering disebut nilai tukar (exchange rate), keduanya memiliki
arti yang sama yaitu: perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda
(Halwani, 2005:157).
Variabel kurs tahunan yang digunakan adalah kurs tengah antara
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sejak tahun 1990-2009.
2. Variabel Dependen
Pengertian variabel dependen adalah variabel yang nilainya
dipengaruhi oleh variabel independennya (Lukman, 2007:5).
Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah
inflasi. Inflasi adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara
supply dan demand akan barang dan jasa (Soesastro, 2005:56).
Inflasi dalam penelitian ini menggunakan data inflasi tahunan sejak
tahun 1990-2009.
40
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif
1. Inflasi
Inflasi adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara supply
dan demand akan barang dan jasa (Soesastro, 2005:56).
Di Indonesia, inflasi masih menjadi masalah ekonomi yang
memberikan dampak luas bagi perekonomian dalam suatu negara. Inflasi
harus segera diatasi agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
persen (%)
inflasi
80
70
60
50
40
30
20
10
0
periode
Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.1
Inflasi di Indonesia Periode 1990-2009
41
Berdasarkan gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 inflasi
dapat dikendalikan pada tingkat 9,94 persen. Inflasi mengalami penurunan
menjadi 9,93 persen pada tahun 1991, hal ini dikarenakan adanya faktor
cost-push, seperti musim kering yang panjang, kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM), listrik, dan biaya transportasi. Tahun 1992, inflasi menurun
ke level 5,05 persen dan kembali naik pada posisi 10,16 persen pada 1993
yang disebabkan oleh dilakukannya penyesuaian harga bahan bakar minyak
qdan tarif listrik pada bulan Januari 1993, yang disertai oleh terganggunya
pasokan beberapa barang kebutuhan karena bencana banjir dalam bulan
Februari serta suasana Idul Fitri bulan Maret 1993. Inflasi turun menjadi
9,65 persen pada tahun 1994 dan terus naik lagi di tahun 1995 menjadi 8,64
persen. Namun inflasi turun menjadi 6,47 persen di tahun 1996 yang
diakibatkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi, namun inflasi
mengalami peningkatan ke level 11,6 persen tahun 1997. Peningkatan ini
disebabkan oleh depresiasi rupiah yang sangat besar. Inflasi naik drastis
pada tahun 1998 yaitu mencapai level 77,06 persen akibat adanya
goncangan perekonomian yang berawal dari krisis nilai tukar di Thailand
kemudian menyebar ke negara ASEAN (Association of South-East Asian
Nations) lainnya, termasuk Indonesia. Pada 1999, inflasi turun menjadi 2,01
persen akibat adanya perbaikan ekonomi setelah krisis. Inflasi kembali naik
pada tahun 2000 yaitu 9,35 persen dan tahun 2001 inflasi mencapai level
12,55 persen akibat terjadinya depresiasi rupiah. Pada tahun 2002, inflasi
turun ke level 10,03 persen dan terus menurun ke level 5,16 persen di tahun
42
2003 yang disebabkan adanya penguatan rupiah. Namun pada 2005 inflasi
naik menjadi 17,11 persen dibandingkan dengan 6,4 persen pada tahun
sebelumnya (2004). Tingginya inflasi disebabkan oleh kenaikan harga-harga
yang diatur Pemerintah (administered prices), khususnya kenaikan harga
BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005, tingginya inflasi bahan makanan
(volatile foods) akibat terganggunya pasokan dan distribusi di berbagai
daerah dan perkembangan nilai tukar yang melemah. Pada tahun 2006,
inflasi turun menjadi 6,6 persen yang disebabkan oleh menguatnya nilai
tukar rupiah. Tahun 2007 inflasi relatif terkendali yaitu berada di level 6,59
persen, hal ini terjadi akibat penguatan nilai tukar rupiah dan penurunan
sumbangan infasi dari kelompok volatile food dapat mengimbangi kenaikan
sumbangan infasi yang berasal dari infasi inti dan administered prices
sehingga secara keseluruhan tahun infasi relatif stabil. Namun inflasi naik
ke level 11,06 persen pada tahun 2008 yang diakibatkan oleh terjadinya
lonjakan harga komoditas global. Sementara inflasi di tahun 2009
mengalami penurunan yaitu inflasi berada di level 2,78 persen yang
disebabkan oleh menguatnya nilai tukar dan terjaganya kecukupan pasokan
serta kelancaran distribusi kebutuhan pokok.
2. Suku Bunga
Suku bunga adalah harga dari sebuah pinjaman. Suku bunga
mencerminkan jumlah yang dibayar oleh peminjam dan jumlah yang
diterima oleh pemberi pinjaman atas tabungan mereka (Mankiw, 2006:96).
43
Suku bunga SBI adalah rata-rata tertimbang dari penawaran suku
bunga dari bank-bank pemenang dalam lelang yang menggunakan sistem
Stop of Rate (SOR). Suku bunga SBI telah menjadi acuan suku bunga
lainnya, khususnya suku bunga yang berjangka waktu satu bulan atau lebih
(Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2000:47).
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
persen (%)
SUKU BUNGA SBI
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
periode
Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.2
Suku Bunga SBI 1 bulan di Indonesia Periode 1990-2009
Pada gambar 4.2, ditunjukkan bahwa posisi suku bunga SBI pada
tahun 1990 adalah 18,83 persen dan turun 18,47 persen pada 1991. Suku
bunga SBI menurun lagi menjadi 13,5 persen pada 1992 dan terus turun ke
level 8,83 persen pada 1993. Penurunan ini diupayakan untuk mengurangi
44
keketatan kondisi moneter. Tahun 1994, suku bunga SBI mulai naik
menjadi 11,53 persen akibat terjadi peningkatan kegiatan ekonomi yaitu:
investasi yang kondusif menyebabkan permintaan terhadap kredit perbankan
naik pesat. Tahun 1995, suku bunga SBI naik menjadi 13,99 persen. Tahun
1996, suku bunga SBI naik ke level 12,8 persen, kemudian naik menjadi 20
persen sebagai upaya mempertahankan nilai tukar pada tahun 1997 dan
terus naik menjadi 38,44 persen saat 1998. Kenaikan ini ditujukan untuk
stabilisasi makroekonomi. Namun suku bunga SBI turun ke level 12,51
persen tahun 1999 dan naik lagi menjadi 14,53 persen di tahun 2000 untuk
memberikan sinyal kepada pasar akan perlunya mengurangi tekanan laju
inflasi dan melemahnya nilai tukar. Kemudian merangkak naik ke 17,62
persen di tahun 2001 sebagai upaya pengendalian moneter melalui
instrumen moneter. Pada tahun 2002, suku bunga SBI mengalami
penurunan menjadi 12,93 persen. Penurunan ini dilakukan agar terjadi
penyerapan kelebihan likuiditas agar inflasi tidak melebihi sasaran inflasi
yang telah ditentukan. Suku bunga SBI menurun lagi pada 2003 yaitu 8,31
persen dan terus turun pada 2004 yaitu 7,43 persen. Pada 2005, suku bunga
SBI berada di level 12,75 persen untuk menekan inflasi. Pada 2006, suku
bunga SBI turun menjadi 9,75 persen. Sementara di tahun 2007, suku bunga
SBI mengalami penurunan lagi hingga posisinya berada di level 8 persen
dan merangkak naik lagi ke level 10,83 pada desember 2008. Namun, pada
tahun 2009 suku bunga SBI mengalami penurunan dan berada di posisi 6,46
persen.
45
3. KURS
Kurs sering disebut dengan nilai tukar (exchange rate), keduanya
memiliki arti yang sama yaitu: perbandingan nilai dua mata uang yang
berbeda (Halwani, 2005:157).
Kurs tengah antara rupiah terhadap dollar AS adalah kurs yang berada
di antara kurs jual dan beli antara mata uang rupiah terhadap dollar AS.
Hingga kini dollar AS dianggap sebagai mata uang internasional, hal ini
dimulai dari perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia II (perjanjian
menggunakan emas sebagai standar global nilai mata uang). Pada saat itu
keadaan ekonomi negara-negara di dunia kecuali Amerika Serikat hancur
akibat perang. Hal ini menyebabkan banyak negara tersebut bergantung
pada pinjaman dari Amerika.
Pinjaman yang diberikan Amerika adalah dalam bentuk dollar yang
pada akhirnya mereka harus membayar pinjaman tersebut dengan dollar.
Walaupun nilai dollar AS mengalami pelemahan akhir-akhir ini yang
disebabkan adanya pencetakan dollar yang berlebihan oleh Federal Reserve
(Bank Sentral Amerika Serikat), tetapi dollar masih menjadi cadangan mata
uang dunia.
46
kurs
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Rp/USD
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
periode
Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.3
Kurs Rupiah Terhadap Dollar AS di Indonesia Periode 1990-2009
Gambar 4.3, menunjukkan bahwa kurs pada tahun 1990 berada di
posisi Rp 1901 per dollar AS. Kemudian naik menjadi Rp 1992 per dollar
AS pada 1991 dan terus mengalami peningkatan ke level Rp 2062 per dollar
AS pada 1992. Tahun 1993 nilai tukar rupiah terhadap dollar juga terus
mengalami peningkatan hingga ke level Rp 2110 per dollar AS dan terus
naik menjadi Rp 2200 per dollar AS pada 1994. Pada 1995 kurs berada di
posisi Rp 2308 per dollar AS dan meningkat Rp 2383 per dollar AS pada
1996. Nilai tukar naik secara tajam saat 1997 yaitu Rp 4065 per dollar AS
dan terus meningkat ke level Rp 8025 per dollar AS pada 1998 akibat
gejolak di pasar uang internasional dan gejolak sosial politik di dalam negeri
serta suasana ketidakpastian yang ditimbulkan oleh adanya rencana dan
47
penundaan pelaksanaan penutupan sejumlah bank oleh pemerintah dalam
rangka program rekapitalisasi perbankan. Kurs mengalami penurunan pada
1999 yaitu berada di posisi Rp 7100 per dollar AS. Pada tahun 2000, kurs
mengalami peningkatan berada di level Rp 9675 per dollar AS akibat
menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap prospek pemulihan ekonomi
yang menyebabkan depresiasi rupiah terkait dengan masih terbatasnya
pasokan valuta asing di pasar dan terus meningkat hingga Rp 10400 per
dollar AS pada 2001 akibat memburuknya kondisi ekonomi dan moneter.
Kurs mengalami penurunan di tahun 2002 yaitu Rp 8940 per dollar AS
akibat tekanan permintaan di pasar valas. Nilai tukar berada di Rp 8465 per
dollar AS pada 2003, naik ke level Rp 9290 per dollar AS pada 2004 dan
naik lagi menjadi Rp 9830 per dollar AS pada 2005 akibat tingginya harga
minyak dunia dan mengalami penguatan juga di tahun 2006 yaitu Rp 9020
per dollar AS akibat membaiknya fundamental makroekonomi terutama
tercermin dari kinerja neraca pembayaran yang semakin kuat serta defisit
fiskal yang terjaga rendah. Namun, kurs terdepresiasi menjadi Rp 9419 pada
2007 akibat kondisi fundamental makroekonomi domestik tetap kondusif
dan berlanjutnya kesinambungan pertumbuhan ekonomi domestik. Pada
2008, posisi nilai tukar adalah Rp 10.950 per dollar AS akibat krisis
keuangan global yang telah memberi tekanan pada rupiah. Krisis telah
memicu ketatnya likuiditas global. Pada tahun 2009 kurs mengalami
penguatan dan nilainya adalah Rp 9400 per dollar AS akibat pulihnya
kepercayaan pasar.
48
B. Analisis dan Pembahasan
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model peneltian, variabel dependen dan independen atau
keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik
adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Identifikasi ada atau
tidaknya permasalahan normalitas dilakukan dengan melihat histogramnormality test. Untuk mengetahui data berdistribusi normal dapat dilihat
pada pada gambar 4.4.
6
Series: Residuals
Sample 1990 2009
Observations 20
5
4
3
2
1
0
-10
-5
0
5
10
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-2.44e-15
0.909154
13.83072
-10.97575
6.983309
0.210633
2.495766
Jarque-Bera
Probability
0.359764
0.835369
15
Sumber: Data sekunder yang diolah
Gambar 4.4
Hasil Uji Normalitas
49
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa uji statistik JB, nilai statistiknya
sebesar 0,359764 dengan probabilitas lebih besar dari α=5 persen yaitu:
0,835369 atau 83,35 persen. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa
tidak terdapat permasalahan normalitas.
b. Hasil Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model terdapat hubungan linier antara variabel independen.
Pengujian multikolinieritas ini menggunakan Correllation Matrix. Untuk
mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1
Hasil Uji Multikolinieritas
IR
ER
IR
1.000000
-0.095709
ER
-0.095709
1.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai IR dan ER memilki nilai
yang lebih kecil dari 0,8 yaitu -0,095709. Maka dapat disimpulkan dalam
penelitian ini tidak terdapat permasalahan multikolinieritas. Hasil
50
pengujian multikolinieritas dengan metode Klien melalui regresi
auxiliary dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil Regresi Auxiliary
Variabel
Koefisien R2
INF=f(IR,ER)
0,805629
IR=f(ER)
0,009160
ER=f(IR)
0,009160
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.4, uji multikolinieritas dengan metode Klien
menujukkan bahwa koefisian determinasi regresi auxiliary masingmasing adalah R2IR=f(ER)=0,009160, R2ER=f(IR)=0,009160. Semua nilai
koefisien determinasi tersebut adalah lebih kecil dari koefisien
determinasi untuk regresi aslinya (R2INF=f(IR,ER)=0,805629). Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas.
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah
varian dari data observasi dalam penelitian sama (homogen) untuk semua
variabel terikat dengan variabel bebas sehingga hasil estimasi tidak bias.
Identifikasi ada atau tidaknya permasalahan heteroskedastisitas
dilakukan melalui Uji White. Untuk mengetahui ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 4.4.
51
Tabel 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
3.015889
Probability
0.051952
Obs*R-squared
8.914982
Probability
0.063260
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.3 menujukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared
adalah 0,063260. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan (α) = 5
persen (0,05), maka dapat dikatakan bahwa dalam model penelitian ini
tidak terdapat permasalahan heteroskedastisitas.
d. Hasil Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah terdapat hubungan antara residual antar waktu pada model
penelitian yang digunakan, sehingga estimasi menjadi bias. Identifikasi
ada tidaknya permaslahan autokorelasi dilakukan menggunakan uji
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Untuk mengetahui ada
tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.4.
52
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.091786
Probability
0.765822
Obs*R-squared
0.114079
Probability
0.735548
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared
adalah 0,735548. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan (α)=5 persen
atau 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
permasalahan autokorelasi.
2. Hasil Uji Regresi Metode OLS
Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier berganda dengan
metode OLS untuk model persamaan INF=f(IR, ER) adalah sebagai berikut:
53
Tabel 4.5
Hasil Olah Data Dengan Metode OLS
Dependent Variable:INF
Method: Least Squares
Sample: 1990 2009
Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
-22.84135
IR
2.018479
ER
0.001039
R-squared
0.805629
Adjusted R-squared
0.782762
S.E. of regression
7.382672
Sum squared resid
926.5654
Log likelihood
Durbin-Watson stat
-66.73629
1.802669
Std. Error
t-Statistic
Prob.
5.102642
-4.476376
0.0003
0.243775
8.280104
0.0000
0.000480
2.165087
0.0449
Mean dependent var
11.95750
S.D. dependent var
15.83965
Akaike info criterion
6.973629
Schwarz criterion
7.122989
F-statistic
35.23079
Prob(F-statistic)
0.000001
Sumber: Data sekunder yang diolah
54
3. Hasil Uji Statistik
a. Uji F-statistik
Nilai Prob. F-statistik adalah 0,000001. Nilai ini lebih kecil dari
tingkat kesalahan (α=5 persen atau 0,05) yang berarti menolak Ho dan
menerima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen (suku
bunga dan kurs) bersama–sama berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen (inflasi).
Nilai koefisien konstanta (C) adalah -22,84135 berarti bila semua
variabel independen (suku bunga dan kurs) naik sebesar satu persen
secara rata-rata maka inflasi akan mengalami penurunan sebesar
22,84135 persen dengan asumsi Ceteris Paribus.
b. Koefisien Determinasi (R2)
Hasil olah data menunjukkan bahwa R2 yang diperoleh dari hasil
estimasi adalah sebesar 0,805629. Hal ini berarti bahwa 80,56 persen dari
variasi inflasi mampu dijelaskan oleh variabel suku bunga dan kurs,
sedangkan 0,194371 atau 19,4 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.
c. Uji Parsial (Uji-t)
1) Pengaruh Suku Bunga (IR) Terhadap Inflasi (INF)
Nilai Prob. t-statistik IR adalah 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari
α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima Ha. Hal
55
ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga secara individual
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel inflasi.
Nilai koefisien variabel IR adalah 2,018479
sehingga dapat
diartikan jika suku bunga mengalami kenaikan sebesar satu persen
maka inflasi akan naik sebesar 2,018479 persen dengan asumsi
Ceteris Paribus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan suku
bunga SBI akan meningkatkan suku bunga kredit. Dengan adanya hal
tersebut, banyak orang enggan untuk meminjam uang pada bank
akibat suku bunga kredit yang tinggi dan pada akhirnya berdampak
pada melemahnya sektor perbankan yang menimbulkan kredit macet
yang akhirnya terjadi pelemahan pada sektor riil yang menurunkan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan oleh terjadinya
kenaikan suku bunga kredit yang juga akan menaikkan biaya produksi
dan pada akhirnya biaya produksi ini dibebankan pada hasil akhir
produksi atau output berupa barang dan jasa yang siap dikonsumsi
masyarakat sehingga harga jual output barang dan jasa secara
keseluruhan mengalami peningkatan atau dapat dikatakan terjadi
inflasi.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Fery Andrianus dan Amelia Niko (2006:180) yang berjudul
”Analisa Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia
Periode 1997 : 3–2005 : 2”. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan
56
bahwa tingkat suku bunga mempunyai pengaruh signifikan terhadap
inflasi pada periode 1997:3-2005:2 (Andrianus dkk, 2006:180).
2) Pengaruh Kurs (ER) Terhadap Inflasi (INF)
Nilai Prob. t-statistik ER adalah 0,0449, nilai ini lebih kecil dari
tingkat kesalahan α=5 persen (0,05) yang berarti menolak Ho dan
menrima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kurs secara
signifikan berpengaruh terhadap variabel inflasi.
Nilai koefisien variabel ER adalah 0,001039 sehingga dapat
diartikan jika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat
mengalami kenaikan atau terdepresiasi sebesar Rp1000/USD, maka
inflasi akan mengalami kenaikan sebesar 1,039 persen.
Rendahnya pengaruh nilai tukar terhadap inflasi dikarenakan
Bank Indonesia menempuh kebijakan stabilisasi nilai tukar yang
menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menjadi stabil dan
mengalami apresiasi. Hal tersebut juga disertai dengan membaiknya
kinerja neraca transaksi berjalan yang didukung oleh membaiknya
kinerja ekspor terutama dari komoditas yang berbasis sumber daya
alam (SDA), seperti komoditas sektor pertambangan, komoditas
manufaktur.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jakaria yang berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar,
Pengeluaran Pemerintah Dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di
57
Indonesia”. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kurs
berpengaruh signifikan terhadap inflasi (Jakaria, 2008:297).
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh suku bunga dan kurs
terhadap inflasi di Indonesia selama periode 1990-2009. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Variabel suku bunga dan kurs secara bersama–sama mampu menjelaskan
pengaruh pada inflasi dengan probability F-statistk inflasi = 0,000001 atau
lebih kecil dari α = 5 persen. Nilai koefisien konstanta adalah -22,84135,
berarti bila semua variabel independen (suku bunga dan kurs) naik 1 persen
secara rata-rata maka inflasi akan mengalami penurunan sebesar 22,84135
persen, Ceteris Paribus.
2. Secara individu suku bunga mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap inflasi. Hal ini terbukti dari hasil regresi dengan probability tStatistik = 0,0000 atau lebih kecil dari α = 5 persen. Nilai koefisien
variabel IR adalah 2,018479, dapat diartikan jika suku bunga mengalami
kenaikan sebesar 1 persen maka inflasi akan naik sebesar 2,018479 persen,
Cateris Paribus. Kenaikan suku bunga SBI akan menaikkan suku bunga
kredit yang akan berdampak pada melemahnya sektor riil. Para peminjam
juga harus membayar bunga yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka
harus menyediakan biaya tambahan untuk memproduksi output dan mereka
59
akan membebankan biaya tambahan tersebut pada output yang akan mereka
jual. Jadi, terjadi kenaikan harga output barang dan jasa secara keseluruhan
atau inflasi.
3. Secara individu kurs mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
infasi, yang berarti bahwa ketika kurs rupiah terhadap dollar mengalami
kenaikkan atau terdepresiasi maka inflasi akan mengalami peningkatan. Hal
ini terbukti dari hasil regresi dengan probability t-Statistik = 0,0449 atau
lebih kecil dari α = 5 persen. Nilai koefisien variabel ER adalah 0,001039,
dapat diartikan jika kurs (nilai tukar) mengalami kenaikan sebesar Rp 1000
per dollar AS, maka inflasi akan naik sebesar 1,039 persen, Cateris Paribus.
Artinya, nilai tukar rupiah yang terdepresiasi menyebabkan harga barang
impor jauh lebih mahal dan harga barang domestik menjadi murah.
Sehingga barang domestik lebih digemari dibanding barang luar negeri dan
pada akhirnya ekspor lebih banyak dilakukan. Dengan banyaknya
permintaan barang ekspor sedangkan barang yang tersedia sedikit maka
harga barang ekspor mengalami peningkatan. Tetapi dalam penelitian ini,
didapatkan hasil bahwa pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
sangat rendah. Hal ini terjadi karena Bank Indonesia memberlakukan
kebijakan stabilisasi nilai rupiah sehingga rupiah mengalami apresiasi dan
didukung oleh adanya pembatasan impor dan kinerja ekspor yang membaik.
B. Implikasi
Implikasi kebijakan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian
tentang pengaruh suku bunga dan kurs terhadap inflasi adalah Bank Indonesia
60
harus menjaga kestabilan suku bunga dan kurs sehingga dapat menurunkan
tingkat inflasi di Indonesia.
C. Saran
Setelah menguraikan kesimpulan dan implikasi di atas, maka penulis
mencoba untuk memberikan saran yang dapat digunakan bagi pengambil
kebijakan adalah sebagai berikut :
1. Dengan ditemukannya kenyataan bahwa bila suku bunga mengalami
peningkatan maka akan meningkatkan tingkat inflasi, maka kebijakan yang
dapat diambil adalah dengan menstabilkan suku bunga pada tingkat yang
lebih rendah, agar inflasi dapat dikendalikan dan tidak mengurangi daya beli
masyarakat.
2. Sama halnya dengan suku bunga, hasil yang didapat dalam penelitian ini
ditemukan juga bahwa bila kurs meningkat maka inflasi akan mengalami
peningkatan. Dengan begitu kurs seharusnya dapat dikendalikan pada
tingkat yang rendah agar tidak terjadi domestic inflation.
3. Dalam
penelitian
selanjutnya,
perlu
adanya
penambahan
variabel
makroekonomi lain yang kemungkinan mempengaruhi inflasi agar model
estimasi dapat lebih dipercaya mampu menjelaskan inflasi.
61
DAFTAR PUSTAKA
Andrianus, Fery dan Niko, Amelia. 2006. “Analisa Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 1997:3–2005:2”. Jurnal
Ekonomi Pembangunan Vol. 11 No. 2, Agustus 2006.
Balafif. M. Mamak. 2007. ”Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di
Indonesia.” Dialektika Vol 5 No. 1, Mei 2007.
Bank Indonesia. 1990-2009. Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta: BI.
Basalim, etc. 2000. Perekonomian Indonesia: Krisis dan Strategi Alternatif.
Jakarta: PT Pustaka Cidesindo.
Brzezina, M. Brzoza. 2001. “The Realitionship Between Interest Rates and
Inflation”. Research Department, National Bank of Poland and Chair of
Monetery Policy (Warsaw School of Economics).
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga.
Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Gul, Ekrem dan Ekinci, Aykut. 2006. “The Causal Realitionship Between
Nominal Interest Rates and Inflation: The Case of Turkey”. Scientific
Journal of Administrative Development Vol 4 L.A.D 2006.
Hadi Soesastro, etc. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia
Dalam Setengah Abad Terakhir. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
62
Halwani, Hendra. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Hamid, Abdul. 2009. Buku Panduan Penulisan Skripsi. Jakarta: UIN.
Hamja, Yahya. 2008. Modul Ekonometrik I. Jakarta: UIN.
Hartati, Eni. Sri. 2004. “Dampak Pergerakan Nilai Tukar Terhadap Inflasi”.
Media Ekonomi Vol.10 No. 3, Desember 2004.
Insukindro. 2003. Modul Pelatihan Ekonometrika. Yogyakarta: UGM.
Jakaria. 2008. “Analisis Pengaruh jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah
dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi di Indonesia”. Media Ekonomi Vol 14
No. 3, Desember 2008.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Lukman. 2007. Modul I Praktikum Statistik Lab. Alat Analisis Kuantitatif.
Semester Ganjil Tahun Akademik 2007/2008. Jakarta: UIN.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Pengantar Eonomi Makro, Edisi Tiga, Terjemahan.
Jakarta: Salemba Empat.
Rachbini, J. Didik. 2001. Ekonomi di Era Transisi Demokrasi. Jakarta: Gahalia
Indonesia.
63
Soesastro, Hadi. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam
Setengah Abad Terakhir. Jakarta: KANISIUS.
Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar.
Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI.
Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Susanti, Hera dkk. 1995. Indikator – Indikator Makroekonomi. Jakarta : Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Teguh, Muhammad. 2000. Metodologi Penelitian Ekonomi, Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Widarjono, Agus. 2007. “Ekonometrika: Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan
Bisnis. Edisi Kedua”. Yogyakarta: EKONISIA FAKULTAS EKONOMI
UII.
Zulverdi, Doddy dkk. 2000. “Operasi Pengendalian Moneter Yang Berbasis Suku
Bunga Dalam Mencapai Sasaran Inflasi”. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan,Desember 2000.
64
LAMPIRAN - LAMPIRAN
65
Lampiran 1
Data Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs di Indonesia Periode 1990-2009
Tahun
Inflasi (%)
Suku Bunga SBI (%)
Kurs (Rp/USD)
1990
9,94
18,83
1901
1991
9,93
18,47
1992
1992
5,05
13,5
2062
1993
10,16
8,83
2110
1994
9,65
11,53
2200
1995
8,96
13,99
2308
1996
6,62
12,8
2383
1997
11,6
20
4650
1998
77,6
38,44
8685
1999
2,01
12,51
7100
2000
9,35
14,53
9675
2001
12,55
17,62
10400
2002
10,03
12,93
8940
2003
5,16
8,31
8465
2004
6,4
7,43
9290
2005
17,11
12,75
9830
2006
6,6
9,75
9020
2007
6,59
8
9419
2008
11,06
10,83
10950
2009
2,78
6,46
9400
66
Lampiran 2
Hasil Olah Data Menggunakan Metode OLS
Dependent Variable: INF
Method: Least Squares
Sample: 1990 2009
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-22.84135
5.102642
-4.476376
0.0003
IR
2.018479
0.243775
8.280104
0.0000
ER
0.001039
0.000480
2.165087
0.0449
R-squared
0.805629
Mean dependent var
11.95750
Adjusted R-squared
0.782762
S.D. dependent var
15.83965
S.E. of regression
7.382672
Akaike info criterion
6.973629
Sum squared resid
926.5654
Schwarz criterion
7.122989
F-statistic
35.23079
Prob(F-statistic)
0.000001
Log likelihood
Durbin-Watson stat
-66.73629
1.802669
67
Lampiran 3
Hasil Uji Normalitas Dengan Jarque-Bera Test
6
Series: Residuals
Sample 1990 2009
Observations 20
5
4
3
2
1
0
-10
-5
0
5
10
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-2.44e-15
0.909154
13.83072
-10.97575
6.983309
0.210633
2.495766
Jarque-Bera
Probability
0.359764
0.835369
15
68
Lampiran 4
Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.091786
Probability
0.765822
Obs*R-squared
0.114079
Probability
0.735548
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-0.733105
5.775971
-0.126923
0.9006
IR
0.038089
0.280332
0.135872
0.8936
ER
3.31E-05
0.000505
0.065620
0.9485
RESID(-1)
0.085909
0.283564
0.302963
0.7658
0.005704
Mean dependent var
-2.44E-15
-0.180727
S.D. dependent var
6.983309
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
7.588150
Akaike info criterion
7.067909
Sum squared resid
921.2804
Schwarz criterion
7.267056
F-statistic
0.030595
Prob(F-statistic)
0.992511
Log likelihood
Durbin-Watson stat
-66.67909
1.910474
69
Lampiran 5
Hasil Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji White
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared
3.015889
8.914982
Probability
Probability
0.051952
0.063260
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Sample: 1990 2009
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
18.20784
93.30412
0.195145
0.8479
IR
-0.081500
6.960801
-0.011708
0.9908
IR^2
0.124121
0.157272
0.789214
0.4423
ER
0.003683
0.025172
0.146305
0.8856
ER^2
-4.47E-07
2.07E-06
-0.215582
0.8322
R-squared
0.445749
Mean dependent var
46.32827
Adjusted R-squared
0.297949
S.D. dependent var
58.13211
S.E. of regression
48.70802
Akaike info criterion
10.82188
Sum squared resid
35587.06
Schwarz criterion
11.07082
F-statistic
3.015889
Prob(F-statistic)
0.051952
Log likelihood
Durbin-Watson stat
-103.2188
2.181714
70
Lampiran 6
Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Correlation Matriks
IR
ER
IR
1.000000
-0.095709
ER
-0.095709
1.000000
Lampiran 7
Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Metode Deteksi klien
Dependent Variable: IR
Method: Least Squares
Sample: 1990 2009
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
15.10705
3.414978
4.423763
0.0003
ER
-0.000188
0.000462
-0.407934
0.6881
R-squared
Adjusted R-squared
0.009160
Mean dependent var
13.87550
-0.045886
S.D. dependent var
6.979859
S.E. of regression
7.138203
Akaike info criterion
6.863439
Sum squared resid
917.1709
Schwarz criterion
6.963012
F-statistic
0.166410
Prob(F-statistic)
0.688134
Log likelihood
Durbin-Watson stat
-66.63439
1.432350
71
Dependent Variable: ER
Method: Least Squares
Sample: 1990 2009
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
7213.865
1842.497
3.915265
0.0010
IR
-48.63717
119.2281
-0.407934
0.6881
R-squared
Adjusted R-squared
0.009160
Mean dependent var
6539.000
-0.045886
S.D. dependent var
3546.990
S.E. of regression
3627.456
Akaike info criterion
19.32509
Sum squared resid
2.37E+08
Schwarz criterion
19.42466
Log likelihood
-191.2509
F-statistic
0.166410
Prob(F-statistic)
0.688134
Durbin-Watson stat
0.248453
72
Download